Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
Penyakit virus dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
tipe I,II III dan IV golongan arthropod borne virus group B (arbovirus) yang
ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albocpitus. Sejak tahun 1968
penyakit ini ditemukan di Surabaya dan Jakarta, selanjutnya sering terjadi
kejadian luar biasa dan meluas ke seluruh wilayah Indonesia. Oleh karena itu
penyakit ini menjadi masalah kesehatan masyarakat yang awalnya banyak
menyerang anak tetapi akhir-akhir ini menunjukkan pergeseran menyerang
dewasa.
Perjalanan penyakit infeksi dengue sulit diramalkan. Pasien yang pada
waktu masuk keadaan umumnya tampak baik, dalam waktu singkat dapat
memburuk dan tidak tertolong (Dengue Shock Syndrome / DSS). Sampai saat ini
masih sering dijumpai penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) yang semula
tidak tampak berat secara klinis dan laboratoris, namun mendadak syok sampai
meninggal dunia. Sebaliknya banyak pula penderita DBD yang klinis maupun
laboratoris nampak berat namun ternyata selamat dan sembuh dari penyakitnya.
Kenyataan di atas membuktikan bahwa sesungguhnya masih banyak misteri di
dalam imunopatogenesis infeksi dengue yang belum terungkap.
Angka kesakitan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia cenderung
meningkat, mulai 0,05 insiden per 100.000 penduduk di tahun 1968 menjadi
35,19 insiden per 100.000 penduduk di tahun 1998, dan pada saat ini DBD di
banyak negara kawasan Asia Tenggara merupakan penyebab utama perawatan
anak dirumah sakit. Mengingat infeksi dengue termasuk dalam 10 jenis penyakit
infeksi akut endemis di Indonesia maka seharusnya tidak boleh lagi dijumpai
misdiagnosis atau kegagalan pengobatan. Menegakkan diagnosis DBD pada
stadium dini sangatlah sulit karena tidak adanya satupun pemeriksaan diagnostik
yang dapat memastikan diagnosis DBD dengan sekali periksa, oleh sebab itu perlu
dilakukan pengawasan berkala baik klinis maupun laboratoris.
BAB II
STATUS PEDIATRIK
I.
IDENTIFIKASI
II.
Nama
: An.V
Umur
: 7 tahun 6 bulan
Jenis Kelamin
: Perempuan
Nama Ayah
: Tn. D
Nama Ibu
: Ny. S
Bangsa
: Indonesia
Agama
: Islam
Alamat
MRS tanggal
: 18 desember 2014
ANAMNESA
A.
Diberikan oleh
Tanggal
: 19 desember 2014
Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan utama
perut bagian kanan atas, kaki dan tangan teraba dingin sejak 3 jam sebelum masuk
Rumah Sakit. Riwayat perdarahan dari hidung, gusi, saluran cerna, dan tempat lain
disangkal. Buang air kecil jumlah dan warna biasa, selama tiga hari pasien belum
buang air besar. Karena keluarga merasa tidak ada perubahan, os dibawa ke RSUD
Raden Mattaher.
Menurut pengakuan ibu pasien, keluarga maupun tetangga sekitar rumah tidak
ada yang mengalami penyakit yang sama seperti pasien. Namun, di lingkungan
sekolah, terdapat beberapa teman pasien yang menderita keluhan seperti ini dan
sempat dirawat di rumah sakit.
.
Riwayat Penyakit Dahulu
: Cukup bulan
Partus
: Spontan (pervaginam)
Ditolong oleh
: Bidan
Tanggal
: 02 06 2007
BBL
: 2900 gram
PB
: Lupa
2.
Riwayat Makanan
ASI
Susu Botol/kaleng
: 6 bulan-1 tahun
Bubur Nasi
: 1 tahun
Nasi TIM/lembek
Nasi Biasa
: 7 bulan
: 1 tahun
Sayur
: 7 tahun
3
Buah
: 1 tahun
Kesan
3.
Riwayat Imunisasi
BCG
:+
Campak
:+
Polio
:+
Hepatitis
:+
DPT
:+
Kesan
: Imunisasi lengkap.
4.
Riwayat Keluarga :
Perkawinan
:-
Umur
:-
Pendidikan
: SD (kelas 2)
Saudara
: Dbn
Berbalik
: Dbn
Tengkurap
: Dbn
Merangkak
: Dbn
Duduk
: Dbn
Berdiri
: Dbn
Berjalan
: Dbn
Berbicara
: Dbn
Kesan
: Baik
5.
:-
Ngompol
:+
Sering mimpi
:-
Aktifitas
: Cukup Aktif
Membangkang
Ketakutan
6.
