Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
penyakit keturunan diamana pada kedua ginjal ditemukan banyak kista, ginjal
menjadi lebih besar tetapi memiliki lebih sedikit jaringan ginjal yang masih
berfungsi.
B. Klasifikasi
Polikistik memiliki dua bentuk yaitu bentuk dewasa yang bersifat autosomal
dominan dan bentuk anak-anak yang bersifat autosomal resesif.
(5)
Namun pada
buku lain menyebutkan polikistik ginjal dibagi menjadi dua bentuk yaitu penyakit
ginjal polikistik resesif autosomal (Autosomal Resesif Polycystic Kidney/ARPKD)
dan bentuk penyakit ginjal polikistik dominan autosomal (Autosomal Dominant
Polycytstic Kidney/ADPKD) (1).
Ginjal
Polikistik
Resesif
Autosomal
( Autosomal
Resesif
Polycystic
Kidney/ARPKD)
1. Anomali perkembangan yang jarang ini secara gentis berbeda dengan
dengan penyakit ginjal polikistik dewasa karena memiliki pewarisan yang
resesif autosomal, terdapat subkategori perinatal, neonatal, infantile dan
juvenil. (6)
2. Terdiri atas setidaknya dua bentuk, PKD1 dan PKD2, dengan PKD1
memiliki lokus gen pada 16p dan PKD2 kemungkinan pada kromosom 2.
PKD2 menghasilkan perjalanan penyakit yang secara klinis lebih ringan,
dengan ekspresi di kehidupan lebih lanjut. (7)
Ginjal
Polikistik
dominan
autosomal
(Autosomal
Dominant
Polycytstic
Kidney/ADPKD)
1. Merupakan penyakit multisistemik dan progresif yang dikarakteristikkan
dengan formasi dan pembesaran kista renal di ginjal dan organ lainnya
(seperti : liver, pancreas, limfa) (8)
C. Etiologi
1. Kelainan genetik yang menyebabkan panyakit ini bisa bersifat dominan
maupun resesif. Artinya penderita bisa memiliki 1 gen dominan dari salah satu
orangtuanya atau 2 gen resesif dari kedua orangtuanya.
2. Penderita yang memiliki gen dominan biasanya baru menunjukkan gejala pada
masa dewasa; penderita yang memiliki gen resesif biasanya menunjukkan
penyakit yang berat pada masa kanak-kanak.
3. Etiologi berdasarkan klasifikasi
a) Ginjal Polikistik Resesif Autosomal (Autosomal Resesif Polycystic
Kidney/ARPKD)
Disebabkan oleh mutasi suatu gen yang belum teridentifikasi pada
kromosom 6p. Manifestasi serius biasanya sudah ada sejak lahir, dan bayi
cepat meninggal akibat gagal ginjal. Ginjal memperlihat banyak kista kecil
dikorteks dan medulla sehingga ginjal tampak seperti spons (6)
b) Ginjal Polikistik dominan autosomal (Autosomal Dominant Polycytstic
Kidney/ADPKD)
Diperkirakan karena kegagalan fusi antara glomerulus dan tubulus
sehingga terjadi pengumpulan cairan pada saluran buntu tersebut. Kista
yang semakin besar akan menekan parenkim ginjal sehingga terjadi
iskemia dan secara perlahan fungsi ginjal akan menurun. Hipertensi dapat
terjadi karena iskemia jaringan ginjal yang menyebabkan peningkatan
rennin angiotensin.
D.
Phatofisiologi
Kedua ginjal membesar dan secara makroskopis menampakkan banyak sekali
kista di seluruh korteks dan medula. Pemeriksaan mikroskopis menunjukkan
bahwa kista-kista merupakan dilatasi duktus kolektivus. Interstitium dan
sisa tubutus mungkin normal pada saat lahir, tetapi perkembangan fibrosis
inierstisial dan atrofi tubulus dapat mengakibatkan gagal ginjal.
Sebagian besar penderita juga mempunyai kista di dalam hati. Pada kasuskasus yang berat, kista dalam hati dapat dihubungkan dengan sirosis,
hipertensi porta, dan kematian karena varises esofagus. Apabila keparahan
manifestasi
butt
melebihi
keparahan
manifestasi
keterlibatan
ginjal,
E. Manifestasi Klinik
Penyakit ginjal polikistik pada dewasa atau penyakit ginjal polikistik
dominan autosomal tidak menimbulkan gejala hingga dekade keempat, saat
dimana ginjal telah cukup membesar. Gejala yang ditimbulkan adalah :
1. Nyeri
6. Pada penderita lain yang memiliki lebih sedikit jaringan ginjal yang berfungsi
bisa kelelahan, mual, berkurangnya pembentukan air kemih dan gejala
lainnya akibat gagal ginjal.
