Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Penanggung Jawab
Prof.,Drs., Win Darmanto, M.Si,Ph.D.
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Airlangga, Indonesia
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah yang Maha Esa, berkat rahmat dan hidayahNya
semata jurnal online edisi pertama ini dapat diterbitkan.
E-jurnal Fisika dan Terapannya ini merupakan media publikasi bagi sivitas di
lingkungan departemen Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga. Selain
itu melalui media ini diharapkan dapat mencegah terjadinya praktek plagiasi dalam penelitian.
Pada edisi pertama ini, diterbitkan sepuluh makalah hasil penelitian mahasiswa dari program
studi S1 Fisika dan program studi Teknobiomedik, masing-masing memberikan sumbangan
lima makalah. Topik makalah dari prodi S1 Fisika meliputi bidang biofisika, fisika material,
fotonik dan komputasi, sedangkan topik makalah dari prodi teknobiomedik meliputi bidang
biomaterial dan instrumentasi medis . Hal ini sesuai dengan kelompok bidang keahlian (KBK)
yang dikembangkan pada kedua program studi tersebut.
Semoga jurnal ini dapat bermanfaat bagi pembaca semua.
Drs. S i s w a n t o, M.Si.
DAFTAR ISI
Alan Andriawan
Samian
Pujianto
Pengembangan Spektrofotometri
Menggunakan Fiber Coupler Untuk
Mendeteksi Ion Kadmium Dalam Air
Ayu Ratnawati
Djony Izak Rudyardjo
Adri Supardi
Erik Fransisco H
Djony Izak Rudyardjo
Jan Ady
21
Hermawan Prabowo
Samian
Supadi
32
Rizka Novitasari
Siswanto
Suryani Dyah Astuti
41
Stefy Widyanarko
58
Wellina Ratnayanti K
Tri Anggono P
Deteksi Kanker Serviks (Carsinoma ServiksUteri) pada Citra Hasil Rekaman CT-Scan
Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan
Istifarah
Aminatun
Prihartini Widiyanti
Talitha Asmaria
Imam Sapuan
Endah Purwanti
97
108
73
Abstrak
PENDAHULUAN
Air sering tercemar oleh komponen- komponen anorganik antara lain berbagai
logam berat yang berbahaya. Salah satu jenis logam berat yang berbahaya adalah
Kadmium (Cd). Kadmium (Cd) banyak ditemukan dalam limbah-limbah pabrik alat- alat
listrik, zat pewarna, keramik, dan industri kimia. Batas maksimum konsentrasi kadmium
(Cd) dalam air sekitar 5g/lt (setara dengan 0,005 ppm). Karena batasan konsentasi
maksimum kadmium (Cd) yang diperbolehkan dalam air sangat kecil, maka diperlukan
metode yang tepat dan teliti dalam menentukan keberadaan Kadmium (Cd) di dalam air.
Metode pengujian kualitas air menggunakan metode spektrofotometri serat optis telah
berhasil dikembangkan, dengan peralatan sederhana dan berketelitian tinggi.
Pada penelitian sebelumnya telah dikembangkan metode spektrofotometri serat
optik untuk mengukur kadar ion timbal (Pb) dan kadmium (Cd)
(Rani,
2008).
secara
bersamaan
menggunakan serat optik dengan diameter core yang seragam. Metode ini memiliki
kelemahan, karena cahaya yang ditransmisikan sebagian akan dibiaskan. Semakin besar
konsentrasi, berpengaruh terhadap indeks bias cairan tersebut, sehingga cahaya yang
ditransmisikan semakin kecil karena sebagian terbiaskan. Kelemahan metode tersebut
dapat diatasi dengan cara menggunakan dua serat optik berdiameter core berbeda sebagai
sensor. Penelitian lanjutan yang menggunakan dua serat optik berdiameter berbeda
telah dilakukan oleh Wahyunik tahun 2010 untuk mendeteksi sampel ion timbal (Pb2+)
dalam air. Penyebab penelitian tersebut masih memiliki kelemahan karena membutuhkan
jumlah sampel yang relatif banyak.
Dalam penelitian ini digunakan fiber coupler sebagai pemandu sumber cahaya.
Sampel diletakkan di atas preparat tanpa menggunakan kuvet agar sampel yang akan
digunakan sebagai bahan uji tidak terlalu banyak seperti yang dilakukan pada penelitian
sebelumnya.
Pada makalah ini akan diperlihatkan pengembangan spektrofotometri menggunakan fiber
coupler untuk mendeteksi ion kadmium dalam air. Perubahan daya
seiring
serap larutan
metode ini dapat digunakan untuk mengukur konsentrasi ion kadmium dalam air.
METODE PENELITIAN
Pembuatan sampel dibuat dengan pembuatan larutan induk terlebih dahulu agar
mudah untuk pembuatan sampel dengan konsentrasi yang berbeda. Konsentrasi larutan
dalam penelitian ini dibuat dalam orde part per million (ppm) atau 1 mg/L. Larutan
kadmium induk 1000 ppm sebanyak 1000 mL dibuat dari
klorida
1630 mg
kadmium
Larutan induk Dithizon 1000 ppm dibuat dengan melarutkan 1000 mg Dithizon yang
dilarutkan dalam 1000 mL aquades sebagai pelarutnya. Larutan kadmium dan larutan
Dithizon dengan konsentrasi
0.01-6 ppm dibuat dengan cara pengenceran dari laurtan
induk 1000
ppm
yang
= 7,346
dengan hukum Beer-Lambert, akan tetapi tidak dapat digunakan untuk mendeteksi
keberadaan ion kadmium dalam air. Untuk mencapai hal tersebut, maka data pada
Berdasarkan Gambar 3 terlihat bahwa hubungan antara tegangan keluaran
detektor dengan konsentrasi ion kadmium (Cd) tidak linier. Untuk mengetahui bahwa
tegangan detektor terhubung linier dengan konsentrasi, maka plot data yang tidak linier
dipotong sehingga diambil daerah linier. Daerah linier yang masing-masing ditunjukkan
pada Gambar 5a- Gambar 5c. Daerah linier 1 berada pada rentang konsentrasi
0.09 ppm. Plot daerah linier 1 menghasilkan
persamaan
menghasilkan persamaan
regresi
linier
regresi
ppm.
0.01-
linier
Plot
daerah
linier 3 berada pada rentang 2-6 ppm. Plot daerah linier 3 menghasilkan persamaan
regresi linier
= 0.204 + 5.554.
Gambar 5. Grafik pengambilan daerah linier sensor (5a) 0-0.09 ppm dan (5b) 0.1-0.9
ppm (5c) 1-6 ppm.
Tabel
1.
Parameter
pengukuran
konsentrasi
kadmium
dalam
air
penelitian
sebelumnya yang
hanya mampu
menghasilkan resolusi sebesar 1 ppm. Konsentrasi 0.01 ppm diberlakukan sebagai batas
bawah pengukuran dan konsentrasi 6 ppm digunakan sebagai batas atas pengukuran.
KESIMPULAN
Dari pembahassan di atas dapat disimpulkan bahwa fiber coupler dapat
digunakan untuk mendeteksi konsentrasi ion kadmium dalam air dalam jumlah volume
sampel yang kecil pada sistem spektrofotometri. Resolusi dan rentang konsentrasi yang
dapat dideteksi untuk rentang 0.01-0.09 ppm adalah 0.01 ppm, untuk rentang 0.1-1 ppm
adalah 0.1 ppm, dan untuk 2-6 ppm adalah 1 ppm.
DAFTAR PUSTAKA
Afif, M, 2006, Penyempurnaan Alat Ukur Kadar Alumunium Dalam Air Dengan
Spektrofotometri Serat Optik Digital, Skripsi Jurusan Fisika Unair, Surabaya
Keiser, G., 1989, Optical Fiber Communications, MC Graw Hill, Inc, New York
Krohn, D.A., 2000, Fiber Optic Sensors: Fundamentals and Applications, 3rd,
ISA, New York.
Jurnal Fisika dan Terapannya |Vol.1, No.2, April 2013
Muhima,
R.R.,
2008,
Untuk Mendeteksi Kadar Ion Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd)nDalam Air,
Skripsi, Jurusan Fisika Unair, Surabaya
Purnomo,
D,
2009,
Logam Berat
Sensor
II, ISBN
e-mail: ayu.ratnawati90@gmail.com
Abstrak
PENDAHULUAN
Teripang atau timun laut merupakan salah satu biota laut yang memiliki banyak
manfaat. Teripang selain diolah sebagai bahan makanan, teripang juga diyakini berkhasiat
sebagai obat. Kemampuan teripang dalam regenerasi sel menjadi alasan utama teripang
berguna dalam penyembuhan berbagai penyakit. Pada tubuh teripang terkandung sekitar
80% berupa kolagen yang berguna sebagai pengikat jaringan dalam pertumbuhan tulang
dan kulit (Ayu, 2007).
Kolagen memegang peranan yang sangat penting pada setiap tahap proses
penyembuhan luka. Kolagen mempunyai kemampuan antara lain homeostasis, interaksi
dengan trombosit, interaksi dengan fibronektin, meningkatkan eksudasi cairan,
meningkatkan komponen seluler, meningkatkan faktor pertumbuhan dan mendorong
proses fibroplasia dan terkadang pada proliferasi epidermis (Triyono, 2005). Manfaat
kolagen dalam bidang medis adalah mempercepat tumbuhnya jaringan baru.
Dewasa ini, kitosan banyak dikembangkan dalam berbagai aspek bidang. Salah
satunya adalah dalam bidang medis. Produk-produk hasil teknologi kitosan salah satunya
adalah sudah mulai digunakan sebagai suatu sistem penyampaian obat topical berupa
membran (Ueno, 2001 dan Skaudrud, 1995 dalam Mutia, 2009). Oleh karena itu dari segi
teknologi, dimungkinkan untuk membuat produk tekstil bio-medis, karena bukan
merupakan produk yang memerlukan teknologi tinggi (Mutia, 2009). Kitosan mempunyai
sifat yang biokompatibel, biodegradable, tidak beracun, antimikroba, dan hydrating agen.
Karena sifat ini, kitosan menunjukkan biokompatibilitas yang baik dan efek positif pada
penyembuhan luka.
Penyembuhan luka dapat dilakukan dengan cara menutup luka tersebut dengan
pembalut luka untuk menghindari terjadinya infeksi. Pembalut luka yang ideal haruslah
menciptakan keadaan atau suasana yang menunjang penyembuhan luka. Menurut
karakterisasinya balutan luka yang ideal adalah menciptakan suasana atau keadaan yang
lembab untuk kesembuhan luka, mengontrol eksudat yang berlebih, menjaga kondisi suhu
yang stabil, dan tidak dapat dilalui mikroorganisme (Adimasmw, 2008).
Perkembangan pembalut luka banyak mengalami kemajuan, khususnya dalam
pembuatan polimer bio-medis. Adapun persyaratan utama untuk polimer bio-medis antara
lain yaitu harus bersifat non toksik, tidak menyebabkan alergi, mudah disterilkan,
mempunyai sifat mekanik yang memadai, kuat, elastis, awet (durability) dan
biocompatibility (kesesuaian alami). Adapun persyaratan utama dari tekstil medis
10
tergantung dari penggunaannya, antara lain daya serap, kekuatan, elastis, kehalusan, dan
biodegradasi. Serat alam yang memegang peranan penting dalam rencana baru di bidang
pembalut luka antara lain kolagen dan kitosan. Saat ini, teknologi pembuatan serat untuk
keperluan medis dan keperluan khusus lainnyasangat tergantung pada kebutuhan
masyarakat akan produk tersebut di masa yang akan datang (Mutia, 2009).
Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian yangdilakukan adalah membuat membran
polimer biomedis dengan bahan dasar kolagen dan kitosan untuk aplikasi penutup luka.
Kolagen yang digunakan berasal dari teripang dan hewan ini banyak didapatkan di sekitar
perairan pantai. Pencampuran kitosan dengan kolagen diharapkan dapat mencampurkan
keunggulan antara sifat kitosan dengan sifat kolagen, sehingga nantinya akan dihasilkan
polimer biomedis dengan kinerja yang unggul untuk aplikasi penutup luka.
METODE PENELITIAN
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kolagen dari ekstraksiteripang,
kitosan dari ekstraksi cangkang kepiting (DD=84,477%), aquades, NaOH, asam asetat.
11
Uji Ketebalan
Uji ketebalan pada sampel uji dilakukan
Ketebalan sampel diukur pada tiga posisi yaitu bagian atas, bagian tengah, dan bagian
bawah membran, kemudian hasilnya dirata-rata. Pengukuran ini bertujuan untuk
mengetahui keseragaman dan kontrol kualitas dari membran.
Uji Ketahanan Terhadap Air (Swelling)
Pengujian dilakukan dengan cara mengukur berat awal membran berukuran 2x2 cm
kemudian direndam dalam akuades selama 24 jam. Membran yang telah direndam diukur
lagi beratnya sehingga diperoleh prosentase air yang diserap dengan persamaan
12
FT-IR
bertujuan
untuk
mengatahui
gugus
fungsi
yang
terbentukdarikompositkolagendankitosan.Karakterisasimembrankolagen-kitosan
ini
dilakukan dengan menggunakan alat Fourier Transform Infrared (FT-IR). Adapun untuk
4000
3500
3000
2500
2000
Wavenumber cm-1
1500
1000
602.86
897.06
849.45
1071.17
1031.63
1158.05
1415.33
1560.47
1657.57
2360.63
2921.25
2851.92
3452.64
20
40
Transmittance [%]
60
80
100
120
140
500
13
Pada analisa FT-IR, membran kolagen-kitosan puncak khas kitosan berada pada
serapan bilangan gelombang 3452,64 cm-1 adalah kelompok gugus hidroksil (-OH).
Kelompok alifatik (-CH2 dan -CH3) terletak pada serapan bilangan gelombang 2918,73
cm-1. Pada puncak serapan bilangan gelombang 1657,57 cm-1 adalah C=O stretching.
Pada serapan bilangan gelombang 1560,47 cm-1 merupakan NH2bending. Adanya gugus
C-O stretching dari kelompok alkohol primer ditunjukkan pada serapan bilangan
gelombang 1415,33 cm-1. Pada serapan pita bilangan gelombang 1158,05 cm-1 adalah -CO-C- glikosidik hubungan antara monomer kitosan.
Pada kolagen memiliki puncak khas pada serapan bilangan gelombang 3452,64 cm-1
yang merupakan kelompok gugus hidroksil (-OH). Pada serapan bilangan gelombang
1657,57 cm-1 adalah amida I. Amida I adalah faktor penting dalam memahami struktur
sekunder dari protein (Su Rong et.al., 2009). Adanya amida II ditunjukkan pada serapan
bilangan gelombang 1560,47 cm-1. Amida II menunjukkan adanya struktur heliks
(Montoya, 2004 dalam Su Rong et.al., 2009). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
interaksi yang paling dominan antara molekul kolagen dan molekul kitosan adalah
interaksi fisik (Tangsadthakun et.al., 2006). Sedangkan menurut (Fernandes, et.al, 2011)
bahwa senyawa OH, C=O, NH2 yang terbentuk dari komposit kolagen-kitosan berasal
dari penggabungan senyawa-senyawa yang terkandung dari kolagen dan kitosan.
14
Variasi kolagen-kitosan
(w/w)
(MPa)
0:1
1,330,12
1:1
1,590,38
3:1
0,180,07
6:1
0,060,01
Kuat Tarik
(MPa)
Berdasarkan Gambar 4.2 menunjukkan perbedaan nilai uji tarik dari membran
kolagen-kitosan. Pada membran dengan kitosan menunjukkan nilai kuat tarik lebih rendah
dibandingkan dengan membran dengan penambahan kolagen-kitosan 1:1. Hal ini terjadi
karena kolagen merupakan protein yang memiliki kuat tarik (Tensile Strength) yang kuat
(Ernawati,1998). Namun pada penambahan kolagen-kitosan 3:1 dan 6:1 nilai kuat tarik
semakin menurun. Hal ini terjadi karena penambahan kolagen telah melewati batas
optimal sehingga membran yang dihasilkan bersifat brittle (kaku, getas) (Krisna, 2011).
Sehingga penambahan variasi kolagen yang terlalu tinggi tidak optimal lagi. Berdasarkan
nilai kuat tarik yang didapat, sesuai dengan Tabel 2.4, menurut Jansen dan Rottier (1958),
membran dengan variasi 0:1 dan 1:1 memenuhi syarat untuk diaplikasikan sebagai
pembalut luka.
Uji Ketebalan
Uji ketebalan dilakukan untuk mengetahui pengaruh variasi penambahan komposisi
kolagen pada membran. Uji ketebalan dilakukan dengan menggunakan mikrometer
sekrup dengan skala ketelitian 0,01 mm. Pengukuran ini dilakukan dengan mengambil
sampel membran kolagen-kitosan dari berbagai sisi yang berbeda, yaitu sisi atas, tengah,
dan bawah. Nilai yang didapat dihitung nilai rata-ratanya. Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Data pengukuran ketebalan rata-rata membran kolagen-kitosan
15
Berdasarkan Tabel 4.3 dapat dibuat grafik variasi kolagen-kitosan terhadap nilai
ketebalan membran yang dapatdilihatpadaGambar 4.2.