::-
Status gizi
BB
: 20 kg
PB
: 115 cm
Gizi
: CDC
:-
Muntah berak : -
Pertusis
:-
Asma
:-
Difteri
:-
Cacingan
:-
Tetanus
:-
Patah tulang
:-
Campak
:-
Jantung
:-
Varicella
:-
Sendi bengkak: -
Thypoid
:-
Kecelakaan
:-
Malaria
:-
Operasi
:-
DBD
:-
Keracunan
:-
Demam menahun
:-
Sakit kencing : -
Radang paru
:-
Sakit ginjal
:-
TBC
:-
Kejang
:-
Perut Kembung
:-
Lumpuh
:-
Alergi
:-
Otitis Media : -
Batuk/pilek
:+
Keadaan umum
Kesadaran
: compos mentis
Posisi
: berbaring
BB
: 20 kg
PB
: 115 cm
Gizi
: Baik
Edema
:-
Sianosis
:-
Dyspnoe
:-
Ikterus
:-
Anemia
:-
Suhu
: 38,5 C
Respirasi
: 36 x/ menit
Tipe pernapasan
: Thorakoabdominal
Turgor
: baik
Tekanan darah
: 90/60 mmHg
Nadi
Frekuensi
: 126x/ i
Regularitas
: teratur
Equalitas
: sama
Pulsus defisit
:-
Pulsus Alternan
:-
Pulsus trigeminus
:-
Pulsus paradox
:-
Pulsus magnus
:-
Pulsus tardus
:-
Pulsus parvus
:-
Pulsus celler
:-
Pulsus bigerminus
:-
Kulit
Warna
: sawo matang
Vesikula
:-
Hipopigmentasi : -
Pustula
:-
Hiperpigmentasi: -
Sikatriks
:-
Ikterus
:-
Edema
:-
Bersisik
:-
Eritema
:-
Makula
:-
Haemangiom
:-
Papula
:-
Ptechiae
:+
: normochepal
Rambut
: lurus
Warna
: hitam
Mudah Rontok
:-
Kehalusan
: cukup
Alopesia
:-
Sutura
:-
Fontanella mayor
:-
Fontanella minor
:-
:-
Cranio tabes
:-
MUKA
ALIS
Roman muka
: dbn
Kerapatan
: dbn
Bentuk muka
: dbn
Mudah rontok
:-
Sembab
:-
Alopesi
:-
Simetris
:+
MATA
KELOPAK MATA
: dbn
Cekung
:-
Hipertelorisme
:-
Edema
:+
Sekret
:-
Ptosis
:-
Epifora
:-
Lagoftalmus
:-
Pernanahan
:-
Kalazion
:-
Endophthalmus
:-
Ektropion
:-
Exophthalmus
:-
Enteropion
:-
Nistagmus
:-
Haemangioma
:-
Starbismus
:-
Hordeolum
:-
KONJUNGTIVA
Pelebaran Vena
:-
Bitot Spot
:-
PerdarahanSubkonjungtiva
:-
Xerosis
:-
Infeksi
:-
Ulkus
:-
Refleks
:-
SKLERA
Ikterus
:-
IRIS
Bentuk
: bulat
Warna
: hitam
PUPIL
Bentuk
: simetris
Ukuran
: cukup
Isokor
:+
: +/+
Katarak
:-
HIDUNG
Bentuk
: simetris
Bentuk
: simetris
Kebersihan
: cukup
Saddle Nose : -
Sekret
:-
Gangren
Tophi
:-
Coryza
:-
Membran tympani
: sulit dinilai
Mukosa Edem
:-
Epistaksis
:-
Deviasi Septum
:-
:-
MULUT
BIBIR
Bentuk
: dbn
Warna
: dbn
Ukuran
: dbn
Ulkus
:-
Cheitosis
:-
Sianosis
:-
Labioschiziz
:-
Bengkak
:-
Vesikel
Oral trush
::-
Trismus
:-
Bercak koplik
:-
FARING-TONSIL
Palatoschizis
:-
Warna
: dbn
hiperemis
:-
Edema
:-
GIGI
Kebersihan
: cukup
Selaput
:-
Karies
:-
Pembesaran tonsil
Hutchinson
:-
Ukuran
Gusi
: dbn
Simetris
: T1-T1
: dbn
:-
LIDAH
Bentuk
: dbn
Gerakan
: dbn
Tremor
:-
Warna
: normal
Selaput
Hiperemis
Makroglosia : -
: dbn
Atrofi papil
:-
:-
LEHER
INSPEKSI
Struma
:-
Bendungan vena
5-2
cmH20
Pulsasi
:-
Limphadenopati
:-
Tortikolis
:-
Bullneck
:-
Parotitis
:-
PALPASI
Kaku kuduk
:-
Pergerakan
:-
Struma
:-
: normal
Simetris
:+
Vousure cardiac
:-
Clavicula
: dbn
Sternum
: dbn
Bendungan vena
:-
Tumor
:-
Sela iga
: dbn
INSPEKSI DINAMIS
Gerakan
: dinamis
Bentuk pernapasan
: thorakoabdominal
Retraksi interkostal
:-
Retraksi Epigastrium
:-
PALPASI
Nyeri tekan
:-
Tumor
:-
Fraktur iga
:-
Stemfremitus
: ka/ki sama
Krepitasi
:-
PERKUSI
Bunyi ketuk
: sonor
Nyeri ketuk
:-
: dbn
Peranjakan
:-
AUSKULTASI
Bunyi napas pokok
: vesikuler +/
: Wz /-, Rh +/+
JANTUNG
INSPEKSI
Vousure cardiac
:-
Ictus cordis
:-
10
Pulsasi jantung
:-
PALPASI
PERKUSI
Ictus cordis
: dbn
Batas kiri
: dbn
Thrill
:-
Batas kanan
: dbn
Defek pulmonal
: dbn
Interkostal
: dbn
Aktivitas jantung ka
: dbn
Subkostal
: dbn
Aktifitas jantung ki
: dbn
Epigastrum
: dbn
AUSKULTASI
BUNYI JANTUNG
Bunyi jantung I
: reguler
Mitral
:+
Bunyi jantung II
Trikuspid
:+
Pulmonal
:+
:-
Aorta
:+
Bising Jantung
: reguler
THORAX BELAKANG
INSPEKSI STATIS
Bentuk
:dbn
Processus spinosus
:dbn
Scapula
:dbn
Skoliosis
:-
Khiposis
:-
Lordosis
:-
ABDOMEN
INSPEKSI
Gambaran usus
:-
Bentuk
: cembung
Umbilikus
: dbn
Turgor
Ptechie
:-
PALPASI
Spider nevi
:-
Nyeri tekan
:+
Bendungan vena
:-
Nyeri lepas
:-
:-
: dbn
11
Defans muskular
:-
Hepar
: teraba
Nyeri ketuk
:-
LIEN
Meteorismus
:-
GINJAL
Pembesaran
:-
Pembesaran
:-
Permukaan
: datar
Permukaan
: datar
Nyeri tekan
:-
Nyeri tekan
:-
AUSKULTASI
Bising usus
: + normal
Ascites
:-
: dbn
Kel.getah bening
:-
Edema
:-
Sikatriks
:-
Genitalia
: dbn
Anus
: dbn
:-
Mulut mencucu
:-
Kesemutan
:-
Trismus
:-
Otot lemas
:-
Kejang
:-
Otot pegal
:-
Panas
Lumpuh
:-
Badan kaku
:-
Tidak sadar
:-
::-
12
ALAT KELAMIN
Hernia
:-
Bengkak
:-
EKSTREMITAS SUPERIOR
EKSTREMITAS INFERIOR
INSPEKSI
INSPEKSI
Bentuk
: normal
Bentuk
: dbn
Deformitas
:-
Deformitas
:-
Edema
:+
