Você está na página 1de 41

BAB I

PENDAHULUAN
Ginjal merupakan organ yang penting dalam tubuh manusia karena perannya dalam
melakukan berbagai fungsi yang ditujukan untuk mempertahankan homeostasis. Fungsi
homeostasis ginjal antara lain dengan mempertahankan keseimbangan air, mempertahankan
osmolaritas dari cairan tubuh, mengatur jumlah dan konsentrasi elektrolit cairan,
mempertahankan volume plasma, serta membantu mempertahankan keseimbangan asambasa.
Gagal ginjal akut (Acute Kidney Injury) adalah penurunan tiba-tiba fungsi ginjal
dengan atau tanpa oliguria dan berakibat azotemia progresif disertai peningkatan hasil
metabolik nitrogen seperti ureum dan kreatinin darah. Secara garis besar, gagal ginjal akut
dibagi menjadi tiga yaitu gagal ginjal akut pre-renal, gagal ginjal akut renal, dan gagal ginjal
akut post-renal. Salah satu penyebab gagal ginjal akut renal adalah dikarenakan pemakaian
zat-zat nefrotoksik seperti zat radio kontras yang bisa menyebabkan nekrosis tubular akut
(NTA). Zat-zat nefrotoksik ini dapat merusak glomerulus secara langsung, dan pada NTA
terdapat kerusakan pada glomerulus dan tubulus.
Penyakit AKI ini mempunyai mortalitas tinggi sekitar 50%, angka ini bisa menjadi
sangat tinggi apabila disertai kegagalan multi organ. Meskipun terdapat perbaikan yang
nyata pada penyakit ini dengan terapi adekuat, bukan berarti angka mortalitas akan berkurang
karena penyakit dasar yang berat seperti trauma, sepsis, usia pasien yang semakin tua
(geriatri) dan apabila pasien tersebut juga disertai penyakit kronik lainnya.[1]

BAB II
LAPORAN KASUS
Pasien bernama Bapak Andi, berumur 54 tahun, dengan keluhan oliguria setelah
menjalani pemeriksaan coronary angiography. Sebelumnya pasien mempunyai riwayat
penyakit diabetes tipe 2 dan coronary artery disease dengan coronary care unit yang
diperburuk dengan adanya angina dan hipertensi.
Lalu dokter memberi nitrogliserin secara intravena untuk mengurangi rasa sakit,
aspirin, bisoprolol untuk mengurangi frekuensi denyut jantungnya, dan lisinopril untuk
menurunkan hipertensinya. Setelah pasien ini melakukan pemeriksaan dengan coronary
angiography, hasilnya tidak ada stenosis yang signifikan. CK40 dan CKMB 8. Setelah
beberapa hari kemudian didapatkan volume urinnya itu 200 ml per 24 jam.

Pemeriksaan fisik:
Pasien ini menunjukkan tidak adanya demam, frekuensi jantungnya teratur pada 56 bpm dan
tekanan darahnya 100/70 mmHg. Pada funduskopi, menunjukkan adanya titik kemerahan dan
terdapat hard exudates. Selain itu vena yang terdapat di leher menunjukkan adanya flat.
Pada pemeriksaan thoraks tidak menunjukkan adanya kelainan dan irama jantung normal
dengan S4 gallop dan tidak ada mur-mur atau friction rub.
Pada pemeriksaan abdomen tidak ada massa atau bruits. Pada pasien ini juga tidak
ditemukannya edema perifer atau ruam, dengan nadi normal pada semua ekstremitas.

Pemeriksaan laboratorium:
Darah :

sodium 141 mEq/L


potassium 5.3 mEq/L
CO2 19 mEq/L
blood urea nitrogen 71 mEq/L
2

kadar kreatinin pada pasien ini meningkat sampai 2.9 mg/dL dari 1.5 mg/dL
Hb 12.2 g/dl
leukosit 11.500/mm3
trombosit 420.000/mm3
LED 41 mm/jam
gula darah sewaktu 194 mg/dl
HbA1c 7.9%
SGOT 48 IU/L
SGPT 35 IU/L
asam urat 8.7 mg/dl
albumin 3,6 mg/dl

Urinalisis:

warna urin kuning jernih


pH 5.0
berat jenis 1,030
protein ++
glukosa ++
keton ++
darah
nitrit
epitel 4-6
eritrosit 1
leukosit 2-4

EKG:

irama sinus teratur


frekuensi jantung 96x/ menit
gelombang P 0.04 detik, tidak bifasik, tidak tajam dan melebar
interval PQ 0.21 detik
kompleks QRS 0.16 detik
tidak ada peningkatan ST tapi ada depresi ST
gelombang T flat di lead II, III dan aVF, serta V2-5

CXR:

efusi pleura di sisi kanan


CTR > 60% dengan elongasi aorta dan sklerosis arcus aorta

BAB III
3

PEMBAHASAN KASUS
Identitas
Nama

: Andi

Usia

: 54 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki


Alamat

:-

Masalah
Berdasarkan kasus yang ada, keluhan utama yang membuat pasien ini berobat atau
datang ke dokter yaitu keluhan oligouria setelah melakukan coronary angiography. Selain
itu, masalah lainnya yaitu adanya riwayat diabetes tipe 2 dan coronary artery disease dengan
angina dan hipertensi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya hipotensi, adanya bercakbercak pendarahan pada mata, vena leher yang flat atau datar, dan adanya S4 gallop pada
pemeriksaan jantung. Lalu, didapatkan CK 40 dan CKMB 8. Sedangkan urin outputnya
hanya 200 ml per 24 jam.
Pada hasil pemeriksaan penunjang, didapatkan bahwa pasien ini mengalami anemia,
leukositosis, LED meningkat, hiperkalemia, BUN meningkat, kreatinin meningkat, CO 2
menurun, gula darah sewaktu meningkat, SGOT meningkat, dan asam urat juga meningkat.
Pada urinalisis, didaptkan adanya proteinuria, glukosuria, dan adanya keton. Pada EKG,
didapatkan adanya kelainan juga, dan pada CXR didapatkan adanya efusi pleura di sisi kanan
dengan CTR >60 % dengan elongasi aorta dan sklerosis arcus aorta.

Anamnesis
Riwayat penyakit sekarang

Sudah berapa lama menderita diabetes tipe 2 dan coronary artery disease?
Sudah berapa lama menjalani coronary angiography?
Sudah berapa lama mengalami oligouria?
Sudah berapa lama mengalami angina dan hipertensi dan menjalani coronary care
unit?
4

Bagaimana volume, warna, kejernihan, dan bau urin yang dikeluarkan?


Berapa kali buang air kecil dalam satu hari?

Riwayat penyakit dahulu

Apakah sebelumnya sudah pernah mengalami oligouria juga?


Apakah pernah ada riwayat batu?
Apakah pernah ada riwayat trauma?

Riwayat penyakit keluarga

Apakah ada riwayat diabetes pada keluarga?


Apakah ada riwayat penyakit jantung pada keluarga?
Apakah ada riwayat penyakit ginjal pada keluarga?

Riwayat kebiasaan

Bagaimana pola makan tiap hari?


Apakah ada kebiasaan merokok dan minum alkohol?
Apakah kurang melakukan aktivitas fisik?

Riwayat pengobatan

Obat-obat apa saja yang sudah diberikan oleh dokter sebelumnya?


Apakah dengan meminum obat hipertensi mengalami perbaikan?

Hipotesa terjadinya oligouria


Oligouria (urin output <400 mL/ 24 jam), merupakan tanda klinis awal yang sering
dijumpai pada Acute Kidney Disease (AKI) dan digunakan sebagai kriteria untuk menentukan
staging AKI. Pada kebanyakan kasus, oligouria akut bersifat reversibel dan tidak
menyebabkan gagal ginjal intrinsik. Namun, diagnosa dini dan pengobatan sangatlah penting
agar AKI tidak terus berlanjut menjadi Chronic Kidney Disease (CKD).

Hipotesis terjadinya oligouria adalah sebagai berikut:


I.

Pre-renal
a. Hipovolemia
i. Kenaikan extrafluid losses: hemoragi
5

ii. Gastrointestinal fluid losses: muntah, diare


iii. Renal fluid loss: obat-obatan diuretik, hipoadrenalisme, diuresis

b.

osmotik, diabetes insipidus nefrogenik


iv. Extravascular sequestration: luka bakar, hipoalbuminemia berat
v. Kurangnya intake: dehidrasi
Hipoperfusi renal
i. Berkurangnya cardiac output
ii. Vasodilatasi sistemik: sepsis, obat antihipertensi, anafilaksis
iii. Renal vasokonstriksi: hiperkalsemia, katekolamin, amphotericin B
iv. Gangguan respon autoregulasi renal: cyclooxygenase inhibitor (AINS),
ACE inhibitor, angiotensin II receptor blocker
v. Sindrom hepatorenal

II.

