Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Oleh
Roedhy Poerwanto
Kriteria Agronomis
Keunggulan suatu komoditas tidak semata-mata ditentukan oleh sifat dari
komoditasnya, tetapi harus merupakan interaksi antara komoditas tersebut dengan
lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun sosial. Suatu komoditas yang memberikan
respon yang baik terhadap lingkungannya (yang spesifik pada setiap wilayah
pengembangan) dapat dikatakan unggul. Karena itu kriteria agronomis akan meliputi
pula penentuan kriteria yang bersifat fisik dan sosial.
Kriteria Agronomis meliputi (a) potensi produksi dari komoditas (b) ketersediaan
benih, (c) kesesuaian agroekosistem dan biofisik wilayah, (d) sistem pertanian yang
dilakukan masyarakat, (e) dukungan teknologi produksi dan pasca panen serta (f) potensi
penguasaan teknologi oleh petani.
Potensi produksi komoditas. Komoditas unggul dicirikan pada tingginya
produktivitas tanaman dan kualitas produk serta kesesuaian karater produk dengan
penggunaanya. Dalam kaitannya dengan industri, kontinyuitas produk juga menjadi ciri
penting keunggulan. Dalam suatu sistem pertanian komersial potensi suatu komoditas
untuk ditanam bersama dengan komoditas lain (intercropping, mixcropping) maupun
diversifikasi juga menentukan keunggulan komoditas tersebut. Keunggulan komoditas
dipengaruhi oleh keseuaian wilayah, pengelolaan lapangan produksi, potensi kehilangan
hasil (hama, penyakit, gulma, kerontokan, dan kesulitan pemanenan), penanganan pasca
panen.
Kesesuaian agroekosistem dan biofisik wilayah ditentukan berdasarkan hasil
evaluasi lahan, yang meliputi zona agroekologi (di Indonesia dibagi atas 4 zona, ialah
tinggi basah, tinggi kering, rendah basah dan rendah kering), sifat fisik dan kimia tanah,
kelerengan lahan, iklim (pola hujan, suhu, cahaya, evaporasi, neraca air, banjir,
kelembaban udara dan angin), dan ketersediaan air, sistem pertanian (irigasi, tadah
hujan, sawah, perkebunan, ladang, tegal, lebak, pasang surut, gambut). Berdasarkan
kriteria ini dapat ditentukan komoditas unggul yang sesuai dengan wilayah tersebut.
Sistem Pertanian yang dikenal masyarakat. Introduksi suatu sistem pertanian
baru pada masyasrakat tidak mudah dilakukan. Sebagai contoh petani kopi hampir tidak
mungkin beralih menjadi petani sayuran karena sistem pertaniannya yang sangat berbeda.
Tetapi petani kopi mungkin dapat beralih menjadi petani jeruk. Karena itu
pengembangan komoditas unggul harus didasarkan pada sistem pertanian yang dikenal
oleh masyarakat.
Dukungan Teknologi Produksi dan Pasca Panen. Untuk mendukung
komoditas unggulan harus: (a) tersedia teknologi unggul hasil penelitian dan
pengembangan (R & D) yang lengkap di wilayah tersebut atau di tempat lain (sehingga
tinggal dilakukan uji adapatasi teknologi), (b) tersedia informasi teknologi unggul untuk
penyuluhan, (c) adanya lembaga/jaringan penelitian-pengembangan-penyuluhan yang
profesional (Balai Pengkajian dan Penerapan Teknologi Pertanian / BPPTP), (d)
tersedianya tenaga ahli, fasilitas dan dana untuk penelitian dan pengembangan.
Teknologi unggul tersebut harus dapat diterapkan dalam berbagai sub-sistem
dalam sistem agribisnis. Teknologi unggul tersebut menurut Pusat Kajian Buah-buahan
Tropika IPB (1998) meliputi:
1. Teknologi dalam subsistem pro-produksi, ialah (a) penentuan varietas unggul
yang didasarkan atas permintaan pasar, (b) penggunaan benih bermutu, yaitu
benih bersertifikat, sesuai dengan deskripsi (true to type) dan vigor.
2. Teknologi dalam sub-sistem produksi diantaranya adalah: (a) penerapan
konservasi lahan, (b) penerapan teknologi yang dapat menekan grace period,
sehingga teknologi tersebut layak secara ekonomi, (c) penerapan irigasi untuk
mengatur saat panen, meningkatkan produktivitas dan kualitas produk, (d)
pemupukan yang didasarkan atas kebutuhan tanaman sehingga lebih efisien,
(e) pembentukan arsitektur pohon untuk memanen cahaya matahari secara
maksimal, (f) penggunaan zat pengatur tumbuh.