Edema
:+
Trofi
:-
Trofi
:-
Pergerakan
: dbn
Pergerakan
: dbn
Tremor
:-
Tremor
:-
Chorea
:-
Chorea
:-
Lain-lain
:-
Lain-lain
13
RASCAL321
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS :
Tonus
: dbn
Kekuatan
: dbn
Refleks fisiologis
: dbn
: dbn
: dbn
: dbn
: dbn
Refleks patologis
:-
IV.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan Darah Rutin di IGD
WBC
RBC
HGB
HCT
PLT
PCT
MCV
MCH
MCHC
RDW
MPV
PDW
18 Desember 2014
Nilai normal
4.2
6.26
16.8
49.6
120
.091
79
26.9
33.9
13.8
7.6
8.1
WBC
RBC
HGB
HCT
PLT
PCT
MCV
MCH
MCHC
RDW
MPV
PDW
19 Desember 2014
Nilai normal
6.8
6.11
16.7
47.5
60
.047
78
27.3
35.1
13.8
7.9
9.1
RASCAL321
Nilai normal
3.5- 10.0 103/mm3
3.80- 5.80 106/mm3
11.0- 16.5 g/dl
35.0- 50.0 %
150-390 103/mm3
.100- .500 L%
80-97 m3
26.5- 33.5 pg
31.5- 35.0 g/dl
10.0- 15.0 %
6.5- 11.0 m3
10.0- 18.0 %
WBC
5.6
RBC
5.58
HGB
14.0
HCT
41.7
PLT
49
PCT
.038
MCV
75
MCH
25.0
MCHC
33.5
RDW
13.4
MPV
7.9
PDW
6.5
GDS : 133mg/dl
Widal Test :
Salm. Typhi
: (-)
Elektrolit :
-
mmol/L (135-148)
Kalium (K)
: 4,91
mmol/L (3,5-5,3)
mmol/L (98-110)
mmol/L (1,12-1,23)
V.
PEMERIKSAAN ANJURAN
VI.
DDR
DIAGNOSIS DIFFERENTIAL
Malaria
Demam Thifoid
RASCAL321
VII.
DIAGNOSIS KERJA
DHF Grade IV
VIII.
PENATALAKSANAAN
Terapi di IGD
O2 4L/i
IVFD RL cor 20cc/kgBB = 400cc Jam 09.30
Cek TTV setelah rehidrasi cairan
- TD : 90/60 mmHg
- N : 130 x/i kuat angkat
Cor 200 cc
Cek ulang TTV
- TD : 110/70 mmHg
- N : 120 x/i kuat angkat
RL 12 gtt/i
Inj Ondancentron 3 x 1/2 amp
Paracetamol syrp 3 x1 cc
IX.
7 cc/kgBB/jam
5 cc/kgBB/jam
3 cc/kgBB/jam
Inj OMZ 2x20 mg
Pantau ketat TTV
Rencana pindah PICU
PROGNOSIS
RASCAL321
Post Control
Jam
16.00
17.00
18.00
19.00
20.00
22.00
24.00
02.00
04.00
06.00
07.00
10.00
11.00
12.00
13.00
14.00
15.00
X.
RR
40
40
44
30
28
28
40
40
40
36
36
38
36
38
38
39
38
Nadi
110
118
98
120
108
98
78
78
80
89
90
100
110
110
110
110
110
TD
90/50
90/50
90/60
90/60
100/70
90/60
90/60
90/70
90/70
90/60
100/60
110/60
110/60
110/70
110/70
110/70
110/60
T
36,9
36,8
37,5
37,9
37,6
38
37,9
37,8
37,7
37,7
38
36,4
37,5
37,5
37,5
37,7
37,5
SpO2
98
98
93
96
98
98
96
97
96
98
98
98
97
96
97
98
98
FOLLOW UP
S
19-12-2014
Demam (+), Badan terasa lemas, Nafsu makan menurun
RASCAL321
7 cc/kgBB/jam
5 cc/kgBB/jam
3 cc/kgBB/jam
Inj OMZ 2x20 mg
Pantau ketat TTV
Rencana pindah PICU
Minum manis banyak
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1
Definisi
Demam
dengue/DF
dan
demam
berdarah
dengue/DBD
(dengue
haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue
5
RASCAL321
dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai
lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada DBD
terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan
hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue
(dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh
renjatan/syok. 1
2. 2
Epidemiologi
Di Indonesia, demam berdarah dengue (DBD) pertama kali dicurigai di
Surabaya pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun
1970. Di Jakarta, kasus pertama di laporkan pada tahun 1968. Sejak dilaporkannya
kasus demam berdarah dengue (DBD) pada tahun 1968 terjadi kecenderungan
peningkatan insiden. Sejak tahun 1994, seluruh propinsi di Indonesia telah
melaporkan kasus DBD dan daerah tingkat II yang melaporkan kasus DBD juga
meningkat, namun angka kematian menurun tajam dari 41,3% pada tahun 1968,
menjadi 3% pada tahun 1984 dan menjadi <3% pada tahun 1991.2
Demam berdarah dengue terjadi dimana banyak tipe virus dengue secara
simultan atau berurutan ditularkan. Demam ini adalah endemik di Asia tropik, dimana
suhu panas dan praktek penyimpanan air di rumah menyebabkan populasi aedes
aegypti besar dan pemanen. Pada keadaan ini infeksi dengan virus dengue dari semua
tipe sering ada, dan infeksi kedua dengan tipe heterolog sering terjadi. Sesudah umur
1 tahun, hampir semua penderita dengan sindrom syok dengue mempunyai kenaikan
sekunder antibodi terhadap virus dengue, yang menunjukan infeksi sebelumnya
dengan virus yang terkait erat. Wabah tahun 1981 di Kuba, dimana anak dan dewasa
terpajan sama, telah menunjukan bahwa sindrom permeabilitas vaskuler akut, terjadi
hampir selalu pada anak usia 14 tahun dan yang lebih muda. Pada orang dewasa
penyakit berat lebih sering disertai dengan fenomena perdarahan. Demam berdarah
dengue dapat terjadi selama infeksi dengue primer, paling sering pada bayi yang
ibunya imun terhadap dengue. 3