Intrinsik (renal)
a. Obstruksi renovaskular
i. Obstruksi arteri

renal:

atherosclerosis,

trombosis,

embolisme,

vasculitis, aneurisme
ii. Obstruksi vena renal: trombosis
b. Penyakit glomerulus atau vaskuler
i. Glomerulonefritis atau vaskulitis
c. Acute tubular necrosis (ATN)
i. Iskemia
ii. Infeksi
iii. Toxin: radiokontras, calcineurin inhibitor, antibiotik, kemoterapi,
antifungal
d. Interstitial nefritis
e. Intratubular obstruksi: asam urat, methotrexate, acyclovir, gancyclovir,
indinavir
III.

Post-renal (obstruksi)
a. Ureter: calculi, gumpalan darah, kompresi eksternal, keganasan
b. Bladder neck: neurogenik, hipertrofi prostat, calculi, gumpalan darah,
keganasan
c. Uretra: striktur, katup kongenital
Pada kasus ini, kelompok kami berpendapat bahwa penyebab dari timbulnya oligouria

pada Bapak Andi adalah kontras pada coronary angiography. Kontras tersebut menyebabkan
vasokonstriksi intrarenal sehingga terjadi penurunan secara mendadak dari renal blood flow
dan GFR, dan penurunan eksresi sodium. Kontras tersebut juga menimbulkan efek toksik
langsung terhadap sel epitel tubuli. Kontras nefropati biasanya terjadi secara akut (onset 2448 jam), namun reversibel (< 1minggu) dalam kenaikan blood urea nitrogen (BUN) dan
serum kreatinin. Kontras nefropati sering terjadi pada individu dengan penyakit ginjal kronis,

diabetes mellitus, gagal jantung kongesti, hipovolemia, atau myeloma multipel. Tipe dan
dosis kontras juga mempengaruhi akibat kerusakan dan penatalaksanaannya.[2]

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik harus selalu dimulai dengan penilaian keadaan umum pasien yang
mencakup kesan keadaan sakit, termasuk mimik wajah dan posisi pasien, kesadaran, dan
kesan status gizi. Hal pertama yang harus dinilai adalah kesan keadaan sakit, apakah pasien
tidak tampak sakit, sakit ringan, sakit sedang, ataukah sakit berat. Kesan keadaan sakit ini
sedikit banyak bersifat subyektif yaitu dengan penilaian penampakan pasien secara
keseluruhan. Lalu, perhatikan pula mimik wajah pasien yang kadang-kadang dapat
memberikan informasi tentang keadaan klinisnya. Posisi pasien serta aktivitasnya juga perlu
dinilai dengan baik; apakah pasien datang berjalan, duduk, tiduran aktif, tiduran pasif,
ataukan ia mengambil posisi abnormal tertentu. Namun, pada kasus ini tidak diberitahukan
bagaimana tingkat kesadaran pasien saat datang berobat dan tidak diberitahukan juga
bagaimana status gizi pasien.

Tanda vital:

Suhu : afebril
Nadi : 56 bpm (normal: 60-100x/ menit). Pasien ini mengalami bradikardia. Hal ini

kemungkinan dikarenakan pemberian bisoprolol untuk mengurangi frekuensi nadinya.


Tekanan darah : 100/70 mmHg (normal: 120/80 mmHg). Pasien ini mengalami
hipotensi. Hal ini kemungkinan dikarenakan pemberian lisinopril untuk mengurangi

tekanan darahnya.
Respiratory rate : -

Pemeriksaan mata:
Didapatkan adanya bercak-bercak pendarahan dan hard exudates. Hal ini dikarenakan
adanya kelebihan glukosa yang menetap (hiperglikemia) akibat DM pada pasien ini, yang
7

menyebabkan glikosilasi protein sehingga menyebabkan penebalan membran basalis dengan


penurunan permeabilitas dan penyempitan lumen yang akan menyebabkan mikroangiopati.
Mikroangiopati ini akan menyebabkan retinopati yang nantinya bisa menyebabkan kebutaan.
[3]

Pemeriksaan leher:
Didapatkan neck vein flat. Neck vein flat atau bisa disebut juga dengan Flat Jugular
Vein adalah keadaan dimana tekanan intravaskuler menurun yang dikarenakan kurangnya
darah yang mengalir di vena Jugularis.[4]
Pemeriksaan thorax:

Dada : clear
Jantung: irama jantung normal dengan S4 gallop dan tidak ada murmur atau friction
rub. S4 gallop pada hasil pemeriksaan ini menandakan adanya penyakit jantung yaitu
hipertrofi ventrikel. S4 gallop diproduksi dari suara pompa darah yang dipaksakan ke
dalam ventrikel yang hipertrofi atau mengeras. S4 gallop ini terdengar sebelum bunyi
jantung I, normalnya amat lemah sehingga tidak terdengar.

Pemeriksaan abdomen:
Pada perabaan didapatkan tidak ada massa atau bruits. Hal ini menandakan bahwa
tidak ada kelainan pada abdomen pasien ini, tidak menunjukkan adanya tumor atau
aneurisma aorta abdominalis atau stenosis arteri renalis.
Pemeriksaan ekstremitas:
Tidak ditemukan adanya edema perifer atau ruam dan pulsasi di semua ekstremitas
normal. Hal ini menandakan tidak ada kelainan pada ekstremitas pasien ini.

Pemeriksaan lab dan penunjang[5,6]


PEMERIKSAAN DARAH
8

Hasil

Kadar normal

Interpretasi

Hb

12,2 g/dl

14 18 g/dl

Adanya kerusakan glomerulus


sehingga sel juxtaglomerulus
juga
rusak,
yang
mengakibatkan
tidak
terbentuknya
eritropoetin.
Sehingga tidak ada hormon
yang mempengaruhi sum-sum
tulang untuk mengeluarkan
cadangan eritrosit anemia

Leukosit

11.500/mm3

5000 - 10.000/mm3

Leukositosis kemungkinan
menandakan terjadinya infeksi akut

Trombosit

420.000/m
m3

150.000450.000/mm3

Normal

LED

41 mm/hour 0 - 8 mm/hour

ada peningkatan menandakan


adanya penyakit yang akut atau
kronis

Random
Blood
Glucose

194 mg/dl

Menandakan adanya diabetes

< 180 mg/dl


Non diabetic: < 5%

HbA1c

7,9%

Diabetes
2,5-6%

dikontrol: Menandakan bahwa diabetes pasien


ini antara sudah dikontrol dan tidak
dikontrol.
Diabetes
tidak
dikontrol: >8%

SGOT

48 IU/L

5 - 37 U/L

Kemungkinan ada kelainan jantung,


karena yang memproduksi SGOT
tidak hanya sel hati melainkan juga
sel jantung.

SGPT

35 IU/L

5 41 IU/L

Normal

Uric acid

8,7 mg/dl

4 8,5 mg/dl

Meningkat

kemungkinan
menandakan adanya gangguan
fungsi ginjal.

Albumin

3,6 mg/dl

3,5 5 mg/dl

Normal

CK

40 IU/L

30 180 IU/L

Normal (tidak
miokardium)

ada

kerusakan

CKMB

8 IU/L

0-5 IU/L

Adanya kelainan jantung

Sodium

141 mEq/L

135 145 mEq/L

Normal

3,5 5 mEq/L

Hiperkalemia

sebagai
kompensasi
karena
adanya
hipotensi, akibat oligouria.

Potassium

5,3 mEq/L

CO2

19 mEq/L

22 30 mEq/L

Kompensasi karena adanya asidosis


metabolik karena ginjal tidak
adekuat mensekresi H+ yang terusmenerus ditambahkan ke cairan
tubuh sebagai hasil aktivitas
metabolisme.

