Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
Gagal ginjal terjadi saat ginjal tidak mampu mengangkut sampah metabolik
tubuh atau melakukan fungsi regulernya. Suatu bahan yang biasanya dieliminasi
di urine menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan ekskresi renal dan
menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan metabolik, cairan, elektrolit dan
asam-basa. Gagal ginjal merupakan penyakit sistemik dan merupakan jalur akhir
yang umum dari berbagai penyakit traktus urinarius dan ginjal (Suzzane, 2001).
Gagal ginjal dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu gagal ginjal akut dan
gagal ginjal kronik. Pembagian tersebut berdasarkan lamanya proses penyakit dan
tingkat keparahan dari penyakit. Gagal ginjal akut adalah hilangnya fungsi ginjal
secara mendadak dan hampir lengkap akibat kegagalan sirkulasi renal atau
disfungsi tubular dan glomerular. Selanjutnya apabila tidak dapat teratasi maka
keparahan akan berkembang secara progresif menjadi kronik. Sehingga disebut
juga dengan gagal ginjal kronik yang merupakan penyakit renal tahap akhir
( ESRD).
Salah satu gangguan ginjal yang banyak ditemukan dan merupakan masalah
yang sangat penting dalam bidang ilmu penyakit ginjal (nefrologi) adalah
penyakit ginjal kronik (PGK) (Bakri, 2005). Oleh karena itu, penyusun lebih
memfokuskan pembahasan tentang gagal ginjal kronik dan asuhan keperawatan
pada pasien dengan gagal ginjal kronik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan
fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut, hal
ini terjadi bila laju filtrasi glomerular kurang dari 50 mL/min (Suyono, et al,
2001). Sedangkan menurut Smeltzer & Bare (2001) gagal ginjal kronis
merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia.
B. ANGKA KEJADIAN
Setiap tahun 50.000 orang di Amerika meninggal akibat gagal ginjal
menetap. Saat ini belum ada penelitian epidemiologi tentang prevalensi PGK
( Penyakit Ginjal Kronik) di Indonesia. Dari data di beberapa pusat nefrologi di
Indonesia diperkirakan insidens dan prevalensi PGK masing-masing berkisar 100150/1 juta penduduk dan 200-250/1 juta penduduk. Data dari the Third Health
and Nutrition Examination Nurvey (NHANES III) tahun 2003 di Amerika Serikat
menunjukkan bahwa 11% penduduk berumur > 20 tahun yang diteliti mengidap
PGK (stadium 1: 1.3%, stadium 2: 3%, stadium 3: 4.3%, stadium 4: 0.2% dan
stadium 5: 0.2%) (Bakri, 2005).
Angka kejadian GGK pada anak di Indonesia yang bersifat nasional belum
ada. Pada penelitian di 7 rumah sakit Pendidikan Dokter Spesialis Anak di
Indonesia didapatkan 2% dari 2889 anak yang dirawat dengan penyakit ginjal
(tahun 1984-1988) menderita GGK ( Gagal Ginjal Kronik). Di RSCM Jakarta
antara tahun 1991-1995 ditemukan GGK sebesar 4.9% dari 668 anak penderita
penyakit ginjal yang dirawat inap, dan 2.6% dari 865 penderita penyakit ginjal
yang berobat jalan. GGK pada anak umumnya disebabkan oleh karena penyakit
ginjal menahun atau penyakit ginjal kongenital. Angka kejadian di Rumah Sakit
Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya selama 5 tahun (1988-1992) adalah 0,07%
dari seluruh penderita rawat tinggal di bangsal anak dibandingkan di RSCM
Jakarta dalam periode 5 tahun (1984-1988) sebesar 0,17%.
C. ETIOLOGI
Penyebab dari gagal ginjal kronis menurut Price & Wilson (1994) antara lain :
1. Infeksi saluran kemih (pielonefritis kronis)
2. Penyakit peradangan (glomerulonefritis)
3. Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis)
4. Gangguan jaringan penyambung (SLE, poliarteritis nodusa, sklerosis sitemik)
5. Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus
ginjal)
6. Penyakit metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme)
7. Nefropati toksik
8. Nefropati obstruktif (batu saluran kemih)
D. FAKTOR PREDISPOSISI
Gagal ginjal dapat terjadi pada orang atau kelompok yang memiliki risiko
tinggi.