Morbiditas dan mortalitas DBD yang dilaporkan berbagai negara bervariasi
disebabkan beberapa faktor, antara lain status umur penduduk, kepadatan vektor,
6
RASCAL321
tingkat penyebaran virus dengue, prevalensi serotipe virus dengue dan kondisi
meteorologis. Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan antara jenis kelamin,
tetapi kematian ditemukan lebih banyak terjadi pada anak perempuan daripada anak
laki-laki. Pada awal terjadinya wabah di sebuah negara, pola distribusi umur
memperlihatkan proporsi kasus terbanyak berasal dari golongan anak berumur <15
tahun (86-95%). Namun pada wabah selanjutnya, jumlah kasus golongan usia dewasa
muda meningkat. Di Indonesia pengaruh musim terhadap DBD tidak begitu jelas,
namun secara garis besar jumlah kasus meningkat antara September sampai Februari
dengan mencapai puncaknya pada bulan Januari. 2
2. 3
Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue,
RASCAL321
1. Nyamuk dewasa: ukuran kecil, warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih pada
bagian badan, kaki dan sayap
2. Telur: berwarna hitam seperti sarang tawon, dinding bergaris-garis seperti
gambaran kain kassa
3.
Jentik: ukuran 0,5-1 cm, dan selalu bergerak aktif dalam air. Gerakannya
berulang-ulang dari bawah ke atas permukaan air untuk bernafas. Pada waktu
istirahat posisinya hampir tegak lurus dengan permukaan air.
Patofisiologi
RASCAL321
Volume Plasma
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit dan
membedakan antara DD dengan DBD ialah peningkatan permeabilitas dinding
pembuluh darah, penurunan volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia,
serta diatesis hemoragik. Penyelidikan volume plasma pada kasus DBD dengan
menggunakan 131 Iodine labelled human albumin sebagai indikator membuktikan
bahwa plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari permulaan masa
demam dan mencapai puncaknya pada masa syok. Pada kasus berat, syok terjadi
secara akut, nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan menghilangnya plasma
melalui endotel dinding pembuluh darah. Meningginya nilai hematokrit pada kasus
syok menimbulkan dugaan bahwa syok terjadi sebagai akibat kebocoran plasma ke
daerah ekstra vaskular (ruang interstisial dan rongga serosa) melalui kapiler yang
rusak. Bukti yang mendukung dugaan ini ialah meningkatnya berat badan,
ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum,
pleura, dan perikardium yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan
melalui infus, dan terdapatnya edema. 2
Pada sebagian besar kasus, plasma yang menghilang dapat diganti secara
efektif dengan memberikan plasma atau ekspander plasma. Pada masa dini dapat
diberikan cairan yang mengandung elektrolit. Syok terjadi secara akut dan perbaikan
klinis terjadi secara cepat dan drastis. Sedangkan pada otopsi tidak ditemukan
kerusakan dinding pembuluh darah yang bersifat dekstruktif atau akibat radang,
sehingga menimbulkan dugaan bahwa perubahan fungsional dinding pembuluh darah
agaknya disebabkan oleh mediator
Gambaran mikroskop elektron biopsi kulit pasien DBD pada masa akut
memperlihatkan kerusakan sel endotel vaskular yang mirip dengan luka akibat
anoksia atau luka bakar. Gambaran itu juga mirip dengan binatang yang diberi
histamin atau serotonin atau dibuat keadaan trombositopenia. 2
Trombositopenia
RASCAL321
RASCAL321
1. Pada DBD stadium akut telah terjadi proses koagulasi dan fibrinolisis
2. Diseminated intravaskular coagulation secara potensial dapat terjadi
juga DBD tanpa syok. Pada masa dini DBD, peran DIC tidak
menonjol dibandingkan dengan perubahan plasma tetapi apabila
penyakit memburuk sehingga terjadi syok dan asidosis maka syok
akan memperberat DIC sehingga perannya akan mencolok. Syok dan
DIC saling mempengaruhi sehingga penyakit akan memasuki syok
irreversible disertai perdarahan hebat, terlibatnya organ-organ vital
yang biasanya diakhiri dengan kematian.
3. Perdarahan kulit pada umumnya disebabkan oleh faktor kapiler,
gangguan fungsi trombosit dan trombositopeni, sedangkan perdarahan
masif ialah akibat kelainan mekanisme yang lebih komplek seperti
trombositopenia, gangguan faktor pembekuan, dan kemungkinan besar
oleh faktor DIC, terutama pada kasus dengan syok lama yang tidak
dapat diatasi disertai komplikasi asidosis metabolik.
4. Antitrombin III yang merupakan kofaktor heparin. Pada kasus dengan
kekurangan antitrombin III, respon pemberian heparin akan berkurang.
