Você está na página 1de 13

TUGAS SEJARAH

Revolusi Cina

Nama : Kiki Widiyastuti


Kelas : XI IIS 1

SMA N 95 JAKARTA

1. AWAL DAN TUJUAN BANGSA BARAT DATANG KE CINA


Dahulunya, hanya sedikit sekali orang Cina yang mendiami Macau. Kemudian pada
pertengahan abad ke enam belas, Portugis masuk ke kawasan tersebut. Kala itu
orang-orang Portugis dikenai tarif sewa (fora do choda), atau jika tidak mereka akan
lebih memilih untuk menyuap pejabat lokal untuk mendapatkan izin tinggal Hingga
pada akhirnya Portugis mampu menancapkan jangkar kekuasaan di kawasan tersebut
tanpa upaya penaklukan yang diiringi dengan kekerasan. To some degree, Macau
became jointly governed over the centuries, although most local administration was
in the hands of the Portuguese while the Chinese maintained control over customs
through a Chinese magistrate just north of Macau and a customs house in the town
(Edmonds & Yee. 1999: 803).
Power yang dimiliki Portugis di atas wilayah tersebut semakin berkembang dan
meluas seiring kalahnya Cina dalam Perang Opium, tepatnya pada sekitaran tahun
1849. Kekuasaan Portugis bertahan cukup lama. Sebagai upaya untuk
mempertahankannya, maka Portugis mencoba mempopulerkan bahasa mereka. Bahasa
Portugis diajarkan di sekolah-sekolah negeri khusus ras Portugis dan Macaense (ras
campuran Cina-Portugis).
Bangsa Eropa yang datang pertama kali di China adalah Inggris pada abad ke 16 yang
memilih untuk berdagang opium yang didatangkan dari India. Opium adalah sejenis
candu yang berasal dari buah candu. Pada masa itu cukup luas penggunaan opium
dalam masyarakat China. Bisnis Inggris memasarkan opium sukses telak dengan
mendapatkan pemasaran yang sangat luas di China. Banyaknya pecandu menjadikan
ppemerintah China yang pada masa itu dibawah Kaisar Tao Kwang mengambil tindakan
tegas dengan melarang, menyita, dan memusnahkan opium di berbagai wilayah. Reaksi
tersebut menyulut Inggris untuk menyatakan perang yang dikenal dengan Perang
Opium. Inggris mendulang kemenangan dalam perang ini yang kemudian memaksa
China untuk menandatangani perjanjian Nanjing yang salah satu isinya adalah
menyerahkan Hongkong kepada Inggris sebagai tanah jajahannya.
Setelah Hongkong digenggam Inggris selama lebih dari satu setengah abad lamanya,
akhirnya Hongkong dikembalikan kepada China pada tahun 1997. Semasa di bawah
pendudukan Inggris, Hongkong berjalan diatas paham demokrasi kapitalis yang
membawanya tumbuh pesat. Muncul kekhawatiran akan terjadi perubahan system
pada saat itu mengingat China menerapkan system sosialis komunis yang pertumbuhan
ekonominya masih berada di bawah Hongkong. Deng Xiaoping, pemimpin China pada
masa itu menerapkan konsep satu Negara dua system yang memberikan otonomi
khusus pada Hongkong terkait banyak hal: mata uang, bea cukai, imigrasi, system
hukum, terkecuali pertahanan nasional dan hubungan diplomatic tetap dipegang oleh
pemerintah pusat di Beijing.
Mengawali Macau sebagai daerah jajahan Portugis yang datang pada abad ke 16 yang
kemudian mulai mendirikan titik-titik perdagangan di sana. China memperoleh imbalan
upeti dari Portugis sebagai sewa atas Macau. Kendati demikian, China tetap berusaha
mempertahankan kedaulatannya dan warga Cina di Macau tunduk pada hukum Cina
meski Macau berada di bawah pemerintahan Portugis. China terus berupaya

menegakkan otoritas dengan menarik pajak bumi dan menguatkan adat istiadatnya,
meski di Macau telah diangkat Gubernur Portugis yang pertama.
Akibat dibangunnya pelabuhan sepanjang pantai Macau, pada abad ke 17 dan 18
Macau menjadi pusat perdagangan yang sangat penting bagi Portugis dengan China,
juga bagi banyak Negara di Asia Tenggara hingga Meksiko. Makau masih berada di
bawah yurisdiksi koloni Portugis bersama Timor Timur yang diakui Lisbon sebagai
propinsi seberang lautan Portugis. Akan tetapi tidak demikian dengan Beijing.
Pada tahun 1979, Portugis dan China menjalin hubungan diplomatic dan Beijing mulai
mengakui Macau sebagai propinsi Portugis. Beberapa saat kemudian, Gubernur Macau
mengunjungi China demi mencari jalan tengah yang baik bagi status Macau.
Perundingan beberapa kali dilakukan hingga ditemui suatu hasil yang menyatakan
kembalinya Macau ke dalam kedaulatan China secara penuh sebagai Daerah
Administratif Khusus pada tanggal 20 Desember 1999. Sebagaimana Hongkong,
pemerintah China juga menerapkan system satu Negara dua system bagi Macau
dengan perjanjian bahwa China tidak akan memaksakan sistemnya pada Macau,
terkecuali urusan pertahanan dan hubungan diplomatik.
Memasuki abad dua puluh, legitimasi Portugis semakin meredup, ditambah dengan
pengaruh-pengaruh yang datang dari otoritas Cina dan luar negeri. Otoritas Portugis
di Macau juga mendapat tentangan dari penduduk lokal. Hampir sembilan puluh enam
persen penduduk Macau kini merupakan keturuanan ras Cina. Wilayah Macau yang
hanya memiliki luas 23,5 kilometer persegi tidak memiliki sumber daya yang cukup,
sementara kebutuhan energi meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk. Hal
tersebut semakin diperparah ketika Cina memutuskan utnuk berhenti memberikan
pasokan ke Macau pada tahun 1950. Banyak penduduk beralih pada sekolah-sekolah
swasta yang berbahasa Kanton maupun Inggris. Imbasnya, pengetahuan para
penduduk mengenai Portugis dan ketidakahlian mereka menguasai bahasa Portugis
menghalangi mereka untuk manjabat di pemerintahan. The Portuguese from Portugal
largely came on short-term contracts and, after 1974, generally left the territory
with every change in Portuguese national politics (Edmonds & Yee. 1999: 804).
Portugis menjadi bergantung pada Macaens sebagai sarana untuk berkomunikasi pada
penduduk berbahasa Kanton. Hal ini kemudian terakumulasi, menyebabkan penduduk
Cina pribumi menjadi terasing dan hanya mendapatkan bagian kecil di pemerintahan.
Perubahan dalam politik Macau terjadi paska revolusi Portugis, menjadi lebih liberal.
Pada tahun 1976 parlemen Portugal meratifikasi the Organic Statute of Macau,
memberikan constitutional power untuk menyusun undang-undang, mengamandemen
the Organic Statute, dan mengawasi pengeluaran. Dewan perwakilan terdiri dari
tujuh belas kursi, enam diantaranya dipilih secara langsung, enam lainnya dipilih oleh
kelompok kepentingan sesuai dengan aturan yang berlaku saat ini, dan lima sisanya
ditunjuk oleh gubernur.
Bagaimanapun juga, rezim Macau telah membantu RRC pada masa dimana RRC
diisolasi oleh dunia internasional serta mendapatkan sanksi ekonomi dari Amerika dan
sekutu tepatnya pada sekitaran tahun 1950 dan 1960. Macau menjadi penting
mengingat kawasan tersebut merupakan titik transfer dan masuknya jutaan dolar
Amerika untuk warga RRC dari luar Cina. Macau merupakan tempat penyaluran

