Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin
REFERAT
Disusun oleh:
1. Hafiz Idul Fitranul
C 111 10 815
2. Saifullah
C 111 10 251
Pembimbing
dr. Agustina Lungan
Komponen panca indra pada manusia sangat penting dalam kelangsungan hidup
manusia itu sendiri, termasuk telinga dengan fungsi pendengaran dan keseimbangan.
Pendengaran yang baik merupakan salah satu kebutuhan hidup yang sangat penting bagi
kita. Jika kita mengalami gangguan pendengaran maka hal itu akan sangat berdampak
buruk dalam kehidupan sehari-hari. Kualitas hidup adalah hal penting yang sangat
dikompromikan bagi orang yang mengalami gangguan pendengaran dan keluarganya.
Gangguan pendengaran dapat dikatakan memiliki kategori berat, dimana suara yang
cukup keras tidak dapat terdengar atau yang biasanya terjadi orang tersebut sangat sulit
mengerti kata-kata yang diucapkan. Dalam kasus-kasus tersebut beberapa jenis suara
atau percakapan sulit untuk didengar, terutama di lingkungan suara yang bising.(1,2)
Saat ini sudah tersedia teknik penanganan gangguan pendengaran yang baru dan
lebih baik. Penanganan gangguan pendengaran yang efektif telah terbukti menghasilkan
efek positif terhadap kualitas hidup.
Setelah diketahui seorang anak menderita ketulian upaya habilitasi pendengaran
harus dilaksanakan sedini mungkin. American Joint Commitee on Infant Hearing (2000)
merekomendasikan upaya habilitasi sudah harus dimulai sebelum usia 6 bulan.
Penelitian-penelitian telah membuktikan bahwa bila habilitasi yang optimal sudah
dimulai sebelum usia 6 bulan maka pada usia 3 tahun perkembangan wicara anak yang
mengalami ketulian dapat mendekati kemampuan wicara anak normal. (1,2,3)
Pemasangan alat bantu dengar (ABD) merupakan upaya pertama dalam
habilitasi pendengaran yang akan dikombinasikan dengan terapi wicara atau terapi
audio verbal. Sebelum proses belajar harus dilakukan penilaian tingkat kecerdasan oleh
Psikolog untuk melihat kemampuan belajar anak. Anak usia 2 tahun dapat memulai
pendidikan khusus di Taman Latihan dan Observasi (TLO), dan melanjutkan
pendidikannya di SLB-B atau SLB-C bila disertai dengan retardasi mental. Proses
habilitasi pasien tunarungu membutuhkan kerjasama dari beberapa disiplin, antara lain
dokter spesialis THT, audiologist, ahli madya audiologi, ahli terapi wicara, psikolog
anak, guru khusus untuk tuna rungu dan keluarga penderita. (4,5)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA
TELINGA LUAR
Telinga luar, yang terdiri dari aurikula (atau pinna) dan kanalis auditorius
eksternus, dipisahkan dari telinga tengan oleh struktur seperti cakram yang dinamakan
membrana timpani (gendang telinga). Telinga terletak pada kedua sisi kepala kurang
lebih setinggi mata. Aurikulus melekat ke sisi kepala oleh kulit dan tersusun terutama
oleh kartilago, kecuali lemak dan jaringan bawah kulit pada lobus telinga. Aurikulus
membantu pengumpulan gelombang suara dan perjalanannya sepanjang kanalis
auditorius eksternus. (1,2)
TELINGA TENGAH
Telinga tengah tersusun atas membran timpani (gendang telinga) di sebelah
lateral dan kapsul otik di sebelah medial celah telinga tengah terletak di antara kedua
Membrana timpani terletak pada akhiran kanalis aurius eksternus dan menandai batas
lateral telinga, Membran ini sekitar 1 cm dan selaput tipis normalnya berwarna kelabu
mutiara dan translulen.Telinga tengah merupakan rongga berisi udara merupakan rumah
bagi osikuli (tulang telinga tengah) dihubungan dengan tuba eustachii ke nasofaring
berhubungan dengan beberapa sel berisi udara di bagian mastoid tulang temporal. (1,2)
bulat maupun jendela oval mudah mengalami robekan. Bila ini terjadi, cairan dari dalam
dapat mengalami kebocoran ke telinga tengah kondisi ini dinamakan fistula perilimfe.
