Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
CTL
Pemilihan informasi kebutuhan individu
siswa;
Cenderung mengintegrasikan beberapa
bidang (disiplin);
Selalu mengkaitkan informasi dengan
pengetahuan awal yang telah dimiliki
siswa;
Menerapkan penilaian autentik melalui
melalui penerapan praktis dalam
pemecahan masalah;
Konvensional
Pemilihan informasi ditentukan oleh guru;
Cenderung terfokus pada satu bidang
(disiplin) tertentu;
Memberikan tumpukan informasi kepada
siswa sampai pada saatnya diperlukan;
Penilaian hasil belajar hanya melalui
kegiatan akademik berupa ujian/ulang
konstruktivisme (Ateec, 2000). Fungsi guru disini membantu membentuk konsep tersebut
melalui metode penemuan (self-discovery), inquiri dan lain sebagainya, siswa berpartisipasi
secara aktif dalam membentuk ide baru.
Menurut Piaget pendekatan konstruktivisme mengandung empat kegiatan inti, yaitu :
1)
Mengandung pengalaman nyata (Experience);
2)
Adanya interaksi sosial (Social interaction);
3)
Terbentuknya kepekaan terhadap lingkungan (Sense making);
4)
Lebih memperhatikan pengetahuan awal (Prior Knowledge).
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual, yaitu bahwa
pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui
konteks yang terbatas.
Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap diambil atau
diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui
pengalaman nyata. Berdasarkan pada pernyataan tersebut, pembelajaran harus dikemas
menjadi proses mengkonstruksi bukan menerima pengetahuan (Depdiknas, 2003:6).
Sejalan dengan pemikiran Piaget mengenai kontruksi pengetahuan dalam otak. Manusia
memiliki struktur pengetahuan dalam otaknya, seperti kotak-kotak yang masing-masing
berisi informasi bermakna yang berbeda-beda. Setiap kotak itu akan diisi oleh pengalaman
yang dimaknai berbeda-beda oleh setiap individu. Setiap pengalaman baru akan
dihubungkan dengan kotak yang sudah berisi pengalaman lama sehingga dapat
dikembangkan. Struktur pengetahuan dalam otak manusia dikembangkan melalui dua cara
yaitu asimilasi dan akomodasi.
2. Bertanya (Questioning)
Bertanya merupakan strategi utama dalam pembelajaran kontekstual. Kegiatan bertanya
digunakan oleh guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa
sedangkan bagi siswa kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan
pembelajaran yang berbasis inquiry. Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan
bertanya berguna untuk :
1)
Menggali informasi, baik administratif maupun akademis;
2)
Mengecek pengetahuan awal siswa dan pemahaman siswa;
3)
Membangkitkan respon kepada siswa;
4)
Mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa;
5)
Memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru;
6)
Membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa;
7)
Menyegarkan kembali pengetahuan siswa.
3. Menemukan (Inquiry)
Menemukan merupakan bagian inti dari pembelajaran berbasis CTL. Pengetahuan dan
keterampilan yang diperoleh siswa bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi
hasil dari menemukan sendiri (Depdiknas, 2003). Menemukan atau inkuiri dapat diartikan
juga sebagai proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui
proses berpikir secara sistematis. Secara umum proses inkuiri dapat dilakukan melalui
beberapa langkah, yaitu :
1)
Merumuskan masalah ;
2)
Mengajukan hipotesis;
3)
Mengumpulkan data;
4)
Menguji hipotesis berdasarkan data yang ditemukan;
5)
Membuat kesimpulan.
Melalui proses berpikir yang sistematis, diharapkan siswa memiliki sikap ilmiah, rasional,
dan logis untuk pembentukan kreativitas siswa.
4. Masyarakat belajar (Learning Community)
Konsep Learning Community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari
kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar itu diperoleh dari sharing antarsiswa,
antarkelompok, dan antar yang sudah tahu dengan yang belum tahu tentang suatu materi.
