Você está na página 1de 9

LAPORAN PATOLOGI KLINIK

DEMAM TIFOID

M ARIEF LUTHFI
M M AFIF

G0012118
G0012120

MAHARDIKA K

G0012123

NADIRA ASAD

G0012144

RIA TUSTINA H.
G0012086
RIANITA P

G0012180

SAFITRI T

G0012200

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2014

A. Definisi Demam Tifoid


Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau
typoid fever. Demam tipoid ialah penyakit infeksi akut yang
biasanya terdapat pada saluran pencernaan (usus halus) dengan
gejala demam

satu minggu atau lebih

disertai gangguan pada

saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.


Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau
Salmonella paratyphi dari Genus Salmonella. Bakteri ini berbentuk
batang, gram negatip, tidak membentuk spora, motil, berkapsul dan
mempunyai flagella (bergerak dengan rambut getar).

Bakteri ini

dapat hidup sampai beberapa minggu di alam bebas seperti di


dalam air, es, sampah dan debu. Bakteri ini dapat mati dengan
pemanasan (suhu 600C) selama 15 20 menit, pasteurisasi,
pendidihan dan khlorinisasi.

B. Epidemiologi Demam Tifoid


Demam tifoid dapat menginfeksi semua orang dan tidak ada
perbedaan yang nyata antara insiden pada laki-laki dan perempuan.
Insiden pasien demam tifoid dengan usia 12 30 tahun 70 80 %,
usia 31 40 tahun 10 20 %, usia > 40 tahun 5 10 %.
C. Faktor-faktor yang mempengaruhi demam tifoid
1. Faktor Host
Manusia adalah sebagai reservoir bagi kuman Salmonella
thypi. Terjadinya penularan Salmonella thypi sebagian besar melalui

makanan/minuman yang tercemar oleh kuman yang berasal dari


penderita atau carrier yang biasanya keluar bersama dengan tinja
atau urine. Dapat juga terjadi trasmisi transplasental dari seorang
ibu hamil yang berada dalam bakterimia kepada bayinya.
2. Faktor Agent
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi.
Jumlah kuman yang dapat menimbulkan infeksi adalah sebanyak
105 109 kuman yang tertelan melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi. Semakin besar jumlah Salmonella thypi yang
tertelan, maka semakin pendek masa inkubasi penyakit demam
tifoid.
3. Faktor Lingkungan
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai
secara luas di daerah tropis

terutama di daerah dengan kualitas

sumber air yang tidak memadai dengan standar hygiene dan


sanitasi yang rendah. Beberapa hal yang mempercepat terjadinya
penyebaran demam tifoid adalah urbanisasi, kepadatan penduduk,
sumber air minum dan standart hygiene industri pengolahan
makanan yang masih rendah.

C. Patogenesis Demam Typhoid


Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi masuk kedalam tubuh manusia
melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan
oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan berkembang biak.

Bila respon imunitas humoral mukosa IgA usus kurang baik maka kuman
akan menembus sel-sel epitel terutama sel M dan selanjutnya ke lamina propia.
Di lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit
terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam
makrofag dan selanjutnya dibawa ke plaque Peyeri ileum distal dan kemudian ke
kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman
yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah
(mengakibatkan bakterimia pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh
organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman
meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau
ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi yang
mengakibatkan bakterimia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan
gejala penyakit infeksi sistemik, seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala
dan sakit perut.
D. Pemeriksaan Lab dan Interpretasi Hasil
1. Diagnosis klinik
Diagnosis klinis penyakit ini sering tidak tepat, karena gejala kilinis yang khas
pada demam tifoid tidak ditemukan atau gejala yang sama dapat juga ditemukan
pada penyakit lain. Diagnosis klinis demam tifoid sering kali terlewatkan karena
pada penyakit dengan demam beberapa hari tidak diperkirakan kemungkinan
diagnosis demam tifoid.
2. Diagnosis mikrobiologi/pembiakan kuman
Metode diagnosis mikrobiologi adalah metode yang paling spesifik dan lebih
dari 90% penderita yang tidak diobati. Penanaman koloni salmonella pada
medium garam empedu dapat menjadi uji spesifik karena hanya bakteri enteric
saja yang dapat tumbuh pada medium tersebut. dalam kultur darahnya hanya
positip dalam minggu pertama. Hasil ini menurun drastis setelah pemakaian obat

antibiotika, dimana hasil positif menjadi 40%. Meskipun demikian kultur sum-sum
tulang tetap memperlihatkan hasil yang tinggi yaitu 90% positif. Pada mingguminggu selanjutnya hasil kultur darah menurun, tetapi kultur urin meningkat yaitu
85% dan 25% berturut-turut positif pada minggu ke-3 dan ke-4. Organisme dalam
tinja masih dapat ditemukan selama 3 bulan dari 90% penderita dan kira-kira 3%
penderita tetap mengeluarkan kuman Salmonella typhi dalam tinjanya untuk
jangka waktu yang lama.
Diagnosis mikrobiologis dapat dipadukan dengan identifikasi biokimiawi
terhadap koloni terduga Salmonella. Hasil identifikasi biokimiawi yang dapat
muncul adalah :

(table 1.1, hasil identifikasi biokimiawi terhadap berbagai bakteri. Sumber : WHO)

