Você está na página 1de 20

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pemeriksaan Kehamilan


2.1.1. Pengertian Pemeriksaan Kehamilan
Pemeriksaan kehamilan atau yang lebih sering disebut antenatal care adalah
kegiatan yang diberikan untuk ibu sebelum melahirkan atau dalam masa kehamilan.
Pemeliharaan kehamilan merupakan suatu upaya yang dilakukan dalam pemeliharaan
terhadap kesehatan ibu dan kandungannya. Asuhan kehamilan ini diperlukan karena
walaupun pada umumnya kehamilan berkembang dengan normal dan menghasilkan
kelahiran bayi yang sehat cukup bulan melalui jalan lahir, namun kadang-kadang
tidak sesuai dengan yang diharapkan. Sulit diketahui sebelumnya bahwa kehamilan
akan menjadi masalah (Saifuddin, 2001).
Pemeriksaan kehamilan sebaiknya dilakukan paling sedikit empat kali selama
kehamilan yaitu: satu kali pada trimester pertama, satu kali pada trimester ke dua, dan
dua kali pada trimester tiga. Pemeriksaan pertama dilakukan segera setelah diketahui
terlambat haid (Saifuddin, 2001).
2.1.2. Tujuan Pemeriksaan Kehamilan
Menurut Saifuddin (2002), pemeriksaan kehamilan atau antenatal care
bertujuan untuk :
1) Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh
kembang bayi.

Universitas Sumatera Utara

2) Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental, dan sosial ibu dan
bayi.
3) Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin
terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan
pembedahan.
4) Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat, ibu maupun
bayinya dengan trauma seminimal mungkin.
5)

Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan penberian ASI
eksklusif.

6) Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar
dapat tumbuh kembang secara normal.
2.1.3. Cakupan Asuhan Kehamilan
Pelayanan selama kehamilan (antenatal) merupakan pelayanan kesehatan oleh
tenaga kesehatan profesional (dokter spesialis kebidanan dan kandungan, dokter
umum, bidan dan perawat) kepada ibu hamil selama kehamilannya sesuai pedoman
pelayanan kehamilan yang ada dengan titik berat pada kegiatan promotif dan
preventif (Profil Dinkes NAD, 2008).
Hasil pelayanan antenatal dapat dilihat dari cakupan pelayanan K1 dan K4.
Cakupan K1 atau juga disebut akses pelayanan ibu hamil merupakan gambaran
besaran ibu hamil yang telah melakukan kunjungan pertama ke fasilitas pelayanan
kesehatan untuk mendapatkan pelayanan antenatal. Sedangkan K4 adalah gambaran
besar ibu hamil yang telah mendapatkan pelayanan ibu hamil sesuai dengan standar

Universitas Sumatera Utara

serta paling sedikit empat kali kunjungan dengan distribusi sekali pada trimester
pertama, sekali pada trisemester kedua dan dua kali pada trisemester ketiga, angka ini
digunakan untuk melihat kualitas pelayanan kesehatan kepada ibu hamil. Data dari
Dinkes Provinsi Aceh pada tahun 2006 cakupan K4 adalah 73,62% dan pada tahun
2007 75,92%, dan Kabupaten Aceh Besar adalah 83,5% (Profil Dinkes NAD, 2008).
Dalam rangka program pelayanan selama hamil dalam penilaian untuk
menentukan prioritas digunakan empat indikator, yaitu cakupan kunjungan baru ibu
hamil (K1), cakupan kunjungan ibu hamil yang keempat (K4), cakupan imunisasi
TT2 dan cakupan pemberian Fe 90 tablet pada ibu selama hamil (Manuaba,1999).
Menurut Saifuddin (2002), agar ibu mendapatkan semua informasi yang
diperlukan, maka petugas kesehatan akan memberikan asuhan antenatal yang baik
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Sapa ibu juga keluarga dan membuatnya merasa nyaman.
2) Mendapatkan riwayat kehamilan ibu dan mendengarkan dengan teliti apa yang
diceritakan oleh ibu.
3) Melakukan pemeriksaan fisik seperlunya saja.
4) Melakukan pemeriksaan laboratorium.
5) Melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium untuk menilai apakah
kehamilannya normal (tekanan darah dibawah 140/90mmHg, edema hanya pada
ekstremitas, tinggi fundus dalam cm atau menggunakan jari-jari tangan sesuai
dengan usia kehamilan, denyut jantung janin 120-160 denyut permenit, gerakan
janin terasa setelah 18-20 minggu hingga melahirkan).