Setiap elemen masyarakat dapat juga berperan disini dengan berbagi pengalaman
(Depdiknas, 2003).
5. Pemodelan (Modeling)
Pemodelan dalam pembelajaran kontekstual merupakan sebuah keterampilan atau
pengetahuan tertentu dan menggunakan model yang bisa ditiru. Model itu bisa berupa cara
mengoperasikan sesuatu atau guru memberi contoh cara mengerjakan sesuau. Dalam arti
guru memberi model tentang bagaimana cara belajar. Dalam pembelajaran kontekstual,
guru bukanlah satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa.
Menurut Bandura dan Walters, tingkah laku siswa baru dikuasai atau dipelajari mula-mula
dengan mengamati dan meniru suatu model. Model yang dapat diamati atau ditiru siswa
digolongkan menjadi :
1.
Kehidupan yang nyata (real life), misalnya orang tua, guru, atau orang lain.;
2.
Simbolik (symbolic), model yang dipresentasikan secara lisan, tertulis atau
dalam bentuk gambar ;
3.
Representasi (representation), model yang dipresentasikan dengan
menggunakan alat-alat audiovisual, misalnya televisi dan radio.
6. Refleksi (Reflection)
Refleksi merupakan cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir kebelakang
tentang apa yang sudah kita lakukan di masa lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru
dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru. Struktur pengetahun yang baru ini
merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan
respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahun yang baru diterima (Depdiknas, 2003).
Pada kegiatan pembelajaran, refleksi dilakukan oleh seorang guru pada akhir pembelajaran.
Guru menyisakan waktu sejenak agar siswa dapat melakukan refleksi yang realisasinya
dapat berupa :
1.
Pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperoleh pada pembelajaran
yang baru saja dilakukan.;
2.
Catatan atau jurnal di buku siswa;
3.
Kesan dan saran mengenai pembelajaran yang telah dilakukan.
7. Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment)
Penilaian autentik merupakan proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan
gambaran perkembangan belajar siswa agar guru dapat memastikan apakah siswa telah
mengalami proses belajar yang benar. Penilaian autentik menekankan pada proses
pembelajaran sehingga data yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang
dikerjakan siswa pada saat melakukan proses pembelajaran.
Karakteristik authentic assessment menurut Depdiknas (2003) di antaranya: dilaksanakan
selama dan sesudah proses belajar berlangsung, bisa digunakan untuk formatif maupun
sumatif, yang diukur keterampilan dan sikap dalam belajar bukan mengingat fakta,
berkesinambungan, terintegrasi, dan dapat digunakan sebagai feedback. Authentic
assessment biasanya berupa kegiatan yang dilaporkan, PR, kuis, karya siswa, prestasi atau
penampilan siswa, demonstrasi, laporan, jurnal, hasil tes tulis dan karya tulis.
Menurut Depdiknas untuk penerapannya, pendekatan kontektual (CTL) memiliki tujuah
komponen utama, yaitu konstruktivisme (constructivism), menemukan (Inquiry), bertanya
(Questioning), masyarakat-belajar (Learning Community), pemodelan (modeling), refleksi
(reflection), dan penilaian yang sebenarnya (Authentic). Adapaun penjelasannya sebagai
berikut:
1. Konstruktivisme (constructivism). Kontruktivisme merupakan landasan berpikir CTL,
yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, mengingat pengetahuan
tetapi merupakan suatu proses belajar mengajar dimana siswa sendiri aktif secara mental
mebangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur pengetahuanyang dimilikinya.
2. Menemukan (Inquiry). Menemukan merupakan bagaian inti dari kegiatan pembelajaran
berbasis kontekstual Karen pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan
bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri.
Kegiatan menemukan (inquiry) merupakan sebuah siklus yang terdiri dari observasi
(observation), bertanya (questioning), mengajukan dugaan (hiphotesis), pengumpulan data
(data gathering), penyimpulan (conclusion).