3. Diagnosis serologik
A. Uji Widal
Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella typhi terdapat dalam
serum penderita demam tifoid, pada orang yang pernah tertular Salmonella
typhi dan pada orang yang pernah mendapatkan vaksin demam tifoid. Antigen
yang digunakan pada uij Widal adlah suspensi Salmonella typhi yang sudah
dimatikan dan diolah di laboratorium.
Tujuan dari uji Widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam
serum penderita yang diduga menderita demam tifoid. Dari ketiga aglutinin

(aglutinin O, H, dan Vi), hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya


untuk diagnosis. Semakin tinggi titer aglutininnya, semakin besar pula
kemungkinan didiagnosis sebagai penderita demam tifoid.
Pada infeksi yang aktif, titer aglutinin akan meningkat pada
pemeriksaan ulang yang dilakukan selang waktu paling sedikit 5 hari.
Peningkatan titer aglutinin empat kali lipat selama 2 sampai 3 minggu
memastikan diagnosis demam tifoid (Cammie et al.,2005).
Interpretasi hasil uji Widal adalah sebagai berikut :
- Titer O yang tinggi ( > 160) menunjukkan adanya infeksi akut.
- Titer H yang tinggi ( > 160) menunjukkan telah mendapat imunisasi

atau pernah menderita infeksi.


Titer antibodi yang tinggi terhadap antigen Virus terjadi pada carrier

(Widodo, 2006).
Beberapa faktor yang mempengaruhi uji Widal antara lain :
a. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Penderita
- Keadaan umum gizi penderita
Gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi.
- Waktu pemeriksaan selama perjalanan penyakit
Aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah penderita mengalami
sakit selama satu minggu dan mencapai puncaknya pada minggu
-

kelima atau keenam sakit.


Pengobatan dini dengan antibiotik
Pemberian antibiotik dengan obat antimikroba dapat menghambat

pembentukan antibodi.
Penyakit-penyakit tertentu
Pada beberapa penyakit yang menyertai demam tifoid tidak terjadi
pembentukan antibodi, misalnya pada penderita leukemia dan

karsinoma lanjut.
Pemakaian obat

imunosupresif

atau

kortikosteroid

dapat

menghambat pembentukan antibodi.


Vaksinasi
Pada orang yang divaksinasi demam tifoid, titer aglutinin O dan H
meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan
sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-

lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh karena itu titer aglutinin H pada
seseorang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai
-

diagnostik.
Infeksi klinis atau subklinis oleh Salmonella sebelumnya
Keadaan ini dapat menyebabkan uji Widal positif, walaupun titer
aglutininnya rendah. Di daerah endemik demam tifoid dapat
dijumpai aglutinin pada orang-orang yang sehat (Lim, 2008).

b. Faktor-faktor teknis
- Aglutinasi silang
Karena beberapa spesies Salmonella dapat mengandung antigen O
dan H yang sama, maka reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat
juga menimbulkan reaksi aglutinasi pada spesies lain. Oleh karena
itu spesies Salmonella penyebab infeksi tidak dapat ditentukan
-

dengan uji widal.


Konsentrasi suspensi antigen
Konsentrasi suspensi antigen yang digunakan pada uji widal akan
mempengaruhi hasilnya.

B. Uji Enzym-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)


Uji ELISA untuk melacak antibodi terhadap antigen Salmonella typhi
belakangan ini mulai dipakai. Prinsip dasar uji ELISA yang dipakai umumnya
uji ELISA tidak langsung. Antibodi yang dilacak dengan uji ELISA ini
tergantung dari jenis antigen yang dipakai.
Deteksi antigen spesifik dari Salmonella typhi dalam spesimen klinik (darah
atau urine) secara teoritis dapat menegakkan diagnosis demam tifoid secara
dini dan cepat. Uji ELISA yang sering dipakai untuk melacak adanya antigen
Salmonella typhi dalam spesimen klinis, yaitu double antibody sandwich
ELISA
D. Kesimpulan

Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut saluran pencernaan yang


disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi. Demam tifoid
ditandai dengan gejala demam lebih atau sama dengan satu minggu dan disertai
dengan gangguan saluran pencernaan dan disertai atau tanpa gangguan kesadaran.
Demam tifoid paling banyak terjadi pada kelompok usia 12-30 tahun, dan tidak ada
perbedaan yang nyata antara laki-laki dan perempuan. Faktor yang dapat
mempengaruhi demam tifoid yaitu faktor host, faktor agen, dan faktor lingkungan.
Manifestasi secara sistemik yang muncul disebabkan oleh patogenisitas bakteri
Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi. Pemeriksaan yang dilakukan untuk
menegakkan diagnosis demam tifoid yaitu pemeriksaan mikrobiologi berupa kultur
darah, pemeriksaan tinja, tes felix-widal, dan tes tubex.

Referensi :
1. Brusch, John L (2014). Thypoid Fever Workup. Medscape.
http://emedicine.medscape.com/article/231135-workup#a0723
diakses Februari 2015

2. Cammie F. Lesser SIM. Harrison's Principles of Internal Medicine. 16 th ed. New


York: McGraw Hill; 2005.
3. Lim PL. One-Step 2-Minute test to Detect Typhoid Spesific Antibodies Based on
Particle Separation in Tubes. Journal of Clinical Microbiology Aug 2008;Vol
36 no 8:2271-8.
4. WHO. Diagnosisof Typhoid Fever : Background Document : The Diagnosis,
treatment and preventionof typhoid Fever eneva: World Health Organization;
2008.
5. Widodo D. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam FK-UI; 2006.

Você também pode gostar