Ketebalan membran
kolagen-kitosan
(mm)
0.3
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
0
Dari Gambar 4.3 menunjukkan perbedaan nilai ketebalan membran seiring dengan
penambahan variasi komposisi kolagen, dimana ketebalan membran semakin naik seiring
dengan peningkatan penambahan komposisi kolagen. Hal ini terjadi karena saat
penambahan kolagen semakin banyak maka menyebabkan larutan semakin pekat,
sehingga ketebalan membran kolagen-kitosan pun ikut meningkat. Hal ini dapat
dijelaskan karena sifat hidrofilik kolagen (Ezquerra-Brauer,et.al., 2012). Hidrofilik adalah
kemampuan untuk mengikat air, sehinggakandungan air dalam bahan meningkat dan
kadar air yang dihasilkan menjadi tinggi.
Ketebalan membran akan mempengaruhi karakteristik mekanik membran yang dihasilkan
diantaranya sifat kuat tarik (tensile strength). Pada penambahan komposisi kolagen yang
terlalu tinggi akan menghasilkan membran dengan sifat yang brittle (kaku, getas) (Krisna,
2011). Pengukuran ketebalan membran kolagen-kitosan ini dapat digunakan sebagai
kontrol kualitas untuk aplikasi pembalut luka yaitu memiliki ketebalan yang tipis tetapi
tidak mudah robek.
16
Berdasarkan Tabel 4.4 dapat dibuat grafik variasi kolagen-kitosan terhadap nilai
Dari Gambar 4.4 menunjukkan perbedaan nilai persen penyerapan air (swelling)
terhadap variasi komposisi kolagen, dimana kurva persen penyerapan air menurun seiring
dengan kenaikan komposisi kolagen. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Yan et.al.(2010). Persen penyerapan air (swelling) sangat tergantung pada sifat
hidrofilik dan mikro membran, karena kolagen dan kitosan keduanya bahan hidrofilik,
maka kemampuan untuk mempertahankan struktur membran yang berpori menjadi
penjelasan utama untuk perbedaan hasil persen penyerapan air (swelling).
Menurut Yan et.al.(2010), sifat mekanik
kolagen tidak dapat mempertahankan struktur berpori saat dibawa keluar dari aquades.
Sebaliknya, kitosan memiliki elastisitas yang lebih tinggi yang dapat membantu
mempertahankan struktur membran berpori. Oleh karena itu, persen penyerapan air
(swelling) akan menurun seiring dengan meningkatnya penambahan kolagen.
Menurut Saarai et.al(2011), nilai swelling yang dapat digunakan untuk aplikasi
pembalut luka antara 200-500 %. Sehingga dari hasil penelitian yang didapat
menunjukkan bahwa membran kolagen-kitosan nilai persen swellingnya memenuhi syarat
untuk digunakan untuk aplikasi pembalut luka.
17
Gambar 4.5. Penampang Atas membran kolagen-kitosan variasi 0:1 w/w, perbesaran 100x
Gambar 4.6. Penampang Atas membran kolagen-kitosan variasi 1:1 w/w, perbesaran 100x
Gambar 4.7. Penampang Atas membran kolagen-kitosan variasi 3:1 w/w, perbesaran 100x
Gambar 4.8. Penampang Atas membran kolagen-kitosan variasi 6:1 w/w, perbesaran 100x
18
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Adimasmw,
2008.
Karakteristik
Balutan
Luka
yang
Ideal,
2007.
Teripang,
potensi
di
dasar
samudera
Indonesia.www.suaramerdeka.com/harian/0704/23/ragam01.htm-9k. Diakses 6
Jurnal Fisika dan Terapannya |Vol.1, No.2, April 2013
19
Desember 2011.
Ernawati, Kholis, 1998. Studi Pendahuluan Karakterisasi Gelatin dari Tulang Sapi dan
Tulang Babi, Skripsi, Kimia UNAIR, Surabaya.
Esquerra-Brauer,Josafat Marina.et al., 2012, Jumbo Squid (Dosidicus gigas): A New
Source
of
CollagenBio-Plasticizer,http://www.intechopen.com/books/recent-
advances-in-plasticizers/collagen-from-byproducts-of-jumbo-squid-dosidicusgigas-new-source-of-plasticizer-agents.
Krisna, Dimas Damar Adi, 2011, Pengaruh Regelatinasi dan Modifikasi Hidrotermal
terhadap Sifat Fisik pada Pembuatan Edible Film Dari Pati Kacang Merah
(Vigna angularis sp.), Tesis, Program Magister Teknik Kimia, UNDIP,
Semarang.
Mutia, Theresia, 2009. Peranan Serat Alam untuk Bahan Baku Tekstil Medis Pembalut
Luka (Wound Dressing). Arena Tekstil, Vol.24, No.2, halaman 81.
Su,Xiu-Rong,et al.,2009, Characterization of Acid-Soluble Collagen from the Ceolomic
Wall of Sipunculida, Elsevier.
Tangsadthakun,Chalonglarp.et al., 2006. Properties of Collagen/Chitosan for Skin Tissue
Engineering. Journal of Metals, Materials and Minerals. Vol. 16 No.1 pp.37-44.
Saarai,A,.et al, 2011, A Comparative Study of Crosslinked Sodium Alginate/Gelatin
Hydrogels for Wound Dressing, Recent Researches in Geography, Geology,
Energy, Environment and Biomedicine.
Triyono, Bambang, 2005. Perbedaan Tampilan Kolagen di sekitar Luka Insisipada Tikus
Wistar yang diberi Infiltrasi Penghilang Nyeri Levobupivakain dan yang tidak
diberi Levobupivakain, Tesis, Program Megister Biomedis dan PPDS I, UNDIP,
Semarang.
Yan,Le-Ping,et al., 2010, Genipin-Cross-Linked Collagen/Chitosan Biomimetic Scaffolds
for Articular Cartilage Tissue Engineering Applications, Journal of Biomedical
Materials Research,Vol 95A.
20
Abstrak
gliserol 2%, dimana nilai ketebalannya adalah 110,5 45,11 m, kuat tarik sebesar
50 Kgf/cm2, elongasinya sebesar 31,48 %,
menunjukkan
penambahan gliserol yang paling efektif adalah tidak lebih dari 2% w/v.
21
PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi mempengaruhi
variasi
bentuk
dan teknologi
pengemasan sebagai salah satu cara melindungi dan memperpanjang umur simpan hasil
pertanian. Kini, penggunaan plastik
sebagai
bahan
Karena
itu,
berbahan
dasar
film
adalah
lapisan
selektif terhadap
mempertahankan
terlarut
untuk
warna, pigmen alami dan gizi, serta menjadi pembawa bahan aditif seperti pewarna,
pengawet, dan penambah aroma yang memperbaiki mutu bahan pangan.
Komponen
plasticizer.
yang
Plasticizer
cukup
adalah
22
Adapun
tujuan
dari
penelitian
penambahan plasticizer gliserol terhadap sifat mekanik dan sifat fisik edible film patikitosan dan mengetahui komposisi gliserol yang memberikan
karakteristik yang
METODE PENELITIAN
Penyiapan Sampel
Limbah cangkang kepiting dibersihkan lalu dijemur di bawah sinar matahari.
Setelah kering limbah cangkang kepiting dihaluskan kemudian diayak mengunakan
ayakan 40-60 mesh.
Proses Deproteinasi
Pembuatan larutan NaOH 3,5 % (w/v) dilakukan dengan cara menimbang
sebanyak 35 gram NaOH, kemudian dilarutkan menggunakan akuades dalam gelas beker
ukuran 1liter dengan ketentuan NaOH dimasukkan sedikit demi sedikit karena pada
NaOH terjadi reaksi eksoterm. Setelah larut semua, dipindahkan kedalam labu ukur 1
liter dan ditambahkan akuades sampai tanda batas kemudian dikocok sampai homogen.
Sebanyak limbah kulit kepiting ditambahkan dengan natrium hidroksida 3,5 %
perbandingan 1:10 (w/v). Cuplikan diaduk di atas pemanas dan dibiarkan selama 2 jam
pada suhu 75C. Kemudian dilakukan pemisahan antara residu dan filtrat dengan
penyaringan. Residu dicuci dengan akuades hingga pH netral, lalu dikeringkan dalam
oven pada suhu 75C selama 2 jam sehingga dalam proses ini didapatkan crude
kitin. Crude kitin yang diperoleh ditimbang dan dicatat.
Proses Demineralisasi
Pembuatan larutan HCl 2N (v/v) dilakukan dengan cara mengambil HCl
10N sebanyak 200 ml dan diencerkan kedalam labu ukur hingga volume larutan menjadi
1 liter dengan ketentuan akuades dimasukkan terlebih dahulu kedalam labu ukur
kemudian ditambahkan HCl dan dikocok sampai homogen.
Proses Deasetilasi
Pembuatan larutan NaOH 60 % (w/v) dilakukan dengan cara menimbang
300 gram NaOH, kemudian dilarutkan menggunakan akuades dalam gelas beker
500 ml dengan ketentuan NaOH dimasukkan sedikit demi sedikit karena pada
Jurnal Fisika dan Terapannya |Vol.1, No.2, April 2013
23
NaOH
terjadi
reaksi
ditambahkan asam klorida 2N dengan perbandingan 1:15 (w/v). Cuplikan diaduk di atas
pemanas dan dibiarkan selama 30 menit
pemisahan
antara
residu
Kemudian dilakukan
akuades hingga pH netral, lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 75C selama 2 jam
sehingga dalam proses ini dihasilkan kitin.
dan dicatat. Kitin hasil demuneralisasi direaksikan dengan larutan natrium hidroksida
60 % dengan perbandingan 1:10 (w/v),
kemudian diaduk
diatas
pemanas
air
pada suhu 100C selama 2 jam. Residu dicuci hingga pH netral dan dikeringkan dalam
oven dengan suhu 75C selama 2 jam sehingga dalam proses ini dihasilkan kitosan
kemudian ditimbang dan dicatat.
dilakukan dengan dalam larutan asam asetat 0,75 %. Jika serbuk tersebut
pembuatan
edible
kitosan 4% w/v dalam asam asetat 0,75% dengan cara pengadukan selama 5 menit.
Larutan yang diperoleh berwarna kuning terang dan terdapat gelembung-gelembung
udara yang terbentuk akibat pengadukan. Setelah kitosan larut sempurna, kemudian
ditambahkan pati 6% w/v yang telah dilarutkan dalam air panas pada suhu 60 C
65 C. Campuran pati dan kitosan kemudian ditambahkan plasticizer yang telah
dilarutkan pada etanol 96%. Karena gliserol hanya akan larut sempurna pada larutan
etanol / alkohol. Setelah semua bahan tercampur, larutan diaduk dengan magnetik
stirer selama 30 menit agar diperoleh larutan yang homogen.
Pada proses pembuatan edible film dilakukan variasi komposisi gliserol dengan
perbandingan 0% w/v, 1% w/v, 2% w/v, 3% w/v, 4% w/v, 5% w/v. Larutan edible film
yang telah terbentuk didiamkan selama 24 jam pada suhu kamar dengan tujuan agar
gelembung udra yang terperangkap pada saat pengadukan hilang sehingga tidak
menganggu penampilan edible film. Larutan tersebut kemudian dituang pada plat kaca
24
yang telah dibersihkan dan sisi-sisinya diberi selotip. Selanjutnya silinder stainless steel
digerakkan ke bawah untuk membentuk lapisan tipis pada plat kaca dan dikeringkan
pada suhu ruang.
Film yang telah kering tersebut kemudian dicelupkan ke dalam larutan NaOH
4% untuk membantu melepaskan film yang masih melekat pada kaca. Berdasarkan
hasil penelitian edible film dapat terlepas dari plat kaca selama 10 menit. Larutan
NaOH dalam hal ini berfungsi sebagai larutan non pelarut yang dapat berdifusi ke bawah
lapisan edible film sehingga edible film tidak melekat pada plat kaca dan mudah
untuk dilepas. Skema pengelupasan edible film akibat difusi larutan NaOH dapat
dilihat pada Gambar 2
Edible film kemudian direndam dalam akuades untuk menghilangkan larutan
alkali yang masih menempel dengan cara menarik secara serempak pada kedua ujungnya
dan dimasukkan ke dalam bak koagulen yang berisi akuades. Edible film yang telah
bersih, kemudian dikeringkan di atas mika untuk mempermudah pengambilan edible
film ketika sudah kering.
Jurnal Fisika dan Terapannya |Vol.1, No.2, April 2013
25
dalam bentuk Na-proteinat. Ion Na dari senyawa kalsium akan bereaksi dengan
asam
klorida menghasilkan
yang
bermuatan
negatif
mengendap kemudian
untuk
menghilangkan
proteinyang telah diikat Na , residu yang diperoleh dicuci dengan akuades. Proses
pencucian juga bertujuan untuk menghilangkan
NaOH
yang
mungkin masih
tersisa dalam residu sehingga residu dicuci dengan akuades hingga pH netral.
Produk yang diperoleh pada tahap ini disebut crude kitin. Crude kitin yang
diperoleh sebesar 75,3 gram dari 100 gram cangkang kepiting, sehingga terjadi
pengurangan massa sebesar 24,7% yang disebabkan oleh protein yang terkandung
dalam cangkang kepiting telah larut dalam pereaksi.
kepiting
disebabkan oleh mineral yang terkandung dalam cangkang kepiting telah larut dalam
pereaksi.
26
dapat
diketahui
dari
Pada
proses
demineralisasi, klorida
yang larut dalam air, gas CO 2 asam pospat yang larut dalam air.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
kitosan
dapat
diketahui
dari
hidrofobik, tidak larut dalam beberapa pelarut organik dan rendah reaktifitas kimia.
Hal ini menyebabkan kitin harus ditransformasi menjadi kitosan. Pemutusan gugus asetil
pada kitin mengakibatkan kitosan bermuatan positif (kationik) dan lebih
reaktif
sehingga dapat larut dalam asam asetat encer sekalipun. Kitosan yang didapatkan
kemudian diuji dengan uji kelarutan terhadap asam asetat 0,75%
27
Pada edible film yang terdiri dari campuran pati dan kitosan tanpa penambahan
plasticizer
Gliserol
tlihat bahwa
elongasinya
adalah
5,26
% sedangkan pada
5%
memberikan
elongasi
sebesar 31,48;
adanya
nilai
ketebalan
edible
film
28
suatu material, bila nilainya mendekati nol maka material tersebut merupakan material
yang rapuh (Van Vlack, 2004).
diserap
adalah
8,27%;
1,52%;
Gliserol
terlihat gelembung
yang tidak
merata
yang
ditunjukkan
dengan edible
29
KESIMPULAN
Gliserol berpengaruh pada karakteristik edible film yang terdiri dari campuran
pati kitosan. Penambahan gliserol membuat struktur penampang edible film semakin
halus dan fleksibel, edible film semakin tebal, kekuatannya menurun, elongasinya
semakin naik, ketahanan terhadap air semakin meningkat dan tidak toksik. Karakteristik
edible film yang
terbaik
ketebalannya adalah
110,5
yaitu
pada
45,111
kuat
50 Kgf/cm2,
tarik sebesar
DAFTAR PUSTAKA
Feast, et all. 1992. Recent developments in the controlled synthesis and manipulation
of
6th Ed.
Michigan
: Houghton
Mifflin.
Hui,
Y.
H.
2006,
Handbook
of
Dan
Antioksidan (1,1-diphenyl-2-pikrilhydrazyl)
EkstrakDaun
Saga (Abrusprecatorius
Dari
L.)Makara, Sains,
Gener
say
30
Constituents,PlantaMedica45: 31-34.
Mulya, M., danSuharman.(1995). Analisis Instrumental.Surabaya: Airlangga University
Press: Hal. 40 Ornum, J.U. (1992). Shrimp Waste Must It Be Wasted?.Infofish.
6, 48-51
Park et al., 1996. Journal of Food Science Volume 61, Issue 4, pages 766768, July
1996
, A. 2006.Dasar DasarBiokimia. EdisiRevisi. Jakarta: UI - Press.
Pudjiastutidan Supeni. 2005.Plastik Layak Santap (Edible Plastic) dari Tapioka
Termodifikasi, Balai Besar Kimia dan Kemasan, Jakarta
Wirjosentono, B.,
dkk.
CetakanPertama. Medan:
31
Abstrak
telah dilakukan
dengan bantuan membran berbahan latex yang difungsikan sebagai reflektor. Prinsip
deteksi adalah perubahan tekanan gas pada membran dideteksi melalui perubahan daya
optis cahaya pantulan dari membran yang masuk ke kanal sensing fiber coupler.
Perubahan daya optis tersebut terbaca melalui perubahan tegangan detektor optis. Gas
dalam penelitian ini berupa udara yang terkompresi dalam tabung. Terdapat tiga variasi
diameter dan ketebalan membran masing- masing adalah 6 mm dan 0,39 mm, 8 mm dan
0,44 mm, serta 10 mm dan 0,49 mm. Hasil eksperimen memperlihatkan kinerja sensor
terbaik diberikan oleh membran berdiameter 6 mm dan tebal 0,44 mm
dengan
parameter resolusi, jangkauan, daerah linier, dan sensitivitas masing-masing sebesar 0,5
Psi, 8,5 Psi, 1 7,5 Psi, dan 27,8 mV/Psi.
32
PENDAHULUAN
Aplikasi serat optik sebagai sensor dibidang industri, medis dan militer telah
berkembang sangat pesat seiring meningkatnya kebutuhan pengukuran dengan
akurasi
dan resolusi
tingkat
pada modulasi intensitas, modulasi panjang gelombang dan modulasi fase cahaya (Krohn,
2000). Pengembangan serat optik sebagai sensor dalam hal ini fiber coupler telah
mampu dilakukan untuk mendeteksi pergeseran (Samian, 2009), perubahan temperatur
(Samian, 2010), dan perubahan ketinggian air (Samian, 2011).