Sistem Komplemen
Penelitian sistem komplemen pada DBD memperlihatkan penurunan kadar
C3, C3 proaktivaktor, C4, dan C5 baik pada kasus yang disertai syok maupun tidak.
Terdapat hubungan positif antara kadar serum komplemen dengan derajat penyakit.
Penurunan ini menimbulkan perkiraan bahwa pada dengue, aktivasi komplemen
terjadi baik melalui jalur klasik maupun jalur alternatif. Hasil penelitian radio isotop
mendukung pendapat bahwa penurunan kadar serum komplemen disebabkan oleh
aktivasi sistem komplemen dan bukan oleh karena produksi yang menurun atau
ekstrapolasi komplemen. Aktivasi ini menghasilkan anafilatoksin C 3a dan C5a yang
mempunyai kemampuan stimulasi sel mast untuk melepaskan histamin dan
merupakan mediator kuat untuk menimbulkan peningkatan permeabilitas kapiler,
pengurangan plasma dan syok hipopolemik. Komplemen juga bereaksi dengan epitop
11
RASCAL321
virus pada sel endotel, permukaan trombosit dan limfosit T, yang menimbulkan waktu
paruh trombosit memendek, kebocoran plasma, syok, dan perdarahan. Disamping itu
komplemen juga merangsang monosit untuk memproduksi sitokin seperti tumor
nekrosis faktor (TNF), interferon gama, interleukin (IL-2 dan IL-1). 2
Bukti-bukti yang mendukung peran sistem komplemen pada penderita DBD
ialah (1) ditemukannya kadar histamin yang meningkat dalam urin 24 jam, (2) adanya
kompleks imun yang bersirkulasi (circulating immune complex) baik pada DBD
derajat ringan maupun berat, (3) adanya korelasi antara kadar kuantitatif kompleks
imun dengan derajat berat penyakit. 2
Respon Leukosit
Pada perjalanan penyakit DBD, sejak demam hari ketiga terlihat peningkatan
limfosit atopik yang berlangsung sampai hari ke delapan. Pemeriksaan limfosit
plasma biru secara seri dari preparat hapus darah tepi memperlihatkan bahwa LPB
pada infeksi dengue mencapai puncak pada hari ke enam. Selanjutnya dibuktikan
pula bahwa diantara hari keempat sampai kedelapan demam terdapat perbedaan
bermakna proporsi LPB pada DBD dengan demam dengue. Dari penelitian imunologi
disimpulkan bahwa LPB merupakan campuran antara limfosit B dan limfosit T. 2
Patogenesis
Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes
Aegypti atau Aedes Albopictus. Organ sasaran dari virus adalah organ RES meliputi
sel kuffer hepar, endotel pembuluh darah, nodus limfaticus, sumsum tulang serta
paru-paru. Data dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan
makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini. Dalam peredaran darah, virus
tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer.
Virus DEN mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel
tersebut. Infeksi virus dengue dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk
ke dalam sel dengan bantuan organel-organel sel, genom virus membentuk
komponen-komponennya, baik komponen perantara maupun komponen struktural
12
RASCAL321
virus. Setelah komponen struktural dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel. Proses
perkembangan biakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel.
Semua flavivirus memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang
menimbulkan cross reaction atau reaksi silang pada uji serologis, hal ini
menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit ditegakkan. Kesulitan ini dapat
terjadi diantara ke empat serotipe virus DEN. Infeksi oleh satu serotip virus DEN
menimbulkan imunitas protektif terhadap serotip virus tersebut, tetapi tidak ada
cross protectif terhadap serotip virus yang lain.
Secara in vitro antibodi terhadap virus DEN mempunyai 4 fungsi biologis:
netralisasi virus; sitolisis komplemen; Antibody Dependent Cell-mediated Cytotoxity
(ADCC) dan Antibody Dependent Enhancement.
2. 5
Manifestasi Klinis
Pada dasarnya ada empat sindrom klinis dengue yaitu 4:
1. Silent dengue atau Undifferentiated fever
2. Demam dengue klasik
3. Demam berdarah Dengue ( Dengue Hemorrhagic fever)
4. Dengue Shock Syndrome (DSS)
Demam Dengue
Demam dengue ialah demam akut selama 2-7 hari dengan dua atau lebih
manifestasi 2:
1.
2.
3.
4.
Demam : suhu tubuh biasanya mencapai 39oC sampai 40oC dan demam bersifat
bifasik yang berlangsung sekitar 5-7 hari.
13
RASCAL321
Ruam kulit : kemerahan atau bercak-bercak merah yang terdapat di dada, tubuh
serta abdomen, menyebar ke anggota gerak dan muka. Ruam bersifat
makulopapular yang menghilang pada tekanan. Ruam timbul pada 6-12 jam
sebelum suhu naik pertama kali (hari sakit ke 3-5) dan berlangsung 3-4 hari.
Anoreksi dan obstipasi sering dilaporkan, di samping itu perasaan tidak
nyaman di daerah epigastrium disertai nyeri kolik dan perut lembek sering
ditemukan. Gejala klinis lainnya meliputi fotofobia, berkeringat, batuk. Kelenjar
limfa servikal dilaporkan membesar pada 67-77% kasus atau dikenal sebagai
Castelanis sign yang patognomonik. 2
Pada pemeriksaan laboratorium selama DD akut ialah sebagai berikut:
Hitung sel darah putih biasanya normal saat permulaan demam kemudian
leukopeni hingga periode demam berakhir
14
RASCAL321
Diagnosis
RASCAL321
16
RASCAL321
Diagnosis ditegakkan jika terdapat dua atau lebih kriteria klinis dan satu
kriteria laboratoris
Pembagian derajat DBD menurut WHO ialah :
Derajat III: Kegagalan sirkulasi ditandai oleh denyut nadi yang cepat dan lemah,
tekanan nadi menurun (<20mmHg) atau hipotensi, suhu tubuh rendah, kulit
lembab dan penderita gelisah.