Universitas Sumatera Utara

6) Membantu ibu dan keluarganya untuk

mempersiapkan kelahiran dan

kemungkinan keadaan darurat:


a. bekerja

sama

dengan

ibu,

keluarganya,

serta

masyarakat

untuk

mempersiapkan rencana kelahiran, termasuk mengidentifikasi penolong


dan tempat bersalin, serta perencanaan tabungan untuk mempersiapkan
biaya persalinan.
b. bekerja sama dengan dengan ibu, keluarganya dan masyarakat untuk
mempersiapkan rencana jika terjadi komplikasi, termasuk mengidentifikasi
kemana harus pergi dan transportasi untuk mencapai tempat tersebut,
mempersiapkan donor darah, mengadakan persiapan finansial dan
mengidentifikasi pembuat keputusan kedua jika pembuat keputusan
pertama tidak ada ditempat.
7) Memberikan konseling: gizi yaitu peningkatan konsumsi makanan hingga 300
kalori perhari dan mengkonsumsi makanan seimbang, latihan yang tidak
berlebihan dan beristirahat jika lelah, perubahan fisiologis yang terjadi dan cara
mengatasinya, menasehati agar mencari pertolongan segera bila mengalami
tanda-tanda bahaya.
8) Merencanakan dan mempersiapkan kelahiran yang bersih dan aman dirumah.
9) Menjaga kebersihan diri.
10) Memberikan zat besi 90 hari mulai minggu ke 20.
11) Memberikan imunisasi TT 0,5 cc jika sebelumnya sudah mendapatkan.
12) Menjadwalkan kunjungan berikutnya.

Universitas Sumatera Utara

13) Mendokumentasikan kunjungan tersebut.

2.2. Teori Dukungan


2.2.1. Dukungan Sosial
Green dan Kreuter dalam Notoatmodjo (2007), berpendapat perilaku
seseorang dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu: 1) faktor-faktor predisposisi (predisposing
factors) meliputi pengetahuan, pendidikan, kepercayaan, nilai dan sikap terhadap
pelayanan kesehatan; 2) faktor-faktor pendukung (enabling factors) terwujud dalam
bentuk fasilitas pelayanan kesehatan dan jarak tempuh kefasilitas kesehatan; 3)
faktor-faktor pendorong (reinforcing factors) terwujud dalam sikap, perilaku orang
lain yang mendukung seperti petugas kesehatan, tokoh masyarakat dan keluarga yang
merupakan kelompok referensi.
Dukungan adalah menyediakan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan orang
lain. Dukungan juga dapat diartikan sebagai memberikan dorongan/motivasi atau
semangat dan nasihat kepada orang lain dalam situasi pembuat keputusan
(Chaplin, 2006).
Sumber-sumber dukungan sosial memberikan arti yang berbeda bagi masingmasing individu. Dukungan sosial yang berarti bagi seseorang mungkin tidak berarti
bagi orang yang lain. Dukungan sosial dapat berasal dari orang-orang yang penting
yang dekat (significant others) bagi individu yang membutuhkan bantuan. Dukungan
sosial bisa berasal dari partner, anggota keluarga, teman. Dalam hubungan antar
manusia terdapat tiga sumber dukungan sosial, yaitu: atasan atau penyelia, rekan