Kreatinin

2,9 mg/dl

0,7 1,5 mg/dl

Menandakan
fungsi ginjal

10 - 38 mg/dl

Adanya gangguan fungsi ginjal


sehingga
filtrat
urea
yang
dieliminasi dari plasma berkurang
konsentrasi urea dalam plasma
meningkat

BUN

71 mg/dl

adanya

gangguan

URINALISIS
Hasil

Kadar normal

Interpretasi

Urin output

200 ml/ 24 jam

1500 ml/ 24 jam

Oligouria

Warna

Yellow clear

Yellow clear

Normal

pH

4,6 - 8,0

Normal

Berat jenis

1,030

1,003 - 1,030

Normal
Proteinuria kerusakan di
GBM yang membuat membran
jadi lebih permeabel terhadap
protein

Protein

++

Glukosa

++

Glukosa
yang
akan
di
reabsorbsi
mempunyai
kapasitas yang berlebihan
sehingga tubulus tidak mampu
lagi untuk mereabsorbsi
10

DM

Keton

++

Karena adanya insulin resisten


(DM tipe 2) sehingga memakai
metabolisme lipid untuk energi
hasil metabolisme tsb :
keton

Blood

Normal

Nitrit

Normal

Epitel

4 sampai 6

10/ LPB

Normal

Eritrosit

Normal

Leukosit

2-4

Normal

ELECTRO CARDIO GRAM (ECG)


Hasil

Normal

Interpretasi

Rhythm

Reguler Sinus
Regular
Rhythm

Normal

HR

96x / menit

60100x/ menit

Normal

P Wave

0,04 sec

0,08 - 0,11 sec

Penurunan aktivitas depolarisasi


atrium

non bifasic

Normal

Normal

wide

< 3 mm

non seen notch

< 3mm

PQ Interval

0,21 sec

0,12 - 0,20 sec

PR Interval

0,29 sec

0,12 0,20 sec

Blok AV, hiperkalemia

Hiperkalemia

11

QRS
Complex

0, 16 sec

0,8 - 0,11 sec

Hiperkalemia,
blok
cabang
berkas, ada gangguan konduksi

ST

no elevation

Normal

depression

Hipertrofi ventrikel kiri, angina


pektoris, hiperkalemia

T wave

Flat on lead :
II, III and aVF,
V2-5

Hipertrofi ventrikel kiri

CHEST X-RAY
Hasil

Interpretasi

Lung effusion on right side

Karena adanya hipertrofi ventrikel kiri

CTR > 60%

Cardiomegali

Elongation aorta

Hipertensi

Sclerosis aorta arc

Karena adanya penyempitan di arcus aorta

Patofisiologi

12

Pada kasus Bapak Andi menderita diabetes tipe 2 dan hipertensi. Pada penderita
diabetes, terjadi hiperglikemia. Hiperglikemia ini dapat menyebabkan glikosilasi protein
sehingga menyebabkan penebalan membran basalis dengan penurunan permeabilitas dan
penyempitan lumen yang akan menyebabkan mikroangiopati yang akan menyebabkan
retinopati. Pada retinopati diabetik secara perlahan terjadi kerusakan pembuluh darah retina
atau lapisan saraf mata sehingga mengalami kebocoran. Akibatnya, terjadi penumpukan
cairan (eksudat) yang mengandung lemak serta pendarahan pada retina. Lama-kelamaan
retinopati nantinya bisa menyebabkan kebutaan.
Selain itu, hiperglikemia juga meningkatkan resiko untuk terjadinya Coronary Artery
Disease (CAD). Pada pemeriksaan EKG, diketahui pula bahwa gelombang QRS melebihi
batas normal, hal ini dapat terjadi pada hiperkalemi dan blok cabang berkas (bundle branch

13

block). Pada perhitungan segmen PR diketahui juga bahwa nilainya melebihi nilai normal
yaitu 0,29. Hal ini disebabkan oleh adanya blokade berkas AV.
Pada Bapak Andi, hiperkalemia dan CAD yang diperburuk oleh hipertensi dapat
menyebabkan blokade berkas AV. Blokade berkas AV menyebabkan waktu yang memanjang
antara atrium mulai depolarisasi dan ventrikel depolarisasi. Sehingga pada saat atrium
berkontraksi untuk memasukkan darah ke ventrikel, ventrikel terlambat berkontraksi. Hal ini
menyebabkan akumulasi darah pada ventrikel karena ada darah yang tertinggal (terdengar
suara S4 gallop) untuk dipompa sehingga terjadilah hipertrofi ventrikel. Hal ini sesuai dengan
pemeriksaan EKG yaitu T yang datar yang menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri.
Apabila terjadi akumulasi darah dan terjadi hipertrofi ventrikel kiri, jantung tidak
dapat memompakan darah ke jaringan dengan baik sehingga terjadi hipoperfusi jaringan. Hal
ini lama-kelamaan akan menyebabkan left ventricular failure. Left ventricular failure inilah
yang pada umumnya merupakan penyebab dari efusi pleura kanan.
Lalu, akibat coronary angiography, penggunaan kontrasnya menyebabkan toksik bagi
ginjal. Sehingga menyebabkan kerusakan pada glomerulus secara langsung. Zat kontras
tersebut langsung berefek pada koefisien ultrafiltrasi dinding kapiler glomerulus sehingga
GFR menurun dan mengakibatkan terjadinya oligouria. Selain itu, karena membran
glomerulus juga rusak dimana GBM menjadi lebih permeabel terhadap protein, maka terjadi
proteinuria pada pasien ini. Glukosuria pada pasien ini juga menunjukkan adanya kerusakan
pada tubulus dikarenakan glukosa yang meningkat pada DM mengakibatkan tubulus tidak
dapat mereabsorpsi glukosa dengan normal.

Diagnosa
Diagnosis Kerja: Acute Kidney Injury et causa kontras coronary angiography disertai
myocardial iskemia, hipertrofi ventrikel kiri, dan efusi pleura et causa CAD.
Diagnosis kerja dibuat setelah dievaluasi dari penemuan yang bermakna dari
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Kami menegakkan diagnosis
tersebut dilihat dari gejala dan tanda-tanda yang dialami oleh pasien seperti, antara lain:
1. Fungsi ginjal yang menurun
2. Oliguria
3. Hipertensi
4. Hipertrofi ventrikel kiri
14

5. Efusi Pleura
Penatalaksanaan
Pada pasien ini, karena telah terjadi berbagai komplikasi, maka yang terpenting
adalah edukasi pada pasien. Edukasi yang dapat diberikan yaitu:
Pengaturan pola makan pasien yakni dengan makanan yang rendah garam, rendah

purin, rendah lemak, dan rendah gula, serta cukup minum.


Olahraga teratur, jangan stres, jangan minum alkohol dan merokok, dan istirahat yang
cukup.
Pada kasus ini, yang terpenting pula adalah mengontrol penyakit dasarnya, yaitu

diabetes mellitus tipe 2 dan coronary artery disease. Pada penderita diabetes mellitus tipe 2,
penatalaksanaan pengobatan dan penanganan difokuskan pada gaya hidup dan aktivitas fisik.
Pengontrolan nilai kadar gula dalam darah adalah menjadi kunci program pengobatan, yaitu
dengan mengurangi berat badan, diet, dan berolahraga. Jika hal ini tidak mencapai hasil yang
diharapkan, maka pemberian obat tablet akan diperlukan. Bahkan pemberian suntikan insulin
turut diperlukan bila tablet tidak mengatasi pengontrolan kadar gula darah.
Sedangkan untuk mengatasi CAD nya yaitu dengan menghentikan, mengurangi, atau
regresi proses aterosklerosis dengan mengendalikan faktor resiko seperti tidak merokok, diet
agar berat badan ideal, dan olahraga yang cukup. Pada pasien ini, dikarenakan telah terjadi
myocardial iskemia, maka harus dilakukan revaskularisasi yaitu dengan angioplasti koroner
atau dengan coronary bypass.
Medikamentosa:
Hiperkalemia ringan (< 6 mg/dl) : perlu pengawasan dan asupan kalium dihentikan,

lalu diberikan resin exchange per oral 25-50 gram per 3-4x.
Anemia : diberikan suplemen Fe
Asidosis metabolik : infus natrium bikarbonat (upayakan bikarbonat serum

>15mmol/L, pH >7.2)
Retinopati diabetikum : pemeriksaan secara berkala ke dokter mata, minimal satu kali
dalam setahun. Terapi utama pada retinopati diabetik adalah tindakan fotokoagulasi
laser pada retina. Tindakan laser bertujuan menutup kebocoran pembuluh darah
retina, mengurangi edema makula, dan mencegah timbulnya rangsang untuk
pembentukan neovaskular. Secara umum, tindakan laser pada retina yang dibarengi
dengan manajemen diabetes yang baik dapat mengurangi risiko buta hingga 90
persen.
15

Hentikan pemberian obat bisoprolol karena pada pasien ini telah terjadi bradikardia

sinus dan blok AV.