Derajat IV : Syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak
dapat diperiksa.
II. 7
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu
ditemukan pada DBD. Penurunan jumlah trombosit < 100.000/pl biasa ditemukan
pada hari ke-3 sampai ke-8 sakit, sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan
perubahan nilai hematokrit. Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran
plasma dinilai dari peningkatan nilai hematokrit.
Penurunan nilai trombosit yang disertai atau segera disusul dengan
peningkatan nilai hematokrit sangat unik untuk DBD, kedua hal tersebut biasanya
terjadi pada saat suhu turun atau sebelum syok terjadi. Perlu diketahui bahwa nilai
hematokrit dapat dipengaruhi oleh pemberian cairan atau oleh perdarahan. Jumlah
17
RASCAL321
RASCAL321
Uji Netralisasi
2. 8 Komplikasi
1. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan maupun tanpa syok.
Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan maupun tanpa syok,
cenderung terjadi edema otak dan alkalosis, maka bila syok teratasi cairan diganti
dengan cairan yang tidak mengandung HCO3-, dan jumlah cairan harus segera
dikurangi. Larutan laktar ringer dekstrosa segera ditukar dengan larutan Nacl
(0,9%) : glukosa (5%) = 3:1. untuk mengurangi edema otak diberikan
kortikosteroid, tetapi bila terdapat perdarahan saluran cerna sebaiknya
kortikosteroid tidak diberikan. Bila terdapat disfungsi hati, maka diberikan
vitamin K intravena 3-10 mg selama 3 hari, kadar gula darah diusahakan >60
mg/dl, mencegah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial dengan mengurangi
jumlah cairan (bila perlu diberikan diuretik), koreksi asidosis dan elektrolit.
Perawatan jalan nafas dengan pemberiaan oksigen yang adekuat. Untuk
mengurangi produksi amoniak dapat diberikan neomisin dan laktulosa. Pada DBD
ensefalopati mudah terjadi infeksi bakteri sekunder, makaa untuk mencegah dapat
diberikan antibiotik profilaksis (kombinasi ampisilin 100mg/kgbb/hari +
kloramfenikol 75 mg/kgbb/hari). Usahakan tidak memberikan obat-obat yang
tidak diperlukan (misalnya antasid, anti muntah) untuk mengurangi beban
detoksifikasi obat dalam hati.
2. Kelainan Ginjal
19
RASCAL321
Kelainan ginjal akibat syok yang berkepanjangan dapat terjadi gagal ginjal akut.
Dalam keadaan syok harus yakin benar bahwa penggantian volume intravascular
telah benar-benar terpenuhi dengan baik. Apabila diuresis belum mencukupi 2
ml/kgbb/jam, sedangkan cairan yang diberikan sudah sesuai kebutuhan, maka
selanjutnya furosemid 1 mg/kgbb dapat diberikan. Pemantauan tetap dilakukan
untuk jumlah diuresis, kadar ureum, dan kreatinin. Tetapi apabila diuresis tetap
belum mencukupi, pada umumnya syok juga belum dapat dikoreksi dengan baik,
maka pemasangan CVP (central venous pressure) perlu dilakukan untuk pedoman
pemberian cairan selanjutnya.
3. Edema paru
Edema paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat pemberian
cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga sampai kelima
sesuai panduan yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan edema paru
oleh karena perembesan plasma masih terjadi. Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi
plasma dari ruang ekstravaskular, apabila cairan diberikan berlebih (kesalahan
terjadi bila hanya melihat penurunan hemoglobin dan hematokrit tanpa
memperhatikan hari sakit), pasien akan mengalami distress pernafasan, disertai
sembab pada kelopak mata, dan ditunjang dengan gambaran edem paru pada foto
roentgen dada. Gambaran edem paru harus dibedakan dengan perdarahan paru.
2. 9
Penatalaksanaan
Pengobatan DBD bersifat suportif simptomatik dengan tujuan memperbaiki
RASCAL321
Demam Dengue tidak jauh berbeda, bersifat simptomatik dan suportif yaitu
pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Masa kritis ialah pada atau setelah
hari sakit yang ketiga yang memperlihatkan penurunan tajam hitung trombosit dan
peningkatan tajam hematokrit yang menunjukkan adanya kehilangan cairan,
Observasi tanda vital, kadar hematokrit, trombosit dan jumlah urin 6 jam sekali
(minimal 12 jam sekali) perlu dilakukan. Kunci keberhasilan pengobatan DBD ialah
ketepatan volume replacement atau penggantian volume, sehingga dapat mencegah
syok.
Bila pada syok DBD tidak berhasil diatasi selama 30 menit dengan resusitasi
kristaloid maka cairan koloid harus diberikan (ada 3 jenis ;dekstan, gelatin dan
hydroxy ethyl starch) sebanyak 10-30ml/kgBB/jam.setelah terjadi perbaikan, segera
cairan ditukar kembali dengan kristaloid. Apabila setelah pemberian cairan resusitasi
kristaloid dan koloid syok masih menetap sedangkan kadar hematokrit turun, diduga
telah terjadi perdarahan, maka dianjurkan pemberian transfusi darah segar. Setelah
keadaan klinis membaik, tetesan cairan kristaloid dikurangi bertahap sesuai dengan
keadaan klinis dan kadar hematokrit.
Pemasangan CVP pada DBD tidak dianjurkan karena prosedur CVP bersifat
traumatis untuk anak dengan trombositopenia, gangguan vaskular dan homeostasis
sehingga mudah terjadi perdarahan dan infeksi, disamping prosedur pengerjaannya
juga tidak mudah dan manfaatnya juga tidak banyak.
