Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning), merupakan
salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar
aktif kepada mahasiswa. Saat ini banyak lulusan perguruan tinggi di Indonesia
hanya memiliki karakteristik antara lain, hanya memahami teori, memiliki
keterampilan individual, motivasi belajar hanya untuk lulus ujian, hanya
berorientasi pada pencapaian grade atau pembatasan target, orientasi belajar hanya
pada mata kuliah individual secara terpisah, proses belajar bersifat pasif, hanya
menerima informasi dari dosen, serta penggunaan teknologi terpisah dari proses
belajar. Padahal, sumber daya manusia yang diperlukan dalam pasar kerja, antara
lain kemampuan
solusi
masalah
memiliki
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Problem Baseo Learning (PBL)
Landasan teori PBL adalah kolaborativisme, suatu perspektif yang
berpendapat bahwa mahasiswa akan menyusun pengetahuan dengan cara
membangun penalaran dari semua pengetahuan yang sudah dimilikinya dan dari
semua yang diperoleh sebagai hasil kegiatan berinteraksi dengan sesama individu.
Hal tersebut juga menyiratkan bahwa proses pembelajaran berpindah dari transfer
informasi fasilitator-mahasiswa ke proses konstruksi pengetahuan yang sifatnya
sosial dan individual. Menurut paham konstruktivisme, manusia hanya dapat
memahami melalui segala sesuatu yang dikonstruksinya sendiri.
PBL memiliki gagasan bahwa pembelajaran dapat dicapai jika kegiatan
pendidikan dipusatkan pada tugas-tugas atau permasalahan yang otentik, relevan,
dan dipresentasikan dalam suatu konteks. Cara tersebut bertujuan agar mahasiswa
memiliki pengalaman sebagaimana nantinya mereka menghadapi kehidupan
profesionalnya. Pengalaman tersebut sangat penting sebagaimana dinyatakan
dalam model pembelajaran Kolb (1976) yang menekankan bahwa pembelajaran
akan efektif bila dimulai dengan pengalaman yang kongkret. Pertanyaan,
pengalaman, formulasi, serta penyusunan konsep tentang permasalahan yang
mereka ciptakan sendiri merupakan dasar untuk pembelajaran.
Aspek penting dalam PBL adalah bahwa pembelajaran dimulai dengan
permasalahan dan permasalahan tersebut akan menetukan arah pembelajaran
dalam kelompok. Dengan membuat permasalahan sebagai tumpuan pembelajaran,
para mahasiswa didorong untuk mencari informasi yang diperlukan untuk
menyelesaikan permasalahan. Salah satu keuntungan PBL adalah para mahasiswa
didorong untuk mengeksplorasi pengetahuan yang telah dimilikinya kemudian
mengembangkan keterampillan pembelajaran yang independen untuk mengisi
kekososongan yang ada. Hal tersebut merupakan pembelajaran seumur hidup
karena keterampilan tersebut dapat ditransfer ke sejumlah topik pembelajaran
yang lain, baik di dalam maupun di luar universitas. Dengan PBL yang
memfokuskan pada permasalahan yang mampu membangkitkan pengalaman
pembelajaran maka mahasiswa akan mendapat otonomi yang lebih luas dalam
pembelajaran. Oleh karena itu perancangan permasalahan perlu dilakukan dengan
sangat hatihati untuk meyakinkan bahwa sebagian besar tujuan perkuliahan dapat
tercapai.
1.2 Kurikulum Problem Baseo Learning
Pada saat ini beberapa program studi di beberapa perguruan tinggi
menerapkan kurikulum (PBL), berbeda dengan kurikulum yang dikenal selama ini
yang disebut dengan kurikulum konvensional. Kurikulum PBL bersifat sentral
atau tidak lagi bersifat departemental. Perbedaan pokok antara keduanya terletak
pada aspek integrasi disiplin ilmu, struktur unit ranah, dan ciri-ciri tiap disiplin
ilmu (Supeno Djanali, 2005).
Terdapat dua jenis kurikulum PBL, yaitu hybrid PBL (hPBL) dan PBL
curriculum (PBLc). Hybrid PBL bersifat sederhana, tidak serumit PBLc.