Universitas Sumatera Utara

sekerja dan keluarga, termasuk suami-istri dan anggota keluarga tidak kalah perannya
walau hanya dalam bentuk dukungan emosional.
Gottlieb dalam Koentjoro (2002), berpendapat dukungan sosial terdiri dari
informasi atau nasehat verbal dan non verbal, bantuan nyata, atau tindakan yang
diberikan oleh keakraban sosial atau dapat dikatakan karena adanya kehadiran
mereka mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerimanya.
Dukungan suami masuk didalam lingkup dukungan sosial, dimana yang dimaksud
dari dukungan sosial adalah bentuk dukungan dan hubungan yang baik untuk
memberikan kontribusi penting pada kesehatan. Dukungan sosial yang dibutuhkan
adalah berupa dukungan secara emosional yang mendasari tindakan. Hal tersebut
akan membuat orang merasa diperhatikan, dicintai, dimuliakan dan dihargai.
Dukungan suami yang dimaksud dalam penelitian ini adalah dukungan baik
fisik maupun psikologis yang diberikan suami terhadap istri. Suami ada pada saat
dibutuhkan dan dapat memberikan bantuan kepada istri. Dukungan sosial antara lain
bersumber dari suami, anak, saudara kandung, orang tua, rekan kerja, kerabat juga
tetangga (Cohen & Syme, 1985).
Dukungan sosial memiliki kekuatan sebagai pencegahan dan pendorong
seseorang berperilaku sehat. Dukungan sosial berdampak pada kesehatan dan
kesejahteraan. Ciri-ciri bentuk dukungan sosial berkaitan dengan komposisi jaringan
sosial atau sumber-sumber dukungan, karakteristik fungsional ditandai dengan
penyediaan sumber daya tertentu atau jenis dari dukungan (Cohen et al., 1985).
Dukungan sosial berpengaruh terhadap penilaian individu dalam memandang

Universitas Sumatera Utara

seberapa berat suatu peristiwa yang terjadi dalam hidup yang bias memengaruhi
pilihan dalam upaya penanggulangan. Dukungan sosial berdampak langsung terhadap
perilaku kesehatan.
2.2. 2. Dukungan Suami
Menurut Henderson (2005) ada beberapa faktor yang berperan dalam
meningkatkan kemampuan wanita dalam beradaptasi terhadap kehamilan, misalnya
lingkungan sosial, dukungan sosial dan dukungan dari pemberi asuhan. Dukungan
yang diberikan oleh suami dan keluarga dapat memengaruhi persepsi terhadap
kehamilan dan memengaruhi tingkat kecemasan dan mekanisme koping yang ibu
alami.
Cohen et al., (1985) mendefinisikan dukungan sosial adalah bentuk hubungan
sosial meliputi emotional, informational, instrumental dan appraisal. Secara rinci
dijabarkan sebagai berikut:
1.

Emotional yang dimaksud adalah rasa empati, cinta dan kepercayaan dari orang
lain terutama suami sebagai motivasi.

2.

Informational adalah dukungan yang berupa informasi, menambah pengetahuan


seseorang dalam mencari jalan keluar atau memecahkan masalah seperti nasehat
atau pengarahan.

3.

Instrumental menunjukkan ketersediaan sarana untuk memudahkan perilaku


menolong orang yang menghadapi masalah berbentuk materi berupa pemberian
kesempatan dan peluang waktu.

Universitas Sumatera Utara

4.

Appraisal berupa pemberian penghargaan atas usaha yang dilakukan,


memberikan umpan balik mengenai hasil atau prestasi yang dicapai serta
memperkuat dan meninggikan perasaan harga diri dan kepercayaan akan
kemampuan individu.
Empat jenis perilaku atau tindakan yang mendukung (Heaney and Israel,

2008, Friedman, 1997) yaitu:


1. Dukungan informasi (informational), dalam hal ini keluarga memberikan
informasi, penjelasan tentang situasi dan segala sesuatu yang berhubungan dengan
masalah yang sedang dihadapi oleh seseorang. Mengatasi permasalahan dapat
digunakan seseorang dengan memberikan nasehat, anjuran, petunjuk dan masukan.
2. Dukungan penilaian (appraisal) yaitu: keluarga berfungsi sebagai pemberi umpan
balik yang positif, menengahi penyelesaian masalah yang merupakan suatu sumber
dan pengakuan identitas anggota keluarga.