6. Dislipidemia
7. Merokok
8. Pemakaian obat-obat yang bersifat nefrotoksik
9. Anemia.
F. PATOFISIOLOGI
Gagal ginjal kronis selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR.
Stadium gagal ginjal kronis didasarkan pada tingkat GFR (Glomerular Filtration
Rate) yang tersisa dan mencakup:
a. Penurunan cadangan ginjal
Yang terjadi bila GFR turun 50% dari normal (penurunan fungsi ginjal), tetapi
tidak ada akumulasi sisa metabolic. Nefron yang sehat mengkompensasi nefron
yang sudah rusak, dan penurunan kemampuan mengkonsentrasi urin,
menyebabkan nocturia dan poliuri. Pemeriksaan CCT 24 jam diperlukan untuk
mendeteksi penurunan fungsi.
b. Insufisiensi ginjal
Terjadi apabila GFR turun menjadi 20 35% dari normal. Nefron-nefron yang
tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri karena beratnya beban yang
diterima. Mulai terjadi akumulai sisa metabolic dalam darah karena nefron yang
sehat tidak mampu lagi mengkompensasi. Penurunan respon terhadap diuretic,
menyebabkan oliguri, edema. Derajat insufisiensi dibagi menjadi ringan, sedang
dan berat, tergantung dari GFR, sehingga perlu pengobatan medis.
c. Gagal ginjal yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal.
d. Penyakit gagal ginjal stadium akhir
Terjadi bila GFR menjadi kurang dari 5% dari normal. Hanya sedikit nefron
fungsional yang tersisa. Di seluruh ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi
tubuluS. Akumulasi sisa metabolic dalam jumlah banyak seperti ureum dan
kreatinin dalam darah. Ginjal sudah tidak mampu mempertahankan homeostatis
dan pengobatannya dengan dialisa atau penggantian ginjal (Corwin,1994).
G. KLINIKAL PATHWAY
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 stadium yaitu:
Stadium I
Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antar 40 % - 75 %). Tahap inilah yang
paling ringan, dimana faal ginjal masih baik. Pada tahap ini penderita ini belum
merasasakan gejala gejala dan pemeriksaan laboratorium faal ginjal masih dalam
masih dalam batas normal. Selama tahap ini kreatinin serum dan kadar BUN
(Blood Urea Nitrogen) dalam batas normal dan penderita asimtomatik. Gangguan
fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan memberikan beban kerja
yang berat, sepersti tes pemekatan kemih yang lama atau dengan mengadakan test
GFR yang teliti.
Stadium II
Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20% - 50 %). Pada tahap ini penderita dapat
melakukan tugas tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjal menurun.
Pada stadium ini pengobatan harus cepat dalam hal mengatasi kekurangan cairan,
kekurangan garam, gangguan jantung dan pencegahan pemberian obat obatan
yang bersifat menggnggu faal ginjal. Bila langkah langkah ini dilakukan
secepatnya dengan tepat dapat mencegah penderita masuk ketahap yang lebih
berat. Pada tahap ini lebih dari 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar
BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini
berbeda beda, tergantung dari kadar protein dalam diit.pada stadium ini kadar
kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal.
Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20% - 50%). Pada tahap ini penderita dapat
melakukan tugas tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjaL
menurun. Pada stadium ini pengobatan harus cepat daloam hal mengatasi
kekurangan cairan, kekurangan garam, gangguan jantung dan pencegahan
pemberian obat obatan yang bersifat menggnggu faal ginjal. Bila langkah langkah
ini dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah penderita masuk ketahap
yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75 % jaringan yang berfungsi telah
rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan
konsentrasi BUN ini berbeda beda, tergantung dari kadar protein dalam diit.pada
stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal.
Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang terutama
menyerang tubulus, meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang lebih dari 3
liter / hari. Biasanya ditemukan anemia pada gagal ginjal dengan faal ginjal
diantara 5 % - 25 % . faal ginjal jelas sangat menurun dan timbul gejala gejala
kekurangan darah, tekanan darah akan naik, dan aktifitas penderita mulai
terganggu.