Hentikan pemberian obat lisinopril karena pada pasien ini telah mengalami hipotensi.
Hentikan pemberian nitrogliserin IV karena pada pasien ini telah mengalami

hipotensi.
Hentikan pemberian aspirin karena pada pasien ini telah mengalami asidosis

metabolik.
Hentikan coronary angiography

Prognosis
1. Ad vitam: ad malam menunjuk pada pengaruh penyakit pada proses kehidupan
apakah penyakit cenderung menuju kepada proses kematian atau akan kembali sehat
seperti semula. Hal ini dikarenakan telah terjadinya mikrovaskular dan makrovaskular
akibat diabetes mellitusnya, dimana epidemiologi menunjukkan apabila hal ini terjadi,
mortalitasnya bisa mencapai 80%.
2. Ad fungsionam : ad malam pengaruh penyakit terhadap fungsi organ dan fungsi
manusia dalam menjalankan tugasnya. Hal ini dikarenakan organ-organ vital yaitu
jantung, paru, dan ginjal pada pasien ini telah mengalami kerusakan.
3. Ad sanationam : dubia ad malam menunjuk pada penyakit yang dapat hilang 100%
sehingga pasien kembali ke keadaan semula atau penyakit akan menetap dan
menimbulkan kecacatan. Penyakit pada pasien ini akan kambuh apabila tidak dapat
mengontrol penyakit dasarnya dengan benar.

BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi

16

Ginjal merupakan organ yang terletak retroperitoneal pada dinding abdomen, masingmasing di sisi kanan dan sisi kiri columna vertebralis setinggi T12 sampai vertebra L3. Ren
dextra terletak sedikit lebih rendah daripada ren sinistra karena besarnya lobus hepatis dextra.
Masing-masing ren memiliki facies anterior dan facies posterior, margo medialis dan margo
lateralis, extremitas superior dan extremitas inferior.
Ke arah kranial masing-masing ren berbatas pada diafragma yang memisahkannya
dari cavitas pleuralis dan costae XII. Lebih ke kaudal, facies posterior ren berbatas pada M.
Quadratus lumborum. Nervus subcostalis dan arteria subcostalis dan vena subcostalis, serta
nervus iliohypogastricus melintas ke kaudal dengan menyilang facies posterior ren secara
diagonal. Hepar, duodenum dan colon ascendens terletak ventral terhadap ren dextra,
sedangkan ren sinistra di sebelah ventral berbatas pada gaster, lien, pankreas, jejunum, dan
colon descendens.
Pada tepi medial masing-masing ren yang cekung, terdapat celah vertikal yang
dikenal sebagai hilum renale, yakni tempat arteria renalis masuk, dan vena renalis serta pelvis
renalis keluar. Hilum renale sinistrum terletak dalam bidang transpilorik, kira-kira 5 cm dari
bidang median, setinggi vertebra L1. Di hilum renale, vena renalis terletak ventral dari arteria
renalis yang berada pada ventral dari pelvis renalis. Hilum renale memberi jalan ke suatu
ruang dalm ren yang dikenal sebagai sinus renalis dan berisi pelvis renalis, calices renales,
pembuluh, saraf dan jaringan lemak yang banyaknya dapat berbeda-beda.
Ureter adalah pipa berotot sempit yang mengantar urin dari kedua ren ke vesica
urinaria. Bagian kranial ureter yang lebar, yakni pelvis renalis terjadi karena persatuan dua
atau tiga calices renales majores yang masing-masing menghimpun dua atau tiga calices
renales minores. Setiap calices renales minores memperlihatkan sebuah takik yang terjadi
karena menonjolnya masuk puncak piramis renalis yang disebut papilla renalis.

17

Pars abdominalis ureter melintas amat dekat pada peritoneum parietale dan terletak
retroperitoneal dalam seluruh panjangnya. Kedua ureter melintas ke arah mediokaudal
sepanjang processus transversi vertebrarum lumbaliorum dan menyilang arteria iliaca externa
tepat distal dari tempat arteria iliaca externa dipercabangkan dari arteria iliaca communis.
Lalu masing-masing ureter menyusuri dinding pelvis lateral untuk bermuara dalam vesica
urinaria.
Kedua glandula suprarenalis masing-masing terletak pada bagian kraniomedial ren.
Masing-masing dibungkus dalam capsula fibrosa dan diliputi oleh fascia renalis. Glandula
suprarenalis dextra yang berbentu segitiga, terletak ventral terhadap diafragma dan ke arah
ventral menyentuh vena cava inferior di sebelah medial dan hepar di sebelah lateral. Lalu,
glandula suprarenalis sinistra yang berbentuk seperti bulan sabit, berbatas pada lien, gaster,
pankreas, dan crus diafragma.

Arteria renalis dilepaskan setinggi discus intervertebralis antara vertebra L1 dan


vertebra L2. Arteria renalis dextra lebih panjang, melintas dorsal dari vena cava inferior.
Secara khas, di dekat hilum renale masing-masing arteri bercabang menjadi lima arteria
segmentalis yang merupakan arteri-arteri akhir, artinya arteri-arteri ini tidak beranastomosis.
Lalu, arteria segmentalis melintas ke segmenta renalia.
Vena renalis terletak ventral terhadap arteria renalis, dan vena renalis sinistra lebih
panjang, melintas ventral terhadap aorta. Masing-masing vena renalis bermuara ke dalam
vena cava inferior.

18

Kedua glandula suprarenalis memiliki vaskularisasi yang amat luas melalui arteria
suprarenalis, yakni cabang arteria phrenica inferior, melalui arteria suprarenalis media dari
aorta abdominalis, dan melalui arteria suprarenalis inferior dari arteria renalis. Darah dari
masing-masing glandula suprarenalis disalurkan keluar oleh vena suprarenalis yang besar,
dan seringkali banyak vena kecil. Vena suprarenalis dextra yang pendek bermuara ke dalam
vena cava inferior, sedangkan yang lebih panjang di sebelah kiri bersatu dengan vena renalis
sinistra.
Arteria untuk pars abdominalis ureter biasanya berasal dari tiga sumber : arteria
renalis, arteria testicularis atau arteria ovarica, dan aorta. Penyaluran balik darah dari kedua
ureter terjadi melalui vena testicularis atau vena ovarica.

19

Jantung merupakan pompa muskular dengan fungsi ganda dan pengaturan diri secara
otomatis, dan bagian-bagiannya bekerja sama untuk mengalirkan darah ke berbagai organ
tubuh. Sisi kanan jantung menerima darah yang miskin oksigen dari tubuh melalui vena cava
superior dan vena cava inferior dan memompanya ke paru-paru melalui truncus pulmonalis
untuk oksigenisasi, sedangkan sisi kiri menerima darah yang kaya oksigen dari paru-paru dan
memompanya ke dalam aorta untuk disalurkan ke tubuh.
Dinding jantung terdiri dari 3 lapisan yaitu endocardium, myocardium, dan
epicardium. Endocardium merupakan lapisan dalam yang melapisi ventriculus jantung dan
katupnya. Myocardium merupakan lapisan tengah yang dibentuk oleh serabut otot jantung.
Sedangkan epicardium merupakan lapisan luar yang dibentuk oleh lamina visceralis
pericardium serosum.
Arteria coronaria memasok myocardium dan epicardium jantung. Kedua pembuluh
berasal dari aorta ascendens, tepat di atas valva aortae. Pembuluh-pembuluh tadi mengantar
darah ke kedua atrium dan kedua ventriculus jantung, tetapi cabang-cabang ke atrium
boasanya kecil.
Arteria coronaria dextra berasal dari sinus aortae dextra dan melintas dalm sulcus
atrioventricularis (sulcus coronarius). Di dekat asalnya arteria coronaria dextra biasanya
melepaskan satu cabang, yakni ramus nodi sinu-atrialis, yang mengantar darah ke nodus sinuatrialis. Arteria coronaria dextra kemudian melintas ke tepi bawah jantung dan melepaskan
ramus marginalis dextra yang melintas ke apex cordis. Setelah melepaskan cabang tersebutm
arteria coronaria dextra membelok ke kiri dan memasuki sulcus interventricularis posterior,
20

dan disini dilepaskan ramus interventricularis posterior yang besar dan menurun ke apex
cordis. Cabang ini mengurus pendarahan kedua ventriculus, dan di dekat apex cordis
beranastomosis dengan ramus circumflexus dan ramus interventricularis anterior dan arteria
coronaria sinistra. Di dekat akhirnya, arteria coronaria dextra melepaskan ramus nodi
atrioventricularis yang mengantar darah ke nodus atrioventricularis dan fasciculus
atrioventricularis.
Arteria coronaria sinistra dilepaskan dari sinus aortae sinister dan melintas antara
auricula sinistra dan truncus pulmonalis untuk mencapai sulcus interventricularis anterior.
Cabang besar arteri ini yakni ramus interventricularis anterior mengikuti sulcus
interventricularis ke apex cordis. Di sini cabang tersebut mengitari tepi bawah jantung dan
beranastomosis dengan ramus interventricularis posterior dari arteria coronaria dextra. Ramus
interventricularis

anterior

mengurus

pendarahan

kedua

ventriculus

dan

septum

interventriculare. Ramus circumflexus yang lebih kecil dari arteria coronaria sinistra,
mengikuti sulcus interventricularis, mengitari tepi kiri jantung ke permukaan dorsal jantung.
Ramus circumflexus melepaskan ramus marginalis yang mengikuti tepi kiri jantung. Ramus
circumflexus berakhir dengan melepaskan cabang-cabang untuk ventriculus sinister dan
atrium sinistrum.[7]

