Você está na página 1de 21

SINDROM HEPATORENAL

21..

Definisi
Sindrom hepatorenal (SHR) adalah gangguan fungsional ginjal
reversibel yang terjadi pada seseorang dengan sirosis hati lanjut atau
kegagalan

hati

fulminan.1

Sindrom

hepatorenal

ditandai

dengan

berkurangnya laju filtrasi glomerulus (GFR) dan aliran plasma renal (RPF)
tanpa adanya penyebab lain dari disfungsi ginjal.1,2 Sindrom hepatorenal
bersifat fungsional dan progresif. Sindrom hepatorenal merupakan suatu
gangguan fungsi ginjal pre renal, yaitu disebabkan adanya hipoperfusi
ginjal, namun dengan hanya perbaikan volume plasma saja ternyata tidak
dapat memperbaiki gangguan fungsi ginjal ini.2,3
Berdasarkan International Ascites Club

(1994),

sindrom

hepatorenal adalah sindroma klinis yang terjadi pada pasien penyakit hati
kronis dan kegagalan hati lanjut serta hipertensi portal yang ditandai oleh
penurunan fungsi ginjal dan abnormalitas yang nyata dari sirkulasi arteri
dan aktivitas sistem vasoaktif endogen.4 Karakteristik khas dari sindrom
hepatorenal adalah vasokonstriksi yang kuat dari sirkulasi ginjal disertai
vasodilatasi arteriol yang luas pada sirkulasi di luar ginjal yang
menyebabkan penurunan resistensi vaskular sistemik total dan hipotensi.
2.2.

Epidemiologi
Sekitar 20% pasien sirosis hepatis dengan asites disertai fungsi
ginjal yang normal akan mengalami sindrom hepatorenal (SHR) setelah 1
tahun dan 39% setelah 5 tahun perjalanan penyakit. 3 Gines dkk
melaporkan kemungkinan insiden SHR pada pasien sirosis hepatis
mencapai 18% pada tahun pertama dan akan meningkat hingga 39% pada
tahun ke lima.1,5 Pasien dengan peritonitis bakterial spontan memiliki
kesempatan sepertiga untuk mengalami perkembangan menjadi SHR.5

2.3.

Patogenesis dan Patofisiologi


Sindrom Hepatorenal (SHR) merupakan salah satu komplikasi
sirosis hepatis. Karakteristik khas pada SHR adalah vasokonstriksi yang

kuat dari sirkulasi ginjal namun disertai pengurangan pengisian arteri


sistemik yang disebabkan oleh vasodilatasi arteri pada sirkulasi splanik. 5
Mekanisme yang mendasari SHR belum sepenuhnya dipahami, namun
mungkin mencakup peningkatan faktor vasokonstriktor dan penurunan
vasodilator pada sirkulasi ginjal.1 Ada tiga faktor dominan yang terlibat
dalam patogenesis SHR, yaitu:1,6
- Perubahan hemodinamik dimana terjadi vasodilatasi arteri perifer yang
-

luas dengan sirkulasi hiperdinamik dan vasokonstriksi sirkulasi ginjal.


Stimulasi sistem saraf simpatis ginjal.
Peningkatan sintesis humoral dan mediator vasoaktif ginjal.
Selain itu, ada tiga teori yang dianut untuk menerangkan

hipoperfusi ginjal yang timbul pada penderita SHR, yaitu:


- Hepatorenal Refleks
Teori ini berdasarkan percobaan binatang yang memperlihatkan bahwa
peningkatan tekanan intrahepatik menyebabkan peningkatan aktivitas
simpatoadrenal ginjal yang disertai dengan penurunan perfusi ginjal
dan laju filtrasi glomerular (GFR), serta peningkatan reabsorpsi
natrium dan air. Studi ini mendukung adanya refleks hepatorenal,
yang mungkin dapat diaktivasi melalui reseptor adenosine seperti pada
binatang. Pemberian adenosine receptor antagonist dapat mencegah
peningkatan retensi natrium dan air setelah penurunan aliran darah
vena portal.5 Meskipun demikian, masih didebatkan apakah refleks
heepatorenal juga ditemukan pada manusia.
-