Stadium III
Uremi gagal ginjal (faal ginjal kurang dari 10 %). Semua gejala sudah jelas dan
penderita masuk dalam keadaan dimana tak dapat melakukan tugas sehari hair
sebaimana mestinya. Gejala ginjal yang timbul antara lain mual, muntah, nafsu
makan berkurang., sesak nafas, pusing, sakit kepala, air kemih berkurang, kurang
tidur, kejang kejang dan akhirnya terjadi penurunan kesadaran sampai koma.
Stadum akhir timbul pada sekitar 90 % dari massa nefron telah hancur. Nilai GFR
nya 10 % dari keadaan normal dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml /
menit atau kurang.
Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat
mencolok sebagai penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita mulai
merasakan gejala yang cukup parah karena ginjal tidak sanggup lagi
mempertahankan homeostatis caiaran dan elektrolit dalam tubuh. Penderita
biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari 500/ hari karena
kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula mula menyerang tubulus
ginjal, kompleks menyerang tubulus gijal, kompleks perubahan biokimia dan
gejala gejala yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem dalam
tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan menggal kecuali ia
mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.
GFR
(ml/min/ 1.73m2)
50-25
25-15
80-50
50-30
Asymptomatic
Metabolic abnormalities,
Impaired growth,
Progressive renal failuire
Severe
renal
15-5
30-10
insufficiency
End-stage renal failure
<5
<10
RRT required
(Dikutip dari: Rigden SPA (2003). The management of chronic and end stage renal failure in children.
In: Webb NJA and Postlethwaite RJ, editors. Clinical paediatric nephrology. 3 rd edition. Oxford:
Oxford University Press Inc., pp. 427-45)
- Kejang terjadi jika tekanan darah tinggi atau kelainan kimia darah menyebabkan
kelainan fungsi otak
- Nafsu makan menurun, mual, muntah
- Peradangan lapisan mulut (stomatitis)
- Rasa tidak enak di mulut
- Malnutrisi
- Penurunan berat badan.
Pada stadium yang sudah sangat lanjut, penderita bisa menderita ulkus dan
perdarahan saluran pencernaan.Kulitnya berwarna kuning kecoklatan dan kadang
konsentrasi urea sangat tinggi sehingga terkristalisasi dari keringat dan
membentuk serbuk putih di kulit (bekuan uremik). Beberapa penderita merasakan
gatal di seluruh tubuh.
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
o Laboratorium darah :
BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat), Hematologi (Hb, trombosit,
Ht, Leukosit), protein, antibody (kehilangan protein dan immunoglobulin).
o Pemeriksaan Urin
Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa, protein, sedimen, SDM, keton,
SDP, TKK/CCT
2. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis, aritmia, dan
gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia)
3. Pemeriksaan USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim ginjal,
anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostate
4. Pemeriksaan Radiologi
Renogram,
Intravenous
Pyelography,
Retrograde
Pyelography,
Renal
J. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan terhadap gagal ginjal menurut Reeves, Roux, & Lockhart
(2001) meliputi :
1. Restriksi konsumsi cairan, protein, dan fosfat.
2. Obat-obatan : diuretik untuk meningkatkan urinasi; alumunium hidroksida
untuk terapi hiperfosfatemia; anti hipertensi untuk terapi hipertensi serta diberi
obat yang dapat menstimulasi produksi RBC seperti epoetin alfa bila terjadi
anemia.
3. Dialisis
Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut yang
serius, seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Perikarditis memperbaiki
abnormalitas biokimia ; menyebabkan caiarn, protein dan natrium dapat
dikonsumsi secara bebas ; menghilangkan kecendurungan perdarahan ; dan
membantu penyembuhan luka.
4. Transplantasi ginjal
K. KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin timbul akibat gagal ginjal kronis menurut Smeltzer
& Bare (2001) antara lain :
1. Hiperkalemia
Pasien yang mengalami penurunan laju filtrasi glomerulus tidak mampu
mengekskresikan kalium. Katabolisme protein menghasilkan pelepasan kalium
seluler ke dalam cairan tubuh, menyebabkan hiperkalemia berat ( kadar serum
K+ tinggi ). Hiperkalemia menyebabkan disritmia dan henti jantung. Selain itu,
peningkatan kadar kalium ini bisa disebabkan oleh masukan diet berlebih.