strategic goods yang diimpor oleh RRC, juga tempat penyelundupan obat-obatan
terlarang, serta sebagai regional gold transhipment centre. Hubungan BeijingPortugis berubah sejak terjadinya pembantaian Tiannmen 1989. Beijing berusaha
mencari dukungan Portugis, menjalin hubungan baik, kerjasama, dan persahabatan.
Sementara isu persiapan penyerahan kedaulatan Macau diurus oleh grup bentukan,
Joint Liaison Group. Strategi Beijing terkait proses transisi Macau terbagai ke
dalam tiga tahapan; pra 1989, 198989 hingga 1997, dan paska 1997 (Edmonds & Yee.
1999: 807).
Proses Transisi di macau dipengaruhi oleh sikap dan strategi politik pemerintah
Beijing, Lisbon, dan Macau (Edmonds & Yee. 1999: 815). Pihak Beijing lebih cenderung
tidak ingin mengintervensi terlalu dalam dan memberikan pressing yang terlalu kuat
terhadap isu lokalisasi. Elit lokal pro-Beijing yang dominan juga tidak terlalu
mengkritisi pemerintahan Portugis di Macau. Sementara pemerintahan PortugisMacau mencoba untuk meraup keuntungan sebanyak mungkin. Proses transisi juga
dipengaruhi oleh kepatuhan penduduk lokan dan komunitas internasioanl.
Pada tanggal 3 April tahun 1987 RRC dan Portugal menandatangani Joint Declare
yang menyebutkan bahwa RRC menyetuji dan bersedia untuk melanjutkan pelaksanaan
kedaulatan di wilayah Macau per tanggal 20 Desember 1999. Macau yang merupakan
daerah SAR (Special Administrative Region) akan diberi otonomi tingkat tinggi.
Namun untuk urusan pertahanan dan luar negeri, Beijing akan mengambil tanggung
jawab. Untuk memastikan bahwa Joint Declare dapat terlaksana dengan tepat dan
menghasilkan atmosefer yang sesuai agar pelaksanaannya dapat menjadi efektif,
Portugal dan RRC sepakat untuk membentuk Luso-Chinese Joint Liaison group dan a
Luso-Chinese Land Group. Keberadaan keduanya kemudian secara sukses mengawal
masa smooth transition Macau terhadap kekuasaan Cina. Tidak jarang juga transisi
Macau dari Portugal ke RRC dibanding-bandingkan dengan transisi yang dialami oleh
Hongkong yang lebih kepada rough transition.
Sementara Macau diduduki oleh Portugis, Hongkong diduduki oleh Inggris.
Kedatangan Inggris ke Cina berawal dari abad ke enam bela yang kemudian membuka
pasar perdagangan Opium. Opium adalah suatu komditas yang tengah digandrungi
oleh penduduk Cina kala itu. Efek negatifnya, banyak sekali penduduk Cina yang
kemudian menjadi pecandu. Kaisar Cina, Tao Kwang, mengambil tindakan tegas dalam
menindaklanjuti kondisi tersebut, yakni dengan cara menyita, melarang, dan
memusnahkan opium. Atmosfer yang demikian secara kontan menyulut amarah bangsa
Inggris. Terselutlah kedua pihak ke dalam perang Opium. Kekalahan Cina pada perang
ini memaksanya untuk menandatangani perjanjian Nanjing dan menyerahkan Hongkong
kepada Inggris.
Selama lebih dari satu setengah abad Hongkong berada di bawa otoritas Inggris. Di
atas paham demokrasi kapitalis, Hongkong dirubah menjadi sebuah kawasan yang
tumbuh dengan pesar. Pada tahun 1997, Hongkong secara resmi dikembalikan kepada
Beijing. Deng Xiaoping yang kala itu memimpin Cina memberikan otonomi khusus pada
Hongkong. Layaknya Macau, Hongkong juga dijadikan sebagai daerah SAR. Di sini
Beijing memegang kontrol atas pertahanan nasional dan hubungan diplomatik.
Sementara pemerintah lokal Hongkong memiliki wewenang dalam mengatur mata