Pemberian suspensi trombosit umumnya diperlukan dengan pertimbangan bila
terjadi perdarahan secara klinis dan pada keadaan KID. Bila diperlukan suspensi
trombosit maka pemberiannya diikuti dengan pemberian fresh frozen plasma (FFP)
yang masih mengandung faktor-faktor pembekuan untuk mencegah agregasi
trombosit yang lebih hebat. Bila kadar hemoglobin rendah dapat pula diberikan
packed red cell (PRC).
Setelah fase krisis terlampau, cairan ekstravaskular akan masuk kembali
dalam intravaskular sehingga perlu dihentikan pemberian cairan intravena untuk
mencegah terjadinya edem paru. Pada fase penyembuhan (setelah hari ketujuh) bila
terdapat penurunan kadar hemoglobin, bukan berarti perdarahan tetapi terjadi
21
RASCAL321
hemodilusi sehingga kadar hemoglobin akan kembali ke awal seperti saat anak masih
sehat. Pada anak yang awalnya menderita anemia akan tampak kadar hemoglobin
rendah, hati-hati tidak perlu diberikan transfusi.
Penatalaksanaan DBD disesuaikan dengan derajat terlampir sebagai berikut:
22
RASCAL321
Bagan 2.1. Tatalaksana infeksi virus Dengue pada kasus tersangka DBD.
23
RASCAL321
Bagan 2.2. Tatalaksana tersangka DBD (rawat inap) atau demam Dengue.
24
RASCAL321
25
RASCAL321
Bagan 2.4. Tatalaksana Kasus DBD derajat III dan IV atau DSS.
26
RASCAL321
27
RASCAL321
Penyelidikan Epidemiologi
a. Dilakukan petugas puskesmas yang terlatih dalam waktu 3x24 jam
setelah menerima laporan kasus
b.
Penyuluhan
perorangan/kelompok
untuk
meningkatkan
kesadaran
masyarakat.
28
RASCAL321
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
Diagnosis demam berdarah dengue derajat IV ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pada pasien ini.
Penegakan diagnosis DBD pada pasien ini berdasarkan adanya lebih dari dua kriteria,
yang memenuhi kriteria klinis dari WHO yakni demam tinggi mendadak tanpa sebab
yang jelas dan berlangsung terus menerus selama 2-7 hari, pembesaran hati, terdapat
manifestasi perdarahan berupa uji tourniquet positif serta dari pemeriksaan fisik
didapatkan pasien dalam keadaan syok (terdapat kegagalan sirkulasi), yaitu keadaan
umum yang buruk, gelisah, dengan tekanan darah 98/76 mmHg, nadi yang cepat dan
halus, frekuensi nafas 28 x/menit, akral dingin dan perfusi jelek.
Dari pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah rutin didapatkan hasil
leukosit yang berada dalam batas normal, nilai hemoglobin dan hematokrit yang
cenderung meningkat serta didapatkan trombositopenia yaitu sebesar 60.000/mm3
(pemeriksaan pada tanggal 10/09/2011), 30.000/mm3 dan 23.000/mm3 (pemeriksaan
pada tanggal 11/09/2011). Hal ini merupakan salah satu dari kriteria laboratories
DBD. Hemoglobin dan hematokrit yang meningkat menunjukkan adanya
hemokonsentrasi. Peningkatan kadar hematokrit merupakan bukti adanya kebocoran
plasma. Hal ini memperkuat diagnosis demam berdarah dengue. Selain itu pada
pasien ini juga didapatkan tanda-tanda kegagalan sirkulasi seperti nadi yang lemah,
perfusi perifer yang menurun dan akral yang dingin dan lembab. Hal ini
menunjukkan bahwa pasien ini mengalami DBD derajat IV.
Hal ini sesuai dengan literatur yang mengatakan bahwa pada sindrom syok
dengue, setelah demam berlangsung selama beberapa hari keadaan umum pasien
dapat tiba-tiba memburuk, yang biasannya terjadi pada saat atau setelah demam
menurun, yakni antara hari sakit ke 3 7. Pada sebagian besar kasus ditemukan
tanda-tanda kegagalan sirkulasi, kulit teraba lembab dan dingin, serta nadi menjadi
cepat dan halus. Pasien seringkali akan mengeluh nyeri di daerah perut sesaat
sebelum syok. Pada pemeriksaan laboratorium biasanya akan ditemukan adanya
29
RASCAL321
Beberapa tanda dan gejala yang perlu diperhatikan dalam diagnostik klinik
pada penderita DSS menurut Wong adalah sebagai berikut.
1. Clouding of sensorium
2. Tanda-tanda hipovolemia, seperti akral dingin, tekanan darah menurun.
3. Nyeri perut.
4. Tanda-tanda perdarahan diluar kulit, dalam hal ini seperti epistaksis, hematemesis,
melena, hematuri dan hemoptisis.
5. Trombositopenia berat.
6. Adanya efusi pleura pada toraks foto.
7. Tanda-tanda miokarditis pada EKG
Pengobatan DBD bersifat suportif. Tatalaksana didasarkan atas adanya
perubahan fisiologi berupa perembesan plasma dan perdarahan. Perembesan plasma
dapat mengakibatkan syok, anoksia, dan kematian. Deteksi dini terhadap adanya
perembesan plasma dan penggantian cairan yang adekuat akan mencegah terjadinya
syok, Perembesan plasma biasanya terjadi pada saat peralihan dari fase demam (fase
febris) ke fase penurunan suhu (fase afebris) yang biasanya terjadi pada hari ketiga
30
RASCAL321
sampai kelima. Oleh karena itu pada periode kritis tersebut diperlukan peningkatan
kewaspadaan. Adanya perembesan plasma dan perdarahan dapat diwaspadai dengan
pengawasan klinis dan pemantauan kadar hematokrit dan jumlah trombosit.
Pemilihan jenis cairan dan jumlah yang akan diberikan merupakan kunci keberhasilan
pengobatan.