Dalam paper ini akan dipaparkan pengembangan fiber coupler sebagai sensor
tekanan gas
(udara)
dengan
bantuan
membran.
perubahan tekanan gas pada membran dideteksi melalui perubahan daya optis cahaya
pantulan dari membran yang masuk ke kanal sensing fiber coupler. Karena prinsip
kerjanya tidak menggunakan
sensor
tekanan
gas
ini
signal
aman
listrik
dan gerakan
mekanis, maka
sistem
sistem sensor tekanan gas dengan fiber coupler dapat pula digunakan untuk bahan bakar
gas.
Aplikasi
telah dikembangkan menghasilkan jangkauan sensor sebesar 4 mm, rentang daerah linier
sebesar 1 mm, sensitivitas sebesar 55,4 W/mm serta resolusi pergeseran sebesar 5 m.
Berbasis pada sensor pergesaran tersebut, fiber coupler dikembangkan sebagai sensor
tekanan gas menggunakan membran berbahan latex polymer yang diberi
reflektor
sebagai media yang akan diamati akibat proses tekanan. Sifat elastisitas membran
akibat perubahan tekanan menjadi landasan untuk mengkonstruksi sensor tekanan dengan
memanfaatkan perubahan membran untuk menggeser cermin. Variasi dalam pemilihan
diameter dan ketebalan membran disesuaikan dengan rentang tekanan yang akan dideteksi.
METODE PENELITIAN
Desain Sensor
Desain fiber coupler sebagai sensor tekanan gas berbasis sensor pergeseran terdiri
dari laser, detektor optis,
fiber coupler,
dan
membran
yang
dilapisi reflektor
33
sensing
dan
sebagian
cahaya
perubahan
tekanan
gas
sebagai
sensor
pergeseran
target berupa cermin datar (Samian dkk, 2008) diperoleh hubungan perubahan
dengan c = (2 tan (sin 1 (NA))/a adalah konstanta yang nilainya bergantung pada jari-jari
dan tingkat numerik serat optik. Pb dan Pt adalah daya optis balik yang masuk dan yang
dipancarkan oleh kanal sensing fiber coupler. Sedangkan z adalah pergeseran cermin.
Persamaan (1) diperoleh dengan pendekatan berkas cahaya keluaran dari kanal sensing
fiber coupler berbentuk Gaussian.
Untuk gas dengan massa tertentu hasil kali volume (V) dan tekanan (P) adalah
konstan atau dapat juga diartikan bahwa volume gas dalam suatu ruangan tertutup akan
berbanding terbalik dengan tekanannya bila suhu gas tetap diperlihatkan oleh persamaan
berikut.
34
Volume yang ditempati oleh suatu gas pada suatu tekanan dan temperatur yang
diberikan adalah sebanding dengan massanya (Halliday and Resnick, 1996). Dengan
melakukan pendekatan sistem berada pada kondisi gas ideal diharapkan gas yang
digunakan yaitu berupa udara jika diberi perlakuan apapun tidak akan merubah tekanan
(P), volume (V) dan suhu (T) dalam sistem. Sehingga, prinsip tekanan pada fluida statis
dimanfaatkan untuk pengukuran tekanan.
Eksperimen
Set-up eksperimen fiber coupler sebagai sensor tekanan gas menggunakan
membran berbahan latex polymer sebagai reflektor diperlihatkan pada Gambar 2. Set-up
eksperimen tersebut terdiri dari laser He-Ne dengan daya keluaran 30 mW (Melles Griot),
detektor silikon 818-SL (Newport), mikrovoltmeter (Leybold), mikrometer posisi dengan
resolusi 10 m (Uniphase), fiber coupler simetri 22, pipa yang dipakai terbuat dari
bahan kuningan dengan diameter bervariasi sebesar 6 mm, 8 mm, dan 10 mm, membran
berbahan Latex polymer (Double One) dengan tebal bervariasi sebesar 0.39 mm, 0.44
mm, dan 0.49 mm. Tabung gas dengan pressure gauge beresolusi 0,5 Psi dan kompresor
(Leybold). Tabung berbahan besi sebagai medium gas dimana terdapat empat buah
lubang, yakni lubang masukan untuk pengisian udara dari kompresor, lubang keluaran
untuk mengalirkan gas keluar dan lubang membran yang akan dideteksi serta lubang
untuk pressure gauge. Selain itu, tabung ini juga dilengkapi dengan keran pada lubang
keluaran sehingga dapat digunakan untuk mengatur tekanan gas di dalam tabung.
35
36
posisi reflektor semakin mendekati kanal sensing fiber coupler. Dengan demikian,
semakin besar pula daya optis yang masuk ke kanal sensing fiber coupler.
Gambar 3. Grafik data tegangan keluaran detektor terhadap tekanan gas dengan tebal
bervariasi (a) diameter 6 mm, (b) diameter 8 mm, (c) diameter 10 mm.
Daerah linier dari data pada Gambar 3 diperlihatkan pada Gambar 4. Dari gambar
tersebut menunjukkan adanya hubungan linier antara tekanan gas terhadap tegangan
keluaran detektor. Hal tersebut menunjukkan bahwa fiber coupler telah bekerja dengan
baik sebagai sensor tekanan gas. Berdasarkan Gambar 3 menunjukkan batas ukur tekanan
Jurnal Fisika dan Terapannya |Vol.1, No.2, April 2013
37
maksimum yang mampu diterima membran pada masing-masing ketebalan tidak sama.
Adanya perbedaan batas ukur tekanan tersebut dikarenakan membran yang digunakan
memiliki ketebalan yang berbeda sehingga akan mempengaruhi elastisitas membran.
Daerah linier dengan ketebalan bervariasi untuk diameter 6 mm, diameter 8 mm dan
diameter 10 mm berturut-turut diperlihatkan pada Gambar 4.
Gambar 4. Grafik daerah linier tegangan keluaran detektor terhadap tekanan gas dengan
tebal bervariasi (a) diameter 6 mm, (b) diameter 8 mm, (c) diameter 10 mm.
38
Parameter sensor dengan diameter dan tebal bervariasi diperlihatkan pada Tabel
1. Dari parameter sensor tersebut menunjukkan bahwa pada diameter 6 mm dengan tebal
0,44 mm memiliki sensitivitas yang lebih besar. Sedangkan untuk diameter 8 mm dan
10 mm dipilih membran dengan tebal 0,39 mm. Adanya perbedaan dalam menentukan
diameter dan ketebalan membran yang paling baik tentu tidak bisa dilakukan secara
bersamaan, karena membran dengan diameter yang sama namun berbeda ketebalannya
memiliki rentang pengukuran yang tidak sama begitu pula sebaliknya. Oleh sebab itu,
dalam
sensor.
Tabel 1. Parameter sensor tekanan gas menggunakan diameter dan tebal bervariasi.
memiliki
sensitivitas
yang
baik
dan rentang
KESIMPULAN
Berbasis pada sensor pergeseran, fiber coupler dapat diaplikasikan sebagai sensor
tekanan gas menggunakan membran (latex polymer) sebagai reflektor. Dari ketiga jenis
membran kinerja terbaik ditunjukkan oleh
0,44 mm dengan parameter resolusi, jangkauan, daerah linier, dan sensitivitas masingmasing sebesar
0,5 Psi, 8,5 Psi, 1 7,5 Psi, dan 27,8 mV/Psi.
DAFTAR PUSTAKA
Halliday, D., and Resnick, R., 1996, Fisika, Jilid I,Jakarta:Erlangga.
39
Krohn, D.A., 2000, Fiber Optik Sensor, Fundamental and Application, 3rd, ISA, New
York.
Samian, Gatut Yudoyono, 2010, Aplikasi
Couplersebagai
Sensor
Pergeseran Mikro, Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Fotonika, Teknik Fisika
ITS, Surabaya 24-25 April, 2008.
Samian, Yono Hadi Pramono, Ali Yunus Rohedi, Febdian Rusydi, A.H. Zaidan
(2009), Theoretical and Experimental Study of Fiber- Optik Displacement Sensor
Using
40
Abstrak
41
Abstract
Have done the research to determine effect of the addition of nanoparticles of zinc oxide
(ZnO) in manufacture of dental cement
properties, and the difference of it use microparticles. Antibacterial properties was done
by diffusion method carried out by way of wells with a variety of ZnO nanoparticles and
microparticles materials of 0.4 g, 0.45 g, 0.5 g, 0.55 g and 0.6 g by addition of 0.2 ml of
liquid remains Eugenol. Type of bacteria which used is Streptococcus mutans. The
results of statistical tests indicate that the research data is normally distributed with a
value of p=0.998 (p> 0.05). Based on the results of Dunnet test the significance of nano
scale sample analysis of means of control is equal to 0.001 <0.05. While the significance
analysis of micro samples of the control is the mean of 0.001, p <0.05. While the results
of Duncan test obtained the average length of clear zone diameter at the controls is
6.0000 mm, the micro material is 15.6850 mm and nano materials is 18.1050 mm. The
test result of Eugenol ZnO antibacterial showed the more addition of nanoparticles and
microparticles in dental cement, its mean the greater antibacterial power, the material is
better as a temporary patch. From the test results of antibacterial nanoparticles material
are better than the microparticles material. So it can be concluded that ZnO Eugenol
nanoparticle material is the best material for dental fillings while the manufacture of
cement.
42
PENDAHULUAN
Nanoteknologi memberikan perubahan paradigma dalam cara pandang teknologi.
Nanoteknologi adalah ilmu dan rekayasa dalam menciptakan material, struktur
fungsional, maupun piranti dalam skala nanometer. Material berukuran nanometer
memiliki sejumlah sifat kimia dan fisika yang lebih unggul dari material berukuran besar.
Nanoteknologi juga merupakan teknik dalam menyusun dan mengkontrol atom demi
atom atau molekul demi molekul untuk membuat material baru (Rochman, 2009).
Pembuatan semen gigi adalah contoh aplikasi medis dalam pengembangan
nanoteknologi. Semen gigi merupakan bahan yang digunakan untuk menambal gigi.
Biasanya digunakan pada mahkota gigi. Secara umum semen gigi terbagi menjadi 4
macam, yaitu semen seng
(polycarboxylate cement), semen gelas ionomer (glass ionomer cement), dan semen seng
oksida dan eugenol (zinc oxide and eugenol cement) (Noort, 1994). Semen seng oksida
dan eugenol (zinc oxide and eugenol cement) digunakan sebagai penyemenan pada bagian
mahkota, jaket (complete crown) dan intermediate base (Combe, 1992).
Semen gigi seng oksida dan eugenol (zinc oxide and eugenol cement) dengan
bahan dasar zinc oxide (ZnO) mempunyai banyak kelebihan dibandingkan semen gigi
lain. Diantaranya struktur kimianya stabil, tidak beracun, dan dapat digunakan sebagai
aditif ke dalam berbagai bahan. Semen gigi zinc oxide and eugenol, dapat dibuat melalui
pencampuran eugenol yang tersusun dari cairan, dan zinc oxide yang tersusun dari bubuk,
magnesium oksida dalam jumlah kecil, zinc asetat dalam jumlah hingga 1% dipergunakan
sebagai akselerator untuk reaksi setting. Cairan eugenol memiliki bahan utama minyak
cengkeh, minyak olive dalam jumlah hingga 15% dan asam asetat (Combe, 1992).
Penelitian tentang penambahan zinc oxide (ZnO) dalam pembuatan semen gigi
telah dilakukan sebelumnya Erik Wahyu (2011). Sampel yang digunakan dalam
penelitian tersebut adalah semen gigi seng fosfat (Zinc Phosphate Cement) tanpa
penambahan bahan nanopartikel zinc oxide (ZnO) dan sampel semen gigi seng fosfat
(Zinc Phosphate Cement) dengan penambahan bahan nanopartikel zinc oxide (ZnO).
Hasil yang diperoleh menunjukkan adanya peningkatan nilai kekerasan dan kekuatan
tekan seiring dengan meningkatnya penambahan bahan nanopartikel. Penelitian lain juga
dilakukan Ardini Prihantini (2011). Hasilnya, karakterisasi zinc oxide secara fisis
nanopartikel zinc oxide memiliki sifat fisis yang halus dan sedikit patahan. Begitu juga
dengan mekanismenya, nanopartikel zinc oxide memiliki kuat tekan dan kekerasan yang
meningkat seiring penambahan bubuk nanopartikelnya.
Jurnal Fisika dan Terapannya |Vol.1, No.2, April 2013
43
Dalam pembuatan semen gigi ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan yaitu
mudah dipersiapkan, tidak mudah larut dalam saliva. Serta mempunyai kekuatan yang
cukup untuk menerima bahan kunyah dalam jangka waktu tertentu, tidak mudah bocor,
biokompatibilitas, tidak beracun. Syarat yang cukup penting yang harus dimiliki oleh
semen gigi adalah mempunyai sifat antibakteri (Linda, 2007). Antibakteri merupakan
suatu zat yang mencegah terjadinya pertumbuhan dan perkembangan bakteri. Beberapa
contoh bakteri atau mikroorganisme yang terdapat dalam rongga mulut diantaranya
adalah Streptococcus mutans, S.salivarius, S.mitis, S.sanguis, Enterococci, gram positive
filaments, Lactobacili, Veilonella spp, Neisseria spp, Bacteroides oralis; Bacteroides
melaninogenikus, Spirochetes, Vibrio dan Fusibacterium spp (Philip). Suasana rongga
mulut sangat sesuai untuk pertumbuhan mikroorganisme (Linda, 2007).
Semen zinc oxide eugenol dengan kandungan eugenolnya memiliki kekuatan
antibakteri yang kuat. Umumnya bahan zinc oxide dalam ukuran mikropartikel, namun
dalam penelitian ini menggunakan bahan nanopartikel zinc oxide untuk mengetahui
perbedaannya dengan bahan mikropartikel zinc oxide.
Rumusan masalah yang digunakan yaitu bagaimana pengaruh penggunaaan
bahan nanopartikel zinc oxide (ZnO) dalam pembuatan semen gigi zinc oxide dan
eugenol terhadap sifat antibakteri dan apakah ada perbedaan bahan nanopartikel zinc
oxide (ZnO) dengan bahan mikropartikel zinc oxide (ZnO) dalam pembuatan semen gigi
zinc oxide and eugenol terhadap sifat antibakteri. Batasan masalah Streptococcus mutans
jenis bakteri yang digunakan, sampel yang digunakan sampel jadi ZnO dalam ukuran
nanopartikel dan mikropartikel dengan (0,4 g), (0,45 g), (0,5 g), (0,55 g), (0,6 g) dengan
pencampuran tetap cairan eugenol 0,2 ml.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh penggunaaan bahan
nanopartikel zinc oxide (ZnO) dalam pembuatan semen gigi zinc oxide and eugenol
terhadap sifat antibakterinya serta perbedaannya dengan bahan mikropartikel zinc oxide.
Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan informasi bagi bidang fisika
medis dan kedokteran gigi.
METODE PENELITIAN
Tahap Persiapan
Pada penelitian ini pertama kali dipersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
untuk pembuatan semen gigi. Alat yang digunakan
mengaduk dan mengambil bahan semen, mixing slab, plastic Filling Instrument untuk
44
memasukkan bahan tambal ke dalam cetakan teflon, plugger cement, terumo syringe 1ml,
neraca analitik,
Bahan utama dari zinc oxide eugenol berupa bubuk (powder) dan cairan (liquid).
Bubuk terdiri dari nanopartikel zinc oxide dan cairan eugenol. Bahan nanopartikel didapat
dari Pusat Penelitian Lembaga Indonesia (LIPI) dan cairan eugenol didapat dari toko
kimia kedokteran gigi. Pada pembuatan sampel, powder dibuka tampak berwarna putih
tulang, sedangkan cairannya cenderung agak encer berwarna kuning.
Dipersiapkan juga bakteri Streptococcus mutans diperoleh dari Laboratorium
Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya, media agar
TYC (Tryptone Yeast extract Cystine) serta alat-alat yang dipergunakan saat uji
antibakteri dengan metode difusi agar.
Pembuatan Sampel
Setelah semua alat dan bahan disiapkan, akan dilakukan pembuatan sampel uji.
Pada tahap pertama membuat campuran dari nanopartikel semen seng oksida
(nanoparticle of zinc oxide) dan cairan eugenol (eugenol cement). Pada penelitian ini
sampel dibuat dalam 10 variasi bahan (
dan
).
Sampel dibuat dengan perbandingan antara bubuk dan cairan sesuai dengan jurnal
kedokteran gigi. Tabel komposisi sampel ditunjukkan pada tabel 3.1.
Jenis
Cairan
Nano
Mikro
eugenol
partikel
partikel
(ml)
1.
0,4
0,4
0,2
2.
0,45
0,45
0,2
3.
0,5
0,5
0,2
4.
0,55
0,55
0,2
5.
0,6
0,6
0,2
Sampel
Dari perbandingan komposisi di atas, akan dibuat semen zinc oxide eugenol
dalam bentuk nanopartikel. Pertama, bubuk dan cairan dicampurkan sesuai dengan tabel
Jurnal Fisika dan Terapannya |Vol.1, No.2, April 2013
45
3.1. Lalu cairan eugenol sebanyak 0,2 ml dicampurkan dengan masing-masing komposisi
bubuk zinc oxide. Diaduk berputar searah jarum jam secara manual selama 1 menit
(ADA,1991). Seperti pada gambar 3.2 berikut.