Teori Vasodilatasi Arteri


Patofisiologi yang sesuai dengan perubahan fungsi ginjal dan sirkulasi
dalam SHR adalah vasodilatasi arterial. Pasien dengan SHR ditandai
dengan vasodilatasi splanikus yang menyebabkan penurunan resistensi
vaskular sistemik dan penurunan volume efektif arterial, yang
selanjutnya menginduksi sistem neurohumoral, sistem saraf simpatis
dan sistem renin-angiotensin-aldosteron.3,5,7 Aktivasi dari sistem
vasokonstriktor tersebut akan menyebabkan hipoperfusi ginjal,
penurunan GFR, dan retensi natrium (sistem renin-angiotensin-

aldosteron dan sistem saraf simpatis) serta air (arginine vasopressin)


yang terjadi pada sirosis hepatis tahap lanjut.5,8
Pada pasien dengan sirosis dan asites, konsentrasi nitrit dan nitrat
serum menunjukkan peningkatan. Nitrit oksida (NO) merupakan
vasodilator dan pada pasien dengan SHR terjadi peningkatan produksi
NO endogen oleh endothelium pada arteri splanik.7 Hal inilah yang
diduga

menyebabkan

sirkulasi

splanikus

terhindar

dari

efek

vasokonstriktor karena adanya rangsangan vasodilator lokal yang


kuat.1,4,8

Gambar 1. Mekanisme Vasokonstriksi Renal pada Pasien dengan


Sindrom Hepatorenal. eNOS, endothelial nitric oxide synthase; NO,
nitric oxide.8
-

Vasokonstriksi Renal
Pada fase awal dari sirosis hepatis dekompensata, perfusi ginjal masih
dapat dipelihara dalam batas normal, karena adanya peningkatan
sintesis dari faktor-faktor vasodilatasi. Akan tetapi, pada fase lanjut,
perfusi ginjal tidak dapat dipelihara lagi karena adanya vasodilatasi
sistemik yang luar biasa dan penurunan volume efektif arterial.
Penurunan volume efektif arterial ini dapat menyebabkan aktivasi
progresif dari mediator baroreseptor dan vasokonstriktor disertai
dengan penurunan produksi vasodilator renal.5,8

Gambar 2. Patogenesis Sindroma Hepatorenal 4


Seperti penjelasan sebelumnya, pada pasien sindrom hepatorenal
ditemukan vasokonstriksi ginjal reversibel dan hipotensi sistemik.
Penyebab utama dari vasokonstriksi ginjal ini belum diketahui secara
pasti, tapi kemungkinan melibatkan banyak faktor antara lain perubahan
sistem hemodinamik, meningginya tekanan vena porta, peningkatan
vasokonstriktor dan penurunan vasodilator yang berperan dalam sirkulasi
di ginjal.4 Faktor-faktor vasoaktif yang berperan dalam pengaturan perfusi
ke ginjal pada sindrom hepatorenal tampak pada tabel 1.

Tabel 1. Faktor-Faktor Vasoaktif secara Potensial Berperan dalam


Pengaturan Perfusi ke Ginjal pada Penderita Sindrom Hepatorenal.4,6
Vasokonstriktor
-

Angiotensin II

Norepineprine

Neuropeptida Y

Endothelin

Adenosine

Cyteinyl leukotrine

F2-isoprostanes

Vasodilator
-

Prostaglandin

Nitric oxide

Natriuretic peptide

Kallikrein-kinin

Faktor Vasokonstriktor
Sistem renin angiotension dan sistem saraf simpatis merupakan
mediator utama yang mempunyai efek vasokonstriksi sirkulasi ginjal pada
sindrom hepatorenal.4 Aktifitas dari sistem vasokonstriksi ini meningkat
pada penderita dengan sirosis dan asites, terutama penderita dengan
sindrom hepatorenal dan berkolerasi terbalik dengan aliran darah ginjal
dan laju filtrasi glomerulus.4,6,7
Selain itu, penelitian yang dilakukan terhadap pasien dengan SHR
menunjukkan

bahwa

konsentrasi

plasma

endothelin-1

meningkat.