uang, bea cukai, imigrasi, dan juga sistem hukum yang berlaku.
KESIMPULAN
Akhirnya dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa peristiwa yang terjadi dalam
hubungan antara China dengan Macau dan Hongkong pada dasarnya relative sama.
Keduanya pada awal mulanya didasari oleh perebutan kekuasaan oleh koloni yang
kemudian kembali dengan system keistimewaan satu Negara dua sistem. Konsep ini
memberikan keistimewaan-keistimewaan dalam bentuk otonomi untuk mengatur
dengan caranya sendiri. Dalam implementasinya, system ini mampu berjalan cukup
baik. Sebagaimana dicontohkan ketika terjadi krisis moneter Asia pada tahun 1997,
Beijing menyokong penuh pertumbuhan ekonomi Hong Kong sehingga mampu bertahan
dan melaju cukup pesat. Bersamaan dengan itu, ekonomi China juga berkembang
dengan cepat sehingga taraf ekonomi masyarakat China dan Hongkong mampu
berimbang.
2. Nasionalisme China
Dinasti terakhir kekaisaran Cina adalah dinasti Manchu yang memerintah sekitar
tahun 1644 sampai dengan 1912 yang berasal dari Asia Tengah, sehingga sebenarnya
merupakan dinasti asing bagi rakyat Cina. Kaum atau penduduk bangsa Manchu adalah
seorang tuan-tuan tanah besar yang telah memmiliki hak-hak istimewa. Dalam abad
ke 19 kekaisaran Cina dalam keadaan lemah, sehingga tidak mampu menghadapi
kekuasaan Eropa. Akibat kekalahannya dalam perang candu, Cina harus menyerahkan
Hongkong dan lima pelabuhan harus dibuka bagi bangsa Eropa saat itu. Dalam perang
dengan Jepang pada tahun 1894-1895 kekaisaran Cina juga kalah dan terpaksa harus
melepaskan Formosa kepada Jepang berdasarkan perjanjian Syimonoseki.
A.

Runtuhnya Dinasti Manchu


Mulai pertengahan abad ke-17 ( 1644), Cina berada di bawah kekuasaan dinasti
asing yakni Dinasti Machu. Di bawah pemerintahan Kaisar K'ang Hsi (16621722) dan
Ch'ien Lung (17361796), Cina mengalami masa kejayaan. Akan tetapi, setelah
meninggalnya kedua kaisar tersebut. Dinasti Manchu berangsur-angsur mengalami
kemunduran dan akhirnya runtuh.
1)
Perang Candu (18391842).
Gerakan kebangsaan Cina tidak hanya berjuang untuk pembaharuan, tetapi juga untuk
menentang pengaruh orang asing, dan meruntuhkan dinasti Manchu seperti yang telah
dijelaskan diawal tadi.
Berawal dari aktivitas Inggris yang memasukkan candu secara besar-besaran ke
Cina tanpa membayar bea cukai menyebabkan Cina (Lin Tse Hsu) membuang 20.000
peti candu seharga 9 juta dollar ke laut. Hal ini menimbulkan ketegangan antara Cina
dan Inggris sehingga meletuslah Perang Candu. Perang berakhir dengan kemenangan
Inggris dan diakhiri dengan Perjanjian Nanking, 29 Agustus1842.
Perjanjian Nanking isinya, antara lain sebagai berikut:
a)
Cina menyerahkan Hongkong kepada Inggris.
b)
Cina mengganti kerugian perang sebesar 6 juta dollar.

c)
Lima kota pelabuhan (Canton, Amoy, Foochow, Ningpo, dan Shanghai) dibuka
untuk perdagangan asing.
Kekalahan Cina dalam Perang Candu ini mengakibatkan martabat bangsa Cina menurun
dan suramnya Dinasti Manchu di dunia internasional.
2)
Pemberontakan T'ai Ping.
Pemberontakan ini dilakukan oleh rakyat Cina yang bertujuan untuk menggulingkan
kekuasaan Dinasti Manchu. Adapun sebab-sebab timbulnya pemberontakan T'ai Ping,
antara lain sebagai berikut:
a)
Lenyapnya kepercayaan rakyat Cina terhadap Dinasti Manchuakibat
kekalahannya dalam Perang Candu.
b)
Rakyat yang sudah menderita masih dibebani pajak yang tinggi untuk ganti
kerugian perang.
c)
Timbulnya semangat nasionalisme.
d)
Berkembangnya agama Kristen Pemberontakan meletus pada tahun 1851 di
Kwangsi di bawah pimpinan Hung Hsiu Chuan. Dengan paham Kristennya, Hung ingin
membebaskan rakyat Cina dari kekuasaan Dinasti Mancu yang korup dan bobrok. Di
Nanking, Hung Hsiu Chuan berhasil mengangkat dirinya menjadi raja dengan gelar
T'ien Wang (Kaisar Langit) dan kerajaannya dinamakan T'ai Ping Tien Kuo (Kerajaan
Surga yang Abadi). Namun, pemberontakan ini akhirnya berhasil dipadamkan oleh
Dinasti Manchu pada tahun 1864.
3)
Perang Cina Jepang I (18941895)
Lama sebelum perang berlangsung, Korea adalah negeri jajahan Cina. Namun, mulai
1894 Jepang menaruh perhatian yang sangat besar kepada Korea sehingga berusaha
merebutnya dengan melawan Cina. Perang berakhir dengan kemenangan Jepang dan
diakhiri dengan Perjanjian Shimonoseki, 17 April 1895. Perjanjian Shimonseki isinya,
antara lain sebagai berikut:
a)
Cina mengakui kemerdekaan Korea.
b)
Cina harus menyerahkan Kepulauan Pescadores dan Taiwan kepada Jepang.
c)
Cina harus membayar ganti kerugian besar sebesar 200 juta tael.
4)
Pemberontakan Boxers
Gerakan Boxers semula anti terhadap Dinasti Manchu, namun oleh Kaisar Janda Tua,
yakni Ibu Tzu Hsi, kemudian dibujuk supaya anti terhadap Barat. Boxes mengepung
perwakilan Barat yang ada di Peking. Karena merasa terancam, negara-negara Barat
yang mempunyai perwakilan di Peking kemudian membentuk pasukan internasional.
Berkat pasukan internasional gerakan Boxers berhasil dipadamkan dan diakhiri
dengan Protokol Peking 1901.
B.
Timbulnya Nasionalisme Cina
Sebab-sebab timbulnya nasionalisme Cina adalah sebagai berikut:
1)
Lenyapnya kepercayaan rakyat Cina terhadap Dinasti Manchu. Dinasti Manchu
yang pernah membawa kejayaan Cina, kemudian menjadi pudar setelah kedua kaisar
besar (K'ang Hsi dan Ch'ien Lung) meninggal. Akibatnya, lenyap pula kemakmuran
Cina.
2)
Pemerintahan Manchu dianggap kolot dan telah bobrok.
3)
Adanya korupsi dan pemborosan yang merajalela, terutama di kalangan Istana