46
dalam ukuran nano dan 1 kontrol negatif serta 5 sampel dalam ukuran mikro dan 1
kontrol negatif. Kontrol negatif dalam penelitian, tanpa menggunakan sampel pelet ZnO
Eugenol dalam uji antibakteri.
Pembuatan Inokulasi
Komposisi media TYC agar dalam 1 liter akuades adalah tripton 15 g, yeast
ekstract 5 g, L-cystine 0,2 g, sodium sulpite 0,1 g, sodium chloride 1 g, disodium
phosphate anhydrous 0,8 g, agar no.2 12 g, sodium bicarbonate 2,0 g, sucrose 50 g dan
sodium acetate anhydrous 12 g.
Setelah media agar TYC sudah selesai dibuat, dilakukan pembuatan kultur bakteri
menggunakan teknik agar sebar (spreader). Mula-mula cawan petri yang berisi media
padat TYC, area dasar cawan petri pertama dan ketiga dibagi dalam 4 area
(
3 area (
kontrol dan
,konrol dan
Tabung berisi biakan campur dikocok dengan gerakan ke samping karena bakteri
cenderung mengendap didasar tabung. Kultur diambil 0,1 ml, kemudian dituangkan pada
agar plate, kemudian diratakan di atas agar dengan spreader. Cara yang sama untuk cawan
petri 2,3 dan 4. Perlu diperhatikan, agar permukaan tidak terluka oleh ose maka
penggoresannya harus tanpa tekanan.
Pemasukan Sampel Uji
Setelah dilakukan pembuatan kultur bakteri menggunakan teknik penggoresan
agar (streaked plate) dengan cara goresan T. Kemudian dilubangi masing-masing cawan
petri sesuai nama sampel dengan diameter 6 mm. Kemudian dimasukkan ke dalam
anaerobic jar untuk diinkubasi. Kemudian dimasukkan gaspak dan katalisator yang
berupa butir alumina yang dibungkus paladium ke dalam anaerobic jar. Gas pak ini
berfungsi sebagai hydrogen generator. Ujung gas pak disobek dan selanjutnya
dimasukkan aquades 10 cc maka akan terbentuk gas hidrogen. Gas hidrogen akan
bereaksi dengan oksigen yang ada dan dengan bantuan katalisator terbentuk
. Dengan
demikian didapatkan keadaan anaerob. Anaerobic jar ditutup dengan memutar screw nya
kemudian dimasukkan kedalam inkubator selama 24 jam dengan suhu 37 C.
Perhitungan Zona Bening
Pengukuran diameter zona bening pada sampel dilakukan dengan menggunakan
alat jangka sorong dengan ketelitian 0,005 mm. Proses pengukuran dilakukan dengan
menghitung sampel dari garis A menuju garis B atau garis terpendek, dan yang kedua dari
garis C menuju garis D atau garis terpanjang yang kemudian dijumlahkan hasilnya dan
Jurnal Fisika dan Terapannya |Vol.1, No.2, April 2013
47
Rata-rata
II
A1
16,200,05
16,350,05
16,2750,05
B1
17,200,05
17,050,05
17,1250,05
C1
18,300,05
17,450,05
17,8750,05
D1
19,150,05
18,500,05
18,8250,05
E1
20,450,05
20,400,05
20,4250,05
Kontrol
60,05
60,05
60,05
Negatif
48
Pengukuran I
Pengukuran II
Gambar 4.1 Grafik Sampel Nano ZnO Eugenol terhadap Diameter Zona Bening
Tabel 4.2 Pengukuran Diameter Zona Bening Bahan Mikro
Sampel
Rata-rata
II
A2
14,300,05
14,150,05
14,2250,05
B2
15,250,05
14,550,05
14,900,05
C2
16,050,05
15,500,05
15,7750,05
D2
16,300,05
16,200,05
16,250,05
E2
17,250,05
17,300,05
17,2750,05
Kontrol
60,05
60,05
60,05
Negatif
*Pengukuran I = pengukuran diameter zona bening pada daerah vertikal
*Pengukuran II = pengukuran diameter zona bening pada daerah horisontal
49
Pengukuran II
Gambar 4.2 Grafik Sampel Mikro ZnO Eugenol terhadap Diameter Zona Bening
Hasil penelitian di atas adalah hasil pengolahan data secara manual dengan
menggunakan alat jangka sorong dan Microsoft Office Excel untuk pembuatan grafik
batangnya.
Tabel 4.3 Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Residual for
panjang
N
22
Normal
Parameters
Mean
a,,b
Std. Deviation
.0000
1.24867
Most Extreme
Absolute
.084
Differences
Positive
.084
Negative
-.077
Kolmogorov-Smirnov Z
.394
.998
50
analisis sidik ragam (ANOVA ) yang type One Way untuk mengetahui ada tidaknya
perbedaan pengaruh dari perlakuan. Hasil uji menunjukkan data diameter zona bening
memiliki variansi homogen dengan p=0,068 yaitu > 0,05, yang berarti data diameter zona
bening pada nano, mikro dan kontrol Zinc Oxide Eugenol memiliki variansi homogen.
Hasil uji anova satu arah menunjukkan bahwa interaksi antar kelompok perlakuan
diameter zona bening meiliki taraf p = 0,000 yaitu < 0,05 yang berarti ada perbedaan
antar kelompok perlakuan dengan diameter zona bening pada nano, mikro dan kontrol
Zinc Oxide Eugenol.
Untuk melihat pasangan kelompok perlakuan mana yang berbeda maka analisis
dilanjutkan dengan uji perbandingan berganda menggunakan Post Hoc Multiple
Comparison Tukey. Hasil uji Tukey menunjukkan bahwa kelompok perlakuan dengan
variasi bubuk nanopartikel Zinc Oxide 0,6 g dengan Eugenol 0,2 ml memiliki hasil yang
paling baik diantara perlakuan yang lain.
Dari hasil uji Dunnet menunjukkan bahwa signifikansi analisis sampel nano
terhadap kontrol adalah sebesar 0,001 berarti <0,005. Sedangkan nilai signifikansi analisis
sampel mikro terhadap kontrol adalah sebesar 0,001 berarti <0,005. Hal ini menunjukkan
bahwa perbandingan masing-masing bahan antara bahan nano terhadap kontrol dan bahan
mikro terhadap kontrol berbeda secara signifikan.
Sedangkan dari hasil uji Duncan menunjukkan nilai rata-rata diameter zona
bening masing-masing sampel (nano,mikro dan kontrol). Pada kontrol rata-rata diameter
zona bening sebesar 6.0000 mm, bahan mikro rata-rata diameter zona bening sebesar
15.6850 mm dan bahan nano rata-rata diameter zona bening sebesar 18.1050 mm. Dari
hasil di atas menunjukkan bahwa semakin besar rata-rata diameter zona bening, semakin
besar daya antibakterinya artinya semakin baik bahan tersebut sebagai tambalan
sementara. Hasil rata-rata diameter zona bening menunjukkan bahwa bahan nano ZnO
Eugenol merupakan bahan yang terbaik sebagai tambalan sementara pembuatan semen
gigi.
4.2 Pembahasan
Penelitian ini menggunakan bahan bubuk nano Zinc Oxide dan cairan Eugenol,
serta bahan bubuk mikro Zinc Oxide dan cairan Eugenol sebagai pembanding dengan
perbandingan yang sama. Dalam proses mixing Zinc Oxide dengan Eugenol, molekulmolekul Zinc Oxide yang larut akan berdifusi ke dalam cairan Eugenol dan akhirnya
menjadi tersebar secara merata. Sebagai contoh:
Jurnal Fisika dan Terapannya |Vol.1, No.2, April 2013
51
Gambar 4.3 Difusi Gas. (a) Dua gas dipertahankan terpisah oleh sebuah sekat. (b) Segera
setelah sekat dihilangkan, sebagian kecil molekul tiap gas didapatkan pada tiap sisi yang
lain. (c) Setelah waktu tertentu campuran kedua gas menjadi serba sama dan tak terjadi
difusi lebih jauh.
52
zona bening yang paling besar, sehingga membuktikan daya antibakterinya juga besar.
Sebaliknya campuran bubuk nanopartikel Zinc Oxide dan cairan Eugenol pada
perbandingan 0,4 g dan 0,2 ml (
kecil, sehingga membuktikan daya antibakterinya juga kecil. Begitu juga yang berbahan
mikropartikel. Namun lebih besar diameter zona bening yang berbahan nanopartikel.
Dua hal yang membuat nanopartikel berbeda dengan material sejenis dalam
ukuran besar yaitu: (a) karena ukurannya yang kecil, nanopartikel memiliki nilai
perbandingan antara luas permukaan dan volume yang lebih besar jika dibandingkan
dengan partikel sejenis dalam ukuran besar. Ini membuat nanopartikel bersifat lebih
reaktif. Reaktivitas material ditentukan oleh atom-atom di permukaan, karena hanya
atom-atom tersebut yang bersentuhan langsung dengan material lain; (b) ketika ukuran
partikel menuju orde nanometer, maka hukum fisika yang berlaku lebih didominasi oleh
hukum-hukum fisika kuantum (Abdullah, dkk., 2008)
Sifat-sifat yang berubah pada nanopartikel biasanya berkaitan dengan fenomenafenomena berikut ini. Pertama adalah fenomena kuantum sebagai akibat keterbatasan
ruang gerak elektron dan pembawa muatan lainnya dalam partikel. Fenomena ini
berimbas pada beberapa sifat material seperti perubahan warna yang dipancarkan,
transparansi, kekuatan mekanik, konduktivitas listrik dan magnetisasi. Kedua adalah
perubahan rasio jumlah atom yang menempati permukaan terhadap jumlah total atom.
Fenomena ini berimbas pada titik didih, titik beku dan reaktivitas kimia. Perubahanperubahan tersebut menjadi keunggulan nanopartikel dibandingkan dengan partikel
sejenis dalam keadaan bulk (Abdullah, dkk., 2008)
Suasana rongga mulut sangat sesuai untuk pertumbuhan mikroorganisme (Linda,
2007).
Rongga
mulut
berpotensi
besar
penyebab
karies
gigi
karena
dapat
mendmineralisasi enamel gigi dengan adanya plak sebagai faktor pemicunya. Ada 5 cara
Jurnal Fisika dan Terapannya |Vol.1, No.2, April 2013
53
mikroorganisme dapat masuk ke dalam pulpa gigi menurut Philip, yaitu : melalui kavitas
yang terbuka, umumnya karies gigi ; dari karies pada permukaan akar ; dari poket
periodontal melalui lateral atau kanal aksesori yang menghubungkan dengan foramen
apikalis ; fraktur atau trauma selama operasi serta berasal dari karies sekunder.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh penggunaaan
bahan nanopartikel zinc oxide (ZnO) dalam pembuatan semen gigi zinc oxide and eugenol
terhadap sifat antibakterinya pada beberapa jumlah bubuk yang berbeda (
). Serta apakah ada perbedaan bahan nanopartikel zinc oxide (ZnO) dengan bahan
mikropartikel zinc oxide (ZnO) dengan (
zinc oxide and eugenol terhadap sifat antibakterinya. Semakin besar zona beningnya
semakin besar pula daya antibakterinya. Dalam penelitian ini menggunakan jumlah bubuk
yang berbeda-beda dimaksudkan untuk mengetahui perbedaan daya antibakteri semen
Zinc Oxide Eugenol dengan penambahan bubuk pada tiap perbandingan. Dengan
penambahan jumlah bubuk pada perbandingan bubuk dan cairan maka semakin
meningkatkan kekerasannya dan semakin berkurang kebocoran dan kelarutannya
(Craig,1997). Sedangkan cairan Eugenol yang tetap pada 0,2 ml dimaksudkan karena sifat
eugenol yang dapat mengiritasi pulpa.
Hasil uji statistik terdapat perbedaan bermakna panjang diameter zona bening.
Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa dengan penambahan bubuk nanopartikel Zinc
Oxide Eugenol berpengaruh terhadap peningkatan daya antibakteriya, terlihat semakin
besar diameter zona bening yang dihasilkan maka semakin besar daya antibakterinya. Ini
disebabkan penambahan nanopartikel Zinc Oxide Eugenol meningkatkan kekerasannya
dan semakin berkurang kebocorannya dan kelarutannya.
Daya antibakteri semen zinc oxide eugenol berasal dari kandungan serbuk zinc
oxide yang merupakan campuran logam berat Zn yang berasal dari mineral zincite (ZnS)
yang mengalami pembakaran di udara, oksidasi langsung dari Zn, dekomposisi dari
sulfat,nitrat hidroksida atau karbonat. Kebanyakan logam berat, baik yang tunggal
ataupun kombinasinya mempunyai efek yang merugikan terhadap mikroorganisme.
Logam tidak mempunyai aktifitas antibakteri apabila tidak bereaksi menjadi garam yang
tidak larut dan terionisasi. Garam dari logam berat dan senyawanya beraksi sebagai anti
mikroba dengan cara berkombinasi dengan protein sel dan enzim yang mengandung gruo
sulfihidril. Konsentrasi dari logam berat yang tinggi menyebabkan denaturasi protein.
Garam dari logam berat juga berfungsi sebagai presipitan (penggumpal) cairan
eugenol dapat meningkatkan aktifitas daya antibakteri sebab eugenol memiliki sifat
54
55
Anusavice, J.K. 2003. Philips: Buku Ajar Ilmu Bahan Kedokteran Gigi, Alih Bahasa:
Johan Arif Budiman dan Susi Purwoko. Jakarta: EGC
Arifudin, A.F. 2008. Pembuatan Semen Gigi Seng Fosfat Berbahan Dasar Seng Oksida
dan Asam Fosfat, Skripsi Fakultas Sains dan Teknologi UNAIR, Surabaya
Astuti, Z.H. 2007. Kebergantungan Ukuran Nanopartikel Terhadap Warna Yang
Dipancarkan Pada Proses Deeksitasi, ITB, Bandung
Baum, Philips and Lund. 1995. Buku Ajar Ilmu Konservasi Gigi Alih Bahasa : Rasinta
Tarigan, Edisi ke 3. Jakarta: EGC
Besford, John. 1996. Mengenai Gigi Anak Petunjuk Bagi Orang Tua, Arcan, Jakarta.
Combe, E.C.1992. Sari Dental Material, Alih bahasa: drg. Slamet Tarigan, MS, Ph.D.
Jakarta: Balai Pustaka
Cahyani, F. 2002. Kelarutan Tumpatan Sementara Zinc Oxide Eugenol dalam Larutan
Buffer Ph 4, 6, 8, Skripsi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga,
Surabaya
Craig, RG. 1997. Restorative Dental Matherial, 9th ed, C.V Mosby Co, Louis, p 183-194
Greenwood, Norman N. And A. Earnshaw. 1997. Chemistry of the Elements 2nd Edition.
Oxford: Butterworth Heinemann
Lunardi, CGJ, 1986, Pengaruh Penambahan Zinc Oxide pada Resin Akrilik yang akan
digunakan sebagai Tumpatan Sementara terhadap Kelarutan atau Disintegrasi,
Kekerasan dan Penutupan Tepi Tumpatan, Pasca Sarjana Universitas Airlangga,
Surabaya
56
Lutviyah. 2008. Pembuatan Semen Gigi Zinc Polikarboksilat dari Bahan Baku Zinc
Oksida dan Asam Poliakrilat, Skripsi FSainTek UNAIR, Surabaya
Nurhasanah, D. 2009. Pemberian Aditif Polistiren pada Semen Gigi Berbahan Dasar
Zinc Oxide dan Eugenol, Skripsi FsainTek UNAIR, Surabaya
Noort, R.V. 1994. Introduction to Dental Material, Mosley, London
Nugroho, Pramono. 2007. Pembuatan Semen Tambal Gigi dengan Bahan Dasar Polimer,
LIPI, Bandung
Rochman, Dr. Nurul Taufiqu. 2009. HKI media/Vol.IV/No.3, PUSPIPTEK, Serpong,
Tangerang
Rochyani, Linda. 2007. Daya Anti Bakteri Bahan Tumpatan Sementara Zinc Oxide
Eugenol, Universitas Hang Tuah, Surabaya
Sulihiningtyas., D., R., 2000, Pengaruh Perbandingan Serbuk Dan Cairan Terhadap
Kekuatan Bakteriostatik Bahan Tumpatan Sementara Fletcher, Skripsi, Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya
Tjondro M, 2002, Perbedaan Kebocoran Apeks Gigi Pada Pengisian Saluran Akar
Memakai Gutta Point Dengan Pasta Zinc Oxide Eugenol Dan Semen Ionomeri
Gelas, Skripsi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya
Wahyu, Eriek, 2011, Pengaruh Pemberian Nanopartikel ZnO Terhadap Mikrostruktur
Semen Gigi Seng Fosfat, Skripsi, Universitas Airlangga, Surabaya
Widyaningrum, Retno, 2010, Sintesa Nanopartikel ZnO Dengan Mekano-Kimia, Skripsi,
Universitas Airlangga, Surabaya
57
Abstrak
Penelit ian ini bertujuan untuk menganalisis profil potensial listrik pada t
it ik akupunktur antara orang sehat dan penderita hipertensi. Pengambilan data dilakukan
dengan perekaman profil potensial listr ik pada tit ik
dan Shenshu. Titik akupunktur dilakukan pada orang sehat dan penderita hipertensi
masing- masing 10 orang dibukt ikan dar i obervasi data sekunder di Puskesmas
Mulyorejo, Surabaya. Profil potensial listr ik dipero leh dar i hasil perekaman profil
potensial listr ik do main waktu selama 100 det ik, dengan metode analisis FFT (Fast
Fourier Transform).
mpok
frekuensi,
potensial
pada kelompok frekuensi 0-5 Hz di titik shenshu dengan nilai amplitudo pada orang sehat
0,281 Vs dan pada penderita hipertensi 0,015 Vs, frekuensi 148-153 Hz di titik Xinshu
dengan amplitudo pada orang sehat 0,150Vs dan pada penderita hipertensi 0,041 Vs, di
titik Shenshu dengan nilai amplitudo pada orang sehat 0,085 Vs dan pada penderita
hipertensi 0,025 Vs, frekuensi 298-303 Hz di titik Xinshu dengan nilai amplitudo
pada orang sehat 0,029 Vs dan pada penderita hipertensi 0,009 Vs, di titik Shenshu
dengan nilai amplitudo pada orang sehat 0,027 Vs dan pada penderita hipertensi 0,006
Vs, frekuensi 348-353 Hz di titik Xinshu dengan nilai amplitudo pada orang sehat 0,028
Vs dan pada penderita hipertensi 0,048 Vs, dan pada frekuensi 448 -453 Hz di titik Xinshu
dengan nilai amplitudo 0,019 Vs pada orang sehat dan pada penderita hipertensi 0,005
Vs, di titik Shenshu dengan nilai amplitudo pada orang sehat 0,013 Vs dan pada
penderita
hipertensi
0,043
potensial listrik pada tit ik akupunktur untuk orang sehat lebih rendah amplitudonya
dibanding dengan orang sakit. Sehingga analisis pro fil potensial listr ik pada tit ik
akupunktur dapat digunakan untuk diagnosa penyakit hipertensi.