3. Teknologi dalam sub-sistem penanganan pasca panen meliputi (a) penentuan
kriteria panen yang akurat untuk tujuan tertentu, (b) grading dan sortasi yang
ketat, (c) peningkatan performance produk.
4. Teknologi dalam sub-sistem pemasaran dan kelembagaan penunjang meliputi
(a) penerapan teknik packing, (b) pengendalian residu pestisida melalui upaya
pengendalian hama terpadu dan kontrol kualitas yang ketat terhadap residu
pestisida, (c) penerapan manajemen kualitas (ISO 9000 dan ISO 14000)
sebagai upaya pencapaian kualitas produk bersetandar internasional.
Penguasaan Teknologi oleh Petani. Kunci dari keberhasilan pengembangan
komoditas unggulan adalah penguasaan teknologi oleh petani. Adanya lembaga
penyuluhan yang profesional, didukung informasi teknologi di satu sisi, dan adanya
petani dan kelompok tani yang termotivasi untuk maju akan mendorong penguasaan
teknologi. Teknologi yang mudah dikuasai oleh petani adalah teknologi yang
partisipasif, ialah yang dikembangkan berdasarkan kebutuhan petani, atau yang
pengembangannya mendapat masukan dari petani.
Kriteria Manajemen
Menurut Pusat Kajian Buah-buahan Tropika IPB (1998) pola manajemen yang
mendukung pengembangan komoditas unggulan mempunyai ciri sebagai berikut: (a)
dikelola secara profesional dengan menggunakan SDM berkualitas; (b) menerapkan
manajemen kulitas (ISO 9000) yang menjamin efisiensi dan produktivitas, serta produksi
yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan (ISO 14000); (c) memanfaatkan IPTEK
pertanian yang secara ekonomi dapat dipertanggungjawabkan. (d) skala usaha komersial;
(e) merupakan sutau kesatuan (keterpaduan) dari suatu sistem agribisnis yang utuh.
Data dan informasi yang diperlukan meliputi data sekunder dan data primer. Data
sekunder yang dikumpulkan bersumber dari tingkat pusat, tingkat propinsi, dan tingkat
kabupaten. Di tingkat pusat, data diperoleh dari Biro Pusat Statistik, Departemen
Kehutanan dan Perkebunan, serta Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Data di
tingkat propinsi didapatkan dari Kantor Wilayah Departemen Pertanian, Bappeda Tingkat
I, Dinas lingkup pertanian, serta kehutanan dan perkebunan tingkat I, Kantor
Depperindag, dan Kantor Statistik Daerah. Data sekunder tingkat kabupaten bersumber
dari Bappeda Tingkat II, Dinas lingkup pertanian, serta kehutanan dan perkebunan
tingkat II, Kantor Depperindag, Kantor Statistik Daerah, Satuan Pelaksana Harian Bimas,
serta Balai Informasi Penyuluhan Pertanian.
Data primer dikumpulkan dengan melakukan survey, pengambilan dan analisis
contoh tanah, kunjungan serta wawancara terhadap perseorangan atau kelompok.
Wawancara dilakukan terhadap para petani/peternak maupun aparat dari instansi terkait
di tingkat propinsi, kabupaten, dan kecamatan lokasi terpilih. Wawancara dilaksanakan
dengan panduan kuesioner; digunakan dua jenis kuesioner, yaitu kuesioner tingkat petani
dan kuesioner tingkat dinas/instansi. Secara garis besar, kuesioner tingkat petani
berisikan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan kegiatan usahatani;
sementara kuesioner tingkat dinas/instansi memuat pertanyaan-pertanyaan menyangkut
proses penetapan komoditas unggulan daerah serta faktor-faktor pendukung/pembatas
pengusahaan suatu komoditas.
Survey lapangan dimaksudkan untuk memperoleh berbagai data yang diperlukan,
baik data primer maupun sekunder. Data yang dihimpun meliputi berbagai hal dalam
lingkup keperluan studi, seperti: data tanah, data iklim, data vegetasi, terutama tanaman
hortikultura dan data lingkungan lapangan lainnya, aksesibilitas wilayah, kelembagaan,
sosial budaya serta ekonomi dan finansial.