Tuba eustachii yang lebarnya sekitar 1mm panjangnya sekitar 35 mm,
menghubngkan telingah ke nasofaring. Normalnya, tuba eustachii tertutup, namun dapat
terbuka akibat kontraksi otot palatum ketika melakukan manuver Valsalva atau
menguap atau menelan. Tuba berfungsi sebagai drainase untuk sekresi dan
menyeimbangkan tekanan dalam telinga tengah dengan tekanan atmosfer. (1,2)
TELINGA DALAM
Telinga dalam tertanam jauh di dalam bagian tulang temporal. Organ untuk
pendengaran (koklea) dan keseimbangan (kanalis semisirkularis), begitu juga kranial
VII (nervus fasialis) dan VIII (nervus koklea vestibularis) semuanya merupakan bagian
dari komplek anatomi. Koklea dan kanalis semisirkularis bersama menyusun tulang
labirint. Ketiga kanalis semisi posterior, superior dan lateral erletak membentuk sudut
90 derajat satu sama lain dan mengandung organ yang berhubungan dengan
keseimbangan. Organ ahir reseptor ini distimulasi oleh perubahan kecepatan arah dan
gerakan seseorang.
Koklea berbentuk seperti rumah siput dengan panjang sekitar 3,5 cm dengan dua
setengah lingkaran spiral dan mengandung organ akhir untuk pendengaran, dinamakan
organ Corti. Di dalam lulang labirin, namun tidak sem-purna mengisinya,Labirin
membranosa terendam dalam cairan yang dinamakan perilimfe, yang berhubungan
langsung dengan cairan serebrospinal dalam otak melalui aquaduktus koklearis. (1,2)
Labirin membranosa tersusun atas utrikulus, akulus, dan kanalis semisirkularis,
duktus koklearis, dan organan Corti. Labirin membranosa memegang cairan yang
dinamakan endolimfe. Terdapat keseimbangan yang sangat tepat antara perilimfe dan
endolimfe dalam telinga dalam; banyak kelainan telinga dalam terjadi bila
keseimbangan ini terganggu. Percepatan angular menyebabkan gerakan dalam cairan
telinga dalam di dalam kanalis dan merang-sang sel-sel rambut labirin membranosa.
Akibatnya terjadi aktivitas elektris yang berjalan sepanjang cabang vesti-bular nervus
kranialis VIII ke otak. (1,3)
Perubahan posisi kepala dan percepatan linear merangsang sel-sel rambut
utrikulus. Ini juga mengakibatkan aktivitas elektris yang akan dihantarkan ke otak oleh
nervus kranialis VIII. Di dalam kanalis auditorius internus, nervus koklearis (akus-dk),
yang muncul dari koklea, bergabung dengan nervus vestibularis, yang muncul dari
kanalis semisirkularis, utrikulus, dan sakulus, menjadi nervus koklearis (nervus
4
kranialis VIII). Yang bergabung dengan nervus ini di dalam kanalis auditorius internus
adalah nervus fasialis (nervus kranialis VII). Kanalis auditorius internus mem-bawa
nervus tersebut dan asupan darah ke batang otak. (1,5)
Fisiologi fungsional jendela oval dan bulat memegang peran yang penting.
Jendela oval dibatasi olehj anulare fieksibel dari stapes dan membran yang sangat
lentur, memungkinkan gerakan penting,dan berlawanan selama stimulasi bunyi, getaran
stapes menerima impuls dari membrana timpani bulat yang membuka pada sisi
berlawanan duktus koklearis dilindungi dari gelombang bunyi oleh menbran timpani
yang utuh, jadi memungkinkan gerakan cairan telinga dalam oleh stimulasi gelombang
suara. pada membran timpani utuh yang normal, suara merangsang jendela oval dulu,
dan terjadi jedai sebelum efek terminal stimulasi mencapai jendela bulat. namun waktu
jeda akan berubah bila ada perforasi pada membran timpani yang cukup besar yang
memungkinkan gelombang bunyi merangsang kedua jendela oval dan bulat bersamaan.