2. Perikarditis
Perikarditis terjadi akibat iritasi pada lapisan perikardial oleh toksin uremik.
3. Hipertensi
Fungsi ginjal akan lebih cepat mengalami kemunduran jika terjadi hipertensi
berat. Selain itu, komplikasi eksternal (misal: retinopati dan ensefalopati) juga
secara bertahap
kebanyakan pasien uremia disebabkan oleh kelebihan beban cairan, dan paling
efektif dipulihkan menjadi normal dengan mengatur asupan natrium dan cairan,
semidialisis intermiten.
4. Anemia
Anemia terjadi akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin dan kehilangan
darah selama hemodialisis.
5. Penyakit tulang
Komplikasi ini disebabkan oleh terjadinya retensi fosfat, kadar kalsium serum
yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal, dan peningkatan kadar
alumunium.
L. PROGNOSIS
Penyakit ginjal kronik dapat merebut kualitas hidup bahkan nyawa seseorang
secara diam- diam. Penyakit ini biasanya disertai berbagai komplikasi. Prognosis
gagal ginjal kronis kurang baik, akibat terjadi komplikasi penyakit. Faktor
prognosis yang mempengaruhi meliputi komplikasi penyakit anemia, asidosis
metabolik, hiperkalemia, tekanan darah yang cenderung tidak normal, edema,
edema
paru,
fluktuasi
berat
badan,
dan
penyakit
dasar batu
ginjal,
banyak frekuensi pasien GGK, maka hazard kematiannya makin rendah atau
survivalnya makin tinggi.
Bila faktor umur dihubungkan dengan faktor penyakit dasar yang lainnya
sebagai variabel primer, maka kedua grup pasien GGK yang disertai penyakit
dasar yang lainnya maupun yang tidak pada pasien berumur 50 tahun, sama sama memiliki perkembangan hazard kematian yang lambat hingga 120 minggu,
tetapi di atas 120 minggu perkembangan hazard kematian naik drastis. Sedangkan
pada pasien yang berumur < 50 tahun, memiliki ciri perkembangan yang lambat
hingga 60 minggu, tetapi di atas 60 minggu sudah mampu membedakan kenaikan
hazard yang satu dengan yang lainnya, dimana hazard kematian grup pasien yang
tertampakkan penyakit dasar yang lainnya lebih rendah.
Angka kelangsungan hidup anak-anak dengan gagal ginjal kronik saat ini
semakin baik. Dari 1070 anak yang berumur kurang dari 18 tahun saat menerima
ginjal donor jenazah di Inggris dan Irlandia dalam periode 10 tahun (1986-1995)
yaitu 91 (9%) meninggal, dengan penyebab kematian: 19% oleh karena infeksi,
4.5% lymphoid malignant disease, 4.5% uremia karena graft failure.
Sedangkan data dari Amerika Utara melaporkan angka kelangsungan hidup 5
tahun setelah transplantasi donor hidup berkisar antara 80.8% pada anak-anak
yang berusia kurang dari 1 tahun saat ditransplantasi, sampai 97.4% pada anakanak yang berusia antara 6-10 tahun.
M. PENGKAJIAN
Dasar data pengkajian pasien, yaitu:
1. Aktivitas
Gejala : - Kelelahan ekstrem, kalemahan, malaise
- Gangguan tidur (insomnia / gelisah atau somnolen)
Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
2. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi lama atau berat
4. Eliminasi
Gejala : - Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (pada gagal ginjal tahap
lanjut)
- Abdomen kembung, diare, atau konstipasi
Tanda : Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat, oliguria.
5. Makanan / cairan
Gejala : - Peningkatan berat badan cepat (oedema), penurunan berat badan
(malnutrisi).