A. Peta yang Diperlukan
1. PetaWilayah Skala 1 : 50.000
2. Peta Jenis Tanah 1 : 50.000
3. Peta Topgrafi 1 : 50.000
4. Peta Lereng 1 : 50.000
5. Peta Status Penggunaan Lahan 1 : 50.000
6. RUTR
7. Peta DAS 1 : 100.000
8. Peta Jaringan Jalan
B. Data Tanah
Pengamatan tanah dilakukan pada titik-titik tertentu terhadap sifat fisik dan kimia
tanah, seperti:
1. Kedalaman efektif tanah
2. Tekstur tanah pada zone perakaran
3. Permeabilitas tanah
4. Draenase dan tinggi permukaan air tanah
5. Banjir dan genangan musiman
6. Topografi dan tinggi tempat.
7. Lereng & keadaan permukaan tanah
8. Salinitas & pH tanah
C. Data Iklim
Data iklim 10 tahun terakhir juga akan dihimpun, meliputi:
1. Curah hujan & hari hujan bulanan, distribusi curah hujan dan fluktuasinya
2. Suhu & kelembaban udara
3. Laju penguapan & evapotranspirasi
D. Data Pertanaman
Pengamatan vegetasi meliputi tanaman hortikultura yang sudah dikembangkan
masyarakat:
1. Jenis & varietas
2. Luas areal, produksi & produktivitas
3. Hama dan penyakitnya
4. Kondisi pertanaman
E. Data Aksesibilitas Wilayah
Data wilayah yang dihimpun meliputi:
1. Infrastruktur
2. Sarana perhubungan
3. Kemudahan memperoleh sarana produksi dan penyaluran produksi
4. Teknologi yang mungkin dapat diterapkan
5. Informasi mengenai kebijakan pengembangan wilayah
F. Data Sosial & Budaya Masyarakat
1. Penduduk
2. Tenaga Kerja
3. Organisasi masyarakat
4. Prsasaran Sosial
5. Penguasaan lahan
6. Unit ekonomi & penanaman modal
G. Data Ekonomi & Finansial:
1. Biaya tenaga kerja
2. Kebutuhan peralatan dan sarana produksi
3. Proyeksi produksi & harga
Kelas Sangat Sesuai (higly suitable- S1) : Lahan tidak mempunyai pembatas yang
serius yang akan mempengaruhi pengelolaan tanahnya.
Kelas Cukup Sesuai (Moderately Suitable- S2) : Lahan mempunyai pembatas yang
akan mempengaruhi pengelolaan tanah untuk usaha pertanian.
Kelas Hampir Sesuai (Marginally Suitable - S3) : Lahan cukup mempunyai pembatas
yang serius dan akan mempengaruhi pengelolaan tanahnya. tanpa memperbaiki
faktor-faktor pembatas ini usaha usaha pertanian tidak akan memberikan hasil yang
baik.
Setiap satu kelas kesesuaian lahan dapat menurunkan satu atau lebih subkelas.
Jadi berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, maka diharapkan dapat
dihasilkan suatu penilaian kesesuaian lahan secara aktual. Dari sini dapat digunakan
sebagai salah satu bahan dalam menyusun suatu rekomendasi tentang garis-garis besar
penggunaan lahan untuk pertanian.
PEMILIHAN LOKASI
Tanah
Pohon buah tumbuh baik dalam tanah liat berpasir dengan aerasi yang baik.
Kebun terbaik di dunia dibentuk pada: (1) delta muara sungai dan tanah berlumpur
sepanjang sungai, dan (2) tanah alluvial yang dibentuk di mulut ngarai terbuka sampai
lembah yang luas. Lahan ideal untuk penanaman hortikultura adalah: tanah dengan
teksture medium berasal dari aluvial, seragam, kedalaman tanah rasional, draenase baik,
bebas dari garam, subur, pH sedikit masam.
Untuk kebanyakan spesies pohon buah, pH tanah harus sedikit asam, antara 6.5
dan 5.5. Pada pH diatas 7.5 atau di bawah 4.5 beberapa elemen esensial seperti ion
tembaga, besi dan seng akan membentuk kompleks ion seperti ion zincate atau
mengendap sebagai garam dengan kelarutan sangat rendah seperti besi fosfat. Akar
pohon buah yang tumbuh di tanah asam atau alkalin yang ekstrim tidak mampu
mengekstraksi sejumlah elemen secara cukup karena konsentrasi dalam larutan tanah
terlarut rendah. Akibatnya, pohon menunjukkan gejala kekurangan hara dan
pertumbuhannya buruk.
Topografi
Topografi lahan sangat menentukan lay out kebun, tipe irigasi dan pengendalian
erosi serta genangan. Semakin tinggi lereng, semakin mudah terjadi erosi, baik tyang
disebabkan oleh air irigasi maupun terutama oleh air hujan. Erosi lahan akan
menyebabkan lapisan tanah subur bagian atas hilang, berpindah ke bawah atau masuk ke
aliran sungai. Beberapa teknik budidaya perlu diterapkan untuk mencegah atau
mengurangi erosi, seperti pembuatan teras, mulsa, draenase, penanaman rumput penahan
erosi diantara tanaman.
Topografi juga berpengaruh dari sisi panen. Perlu peralatan khusus untuk
mengangkut hasil panen, karena gerobak atau truk tidak bias masuk mendekati tanaman.
