Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Kata "tarekat" berasal dari bahasa Al-Quran, "thariqah", yang berarti jalan,
cara, metode. Yang dimaksud di sini adalah metode/ jalan mendekatkan diri
kepada Allah- taqarub ila Allah -- berupa amalan yang ditentukan dan
dicontohkan Rasulullah saw dan dikerjakan oleh para sahabat dan tabiin, dan
diturunkan secara turun temurun sampai pada guru-guru tarikat. Transmisi
rohaniah guru tarekat kepada guru yang lebih muda disebut "silsilah
tarekat". Sedangkan guru tarekat disebut "mursyid" yaitu orang yang mendapat
amanat untuk membimbing murid-murid dalam mendekatkan diri kepada Allah,
setelah mendapat ijazah atau "hirqah shufiah".
Tarekat adalah "the inner and asetoric dimension of Islam", suatu istilah
yang berpadanan dengan perkataan "al-bawathin" dalam literatur tasawuf bahasa
Arab. Istilah ini sering dipertentangkan dengan "al-syari'ah" yang merupakan
dimensi luar ajaran Islam, yang sering disebut "al-zhawahir". kedua istilah
ini berarti jalan. namun thariqah berarti jalan kecil, sedang syari'ah
berarti jalan besar. Dua jalan ini harus dilalui dengan baik, dengan
mengamalkan keduanya secara seimbang agar ibadah benar-benar paripurna,
lahir dan batin.
Jika tarekat itu dilakukan tanpa didasari ilmu yang benar maka seseorang akan
mudah terjerumus. Karenanya tidak sedikit kita temukan tarekattarekat yang pada
awalnya murni, bersih dari penyimpangan-penyimpangan dari syari'at Islam dan
dirintis oleh ulama-ulama sufi yang hakiki, kini banyak mengalami perubahan yang
mengarah kepada penyimpangan dari ajaran syari'at Islam. Ini semua terjadi karena
dangkalnya ilmu orang yang menjalankan tarekat tersebut. Hingga sebagian orang
meyakini bahwa tarekat adalah wajib atau dzikir secara mutlak adalah wajib. Bahkan
dalam beberapa tarekat menyebar paham Hulul (keyakinan bahwa Allah menempati
makhluk-Nya) dan Wahdatul Wujud (keyakinan bahwa Allah menyatu dengan
makhluk-Nya) yang merupakan salah satu bentuk kekufuran yang sangat keji dan
parah, lebih parah dari kekufuran orang nasrani sekalipun seperti dijelaskan oleh
Imam as-Suyuthi dan lainnya.
Tarekat adalah upaya untuk meneladani akhlak para Ahlullah; para wali dan
orang-orang saleh dan merutinkan dzikir-dzikir tertentu dengan cara tertentu yang
tidak menyalahi syara' yang dicetuskan oleh pendiri tarekat. Tarekat bermuara kepada
ketakwaan dan kesalehan yang sesungguhnya. Tarekat adalah pelengkap, modal
utamanya adalah bertakwa, yaitu melaksanakan kewajiban dan menjauhi hal-hal yang
diharamkan. Tarekat hukumnya sunnah artinya baik dilakukan tetapi tidak berdosa
jika ditinggalkan. Kita jangan sampai menjadi orangorang yang tertipu karena
mengikuti tarekat lalu amalan-amalan yang hukumnya wajib cenderung kita abaikan,
seperti menuntut ilmu agama yang pokok misalnya. Menuntut ilmu agama jauh lebih
besar nilai pahalanya dari pada mengamalkan tarekat, karena menuntut ilmu agama
hukumnya wajib bagi setiap muslim dan muslimah.
Tasawuf
Tidak mengherankan kalau kata sufi dan tasawuf dikaitkan dengan kata-kata
Arab yang mengandung arti suci. Penulis-penulis banyak mengaitkannya dengan
kata:
1. Safa dalam arti suci dan sufi adalah orang yang disucikan. Dan memang, kaum
sufi banyak berusaha menyucikan diri mereka melalui banyak melaksanakan
ibadat, terutama salat dan puasa.
2. Saf (baris). Yang dimaksud saf di sini ialah baris pertama dalam salat di mesjid.
Saf pertama ditempati oleh orang-orang yang cepat datang ke mesjid dan
banyak membaca ayat-ayat Al-Qur'an dan berdzikir sebelum waktu salat
datang. Orang-orang seperti ini adalah yang berusaha membersihkan diri dan
dekat dengan Tuhan.
3. Ahl al-Suffah, yaitu para sahabat yang hijrah bersama Nabi ke Madinah dengan
meninggalkan harta kekayaannya di Mekkah. Di Madinah mereka hidup sebagai
orang miskin, tinggal di Mesjid Nabi dan tidur di atas bangku batu dengan
memakai suffah, (pelana) sebagai bantal. Ahl al-Suffah, sungguhpun tak
mempunyai apa-apa, berhati baik serta mulia dan tidak mementingkan dunia.
Inilah pula sifat-sifat kaum sufi.
4. Sophos (bahasa Yunani yang masuk kedalam filsafat Islam) yang berarti hikmat,
dan kaum sufi pula yang tahu hikmat. Pendapat ini memang banyak yang
menolak, karena kata sophos telah masuk kedalam kata falsafat dalam bahasa
Arab, dan ditulis dengan sin dan bukan dengan shad seperti yang terdapat dalam
kata tasawuf.