Tanda : - Pruritis
- Demam (sepsis, dehidrasi), normotermia dapat secara aktual terjadi
peningkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuh lebih rendah
dari normal
- Ptekie, area ekimosis pada kulit
- Fraktur tulang, keterbatasan gerak sendi
6. Neurosensori
10. Seksualitas
N. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan potensial yang dapat ditegakkan dari pasien CRF
(Cronic Renal Failure) adalah
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme pengaturan
melemah, kelebihan intake /retensi cairan dan sodium
b. Ketidakseimbangan nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan memasukkan atau mencerna makanan atau
mengabsorpsi zat-zat gizi berkaitan dengan faktor biologis atau psikologis
(anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran
mukosa oral)
c. Kurang pengetahuan berhubungan dengan proses penyakit dan prosedur
penanganan
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan secara umum,
ketidakseimbangan antara supply dan kebutuhan oksigen (anemia), retensi
produk sampah dan prosedur dialysis
e. Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan peran sosial,
gangguan
gambaran
diri,
kerusakan
fungsional
dan
perubahan
Intervensi Keperawatan
1. Manajemen cairan
-
2. Monitoring cairan
-
Monitor BB
Monitor nilai elektrolit serum dan urin, serum albumin dan kadar protein
total
Monitor distensi vena leher, krakles pada paru, edema perifer, dan
peningkatan berat badan
ditandai dengan indikator berikut (Skala nilai 1-5: tidak adekuat, ringan , sedang,
kuat atau adekuat total).
- Makanan oral, pemberian makanan lewat slang, atau nutrisi parenteral total
- Asupan cairan oral atau IV
Intervensi Keperawatan
1. Manajemen nutrisi
-
Dorong peningkatan asupan protein, zat besi dan vitamin c, jika perlu
Sediakan makanan dan minuman protein dan kalori tinggi yang bisa
dikonsumsi dengan cepat, jika perlu
2. Monitoring nutrisi
-
Monitor tingkat energi, rasa tidak enak badan, kelelahan dan kelemahan
Catat luka, edema, dan hyperemic, hypertropic pappilae lidah dan lubang
mulut
Menjelaskan komplikasi
Intervensi Keperawatan
1. Pengajaran proses penyakit
-
Jelaskan
rasionalisasi
penanganan/terapi/pengobatan
yang
direkomendasikan
-
2. Pengajaran:Prosedur/ Pengobatan
-
Instruksikan
pasien
bagaimana
bekerjasama/berpartisipasi
selama
prosedur/pengobatan
-
Diskusikan
kebutuhan
terhadap
pengukuran
khusus
selama
prosedur/pengobatan
-
Sediakan waktu bagi pasien untuk mengenal kegiatan yang akan terjadi
Sediakan informasi mengenai kapan dan dimana hasil akan diperoleh dan
siapa yang akan menjelaskannya
Intervensi Keperawatan
Manajemen energi
-
Bantu dengan aktivitas fisik yang teratur (misal: ambulasi dan perawatan
diri)
Ajari klien dan keluarga teknik perawatan diri yang dapat meminimalisasi
konsumsi oksigen
Intervensi Keperawatan
Peningkatan harga diri
-
Bantu penyusunan tujuan yang realistis untuk mencapai harga diri yang
lebih tinggi
DAFTAR PUSTAKA
Oktober 2008
Harnawati. 2008. Gagal Ginjal Kronis. www. Google. com. Diakses pada tanggal
19 September 2008.
NANDA. 2005. Nursing Diagnoses: Definition and Classification 2005-2006.
Philadelpia: NANDA International.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit edisi
6. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzzane C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC.
Wilkinson, Judith M.. 2006. Nursing Diagnosis handbook with NIC interventions
and NOC Outcomes, 7Ed. Jakarta: EGC.
TUGAS TERSTRUKTUR
MATA KULIAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I
ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL GINJAL KRONIK
Nursing Care of Cronic Renal Failure (CRF)
Disusun oleh:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Nyai Cicih
Finda Sofiyati
Danang Wibianto
Rohmayati Hanifa
Dwi Apriyanti
Reni Astuti
Nafiatun
Indah R.
( N1A006006 )
( N1A006016 )
( N1A006026 )
( N1A006037 )
( N1A006048 )
( N1A006061 )
( N1A006073 )
( N1A006084 )