Manchu.
4)
Kekalahan Cina dalam Perang CinaJepang I.
5)
Munculnya kaum intelektual Cina. Mereka telah mengenal pahampaham Barat,
seperti liberalisme, nasionalisme, dan demokrasi. Dari kaum intelektual inilah
kemudian muncul cita-cita untuk menggulingkan pemerintahan Manchu.
C.
Ajaran Dr. Sun Yat Sen
Kekalahan demi kekalahan diderita oleh Cina akibat pemerintahan Manchu yang
makin lemah. Hal ini menyadarkan rakyat Cina, terutama kaum muda untuk bangkit
menyelamatkan bangsa dan negaranya. Dari kelompok inilah, kemudian tampil salah
seorang tokoh nasional Sun Yat Sen. Ajarannya San Min Chu I (Tiga Asas
Kerakyatan), yakni min t'sen (kebangsaan atau nasionalisme), min tsu (kerakyatan
atau demokrasi ), dan min sheng (kesejahteraan atau sosialisme). Dengan asas San
Min Chu I, Sun Yat Sen bercita-cita setelah Manchu runtuh akan dibentuk satu
pemerintahan pusat yang demokratis. Di samping itu, akan mengangkat harkat dan
martabat bangsa Cina sejajar dengan negara-negara Barat. Ia berhasil mengadakan
pendekatan kepada rakyat dan menghimpun kekuatan rakyat di Cina Selatan untuk
menggulingkan Manchu. Pada tanggal 10 Oktober 1911 meletuslah revolusi di Wuchang
(Wuchang Day) di bawah pimpinan Li Yuan Hung dan berhasil menggulingkan
kekuasaan Manchu. Itulah sebabnya, tanggal 10 Oktober 1911 kemudian dijadikan
hari Kemerdekaan Cina. Dengan Revolusi Cina 1911, berarti runtuhlah kekuasaan
Manchu. Selanjutnya, pada tanggal 1 Januari 1912 Sun Yat Sen dipilih sebagai
Presiden Cina yang baru. Saat itu, wilayah Cina baru meliputi wilayah Cina Selatan
dengan Nanking sebagai ibu kotanya. Cina Utara diperintah oleh Kaisar Hsuan Tsung
(yang masih kanak-kanak) dengan didampingi oleh Yuan Shih Kai menyerahkan
kekuasaan kepada rakyat Cina (12 Februari 1912). demikian berakhirlah kekuasaan
Manchu di Cina. Wuilayah Cina Selatan dan Cina Utara berhasil dipersatukan. Yuan
Shih Kai yang turut menandatangani penyerahan kekuasaan dan diberi kekuasaan
untuk mengaturnya. Ia pun berambisi besar untuk menjadi presiden. Demi tetap
tegaknya Republik Cina dan untuk terhindar dari perang saudara maka Sun Yat Sen
mengundurkan diri dari jabatan presiden (15 Februari 1912) dan menyerahkannya
kepada Yuan Shih Kai. Sun Yat Sen mengundurkan diri ke Canton pada bulan Agustus
1912 dan mendirikan Partai Kuo Min Tang (nasional) dengan asas San Min Chu I. Pada
perkembangannya, setelah Yuan Shih Kai menjadi presiden, ia bertindak diktator
seperti kaisar. Pada tahun 1916, Yuan Shih Kai meninggal sehingga memberi
kesempatan Sun Yat Sen kembali memimpin Cina Selatan. Di Cina Utara kemudian
berdiri Partai Kung Chang Tang (komunis) di bawah pimpinan Li Li-san sebagai
tandingan Partai Kuo Min Tang. Sun yat Sen bercita-cita untuk menyatukan seluruh
Cina, namun sayang citacitanya belum terwujud telah meninggal dunia ( 1925) dan
digantikan oleh Chiang Kai Shek.
D.
Peran Dr. Sun Yat Sen Dalam Nasionalisme di Cina
Salah satu tokoh nasionalis Cina adalah Dr. Sun Yat Sen. Berikut ini simaklah
perjuangan Dr. Sun Yat Sen . Dr. Sun Yat Sen merupakan tokoh nasionalis Cina
ternama. Ia mencita-citakan Cina baru yang didasarkan San Min Chu I (Tiga Sendi
Kedaulatan Rakyat) yaitu nasionalisme, demokrasi dan sosialisme.

Revolusi nasional di bawah pengaruhnya meletu di Wuchang 11 Oktober 1911.