Kurikulum PBL mengubah dan menstransformasikan seluruh kurikulum
konvensional menjadi sistem blok melalui pemetaan kurikulum dan tujuan belajar
yang terintegrasi. Pada hPBL, hanya sebagian dari kurikulum konvensional yang
diubah dan ditransformasikan ke sistem blok. Dalam pelaksanaan hPBL
digunakan strategi SPICES (student centered, problem-based learning, community
oriented, early clinical exposure, self directed learning) dengan tetap
memperhatikan adanya pengulangan materi yang bersifat spiral atau helix. Model
hPBL seperti ini tidak mengganggu kurikulum konvensional yang ada (Harsono,
2005).
Setelah melalui proses ini, kurikulum yang telah tersusun perlu melalui
beberapa tahap validasi sebelum dilaksanakan. Komisi yang dapat melakukan
validasi antara lain Komisi Pengkajian Kurikulum yang dapat dibentuk di tingkat
jurusan atau fakultas, atau sebagai salah satu komisi dalam senat fakultas.
1.3 Prinsip Prinsip PBL
Dalam PBL, siswa dituntut bertanggungjawab atas pendidikan yang
mereka jalani, serta diarahkan untuk tidak terlalu tergantung pada guru. PBL
membentuk siswa mandiri yang dapat melanjutkan proses belajar pada kehidupan
dan karir yang akan mereka jalani. Seorang guru lebih berperan sebagai fasilitator
atau tutor yang memandu siswa menjalani proses pendidikan. Ketika siswa
menjadi lebih cakap dalam menjalani proses belajar PBL, tutor akan berkurang
keaktifannya.
Proses belajar PBL dibentuk dari ketidakteraturan dan kompleksnya
masalah yang ada di dunia nyata. Hal tersebut digunakan sebagai pendorong bagi
siswa untuk belajar mengintegrasikan dan mengorganisasi informasi yang didapat,
sehingga nantinya dapat selalu diingat dan diaplikasikan untuk menyelesaikan
masalah-masalah yang akan dihadapi. Masalah-masalah yang didesain dalam PBL
memberi tantangan pada siswa untuk lebih mengembangkan keterampilan berpikir
kritis dan mampu menyelesaikan masalah secara efektif.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Perubahan metode pembelajaran dari pembelajaran konvensional ke
inovasi pendidikan melalui problem baseo learning
Metode konvensional berupa kuliah atau ceramah yang memusatkan
perhatian mahasiswa sepenuhnya kepada dosen sehingga yang aktif di sini hanya
dosen, sedangkan mahasiswa hanya tunduk mendengarkan penjelasan yang
dipaparkan oleh dosen. Partisipasi mahasiswa rendah karena mahasiswa hanya
diberi kebebasan untuk bertanya mengenai materi yang telah dijelaskan oleh
dosen sehingga metode konvensional masih kurang menggugah daya pemikiran
mahasiswa.
Sedangkan, metode PBL adalah metode perkuliahan yang berbasis kepada
partisipasi para mahasiswa. Pada jam pertama perkuliahan, metode yang
diterapkan adalah diskusi. Dosen memberikan pertanyaan kepada mahasiswa yang
ditunjuk secara acak. Pertanyaan yang diajukan bersifat menggali pendapat dan
mengembangkan kemampuan analisis mahasiswa. Kemudian, pada satu jam
terakhir, dosen memberikan rangkuman dan inti dari diskusi pada hari itu disertai
dengan inti dari konteks materi dihubungkan dengan implementasi di lapangan.
Perbedaan Metode Konvensional dengan Metode PBL
Metode Konvensional
Berfokus pada dosen
Dosen menerangkan dan
Metode PBL
Berfokus di mahasiswa
way learning).
Mahasiswa bertanya.
Dosen menjelaskan seluruh materi
Key process is teaching.
Dosen hanya menyiapkan materi
Dosen bertanya.
Dosen merangkum materi berdasarkan hasil
diskusi/pemikiran mahasiswa.
Key process is learning.
Dosen tidak hanya menyiapkan materi, tetapi
juga harus menguasai metode penyampaian
Mengidentifikasi masalah,
Mengumpulkan data,
Menganalisis data,
Memecahkan masalah berdasarkan pada data yang ada dan analisisnya,
Memilih cara untuk memecahkan masalah,
Merencanakan penerapan pemecahan masalah,
Melakukan uji coba terhadap rencana yang ditetapkan, dan
Melakukan tindakan (action) untuk memecahkan masalah.