Fisiologi ginjal

21

Terdapat tiga proses dasar yang berperan dalam pembentukan urin yaitu filtrasi
glomerulus, reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus. Pada saat darah mengalir melalui
glomerulus, terjadi filtrasi plasma bebas-protein menembus kapiler glomerulus ke dalam
kapsula Bowman, yang dikenal dengan filtrasi glomerulus. Setiap hari terbentuk rata-rata 180
liter filtrat glomerulus. Lalu, pada saat filtrat mengalir melalui tubulus, zat-zat yang
bermanfaat bagi tubuh dikembalikan ke plasma kapiler peritubulus. Perpindahan bahan-bahan
yang bersifat selektif dari bagian dalam tubulus (lumen tubulus) ke dalam darah disebut
reabsorpsi tubulus. Lalu, sekresi tubulus, mengacu pada perpindahan selektif zat-zat dari
darah kapiler peritubulus ke dalam lumen tubulus. Selanjutnya, eksresi urin mengacu pada
eliminasi zat-zat dari tubuh di urin.
1. Filtrasi Glomerulus

Cairan yang difiltrasi dari glomerulus ke dalam kapsul Bowman harus melewati tiga
lapisan yang membentuk membran glomerulus yaitu dinding kapiler glomerulus, lapisan
gelatinosa aseluler yang dikenal sebagai membran basal, dan lapisan dalam kapsul Bowman.
Secara kolektif, ketiga lapisan ini berfungsi sebagai saringan molekul halus yang menahan sel
darah merah dan protein plasma, tetapi melewatkan air dan zat terlarut lain yang ukuran
molekulernya cukup kecil.
Dinding kapiler glomerulus terdiri dari selapis sel endotel gepeng, memiliki lubanglubang dengan banyak pori-pori besar, atau fenestra, yang membuat lebih permeabel terhadap
air dan zat terlarut dibandingkan kapiler di tempat lain.
22

Membran basal terdiri dari glikoprotein dan kolagen dan terselip di antara glomerulus
dan kapsul Bowman. Kolagen menghasilkan kekuatan struktural, sedangkan glikoprotein
menghambat filtrasi protein plasma kecil. Walaupun protein plasma yang lebih besar tidak
dapat difiltrasi karena tidak dapat melewati pori-pori di atas, pori-pori tersebut sebenarnya
cukup besar untuk melewatkan albumin, protein plasma terkecil. Namun, glikoprotein karena
bermuatan sangat negatif akan menolak albumin dan protein plasma lain, karena protein
tersebut juga bermuatan negatif. Dengan demikian, protein plasma hampir seluruhnya tidak
dapat difiltrasi, dan kurang dari 1% molekul albumin yang berhasil lolos untuk masuk ke
kapsul Bowman.
Lapisan terakhir pada membran glomerulus yaitu lapisan dalam kapsul Bowman yang
terdiri dari podosit. Celah sempit antara tonjolan yang berdekatan, yang dikenal dengan celah
filtrasi, membentuk jalan bagi cairan untuk keluar dari kapiler glomerulus dan masuk ke
lumen kapsul Bowman. Dengan demikian, rute yang diambil oleh bahan yang difiltrasi untuk
melintasi membran glomerulus seluruhnya bersifat ekstrasel.
2. Resorpsi Tubulus

Di tubulus proksimal dan lengkung Henle, persentase reabsorpsi Na + yang difiltrasi


bersifat konstan seberapapun berat Na+. Resorpsi sejumlah kecil Na+ di bagian distal tubulus
berada di bawah kontrol hormon. Apabila terlalu banyak terdapat Na+, hanya sedikit dari Na+
yang terkontrol ini direabsorpsi, bahkan Na+ dikeluarkan bersama urin, sehingga kelebihan
23

Na+ dapat dikeluarkan dari tubuh. Namun, apabila terjadi kekurangan Na+, sebagian besar dari
Na+ yang dikontrol ini direabsorpsi, sehingga Na+ yang seharusnya keluar ke dalam urin dapat
dihemat oleh tubuh. Sistem hormon terpenting adalah sistem renin-angiotensin-aldosteron
yang merangsang reabsorpsi Na+ di tubulus distal dan tubulus pengumpul.
Sel-sel granuler aparatus jukstraglomerulus mensekresikan suatu hormon, renin, ke
dalam darah sebagai respon terhadap penurunan NaCl atau volume CES atau tekanan darah.
Peningkatan sekresi renin menyebabkan peningkatan reabsorpsi Na + oleh bagian distal
tubulus. Setelah disekresikan ke dalam darah, renin bekerja sebagai enzim untuk
mengaktifkan angiotensinogen menjadi angiotensin I. Angiotensinogen adalah protein plasma
yang disintesis oleh hati dan selalu terdapat di plasma dalam konsentrasi tinggi. Pada saat
melewati paru melalu sirkulasi paru, angiotensi I diubah oleh angiotensin-converting enzyme
(ACE) menjadi angiotensin II. Angiotensin II ini merupakan stimulus utama untuk sekresi
hormon aldosteron dari kelenjar adrenal.
Salah satu efek aldosteron adalah meningkatkan reabsorpsi Na+ oleh tubulus distal dan
tubulus pengumpul. Hormon ini merangsang sintesis protein baru yaitu aldosterone-induced
protein di dalam sel-sel tubulus yang meningkatkan reabsorpsi Na + melalui dua cara.
Pertama, mereka terlibat dalam pembentukan saluran Na+ di membran luminal sel tubulus
distal dan pengumpul, sehingga meningkatkan perpindahan pasif Na+ dari lumen ke dalam
sel. Kedua, mereka menginduksi sintesis pembawa Na+-K+ ATPase, yang disisipkan ke dalam
membran basolateral sel-sel tersebut. Dengan demikian, sistem renin-angiotensin-aldosteron
mendorong retensi garam yang akhirnya menyebabkan retensi air dan peningkatan tekanan
darah arteri.
Angiotensin II juga merupakan konstriktor kuat bagi arteriol, sehingga zat ini secara
langsung meningkatkan tekanan darah dengan meningkatkan resistensi perifer total. Selain
itu, angiotensin II merangsang rasa haus (meningkatkan asupan cairan) dan merangsang
vasopresin (hormon yang meningkatkan retensi air oleh ginjal), yang berperan menyebabkan
ekspansi volume plasma dan peningkatan tekanan arteri.
Sebaliknya, apabila tekanan darah di atas normal, sekresi renin akan dihambat.
Akibatnya karena tidak terjadi pengaktifan angiotensinogen menjadi angiotensin I dan II,
sekresi aldosteron tidak terangsang. Tanpa aldosteron, reabsorpsi sejumlah kecil Na + yang
bergantung aldosteron di segmen distal tubulus tidak terjadi.