Kata Kunci : amplitudo, potensial listrik tubuh, titik akupunktur, hipertensi, FFT.
58
PENDAHULUAN
Hipertensi baru disadari oleh penderitanya ketika mereka telah mengalami
berbagai gejala- gejala hipertensi. Setiap tahun penderita hipertensi semakin meningkat.
Menurut World Health Organization (WHO), batas tekanan darah yang dianggap normal
adalah kurang dari 130/85 mmHg. Bila tekanan darah sudah lebih dari 140/90 mmHg
maka akan dinyatakan terkena hipertensi (batasan untuk usia diatas 18 tahun). Pada tahun
2000 penderita hipertensi dengan prevalensi sebesar 26,4% dan pada tahun 2025
diperkirakan akan mencapai 29,2% (Lubis,2008).
Pengertian hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah sistolik
meningkat hingga lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik meningkat hingga
90 mmHg. Tekanan darah tinggi atau hipertensi dapat menyebabkan resiko terhadap
stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal.
Akupunktur merupakan suatu cara pengobatan dengan perangsangan titik-titik
tertentu atau titik akupunktur dipermukaan tubuh untuk menyembuhkan suatu penyakit.
Perangsangan tersebut dapat dilakukan melalui penusukan jarum, penyuntikan,
penyinaran dan sebagainya.
Titik akupunktur adalah daerah kulit yang telah diketahui berbeda dengan
jaringan disekitarnya dalam hal tahanan listrik, potensial listrik, daya hantar serta dalam
kepadatan jaringan sarafnya.
karakteristik High Voltage Low Resistance. Permukaan tubuh tempat titik akupunktur
memiliki resistansi yang rendah sehingga dapat mengalirkan beda potensial yang lebih
tinggi dibandingkan dengan permukaan tubuh yang bukan titik akupunktur. Rangsangan
dari titik akupunktur lebih didasarkan pada kenyataan biofisika bahwa dasar aktif listrik
antar sel menuju ke organ sasaran. Titik akupunktur sebagai model reseptor fungsional
dua arah dimana salah satu bioinformasi tubuh dapat dimanfaatkan untuk kepentingan
terapi dan diagnosis dalam bidang kedokteran (Saputra,2002).
Pada penelitian yang telah dilakukan oleh Puspa Erawati (2004) tentang
analisis profil potensial listrik pada titik akupunktur untuk mengetahui kelainan fungsi
organ dengan memanfaatkan aktifitas kelistrikan dari organ melalui titik akupunktur
untuk diamati dan dijadikan sebagai indikator kelainan fungsional organ. Profil
potensial listrik pada t itik akupunktur yang diperoleh akan dianalisis sinyal hingga
dapat dipero leh
hasil
yang
dapat
secara
nyata
profil potensial listr ik pada kondisi sehat dan pada kondisi hipertensi. Dengan adanya
profil potensial listrik untuk penderita
59
diagnosis baru yang menggunakan prinsip fisika dan dapat mengetahui implementasi
pentingnya prinsip fisika dalam metode penelitian khususnya untuk analisis sinyal.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian primer,observasional, dan bersifat analitik
dengan pendekatan yang dilakukan bersifat transversal atau cross sectional yaitu sekali
pengambilan data pada saat tertentu dan tidak simultan. Variabel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berkut:
60
Tanpa memberikan perlakuan apapun kepada kedua kelompok testi, masingmasing anggota kelompok tersebut dilakukan uji tekanan darah kemudian dilakukan
pemasangan electrode untuk perekaman
profil
biopotensial
pada
titik-titik
akupunktur yang berhubungan langsung dengan organ terkait penyakit hipertensi. Titiktitik yang digunakan adalah titik Xinshu (terkait organ jantung), Ganshu (terkait organ
hati), dan Shenshu (terkait organ ginjal).
61
Tahap-tahap
perekaman
biopotensial
mikrovolt,
sehingga dilakukan penguatan pada bioamplifier sebesar 1000 kali agar sinyal
dapat terlihat pada layar komputer dan pada program Labscribe.
62
periodik menjadi fungsi periodik dengan periode menuju tak hingga. Deret Fourier
hanya berlaku untuk sinyal periodik. Sedangkan transformasi Fourier digunakan untuk
mentransformasi sinyal dalam bentuk waktu menjadi bentuk
fourier
mendiskripsikan
spektrum
frekuensi. Transformasi
Invers Transformasi :
Agar transformasi fourier dapat digunakan dalam operasi digital, maka diperlukan
contoh- contoh sinyal kontinyu pada kawasan waktu akan mereprentasikan keseluruhan
sinyal kontinyu tersebut dan contoh-contoh ini akan mengubah sinyal kontinyu menjadi
sinyal diskrit. Transformasi sinyal diskrit adalah sebagai berikut :
Dengan :
Invers Transformasi :
untuk
menghitung
DFT
dengan cepat dan efisien. Transformasi fourier sinyal diskrit juga akan lebih cepat dan
efisien jika menggunakan algoritma Fast Fourier Transform terutama untuk bentuk sinyal
dikrit dalam bilangan kompleks (Boas, 1982).
Perangkat yang digunakan pada analisis sinyal ini adalah program Labscribe.
Pada tampilan menu terdapat nilai T2-T1 yang merupakan fasilitas untuk memudahkan
membaca rentang skala yang memiliki satuan format jam:menit:detik. Display time untuk
menunjukkan kurun waktu selama perekaman berlangsung. Hasil yang muncul adalah
pulsa- pulsa yang menunjukkan frekuensi (horisontal- x) dari fungsi gelombang pada
sinyal listrik hasil perekaman mulai dari 1 Hz sampai 499Hz dengan masing-masing
amplitudo mulai dari 0 sampai 1 (vertikal-y).
FFT lalu menempatkan dua kursor masing-masing pada setiap puncak sampai
mendapatkan beberapa nilai frekuensi dan amplitudonya. Kemudian dilakukan pencatatan
frekuensi dan amplitudo profil potensial listrik tiap 5 detik pada masing- masing testi di
setiap titiknya dengan pencuplikan data hingga 20 bingkai. Berikut merupakan salah satu
contoh cuplikan hasil FFT pada kondisi sehat yaitu pada gambar 5.
63
Gambar 5. Cuplikan Hasil Analisis Transformasi Fourier Profil Potensial Domain Waktu
menjadi Domain Frekuensi.
Perhitungan uji beda dilakukan dengan menggunakan uji T sampel bebas pada
setiap rata- rata amplitudo dari 20 bingkai data yang telah diambil untuk tiap kelompok
frekuensi masing- masing. Uji T sampel bebas merupakan uji beda untuk data rasio yang
terdistribusi normal atau mendekati normal. Penarikan kesimpulan dari uji T sampel
bebas dilakukan dengan menghitung nilai t tabel dan t hitung. Jika nilai t hitung lebih
besar dari t tabel dengan taraf signifikansi 0,05 maka H0 diterima. Namun jika nilai t
hitung lebih kecil dari t tabel dengan taraf signifikansi 0,05 maka H0 ditolak dan
H1 diterima. Untuk mengetahui nilai t hitung dan t tabel, maka digunakan persamaan:
Untuk t tabel : Untuk t hitung :
Keterangan :
: rata-rata sampel jenis A
: rata-rata sampel jenis B
: standar error yang diperoleh dari masing-masing jenis perlakuan
: rata-rata dari sampel yang diambil
: rata-rata dari populasi yang diambil n : jumlah sampel yang diambil
s : standar deviasi data
Uji beda antara data dari testi sehat atau normal dengan data dari testi
64
hipertensi menggunakan uji T sampel bebas pada perangkat lunak SPSS 13.0. Cara
penarikan kesimpulan dari hasil uji T sampel bebas menggunakan SPSS adalah
dengan memperhatikan nilai signifikansi 2- tail yang disebut sebagai p. Jika p > 0,05,
maka H 0 diterima dan H1 ditolak. Namun jika p < 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima
(Kusriningrum, 2008).
HASIL
Berdasarkan hasil uji menggunakan program SPSS uji beda tekanan darah pada
testi sehat dan pada testi hipertensi, diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan signifikan
antara tekanan darah testi sehat dan tekanan darah testi hipertensi, yaitu dengan nilai
signifikan p=
0,005 untuk diastole dan p= 0 untuk sistole. Nilai rata-rata tekanan darah
pada testi sehat adalah tekanan diastole (68,50 6,36) mmHg, tekanan sistole (105,30
7) mmHg dan pada testi hipertensi adalah tekanan diastole (81,80 11,63) mmHg,
tekanan sistole (160,20 25,8) mmHg, berikut adalah hasil Uji T untuk tekanan
darah diastole dan tekanan darah sistole pada orang sehat dan pada orang sakit (penderita
hipertensi). Profil potensial listrik pada titik akupunktur dihasilkan dari perekaman
potensial listrik pada titik-titik akupunktur Xinshu (BL 15) terkait organ jantung, Ganshu
(BL 18) terkait organ hati dan shenshu (BL 23) terkait dengan organ ginjal. Contoh
hasil cuplikan perekaman profil potensial listrik domain waktu ditunjukkan pada gambar
6 berikut:
Profil potensial listrik fungsi waktu pada titik akupunktur terhadap orang sehat
Jurnal Fisika dan Terapannya |Vol.1, No.2, April 2013
65
dapat
membedakan analisis sinyal diperlukan analisis FFT (Fast Fourier Transform) untuk
mengubah profil potensial listrik domain waktu menjadi profil potensial listrik fungsi
frekuensi.
Pada penelitian ini hasil dari perekaman profil potensial listrik yang telah
dianalisis dengan menggunakan FFT diamati dengan membaginya menjadi 20 bingkai
dengan pencuplikan setiap bingkai 5 detik. Hasil analisis FFT ini merupakan fungsi
gelombang yang sudah dinormalisasi. Hasil analisis FFT ini digunakan untuk
menghitung tingginya amplitudo puncak setiap frekuensi yang muncul, seperti yang
ditunjukkan pada gambar 7. Perhitungan dilakukan dengan mengabaikan amplitudo
puncak pada frekuensi 50 Hz karena merupakan noise dari PLN. Frekuensi-frekuensi
yang
frekuensi dengan interval 0-5 Hz, 98-103 Hz, 148-153 Hz,198-203 Hz, 248-253 Hz,
298-303 Hz, 348-353 Hz,398-403 Hz dan 448-453 Hz.
Hasil pencatatan amplitudo yang telah disusun dari 20 pencuplikan (bingkai)
setiap kelompok frekuensi dihitung nilai rata-rata
amplitudonya.
Berikut
ini
merupakan salah satu contoh hasil analisis FFT pada orang sehat yaitu pada Gambar
7.
hipertensi.
Dari 20
bingkai
66
Setelah dilakukan Uji T sampel bebas maka didapatkan hasil seperti yang
tercantum pada Tabel 1. Dari tabel 4 tersebut dapat diketahui bahwa:
1. Terdapat
perbedaan
yang
signifikan
dan p= 0,002 di titik Shenshu, 348-353 Hz dengan p= 0,048 di titik Xinshu, dan
pada kelompok frekuensi 448-453 Hz dengan p= 0,005 di titik Xinshu dan p=
0,043 di titik Shenshu.
2. Tidak terdapat perbedaan signifikan pada frekuensi lainnya dan pada titik
akupunktur lainnya.
Profil potensial listrik yang telah terekam pada penelitian ini merupakan hasil dari
profil potensial titik Xinshu, Ganshu dan Shenshu. Perekaman ini dilakukan selama 100
detik untuk masing-masing titik akupunktur yang terbagi menjadi 20 bingkai dimana
masing-masing bingkai dicuplik setiap 5 detik. Ketiga titik tersebut terkait dengan organ
tertentu. Pada titik Xinshu (BL 15) terkait pada organ jantung, Ganshu (BL 18)
terkait pada organ Hati dan Shenshu (BL 23) terkait pada organ Ginjal. Ketiga titik
akupunktur yang dipilih merupakan titik-titik akupunktur yang berada dalam satu
meridian kandung kemih (Shu belakang). Titik Shu belakang merupakan titik dimana
Chi organ terpancar ke seluruh permukaan dorsal tubuh dan terletak setinggi organ
tersebut.
Sebelum dilakukan proses perekaman biopotensial listrik pada titik akupunktur
yang pertama kali dilakukan adalah memeriksa tekanan darah masing-masing kelompok
testi baik untuk testi sehat dan testi dengan hipertensi. Hal ini dilakukan agar lebih
Jurnal Fisika dan Terapannya |Vol.1, No.2, April 2013
67
meyakinkan keadaan testi yang memiliki gejala hipertensi atau tidak, yaitu untuk testi
sehat tekanan darah acaknya kurang dari 130/85 mmHg dan untuk testi hipertensi tekanan
darah acaknya lebih dari 140/90 mmHg.
Berdasarkan hasil uji tekanan darah pada testi sehat dan testi hipertensi, terdapat
perbedaan yang signifikan dengan nilai signifikasi p= 0,005 untuk tekanan diastole dan
p= 0 untuk tekanan systole, kedua nilai tersebut kurang dari 0,05. Sehingga dapat
dipastikan bahwa kondisi kedua testi ini benar-benar berbeda. Nilai tekanan darah hanya
untuk mengontrol tekanan darah dan belum dapat menggambarkan kinerja organ tertentu
yang dapat terpengaruh oleh gejala penyakit hipertensi. Sehingga pasien cenderung
mengkonsumsi obat penurun
tekanan
darah
tinggi.
Jika
pasien hipertensi
uji
statistik
hanya pada frekuensi yang dominan, yaitu pada frekuensi yang kemunculannya kuat
dan dapat mempengaruhi bentuk dari sinyal awal yang belum dianalisis menggunakan
analisis FFT. Jika ada kemunculan yang tidak begitu kuat maka berarti itu merupakan
suatu noise. Di dalam hasil yang didapatkan ada kecenderungan yang muncul yang
mungkin disebabkan oleh elektrode yang digunakan merupakan metode non-invasif
sehingga sangat mudah terjadi gangguan. Contohnya gangguan dari sumber radiasi seperti
transmisi, ketidakstabilan sinyal yang bersifat inheren (sinyal EMG memiliki sifat
random), ketidakstabilan penempatan selama perekaman atau masuknya sinyal dari
komponen tubuh lain di dekat penempatan elektrode yang terkena rangsang listrik kecil
sehingga mengganggu sinyal dari target yang ingin dideteksi (Wijayanto dan Hastuti,
2006). Perekaman profil potensial listrik pada t itik akupunktur dilakukan agar dapat
memper lihatkan fungsi ker ja organ berdasarkan
profil
kelisr ikannya.
Dengan dipero lehnya hasil profil kelistr ikan yang berbeda pada
sehat
dan
hipertensi,
kondisi
diagnosis yang lebih jauh berdasarkan profil kelistr ikan dar i t itik akupunktur
yang
menuju organ maupun untuk keperluan terapi yang spesifik menuju organ yang
terganggu fungsinya.
Profil
potensial
listrik
merupakan
68
hendak
dibandingkan
akupunktur
elektromagnet ik
yang
dar i
dipancarkan
gelo mbang
har monis
secara langsung sehingga diperlukan analisis sinyal untuk dapat membedakan keduanya.