3. Bertanya (Questioning). Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu dimulai dari
bertanya. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaan berbasis kontekstual. Kegiatan
bertanya berguna untuk : 1) menggali informasi, 2) menggali pemahaman siswa, 3)
membangkitkan respon kepada siswa, 4) mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa, 5)
mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa, 6) memfokuskan perhatian pada sesuatu
yang dikehendaki guru, 7) membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa, untuk
menyegarkan kembali pengetahuan siswa.
4. Masyarakat Belajar (Learning Community). Konsep masyarakat belajar menyarankan
hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerjasama dari orang lain. Hasil belajar diperolah dari
sharing antar teman, antar kelompok, dan antar yang tau ke yang belum tau. Masyarakat
belajar tejadi apabila ada komunikasi dua arah, dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam
komunikasi pembelajaran saling belajar.
5. Pemodelan (Modeling). Pemodelan pada dasarnya membahasakan yang dipikirkan,
mendemonstrasi bagaimana guru menginginkan siswanya untuk belajar dan malakukan apa
yang guru inginkan agar siswanya melakukan. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan
satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan ,elibatkan siswa dan juga
mendatangkan dari luar.
6. Refleksi (Reflection). Refleksi merupakan cara berpikir atau respon tentang apa yang
baru dipelajari aau berpikir kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan dimasa lalu.
Realisasinya dalam pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan
refleksi yang berupa pernyataan langsung tentang apa yang diperoleh hari itu.
7. Penilaian yang sebenarnya ( Authentic Assessment). Penialaian adalah proses
pengumpulan berbagai data yang bisa memberi gambaran mengenai perkembangan belajar
siswa. Dalam pembelajaran berbasis CTL, gambaran perkembangan belajar siswa perlu
diketahui guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami pembelajaran yang benar.
Fokus penilaian adalah pada penyelesaian tugas yang relevan dan kontekstual serta
penilaian dilakukan terhadap proses maupun hasil.
Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
Permasalah terbesar yang dihadapi para peserta didik sekarang (siswa) adalah mereka
belum bisa menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dan bagaimana pengetahuan
itu akan digunakan. Hal ini dikarenakan cara mereka memperolah informasi dan motivasi diri
belum tersentuh oleh metode yang betul-betul bisa membantu mereka. Para siswa kesulitan
untuk memahami konsep-konsep akademis (seperti konsep-konsep matematika, fisika, atau
biologi), karena metode mengajar yang selama ini digunakan oleh pendidik (guru) hanya
terbatas pada metode ceramah. Di sini lain tentunya siswa tahu apa yang mereka pelajari
saat ini akan sangat berguna bagi kehidupan mereka di masa datang, yaitu saat mereka
bermasyarakat ataupun saat di tempat kerja kelak. Oleh karena itu diperlukan suatu metode
yang benar-benar bisa memberi jawaban dari masalah ini. Salah satu metode yang bisa
lebih memberdayakan siswa dalah pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and
Learning / CTL)
Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah sistem pembelajaran yang cocok dengan
kinerja otak, untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna, dengan cara
menghubungkan muatan akademis dengan konteks kehidupan sehari-hari peserta didik. Hal
ini penting diterapkan agar informasi yang diterima tidak hanya disimpan dalam memori
jangka pendek, yang mudah dilupakan, tetapi dapat disimpan dalam memori jangka panjang
sehingga akan dihayati dan diterapkan dalam tugas pekerjaan.
CTL disebut pendekatan kontektual karena konsep belajar yang membantu guru mengaitkan
antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat.
Menurut teori pembelajran kontekstual, pembelajaran terjadi hanya ketika siswa (peserta
didik) memproses informasi atau pengetahuan baru sedemikian rupa sehingga dapat
terserap kedalam benak mereka dan mereka mampu menghubungannya dengan kehidupan
nyata yang ada di sekitar mereka. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa pikiran secara
alami akan mencari makna dari hubungan individu dengan linkungan sekitarnya.