Keberadaan informasi yang

bermanfaat dengan tujuan penilaian diri serta penguatan (pembenaran).


3. Dukungan instrumental (instrumental) yaitu: keluarga merupakan suatu sumber
bantuan yang praktis dan konkrit. Bantuan mencakup memberikan bantuan yang
nyata dan pelayanan yang diberikan secara langsung bisa membantu seseorang
yang membutuhkan. Dukungan ekonomi akan membantu sumber daya untuk
kebutuhan dasar dan kesehatan anak serta pengeluaran akibat bencana.
4. Dukungan emosional (emotional) yaitu: keluarga berfungsi sebagai suatu tempat
berteduh dan beristirahat, yang berpengaruh terhadap ketenangan emosional,
mencakup pemberian empati, dengan mendengarkan keluhan, menunjukkan kasih

Universitas Sumatera Utara

sayang, kepercayaan, dan perhatian. Dukungan emosional akan membuat


seseorang merasa lebih dihargai, nyaman, aman dan disayangi.
Menurut Sarason dan Sarason (1997), ada tiga cara untuk mengukur besarnya
dukungan sosial, yaitu pesceived social support, social embeddnes, dan enected
support. Ketiganya tidak memiliki korelasi yang signifikan antara satu dengan yang
lain dan masing-masing berdiri sendiri, yaitu:
1.

Perceived social support;

cara pengukuran ini berdasarkan pada perilaku

subjektif yang dirasakan individu mengenai tingkah laku orang disekitarnya,


apakah memberikan dukungan atau tidak.
2.

Social embeddnes; cara pengukuran ini berdasarkan ada atau tidaknya hubungan
antara individu dengan orang lain sekitarnya. Fokus pengukuran ini tidak melihat
pada kualitas dan keadekuatan, tetapi hanya melihat jumlah orang yang
berhubungan dengan individu.

3.

Enacted support; cara pengukuran ini memfokuskan pada seberapa sering


perilaku dari orang sekitar individu yang dapat digolongkan kedalam pemberian
dukungan sosial tanpa melihat adanya persepsi akan dukungan sosial yang
diterima individu.
Pengukuran dukungan pada penelitian ini dilakukan dengan cara perceived

social support.

Dalam hal ini faktor subjektivitas sangat berpengaruh karena

melibatkan persepsi penerimanya. Adanya penilaian kognitif bahwa individu telah


menerima dukungan.

Universitas Sumatera Utara

2.2.3 Bentuk Dukungan Suami terhadap Pemeriksaan Kehamilan


Memeriksakan kehamilan sejak dini dalam hal ini suami dapat mendukung
isterinya agar mendapatkan pelayanan antenatal yang baik, menyediakan transportasi
atau dana untuk biaya konsultasi. Suami seharusnya menemani istrinya konsultasi,
sehingga suami dapat belajar mengenai gejala dan tanda-tanda komplikasi kehamilan.
Kematian ibu dapat dicegah bila suami dapat mengenal komplikasi-komplikasi
potensial dan selalu siaga untuk mencari pertolongan bila hal itu terjadi (Beni, 2000).
Menurut Prianggoro (2008), dengan menemani isteri pada saat pemeriksaan
kehamilan, suami akan lebih banyak mendapatkan informasi sehingga lebih siap
menghadapi kehamilan dan persalinan isterinya. Selain itu isteri juga lebih merasa
aman dan nyaman diperiksa bila ditemani suaminya.
Suami seseorang yang terdekat dengan isteri, suami dianggap paling
memahami kebutuhan isteri. Saat hamil seorang wanita mengalami perubahan baik
fisik maupun mental. Suami sebaiknya memahami perubahan ini dan dapat lebih
bersabar. Suami diharapkan tidak terlalu cemas agar tidak memengaruhi kondisi
emosi isteri (Mansur, 2009).
Menurut Beni (2000), suami dapat membantu merencanakan kelahiran oleh
tenaga bidan terlatih dan menyiapkan dana untuk persiapan biaya kelahiran. Suami
juga dapat menyusun waktu yang tepat untuk menyediakan transportasi dan bahanbahan yang diperlukan.
Salah satu peran suami dalam menurunkan angka kematian ibu adalah suami
dapat memastikan persalinan isterinya ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih dan