Endothelin-1 merupakan salah satu substansi vasokonstriktor ginjal.


Peningkatan level endothelin-1 mungkin berkontribusi pada vasokonstriksi
ginjal. Hipotesis ini juga didukung dengan penelitian sebelumnya yang
menunjukkan bahwa pemberian antagonis reseptor endotelin menginduksi
peningkatan GFR pada pasien SHR.6,7
Cysteinyl leukotriene (leukotrien C4 dan D4) merupakan
vasokonstriktor ginjal yang poten dan menyebabkan kontraksi dari sel
mesangial secara in vitro. Penelitian sebelumnya menunjukkan adanya
peningkatan cysteinyl leukotrien pada SHR.6 Tromboxane A2 juga
memberikan

kontribusi

pada

vasokonstriksi

sirkulasi

ginjal

dan

menyebabkan kontraksi dari sel mesangial pada SHR. 6 Substansi vasoaktif


lainnya seperti adenosin, F2 isoprostanes dapat juga sebagai faktor yang

mempengaruhi patogenesa vasokonstriksi ginjal dalam SHR, tapi


mekanismenya masih belum diketahui.4

Gambar 3. Patofisiologi SHR berdasarkan Hipotesis Vasodilatasi Perifer


dan Menggambarkan Kemungkiann Hubungan antara Toksin/endotoksin,
Hormon, Eicosanoid dengan Potensi Modulator dalam Hemodinamik
Ginjal dan Fungsi Glomerulus.9
Faktor Vasodilator
Sebuah penelitian pada penderita dengan sirosis atau percobaan
pada hewan memperlihatkan bahwa sintesa faktor vasodilator lokal pada
ginjal memainkan peran yang penting dalam mempertahankan perfusi
ginjal dengan melindungi sirkulasi ginjal dari efek yang merusak dari
faktor vasokonstriktor. Mekanisme vasodilator ginjal yang paling penting
adalah prostaglandin (PGs).4,8

Bukti yang paling kuat menyokong peran PGs ginjal dalam


mempertahankan perfusi ginjal pada sirosis dengan asites diperoleh dari
penelitian yang

menggunakan

obat NSAIDs untuk menghambat

pembentukan prostaglandin ginjal. Pemberian NSAIDs, sekalipun dalam


dosis tunggal pada penderita sirosis hati dengan asites menyebabkan
penurunan yang nyata dalam aliran darah ginjal dan laju filtrasi
glomerulus, yang perubahannya menyerupai kejadian dalam SHR pada
penderita dengan aktifitas vasokonstriktor yang nyata.4,9
Vasodilator ginjal lainnya yang mungkin berpartisipasi dalam
mempertahankan perfusi ginjal pada sirosis adalah nitrit oksida. Jika
produksi nitrit oksida dan PGs dihambat secara tidak langsung dalam
percobaan sirosis dengan asites, maka akan terjadi penurunan perfusi
ginjal. 4

Gambar 4. Patogenesis Sindrom Hepatorenal10


Sistem saraf simpatis
Stimulasi sistem saraf simpatis sangat tinggi pada penderita SHR
dan menyebabkan vasokonstriksi ginjal dan meningkatnya retensi natrium.
Hal ini telah diperlihatkan oleh beberapa peneliti adanya peningkatan
sekresi katekolamin di pembuluh darah ginjal dan splanik. Kostreva dkk
mengamati vasokonstriksi pada arteriol afferent ginjal menimbulkan
penurunan aliran darah ginjal dan GFR dan meningkatkan penyerapan air
dan natrium di tubulus.4

Gambar 5. Patofisiologi Mekanisme dari Sindrom Hepatorenal


Renal VD, renal vasodilation; Renal VC, renal vasoconstriction; SNS,
sympathetic nervous system1
2.4.