Berdasarkan pemahaman di atas, menurut metode pembelajaran kontekstual kegiatan
pembelajaran tidak harus dilakukan di dalam ruang kelas, tapi bisa di laboratorium, tempat
kerja, sawah, atau tempat-tempat lainnya. Mengharuskan pendidik (guru) untuk pintar-pintar
memilih serta mendesain linkungan belajar yang betul-betul berhubungan dengan
kehidupan nyata, baik konteks pribadi, sosial, budaya, ekonomi, kesehatan, serta lainnya,
sehingga siswa memiliki pengetahuan/ ketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk
mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya.
Dalam linkungan seperti itu, para siswa dapat menemukan hubungan bermakna antara ideide abstrak dengan aplikasi praktis dalam konteks dunia nyata; konsep diinternalisasi
melalui menemukan, memperkuat, serta menghubungkan. Sebagai contoh, kelas fisika yang
mempelajari tentang konduktivitas termal dapat mengukur bagaimana kualitas dan jumlah
bahan bangunan mempengaruhi jumlah energi yang dibutuhkan untuk menjaga gedung saat
terkena panas atau terkena dingin. Atau kelas biologi atau kelas kimia bisa belajar konsep
dasar ilmu alam dengan mempelajari penyebaran AIDS atau cara-cara petani bercocok
tanam dan pengaruhnya terhadap lingkungan.
Dengan menerapkan CTL tanpa disadari pendidik telah mengikuti tiga prinsip ilmiah modern
yang menunjang dan mengatur segala sesuatu di alam semesta, yaitu: 1) Prinsip Kesalingbergantungan, 2) Prinsip Diferensiasi, dan 3) Prinsip Pengaturan Diri.
Prinsip kesaling-bergantungan mengajarkan bahwa segala sesuatu di alam semesta
saling bergantung dan saling berhubungan. Dalam CTL prinsip kesaling-bergantungan
mengajak para pendidik untuk mengenali keterkaitan mereka dengan pendidik lainnya,
dengan siswa-siswa, dengan masyarakat dan dengan lingkungan. Prinsip kesalingbergantungan mengajak siswa untuk saling bekerjasama, saling mengutarakan pendapat,
saling mendengarkan untuk menemukan persoalan, merancang rencana, dan mencari
pemecahan masalah. Prinsipnya adalah menyatukan pengalaman-pengalaman dari masingmasing individu untuk mencapai standar akademik yang tinggi.
Prinsip diferensiasi merujuk pada dorongan terus menerus dari alam semesta untuk
menghasilkan keragaman, perbedaan dan keunikan. Dalam CTL prinsip diferensiasi
membebaskan para siswa untuk menjelajahi bakat pribadi, memunculkan cara belajar
masing-masing individu, berkembang dengan langkah mereka sendiri. Disini para siswa
diajak untuk selalu kreatif, berpikir kritis guna menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.
Prinsip pengaturan diri menyatakan bahwa segala sesuatu diatur, dipertahankan dan
disadari oleh diri sendiri. Prinsip ini mengajak para siswa untuk mengeluarkan seluruh
potensinya. Mereka menerima tanggung jawab atas keputusan dan perilaku sendiri, menilai
alternatif, membuat pilihan, mengembangkan rencana, menganalisis informasi, menciptakan
solusi dan dengan kritis menilai bukti. Selanjutnya dengan interaksi antar siswa akan
diperoleh pengertian baru, pandangan baru sekaligus menemukan minat pribadi, kekuatan
imajinasi, kemampuan mereka dalam bertahan dan keterbatasan kemampuan.