Diagnosis dini dan memberikan nasehat untuk segera dirawat bila terdapat
tanda syok, merupakan hal yang penting untuk mengurangi angka kematian. Di pihak
lain, perjalanan penyakit DBD sulit diramalkan. Pasien yang pada waktu masuk
keadaan umumnya tampak baik, dalam waktu singkat dapat memburuk dan tidak
tertolong. Kunci keberhasilan tatalaksana DBD/SSD terletak pada ketrampilan para
dokter untuk dapat mengatasi masa peralihan dari fase demam ke fase penurunan
suhu (fase kritis, fase syok) dengan baik.
Terapi yang diberikan pada pasien ini meliputi terapi suportif dan simtomatik.
Terapi suportif yang diberikan adalah pemberian O2 melalui nasal kanul 2 liter
permenit. Pemberian oksigen harus selalu dilakukan pada semua pasien syok.
Saturasi oksigen pada pasien harus dipertahankan > 92%, oleh karena itu untuk
pemantauan diperlukan pemasangan pulse oximetry untuk mengetahui saturasi
oksigen dalam darah.
Selain itu juga dilakukan pemasangan infus cairan intravena berupa ringer
laktat (RL) 400 mL dalam 30 menit pertama .Ringer laktat adalah salah satu larutan
kristaloid yang direkomendasikan WHO pada terapi DBD. Pengobatan awal cairan
intravena pada keadaan syok adalah dengan larutan kristaloid 20 ml/kg berat badan
dalam 30 menit. Pada pasien ini berat badannya adalah 20 kg sehingga didapatkan
jumlah cairan yang diberikan adalah 400 ml dalam 30 menit dengan tetesan infus
sebesar 266 tetes per menit makro {(400/30) x 20}. Apabila syok belum teratasi dan
atau keadaan klinis memburuk setelah 30 menit pemberian cairan awal, cairan diganti
dengan koloid (dekstran 40 atau plasma) 10-20 ml/kgBB/jam, dengan jumlah
maksimal 30 ml/kgBB/jam. Segera setelah terjadi perbaikan, segera cairan ditukar
kembali dengan kristaloid dengan tetesan 20 ml/kgBB. Pada pasien kondisi membaik
setelah dilakukan pemberian cairan awal sehingga jumlah cairan yang diberikan
31
RASCAL321
dikurangi menjadi 200 ml dalam 1 jam (10 ml/kgBB/jam). Jika kondisi tetap stabil
dan membaik maka cairan diturunkan menjadi 100 ml/jam (5 ml/kgBB/jam) atau Jika
dalam 24 jam kondisi membaik dan stabil maka cairan diturunkan lagi menjadi 60
ml/jam (3 ml/kgBB/jam) atau 20 tpm makro dan dalam 48 jam setelah syok teratasi
pemberian terapi cairan dapat dihentikan.
Oleh karena perembesan plasma tidak konstan (perembesan plasma terjadi
lebih cepat pada saat suhu turun), maka volume cairan pengganti harus disesuaikan
dengan kecepatan dan kehilangan plasma, yang dapat diketahui dari pemantauan
kadar hematokrit. Penggantian volume yang berlebihan dan terus menerus setelah
plasma terhenti perlu mendapat perhatian. Perembesan plasma berhenti ketika
memasuki fase penyembuhan, saat terjadi reabsorbsi cairan ekstravaskular kembali ke
dalam intravaskuler. Apabila pada saat itu cairan tidak dikurangi, akan menyebabkan
edema paru dan distres pernafasan
Sebagai terapi simptomatik pada pasien ini diberikan parasetamol untuk
mengatasi demam dengan dosis sebanyak 3 x 500 mg PO (apabila suhu > 38 C).
Karena pasien ini mengeluhkan adanya nyeri perut terutama di ulu hati maka juga
diberikan ondansentron yang diberikan 3 kali sehari. Selain medikamentosa tidak
lupa juga diberikan terapi non medikamentosa, yaitu minum air yang banyak,
mengedukasi keluarga pasien untuk melakukan kegiatan pencegahan DBD dengan
3M menutup, menguras, mengubur barang-barang yang dapat menampung air;
menganjurkan agar pasien memakai repellan untuk mencegah gigitan nyamuk,
khususnya saat berada di lingkungan sekolah; dan menjaga asupan nutrisi yang
seimbang, baik kualitas, maupun kuantitasnya.
Pasien dapat dipulangkan apabila sudah tidak demam selama 24 jam tanpa
antipiretik, nafsu makan membaik, tampak perbaikan secara klinis, hematokrit stabil,
tiga hari setelah syok teratasi, jumlah trombosit > 50.000/mm3 dan cenderung
meningkat, serta tidak dijumpai adanya distress pernafasan.
Prognosis pada pasien ini quo ad vitam adalah bonam karena penyakit pada
pasien saat ini tidak mengancam nyawa. Untuk quo ad functionam bonam, karena
organ-organ vital pasien masih berfungsi dengan baik dan tidak terdapat adanya
32
RASCAL321
33
RASCAL321
BAB V
KESIMPULAN
Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri
otot
dan/atau
nyeri
sendi
yang
disertai
lekopenia,
ruam,
limfadenopati,
trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang
ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di
rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam
berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.
Menegakkan diagnosis DBD pada stadium dini sangatlah sulit karena tidak
adanya satupun pemeriksaan diagnostik yang dapat memastikan diagnosis DBD
dengan sekali periksa, oleh sebab itu perlu dilakukan pengawasan berkala baik klinis
maupun laboratoris.
34
RASCAL321
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo Aru W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. FKUI. Jakarta:
2006
2. Sumarmo PS. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Edisi kedua. Badan
Penerbit IDAI. Jakarta: 2010
3. Nelson waldo E. Ilmu Kesehatan Anak. Volume 2. Edisi 15. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta: 1999
4. Ikatan Dokter Anak Indonesia, Pedoman Pelayanan Medis. Jilid 1, Jakarta:
2010
5. WHO. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta: 2009
35