Você está na página 1de 9

Seminar dan Call for Paper FMI 2013 Pontianak

PERAN PERCEIVED BRAND FOREIGNNESS, FASHION INVOLVEMENT, DAN


STATUS CONSUMPTION PADA PENILAIAN KONSUMEN DAN NIAT KONSUMEN
MEMBELI PRODUK FASHION LOKAL
Sony Kusumasondjaja
Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangga
s_kusumasondjaja@yahoo.com

ABSTRAK
Masuknya banyak produk fashion bermerek internasional ke pasar Indonesia memunculkan
persaingan yang lebih ketat bagi produk fashion lokal. Dengan demikian, produk lokal mulai
menggunakan nama merek asing untuk meningkatkan perceived brand foreignness. Penggunaan
nama merek asing juga memfasilitasi konsumen yang memiliki keterlibatan tinggi pada fashion
untuk mempertimbangkan faktor status sosial dalam pengambilan keputusan pembelian produk
fashion yang mereka lakukan. Penelitian ini menguji pengaruh persepsi konsumen atas keasingan
produk (perceived brand foreignness), keterlibatan pada fashion (fashion involvement), dan
konsumsi status (status consumption) pada penilaian konsumen (product judgment) dan niat
konsumen membeli produk fashion lokal. Data dikumpulkan dari self-administered questionnaire
yang disebarkan melalui survey yang melibatkan 220 responden. Survey dilaksanakan mall
intercept convenience sampling pada empat mall premium di Surabaya dan Jakarta. Uji
persamaan struktural dengan AMOS 18 digunakan untuk menguji hipotesis penelitian. Hasil
penelitian menyatakan bahwa perceived brand foreignness, fashion involvement, dan status
consumption memiliki pengaruh signifikan terhadap penilaian konsumen dan niat konsumen
membeli produk fashion lokal. Ditemukan pula bahwa perceived brand foreignness memiliki
pengaruh signifikan paling kuat terhadap penilaian konsumen dan status consumption memiliki
pengaruh signifikan paling kuat terhadap niat konsumen membeli produk lokal. Dengan
demikian, semakin kuat persepsi konsumen bahwa sebuah produk lokal berasal dari luar negeri
semakin baik penilaian konsumen atas produk tersebut. Di sisi lain, semakin kuat motivasi
konsumsi seorang konsumen untuk memperkuat status sosial, maka semakin lemah niat
konsumen untuk membeli produk lokal. Implikasi temuan penelitian ini bagi pemasar produk
lokal, serta keterbatasan penelitian dan saran bagi penelitian selanjutnya, dibahas pada bagian
akhir tulisan ini.
KEYWORDS:
perceived brand foreignness, fashion involvement, status consumption, produk local.

Seminar dan Call for Paper FMI 2013 Pontianak

PENDAHULUAN
Pertumbuhan konsumen kelas menengah Indonesia dan peningkatan daya beli mereka dalam 1520 tahun mendatang diprediksi mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Segmen kelas
menengah di Indonesia ini dianggap sebagai potensi pasar yang cukup besar sehingga membuat
banyak produk maupun perusahaan ritel asing yang masuk ke pasar Indonesia selama beberapa
tahun terakhir ini. Di industri produk fashion, nama-nama perusahaan terkenal seperti Charles &
Keith (Singapura), Zara (Spanyol), atau Uniqlo (Jepang) telah mulai beroperasi di Indonesia
karena melihat potensi pasar yang menarik tersebut. Masuknya produk asing tersebut membuat
persaingan industri fashion menjadi lebih sulit bagi produk fashion asli Indonesia, karena selain
semakin banyaknya pemain di industri ini akan membuat tiap perusahaan akan semakin sulit
mempertahankan pangsa pasarnya juga karena konsumen Indonesia memiliki sensitivitas yang
cukup tinggi pada status sosial dalam hal pembelian produk fashion (Phau & Sari, 2004).