Oleh karena itu di butuhkan analisis FFT (Fast Fourier Transform) pada perangkat
lunak Labscribe untuk mengubah profil potensial listrik domain waktu menjadi profil
potensial listrik domain frekuensi. gelombang fungsi waktu sebagai kombinasi linier,
dapat diuraikan dari frekuensi-frekuensi dasarnya menggunakan analisis FFT. Data
yang yang muncul pada tampilan spectrum FFT merupakan bingkai-bingkai spectrum
yang dicuplik dalam selang waktu yang dibutuhkan yaitu dihasilkan 20 bingkai dalam
masing-masing waktu pencuplikan selama 5 detik. Data yang dihasilkan dari analisis FFT
tersebut merupakan amplitudo puncak pada masing-masing
rentang
frekuensi
yang
muncul mulai dari rentang frekuensi 0-5 Hz sampai dengan frekuensi 448-453 Hz. Data
amplitudo pada frekuensi 50 Hz tidak dihiraukan karena pada frekuensi tersebut ditutupi
oleh frekuensi dari PLN yang amplitudonya sangat tinggi, yaitu bernilai 1. Oleh sebab itu
pada saat frekuensi 50 Hz dapat dianggap sebagai noise atau derau yang tidak dapat untuk
dihindari
dan
ini
berlaku
pada
hipertensi.
Setelah didapatkan data dari analisis FFT kemudian data
dan
dicatat ulang
kemudian dihitung rata-rata amplitudonya pada setiap rentang batas frekuensi pada
masing-masing skala rasio. Data rata-rata tersebut kemudian dianalisis lagi menggunakan
uji beda atau uji T sampel bebas pada program SPSS 13.0 for windows. Sebelum di
uji menggunakan uji T data tersebut di uji kenormalitasannya
terlebih
dahulu
69
dengan p=0 pada titik shenshu, 148-153 Hz dengan p= 0,049 di titik Xinshu dan p=
0,019 di titik Shenshu, 298-303 Hz dengan p=0,033 di titik Xinshu dan p=0,002
di titik Shenshu, 348-353 Hz dengan p=0,048 di titik Xinshu, dan pada kelompok
frekuensi 448-453 Hz dengan p=0,005 di titik Xinshu dan p=0,043 di titik Shenshu.
Sedangkan pada frekuensi yang lain pan pada titik akupunktur yang lain tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan. Dari hasil uji beda tersebut didapatkan hasil
bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara profil potensial listrik pada titik akupunktur
untuk orang yang kondisinya sehat dengan penderita hipertensi.
Penelit ian
telah
ini
menggunakan
diatur secara otomat is sebagai perekam sinya l EMG. Sinyal EMG yang
sehingga
diper lihatkan pada layar komputer. Sinyal EMG dari per mukaan tubuh yang direkam
berasal dari beda potensial yang terjadi antara dua elektrode yang dipasang pada
tit ik akupunktur secara lateral sebagai pintu masuk dan keluarnya energi yang memiliki
arah posit if dan negat if. Titik akupunktur dan kelistrikan pada organ dihubungkan oleh
meridian sebagai jalur aliran energi, sehingga aktivitas kelistrikannya dapat diamati.
Perekaman sinyal EMG menggunakan perangkat Iworx yang dapat melakukan
penguatan 1000 kali dar i sinyal masukannya sehingga dapat teramat i
pada
layar
komputer.
Sinyal
fungsi
waktu
dijadikan sebagai metode analisis profil potensial listr ik untuk diagnosis penyakit
hipertensi.
KESIMPULAN
Dari penelitian
potensial
listrik
yang
telah
pada tit ik
dilakukan,
akupunktur
untuk orang
sehat
frekuensi
rendah
untuk
penderita
frekuensi 0-5 Hz
memiliki pola
yang
lebih
akupunktur
298-303 Hz di titik Xinshu dan di titik Shenshu, 348-353 Hz di titik Xinshu, dan pada
kelompok frekuensi 448-453Hz di titik Xinshu dan di titik Shenshu.
Dari profil potensial
70
listrik
pada
titik
akupunktur
dapat disimpulkan
bahwa
pada
penderita
profil
potensial
listrik
t itik akupunktur untuk orang sehat dan penderita hipertensi, metode ini dapat
DAFTAR PUSTAKA
Adikara
R.T.S,
1998,
Filosofi
Akupunktur
Steele
B.,
Labok
J.,
Arthur
C.,
1991.
Textbook of
For
Medicine
and
th
Biology, 4 Edition,
Springer
71
Karim, Abdul., 2007, Analisis Disfungsi Organ Hati Menggunakan Interaksi Listrik
Titik Akupunktur BL 18, Fisika Universitas Airlangga, Surabaya.
2007,
Penentuan
Frekuensi
Kosnadi
and
Idayanti,
Agustin.
2005.Akupunktur
Dasar.
Airlangga
1999,
desertasi,
Profil
72
Abstract
Organ regions with cervical cancer abnormality in the images recorded by CTScan is clinically difficult to distinguish, because the intensity of the image colors of the
organ and the cancer are almost the same. Cervical cancer CT-Scan image comprises
three main objects, namely bone, cervix organ, and the organ with the cancer. The usage
of Artificial Neural Network (ANN) was expected to assist paramedics in this field to
detect the location of the cancer. Detection of cervical cancer was conducted by using
artificial neural network to the CT-Scan recorded images. The CT-Scan recorded images
were converted into digital form using image processing techniques. Digital conversion,
using color segmentation feature extraction, resulted in a dominant characteristic, which
then represented the area of the cancer. The dominant characteristic was used as an input
to the neural network for training and testing phases. In the detection of cervical cancer,
the stage of learning with surveillance utilized perceptron method. Software system for
the detection of cervical cancer was developed by using Delphi. The conclusion a
software that can automatically detect organ regions with cervical cancer abnormality
was derived with the accuracy of 90 %.
73
Abstrak
Daerah organ dengan kelainan kanker serviks pada citra hasil rekaman CT-Scan
secara klinis sukar dibedakan, karena intensitas warna citra organ dan kanker yang hampir
sama. Gambaran CT-Scan kanker serviks meliputi tiga objek utama, yakni tulang, organ
serviks, dan daerah organ dengan adanya kanker. Dengan menggunakan Artificial Neural
Network (ANN) diharapkan dapat membantu para medis di bidangnya untuk mendeteksi
daerah letak kanker. Telah dilakukan deteksi kanker serviks menggunakan jaringan syaraf
tiruan terhadap citra hasil rekaman CT-Scan. Citra hasil rekaman CT-Scan dikonversi ke
dalam bentuk digital menggunakan teknik image processing. Hasil konversi digital,
menggunakan ekstraksi ciri segmentasi warna akan menghasilkan karakteristik dominan,
sehingga mewakili daerah citra kanker tersebut. Karakteristik dominan ini digunakan
sebagai inputan pada jaringan syaraf tiruan untuk tahap pelatihan, dan pengujian. Dalam
deteksi kanker serviks, pada tahap pembelajaran dengan pengawasan digunakan metode
perceptron. Sistem perangkat lunak untuk deteksi kanker serviks dikembangkan
menggunakan Delphi. Dapat disimpulkan bahwa diperoleh perangkat lunak yang dapat
mendeteksi daerah organ dengan kelainan kanker serviks secara otomatis dengan
keakuratan sebesar 90%.
74
1. PENDAHULUAN
Kanker merupakan suatu penyakit yang timbul akibat kondisi fisik yang tidak
normal dan pola hidup yang tidak sehat. Kanker dapat menyerang berbagai jaringan di
dalam organ tubuh, termasuk organ reproduksi wanita.[1] Kanker yang menyerang organ
reproduksi wanita adalah kanker serviks. Kanker serviks (Carsinoma Cerviks Uteri)
sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan perempuan di Indonesia sehubungan
dengan angka kejadian dan angka kematiannya yang tinggi, dimana kanker serviks
menempati urutan kedua setelah kanker payudara dan menempati urutan teratas sebagai
penyebab kematian akibat kanker diusia reproduktif.[1]
Pendeteksian dan pendiagnosaan pada penyakit kanker serviks dilakukan oleh
para radiolog dan dokter ahli. Peralatan radiologi yang berfungsi untuk mendeteksi
penyakit kanker salah satunya adalah CT-Scan.[1] CT-Scan menghasilkan citra (image)
tubuh manusia dengan menggunakan prinsip kerja sinar X. CT-Scan berkaitan dengan
absorpsi (penyerapan) dan pemantulan sinar X dapat menghasilkan suatu citra (image).
Pemeriksaan dan pembacaan citra kanker serviks hasil rekaman CT-Scan ini memerlukan
ketelitian dan ketepatan yang tinggi, karena leher rahim (serviks uteri) merupakan organ
tubuh yang letaknya tersembunyi sehingga sulit dideteksi dengan mata telanjang.
Pengenalan pola berbasis jaringan syaraf tiruan dalam analisa CT-Scan tumor
otak beligna dapat digunakan untuk mendeteksi penyakit kanker otak dengan tepat.[2]
Image processing yang diciptakannya menggunakan software MATLAB dan jaringan
syaraf tiruan metode backpropagation ini, mencoba untuk mendeteksi penyakit kanker
otak dengan cara mengenali pola dari citra hasil rekaman CT-Scan otak yang kemudian
dikonversi ke dalam bentuk digital menggunakan teknik pengolahan citra dan
dikelompokkan sesuai dengan tingkatan kankernya. Hasil dari penelitian yang telah
dilakukannya melalui sistem tersebut mempunyai ketelitian sebesar 85% sampai dengan
100%.[2]
Penelitian yang telah dilakukan di atas menjadi dasar penulis untuk merancang
suatu sistem digital pendeteksi kanker serviks menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan
(Neural Network). Sistem ini digunakan sebagai alat alternatif paramedis dalam
mendeteksi pola kelainan kanker serviks dari citra hasil rekaman CT-Scan berbasis
komputerisasi. Jaringan syaraf tiruan (Neural Network) merupakan suatu model
komputasi yang bekerja meniru jaringan syaraf manusia. Jaringan syaraf tiruan ini akan
menerima masukan berupa data numerik dari struktur objek yang mengalami pra proses
data yaitu pengaturan dan perbaikan citra hasil rekaman CT-Scan. Pra proses data tersebut
Jurnal Fisika dan Terapannya |Vol.1, No.2, April 2013
75
meliputi proses segmentasi warna, ekstraksi ciri (feature extraction) dan histogram.
Metode pembelajaran jaringan syaraf tiruan yang digunakan adalah perceptron. Metode
perceptron dipilih karena arsitekturnya yang sederhana dan tingkat keakuratannya tinggi.
Arsitektur jaringan syaraf tiruan perceptron ini diharapkan dapat menghasilkan suatu
sistem digital untuk mendeteksi dan mengenali pola kelainan kanker serviks sebagai alat
alternatif yang membantu kerja paramedis untuk menentukan keputusan akhir dalam
pemeriksaan dan pembacaan citra kanker serviks pada citra hasil rekaman CT-Scan.
2. METODOLOGI
Pada penelitian ini, digunakan data sekunder, berupa citra hasil rekaman CT-Scan
leher rahim pasien yang melakukan pemeriksaan radiologi di rumah sakit. Adapun
diagram alir pengerjaan penelitian ini ditunjuukan pada Gambar berikut ini :
Studi Pustaka
Pengambilan Data
PreProcessing
Segmentasi Warna
Feature Extraction
Histogram
Hasil Deteksi
Gambar 1 Diagram alur penelitian
76
I.
Min
(a)
max
(b)
II.
III.
77
seluruh titik, setiap titik akan digrupkan ke cluster terdekat sehingga hasil akhir
dari proses ini adalah jumlah warna pada gambar. Cara berikut ditunjukkan pada
Gambar 3.
cluster 3
cluster 1
cluster 2
cluster 4
IV.
Cari hasil rata-rata/mean dari seluruh titik pada setiap cluster, kemudian
mengganti warna seluruh titik dalam cluster-cluster tersebut dengan rata-rata dari
cluster masing-masing.
d. Feature Extraction merupakan suatu pengambilan ciri / feature dari suatu bentuk,
dalam hal ini adalah karakter citra pada saat kondisi normal dan yang mengalami
kanker dan luasan area yang terkena kanker. Ciri pada citra organ yang
mengalami kanker akan diberi warna merah dan warna biru untuk ciri tulang,
sedangkan pada citra normal, hanya akan muncul warna biru sebagai ciri tulang.
e. Proses histogram yaitu mencari derajat nilai keabuan dari masing-masing bagian
citra. Proses ini dilakukan pada citra normal dan pada citra dengan kanker
serviks. Semakin terang atau putih suatu citra, maka puncak intensitas pada
histogramnya akan semakin tinggi, yaitu mendekati nilai 255, namun bila
semakin gelap atau hitam warna suatu citra maka puncak intensitas pada
Inisialisasi :
a. Bobot input variabel ke-i menuju ke neuron ke-j ( Wij ) dan bobot bias menuju ke
neuron ke-j ( bj ); ( untuk sederhananya sel semua bobot dan bobot bias sama
dengan nol ).
78
Tetapkan epoch = 0
Langkah 2 :
Set input dengan nilai sama dengan vektor input : xki = ski ; dengan k = 1,2,
... , m.
II.
yj =
III.
Perbaiki bobot dan bias jika terjadi eror. jika yj tkj maka :
wij = wij + *t*xki
bj = bj + *tkj
jika tidak, tidak akan terjadi perubahan pada w dan b.
b. Tes kondisi berhenti : jika masih terjadi perubahan bobot atau jumlah kuadrat
error ( sum square error 0 ) dan epoch < MaxEpoch, maka kondisi berhenti
FALSE, namun jika sudah tidak terjadi perubahan bobot ( sum square error 0 )
atau epoch MaxEpoch, maka kondisi berhenti TRUE.[5] [6]
Sedangkan algoritma untuk proses pengujian adalah sebagai berikut :
Langkah 0 : Ambil bobot dari proses pembelajaran.
Langkah 1: Untuk setiap vektor x, lakukan langkah 2.
Langkah 2: Set nilai aktivasi dari unit masukan, xi= si ; i=1,.,n,
Langkah 3: Hitung total masukan ke unit keluaran, Net = xiwi + b,
Langkah 4: Gunakan fungsi aktivasi, Y = f(net).
Jurnal Fisika dan Terapannya |Vol.1, No.2, April 2013
79
80
dan hasil testing menggunkan jaringan syaraf tiruan. Seperti yang ditunjukkan pada Tabel
1 di bawah ini :
Tabel 1 Hasil Testing
No.
Data
X1
X2
Target
Hasil
Data 1
Kanker
Benar
Data 2
Normal
Benar
Data 3
Kanker
Benar
Data 4
Kanker
Benar
Data 5
Kanker
Benar
Data 6
Normal
Benar
Data 7
Normal
Benar
Data 8
Kanker
Salah
Data 9
Normal
Benar
10
Data 10
Normal
Benar
4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil deteksi kanker serviks hasil citra CT-Scan menggunakan image
processing dan jaringan syaraf tiruan, maka dapat disimpulkan bahwa jaringan syaraf
tiruan metode perceptron dapat digunakan untuk mendeteksi adanya kanker serviks.
Dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan perceptron telah didapatkan hasil dengan
akurasi 90 %
5. PUSTAKA
[1] Diananda Rama, 2007, Mengenal Seluk Beluk Kanker, Yogyakarta : Kata Hati.
[2] Susmikanti Mike, 2010, Pengenalan Pola Berbasis Jaringan Syaraf Tiruan dalam
Analisa CT-Scan Tumor Otak Beligna, Jakarta : SNATI Batan..
[3] Basuki Achmad, Fatchurrochman, dkk, 2005, Pengolahan Citra Digital menggunakan
Visual Basic, Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.
[4] Budi Putranto, Benedictus Yoga, dkk, 2010, Segmentasi Warna Citra dengan Deteksi
Warna HSV untuk Mendeteksi Objek, Fakultas Teknik Program Studi Teknik
Informatika : Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta.
[5] Siang, J.J, 2009, Jaringan Syaraf Tiruan dan Pemrogramannya menggunakan Matlab,
Yogyakarta : ANDI.
[6] Kusumadewi Sri, 2004, Membangun Jaringan Saraf Tiruan menggunakan Matlab &
Excel Link, Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.
Jurnal Fisika dan Terapannya |Vol.1, No.2, April 2013
81
Email : istifarah.unair@gmail.com
Abstract
This study aimed to find out the potential of hydroxyapatite (HA) that was
synthesized from cuttlefish (Sepia sp.) bone as well as HA-chitosan composite for
bone filler applications. Hydroxyapatite was obtained by hydrothermal reaction
between 1M aragonite (CaCO3) from cuttlefish bone lamellae and 0.6 M
NH4H2PO4 at 200oC and variations in the duration of 12, 24 and 36 hours.
Followed by a sintering process with a temperature of 1000C for 1 hour.
Sample with the highest content of HA was used as the matrix to synthesize
the composite with chitosan as the fiber/filler. Synthesis of HA-chitosan
composite was conducted by a simple mixing method with variations of
chitosan from 20 to 35%. XRD, compressive strength and hardness test as
well as MTT assay were performed to determine the best sample of all. The
results showed that 100% CaCO3 was obtained from cuttlefish bone and was
successfully processed into 100% amorphous HA. Sintering process resulted in
changes in the percentage of HA with much better degree of crystallinity. The
highest HA content was obtained in the hydrothermal duration of 36 hours after
sintering, of which was 94%. The best sample was obtained from the composite
containing 20% chitosan which indicates perfect mixing between HA and
chitosan, with a compressive strength of (5.241 0.063) MPa. The addition of
chitosan was found to increase the cell viability from 87.00% to 97.11%. HAchitosan composite from cuttlefish bone has a potential for bone filler
applications to cancellous bone.
Keywords : Hydroxyapatite, Sepia sp., Hydrothermal, HA-chitosan composite,
Bone filler.