Universitas Sumatera Utara

dapat berjalan dengan aman. Untuk itu suami perlu diberikan pengetahuan mengenai
persiapan persalinan yang meliputi komponen pembuatan rencana persalinan (tempat,
tenaga penolong, transportasi, siapa yang menemani ibu bersalin, biaya, siapa yang
menjaga keluarganya yang lain) dan membuat rencana siapa pembuat keputusan
utama jika terjadi kegawatdaruratan dan siapa pembuat keputusan bila pembuat
keputusan utama tidak ada (Admin, 2008).
Suami dapat merencanakan kapan dan dimana persalinan dilakukan sehingga
tidak terjadi keterlambatan dalam memperoleh pertolongan persalinan. Sehingga
perlu dipersiapan kendaraan, bahan-bahan yang dibutuhkan untuk persalinan dan
biaya.
Partisipasi dan tanggung jawab suami baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam asuhan kehamilan saat ini masih rendah. Kehamilan merupakan suatu
peristiwa yang luar biasa dan merupakan anugrah Tuhan YME, maka sebuah
kehamilan perlu mendapat perhatian khusus dari ibu sendiri, suami dan keluarga yang
lain. Partisipasi suami sangat dibutuhkan untuk dukungan psikis, fisik, sosial dan
spiritual. Partisipasi dalam asuhan kehamilan ini merupakan refleksi dari peran suami
dalam keluarga (BKKBN, 2003).

2.3. Karakteristik Ibu.


Karakteristik merupakan ciri khas yang mempunyai sifat khas dengan watak
tertentu seperti tabiat, watak, sifat kejiwaan, akhlak (budi pekerti) yang
membedakannya dengan orang lain. (Depdikbud, 2003). Menurut Depdiknas (2003),

Universitas Sumatera Utara

karakteristik adalah ciri-ciri khusus yang mempunyai sifat yang khas sesuai dengan
watak yang dimiliki seseorang.
Menurut Freud dalam Soedarsono (2008) karakteristik adalah kumpulan tata
nilai yang terwujud dalam suatu sistem daya dorong yang melandasi pemikiran, sikap
dan perilaku, yang akan ditampilkan secara mantap. Karakteristik merupakan
aktualisasi diri seseorang potensi dari dalam dan internalisasi nilai-nilai yang terpatri
dalam diri seseorang melalui pendidikan, percobaan, pengorbanan dan pengaruh
lingkungan, menjadi nilai yang intrinsik yang melandasi sikap dan perilaku.
Notoadmodjo (2003) mengatakan bahwa karakteristik seseorang atau masyarakat
dipengaruhi oleh pendidikan, pekerjaan, umur, sikap perilaku, etnis, jenis kelamin,
pendapatan dan spiritual (keyakinan).
Menurut Teddy (2008) terdapat 2 karakteristik yang memengaruhi individu
dan perilakunya yaitu:
1.

Karakteristik lingkungan terdiri dari budaya, kelas sosial, keluarga dan situasi.

2.