Ini mengakibatkan hilangnya jeda dan menghambat gerakan maksimal motilitas cairan
telinga dalam dan rangsangan terhadap sel-sel rambut pada organ Corti. Akibatnya
terjadi penurunan kemampuan pendengaran. (1,4)
Gerakan membrana akan menimbulkan arus listrik yang akan merangsang berbagai
daerah koklea. Sel rambut akan memulai impuls saraf yang telah dikode dan kemudian
dihantarkan ke korteks auditorius dalam otak, dan kernudian didekode menjadi pesan
bunyi.
Pendengaran dapat terjadi dalam dua cara. Bunyi yang dihantarkan melalui
telinga luar dan tengah yang terisi udara berjalan melalui konduksi udara. Suara yang
dihantararkan melalui tulang secara langsung ke telinga dalam dengan cara konduksi
tulang. Normalnya, konduksi udara merupakan jalur yang lebih efisien; namun adanya
defek pada membrana timpani atau terputusnya rantai osikulus akan memutuskan
konduksi udara normal dan mengakibatkan hilangnya rasio tekanan-suara dan
kehilangan pendengaran konduktif. (1,2,3,6)
FISIOLOGI PENDENGARAN
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga
dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran
tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian
tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang
pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong.
Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan
tingkap lonjong sehingga perilimf pada skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan
melalui membran Reissner yang mendorong endolimf, sehingga akan menimbulkan
gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan
rangsangan mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut,
sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel.
Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut sehingga melepaskan
neurotransmitter ke dalam sinaps yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf
auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area
39-40) di lobus temporalis. (1,2)
2. GANGGUAN PENDENGARAN
Gangguan telinga luar dan telinga tengah dapat menyebabkan tuli konduktif,
sedangkan gangguan telinga dalam menyebabkan tuli saraf, yang terbagi atas tuli koklea
dan tili retrokoklea. Sumbatatan tuba eustachius menyebabkan gangguan telinga tengah
dan akan terdapat tuli konduktif. Gangguan pada vena jugulare berupa aneurisma akan
menyebaban telinga berbunyi sesuai dengan dunyut jantung.
Antara inkus dan maleus berjalan cabang n. fasialisis yang disebut korda timpan.
Bila terdapat radang di telinga tengah atau trauma mungkin korda timpani terjepit,
sehingga timbul gangguan pengecap. Di dalam telinga dalam terdapat alat
keseimbangan dan alat pendengaran. Obat-obat dapat merusak stria vaskularis, sehingga
saraf pendengaran rusak, dan terjadi tuli saraf. Setelah pemakaian obat ototoksik seperti
streptomisin, akan terdapat gejala gangguan pendengaran berupa tuli saraf dan
gangguan keseimbangan.
Tili dibagi atas tuli konduktif, tuli saraf (sensorineural deafness) serta tuli
campur (mixed deafness). Pada tuli konduktif terdapat gangguan hantaran suara,
disebabkan oleh kelainan atau penyakit di telinga luar atau telinga tengah. Pada tili saraf
(perseptif, sensorineural) kelainan tredapat pada koklea (telinga dalam), nervus VII atau
di pusat pendengaran< sedangkan tuli campur, disebabkan oleh kombinasi tuli konduktif
dan tuli saraf. Tuli campur dapat merupakan satu penyakit, msalnya tumor nervus VIII
(tuli saraf) dengan radang telinga tengah (tuli konduktif).
Jadi jenis ketulian sesuai dengan letak kelainan. Suara yang didengar dapat
dibagi dalam bunyi, nada murni dan bising. Bunyi (frekuensi 20 Hz 18.000 Hz)
merupakan frekuensi nada murni yang dapat didengar oleh telinga normal. Nada murni
(pure tone), hanya satu frekueni, misalnya dari garpu tala, piano.