82
Abstrak
Sintesis
komposit
HA-kitosan
dilakukan
dengan
metode
pencampuran sederhana dengan variasi kitosan dari 20 hingga 35%. Uji XRD,
kekuatan tekan, dan MTT assay dilakukan untuk menentukan sampel terbaik.
Hasil penelitian enunjukkan bahwa diperoleh 100% CaCO3 dari tulang sotong
dan berhasil diproses menjadi 100% HA amorf. Proses sintering mengakibatkan
perubahan prosentase HA dengan kristalinitas yang jauh lebih baik. Kandungan
HA tertinggi diperoleh pada durasi hidrotermal 36 jam setelah disintering, yaitu
94%. Sampel terbaik diperoleh pada komposit dengan kitosan 20% yang
mengindikasikan terjadinya penyatuan secara sempurna antara HA dan kitosan,
dengan kekuatan tekan sebesar (5,241 0,063) MPa. Penambahan kitosan
meningkatkan viabilitas sel dari 87,00% menjadi 97,11%. Komposit HA dari
tulang sotong-kitosan berpotensi untuk aplikasi bone filler pada tulang
cancellous.
83
PENDAHULUAN
Berdasarkan data di Asia, Indonesia adalah negara dengan jumlah penderita
patah tulang tertinggi. Diantaranya, ada sebanyak 300-400 kasus operasi bedah
tulang per bulan di RS. Dr. Soetomo Surabaya (Gunawarman dkk, 2010). Setiap
tahun kebutuhan substitusi tulang terus bertambah. Hal tersebut disebabkan
meningkatnya kecelakaan yang mengakibatkan patah tulang, penyakit bawaan
dan non-bawaan (Ficai et al., 2011).
Klasifikasi material substitusi tulang meliputi autograft, allograft, dan
xenograft. Setiap material tersebut memiliki kekurangan dan kelebihan sebagai
material untuk memperbaiki tulang. Kelemahan autograft adalah sering
menyebabkan komplikasi dalam penyembuhan luka, operasi tambahan, nyeri
pada donor dan pasokan tulang tidak memadai untuk mengisi gap. Sedangkan
allograft
dan
xenograft
terkait
dengan
reaksi
infeksi,
inflamasi,
dan
biomaterial
sintetik.
Dengan
biomaterial
sintetik
adalah
komponen anorganik utama dari jaringan keras tulang dan menyumbang 60-70%
dari fase mineral dalam tulang manusia. HA mampu menjalani ikatan
osteogenesis
dan
relatif tidak
larut
in
vivo.
Banyak
penelitian
telah
fibrosa antara implan dan tulang sangat baik, dan memiliki kemampuan menjalin
84
sotong
(Sepia
Karakter
osteokonduktif
yang
dimiliki
kitosan
dapat
85
METODE
Ekstraksi CaCO3 dari Tulang Sotong (Sepia sp.)
86
Sintering
Sintering sampel dengan suhu 1000 C selama 1 jam untuk menghilangkan
pengotor dan meningkatkan kristalinitas sampel. Nama sampel A, B, dan C yang telah
disintering berurutan adalah D, E, dan F yang kemudian dikarakterisasi XRD untuk
mengetahui kandungan masing-masing sampel.
Uji XRD
Difraktometer sinar-X PANalytical X'Pert PRO digunakan untuk uji XRD. Hasil
tersaji dalam bentuk grafik spektrum dan tabel. Analisis kualitatif dilakukan dengan
mencocokkan dengan ICDD (International Centre for Diffraction Data). Analisis
kualitatif dilakukan dengan metode rietvield.
87
ton. Cetakan yang digunakan berdiameter 13 mm. Pengukuran dilakukan dengan cara
diametral compression test menggunakan Autograph.
mengubah kandungan aragonit menjadi kalsit, tidak seperti bagian dorsal. Aragonit lebih
mudah bertransformasi menjadi HA dibandingkan kalsit, sehingga pada penelitian ini
digunakan aragonit dari bagian lamellae tulang sotong untuk mensintesis HA.
88
Hasil uji XRD terhadap Sampel A, B, dan C dengan durasi hidrotermal berturutturut 12, 24, dan 36 jam menunjukkan bahwa kandungan dari ketiga sampel tersebut
adalah 100% hidroksiapatit [HA, Ca10(PO4)6 (OH)2]. Seluruh spektrum XRD yang
terbentuk pada ketiga sampel tersebut bersesuaian dengan ICDD 01-72-1243. Intensitas
puncak tertinggi Sampel A sebesar 110 (Gambar 2(a)), Sampel B sebesar 104 (Gambar
2(b)), dan Sampel C sebesar 115 (Gambar 2(c)).
Rendahnya intensitas difraksi puncak tertinggi pada Sampel A, B dan C
menunjukkan bahwa
(amorf).
Selain
derajat
kristalinitas
HA
yang
dihasilkan
masih
rendah
sampel
yang
kecoklatan
2(Gambar 3). Diperkirakan pengotor merupakan ion karbonat (CO3 ). Ion karbonat
dapat hilang pada pemanasan dengan suhu di atas 600C (Septiarini, 2009). Dengan
demikian, perlu ditambahkan proses sintering untuk menghilangkan pengotor dan
meningkatkan derajat kristalinitas HA yang telah diperoleh dari proses hidrotermal.
89
(a)
(b)
(c)
Gambar 2 Spektrum XRD (a) Sampel A, (b) Sampel B, (c) Sampel C
90
Sampel A, B, dan C yang telah disintering dengan suhu 1000C selama 1 jam
berturut - turut disebut sebagai Sampel D, E, dan F. Hasil uji XRD menunjukkan bahwa
ketiga sampel tersebut mengandung hidroksiapatit [HA, Ca10(PO4)6(OH)2 ] dan
trikalsium fosfat [TKF, Ca3(PO4)2] sesuai dengan ICDD berturut-turut 01-72-1243 dan
01-073-4869. Selain itu, terdapat pula puncak yang tidak teridentifikasi pada sampel D
dan E.
Hasil uji XRD menunjukkan peningkatan intensitas yang sangat drastis
dibandingkan sampel sebelum disintering yang berkisar dari 104 115 saja.
Intensitas puncak tertinggi Sampel D sebesar 1658,43 (Gambar 4(a)), Sampel E sebesar
1472,35 (Gambar 4(b)), dan Sampel F sebesar 1938,59 (Gambar 4(c)). Sintering juga
menyebabkan perubahan warna dari yang semula kecoklatan menjadi putih (Gambar
5). Hal tersebut menunjukkan bahwa
pengotor dalam sampel telah hilang.
(a)
(b)
(c)
91
HA (%)
94
89
94
TKF (%)
6
11
6
92
93
dari 737,25 menjadi 702,44 dan pergeseran posisi puncak dari 25,8674 menjadi 25,8648.
Pada bidang (211) terjadi penurunan intensitas dari 1938,59 menjadi 1830,03 dan
pergeseran posisi puncak dari 31,7576 menjadi 31,7554. Pada bidang (300) terjadi
penurunan intensitas dari 1248,14 menjadi 1082,17 dan pergeseran posisi puncak dari
32,8924 menjadi 32,8873. Penurunan intensitas dan pergeseran puncak mengindikasikan
terjadinya ikatan antara matriks dan filler, yaitu HA dan kitosan dari proses pembentukan
komposit.
akan
membetuk
afinitas
bersifat toksik pada sel fibroblast (cell lines) apabila prosentase viabilitas sel
masih di atas 60%, yaitu OD dari perlakuan masih mendekati OD dari kontrol
(Wijayanti, 2010). Hasil uji MTT assay pada Sampel F1, yaitu komposit dengan
HA : kitosan sebesar 80 : 20 menunjukkan jumlah viabilitas sel sebesar 97,11%.
Hal tersebut menunjukkan bahwa penambahan kitosan mampu meningkatkan
viabilitas sel dibandingkan dengan Sampel F.
KESIMPULAN
Reaksi hidrotermal antara CaCO3
NH4H2PO4
dengan variasi waktu 12, 24, dan 36 jam menghasilkan 100% HA pada
HA-kitosan
disintesis
dengan
memanfaatkan sampel
dengan
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, Setia Utami, 2009, Pembuatan Komposit Kalsium Fosfat-Kitosan dengan
Metode Sonikasi, Tesis Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Cai, X., Tong, H., Shen, X., Chen, W., Yan, J., Hu, J., 2009, Preparation
and Characterization of Homogeneous ChitosanPolylactic Acid/Hydroxyapatite
Nanocomposite for Bone Tissue Engineering and Evaluation of Its Mechanical
Properties, Acta Biomaterialia 5 (2009) 2693-2703, China.
Earl, JS., Wood, DJ., Milne, SJ., 2006, Hydrothermal Synthesis of
Hydroxyapatite,
A.,
Andronescu,
E.,
Voicu,
Collagen/Hydroxyapatite Composite
G.,
Ficai,
Materials.
D.,
2011,
Advances
in
Politehnica
University
of
95
Hui, P., Meena, S.L., Singh, G., Agarawal, R.D., Prakash, S., 2010, Synthesis
of Hydroxyapatite
Bio-Ceramic
Powder by Hydrothermal
Method,
in
Croatia
and
Phosphate
Nanocomposite
for
Bone
Tissue
(n-HA/Cs)
untuk
Aplikasi
Jaringan
Tulang,
J.,
Kim,
S.,
2010,
Chitosan
Composites
for
Bone
Tissue
96
ABSTRACT
97
ABSTRAK
Telah dibuat sistem deteksi kelainan jantung menggunakan jaringan saraf tiruan
dengan metode backpropagation pada sinyal elektrokardiogram dua belas sadapan
sinyal. Perangkat lunak dibuat dengan menggunakan dua jaringan saraf tiruan, yaitu
jaringan saraf tiruan untuk mendeteksi kelainan gelombang pada sadapan dan jaringan
saraf tiruan untuk mengidentifikasi akhir kelainan jantung. Perangkat lunak ini
digunakan untuk mendeteksi kondisi jantung normal, left atrium hypertrophy, right
ventricular hypertrophy, dan kelainan jantung lainnya. Parameter backpropagation pada
perangkat lunak ini adalah jumlah lapisan tersembunyi=15, learning rate=0,1,
maksimum epoch=1000, dan target error=0,001. Perangkat lunak telah diuji dapat
mendeteksi kelainan jantung pada citra EKG dengan tingkat akurasi sebesar 93,33%.
98
I.
PENDAHULUAN
kondisi jantung
selama
Elektrokardiograf (ECG). Prinsip kerja dari alat ini adalah mengukur potensial listrik
sebagai fungsi waktu yang dihasilkan oleh jantung. Hasil pengukuran elektrokardiograf
ini berupa grafik waktu terhadap tegangan yang disebut elektrokardiogram (EKG).
Walaupun telah didapatkan data EKG, namun untuk mengetahui informasi yang
terdapat pada data hasil rekaman EKG sangat sulit. Untuk membaca kertas rekaman
EKG diperlukan pengalaman dan pengetahuan mengenai penyakit jantung serta
gejala-gejalanya. Esktraksi manual terhadap informasi penting sinyal pada ECG
sangatlah tidak efisien karena banyaknya data yang harus diamati. (Scamroth, 1990)
Salah satu pemecahan dalam menganalisis sinyal elektrik jantung pada ECG ini
adalah dengan mengunakan perangkat lunak (software) berbasis Jaringan Saraf Tiruan
(JST) atau Artificial Neural Network (ANN), yang merupakan metode komputasi cerdas,
yang dapat menirukan sistem jaringan saraf otak pada manusia. JST merupakan suatu
metode kecerdasan buatan komputasional berbasis pada model saraf biologis manusia
sehingga komputer atau mesin dapat menduplikasi kecerdasan manusia (Waslalaludin
dkk, 2010).
Pada penelitian ini dilakukan pengidentifikasian pola sinyal elektrik jantung
pada EKG menggunakan JST dengan metode backpropagation. Backpropagation melatih
jaringan untuk mendapatkan keseimbangan antara kemampuan jaringan untuk
mengenali pola yang digunakan selama pelatihan serta kemampuan jaringan untuk
memberikan respon yang benar terhadap pola masukan yang serupa (tapi tak sama)
dengan pola yang dipakai selama pelatihan. Berdasarkan fungsinya, jaringan saraf tiruan
ini dapat memecahkan sebuah masalah dengan teknik pembelajaran (Budhi, 2004).
muka,
persiapan
citra
EKG,
pengolahan
citra
digital,
pembelajaran
99
perangkat lunak, dan pengujian perangkat lunak. Data (EKG) yang digunakan adalah
data primer yang didapatkan dari salah satu rumah sakit di Surabaya.
Prosedur penelitian disajikan pada Gambar 1.
Citra EKG diolah menggunakan beberapa metode pengolahan citra digital, yaitu
grayscale, segmentasi, morfologi gelombang, dan ekstraksi fitur. Pada tahapan
grayscale citra EKG berwarna diubah menjadi citra EKG putih dan gradiasi warna
hitam. Pada penelitian ini teknik segmentasi yang digunakan yaitu pengambangan
100
(Thresholding).
Teknik
pengambangan
menghasilkan
yaitu hitam berkaitan dengan background dan putih berkaitan dengan pola sinyal EKG.
Pada tahapan morfologi terjadi proses penebalan dan
penipisan dalam citra biner. Tahapan ekstraksi fitur dalam tugas akhir ini digunakan
untuk
mendapatkan
nilai
ordinat
dari
citra
EKG
di
setiap
pixel
yang
menginterpretasikan nilai tegangan potensial sinyal ECG yang dijadikan nilai inputan
dalam perangkat lunak. Prosedur pengolahan citra digital disajikan pada
Gambar 2.
101
Sadapan 2
Sadapan V6
Normal
normal (-1)
normal (-1)
P mitral (0)
normal(-1) atau
(RVH)
LAH dan RVH
lain (1)
P mitral (0)
102
tepat. Jaringan Saraf Tiruan identifikasi akhir digunakan untuk menentukan beberapa
kondisi jantung, yaitu :
1. Jantung normal
2. Left Atrium Hiperthrophy (LAH)
3. Right Ventricular Hipertrophy (RVH)
4. LAH dan RVH
5. Kelainan jantung lainnya.
Pembelajaran perangkat lunak selesai apabila error hasil pendeteksian yang
dibandingkan dengan database atau target bernilai kurang dari satu persen dan
banyaknya eppoch kurang dari 1000 sehingga pendeteksian berhasil.
jenis feed forward. Prosedur pengujian perangkat lunak disajikan pada Gambar 4.
103
B.
banyaknya hidden layer untuk mendapatkan hasil ouput yang maksimal. Tabel 3
menunjukkan bahwa variasi jumlah hidden layer yang optimal terhadap jumlah epoch,
MSE, dan waktu pembelajaran adalah 15.
Tabel 3. Hubungan jumlah hidden layer terhadap Epoch, MSE, dan Waktu pembelajaran.
104
Jumlah
Epoch
MSE
Waktu
1426
0.000970
12 s
10
62
0.000994
>1 s
15
25
0.000934
>1 s
20
44
0.000975
>1 s
dan
maksimum
output
yang
layer.
dapat
Pengguna
ditolerir
dapat
dan
menetapkan
nilai
besarnya
maksimum
epoch.
nilai
error
Pada
saat
pembelajaran proses update bobot akan terhenti, apabila error yang diinginkan sudah
tercapai, atau pada saat epoch yang diinginkan sudah terpenuhi. Kemudian bobot akhir
hasil pembelajaran akan disimpan untuk kemudian digunakan pada saat pengujian.
Data
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Ke1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Keterangan
Medis
Perangkat Lunak
Kelainan Lain
Normal
LAH dan RVH
LAH
RVH
LAH
LAH dan RVH
LAH
RVH
LAH
Normal
LAH dan RVH
RVH
LAH
LAH
Kelainan Lain
Normal
LAH dan RVH
LAH
RVH
LAH
LAH dan RVH
LAH
RVH
LAH
Normal
RVH
RVH
LAH
LAH dan RVH
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa :
1. Proses
105
pengambangan (thresholding),
nilai
ordinat citra EKG dapat diterapkan untuk mendapatkan fitur citra EKG 12
sadapan sebagai masukan perangkat lunak untuk mendeteksi kelainan jantung.
2. Jaringan saraf tiruan yang telah dibangun memiliki identifikasi akhir
dengan memiliki konfigurasi optimal 140-15-5 (140 neuron pada lapisan input,
15 neuron pada lapisan tersembunyi, dan 5 lapisan pada lapisan output) dan
parameter trainingnya adalah learning rate=0,1, maksimum epoch=1000, dan
target error=0,01.
3. Perangkat lunak yang telah uji memiliki
left atrium
DAFTAR PUSTAKA
106
Bandung
Nothrop, R. B., 2004, Analysis and Application of Analog Electronic Circuits to
Biomedical Instrumentation, CRC Press. Biomedical Engineering Series.