Untuk pengangkutan hasil panen dibangun kabel atau rel pengangkut.
Daerah curam membuat pembentukan kebun sulit dan mahal; mekanisasi tidak
mungkin dan erosi tanah merupakan bahaya tetap terutama jika diirigasi. Jika tanah
dibuat berteras, tepi teras harus ditinggikan untuk mencegah erosi. Penggunaan penutup
berupa lempengan rumput dengan sistem akar fibrous tebal akan menjaga tanah bagian
atas dan mencegah erosi. Gambar 6.6 menunjukkan situasi pohon yang ditanam di teras.
Air
Pada kebun-kebun buah di daerah kering, air untuk irigasi mutlak diperlukan.
Kebun mangga di Indonesia pada umumnya berkembang di daerah kering seperti di Jawa
Timur, Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan. Tanaman mangga memang memerlukan
bulan kering yang cukup untuk menginduksi bunga, tetapi tanaman ini juga sangat
memerlukan air. Sehingga walaupun ditanam di daerah kering ketersediaan air irigasi
diperlukan. Tanpa air yang cukup produktivitas tanaman akan rendah dan kualitas buah
juga tidak baik. Sebaliknya pada daerah basah seperti beberapa lokasi di Sumatera,
Kalimantan dan Jawa Barat, kel;ebihan air dapat merusak dan karenanya perlu dilakukan
pengendalian. Karena itu, masalah air, apakah kekurangan atau kelebihan harus dijaikan
pertimbangan dalam memilih lokasi kebun.
Ketinggian air menentukan dimana spesies dapat tumbuh baik. Lokasi dengan
ketinggian air kurang dari 1m dari permukaan tanah memerlukan saluran drainase untuk
menjaga ketinggian air di bawah zona akar. Jika secara fisik dan ekonomi mudah
dikerjakan, drainase permanen harus dipasang di bawah tanah untuk menghilangkan
kelebihan air dan menurunkan tinggi air.
Kebutuhan air irigasi sangat dipengaruhi oleh (1) suhu, angin kelembaban udara
di daerah tersebut, (2) jumlah dan distribusi air hujan, (3) ukuran, umur dan kepadatan
tanaman, (4) tipe tanah dan (5) kebutuhan untuk mencuci tanah dari garam-garam.
Karean itu kebutuhan air irigasi antar daerah bisa sangat berbeda.
Dalam merencanakan kebun, ketersediaan air yang cukup dan ketersediaan sistem
irigasi untuk memenuhi kebutuhan tanaman pada saat kekeringan adalah prasyarat yang
harus dipertimbangkan. Suplai air harus bisa mencukupi kebutuhan tanaman saat
tanaman sudah tumbuh besar.
Kualitas air adalah faktor penting dalam kesusksesan produksi hortikultura pada
kebun yang diirigasi. Banyak pohon buah yang sensitif terhadap salinitas, sehingga
pengairan dengan air bergaram dapat secara nyata menurunkan pertumbuhan dan
produktivitas. Karena itu analisis kimia terhadap air yang akan digunakan untuk irigasi
perlu dilakukan.
Curah Hujan
Informasi mengenai jumlah dan distribusi bulanan air hujan sangat penting untuk
perencanaan sistem irigasi dan kebutuhan draenase kebun. Di Beberapa tempat seperti
Bogor, jumah curah hujan cukup dan distribusinya hampir merata sepanjang tahun.
Kedaaan seperti ini menyebabkan irigasi tidak diperlukan. Di beberapa daerah lain curah
hujan tinggi pada saat yang pendek, menyebabkan perlunya draenase dan sistem irigasi
yang baik untuk mengairi tanaman saat musim kemarau. Curah hujan yang tinggi dalam
waktu yang relatif pendek juga menimbulkan bahaya banjir dan erosi. Karena itu kontrol
terhadap kelebihan air dengan draenase perlu direncanakan.
Angin
Angin yang kencang dapat mengurangi produksi buah, karena itu harus menajdi
salah satu hal yang dipertimbangkan dalam memlih lokasi kebun. Angin dapat merusak
pohon, bahkan merobohkan. Pada saat tanaman berbunga, angin yang agak kencangpun
dapat merontokkan bunga. Angin yang agak kencang dapat menyebabkan buah gugur.
Untuk mengatasi angin perlu direncanakan pemecah angin (wind breaker). Wind breaker
dapat menurunkan kecepatan angin yang mengenai pohon buah sampai 45-59% dan
dapat mempertahankan produksi. Wind breaker dari pohon kadang-kadang juga
mempunyai efek buruk pada tanaman utama seperti: menjadi kompetitor dalam
penyerapan air dan hara, serta kunjungan serangga penyerbuk, menaungi tanaman utama,
sumber hama dan penyakit serta menambah pekerjaan budidaya.