Faktor Presipitasi dan Prediktif


Berbagai situasi beresiko dapat memicu terjadinya sindrom
hepatorenal

dan

berbagai

faktor

prediktif

memungkinkan

untuk

memastikan perkembangan sindrom hepatorenal pada pasien nonazotemik dengan sirosis dan asites. Pada SHR tipe 1, faktor-faktor
presipitasi diidentifikasi pada 70-100% pasien dengan SHR, dan lebih dari
satu kejadian dapat terjadi pada satu pasien.1 Di bawah ini tabel faktorfaktor presipitasi dan prediktif pada pasien sirosis dan asites yang
berkaitan dengan SHR.
Tabel 2. Faktor Presipitasi dan Prediktif pada Pasein dengan Sirosis dan
Asites yang Berkaitan dengan Perkembangan Sindrom Hepatorenal2

Faktor-faktor presipitasi yang dapat diidentifikasi mencakup


infeksi bakteri, parasentesis volume besar tanpa infuse albumin,

perdarahan saluran cerna, dan hepatitis alcohol akut dapat memicu


terjadinya sindrom hepatorenal.1,2,11

Gambar 6. Peran Faktor Presipitasi pada Sindrom Hepatorenal1

DIAGNOSIS SINDROM HEPATORENAL


3.1.

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis penderita sindroma hepatorenal ditandai dengan
kombinasi antara gagal ginjal, gangguan sirkulasi, dan gagal hati. Gagal
ginjal dapat timbul secara perlahan atau progresif dan biasanya diikuti
dengan retensi natrium dan air, yang menimbulkan asites, edema dan
dilutional hyponatremia, yang ditandai oleh ekskresi natrium urin yang
rendah dan pengurangan kemampuan buang air (oliguri anuria).
Gangguan sirkulasi sistemik yang berat ditandai dengan tekanan arteri
yang rendah, peningkatan cardiac output, dan penurunan total tahanan
pembuluh darah sistemik.4 Pada pasien sirosis hepatis, 80% kasus SHR
disertai asites, 75% disertai ensefalopati hepatic, dan 40% disertai ikterus.3
Tabel 3. Gangguan Hemodinamik yang Sering Ditemukan pada Sindrom
Hepatorenal4
Cardiac output meninggi
Tekanan arterial menurun
Total tahanan pembuluh darah sistemik menurun
Total volume darah meninggi
Aktivasi sistem vasokonstriktor meninggi
Tekanan portal meninggi
Portosystemic Shunt
Tekanan pembuluh darah splanik menurun
Tekanan pembuluh darah ginjal meninggi
Tekanan arteri brachial dan femoral meninggi
Tahanan pembuluh darah otak meninggi

Secara klinis Sindroma Hepatorenal dapat dibedakan atas 2 tipe


yaitu;
1. Sindroma Hepatorenal tipe I
Merupakan manifestasi yang sangat progresif, dimana terjadi
peningkatan serum kreatinin dua kali lipat.3 Tipe I ditandai oleh
peningkatan yang cepat dan progresif dari BUN (Blood Urea Nitrogen)
dan kreatinin serum yaitu nilai kreatinin >2,5 mg/dl atau penurunan
kreatinin klirens dalam 24 jam sampai 50%, keadaan ini timbul dalam
beberapa hari hingga 2 minggu. 3,4 Gagal ginjal sering dihubungkan
dengan penurunan yang progresif jumlah urin, retensi natrium dan
hiponatremi.4
Penderita dengan tipe ini biasanya dalam kondisi klinik yang
sangat berat dengan tanda gagal hati lanjut seperti ikterus, ensefalopati
atau koagulopati.4,6 Tipe ini umum pada sirosis alkoholik berhubungan
dengan hepatitis alkoholik, tetapi dapat juga timbul pada sirosis non
alkoholik. Kira-kira setengah kasus Sindroma Hepatorenal tipe ini
timbul spontan tanpa ada faktor presipitasi yang diketahui, kadangkadang pada sebagian penderita terjadi hubungan sebab akibat yang
erat dengan beberapa komplikasi atau intervensi terapi, seperti infeksi
bakteri, perdarahan gastrointestinal, parasintesis. Peritonitis Bakteri
Spontan (SBP) adalah penyebab umum dari penurunan fungsi ginjal
pada sirosis. Kira-kira 35% penderita sirosis dengan SBP timbul
Sindroma Hepatorenal tipe I.4
Sindroma Hepatorenal Tipe I adalah komplikasi dengan prognosis
yang sangat buruk pada penderita sirosis, dengan mortalitas mencapai
95%. Rata-rata waktu harapan hidup penderita ini kurang dari dua
minggu, lebih buruk dari lamanya hidup dibanding dengan gagal ginjal
akut dengan penyebab lainnya.3,4,6