Mulanya revolusi ini berperan di Cina Selatan, sementara Cina Utara masih dikuasai
orang Manchu (kaisar Pu Yi) dan para Warlord. Demi membentuk Cina bersatu
(utara dan selatan) ia rela menjadi presiden jendral Yuan Shih Kai 1911-1916 (salah
satu Warlord yang berpengaruh). Sementara Dr. Sun Yat Sen mengundurkan diri ke
Kanton dan mendirikan KuoMinTang (Partai Nasionalis). Antara 1916-1922 di Cina
terjadi kekacauan dan akhirnya dapat dipadamkan dan Dr. Sun Yat Sen menjadi
preesiden sampai akhir hayatnya 1924.Pengganti Dr. Sun Yat Sen adalah Chuang Kai
Shek.
Chiang berhasil mengalahkan panglima perang. Keberhasilan Chiang ditopang oleh
cara agen komunis yang mempengaruhi rakyat (petani di Utara) untuk menentang
para panglima perang. Tetapi Chiang khawatir kaum komunis akan berbalik
menentangnya. Kemudian, dia memerintahkan pembantaian para pendukung kaum
komunis. Jenderal Chiang Kai Sek dan kaum komunis walaupun telah berjuang
bersamasama, tetapi satu sama lain tidak saling percaya. Salah seorang komunis yang
bernama Mao Zedong selamat dari pembantaian itu. Kemudian dia memimpin
perlawanan dengan membentuk pemerintahan yang berkiblat kepada Soviet. Akhirnya
pasukan Mao berjaya. Tahun 1949, Mao mendirikan Republik Rakyat Cina (RRC).
Sementara Chiang Kai Shek yang di dukung Amerika Serikat namun tidak di dukung
oleh rakyat (petani) beserta pendukungnya meninggalkan Cina daratan maupun lautan
melanjutkan pemerintahan menurut garis politik kuo Min Tang.
3. Masa Awal Republik Cina
Sejarah awal China dirumitkan oleh ketiadaan bahasa tuliasan pada zaman ini, serta dokumendokumen dari zaman-zaman kemudian yang cuba memerihalkan peristiwa-peristiwa yang berlaku
berabad-abad dahulu. Dari sesetengah segi, masalah ini terdiri daripada penyelidikan-penyelidikan
fikiran dan perasaan diri sendiri oleh orang-orang Cina yang mengaburkan perbezaan antara fakta
dan fiksyen tentang sejarah awal mereka. Menjelang tahun 7000 SM, orang-orang Cina telah
menanam sekoi yang menimbulkan kebudayaan Jiahu. Kebudayaan Yangshao kemudian
digantikan dengan kebudayaan Longshan pada sekitar 2500 SM. Tapak-tapak arkeologi seperti di
Sanxingdui dan Erlitou membuktikan sebuah tamadun Zaman Gangsa di China. Pisau gangsa
terawal yang wujud sejak 3000 SM ditemui di Majiayao yang terletak di provinsi Gansu dan
Qinhai.
4. Revolusi Kebudayaan Cina
Revolusi Kebudayaan adalah revolusi besar yang terjadi di Cina antara tahun 1966 dan 1969.
revolusi Kebudayaan merupakan revolusi di segala bidang untuk mengembalikan Cina kepada
ajaran Maoisme yang dirasakan semakin lama semakin luntur karena digerogoti anasir-anasir
Barat. Revolusi ini digerakkan oleh Mao Tse Tung sebagai puncak perseteruannya dengan pejabat
Presiden Liu Shaoqi dan kelompoknya yang dituduh beraliran kanan, mendukung intelektualisme
dan kapitalisme. Revolusi ini ditandai dengan dibentuknya Pengawal Merah, sebuah unit
paramiliter yang mayoritas anggotanya adalah mahasiswa-mahasiswa yang mendukung Mao dan