Karakteristik individu terdiri dari motivasi dan keterlibatan, pengetahuan, sikap,


kepribadian, gaya hidup dan demografi (umur, jenis kelamin, suku, agama, status
perkawinan, jumlah anak, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan).
Faktor-faktor yang memengaruhi wanita dalam melakukan pemeriksaan

kehamilan adalah:

pendidikan ibu, pendidikan suami, status perkawinan,

ketersediaan sarana kesehatan, biaya, pendapatan rumah tangga, pekerjaan


perempuan, paparan media dan memiliki riwayat komplikasi obstetri. Kepercayaan
budaya dan ide-ide tentang kehamilan juga memiliki pengaruh pada penggunaan

Universitas Sumatera Utara

pelayanan antenatal. Paritas secara statistik memiliki efek negatif yang signifikan
terhadap kehadiran memadai. Sementara perempuan paritas lebih tinggi cenderung
menggunakan pelayanan antenatal kurang, ada interaksi usia perempuan dengan
kunjungan antenatal (Simkhada et al., 2008). Pendapat yang hampir sama
dikemukakan oleh Cui et al., (2005) faktor-faktor yang memengaruhi pemeriksaan
kehamilan adalah usia ibu, pendidikan, kebangsaan dan sosial ekonomi.
2.3.1. Paritas
Menurut Wiknjosastro dkk, (2002) paritas ke 2-3 merupakan paritas paling
aman ditinjau dari sudut kematian maternal. Paritas 1 dan paritas lebih dari 3 (paritas
tinggi) mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih
tinggi kematian maternal.
Selanjutnya Swenson et al., (1993) berpendapat, wanita dengan paritas tinggi
cenderung kurang memanfaatkan perawatan kehamilan, ibu paritas tinggi lebih
percaya diri tentang kehamilannya dan merasa kurang perlu untuk melakukan
perawatan kehamilan. Paritas lebih tinggi pada umumnya merupakan penghalang
untuk menggunakan pelayanan ANC (Overbosch et al, 2004).
2.3.2. Usia
Menurut Wiknjosastro dkk (2002), kematian maternal pada wanita hami dan
melahirkan pada usia 20 tahun 2-5 kali lebih tinggi dari pada kematian maternal yang
terjadi pada usia 20-29 tahun. Kematian maternal meningkat kembali sesudah usia
30-35 tahun. Ciceklioglu et al., (2005) menyatakan ada hubungan yang signifikan
antara usia dengan pemeriksaan kehamilan.

Universitas Sumatera Utara

Usia < 20 tahun dan > 35 tahun meningkatkan risiko komplikasi obstetri juga
peningkatan kesakitan dan kematian perinatal. Pada kehamilan > 35 tahun juga
berpengaruh untuk terjadi abnormalitas persalinan. Umur meningkatkan angka
kematian maternal (Cuningham et al., 2005)
Penelitian Matthews et al (2001), mayoritas perempuan dalam usia tiga
puluhan melakukan pemeriksaan kehamilan awal dan lebih sering daripada remaja
dan wanita yang lebih tua. Penelitian Mathole et al (2004), juga menunjukkan bahwa
perempuan di bawah 35 tahun lebih sering melakukan kunjungan ke klinik untuk
meyakinkan bahwa bayi mereka tumbuh, sedangkan wanita yang lebih tua yang tidak
mengalami masalah, tidak peduli mereka menganggap hal tersebut hal biasa.
2.3.3. Pendidikan
Status

Pendidikan

seseorang

akan

memengaruhi

seseorang

dalam

menggunakan pelayanan kesehatan. Banyak penelitian yang menyatakan bahwa


penggunaan layanan kesehatan meningkat seiring dengan peningkatan jenjang
pendidikan. Peningkatan pendidikan juga meningkatkat pengetahuan dan kepedulian
serta akses terhadap informasi yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi
(Thaddeus dan Maine, 2004).
Wanita yang berpendidikan tinggi cenderung mempunyai jumlah pemeriksaan
kehamilan lebih baik (Nielsen et al., 2001). Wanita berpendidikan tinggi memulai
pemeriksaan kehamilan lebih awal daripada wanita yang berpendidikan rendah
(Matthews et al., 2001). Penelitian Simanjuntak (2000), menyatakan ada hubungan
yang bermakna antara pendidikan ibu terhadap kunjungan antenatal care.