Kembali ke konsep tentang CTL. Dalam pembelajaran kontekstual guru dituntut membantu
siswa dalam mencapai tujuannya. Maksudnya adalah guru lebih berurusan dengan strategi
dari pada memberi informasi. Di sini guru hanya mengelola kelas sebagai sebuah tim yang
bekerja sama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi siswa. Kegiatan belajar mengajar
(KBM) lebih menekankan Student Centered daripada Teacher Centered. Menurut Depdiknas
guru harus melaksanakan beberapa hal sebagai berikut: 1) Mengkaji konsep atau teori yang
akan dipelajari oleh siswa. 2) Memahami latar belakang dan pengalaman hidup siswa
melalui proses pengkajian secara seksama. 3) Mempelajari lingkungan sekolah dan tempat
tinggal siswa yang selanjutnya memilih dan mengkaiykan dengan konsep atau teori yang
akan dibahas dalam pembelajaran kontekstual. 4) Merancang pengajaran dengan
mengkaitkan konsep atau teori yang dipelajari dengan mempertimbangkan pengalaman
yang dimiliki siswa dan lingkungan hidup mereka. 5) Melaksanakan penilaian terhadap
pemahaman siswa, dimana hasilnya nanti dijadikan bahan refeksi terhadap rencana
pemebelajaran dan pelaksanaannya.
Kurikulum dan pengajaran yang didasarkan pada strategi pembelajaran kontekstual harus
disusun untuk mendorong lima bentuk pembelajaran penting: Mengaitkan, Mengalami,
Menerapkan, Kerjasama, dan Mentransfer.
MENGAITKAN: Belajar dalam konteks pengalaman hidup, atau mengaitkan. Guru
menggunakan strategi ini ketia ia mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah
dikenal siswa. Jadi dengan demikian, mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa dengan
informasi baru. Kurikulum yang berupaya untuk menempatkan pembelajaran dalam konteks
pengalaman hidup harus bisa membuat siswa memperhatian kejadian sehari-hari yang
mereka lihat, peristiwa yang terjadi di sekitar, atau kondisi-kondisi tertentu, lalu
mengubungan informasi yang telah mereka peroleh dengan pelajaran kemudian berusaha
untuk menemukan pemecahan masalah terhadap permasalahan tersebut.
MENGALAMI: Belajar dalam konteks eksplorasi, mengalami. Mengalami merupakan inti
belajar kontekstual dimana mengaitkan berarti menghubungkan informasi baru dengan
pengelaman maupun pengetahui sebelumnya. Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika siswa
dapat memanipulasi peralatan dan bahan-bahan dan untuk melakukan bentuk-bentuk
penelitian aktif.
MENERAPKAN: Menerapkan konsep-konsep dan informasi dalam konteks yang bermanfaat
bagi diri siswa. Siswa menerapkan suatu konsep ketika ia malakukan kegiatan pemecahan
masalah. Guru dapat memotivasi siswa dengan memberikam latihan yang realistik dan
relevan.
KERJASAMA: Belajar dalam konteks berbagi, merespons, dan berkomunikasi dengan siswa
lain adalah strategi pengajaran utama dalam pengajaran kontekstual. Siswa yang bekerja
secara individu sering tidak membantu kemajuan yang signifikan. Sebaliknya, siswa yang
bekerja secara kelompok sering dapat mengatasi masalah yang komplek dengan sedikit
bantuan. Pengalaman bekerja sama tidak hanya membantu siswa mempelajari materi, juga
konsisten dengan dunia nyata. Seorang karyawan yang dapat berkomunikasi secara efektif,
yang dapat berbagi informasi dengan baik, dan yang dapat bekerja dengan nyaman dalam
sebuah tim tentunya sangat dihargai di tempat kerja. Oleh karena itu, sanat penting untuk
mendorong siswa mengembangkan keterampilan bekerja sama ini.
MENTRASFER: Belajar dalam konteks pengetahuan yang ada, atau mentransfer,
menggunakan dan membangun atas apa yang telah dipelajari siswa. Peran guru membuat
Dalam pengajaran kontekstual memungkinkan terjadinya lima bentuk belajar yang penting,
yaitu :
1.Mengaitkan adalah strategi yang paling hebat dan merupakan inti konstruktivisme. Guru
menggunakan strategi ini ketia ia mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah
dikenal siswa. Jadi dengan demikian, mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa dengan
informasi baru.