F. PEMERIKSAAAN PENUNJANG
1. Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat keluarga dan gejala-gejalanya.
Jika penyakit telah mencapai stadium lanjut dan ginjal sangat membesar, maka
diagnosisnya sudah pasti.
2. USG dan CT scan menunjukkan gambaran ginjal dan hati yang sudah dimakan
ngengat akbiat kista.
3. Pemeriksaan Urin
a)
Proteinuria
b)
Hematuria
c)
Leukosituria
d)
Kadang Bakteriuria
e)
Pemeriksaan Darah
4. Pada penyakit yang sudah lanjut menunjukkan:
a) Uremia
b) Anemia karena hematuria kronik.
c) Ultrasonografi ginjal
Unltasonografi ginjal merupakan suatu teknik pemeriksaan
noninvasive yang memiliki tujuan untuk mengetahui ukuran dari ginjal
dan kista. Selain itu juga dapat terlihat gambaran dari cairan yang terdapat
dalam cavitas karena pantulan yang ditimbulkan oleh cairan yang mengisi
kista akan memberi tampilan berupa struktur yang padat.
Ultrasonografi ginjal dapat juga digunakan untuk melakukan
screening terhadap keturuan dan anggota keluarga yang lebih mudah untuk
memastikan apakah ada atau tidaknya kista ginjal yang gejalanya tidak
terlihat (asymptomatic).
5. MRI
Magnetic
resonance
imaging
(MRI)
lebih
sensitif
dan
dapat
Penatalaksanaan
Karena kista soliter
sangat
jarang
memberikan
gangguan
pada
ginjal,
aspirasi,
meskipun
Pemberian
injeksi sclerosing
ukurannya
agent,
tidak
dapat
sebesar
menekan
awalnya.
kemungkinan
pasien
mengeluh
nyeri
setelah
pemberian
injeksi.
infeksi kista, perlu dilakuka drainase cairan kista dan pemberian antibiotik.
Pada komplikasi hidronefrosis akibat obstruksi oleh kista, dapat dilakukan
eksisi kista untuk membebaskan obstruksi.
Pemberian antibiotik pada pyelonefritis akibat stasis urin karena obstruksi
oleh kista akan lebih efektif apabila dilakukan pengangkan kista, yang akan
memperbaiki drainase urin. Perawatan pascaoperasi harus baik. Drainase
harus lancar. Setelah reseksi kista yang cukup besar, cairan drainase sering
banyak sekali, hingga beberapa ratus mililiter per hari. Hal ini dapat
berlangsung sampai beberapa hari. Sebaiknya draininase dipertahankan
sampai sekitar 1 minggu pascaoperasi .
H. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah infeksi, meskipun sangat jarang,
atau kadang-kadang terjadi perdarahan ke dalam kista. Hal ini akan dirasakan
sebagai nyeri pada daerah pinggang yang cukup berat. Apabila kista menekan
atau menjepit ureter. dapat terjadi hidronefrosis, dan dapat berlanjut menjadi
pyelonefritis akibat stasis urin
I. Prognosis
Pada penyakit ginjal polikistik autosomal resesif (ARPKD), anak-anak dengan
perbesaran ginjal yang berat dapat meninggal pada masa neonatus karena
insufisensi paru atau ginjal dan pada penderita yang sedang menderita fibrosis
hati,serosis dapat mengakibatkan hipertensi serta memperburuk prognosisnya
(13)
ARPKD. Pada bayi yang dapat bertahan pada masa neonatal,rata-rata sekitar
85% bertahan selama 3 bulan, 79% bertahan selama 12 bulan, 51% bertahan
selama 10 tahun dan 46% bertahan selama 15 tahun
(10).
2.6
PATOFISIOLOGI
BAB II
b.
Imobilitas lama
c.
d.
e.
2.
c.Perubahan warna urine atau pola berkemih, Sebagai contoh, urine keruh
dan bau menyengat bila infeksi terjadi, dorongan berkemih dengan
nyeri dan penurunan haluaran urine bila masukan cairan tak adekuat
atau bila terdapat obstruksi saluran perkemihan dan hematuri bila
terdapat kerusakan jaringan ginjal
3.