Bising (noise) disebabkan antara : NB (narrow band), terdiri atas beberapa
frekuensi, spektrumnya terbatas dan WN (white noise), yang terdiri dari banyak
frekuensi.(1)
Derajat Gangguan Pendengaran / Ketulian Menurut ISO(1)
Derajat Pendengaran
Kehilangan Pendengaran
Normal
0-25 dB
Ringan
26 40 dB
Sedang
41 55 dB
Sedang Berat
56 70 dB
Berat
71 90 dB
Sangat berat
>90 dB
Microphone, bagian yang berperan menerima suara dari luar dan mengubah
sinyal suara
menjadi energi listrik, kemudian meneruskannya ke amplifier.
Amplifier, berfungsi memperkeras suara dengan cara memperbesar energi listrik
KLASIFIKASI
Menurut hantarannya
10
adalah tidak praktis, penampulan kurang menarik (kosmetik), butuh amplifikasi besar
dan timbul lecet pada kulit yang menempel dengan bone vibrator. Pilihan model ABD
pada sistim ini adalah jenis saku atau BTE
2. ABD jenis BAHA (Bone Anchored Hearing AID)
ABD yang mirip jenis saku dihubungkan melalui kabel dengan penggetar tulang
(bone vibrator) yang dapat dipasang dan dilepas melalui sistim sekrup-baut dengan
lempengan logam dari bahan titanium yang telah ditanam ke dalam tulang mastoid
melalui tindakan operasi. Hantaran tulang lebih efektif dibandingkan ABD jenis
hantaran tulang.
b. ABD Jenis hantaran udara
ABD jenis hantaran udara merupakan ABD yang lebih lazim ditemukan
dan tersedia dalam berbagai bentuk. ABD jenis ini bekerja dengan prinsip mengurangi
jarak dari sumber suara dengan cara meletakkan loudspeaker di telinga penderita. (7,9)
Menurut bentuknya
Setiap bentuk ABD memiliki keuntungan dan kerugiannya masing-masing.
Berikut adalah pembahasan beberapa jenis ABD yang ada saat ini:
a. ABD Jenis Saku (Pocket / Body Worn Type)
ABD jenis ini dapat dianggap sebagai ABD jenis terbesar. Mikrofon dan
amplifier berada dalam satu unit berbentuk kotak; sedangkan receiver terpisah dan
berada di liang telinga. Antara kotak (mikrofon, amplifier, dan baterai) dengan receiver
dihubungkan melalui kabel. Biasanya kotak ditempatkan pada saku baju atau kantung
khusus yang digantungkan pada dada.
Pada ABD jenis saku penempatan terpisah ini dimaksudkan agar
pengguna dapat leluasa memperbesar output tanpa khawatir timbulnya bunyi feedback.
Jadi ABD jenis saku ini diperlukan oleh penderita tuli berat atau sangat berat
yang membutuhkan perkerasan bunyi atau output yang besar. Hal ini dianggap sebagai
faktor yang menguntungkan untuk ABD jenis saku. Keuntungan lain adalah dapat
menggunakan baterai silinder biasa (ukuran AAA) yang selain murah juga mudah
didapat. Selain itu, tombol pengatur juga mudah disesuaikan.
11
ABD jenis ITE ukurannya lebih kecil dibandingkan dengan BTE. Dipasang pada
bagian concha daun telinga. Komponen ABD menyatu dengan ear mould. Karena
ukurannya yang relatif kecil berarti jarak antara mikrofon dengan receiver juga lebih
pendek, akibatnya kemampuan amplifikasinya terbatas sehingga hanya cocok untuk
ketulian derajat sedang.