Penelitian tentang produk asing selama ini banyak dilakukan dengan mengamati dari sisi country
of origin, sedangkan pengamatan dari sisi persepsi konsumen tentang keasingan (foreignness)
sebuah produk masih jarang dilakukan. Padahal, permasalahan yang dihadapi oleh industri
fashion lokal dengan membanjirnya produk fashion bermerek ternama dari luar negeri seringkali
ditanggapi dengan menempelkan merek yang terkesan asing pada produk lokal. Tujuan
pemberian nama merek asing tersebut adalah agar konsumen menganggap produk lokal tersebut
adalah produk yang berasal dari luar Indonesia dan memiliki kesetaraan dalam kualitas dengan
produk asing sejenis lainnya. Produk fashion seperti sepatu bermerek Gaudi, Buccheri, atau
Pakalolo yang terkesan berasal dari Italia, atau kemeja bermerek Stanley Adams, The Executive,
atau jeans Lea juga banyak dianggap berasal dari Amerika Serikat atau Eropa. Merek-merek ini
adalah contoh merek Indonesia yang memiliki perceived brand foreignness yang tinggi.

Berdasarkan latar belakang yang dijelaskan di atas, penelitian ini menjawab beberapa pertanyaan
penelitian berikut: (1) apakah perceived brand foreignness, keterlibatan konsumen dalam produk
fashion (fashion involvement), dan status consumption berpengaruh terhadap penilaian konsumen
(product judgment) atas produk fashion lokal bernama merek asing, (2) apakah perceived brand
foreignness, keterlibatan konsumen dalam produk fashion (fashion involvement), dan status
consumption berpengaruh terhadap niat konsumen untuk membeli produk fashion lokal bernama
2

Seminar dan Call for Paper FMI 2013 Pontianak

merek asing, dan (3) apakah product judgment berpengaruh terhadap niat konsumen untuk
membeli produk fashion lokal bernama merek asing. Untuk mempermudah analisis, produk
fashion yang diamati pada penelitian ini difokuskan pada produk busana wanita dan pria
produksi lokal yang memiliki nama merek asing yang sudah cukup lama beredar di Indonesia.

LANDASAN TEORI
Perceived brand foreignness didefinisikan sebagai persepsi konsumen bahwa sebuah merek atau
produk berasal dari luar negara di mana konsumen tersebut berasal. Konsep perceived brand
foreignness ini memiliki perbedaan mendasar dengan konsep country of origin, yaitu perceived
brand foreignness sebuah jenis produk tertentu tidak hanya diasosiasikan pada satu negara saja
sebagaimana country of origin. Produk yang memiliki perceived brand foreignness yang tinggi
adalah sebuah produk dianggap berasal negara lain yang bukan asal konsumen, terlepas dari
negara lain manakah produk itu dianggap berasal dan terlepas benar tidaknya anggapan itu.
Misal, produk sepatu Gaudi di Indonesia memiliki perceived brand foreignness yang tinggi
karena dianggap berasal dari luar Indonesia, terlepas apakah konsumen menganggapnya berasal
dari Spanyol, Italia, Prancis, atau dari negara lain. Dengan demikian, perceived brand
foreignness tidak hanya dimiliki oleh produk non-lokal saja, pemasar produk lokal pun dapat
menciptakan cues yang membuat konsumen mengira produk mereka berasal dari luar Indonesia.

Penggunaan nama merek asing menjadi elemen penting dalam strategi pemasaran produk karena
daya tarik asing (foreignness) dapat meningkatkan penilaian konsumen tentang kualitas produk
bernama merek asing tersebut (Eckhardt 2005; Zhou & Belk 2004). Konsumen yang memiliki
keyakinan kuat bahwa sebuah produk berasal dari luar dan bukan produk lokal yang diberi
nama merek asing akan memiliki niat beli yang tinggi atas produk tersebut (Balabanis &
Diamantopoulos 2008). Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, penelitian ini mengajukan
Hipotesis 1 dan 2 sebagaimana tersaji berikut ini:
H1: Perceived brand foreignness berpengaruh positif terhadap product judgment atas produk
fashion lokal bernama merek asing
H2: Perceived brand foreignness berpengaruh positif terhadap niat konsumen untuk membeli
produk fashion lokal bernama merek asing

Seminar dan Call for Paper FMI 2013 Pontianak

Schiffman dan Kanuk (2012) menjelaskan bahwa tingkat keterlibatan konsumen dengan produk
fashion akan mempengaruhi bagaimana konsumen akan melalui proses pencarian informasi awal
sebelum membeli produk fashion tersebut. Keterlibatan konsumen pada produk akan meningkat
bila produk tersebut memiliki peran dan nilai penting bagi konsumen tersebut. Konsumen yang
memiliki keterlibatan tinggi pada produk fashion akan menghabiskan waktu dan tenaga lebih
banyak dalam proses pencarian informasi awal tentang produk fashion.