Pemeriksaan Diagnostik
a.
untuk
memperlihatkan
kemampuan
ginjal
(tinggi
untuk
pada
Darah lengkap : Hb, Ht, abnormal bila pasien dehidrasi berat atau
polisitemia.
c.
d.
e.
f.
g.
B.
Diagnosa Keperawatan
No
1.
Diagnosa Keperawatan
Nyeri b.d peningkatan tekanan pada saluran vesika urinaria.
2.
3.
4.
C.
Intervensi
N
Tujuan
/ Rencana Tindakan
Kriteria Hasil
Dx
1
Setelah
1.Minta
px
dilakukan
menilai
tindakan
skala 0-10.
keperawatan
Rasional
nyeri
pada
2.Untuk
2.Lakukan
pengkajian
karakteristik,
lokasi,
durasi
frekuensi,
selama 24jam
nyeri
rasa
nyeri
menurun
px
atau
lokasi,
yang
mengetahui
karakteristik,
berkurang
durasi
dengan kriteria
kualitas,
hasil:
intensitas/keparahan
a.
Perasaan
senang
dan
psikologis.
b.
Ekspresi wajah
px.
nyeri.
secara
fisik
sesuai.
3.Observasi
isyarat
ketidaknyamanan
nonverbal.
menunjukkan
4.Ajarkan
kenyamanan.
teknik
penggunaan
nonfarmakologis
(distraksi, relaksasi).
5.Kolaboratif
2
dalam
pemberian analgetik.
1.Pantauadanyapucat
Setelah
dilakukan
dan sianosis.
tindakan selama
mengetahui
adanya
gangguan difusi.
2.Menilai dan mengetahui RR.
24jam 2.Pantaukecepatan,
diharapkan:
a.
1.Untuk
menunjukan
adanya
penggunaan
pola
nafas
efektif.
3.Observasi
b.
dan
dokumentasiekspansi
Kedalamaninspi
dada
rasi
pxdenganventilator.
dan
kemudahanbern
afas.
c.
Tidak
ada
bilateral
pada
meberikan
obat
perhatikanadanyakeab
normalan.
indikasi.
penggunaan otot
bantu.
5.Informasikankepadapx
dan
keluargatentangteknikr
elaksasiuntukmeningk
atkanpolapernafasan.
6.Kolaborasi
dalam
pemberian
obat
bronkodilator
3
sesuai
dengan progam.
1.Mempertahankan pola 1.Agar pola eliminasi urin yang
Setelah
dilakukan
eliminasi
tindakan
otimum.
keperawatan
urin
yang
2.Pantau
perkembangan.
selama 2x24
eliminasi,frekuensi,
jam diharapkan
konsistensi,volume
masalah
dan
dapat
teratasi dengan
kriteria standar:
otimum.
warna
dengan
tepat.
3.Untuk
mengetahui
pemeriksaan
dengan tepat.
4.Agar eliminasi dapat lancar dan
3.Dapatkan
1. Menunjukan
urin
pancar
kontinesia urin.
dengan tepat.
spesimen
teratur.
4.Intruksikan pada px
untuk berespon segera
terhadap
keb
eliminasi.
5.Ajarkan
px
untuk
Setelah
dilakukan
tingkat ansietasnya.
tindakan
2.Berikan
tentang penyakitnya
selama 2x24
dan
jam diharapkan
tindakan prosedur.
dapat
3.Beri
kesempatan
untuk
kriteria standar:
mengungkapkan
1.
perasaan.
mengungkapkan
yang dialami.
3.Agar px dapat mengungkapkan
perasaan.
pihak keluarga.
4.Libatkan
keluarga/pasien
mengetahui
tentang penyakit
yang
petunjuk
dialami.
anxietas px
sudah
sedang
dari
sebelum
teratasi dengan
Px
tingkat
keperawatan
masalah
mengetahui
sumber
penyokong.
DAFTAR PUSTAKA
Wim de, Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Alih bahasa R. Sjamsuhidayat Penerbit
Kedokteran, EGC, Jakarta, 1997
Long C, Barbara, Perawatan Medikal Bedah, Volume 3, Bandung, Yayasan IAPK
pajajaran, 1996
M. Tucker, Martin, Standart Perawatan Pasien : Proses keperawatan, Diagnosis dan
Evaluasi, Edisi V, Volume 3, Jakarta, EGC,1998