e. ABD tipe kanalis / In The Canal (ITC) & Completely In Canal (CIC)
ABD jenis ini dibedakan menjadi dua macam: ITC dan CIC. ABD jenis ITC
ukurannya lebih kecil lagi daripada jenis ITE. Pemasangan sampai setengah bagian luar
liang telinga. Amplifikasi suara baik untuk frekuensi tinggi, karena dipasang cukup
dalam pada liang telinga. Akan tetapi karena keterbatasan ukuran, hanya bermanfaat
untuk tuli derajat sedang. Selain itu juga terdapat jenis CIC yang merupakan ABD
terkecil dan dipasang pada sisi dalam liang telinga, jadi lebih dekat dengan gendang
telinga. Permukaan luar dilengkapi dengan tangkai plastik untuk mempermudah
memasang dan melepaskan ABD. Sebagaimana halnya dengan jenis ITC, pengaturan
secara manual lebih sulit. Namun hal ini dapat diatasi pada model terbaru yang telah
dilengkapi dengan remote control
f. ABD jenis kacamata / Spectacle Aid
ABD ditempatkan pada tangkai kaca mata bagian belakang. Umumnya
jenis BTE, namun dapat juga jenis bone conduction, meskipun emanfaatan cara ini
untuk ABD jenis hantaran tulang kurang efektif karena tekanan bone vibrator tidak
stabil (7,10)
PEMAKAIAN ALAT BANTU DENGAR
Kandidat pemakai alat bantu dengar
Setiap orang dengan kesulitan mendengar atau memahami pembicaraan harus
mempertimbangkan penggunaan alat amplifikasi pendengaran. Hal ini terutama sangat
dianjurkan untuk anak-anak dengan gangguan pendengaran, dimana intervensi harus
dianjurkan sedini mungkin. Gangguan pendengaran dapat secara umum dikelompokkan
menjadi:
1. Mild Hearing Loss (20-40 dB)
13
14
15
teknik amplifikasi. Secara umum dapat dikatakan bahwa telinga yang terpilih adalah
telinga dengan diskriminasi bicara yang lebih baik dan dengan rentang dinamik yang
lebih luas. Rentang dinamik adalah perbedaan antara tingkat ambang pendengaran
dengan ambang ketidaknyamanan pendengaran. (10,13,15)
Gangguan pendengaran unilateral
Untuk
pasien
dengan
gangguan
pendengaran
unilateral,
diberlakukan
penanganan yang berbeda. Bila ketulian unilateral tidak melampaui kehilangan sebesar
60-70 dB, atau bila diskriminasi bicara relatif baik dan jika bunyi yang diperbesar
ditoleransi dengan baik, maka dapat dilakukan amplifikasi pada telinga yang terganggu.
Akan tetapi bila telinga yang terganggu tidak memenuhi kriteria diatas, dapat digunakan
alat bantu dengar CROS (Contralateral Routing Of Signals = Pengalihan sinyal
kontralateral). Mikrofon diletakkan pada satu alat bantu sementara amplifier dan
penerima ditempatkan pada alat bantu kedua. Penataan seperti ini dapat pula diterapkan
pada kacamata. Maka sinyal akan dihantarkan dari telinga yang terganggu ke telinga
dengan pendengaran normal. Suatu sirkuit frekuensi radio dapat digunakan untuk
menghantarkan bunyi dari satu sisi ke sisi lainnya. Meskipun alat bantu dengar CROS
hanya sedikit membantu dalam memperbaiki lokalisasi, namun alat ini kadang-kadang
terbukti bermanfaat pada beberapa kondisi mendengar suara bising dan juga
meminimalkan efek bayangan kepala. (14)
Berbagai variasi CROS yang disebut Bi-CROS atau Multi-CROS dapat
digunakan bila terdapat gangguan pendengaran yang cukup bermakna pada telinga yang
lebih baik, sedangkan telinga yang lebih buruk tidak sesuai untuk teknik amplifikasi.
Tipe Bi-CROS memiliki mikrofo pada masing-masing alat bantu dan suatu pemasok
bunyi amplifier pada telinga yang lebih baik [BOIES]
Setelah itu, klinisi menentukan jenis alat bantu pendengaran yang sesuai dengan
jenis gangguan pendengaran pasien dan mempertimbangkan keuntungan dan kerugian
dari berbagai jenis alat bantu pendengaran, baik dari aspek medis maupun pribadi
pasien.