Beberapa penelitian tentang fashion involvement telah dilakukan sebelumnya. Dikcson dan
Pollack (2000) menemukan bahwa semakin tinggi keterlibatan konsumen pada sebuah aktivitas,
semakin kuat pula konsumen tersebut mengidentifikasikan diri mereka dengan aktivitas tersebut,
dan semakin kuat pula keterlibatan konsumen pada berbagai proses pembelian produk yang
berhubungan dengan aktivitas tersebut. Hal ini terjadi karena kepedulian mereka agar tidak salah
memilih produk yang digunakan untuk aktivitas tersebut. Konsumen yang ingin diidentifikasikan
sebagai sosok yang fashionable dan memiliki keterlibatan tinggi dengan fashion tidak akan mau
salah dalam memilih produk fashion yang ia kenakan (Casselmann-Dickson & Damhorst, 1993).
Atas dasar itulah, konsumen yang memiliki keterlibatan tinggi pada produk fashion memiliki
kecenderungan untuk melakukan evaluasi dengan lebih teliti dan lebih mudah menemukan
masalah dalam produk fashion yang mereka jumpai (Chae et al., 2006), termasuk mengevaluasi
nama merek yang tercantum dalam label produk. Karena itu, produk fashion bernama merek
asing cenderung dinilai sebagai produk berkualitas tinggi serta membangkitkan niat membeli
yang tinggi. Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, penelitian ini mengajukan Hipotesis 3 dan 4
sebagaimana tersaji berikut ini:
H3: Fashion involvement berpengaruh positif terhadap product judgment atas produk fashion
lokal bernama merek asing
H4: Fashion involvement berpengaruh positif terhadap niat konsumen untuk membeli produk
fashion lokal bernama merek asing

Eastman et al. (1999) mendefinisikan status consumption sebagai proses motivasi di mana
individu berusaha untuk meningkatkan status sosial mereka melalui proses konsumsi produk
yang dapat mengidentifikasi posisi status individu di antara orang-orang di sekitarnya.
Mengkonsumsi produk yang memiliki status sosial dapat membantu konsumen dalam perjuangan
4

Seminar dan Call for Paper FMI 2013 Pontianak

mereka untuk memperoleh penerimaan sosial dari orang-orang di sekitar mereka (Latter el al.
2010). Konsumen yang mencari status sosial melalui konsumsi produk sangat mempedulikan apa
yang harus mereka lakukan untuk memperoleh penerimaan orang lain yang ada pada kelompok
status yang ingin dicapai (Clark et al. 2006). Penelitian Latter et al. (2010) menemukan bahwa
status consumption berpengaruh positif pada penilaian (judgment) konsumen terhadap produk
atau merek serta berperan dalam membentuk niat untuk melakukan pembelian. Berdasarkan
tinjauan pustaka di atas, penelitian ini mengajukan Hipotesis 5 dan 6 berikut ini:
H5: Status consumption berpengaruh positif terhadap product judgment atas produk fashion lokal
bernama merek asing
H6: Status consumption berpengaruh positif terhadap niat konsumen untuk membeli produk
fashion lokal bernama merek asing

Sebagaimana ditemukan pada penelitian sebelumnya, apabila konsumen memberikan penilaian


(judgment) terhadap produk atau merek secara positif, konsumen cenderung untuk memiliki niat
membeli produk atau merek tersebut (Latter et al., 2010). Berdasarkan tinjauan pustaka di atas,
penelitian ini mengajukan Hipotesis 7 sebagai berikut:
H7: Product judgment berpengaruh positif terhadap niat konsumen untuk membeli produk
fashion lokal bernama merek asing.