2. Sindroma Hepatorenal Tipe II


Merupakan bentuk kronis SHR.3 Tipe II SHR ini ditandai dengan
penurunan yang sedang dan stabil dari laju filtrasi glomerulus (BUN
dibawah 50 mg/dl dan kreatinin serum < 2 mg / dl). Tidak seperti tipe I
SHR, tipe II SHR biasanya terjadi pada penderita dengan fungsi hati
relatif baik. Biasanya terjadi pada penderita dengan ascites resisten
diuretik. Diduga harapan hidup penderita dengan kondisi ini lebih
panjang dari pada Sindroma Hepatorenal tipe I.3,4,6
3.2.

Diagnosis
Tidak ada tes yang spesifik untuk diagnostik sindrom hepatorenal.
Diagnosis SHR selalu dibuat setelah eksklusi gangguan-gangguan lain
yang dapat menyebabkan gagal ginjal pada pasien sirosis. 8 Kriteria
diagnostik yang dianut sekarang adalah berdasarkan International Ascites
Clubs Diagnostic Criteria of Hepatorenal Syndrome.

Tabel 4. Kriteria diagnostik Sindroma Hepato Renal berdasarkan International


Ascites Club1-12
Kriteria Mayor
1. Penyakit hati akut atau kronik dengan gagal hati lanjut dan hipertensi portal.
2. GFR rendah, keratin serum >1,5 mg/dl (130 mol/L) atau kreatinin klirens
24 jam < 40 ml/mnt.
3. Tidak ada syok, infeksi bakteri sedang berlangsung, kehilangan cairan dan
mendapat obat nefrotoksik.
4. Tidak ada perbaikan fungsi ginjal dengan pemberian plasma ekspander 1,5
liter dan diuretik (penurunan kreatinin serum menjadi < 1,5 mg/dl atau
peningkatan kreatinin klirens menjadi > 40 ml/mnt)
5. Proteinuria < 0,5 g/hari dan tidak dijumpai obstruktif uropati atau
penyakitparenkim ginjal secara ultrasonografi

Kriteria Tambahan
1. Volume urin < 500 ml / hari

2.
3.
4.
5.

Natrium urin < 10 meg/liter


Osmolalitas urin > osmolalitas plasma
Eritrosit urin < 50 /lpb
Natrium serum <130 mEq/liter

*Semua kriteria mayor harus dijumpai dalam menegakkan diagnose Sindroma


Hepatorenal, sedangkan criteria tambahan merupakan pendukung untuk diagnose
Sindroma Hepatorenal

Gambar 7. Alur Diagnosis Sindroma Hepatorenal Pada Pasien Sirosis8


SHR perlu dibedakan dengan adanya kondisi penyakit hati
bersamaan dengan penyakit ginjal atau penurunan fungsi ginjal. Pada
beberapa keadaan, diagnosis SHR mungkin dapat dibuat setelah

menyingkirkan

Pseudohepatorenal

Syndrome.