2. Mengalami merupakan inti belajar kontekstual dimana mengaitkan berarti
menghubungkan informasi baru dengan pengelaman maupun pengetahui sebelumnya.
Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi peralatan dan bahan serta
melakukan bentuk-bentuk penelitian yang aktif.
3. Menerapkan. Siswa menerapkan suatu konsep ketika ia malakukan kegiatan pemecahan
masalah. Guru dapet memotivasi siswa dengan memberikam latihan yang realistic dan
relevan.
4. Kerjasama. Siswa yang bekerja secara individu sering tidak membantu kemajuan yang
signifikan. Sebaliknya, siswa yang bekerja secara kelompok sering dapat mengatasi
masalah yang komplek dengan sedikit bantuan. Pengalaman kerjasama tidak hanya
membanti siswa mempelajari bahan ajar, tetapi konsisten dengan dunia nyata.
5. Mentransfer. Peran guru membuat bermacam-macam pengelaman belajar dengan focus
pada pemahaman bukan hapalan
2. PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME
Pendekatan konstruktivisme merupakan pendekatan dalam pembelajaran yang lebih
menekankan pada tingkat kreatifitas siswa dalam menyalurkan ide-ide baru yang dapat
diperlukan bagi pengembangan diri siswa yang didasarkan pada pengetahuan.
Pada dasarnya pendekatan konstruktivisme sangat penting dalam peningkatan dan
pengembangan pengetahuan yang dimiliki oleh siswa berupa keterampilan dasar yang
dapat diperlukan dalam pengembangan diri siswa baik dalam lingkungan sekolah maupun
dalam
lingkungan
masyarakat.
Dalam pendekatan konstruktivisme ini peran guru hanya sebagai pembibimbing dan
pengajar dalam kegiatan pembelajaran. Olek karena itu , guru lebih mengutamakan
keaktifan siswa dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyalurkan ide-ide baru
yang
sesuai
dengan
materi
yang
disajikan
unutk
meningkatkankemampuansiswasecarapribadi.
Jadi pendekatan konstruktivisme merupakan pembelajaran yang lebih mengutamakan
pengalaman langsung dan keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran.
Secara umum yang disebut konstruktivisme menekankan kontribusi seseorang pembelajar
dalam memberikan arti, serta belajar sesuatu melalui aktivitas individu dan sosial. Tidak ada
satupun teori belajar tentang konstruktivisme, namun terdapat beberapa pendekatan
konstruktivis, misalnya pendekatan yang khusus dalam pendidikan matematik dan sains.
Beberapa pemikir konstruktivis seperti Vigotsky menekankan berbagi dan konstruksi sosial
dalam pembentukan pengetahuan (konstruktivisme sosial); sedangkan yang lain seperti
Piaget melihat konstruksi individu lah yang utama (konstruktivisme individu).
Konstrukstivisme Individu
Para psikolog konstruktivis yang tertarik dengan pengetahuan individu, kepercayaan,
konsep diri atau identitas adalah mereka yang biasa disebut konstruktivis individual. Riset
mereka berusaha mengungkap sisi dalam psikologi manusia dan bagaimana seseorang
membentuk struktur emosional atau kognitif dan strateginya
Konstruktivisme social
Berbeda dengan Piaget, Vygotsky percaya bahwa pengetahuan dibentuk secara sosial,
yaitu terhadap apa yang masing-masing partisipan kontribusikan dan buat secara bersamasama. Sehingga perkembangan pengetahuan yang dihasilkan akan berbeda-beda dalam
konteks budaya yang berbeda. Interaksi sosial, alat-alat budaya, dan aktivitasnya
membentuk perkembangan dan kemampuan belajar individual.
Ciri-ciri pendekatan konstruktivisme
1.