Universitas Sumatera Utara

2.3.4. Pekerjaan
Pekerjaan merupakan aktifitas utama yang dilakukan oleh manusia dan
merupakan suatu tugas atau kerja yang menghasilkan uang bagi seseorang, dan sering
dianggap sinonim dari profesi. (Wikipedia, 2009).
Menurur Puspa (2009), bekerja adalah aktifitas dasar yang menyangkut
kebutuhan dasar manusia untuk mendapatkan nafkah kebutuhan diri sendiri dan
keluarga. Pengertian dan pemahaman masyarakat tentang pekerjaan cendrung
menunjukkan pada jenis pekerjaan dilapangan kerja formal, mereka yang dianggap
bekerja hanya sebatas pada pegawai atau karyawan yang mempunyai kantor, setiap
hari berangkat kerja, dan menerima gaji pada akhir bulan. Dalam arti sesungguhnya
lapangan kerja informal kenyataan banyak menampung dan menyerap tenaga kerja
justru kurang mendapat perhatian dari para pencari kerja. Lapangan kerja informal
biasanya dijadikan pilihan terakhir setelah mereka gagal memasuki lapangan kerja
formal. Lapangan kerja dapat dibedakan menjadi lapangan kerja formal dan informal.
Lapangan kerja formal adalah lapangan kerja yang keberadaannya diatur dan
dilindungan oleh peraturan ketenagakerjaan, misalnya Pegawai Negeri Sipil (PNS),
ABRI, karyawan perusahaan swasta dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Sementara lapangan kerja informal adalah lapangan kerja yang keberadaannya atas
usaha sendiri dan upah tidak terjangkau oleh oleh peraturan ketenagakerjaan,
termasuk di dalamnya usaha mandiri, pedagang, peternak, petani, nelayan, tukang
kayu/bangunan, tukang jahit, jasa profesi mandiri, dan lain sebagainya.

Universitas Sumatera Utara

Penelitian yang dilakukan oleh Sjofiatun (2000), menyebut bahwa status ibu
bekerja mempunyai pengaruh

yang signifikan terhadap perawatan kehamilan di

daerah pedesaan maupun di daerah perkotaan.


Perempuan yang bekerja lebih memanfatkan pelayanan antenatal care
dibandingkan ibu rumah tangga dan ibu yang tidak bekerja (Kabir et al. 2005).Wanita
yang bekerja cenderung memulai antenatal care lebih awal (Magadi et al., 2002).
Wanita yang bekerja di luar rumah selama kehamilan secara signifikan berhubungan
terhadap pelayanan pemeriksaan kehamilan (Erci, 2003).

2.4. Landasan Teori


Menurut Notoatmodjo (2007), perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu
respon seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan
penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan.
Secara lebih terinci perilaku kesehatan menurut Notoatmodjo (2007), meliputi:
1. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit yang meliputi: a) peningkatan dan
pemeliharaan kesehatan (health promotion behavior) misalnya berperilaku hidup
sehat makan makanan bergizi, olahraga, b) perilaku terhadap pencegahan penyakit
(health prevention behavior) yang termasuk didalamnya imunisasi, perilaku
pemeriksaan kehamilan, c) perilaku pencarian pengobatan (health seeking
behavior), d) perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan (health
rehabilitation behavior).

Universitas Sumatera Utara

2. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan.