Pseudohepatorenal

syndrome adalah suatu keadaaan terdapatnya kelainan fungsi ginjal


bersama dengan gangguan fungsi hati yang tidak ada hubungan satu sama
lain. Beberapa penyeebab Pseudohepatorenal Syndrome adalah:3
-

Penyakit congenital, misalnya penyakit polikista ginjal dan hati

Penyakit metabolic, misalnya diabetes, amyloidosis, penyakit Wilson

Penyakit sistemik, misalnya SLE, arthritis rheumatoid, sarkoidosis

Penyakit infeksi, misalnya leptospirosis, malaria, hepatitis virus, dan


lain-lain

Gangguan sirkulasi, misalnya syok, insufisiensi jantung

Intoksikasi, misalnya endotoksin, bahan kimia, gigitan ular, luka bakar,


dan lain-lain

Medikamentosa,

misalnya

metoksifluran,

halotan,

parasetamol, tetrasiklin, iproniazid


-

Tumor, misalnya hipernefroma, metastasis

Eksperimenta, misalnya defisiensi kolin, dan lain-lain.

sulfonamid,

PENATALAKSANAAN SINDROM HEPATORENAL


Sampai saat ini belum ada pengobatan efektif untuk SHR, oleh karena itu
pencegahan terjadinya SHR harus mendapat perhatian yang utama. 3 Dengan
mengetahui beberapa faktor pencetus timbulnya SHR pada penderita sirosis
dengan ascites, maka kita dapat mencegah timbulnya gagal ginjal pada penderita
ini.4 Ada beberapa modalitas terapi digunakan pada penderita dengan SHR dengan
efek yang hanya sedikit atau tidak ada sama sekali.
4.1.

Penatalaksanaan Umum
SHR sebagian besar dipacu oleh ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit pada pasien sirosis hepatis.3 Oleh karena itu, pasien sirosis
hepatis sangat sensitif dengan perubahan keseimbangan cairan dan
elektrolit, maka hindari pemakaian diuretik agresif, parasentesis asites, dan
restriksi cairan yang berlebihan.3
- Terapi suportif berupa diet tinggi kalori dan rendah protein.
- Koreksi keseimbangan asam basa
- Hindari penggunaan OAINS
- Peritonitis bakterial spontan pada SHR harus segera diobati sedini dan
-

seadekuat mungkin.
Pencegahan ensefalopatik hepatik juga harus dilakukan dalam rangka

mencegah SHR.
Hemodialisa belum pernah secara formal diteliti pada pasien SHR,
namun tampaknya tidak cukup efektif dan efek samping yang cukup
berat, misalnya hipotensi, koagulopati, sepsis, dan perdarahn saluran
cerna.3,4

4.2.

Pengobatan Medikamentosa
Vasodilator

Karena penyebab langsung SHR adalah vasokonstriksi sirkulasi


ginjal, tentu masuk akal jika kita menduga perubahan hemodinamik ginjal
dapat diubah dengan menggunakan vasodilator renal, seperti dopamin,
fenoldopam, dan prostaglandin atau obat-obat antagonis vasokonstriktor
renal, seperti saralasin, ACEI, dan antagonis endothelin. Akan tetapi, tidak
ada penelitian yang menyatakan bahwa penggunaan vasodilator renal
menunjukkan perbaikan dalam perfusi ginjal atau GFR.1,10
Penelitian Barnardo dkk dan Bennett dkk melaporkan infus
dopamin dosis rendah selama 24 jam memperbaiki aliran darah korteks
dan tampilan angiografi dari korteks renal tanpa memperbaiki GFR atau
aliran urin.1,2,4
Pemberian PGs intravena atau pengobatan dengan misoprostol (analog
PGs oral aktif) pada penderita sirosis hati dengan SHR juga tidak diikuti
dengan perbaikan fungsi renal.1,3,4 Pemberian antagonis endothelin spesifik
segera berhubungan dengan perbaikan fungsi ginjal pada pasien dengan
SHR.4 Karena efek samping dan kurangnya manfaat, penggunaan
vasodilator renal dalam SHR sudah banyak ditinggalkan.1
Vasokonstriktor
Vasokonstriktor sistemik merupakan agen farmakologis yang
paling menjanjikan dalam manajemen SHR. Vasokonstriktor sistemik
digunakan untuk mengatasi vasodilatasi splanik.1,3 Vasokonstriktor
meliputi vasopressin analog (ornipressin dan terlipressin), somatostatin
analog (octreotide), dan -adrenergik dengan agonis (midodrine dan
norepinefrin).1
Pemberian vasokonstriktor segera (norepinefrin, angiotension II,
ornipressin) pada pasien sirosis dengan ascites dan SHR menyebabkan
vasokonstriksi arteri, yang mana meningkatkan tekanan arteri dan
resistensi vaskuler sistemik.4
Infus ornipressin dikombinasikan dengan ekspansi volume atau
dopamin dosis rendah, dikaitkan perbaikan yang bermakna pada perfusi
ginjal, peningkatan RPF, GFR, dan ekskresi natrium. 1 Penelitian Guevara
dkk menunjukkan bahwa pemberian kombinasi ornipressin dengan