Dengan adanya pendekatan konstruktivisme, pengembangan pengetahuan
bagi peserta didik dapat dilakukan oleh siswa itu sendiri melalui kegiatan penelitian
atau pengamatan langsung sehingga siswa dapat menyalurkan ide-ide baru sesuai
dengan pengalaman dengan menemukan fakta yang sesuai dengan kajian teori.
2.
Antara pengetahuan-pengetahuan yang ada harus ada keterkaitan dengan
pengalaman yang ada dalam diri siswa.
3.
Setiap siswa mempunyai peranan penting dalam menentukan apa yang
mereka pelajari.
4.
Peran guru hanya sebagai pembimbing dengan menyediakan materi atau
konsep apa yang akan dipelajari serta memberikan peluang kepada siswa untuk
menganalisis sesuai dengan materi yang dipelajari
3. PENDEKATAN DEDUKTIF
Pendekatan deduktif (deductive approach) adalah pendekatan yang menggunakan logika
untuk menarik satu atau lebih kesimpulan (conclusion) berdasarkan seperangkat premis
yang diberikan. Dalam sistem deduktif yang kompleks, peneliti dapat menarik lebih dari satu
kesimpulan. Metode deduktif sering digambarkan sebagai pengambilan kesimpulan dari
sesuatu yang umum kesesuatuyangkhusus.
Pendekatan deduktif merupakan proses penalaran yang bermula dari keadaan umum ke
keadaan khusus sebagai pendekatan pengajaran yang bermula dengan menyajikan aturan,
prinsip umum dan diikuti dengan contoh contoh khusus atau penerapan aturan, prinsip
umum ke dalam keadaan khusus.
4. PENDEKATAN INDUKTIF
Pendekatan induktif menekanan pada pengamatan dahulu, lalu menarik kesimpulan
berdasarkan pengamatan tersebut. Metode ini sering disebut sebagai sebuah pendekatan
pengambilan kesimpulan dari khusus menjadi umum.
Pendekatan induktif merupakan proses penalaran yang bermula dari keadaan khusus
menuju keadaan umum
APB Statement No. 4 adalah contoh dari penelitian induksi, Statement ini adalah suatu
usaha APB untuk membangun sebuah teori akuntansi. Generally Accepted Accounting
Principles (GAAP) yang dijelaskan di dalam pernyataan (statement) dibangun berdasarkan
observasi dari praktek yang ada.
PerbedaanPendekatanDeduktifdanInduktif
Teori normatif (normative theory) menggunakan pertimbangan nilai (value judgement) yang
berisi satu atau lebih premis menjelaskan cara yang seharusnya ditempuh. Sebagai contoh,
premis yang menyatakan bahwa laporan akuntansi (accounting reports) seharusnya
didasarkan kepada pengukuran nilai aset bersih yang bisa direalisasi (net realizable value
measurements of assets) merupakan premis dari teori normatif. Sebaliknya, teori deskriptif
(descriptive theory) berupaya untuk menemukan hubungan yang sebenarnya terjadi.
5. PENDEKATAN KONSEP
Pendekatan konsep adalah pendekatan yang mengarahkan peserta didik meguasai konsep
secara benar dengan tujuan agar tidak terjadi kesalahan konsep (miskonsepsi). Konsep
adalah klasifikasi perangsang yang memiliki ciri-ciri tertentu yang sama. Konsep merupakan
struktur mental yang diperoleh dari pengamatan dan pengalaman.
Pendekatan Konsep merupakan suatu pendekatan pengajaran yang secara langsung
menyajikan konsep tanpa memberi kesempatan kepada siswa untuk menghayati bagaimana
konsep itu diperoleh.
Ciri-ciri suatu konsep adalah:
a.Konsep memiliki gejala-gejala tertentu
b.Konsep diperoleh melalui pengamatan dan pengalaman langsung
c.Konsep berbeda dalam isi dan luasnya
d.Konsep yang diperoleh berguna untuk menafsirkan pengalaman-pengalarnan