24

3. Sekresi Tubulus

Sekresi ion hidrogen ginjal sangatlah penting dalam pengaturan keseimbangan asambasa tubuh. Tingkat sekresi H+ bergantung pada keasaman cairan tubuh. Sebaliknya, sekresi
H+ berkurang apabila konsentrasi H+ di dalam cairan tubuh terlalu rendah.
Ion kalium adalah contoh zat yang secara selektif berpindah dengan arah berlawanan
di berbagai bagian tubulus, zat ini secara aktif direabsorpsi di tubulus proksimal dan secara
aktif disekresi di tubulus distal dan pengumpul. K + yang difiltrasi hampir seluruhnya
direabsorpsi, sehingga sebagian besar K+ yang muncul di urin berasal dari sekresi K+ yang
dikontrol dan bukan dari filtrasi. Apabila kadar K + plasma meningkat, sekresi K+ disesuaikan,
sehingga jumlah K+ yang ditambahkan ke filtrat untuk dieliminasi cukup untuk mengurangi
konsentrasi K+ ke normal.
Beberapa faktor mampu mengubah kecepatan sekresi K+, yang paling penting adalah
hormon aldosteron, yang merangsang sekresi K+ oleh sel-sel tubulus di bagian akhir nefron
secara simultan untuk meningkatkan reabsorpsi Na+ oleh sel-sel tersebut. Peningkatan
konsentrasi K+ plasma secara langsung merangsang korteks adrenal untuk meningkatkan
keluaran aldosteronnya, yang kemudian mendorong sekresi dan ekskresi kelebihan K +.
Sebaliknya, penurunan konsentrasi K+ plasma menyebabkan reduksi sekresi aldosteron,
sehingga sekresi K+ oleh ginjal yang dirangsang oleh aldosteron juga berkurang.[8]

Acute Kidney Injury (AKI)/ Gagal Ginjal Akut[1]


Definisi:

25

Gagal ginjal akut adalah suatu keadaan klinis ditandai dengan penurunan fungsi ginjal
mendadak dengan akibat terjadinya peningkatan hasil metabolic nitrogen seperti ureum dan
kreatinin
Etiologi:
Tiga kategori utama kondisi penyebab gagal ginjal akut adalah :
1. Kondisi Pre Renal (hipoperfusi ginjal)
Penyebab GGA prerenal adalah hipoperfusi ginjal. Hipoperfusi dapat disebabkan oleh
hipovolemia atau menurunnya volume sirkulasi yang efektif. Pada GGA prerenal
integritas jaringan ginjal masih terpelihara sehingga prognosis dapat lebih baik apabila
faktor penyebab dapat dikoreksi. Apabila upaya perbaikan hipoperfusi ginjal tidak
berhasil maka akan timbul GGA renal berupa nekrosis tubular akut karena iskemia.
Pada kondisi ini fumgsi autoregulasi ginjal akan berupaya mempertahankan tekanan
perfusi melalui mekanisme vasodilatasi intrarenal. Dalam keadaan normal, aliran darah
ginjal dan LFG relatif konstan, diatur oleh suatu mekanisme yang disebut autoregulasi..
Kondisi klinis yang umum yang menyebabkan terjadinya hipoperfusi renal adalah :

Penipisan volume

Hemoragi

Kehilangan cairan melalui ginjal (diuretik, osmotik)

Kehilangan cairan melalui saluran GI (muntah, diare, selang nasogastrik)

Gangguan efisiensi jantung

Infark miokard

Asidosis Diabetik

Gagal jantung kongestif

Disritmia
26

Syok kardiogenik

Vasodilatasi

Sepsis

Anafilaksis

Medikasi antihipertensif atau medikasi lain yang menyebabkan vasodilatasi


2.

Kondisi Intra Renal (kerusakan aktual jaringan ginjal)


Kelainan vaskular. Pada gagal ginjal akut terjadi peningkatan kalsium pada arteriol
afferen

glomerulus yang menyebabkan peningkatan sensivitas terhadap substansi-

substansi vasokontriktor dan gangguan autoregulasi yang akan menyebabkan


vasokonstriksi intra renal sehingga LFG menurun.
Kelainan tubuler. Pada gagal ginjal terjadi:

Peningkatan kasium intra sel mengakibatkan penurunan reabsorbsi natrium di tubulus


proksimal, sehingga terjadi peningkatan pelepasan NaCl ke makula densa hal ini
mengakibatkan umpan balik tubulo glomeruler.

Obstruktif tubulus. Mikrofili tubulus proksimal yang terlepas bersama debris seluler
akan membentuk substrat yang akan menyumbat tubulus.

Kerusakan sel tubulus menyebabkan kebocoran kembali dari cairan intra tubuler masuk
ke dalam sirkulaasi peritubuler yang akan menurunkan LFG.

Penyebab intra renal gagal ginjal akut akibat kerusakan glumerulus atau tubulus ginjal
yang dapat disebabkan oleh hal-hal berikut ini :
Cedera akibat terbakar dan benturan
Reaksi transfusi yang parah
Agen nefrotoksik

27

Antibiotik aminoglikosida
Agen kontras radiopaque
Logam berat (timah, merkuri)
Obat NSAID
Bahan kimia dan pelarut (arsenik, etilen glikol, karbon tetraklorida)
Pielonefritis akut
Glumerulonefritis

3. Kondisi Post Renal (obstruksi aliran urin)


Gagal ginjal akut postrenal merupakan 10% dari keseluruhan gagal ginjal akut. Gagal
ginjal akut postrenal disebabkan obstruksi intrarenal dan ekstrarenal. Obstruksi
intrarenal terjadi karena deposisi kristal (urat, oxalat, sulfonamid), dan protein
(mioglobin, hemoglobin). Obstruksi ekstrarenal dapat terjadi pada pelvis ureter oleh
obstruksi intrinsik (tumor, batu, nekrosis papilla) dan ekstrinsik (kegananasan pada
pelvis dan retroperitoneal) serta pada kandung kemih (batu, tumor, hipertropi, atau
keganasan prostat) dan uretra (striktura). Gagal ginjal akut postrenal terjadi bila
obstruksi akut pada uretra, buli-buli dan ureter bilateral atau obstruksi pada unilateral
dimana ginjal satunya tidak berfungsi.
Kondisi pasca renal yang menyebabkan gagal ginjal akut dapat disebabkan oleh
kondisi-kondisi sebagai berikut :

Batu traktus urinarius

Tumor

BPH

28

Striktur

Bekuan darah

Manifestasi klinis:
Pucat, anemia, oliguria, edema, hipertensi, muntah, letargi, gejala kelebihan, cairan
berupa gagal jantung kongestif atau edema paru, aritmia jantung akibat hiperkalemia,
hematemesis dengan/tanpa melena akibat gastritis, kejang, kesadaran menurun, sampai
koma.
Fase gagal ginjal akut:
Fase oliguria/anuria: jumlah urin berkurang sampai 10-30 ml sehari, dapat berlangsung
4-5 hari, kadang-kadang sampai 1 bulan. Terdapat gejala uremia nyata, seperti pusing,
muntah, apatis sampai somnolen, haus, napas kussmaul, kejang, dll. Ditemukan
hiperkalemia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, hiponatremia, dan asidosis metabolik.
Fase diuretik: Poliuria, dapat timbul dehidrasi. Berlangsung sekitar 2 minggu
Fase penyembuhan atau pasca diuretik:Poliuria dan gejala uremia berkurang,. Faal
glomerulus dan tubulus membaik selama beberapa minggu, tetapi masih ada kelainan
kecil. Yang paling lama mengganggu adalah daya mengkonsentrasi urin. Kadangkadang faal ginjal tidak menjadi normal lagi dan albuminuria tetap ditemukan.
Dialisis
Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi gagal ginjal akut yang
serius,

seperti

hiperkalemia,

perikarditis,

dan

kejang.

Dialisis

memperbaiki

abnormalitas biokimia, menghilangkan kecenderungan perdarahan, dan membantu


penyembuhan luka.
Hal-hal berikut ini dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk segera dilakukan
dialisis :

Volume overload

29

Kalium > 6 mEq/L

Asidosis metabolik (serum bicarbonat kurang dari 15 mEq/L)

BUN > 120 mg/dl

Perubahan mental signifikan

Diabetes Tipe 2
Diabetes tipe 2 merupakan penyakit (seumur hidup) kronis ditandai oleh tingginya
tingkat gula (glukosa) dalam darah. Pada tipe ini terdapat defisiensi insulin relatif dan pasien
tidak mutlak tergantung pada suplai insulin dari luar. Insulin diperlukan untuk memindahkan
gula darah (glukosa) ke dalam sel, yang akan disimpan dan kemudian digunakan untuk
energi.Pelepasan insulin dapat normal bahkan meningkat, tetapi sensitivitas organ target
berkurang terhadap insulin. Hal ini disebut dengan resistensi insulin. Terdapat beberapa
penyebab terjadinya resistensi insulin, diantaranya yaitu disposisi genetik, autoantibodi,
kelainan biosintesis insulin,reseptor insulin, atau transmisi intrasel.
Pada awalnya, resistensi insulin belum menyebabkan diabetes secara klinis. Pada saat
tersebut sel beta pankreas masih dapat mengkompensasi keadaan ini dan glukosa darah masih
30

normal atau baru sedikit meningkat. Kemudian setelah terjadi ketidaksanggupan sel beta
pankreas, baru akan terjadi diabetes secara klinis yang ditandai dengan terjadinya
peningkatan kadar glukosa (hiperglikemia) yang memenuhi kriteria diabetes[9].