penambahan volume plasma dengan albumin memperbaiki fungsi ginjal


dan menormalkan perubahan hemodinamik pada pasien sirosis dengan
SHR. Tiga hari pengobatan dengan ornipressin dan albumin dapat
menormalkan aktifitas yang berlebihan dari renin angiotensin dan sistem
saraf simpatis. Peningkatan kadar natriuetik peptide arteri dan hanya
memperbaiki sedikit fungsi ginjal.1,3,4 Pemberian ornipressin dan albumin
selama 15 hari, perbaikan fungsi ginjal dijumpai dengan peningkatan
aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus. Tetapi, terapi ini dapat
digunakan dengan kewaspadaan yang tinggi. Pada beberapa pasien hal ini
tidak dilanjutkan karena komplikasi iskemik.1,4,11
Kombinasi terlipressin dengan albumin
peningkatan

GFR yang signifikan, peningkatan

berkaitan

dengan

tekanan arterial,

normalisasi kadar neurohumoral dan penurunan kadar kreatinin serum


pada 42-77% kasus.1
Angeli dkk memberikan Midodrine dan Otreotide pada 13
penderita SHR tipe I, setelah 20 hari pengobatan didapatkan penurunan
aktifitas plasma renin, vasopressin dan glucagon, 1 penderita bertahan
hidup sampai 472 hari, 1 penderita dilakukan transplantasi hati dan yang
lain meninggal setelah 75 hari karena gagal hati.4 Octreotide merupakan
vasokonstriktor alternatif bila terlipressin belum atau tidak tersedia.3

Tabel 5. Obat-Obat untuk Terapi Sindrom Hepatorenal8

Portosystemic shunt
Akhir-akhir ini telah diperkenalkan suatu metode nonbedah dari
kompresi portal yaitu Transjugular intrahepatic portosystemic shunt
(TIPS).4 Sebelumnya digunakan sebagai terapi alternatif untuk pasien
sirosis hepatis dengan perdarahan dari varises esofagus atau lambung yang
tidak menanggapi pengobatan endoskopik dan medis.4,5 Intervensi ahli
radiologi akan menempatkan shunt portacaval side to side yang
menghubungkan

vena

portal

dan

vena

hati

dalam

parenkim hati.5
TIPS mengurangi tekanan portal dan mengembalikan sebagian
volume darah yang terakumulasi di sirkulasi splanknikus ke sirkulasi
sistemik. Hal ini akan menekan renin-angiotensin-aldosteron dan sistem
saraf simpatik dan mengurangi efek vasokonstriktor pada sirkulasi ginjal.5
Keuntungan metode ini dibanding dengan operasi portocaval
shunt adalah penurunan mortalitas akibat operasi. Komplikasi yang paling
sering pada pasien yang mendapat pengobatan dengan TIPS adalah
hepatic encephalophaty dan obstruksi dari stent. Beberapa laporan yang
melibatkan sejumlah pasien cendrung memperlihatkan bahwa prosedur ini
meningkatkan fungsi ginjal pada pasien sirosis hati dengan SHR yang
tidak dapat lagi untuk dilakukan transplantasi hati.4
Hubungan antara penurunan tekanan portal yang diinduksi oleh
insersi TIPS dan perubahan yang bermanfaat dalam faktor-faktor
neurohumoral, fungsi ginjal pada pasien sirosis, dan asites refraktori.
Mekanisme TIPS pada efek tersebut masih spekulatif, namun mungkin