5. Suf (kain wol). Dalam sejarah tasawuf, kalau seseorang ingin memasuki jalan
tasawuf, ia meninggalkan pakaian mewah yang biasa dipakainya dan diganti
dengan kain wol kasar yang ditenun secara sederhana dari bulu domba. Pakaian
ini melambangkan kesederhanaan serta kemiskinan dan kejauhan dari dunia.
Diantara semua pendapat itu, pendapat terakhir inilah yang banyak diterima
sebagai asal kata sufi. Jadi, sufi adalah orang yang memakai wol kasar untuk
menjauhkan diri dari dunia materi dan memusatkan perhatian pada alam rohani.
Orang yang pertama memakai kata sufi kelihatannya Abu Hasyim al-Kufi di Irak
(w.150 H).
Ijtihat
Menurut bahasa, ijtihad berarti (bahasa Arab )اجتهادAl-jahd atau al-juhd yang
berarti la-masyaqat (kesulitan dan kesusahan) dan akth-thaqat (kesanggupan dan
kemampuan). Dalam al-quran disebutkan:
artinya: “… Dan (mencela) orang yang tidak memperoleh (sesuatu untuk
disedekahkan) selain kesanggupan”(at-taubah:79)
Kata al-jahd beserta serluruh turunan katanya menunjukkan pekerjaan yang dilakukan
lebih dari biasa dan sulit untuk dilaksanakan atau disenangi.
Dan di sisi lain ada pengertian ijthad yang telah digunakan para sahabat Nabi. Mereka
memberikan batasan bahwa ijtihad adalah “penelitian dan pemikiran untuk
mendapatkan sesuatu yang terdekat pada Kitab-u ‘l-Lah dan Sunnah Rasul, baik yang
terdekat itu diperoleh dari nash -yang terkenal dengan qiyas (ma’qul nash), atau yang
terdekat itu diperoleh dari maksud dan tujuan umum dari hikmah syari’ah- yang
terkenal dengan “mashlahat.”
Dalam kaitan pengertan ijtihad menurut istilah, ada dua kelompok ahli ushul
flqh (ushuliyyin) kelompok mayoritas dan kelompok minoritas yang mengemukakan
rumusan definisi. Dalam tulisan ini hanya akan diungkapkan pengertian ijtihad
menurut rumusan ushuliyyin dari kelompok mayoritas.
1. Pelaku utihad adalah seorang ahli fiqih/hukum Islam (faqih), bukan yang lain.
2. Yang ingin dicapai oleh ijtihad adalah hukum syar’i, yaitu hukum Islam yang
berhubungan dengan tingkah laku dan perbuatan orang-orang dewasa, bukan
hukum i’tiqadi atau hukum khuluqi,
3. Status hukum syar’i yang dihasilkan oleh ijtihad adalah dhanni.
Jadi apabila kita konsisten dengan definisi ijtihad diatas maka dapat kita
tegaskan bahwa ijtihad sepanjang pengertian istilah hanyalah monopoli dunia hukum.
Dalam hubungan ini komentator Jam’u ‘l-Jawami’ (Jalaluddin al-Mahally)
menegaskan, “yang dimaksud ijtihad adalah bila dimutlakkan maka ijtihad itu bidang
hukum fiqih/hukum furu’. (Jam’u ‘l-Jawami’, Juz II, hal. 379).
Atas dasar itu ada kekeliruan pendapat sementara pihak yang mengatakan bahwa
ijtihad juga berlaku di bidang aqidah. Pendapat yang nyeleneh atau syadz ini
dipelopori al-Jahidh, salah seorang tokoh mu’tazilah. Dia mengatakan bahwa ijtihad
juga berlaku di bidang aqidah. Pendapat ini bukan saja menunjukkan inkonsistensi
terhadap suatu disiplin ilmu (ushul fiqh), tetapi juga akan membawa konsekuensi
pembenaran terhadap aqidah non Islam yang dlalal. Lantaran itulah Jumhur ‘ulama’
telah bersepakat bahwa ijtihad hanya berlaku di bidang hukum (hukum Islam) dengan
ketentuan-ketentuan tertentu. Diarsipkan : Usul Fikih
Thariqah Qadiriyah Naqsyabandiyah
Penamaan tarekat ini tidak terlepas dari sikap tawadlu' dan ta'dhim Syaikh
Ahmad Khathib al-Sambasi terhadap pendiri kedua tarekat tersebut. Beliau tidak
menisbatkan nama tarekat itu kepada namanya. Padahal kalau melihat modifikasi
ajaran yang ada dan tatacara ritual tarekat itu, sebenarnya layak kalau ia disebut
dengan nama Tarekat Khathibiyah atau Sambasiyah, karena memang tarekat ini
adalah hasil ijtihadnya.
Satu lagi ialah Thariqat Khalwatiyah Samman yang disebarkan oleh Syeikh
Abdul Munir Syamsul Arifin, murid Syeikh Abdus Shamad al-Falimbani. Thariqat
Khalwatiyah Samman mulai masuk di Sulawesi Selatan tahun 1204 H/1820 M (hlm.
51-52). Di sini juga perlu diperbetulkan. Tahun 1204 H adalah bersamaan tahun 1789
M ataupun 1790 M.
Thariqat Khalwatiyah-Sammaniyah dipelopori oleh Syeikh Muhammad bin Abdul
Karim as-Sammani, guru kepada Syeikh Abdus Shamad al-Falimbani. Mengenai ini
dapat dirujuk kepada karya-karya ulama yang berasal dari Palembang itu.