Faktor resiko dari diabetes tipe 2 antara lain umur lebih dari 45 tahun, HDL kolesterol
kurang dari 35 mg / dL atau trigliserida tingkat lebih besar dari 250 mg / dL, tekanan darah
tinggi, ras / etnis (Afrika Amerika, Hispanik Amerika, dan penduduk asli Amerika semua
memiliki tingkat tinggi diabetes), obesitas, kurangnya aktivitas tubuh, hiperinsulinemia,
distribusi lemak tubuh, dll.
Gejala diabetes tipe 2 ini diantaranya adalah penglihatan kabur, disfungsi ereksi,
kelelahan, penyembuhan luka yang lambat, peningkatan nafsu makan, peningkatan rasa haus,
peningkatan buang air kecil, dan berat badan turun.
Penatalaksanaan diabetes tipe 2 dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

31

32

Coronary Artery Disease


Definisi dan patofisiologi
Coronary artery disease (CAD) terjadi apabila pembuluh arteri koroner (arteri mayor
yang mensuplai darah, oksigen, dan nutrisi ke jantung) mengalami gangguan atau penyakit.
Pada umumnya hal ini disebabkan oleh plak (deposit yang dapat berupa kolesterol, kalsium,
dan sel inflamatorik abnormal) yang menumpuk pada arteri koronaria atau disebut
atherosclerosis. Pada atherosklerosis, dinding arteri menjadi mengeras, kaku, dan membesar
karena adanya plak tersebut. Deposit kalsium fosfat di lapisan muskular pembuluh darah
mempunyai peran yang signifikan dalam menginduksi fase awal terjadinya atherosklerosis
dan pengerasan dinding arteri koroner. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya penyempitan
pembuluh darah.[10]
Selama melakukan aktifitas fisik atau jika terdapat stress psikologis,kebutuhan
oksigen di miokardium akan meningkat. Sebagai respon terhadap hal ini ,resistensi pembuluh
darah koroner pada jantung yang normal dapat menurun hingga sekitar 20% dari nilai
istirahat sehingga sejalan dengan perfusi koroner, keseimbangan O2 akan dipertahankan
bahkan selama priode kebutuhan meningkat. Kemampuan meningkatkan perfusi dari nilai
istrirahat disebut sebagai cadangan koroner.[3]
Cadangan koroner yang berkurang merupakan ciri khas penyakit jantung koroner,
anoksia iskemik ini bermanifestasi sebagai nyeri terutama di dada bagian kiri,lengan ,dan
leher. Penyebab lain berkurangnya cadangan koroner adalah peningkatan kebutuhan O2
bahkan pada saat istirahat, misal, pada hipertensi atau bila terdapat peningkatan pembebanan
volume ventrikel.
Berkurangnya aliran darah ke jantung yang disebabkan menyempitnya pembuluh
darah koroner dapat menyebabkan iskemia yaitu keadaan sel myokardium kekurangan
oksigen. Kurangnya oksigen dapat menyebabkan nyeri dada (Angina), nafas yang pendek,
dan sel miokardium menjadi mati apabila arteri koronaria tersumbat sepenuhnya yang disebut
myocardial infarction atau biasa disebut serangan jantung. Seiring waktu, CAD dapat
menyebabkan dan aritmia jantung dan gagal jantung. Aritmia berarti perubahan ritme jantung
yang normal. Gagal jantung berarti jantung tidak mampu memompa darah ke jaringan
seluruh tubuhdan dapat mengarah ke kematian.

33

Gejala klinis

Nyeri dada (Angina). Terasa tekanan atau sesak pada dada seperti ada beban diatas
tubuh. Nyeri biasa dipicu oleh stres fisik maupun emosional. Biasanya nyeri
menghilang dalam beberapa menit apabila aktifitas yang menyebabkan stres
dihentikan. Pada beberapa orang khususnya wanita, nyeri ini dapat dirasakan tajam,
dan terasa di abdomen atau dibalik lengan jika nyeri dada menghilang saat stress
psikologis, keadaan ini disebut angina pektroris stabil. Bila pasien dengan angina
pektrolis stabil kronis tiba-tiba mengalami nyeri angina yang lebih kuat dan lebih
sering(angina pectoris tidak stabil). Hal ini sering kali merupakan tanda awal infark
miokardium akut,yang berarti terjadi penyumbatan total pada arteri koronaria.

Nafas yang pendek. apabila tubuh tidak dapat memompa cukup darah untuk
kebutuhan jaringan, tubuh akan mengalami nafas yang pendek dan kelelahan karena
mengerahkan tenaga untuk mengkompensasinya.

Serangan jantung. Terjadi apabila arteri koronaria tersumbat secara total.Tanda dari
serangan jantung ialah rasa seperti tertekan di dada dan nyeri di bahu atau lengan,
kadang dengan nafas pendek atau berkeringat. Tidak diketahui sebabnya namun
wanita mengalami lebih banyak gejala atipikal serangan jantung seperti mual dan
nyeri pada punggung atau mandibula. Kadang serangan jantung dapat timbul tanpa
disertai gejala.

Faktor resiko
Faktor resiko yang dapat menyebabkan CAD adalah:
1. Usia
Semakin lanjutnya usia semakin meningkatnya resiko terjadi kerusakan dan
penyempitan arteri
2. Jenis kelamin
Pria pada umumnya memiliki resiko lebih tinggi untuk terkena CAD. Namun resiko
pada wanita meningkat setelah terjadinya menopause.

3. Riwayat keluarga
34

Adanya penyakit jantung dalam riwayat keluarga dapat meningkatkan resiko.


Seseorang memiliki resiko yang sangat tinggi apabila ayah atau saudara laki-laki
didiagnosa penyakit jantung sebelum usia 55 tahun, atau ibu atau saudara perempuan
menderita penyakit jantung sebelum usia 65 tahun.(1)
4. Merokok
Nikotin dapat

menyebabkan

vasokonstriksi

dan

karbon

monoksida

dapat

menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah sehingga meningkatkan resiko


atherosklerosis.
5. Hipertensi
Hipertensi yang tak terkontrol menyebabkan pengerasan dan penebalan arteri,
menyebabkan penyempitan untuk darah mengalir.
6. Hiperkolesterolemia
Tingginya kadar kolesterol dalam darah dapat meningkatkan terbentuknya plak dan
atherosklerosis. Kadar kolesterol yang tinggi dapat disebabkan tingginya LDL yang
dikenal sebagai kolesterol buruk. HDL atau dikenal kolesterol baik juga dapat
meningkatkan resiko atherosklerosis.
7. Diabetes
Diabetes berhubungan dengan meningkatnya resiko CAD hal ini disebabkan karena
dyslipidemia, obesitas, dan hipertensi.
8. Obesitas
9. Homosistein
Merupakan asam amino yang digunakan tubuh untuk membentuk dan memelihara
jaringan. Namun kadar yang berlebihan dapat meningkatkan resiko CAD.
10. Kurang aktifitas
11. Stress yang cukup tinggi

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan adalah

EKG
Merekam sinyal elektrik yang berjalan ke jantung. Sering dapat membuktikan adanya
serangan jantung yang lampau atau yang dalam proses. Beberapa nilai yang abnormal
dapat menunjukkan tidak adekuatnya aliran darah ke jantung.
35

Echocardiogram
Menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan gambaran jantung. Dapat
menentukan apakah semua bagian dari jantung turut berkontribusi dalam memompa
darah. Bagian yang bergerak lemah mungkin mengalami kerusakan karena serangan

jantung atau iskemik.


Stress test
Apabila gejala sering timbul pada saat olahraga, pasien dapat diperiksakan EKG
sambil berlari di treadmill. Atau selain olahraga dapat digunakan obat-obatan untuk

menstimulasi jantung.
Angiografi koroner
Untuk melihat aliran darah melalui jantung, diinjeksikan kontras secara intravena.
Kontras diinjeksikan melalui kateter yang dimasukkan melalui arteri biasanya di
daerah paha. Karena kontras tersebut dapat terlihat apabila terdapat penyempitan atau

blokade pada arteri.


CT Scan
Magnetic Resonance Angiogram (MRA)
Menggunakan teknologi MRI, sering dikombinasikan dengan kontras untuk
mengecek penyempitan atau blokade.

Terapi
Terapi biasanya meliputi perubahan gaya hidup seperti mengkonsumsi makanan sehat,
berhenti merokok, olahraga rutin, mengurangi kelebihan berat badan, dan mengurangi stress.
Obat-obatan yang dipakai:

Cholesterol modifying medication


Menurunkan kadar kolesterol darah terutama LDL yang merupakan bahan utam
deposit pada arteri koronaria. Obat-obatan ini adalah statin, niasin, sequestran asam

empedu.
Aspirin
Dapat mengurani kecenderungan darah untuk menggumpal, sehingga mencegah

obstruksi dari arteri koroner dan mencegah serangan jantung.