Berikut tabel ringkas keuntungan dan kerugian macam-macam ABD: (11,13,15)
Jenis alat bantu pendengaran
Body Worn Type
Keuntungan
Harga murah
Baterai tahan lama
Kerugian
Bentuk besar
dan Ada kabel
16
mudah didapat
Feedback tidak ada
Amplifikasi lebih kuat
Pengaturan manual mudah
Behind-the-ear type
In-the-ear type
In-the-canal type
Completely-in-canal
Spectacle aid
17
18
BAB III
KESIMPULAN
Alat Bantu Dengar (ABD) adalah Alat suatu perangkat elektronik yang berguna
untuk memperkeras (mengamplifikasi) suara yang masuk ke dalam telinga, sehingga si
pemakai dapat mendengar lebih jelas suara yang ada di sekitarnya
Pada umumnya, mekanisme kerja ABD berupa: masuknya suara melalui
mikrofon, pengerasan suara oleh amplifier, dan penyampaian ulang suara oleh receiver /
loudspeaker yang mana keseluruhan sistemnya diperdayai oleh suatu komponen baterai
Terdapat berbagai macam jenis ABD: Menurut sistem kerjanya, Menurut jenis
hantarannya, dan Menurut bentuknya yang memiliki kelebihan dan kekurangannya
masing-masing.
Untuk pemakaian alat bantu pendengaran, pertama-tama klinisi harus
mengidentifikasi derajat ketulian penderita, mengenali jenis ketuliannya, menentukan
TL, MCL, dan LDL, menentukan jumlah alat bantu dengar yang sebaiknya digunakan
19
oleh pasien, baru kemudian bersama pasien mempertimbangkan bentuk ABD yang akan
digunakan beserta kelebihan, kekurangan, dan faktor-faktor lain dari diri pasien.
Seringkali ABD sendiri tidak cukup untuk mengembalikan kualitas hidup pasien
secara sempurna. Karenanya dibutuhkan pelengkap dari ABD yang bisa berupa: ALD,
baik ALD yang dihubungkan ke ABD maupun tidak; Fitur-fitur tambahan; dan
Implantasi koklea bila ABD tidak dapat memberikan hasil yang memuaskan
Setelah Pemakaian ABD, perlu dilakukan penilaian ulang untuk menentukan
keberhasilan pemakaian ABD dengan beberapa tes, seperti Assessment of Word
Recognition & Sound Quality, Probe Tube Measure, dan Subjective Scaling
DAFTAR PUSTAKA
1. Arsyad, Efiaty S. dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala & Leher. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
2. Moller, Aage R. 2006. Hearing: Anatomy, Physiology, and Disorders of the Auditory
System Second Edition. California: Academic Press
3. Thomas R. et al. 2006. Otolaryngology: Basic Science and Clinical Review. New York:
Thieme Medical Publishers
4. Yetter, Carol J. A Hearing Aid Primer. WROCC Outreach Site. Western Oregon
University. (www.wou.edu) diakses tanggal 16 Desember 2014
5. Rahman, Sukri. Dkk. 2012. Neuropati Auditori. Jurnal Kesehatan Andalas.
(http://jurnal.fk.unand.ac.id) diakses tanggal 16 Desember 2014
6. Snow, James B Jr. 2002. Ballengers Manual of Otorhinolaryngology Head and Neck
Surgery. London: BC Decker
7. Menner, Albert L. 2003. A Pocket Guide to the Ear. New York: Thieme Medical
Publishers
8. Peng, Shu-Chen. 2012. Hearing Aids: The Basic Information You Need to Know pada
Scientific Reviewer in Audiology Center for Device and Radiological Health.
(www.fda.gov) diakses tanggal 16 Desember 2014
20
9. Gwinner, Nanette. 2006. Your Veteran Affairs Hearing Aid. Denver: Department of
Veterans Affairs Denver Distribution Center.
10. American Academy of Audiology. 2001. Hearing Aids. Mclean VA: NIH Publication
11. FDA Consumer Health Information. 2009. A New Online Guide to Hearing Aids.
(www.fda.gov) diakses tanggal 16 Desember 2014
12. Swartz, Mark H. 1995. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC
13. Kimball, Suzanne H. et al. 2013. Hearing Aids (www.medscape.com) diakses tanggal
16 Desember 2014
14. Dewi, Yussy Afriani. 2007. Presbiakusis. Disampaikan pada Seminar Ilmu Penyakit
Dalam, Bandung 13 Juli 2007.
15. Kochkin, Sergei. 2005. Your Guide to Hearing Aids. Alexandria: Better Hearing
Institute
21