METODE PENELITIAN
Mengadopsi penelitian Zhou et al (2010), variabel perceived brand foreignness didefinisikan
sebagai persepsi konsumen bahwa merek sebuah produk berasal dari luar Indonesia. Variabel ini
diukur dengan 4 item pertanyaan yang diadaptasi dari Zhou et al. (2010). Variabel fashion
involvement didefinisikan sebagai seberapa tinggi konsumen menganggap penting produk
fashion dalam kehidupan mereka sehari-hari yang diukur melalui 15 item pertanyaan yang
diadaptasi dari Chae et al. (2006). Penelitian ini mengacu pada penelitian Lertwannawit dan
Mandhacithara (2012) dan Latter et al. (2010) dalam mendefinisikan variabel status consumption
sebagai persepsi konsumen tentang perlu dilakukan konsumen dalam proses konsumsi untuk
meningkatkan status sosial. Indikator penelitian untuk status consumption diadaptasi dari
Eastman et al. (1999). Variabel product judgment didefinisikan sebagai evaluasi konsumen
tentang kualitas produk fashion lokal dan diukur dengan item pernyataan yang diadaptasi dari
5

Seminar dan Call for Paper FMI 2013 Pontianak

Yoon et al. (2006). Niat beli konsumen didefinisikan sebagai keinginan konsumen untuk
melakukan pembelian produk fashion yang diukur melalui item pernyataan yang diadaptasi dari
Bower dan Landreath (2001).

Pengumpulan data dilakukan dengan metode online survey. Kuesioner didistribusikan secara
online kepada tiga forum online yang membahas tentang produk-produk fashion. Kuesioner
tersebut menanyakan reaksi responden terhadap produk busana pria dan wanita produksi lokal
bernama merek asing yang dijual di department store kelas premium di kota-kota besar di
Indonesia. Terdapat 172 responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini, namun hanya
jawaban dari 160 responden yang diproses karena 12 responden tidak menjawab dengan lengkap.
Dari 160 orang, 59% responden wanita, terdiri dari profesi yang berbeda (mahasiswa 21,88%,
karyawati dan professional 46,88%, dan sisanya ibu rumah tangga), serta 56,25% memiliki
penghasilan di atas Rp 5juta/bulan.

ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil uji reliabilitas alat ukur menunjukkan bahwa semua item pengukuran yang digunakan
dalam penelitian ini memiliki kehandalan yang baik. Item pengukuran variabel perceived brand
foreignness meraih nilai Cronbach Alpha 0,923, fashion involvement 0,898, status consumption
0,721, product judgment 0,714, dan niat beli konsumen 0,904. Mengacu pada rekomendasi Hair
et al. (2009), nilai Cronbach Alpha di atas 0,7 menunjukkan kehandalan yang baik. Pengujian
validitas konstruk melalui analisis faktor dengan rotasi varimax menunjukkan nilai di atas 0,7
untuk semua item. Mengacu pada rekomendasi Hair et al. (2009), pada penelitian dengan ukuran
sampel di atas 150 orang, faktor loading 0,45 sudah dapat dikatakan baik dan signifikan secara
statistik. Pengujian korelasi faktor juga menunjukkan perbedaan signifikan dari nilai 1 yang
mengindikasikan bahwa validitas diskriminan tercapai.

Confirmatory Factor Analysis (CFA) dilakukan untuk mengukur model pengukuran. Hasil
menunjukkan bahwa nilai Chi-Square model mencapai 84.7 dengan nilai degree of freedom 40
yang signifikan pada p=0.001, dengan nilai adjusted Chi Square 2.11. Mengacu pada
rekomendasi Hair et al. (2009) dan Kelloway (1993), model pengukuran yang baik (good fit
model) memiliki nilai adjusted Chi Square di antara 1 dan 5. Dengan mempertimbangkan nilai
6

Seminar dan Call for Paper FMI 2013 Pontianak

indeks lain yaitu GFI=0.932, AGFI=0.867, RMR=0.025, maka dapat disimpulkan bahwa model
pengukuran yang digunakan penelitian ini adalah model yang baik dan memiliki kesesuaian yang
baik (good fit model). Pengujian validitas konvergen juga dilakukan mengikuti rekomendasi
Bagozzi et al., (1991) serta Anderson and Gerbing (1988) dengan mengukur estimasi parameter
menunjukkan bahwa pada penelitian ini validitas konvergen tercapai.