Beta blocker
Mengurangi frekuensi denyut jantung dan menurunkan tekanan darah, yang berarti
mengurangi kebutuhan jantung akan oksigen. Dapat megurangi resiko serangan

jantung yang akan datang.


Nitrogliserin
Mengontrol nyeri dada dengan memperlebar arteri koroner dan mengurangi
kebutuhan jantung akan oksigen.
36

ACE inhibitor dan angiotensin receptor blockers (ARBs)


Menurunkan tekanan darah dan membantu mencegah progres dari CAD. Dapaet
mengurangi resiko serangan jantung
Calcium channel blockers
Dapat merelakskan otot di sekitar arteri koronaria dan menyebabkan pembuluh darah
untuk terbuka sehingga meningkatkan aliran darah ke jantung. Dapat pula mengontrol
tekanan darah tinggi.

Prosedur yang dapat dilakukan untuk meningkatkan aliran darah


i.

Angioplasty dan penempatan stent


Dilakukan dengan cara memasukkan kateter kedalam arteri yang menyempit.
Kemudian kawat dengan balon yang dikempiskan dimasukkan kedalam kateter
kemudian balon dikembangkan sehingga mengkompresi deposit ke dinding arteri.

ii.

Stent diletakkan di dalam arteri agar membantu arteri tetap terbuka.


Coronary artery bypass surgery
Dokter bedah membuat graft sebagai bypass pada arteri yang tersumbat menggunakan
pembuluh darah dari bagian tubuh lain. Hal ini menyebabkan darah mengalir
mengelilingi arteri yang tersumbat atau menyempit. Pembedahan ini dilakukan pada
kasus dengan penyempitan arteri multipel karena merupakan operasi pembedahan
terbuka.

Efek obat yang telah diberikan[11]


Aspirin
Aspirin atau asam asetil salisilat adalah analgesik antipiretik dan anti inflamasi yang
sangat luas digunakan dalam obat bebas. Selain itu aspirin juga mempunyai efek anti
trombosit yang dapat menghambat agregasi trombosit sehingga menyebabkan terhambatnya
pembentukan trombus yang terutama sering ditemukan pada sistem arteri.
Aspirin bekerja mengasetilasi enzim siklooksigenase dan menghambat pembentukan
enzim cyclic endoperoxides. Aspirin juga menghambat sintesa tromboksan A-2 (TXA-2) di
dalarn trombosit, sehingga akhirnya menghambat agregasi trombosit. Aspirin menginaktivasi
enzim-enzim pada trombosit tersebut secara permanen. Penghambatan inilah yang merupakan
cara kerja aspirin dalam pencegahan stroke dan TIA (Transient Ischemic Attack). Pada
endotel pembuluh darah, aspirin juga

menghambat pembentukan prostasiklin. Hal ini

membantu mengurangi agregasi trombosit pada pembuluh darah yang rusak. Penelitian akhir37

akhir ini menunjukkan bahwa aspirin dapat menurunkan resiko terjadinya stroke, infark
jantung non fatal dan kematian akibat penyakit vascular pada pria dan wanita yang telah
pernah mengalami TIA atau stroke sebelumnya.

Lisinopril
Lisinopril merupakan salah satu golongan dari penghambat konversi angiotensin
(ACE inhibitor) yang dapat digunakan sebagai obat antihipertensi. ACE inhibitor mengurangi
pembentukan angiotensin II (AII) sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi
aldosteron yang menyebabkan terjadinya ekskresi natrium dan air, serta retensi natrium.
Akibatnya terjadi penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi. Kadar plasma AII dan
aldosteron menurun sedangkan kadar plasma AI dan aktivitas rennin plasma meningkat
karena mekanisme kompensasi.sekresi aldosteron yang dipengaruhi oleh faktor-faktor di
samping system renin-angiotensin, mungkin kembali ke nilai awal pada terapi jangka
panjang. Karena efek vasokonstriksi AII paling kuat antara lain pada pembuluh darah ginjal,
maka berkurangnya pembentukan AII oleh ACE inhibitor menimbulkan vasodilatasi renal
yang kuat, sehingga terjadi peningkatan aliran darah ginjal.Penurunan tekanan darah oleh
ACE inhibitor disertai dengan penurunan resistensi perifer, tanpa disertai refleks takikardia.
ACE inhibitor juga mengurangi tonus vena.

Bisoprolol
Bisoprolol merupakan salah satu dari golonga beta bloker yang mempunyai efek
diantaranya pada penurunan tekanan darah dan antiangina. Pada hipertensi, mekanisme kerja
obat ini belum diketahui secara pasti. Bisoprolol mencegah neurotransmitter, norepinefrin
dan epinefrin (adrenalin) yang akan mengurangi denyut jantung dan menurunkan tekanan
darah. Dalam antiangina, obat ini efektif karena mengurangi kebutuhan oksigen miokard
dengan cara mengurangi frekuensi denyut jantung, kontraktilitas miokard dan tekanan darah
melalui penghambatan adrenoreseptor- di jantung, sewaktu kerja fisik. Selain itu juga
obatini meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara mengurangi tegangan dinding
ventrikel selama systole, serta memperlambat denyut jantung (waktu diastole memanjang)

38

sehingga perfusi subendokard meningkat. Efek samping dari -bloker adalah gagal jantung,
bradiaritmia, bronkospasme, hipoglikemi, dll.

BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan keluhan utama, hasil pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,
maka kelompok kami menyimpulkan diagnosa kerja untuk Bapak Andi ini adalah Acute
Kidney Injury et causa kontras coronary angiography disertai myocardial iskemia, hipertrofi
ventrikel kiri, dan efusi pleura et causa CAD.
Prinsip penatalaksanaan pada pasien ini adalah mengobati penyakit dasarnya yaitu
diabetes mellitus tipe 2 dan CAD. Yang terpenting adalah edukasi pada pasien ini yaitu
dengan mengatur pola makannya dengan benar, olahraga yang cukup, hindari rokok dan
alkohol, istirahat yang cukup, serta hindari stres. Lalu, untuk mengatasi retinopati
diabetikumnya dapat dilakukan fotokoagulasi laser pada retinanya. Lalu, dikarenakan telah
terjadinya myocardial iskemia pada pasien ini, maka untuk meningkatkan aliran darah dapat
dilakukan angioplasty atau dengan coronary bypass. Selain itu, pemberian obat-obatan
39

sebelumnya yaitu nitrogliserin IV, aspirin, bisoprolol, dan lisinopril, serta coronary
angiography harus dihentikan.
Dikarenakan banyaknya komplikasi yang telah terjadi pada pasien ini, terutama
terjadinya kerusakan pada organ-organ vital yaitu jantung, paru, dan ginjal, maka prognosis
untuk pasien ini buruk.

DAFTAR PUSTAKA
1. Markum HMS. Gangguan ginjal akut. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, and Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 5 th ed. Jakarta:
InternaPublishing; 2009. p. 1041-9.
2. Fauci SA, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL, et al. Harrisons principles of internal
medicine. In: Acute Renal Failure. Liu KD, Chertow GM editors. McGraw Hill: new
york. 17th ed. ; 2008; p. 1752-61
3. Silbernagl S and Lang F. Teks & atlas berwarna patofisiologi. Jakarta: EGC; 2007. p.
291; 216-7.
4. University of

Washington.

Patient

history:

neck

veins.

Available

at:

http://depts.washington.edu/physdx/neck/patienthx.html. Accessed on April 22nd,


2011.
5. Sutedjo AY. Mengenal penyakit melalui hasil pemeriksaan laboratorium. Yogyakarta:
Amara Books; 2008. p. 30; 40; 69-71; 73-4; 77-9; 116; 159-166.
6. Widjaja S. EKG praktis. Tangerang: Binarupa Aksara; 2009. P. 17-31; 68; 108; 110.
40

7. Moore KL and Agur ANM. Anatomi klinis dasar. Jakarta: Penerbit Hipokrates; 2002.
p. 125-8; 58-66.
8. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. 2nd ed. Jakarta: EGC; 2001. p. 46286.
9. Soegondo S. Demam farmakoterapi pada pengendalian glikemia diabetes melitus tipe
2 . In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, et al. Ilmu
Penyakit Dalam. 4th ed. Jakarta: FKUI; 2007.
10. Mayoclinic.
Coronary
artery

disease.

Available

http://www.mayoclinic.com/health/coronary-artery-disease/DS00064. Accessed

at:
on

April 20th, 2011.


11. FKUI. Farmakologi dan terapi. 4th ed. Jakarta : FKUI; 2009.

41

Você também pode gostar