ajaran-ajaranya.
Revolusi Kebudayaan sesungguhnya merupakan reaksi atas kegagalan pelaksanaan kebijakan
Lompat Jauh ke Depan, yang dicanangkan Mao Tse Tung pada awal 1958. Setelah kegagalan
ekonomi yang dramatis tersebut, Mao mundur dari jabatannya sebagai Presiden Cina. Kongres
Rakyat Nasional melantik Liu Shaoqi sebagai pengganti Mao. Mao tetap menjadi Ketua Partai
Komunis, namun dilepas dari tugas ekonomi sehari-hari yang dikontrol dengan lebih lunak oleh
Liu Shaoqi, Deng Xiaoping dan lainnya yang memulai reformasi keuangan.
Liu Shaoqi sebagai Presiden Cina, diberikan tugas untuk melakukan pemulihan dan penyesuaian
kembali keadaan perekonomian negara dari krisis besar dan kekacauan parah yang menimpa Cina
akibat gerakan Lompat Jauh ke Depan. Liu mendapat tugas menstabilkan lagi perekonomian,
setidaknya seperti keadaan Pelita I dijalankan, sehingga upaya untuk mewujudkan pembangunan
Cina ke arah yang lebih baik dapat segera dilaksanakan.
Dalam kebijakan pembangunan barunya, Liu dan para pelaksana lainya meninggalkan sebagian
besar ciri-ciri Lompat Jauh ke Depan dan sebagian kembali pada sistem Pelita I. Penggunaan
intensif material ditolerir lagi dan diarahkan untuk meningkatkan kegiatan usaha atau produktifitas
kerja pendududuk, meskipun tidak sepenuhnya meniru pembangunan di Uni Sovyet. Para ahli,
teknisi dan cendekiawan diakui perananya dalam memberikan sumbangan pemikiran dan
mengembangkan gagsan-gagsan yang rasional serta jelas dalam revolusi ini. Mereka kemudian
mendapatkan kedudukanya kembali dalam masyarakat.
Banyak usaha industri yang primitif dan yang kurang dirasakan manfaatnya dalam Lompat Jauh
ke Depan, ditinggalkan dan dialihkan ke bentuk industri lain yang lebih bermanfaat. Organisasi
Komune Rakyat tetap dipertahankan, tetapi sifatnya yang ekstrim dihilangkan dan disusun lebih
terencana, terarah dan terstruktur sistematis mekanisme organisasinya, dengan pole pengelolaan
yang baik. Suatu kebijaksanaan pembangunan yang mendahulukan sektor pertanian, ditegaskan
dan sekaligus mengakui kerusakan berat yang dihadapi sektor ini dalam masa Lompat Jauh ke
Depan.
Pemerintah menyatakan bahwa sektor pertanian perlu dijadikan basis untuk menggerakan program
industrialisasi di masa yang akan datang. Sedangkan sektor industri diarahkan secara umum untuk
membantu pembangunan sektor pertanian. Perencanaan disusun atas dasar tahunan, dimana
terdapat desentralisasi administrasi perekonomian yang cukup besar pada tingkat propinsi dan
lokal. Sementara kegiatan swasta kecil-kecilan sebagai cerminan dari daya kreatifitas anggota
masyarakat yang dalam Pelita I telah memperlihatkan perkembangan positif dalam pertumbuhan
ekonomi negara akan diperkenankan kembali.
Revolusi Kebudayaan merupakan kelanjutan dari adu kekuatan antara aliran dogmatisme dengan
pragmatisme. Dalam suasana yang sangat mencekam bagi para penganut aliran pragmatisme itu,
Majalah Tentara Pembebasan Rakyat terbitan Shanghai edisi November 1965 melancarkan kritik
terhadap suatu seni drama karangan Wu Han yang berjudul Han Rui dipecat dari jabatanya.
Cerita tentang pemecatan terhadap Han Rui adalah suatu sindiran terhadap pemecatan Marsekal
Peng De Huai pada tahun 1956. Karya tulisan yang dipentaskan tersebut dinilai destruktif karena
dapat mempengaruhi masyarakat untuk menyimpulkan bahwa kebijaksanaan Mao Tse Tung
terhadap Peng De Huai adalah suatu kesalahan. Sejak itu semua orang yang membela Wu Han
dikenakan kritik sebagai revisionis dan oportunis kanan, termasuk para pejabat di lingkungan
pemerintahan Beijing karena saat itu Wu Han menjabat sebagai Wakil Walikota Beijing.

Bulan Juni 1966, PKC menyerukan kepada para mahasiswa untuk memobilisasi rakyat massa
guna digerakan memberantas seni budaya yang ingin merubah diktatur proletar menjadi
kepemimpinan borjuis. Para pelajar dan mahasiswa kemudian digerakan untuk melancarkan kritik
terhadap anasir-anasir yang dinilai anti-partai dan anti-rakyat, seperti: Presiden Cina, Liu
shaoqi; Sekjen PKC, Deng Xiao ping; Kepala Staf Tentara Pembebasan Rakyat, Lo Rui Qing.
Kemudian para mahasiswa turun ke jalan dengan mengenakan pita di lengan bertuliskan
Pengawal Merah. Gerakan Pengawal Merah ini dari hari ke hari semakin brutal dengan
melakukan pengrusakan terhadap pelbagai kantor pemerintah, fasilitas umum, selain melakukan
teror dan penangkapan terhadap lawan-lawan politik Mao tse Tung.
Mao Tse Tung meresmikan suatu tim Revolusi Kebudayaan dengan Cheng Bo da sebagai
ketuanya. Pada awal Agustus 1966 Komite sentral PKC mengadakan sidang untuk merumuskan
garis kebijakan dalam mengendalikan Revolusi Kebudayaan. Rumusan tersebut terdiri dari 16
pasal, sebagai berikut:
1. Revolusi sosialis yang telah mencapai suatu tahapan baru itu telah menegakan Orde Baru yang
mengembangkan gagasan dan kebudayaan baru.
2. Keberanian untuk melangkah maju telah berhasil menumbangkan mereka yang menganut jalan
kapitalis.
3. Keberanian harus dilimpahkan kepada rakyat massa, sehingga dapat membongkar
pengkhianatan terhadap pikiran Mao Tse Tung.
4. Rakyat massa dipersilahkan mendidik diri dalam mengobarkan revolusi Kebudayaan.
Poster Berhuruf Besar supaya dimanfaatkan sebanyak-banyaknya agar dapat diperbaiki
kesalahan-kesalahan serta membeberkan pandangan-pandangan yang keliru
5. Diserukan agar ditegaskan siapa kawan dan siapa lawan.
Sasaran pokok dari Revolusi Kebudayaan adalah menumbangkan unsur-unsur dalam Partai
Komunis yang menganut paham kapitalis.
6. Metodenya adalah :
a. mengemukakan fakta-fakta
b. mengadakan ajakan untuk memperbincangkan fakta-fakta tersebut
c. menghindari tindakan kekerasan
7. Mencegah terjadinya tuduhan keliru terhadap rakyat revolusioner.
8. Mengadakan perbedaan antara :
a. Yang baik
b. Yang sedang
c. Yang berbuat salah, tetapi tidak anti-Partai dan tidak anti-sosialisme
9. Organisasi yang telah ada supaya dianggap sebagai alat kekuasaan dari Revolusi Kebudayaan.
10. Sistem dan prinsip-prinsip, dan cara mengajar yang lama harus diganti dengan sistem
pengajaran yang mengabdi pada politik proletar, dalam kaitanya dengan kerja produktif.
11. Kritik dengan menyebut nama, baru dapat dijalankan setelah diperbincangkan oleh Komite
Partai setempat, dan setelah mendapat persetujuan dari tingkat atasan.
12. Kritik terhadap para sarjana dan teknisi yang tidak anti-Partai / anti-Sosialisme dan tidak
berhubungan gelap dengan negara asing, harus dijalankan atas dasar Persatuan kritik
persatuan.
13. Sasaran pokoknya adalah; satuan-satuan kultural, pendidikan, dan pemerintah di kota-kota

besar dan kota-kota sedang.