Pengujian model struktural dilakukan untuk menjawab Hipotesis 1 sampai dengan 7. Hipotesis 1
dan 2 yang menyatakan bahwa perceived brand foreignness berpengaruh positif pada product
judgment produk fashion lokal bernama merek asing dan niat membeli produk fashion tersebut.
Kedua hipotesis ini terdukung dengan nilai standardized regression weight 0.692 (CR=0.627)
untuk Hipotesis 1 dan 0.621 (CR=0.582) untuk Hipotesis 2. Hipotesis 3 dan 4 yang menyatakan
bahwa fashion involvement berpengaruh positif pada product judgment produk fashion lokal
bermerek asing dan niat membeli produk fashion tersebut. Kedua hipotesis ini terdukung dengan
nilai standardized regression weight 0.532 (CR=0.527) untuk Hipotesis 3 dan 0.581 (CR=0.512).
Lebih lanjut, Hipotesis 5 dan 6 yang menyatakan bahwa status consumption berpengaruh positif
pada product judgment produk fashion lokal bernama merek asing dan niat membeli produk
fashion tersebut. Kedua hipotesis ini terdukung dengan nilai standardized regression weight
0.675 (CR=0.624) untuk Hipotesis 1 dan 0.798 (CR=0.622). Sedangkan Hipotesis 7 juga
terdukung dengan nilai standardized regression weight 0.575 (CR=0.529).

Berdasarkan hasil pengujian ini, dapat diketahui bahwa perceived brand foreignness, fashion
involvement, dan status consumption memiliki pengaruh signifikan terhadap penilaian konsumen
dan niat konsumen membeli produk fashion lokal. Ditemukan pula bahwa perceived brand
foreignness memiliki pengaruh signifikan paling kuat terhadap penilaian konsumen dan status
consumption memiliki pengaruh signifikan paling kuat terhadap niat konsumen membeli produk
lokal. Dengan demikian, semakin kuat persepsi konsumen bahwa sebuah produk lokal berasal
dari luar negeri semakin baik penilaian konsumen atas produk tersebut. Di sisi lain, semakin kuat
motivasi konsumsi seorang konsumen untuk memperkuat status sosial, maka semakin lemah niat
konsumen untuk membeli produk lokal.

Seminar dan Call for Paper FMI 2013 Pontianak

PENUTUP
Penelitian ini memberikan kontribusi teoritis maupun praktis. Pertama, keberhasilan validasi
kerangka konseptual serta jawaban atas rumusan permasalahan yang disajikan dalam penelitian
ini akan memberikan pemahaman empiris tentang keterkaitan teoritis antara perceived brand
foreignness, fashion involvement, status consumption, product judgment, dan niat konsumen
membeli produk fashion. Temuan empiris ini diharapkan mampu memberikan kontribusi pada
literatur di bidang kajian pemasaran, manajemen merek, dan perilaku konsumen khususnya
dalam konteks produk fashion lokal karena penelitian empiris tentang perceived brand
foreignness, fashion involvement, status consumption dalam konteks produk fashion Indonesia
masih sangat terbatas. Kedua, secara praktis, temuan pada penelitian ini diharapkan mampu
memberikan kontribusi manajerial bagi pemasar produk fashion lokal di Indonesia. Kontribusi
praktis diharapkan akan sangat berarti mengingat masih terbatasnya penelitian empiris mengenai
topik ini. Pemberian nama merek asing pada produk lokal ternyata dapat meningkatkan
perceived brand foreignness produk lokal tersebut yang akan meningkatkan evaluasi konsumen
atas kualitas produk tersebut serta menciptakan citra produk lokal sebagai produk yang mampu
memberikan status sosial yang baik di masyarakat.