Empat tahap yang pertama mutlak diperlukan untuk berbagai kategori
Pendidik
Individu pendidik adalah orang pertama yang harus berubah bila
proses pengimplementasian PBL diharapkan dengan baik. Di saat-saat
yang pertama dengan kemampuan yang terbatas dan belum terbiasa
inovatif
dalam memilih
strategi dalam
sama
dalam
melihat
pendekata
PBL.
Meskipun
dalam
termasuk
salah
satu
tantangan
yang
paling
berat
dalam
pengimplementasian PBL.
Ching dan Gallow (2005) mengingatkan, bila ingin sukses ber PBL
antusiasme terhadap potensial PBL saja tidak cukup. Pendidik harus
memiliki keinginan untuk berubah secara fundamental dalam praktik
siswa
Peran siswa adalah mempersiapkan diri untuk belajar dan bekerja secara
kelompok serta berperan aktif dalam pembelajaran. Peran serta siswa yang
dimaksud adalah
seperti
menghadiri
dan
mengikuti
keseluruhan
Institusi
Institusi dalam hal ini adalah sekolah atau satuan pendidikan.
Institusi ini akan mendukung pelaksanaan pembelajaran ber-PBL antara
lain: (1) mempersiapkan sarana perkuliahan, perpustakaan, dan alat-alat
laboratorium, (2) menjamin keterlaksanaan perkuliahan dengan mengganti
kuliah yang tak terselenggara dan bila mana diperlukan membentuk tim
dosen pengampu mata kuliah, (3) menyediakan asisten perkuliahan, (4)
mempersiapkan sarana jaringan komputer, dan (5) merekam kehadiran
perkuliahan mahasiswa dalam database sehingga informasinya dapat
digunakan untuk evaluasi pelaksanaan ber-PBL.
Segala bentuk upaya perubahan, selalu menuntut komitmen
pemimpin institusi. Upaya untuk memasarkan gagasan PBL dan upaya
implementasinya juga demikian. Pemimpin institusi harus memberikan
komitmen nyatanya atas upaya yang dilakukan. Dalam PBL, komitmen
pemimpin
harus
ditunjukkan
dengan
penetapan
ukuran-ukuran
Dari sisi yang lain, kita tidak bisa berharap hasil dari pengimplementasian
ini akan terlihat dalam waktu cepat. Selain kecakapan para pendidik, sebenarnya
ukuran keberhasilan dari implementasi ini akan terlihat dalam waktu cepat. Selain
kecakapan para pendidik, sebenarnya ukuran keberhasilan dari implementasi
program
ini
harus
terlihat
dampaknya
pada
pencapaian
siswa
atau
pengembangannya. Kecakapan pengajar yang satu juga akan dapat menjadi model
bagi pengajar lainnya. Dengan berbedanya situasi dan tantangan yang dihadapi
oleh instiyusi dan pendidiknya, kemungkinan berbedanya implementasi PBL tidak
terhindarkan. Setelah pembahasan diatas banyak upaya perubahan akan brujung
pada dua hal penting yakni pengembangan staff dan pengmbangan institusi. Pada
pengembangan staff harus dipikirakn penyertaan para pihak yang berpengalaman
untuk mempercepat upaya memahirkan para pendidik.
Sedapat mungkin
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dalam pelaksanaan PBL banyak sekali terdapat permasalahan.
Permasalahan tersebut dapat berasal dari pendidik, peserta didik dan juga
institusi. Paradigma lama yang telah terbentuk didalam pembelajaran
selama ini sangat sulit digantikan, untuk itu harus diadakan perubahan
oleh semua pihak agar PBL dapat berjalan dengan lancar. Yang pertama
kali harus diubah adalah pendidik baik secara internal yaitu paradigma
berfikir dan eksternal yaitu materi dan penyajiannya di kelas. Dibutuhkan
kerjasama yang baik dan perubahan yang berarti antar komponen yang
terlibat dalam PBL agar proses tersebut berjalan lancar dan sempurna.