14.
Tujuan dari Revolusi Kebudayaan adalah merevolusionerkan ideologi rakyat, dan
menambah produksi serta mutunya.
15. Di lingkungan Angkatan Bersenjata, edukasi sosial dan Revolusi Kebudayaan harus sesuai
dengan instruksi dari Komisi.
16. Pikiran Mao Tse Tung menjadi pedoman dari seluruh kegiatan.
Revolusi Kebudayaan adalah konsep kebijakan pembangunan yang mendasarkan diri pada
mobilisasi politik dan bukan pada prinsip-prinsip teknokratisme, seperti yang dijalankan pada
periode sebelumnya. Landsasan pemikiran yamg mengawasi prinsip mobilisasi ialah
materialisme-dialektis yang mengutamakan transformasi individu sebagai alat dan tujuan dari
pembangunan sosialis. Dalam pemikiran ini manusia komunis yang berusaha dibentuk adalah
individu yang tidak bekerja untuk dirinya sendiri, melainkan bekerja untuk kepentigan umum.
Kemudian usaha-usaha untuk meningkatkan kesejahteraan materi masyarakat harus mencakup
pembangunan watak individu, agar kreatifitas pribadinya dapat dikembangkan. Menurut Mao,
pembangunan ekonomi akan mencapai sasaranya, apabila dilakukan dilakukan dengan merata dan
seimbang, sehingga seluruh anggota masyarakat dapat menarik keuntungan bersama dan tidak ada
yang menerimanya secara sepihak. Demikian pula, spesialisasi atau perbedaan jenis pekerjaan,
antara pekerjaan biasa (kasar) dan pekerjaan mental, dapat dihindarkan. Oleh karena itu, partai
berperan sebagai pelopor dalam menumbuhkan motivasi rakyat dan dalam bersatu dan berjuang
demi kepentingan bersama.
Dari sudut pandang lain, Revolusi Kebudayaann yang dilancarkan Mao meliputi dua bidang
utama, yaitu mencakup pembaharua manajemen industri dan sistem pendidikan. Terhadap bidang
industri, sistem manajemen diarahkan pada pelaksanaan ajaran:
liang-san (dua partisipasi), yaitu buruh berpartisipasi dalam administrasi dan kader-kader
berpartisipasi dalam kerja buruh.
yi gai (satu pembaharuan), yaitu partisipasi massa secara positif dalam produksi.
san-jie-he (tiga kombinasi), yaitu aliansi segi tiga antara para kader, pekerja dan teknisi
dalam mendukung administrasi publik.
Di bidang pendidikan, Revolusi Kebudayaan diarahkan untuk mengkombinasikan dan
menyerasikan perkembangan ekonomi dengan revolusi sosial, dalam upaya menciptakan kondisi
dimana mayoritas rakyat, khususnya kelompok-kelompok kultural yang tertindas, tidak lagi
tergantung pada kekuasaan elit teknokrasi yang mengabdi pada kepentingan sendiri, dan tidak lagi
berada dalam lingkungan dominasi kekuasaanya. Usaha ini dilakukan dengan intensifikasi
pendidikan ideologi, agar kesadaran politik para pelajar dan mahasiswa meningkat, teori dan
praktik dalam sistem pendidikan terintegrasi, sistem pendidikan menjadi lebih respinsif terhadap
kebutuhan langsung produksi di daerah pedesaan, dan sistem pendidikan berkembang merakyat di
daerah pedesaan.
Dalam periode Revolusi Kebudayaan, pemujaan terhadap Ketua Partai ditingkatkan, dimana
pikiran-pikiran Mao yang dikumpulkan untuk konsumsi masyarakat banyak dalam sebuah Buku
Merah Kecil (Little Red Book), dinilai memberi jawaban atas setiap permasalahan yang mereka
hadapi. Nilai-nilai revolusioner dihidupkan dan diutamakan kembali, dengan menekankan
mobilisasi massa, pengawasan normatif dan pengurangan intensif material. Para birokrat,
teknokrat dan cendekiawan yang dianggap sebagai lapisan kelas baru, digantikan parananya oleh
Komite-komite Revolusioner, yang mementingkan ideologi, semangat massa dan kekuatan