Terlepas dari kontribusinya, penelitian ini memiliki beberapa kelemahan. Pertama, jumlah
responden yang tidak terlalu besar yang membatasi generalisasi hasil penelitian ini. Kelemahan
kedua, penelitian ini hanya menggunakan stimuli produk fashion lokal bermerek asing tanpa
membandingkannya dengan produk fashion lokal bermerek lokal. Dengan demikian, efek
keduanya masih belum dapat dibandingkan. Penelitian selanjutnya dapat membandingkan kedua
jenis produk fashion lokal ini serta memperluas temuan penelitian ini dengan mengamati produk
non-fashion.

REFERENSI
Balabanis, George dan Adamantios Diamantopoulos (2008) Brand Origin identification by
Consumers: A Classification Perspective. Journal of International Marketing, Vol.16,
No.1, pp.39-71
Bower, Amanda B. dan Stacy Landreth (2001) Is Beauty Best? Highly versus Normally
Attractive Models in Advertising. Journal of Advertising, Vol.30, No.1, pp.1-12
Casselman-Dickson, Marsha A. dan Mary Lynn Damhorst (1993) Use of Symbols for Defining a
Role: Do Clothes Make the Athlete? Sociology of Sport Journal, Vol.10, pp. 413-431
8

Seminar dan Call for Paper FMI 2013 Pontianak

Chae, Myung-Hee. Chaterine Black, dan Jeanne Heitmeyer (2006), Pre-Purchase and PostPurchase Satisfaction and Fashion Involvement of Female Tennis Wear Consumers.
International Journal of Consumer Studies 30(1), 25-33
Clark, Ronald A., James J. Zboja, dan Ronald E. Goldsmith (2007) Status Consumption and
Role-Relaxed Consumption: A Tale of Two Retail Consumers. Journal of Retailing and
Consumer Services, Vol. 14, pp. 45-59
Dickson, Marsha A. & Ashley Pollack (2000) Clothing and Identity among Female In-Line
Skaters. Clothing and Textile Research Journal, Vol.18, No.2, pp. 65-72
Eastman, Jacqueline K., Ronald E. Goldsmith, dan Leisa Reinecke Flynn (1999) Status
Consumption in Consumer Behavior: Scale Development and Validation. Journal of
Marketing Theory and Practice, Vol.7, No.3, pp.41-52
Eckhardt, Giana M. (2005) Local Branding in a Foreign Product Category in an Emerging
Market. Journal of International Marketing, Vol.13, No.4, pp.57-79
Latter, Chelsey, Ian Phau, dan Chris Marchegiani (2010) The Roles of Consumers Need for
Uniqueness and Status Consumption in Haute Couture Luxury Brands. Journal of Global
Fashion Marketing, Vol.1, No.4, pp. 206-214
Lertwannawit, Aurathai dan Rujirutana Mandhacithara (2012) Interpersonal Effects on Fashion
Consciousness and Status Consumption Moderated by Materialism in Metropolitan Men.
Journal of Business Research, Vol. 65, No.10, pp.1408-1416
Phau, I. dan Riana Puspita Sari (2004) Engaging in Complaint Behaviour: An Indonesian
Perspective. Marketing Intelligence & Planning, Vol.22, No.4, pp.407-426
Schiffman, Leon dan Leslie Kanuk (2009) Consumer Behavior 10th Ed., Pearson. Upper Saddle
River, NJ.
Yoon, Carolyn, Angela H. Gutchess, Fred Feinberg, dan Thad A. Polk (2006) Study of Neural
Dissociations between Brand and Person Judgments. Journal of Consumer Research,
Vol.33, No.1, pp.31-40
Zhou, Nan dan Russell W.Belk (2004) Chinese Consumer Readings of Global and Local
Advertising Appeals. Journal of Advertising, Vol.33, No.3, pp.63-76
Zhou, Lianxi, Zhiyong Yang, dan Michael K. Hui (2010) Non-local or local brands? A multilevel investigation into confidence in brand origin identification and its strategic
implications. Journal of the Academy of Marketing Science 38, 202-218

Você também pode gostar