3. Perilaku terhadap makanan.
4. Perilaku terhadap lingkungan kerja.
Kerangkan teori pada penelitian ini adalah modifikasi dari beberapa landasan
teori perubahan perilaku kesehatan. Green and Kruiter dalam Glanz (2005),
mengemukakan ada 3 faktor yang memengaruhi perilaku kesehatan yaitu:
1. Faktor predisposisi (predisposing factor), merupakan faktor antesenden terhadap
perilaku yang menjadi dasar atau motivasi perilaku dan yang termasuk didalamnya
adalah: pengetahuan, sikap, keyakinan dan nilai-nilai serta persepsi individu untuk
melakukan tindakan.
2. Faktor pemungkin (Enabling factor), merupakan faktor anteseden terhadap
perilaku yang memungkinkan motivasi atau aspirasi terlaksana dan yang termasuk
dalam faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana kesehatan.
3. Faktor penguat (reinforcing factor), adalah konsekuensi dari perilaku yang
ditentukan apakah pelaku menerima umpan balik yang positif atau negatif dan
mendapatkan dukungan sosial setelah perilaku dilakukan. Faktor penguat
mencakup: dukungan sosial dari tenaga kesehatan, tokoh masyarakat, keluarga,
pengaruh sebaya.
Menurut Andersen (1995), ada 3 kategori utama dalam health system model
(model kepercayaan terhadap penggunaan pelayanan kesehatan). Dalam model ini
Anderson mengungkapkan beberapa kategori utama dalam penggunaan pelayanan
kesehatan:

Universitas Sumatera Utara

1.

Karakteristik predisposisi (presdisposing characteristics), bahwa semua individu


mempunyai kecendrungan yang berbeda-beda untuk menggunakan pelayanan
kesehatan. Hal ini disebabkan karena adanya ciri-ciri individu yang digolongkan
ke dalam tiga kelompok yakni: ciri demografi (umur, jenis kelamin), struktur
sosial (tingkat pendidikan, pekerjaan, ras), serta mempunyai keyakinan bahwa
pelayanan kesehatan dapat menolong proses penyembuhan.

2.

Karakteristik pendukung (enabling characteristics), hal ini mencerminkan bahwa


meskipun mempunyai predisposisi untuk menggunakan pelayanan kesehatan, ia
tidak akan bertindak menggunakan kecuali bila ia mampu menggunakannnya.
Penggunaan pelayanan kesehatan yang ada tergantung kepada kemampuan
konsumen untuk membayar.

3.

Karakteristik kebutuhann (need characteristics), kebutuhan dasar dan stimulus


langsung untuk menggunakan pelayanan kesehatan bila faktor predisposisi dan
pendukung. Karakteristik ini terbagi dua yaitu perceived (persepsi seseorang
terhadap kesehatannya) dan evaluated (gejala dan diagnosis penyakit)
Berdasarkan dua teori diatas maka dapat dimodifikasi menjadi skema dibawah

ini:

Universitas Sumatera Utara

Adapun skema teori Green and Kruiter dalam Glanz (2008), dan Andersen
(1995) dipaparkan dan dirangkum dalam suatu landasan teori berikut ini:

Predisposing
Factors
Knowledge
Perdisposing
Characteristics

Attitudes
Beliefs

Demographic

V l

Social structure
Enabling factors
Programs,
Service,

Enabling Resources

Resources necessary
for behavioral and enviromental outcomes to berealized,
N

kill

Specific
behavior by
individuals or
by
organizations

Personal/ family
Community

d dt

Reinforcing factors
Social support
Peers influence

Need
Perceived ( subject
assessment)
Evaluated (clinical

Significant others
p
Gambar 2.1. Skema modifikasi teori Green and Kruiter dalam Glanz (2008),
dan teori Andersen (1995)

Universitas Sumatera Utara

2.5. Kerangka Konsep


Berdasarkan tujuan penelitian dan landasan teori yang dikemukakan, maka
kerangka konsep penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Karakteristik ibu
1.
2.
3.
4.

Paritas
Usia
Pendidikan
Pekerjaan

Pemeriksaan kehamilan
Dukungan suami
1. Dukungan Informasional
2. Dukungan Penilaian/
Penghargaan
3. Dukungan Instrumental
4. Dukungan Emosional

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Você também pode gostar