kemauan manusiawi. Suatu hal yang penting, pada saat itu Mao mengadakan Gerakan
Pemindahan ke Daerah Pedalaman, yang memindahkan secara paksa 20 juta orang penduduk dari
kota-kota ke desa-desa, dalam rangka menerapkan program belajar dari kaum petani.
Beberapa masalah timbul dari kebijakan pembangunan Mao selama Revolusi Kebudayaan. Sebab
bagaimana mungkin keinginan untuk menerjunkan kaum buruh agar berpartisipasi dalam tugastugas administrasi, dan sebaliknya menerjunkan para kader politiknya untuk berpartisipasi dalam
pekerjaan buruh, dapat diharapkan keberhasilanya dalam waktu singkat. Harus diingat bahwa hal
itu memerlukan waktu penyesuaian, karena sebelumnya kaum buruh telah terbiasa dengan
pekerjaan di lapangan yang sifatnya kasar, serta asing sekali dengan pekerjaan administratif.
Sedangkan para kader politik justru telah terbiasa dengan tugas-tugas organisasi dan administratif,
masih asing dengan pekerjaan-pekerjaan buruh.
Konsep yi gai, yaitu partisipasi massa yang tinggi dalam setiap kegiatan produksi, masih lebih
mungkin direalisasi. Tetapi hal ini harus dibedakan dengan pengertian mobilisasi, dengan diikuti
oleh pengontrolan yang ketat. Dalam kenyataanya, yang muncul di Cina selama Revolusi
Kebudayaan lebih mendekati pada pengertian mobilisasi massa. Sementara itu aliansi buruhkader-teknisi ada kesan sengaja diciptakan Mao sebagai basis kekuatan untuk menghadapi
kekuatan kontra-revolusioner yang memperoleh dukungan kuat dari para birokrat dan buruh-buruh
industri.
Dalam hal lain, pembangunan sistem pendidikan tidak bissa dilepaskan dari keinginan Mao untuk
melanggengkan kharismanya dalam kepemimpinan politik Cina. Tujuan meningkatkan kesadaran
politik para pelajar dan mahasiswa, mengintegrasikan teori dan praktik dalam pendidikan, serta
merakyatkan pendidikan merupakan keinginan yang terlalu dipaksakan. Sebab akan timbul
pertanyaan, bagaimana mungkin semua hal itu bisa terwujud, apabila pusat-pusat pendidikan
ditutup, kaum intelektual disingkirkan, dan tindakan Mao yang sangat diktatorial.
Disadari, Revolusi Kebudayaan adalah sesuatu yamg sangat kompleks. Berkaitan dengan teori
penentuan waktu dan diktum revolusi permanen, maka Revolusi Kebudayaan merupakan revolusi
yang berlangsung dalam konteks perjuangan kelas yang berkesinambungan pada suprastruktur,
ketika keadaan obyektif yang terbentuk berdasarkan kontradiksi-kontradiksi di dalam masyarakat,
membuatnya perlu. Oleh karena itu, revolusi ini dilancarkan Mao untuk mengeliminasi para
pimpinan nasional yang bertentangan denganya dalam percaturan politik Cina, agar pembangunan
sosialis dapat diarahkan sesuai dengan konsepsi pemikiranya.
Dengan menggunakan kaum muda, kader-kader partai yang setia kepadanya dan orang-orang yang
direkrut dari golongan militer, Mao melakukan tindkan pembersihan terhadap Liu dan kawankawan. Liu Shaoqi, Presiden Cina, kemudian mengalami perlakuan buruk dan mati dalam keadaan
menyedihkan. Deng Xiao Ping, sekjen PKC, diasingkan dalam pembuangan di Jiangxi. Ia juga
mendapat perlakuan buruk selama dalam pengasingan, seperti seorang pekerja rodi. Sedangkan
Peng Dehuai, bekas Menhankam Cina, menghadapi penyiksaan berat dan mati dalam keadaan
setengah lumpuh. Sejarahwan Wu Han sendiri mengalami nasib seperti Hai Rui dalam tulisanya,
bahkan tidak hanya kehilangan kedudukan, ia juga mati mengenaskan.
Selain itu, Mao juga melepaskan Pengawal Merah, yang terdiri dari tentara dan kaum
milisia, dan menggerakan jutaan pemuda untuk membinasakan apapun dan siapapun yang
dikategorikan sebagai sebagai segala sesuatu yang berbau kapitalis dan bertentangan dengan
pendirian revolusionernya dalam kebijakan pembangunan Cina. Mereka, orang-orang yang
berperang dalam kemajuan pembangunan dan mempunyai sumbangan pemikiran yang tidak

sedikit, seperti kaum cendekiawan, seniman dan tenaga-tenaga profesional, menjadi korban
berikutnya dari aksi kekerasan Mao. Sementara Jiang Qing, Zhang Chung Qiao, Wang Hu Wen
dan Yao Wen Yuan (Empat Serangkai) yang berada di belakang Mao, memperbesar jumlah korban
yang haerus dibinasakan, dengan memasukan dalam kategori-kategori baru, siapa saja yang masih
termasuk musuh, pengkhianat dan para pengikut kapitalis.
Berdasarkan data yang diperoleh, antara 250.000 sampai 500.000 jiwa rakyat tewas selama
Revolusi Kebudayaan ini. Sedangkan jutaan rakyat lainya mengalami penderitaan fisik dan psikis
akibat dikirim ke kamp-kamp kerja paksa dan diteror, serta dikejar-kejar oleh gerombolangerombolan orang yang diatur sebagai massa yang marah dalam berbagai bentuk kampanye
mobilisasi, restorasi pemikiran, re-edukasi dan rekonstruksi pribadi sosialis yang baru. Keadaan
ini berlangsung selam sepuluh tahun memporak-porandakan seluruh negeri dan menyengsarakan
lebih dari 100 juta rakyat Cina.
Pengaruh Revolusi Kebudayaan terhadap perekonomian nasional sangatlah besar. Produksi sektor
industri merosot di tahun 1967 dan baru pulih kembali pada tahun 1969, meskipun sektor
pertanian hanya mengalami sedikit kerugian. Selama sepuluh tahun kekacauan berlangsung,
terjadi kerusakan diri atas kaum muda karena banyak sekolah ditutup. Pada sekolah-sekolah yang
masih dibuka, kurikulum sangat disederhanakan dan sistem ujian dihapus, sehingga mutu
pendidikan merosot. Akibat adanya pengiriman anak-anak usia sekolah dari kota ke daerah
pedesaan untuk bertani, tercatat tidak kurang dari 100 juta anak muda kembali menjadi buta huruf,
disamping banyak lowongan kerja yang diisi oleh tenaga-tenaga yang tidak ahli. Korban jiwa,
kemunduran pendidikan, kehancuran seni dan peradaban, kebangkrutan pabrik-pabrik, adalah
berbagai akibat yang dihasilkan Revolusi Kebudayaan.
Dari segi pemerataan, kebijakan-kebijakan pembangunan Mao, menghasilkan prestasi yang
mengagumkan. Dalam hal itu hasil yang diraih Cina lebih baik dibandingkan negara-negara
sedang berkembang pada umumnya. Keunggulan tersebut harus diakui, walaupun dari segi
kesejahteraan hidup penduduk, kondisi Cina masih jauh dari yang diharapkan.

Você também pode gostar