Washington D.C 64
Priyani, D. R. E., 2009, Aplikasi Diagnosa Gangguan Lambung melalui Citra Iris Mata
Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation, Universitas Pembangunan Nasional
Fakultas Ilmu Komputer, Jakarta
Putra, D., 2010, Pengolahan Citra Digital, Penerbit Andi, Yogyakarta
Schramot, L., 1990, An Introduction To Electrography, Blackwell Scientific
Publication, Oxford
Siang, J. J., 2005, Jaringan Saraf Tiruan dan Pemrogramannya Menggunakan
Matlab, Penerbit Andi. Yogyakarta
Sloane, E., 2003, Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta
Vahed, A., 2005, 3-Lead Wireless ECG, University of KwaZulu-Natal, South
Africa
Waslaludin, S. dan Wahyudin, A., 2010, Klasifikasi Pola Sinyal Elektrik Jantung Pada
Elektrokardiograf (EKG) Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan Berbasis Metode
Backpropagation, Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung
Widodo, A., 2009, Sistem akuisisi ECG menggunakan USB untuk mendeteksi aritmia,
Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya
107
Abstract
108
Abstrak
109
1. PENDAHULUAN
Penggunaan biomaterial di bidang kesehatan khususnya orthopaedic terus
meningkat seiring dengan bertambahnya berbagai cedera dan penyakit tulang. Bone
graft atau bahan pengganti tulang sering dibutuhkan untuk merekonstruksi morfologi
anatomi dan memulihkan stabilitas tulang yang rusak (Asmawati, 2011). Selama ini
bone graft diimport dengan harga yang cukup mahal. Upaya untuk mengurangi bone
graft produk import adalah dengan membuat bone graft tersebut dari bahan lokal. Bank
Jaringan RSUD dr. Soetomo Surabaya telah membuat bone graft hidroksiapatit dari
tulang sapi.
Hidroksiapatit dari tulang sapi di bank jaringan berbentuk serbuk dan berpori.
Pada beberapa kasus, kebutuhan bone graft dalam bentuk blok padat atau pellet masih
sering digunakan. Hal ini karena dengan bentuk blok padat, penambahan antibiotik
dapat dilakukan. Keunggulan lain yang didapat dengan bentuk ini adalah memiliki
kekuatan yang cukup bagus sehingga sangat sesuai untuk defek tulang yang besar.
Namun, jika bone graft ini hanya terbentuk dari hidroksiapatit saja maka akan sangat
rapuh, brittle dan mudah hancur. Sehingga dibutuhkan material lain yang cukup elastik,
non toksik dan biodegradabel. Bahan yang dimaksud tersebut biasanya merupakan
bahan polimer, salah satunya adalah alginat.
Alginat merupakan suatu polisakarida bahan alam yang diperoleh dari alga coklat.
Beberapa jenis alga coklat ditemukan tumbuh melimpah di perairan Indonesia, salah
satunya adalah sargassum sp (Rasyid, 2009). Selama ini di pulau Madura, potensi
sargassum sp yang tumbuh melimpah belum dimanfaatkan secara maksimal.
Karakteristik
bone
graft
ideal
adalah
biokompatibel,
bioresorbabel,
110
paling baik. Menurut penelitiannya nilai compressive strength dari kedua variasi
komposisi tersebut menunjukkan peningkatan yaitu 6,11 KPa pada komposisi 1wt%
dan 69,0 KPa pada komposisi 2wt%. Nilai compressive strength tersebut sesungguhnya
masih kurang ideal untuk tulang karena nilai compressive strength untuk tulang kanselus
sendiri sebesar 5,5 MPa atau sebesar 5500 KPa.
Penelitian ini juga belum menunjukkan adanya nilai kuantatif besarnya degradasi
material untuk memperkirakan material yang terdegradasi.
2. METODE PENELITIAN
2.1. Persiapan Material
Hidroksiapatit didapat dengan membeli bubuk hidroksiapatit yang udah diayak
dengan ukuran partikel < 75 m hasil sintesis dari tulang sapi di Instalasi Pusat
Biomaterial Bank Jaringan RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Sedangkan untuk alginat
akan diekstraksi dari sargassum sp. dalam bentuk natrium alginat. Proses ekstraksi
alginat disajikan pada Gambar 1.
111
112
dalam PBS 0,65 M, stirrer hingga larut. Bubuk hidroksiapatit ditambahkan dan
distirrer kurang lebih 2 jam. CaCl 1,08 M disiapkan kemudian sedikit demi sedikit
dicampurkan ke dalam larutan. Sampel dipanaskan selama 2 jam dengan suhu 50 C
kemudian dicetak dalam cetakan stainless steel berbentuk silinder dengan diameter 1
cm dan tinggi 3 cm. Sampel difreeze selama 72 jam pada suhu -30 C dan dikeringkan
dengan lyophilisizer selama 48 jam.
ini
dilakukan
menurut
standard
ASTM
31.
Sistem
peralatan dirancang secara sederhana tetapi tetap mendekati kondisi sebenarnya. Uji
degradasi ini menggunakan spesimen sampel yang sudah diukur diameter (d) dan
tingginya (t) yang diberi penyangga dengan kawat stainless steel. Sebelum diuji sampel
ditimbang massa. Sampel direndam dalam SBF (Simulated Body Fluid) pada suhu
37oC selama 2 jam.
Setelah itu sampel dikeringkan dan ditimbang massanya. Simulated Body Fluid
(SBF) kandungannya terdiri dari 6,8 g/L NaCl; 0,2 g/L CaCl; 0,4 g/L KCl; 0,1 g/L
MgSO4;2,2 g/L NaHCO3; 0,126 g/L Na2HPO4; 0,026 g/L NaH2PO4. Disesuaikan
dengan pH HCl dan NaOH yaitu 7,44. (Zhang, et al, 2009). Laju korosi
dapat dihitung menggunakan persamaan :
113
dengan % sel hidup = persentase jumlah sel setelah perlakuan, OD perlakuan = nilai
densitas optik sampel setelah perlakuan, OD kontrol media = nilai densitas optik
kontrol media, OD kontrol sel = nilai densitas optik kontrol sel.
2.6. Analisis statistik
Hasil
data
pengujian
secara
statistik
dilakukan
pengujian
parametrik
menggunakan uji ANOVA one way. Hal ini dilakukan guna mengetahui adanya
pengaruh variasi komposisi terhadap karakterisasi.
114
gugus O-H
-1
pada bilangan gelombang 3451,96 cm dengan transmitansi sebesar 63,4336 %, gugus
karbonil C=O pada bilangan gelombang 1630,52 cm-1 dengan transmitansi sebesar
77,0096 %,
gugus karboksil C-O tampak ditunjukkan oleh bilangan gelombang 1035,59 cm-1
dengan intensitas sebesar 82,3342 %. Sedangkan natrium dalam isomer alginat
terdapat pada bilangan gelombang 1425,14 cm-1
(Yulianto, 2007).
Hasil FT-IR ekstraksi natrium alginat, terdapat serapan yang menunjukkan
-1
adanya kombinasi pita ikatan hidrogen lemah pada bilangan gelombang 2341, 16 cm
dengan transmitansi sebesar 75,9384 %. Ikatan hidrogen ini menyebabkan melebarnya
Jurnal Fisika dan Terapannya |Vol.1, No.2, April 2013
115
puncak serapan ke arah kanan pada regangan O-H secara antar molekul. sehingga asam
alginat yang dihasilkan berupa larutan yang sangat pekat berupa gel (Andriyani, 2005).
Adapun serapan
pada bilangan
gelombang 2359,48 cm-1 dengan transmitansi 73,4732 % yang merupakan gugus CO2
(Rohaeti, 2009). Hal ini dapat terjadi karena pada saat proses pembuatan garam KBr tidak
dilakukan dalam ruang vakum, sehingga gas CO2
sekitar alat ikut dalam KBr dan terbaca oleh serapan infrared. Namun secara
keseluruhan FT-IR hasil sintesis alginat dari sargassum sp memiliki semua gugus
fungsi karakteristik dari natrium alginat sehingga dapat dikatakan bahwa ekstraksi ini
telah berhasil membuat natrium alginat.
Selanjutnya uji compressive strength dilakukan untuk mengetahui nilai
compressive strength yang terbentuk dari komposit. Proses pendegradasian dilakukan
dengan pencelupan dalam larutan SBF (Simulated Body Fluid) dimana nantinya akan
ditentukan laju korosi dengan penentuan massa yang hilang. Untuk mengetahui bone
graft ini toksik atau tidak, maka dilakukan uji sitotoksisitas dengan MTT Assay.
Parameter
Compressive
Strength
71,89
129,31
271,98
(KP )
Dari Tabel 1 selanjutnya dapat dibuat grafik hubungan antara variasi
komposisi hidroksiapatit-alginat dengan compressive strength sebagaimana disajikan
pada Gambar 3.
116
117
dengan 2%wt
dikarenakan
penambahan alginat yang diketahui sangat kecil memungkinkan masih menyisakan pori
antar partikel hidroksiapatit. Sehingga kerapatan belum dapat terjadi dengan sempurna
dan densitas belum dapat mencapai maksimal. Oleh karena itu sebaiknya pada
penelitian selanjutnya perlu ditingkatkan persen berat dari alginat.
118
Tabel 2. Hasil Uji Degradasi untuk Beberapa Variasi Komposisi Hidroksiapatit- Alginat.
Parameter
Laju Korosi
(mpy)
12180 03
7010 16
Dari Tabel 2 selanjutnya dapat dibuat grafik hubungan antara variasi komposisi
hidroksiapatit-alginat dengan laju korosi sebagaimana disajikan pada Gambar 4.
119
Parameter
Waktu
Degradasi
1,18
1,33
1,80
(h i)
Nilai degradasi ideal yang diinginkan sebuah material bone graft adalah dapat
melebur dalam waktu 5-7 minggu atau 35-49 hari (Moore, et al 2001). Penyebab
perbedaan nilai degradasi yang diinginkan ini adalah hampir sama dengan penyebab
perbedaan nilai compressive strength. Hal ini dikarenakan kerapatan yang terjadi
menentukan laju korosi. Semakin besar densitas suatu material maka nilai compressive
strength akan semakin besar dan laju korosi akan menurun.
120
Parameter
Persentase
Sel Hidup
95,525
95,525
95,370
90,895
(%)
Sebagai data pendukung juga dilakukan MTT Assay untuk alginat. Alginat dalam
hal ini adalah natrium alginat hasil ekstraksi dari sargassum sp. dan natrium alginat
konvensional (SIGMA) yang dilarutkan dalam aquades hingga membentuk konsentrasi
larutan 2%. Persentase sel hidup yang dihasilkan disajikan pada Tabel 5.
Sebuah
Natrium Alginat
Natrium Alginat
Parameter
pH
Persentase Sel
(sargassum sp)
9-10
(SIGMA)
7
Hidup (%)
79 572
97 506
material
dikatakan
toksik
jika
pada
hasil
uji
toksisitasnya
menghasilkan persentase sel hidup kurang dari 60%. Pada pengujian toksisitas yang
dilakukan, baik pada sampel natrium alginat hasil ekstraksi sargassum sp maupun pada
natrium alginat konvensional (SIGMA) dan variasi komposisi yang dilakukan secara
keseluruhan hasil persentase sel hidupnya diatas 60%.
Secara keseluruhan, komposit hidroksiapatit-alginat merupakan material yang
tidak toksik. Namun berdasarkan data hasil MTT Assay seluruh sampel, persentase sel
hidup pada variasi komposisi alginat 2%, 4%, dan 6% menunjukkan adanya penurunan
sel hidup. Hal ini dapat disebabkan oleh alginat hasil ekstraksi dari sargassum sp yang
bersifat basa dengan pH sekitar 9-10 sehingga persentase hidupnya hanya sebesar
79,572%. Berbeda dengan natrium alginat konvensional (SIGMA) dengan pH terukur 7
yang menghasilkan persentase sel hidup sebesar 97,506%. Kondisi basa inilah yang
menyebabkan hasil persentase sel hidup variasi komposisi hidroksiapatit-alginat
menurun. pH optimal bagi pertumbuhan sel dari hewan berdarah panas yaitu pada
kisaran 7,0-7,4 dengan median 7,2 (Efendi, 2009). Kondisi basa yang dihasilkan sampel
Jurnal Fisika dan Terapannya |Vol.1, No.2, April 2013
121
alginat dapat berasal dari proses ekstraksi alginat yang kurang sempurna. Pembentukan
natrium alginat melalui penambahan NaOH yang terlalu banyak saat ekstraksi membuat
hasil ekstraksi alginat menjadi basa.
4. KESIMPULAN
Variasi komposisi hidroksiapatit-alginat berpengaruh terhadap nilai compressive
strength dan laju korosi (degradasi). Namun tidak berpengaruh secara bermakna
terhadap persentase sel hidup. Semakin besar penambahan persen berat alginat, maka
nilai compressive strength meningkat dan laju korosi (degradasi) menurun. Pada
penelitian ini variasi komposisi komposit hidroksiapati-alginat dengan penambahan
persen berat alginat 6% memiliki karakter terbaik yang mendekati aplikasi sebagai bone
graft, karena memiliki nilai compressive strength paling tinggi, laju korosi (degradasi)
paling rendah dan tidak toksik.
disampaikan
Studi
S1-
Teknobiomedik dan Kepala Departemen Fisika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas
Airlangga beserta seluruh jajaran karyawan yang telah membantu mempublikasikan
jurnal ini.
6. DAFTAR PUSTAKA
Ali, M Y. 2007. Studi Korosi Titanium (Astm B 377 Gr-2) Dalam Larutan
Artificial Blood Plasma (Abp) Pada Kondisi Dinamis Dengan Teknik Polarisasi
Potensiodinamik Dan Teknik Exposure. Skripsi. Surabaya : Institut Teknologi
Sepuluh November Surabaya.
Andriyani. 2005. Pembuatan Asam Glukonat dari Oksidasi Selektif Glukosa
Menggunakan Molekul Oksigen yang Diaktifasi Katalis Palladium/-Al2O3 dalam
Larutan Natrum Hidroksida. Jurnal Sains Kimia (Suplemen). Vol 9, No.3, 2005:
42-48.
Asmawati. 2011. Kajian Morfologi Proses Persembuhan Kerusakan Segmental Pada
Tulang Domba yang Diimplan dengan Komposit Hidroksiapatit- Trikalsium Fosfat
(HA-TKF). Bogor. Institut Pertanian Bogor.
122
Efendi, Agus. 2009. Pengaruh Conditioned Medium Rat Embryonic Fibroblast (CmRef) dengan dan Tanpa Leukemia Inhibitory Factor (Lif) dalam Medium Terhadap
Tingkat Proliferasi dan Sifat Pluripotensi Mesenchymal Stem Cell Sumsum Tulang
Tikus dalam Kultur In Vitro. Bogor. Skripsi, Fakultas Kedokteran Hewan Institut
Pertanian Bogor.
Greenwald, A. Seth., Boden, Scott D., Goldberg, Victor M., Khan, Yusuf., Laurencin,
Cato T., Rosier, Randy N. 2003. Bone-Graft Substitute : Facts, Fictions, and
Aplications. American Academy of Orthopaedic Surgeons.
Jones, R. M. 1999. Mechanics of Composite Materials. Second Edition. Philadephia,
Taylor and Francis.
Masturi, Mikrajuddin, Khairurrijal. 2010. Efektivitas Polyvinyl Acetate (PVAc)
Sebagai Matriks Pada Komposit Sampah. Berkala Fisika ISSN : 1410 9662
Vol. 13 , No.2, hal 61- 66.
Matsuno, Tomonori., Hashimoto, Yoshiya., Adachi, Seita., Omata, Kazuhiko., Yoshitaka,
Yamauchi., Ozeki, Yasuyuki., Umezu, Yoshikazu., Tabata, Yasuhiko., Nakamura,
Masaaki., Satoh, Tazuko. 2008. Preparation of Injectable 3D- Formed Tricalcium Phosphate Bead/Alginate Composite for Bone Tissue Engineering.
Dental Materials Journal 27(6): 827834.
Moore, William R., Graves, Stephen E., Bain, Gregory I. 2001. Synthetic Bone Graft
Substitutes. ANZ J. Surg. 71, 354361.
Packham, D.E. 2005. Handbook of Adhesion. Second Edition. Chichester, John Wiley
& Sons Ltd.
Rachadini, Novianita. 2007. Uji Sitotoksisitas Ekstrak Serbuk Kayu Siwak (Salvadora
Persica) Pada Kultur Sel Dengan Menggunakan Esei MTT. Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Airlangga.
Rasyid, Abdullah. 2009. Ekstraksi Natrium Alginat Dari Alga Coklat. Oseanologi dan
Limnologi di Indonesia 36 (3) : 393-400.
Ratner, Buddy D., Hoffman, Allan S., Schoen, Frederick J., Lemons, Jack E. 2004,
Biomaterial Science, Second Edition, Elsevier Scademic Press, San Diego.
Rohaeti, Eli. 2009. Karakterisasi Biodegradasi Polimer. Prosiding Seminar Nasional
Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri
Yogyakarta.
123
Syafrudin, Helman. 2011. Proposal Skripsi, Analisis Mikrostrukutr, Sifat Fisis dan Sifat
Mekanik Keramik Jenis Refraktori. Departemen Fisika, Fakultas Sains dan
Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya.
Zhang,Shaoxiang., Zhao, Changli., Li, Jianan., Song, Yang., Xie ,Chaoying., Tao,
Hairong., Zhang, Yan., He, Yaohua., Jiang, Yao., Bian, Yujun. 2009. Research
On An MgZn Alloy As A Degradable Biomaterial. Shanghai, China: Acta
Biomaterialia. Elsevier.
Yulianto, K. 2007. Pengaruh Konsentrasi Natrium Hidroksida Terhadap Viskositas
Natrium Alginat yang Diekstrak dari Sargassum duplicatum J.G. Agardh
(Phaeopyta). Oseanalogi dan Limnalogi di Indonesia (2007) 33: 295
306.
124