akibat penurunan tekanan portal, penekanan reflex hepatorenal, perbaikan


volume sirkulasi.1
TIPS memberikan banyak keuntungan pada penatalaksanaan SHR.
Walaupun demikian, penggunaan TIPS masih memerlukan penelitian
kontrol untuk dapat merokomendasikan. Guevara dkk melakukan TIPS
pada 7 penderita SHR tipe 1 dan menyimpulkan TIPS dapat memperbaiki
fungsi ginjal,menurunkan aktifitas renin angiotension dan sistem saraf
simpatis3,4,6
Dialisa
Hemodialisa atau peritoneal dialisa telah dipergunakan pada
penatalaksanaan penderita dengan SHR, dan pada beberapa kasus
dilaporkan dapat meningkatkan fungsi ginjal. Walupun tidak terdapat
penelitian kontrol yang mengevaluasi efektifitas dari dialisa pada kasus
ini, tetapi pada laporan penelitian tanpa kontrol menunjukkan efektifitas
yang buruk, karena banyaknya pasien yang meninggal selama pengobatan
dan terdapat insiden efek samping yang cukup tinggi. Pada beberapa pusat
penelitian hemodialisa masih tetap digunakan untuk pengobatan pasien
dengan SHR yang sedang menunggu transplantasi hati.3,4
Transplantasi Hati
Transplantasi hati ini secara teori adalah terapi yang tepat untuk
penderita SHR, yang dapat menyembuhkan baik penyakit hati maupun
disfungsi ginjalnya. Tindakan transplantasi ini merupakan masalah utama
mengingat prognosis buruk dari SHR dan daftar tunggu yang lama untuk
tindakan tersebut di pusat transplantasi. Segera setelah transplantasi hati,
kegagalan fungsi ginjal dapat diamati selama 48 jam sampai 72 jam.
Setelah itu laju filtrasi glomerulus mulai mengalami perbaikan.3,4,5,6

Gambar 8. Patogenesis Sindrom Hepatorenal pada Sirosis, Berdasarkan


Teori Vasodilatasi Arterial, dan Intervensi Terapi Efektif8

DAFTAR PUSTAKA
1.

Wadei, HM, Martin LM, Nasimul A. Hepatorenal Syndrome:


Pathophysiology and Management. American Society of Nephrology. 2006.

2.

Kuntz, Erwin, H. D. Kuntz. Hepatology Principles and Practice. Germany:


Springer; 2006.

3.

Setiawan, P. B, Hernomo K. Sindrom Hepatorenal. Dalam: ed. Sudoyo, Ari


W dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2006. Hal 452 454

4.

Sri Maryani S. Sindrom Hepatorenal. Fakultas Kedokteran Universitas


Sumatera Utara. 2003

5.

Charles, KF, Michael HM. Hepatorenal Syndrome. Department of Chemical


Pathology, The Chinese University of Hong Kong, Prince of Wales Hospital,
Shatin, Hong Kong. 2007.].

6.

Dagher, Moore. The Hepatorenal Syndrome. 2001.

7.

Moreau, Richard. Hepatorenal Syndrome in Patients with Cirrhosis. Lancet


2003; 362: 739-747.

8.

Pere Glines. 2003. Hepatorenal Syndrome. Lancet 2003; 362: 1819-1826.

9.

Sherlock, Sheila, James Dooley. Disease of The Liver and Billiary System.
UK: Blackwell Science; 2002. Hal 140-143.

10.

Younossi, Zobair. Practical Management of Liver Disease. USA: Cambrige


University; 2008.

11.

Fauci, dkk. Harrisons Priciples of Internal Medicine Edisi 17. USA: Mc


Graw-Hill Company; 2008. Chapter 302

Você também pode gostar