Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
ABSTRAK
Baik organisasi laba maupun nonlaba, keduanya membutuhkan relasi yang baik dengan
pelanggan. Kedekatan antara penyumbang dengan orang-orang yang menerima
sumbangan menjadi poin penting dalam membentuk relasi antara penyumbang dan
organisasi filantropi. Tujuan dari artikel ini adalah untuk menganalisis pengaruh
kedekatan geografis dan kedekatan sosial penyumbang dengan orang-orang yang akan
menerima sumbangan pada niat untuk bekerjasama dengan organisasi filantropi, melalui
komitmen relasional sebagai variabel mediator.
Riset ini menggunakan metode survei, dengan sampel berupa penyumbang individu pada
organisasi filantropi. Adapun jumlah responden sebanyak 507. Structural equation
modeling (SEM) dipilih sebagai teknik analisis. Dalam riset ini juga dilakukan
pengembangan pengukuran untuk konstruk kedekatan geografis dan kedekatan sosial
melalui proses Focus Group Discussion (FGD), karena dalam riset-riset sebelumnya
aktivitas ini belum pernah dilakukan. Studi ini menguji 3 hipotesis, dua di antaranya
didukung, sementara satu hipotesis tidak terdudung, yaitu pengaruh kedekatan geografis
pada komitmen relasional. Sementara itu, kedekatan sosial berpengaruh signifikan pada
komitmen relasional, serta komitmen relasioal berpengaruh pada niat penyumbang untuk
bekerjasama dengan organisasi filantropi. Dengan demikian, hasil riset ini mendukung
konsep relationship marketing dengan mendudukkan variabel komitmen relasional
sebagai variabel mediator. Akhirnya, sebagai kontribusi dari hasil studi ini bahwa teori
pertukaran sosial dan konsep relationship marketing juga sesuai untuk organisasi nonlaba
dan dalam konteks business to consumers (B2C).
KEYWORDS:
kedekatan geografis, kedekatan sosial, komitmen relasional, kerjasama, relationship
marketing.
1. Pendahuluan
Pasca krisis ekonomi (1997-1998), jumlah penduduk miskin di Indonesia masih besar dan
tersebar luas. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi hal ini,
akan tetapi upaya tersebut belum berhasil sepenuhnya. Hal ini terbukti sampai dengan
September 2012, data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa jumlah penduduk
miskin Indonesia sebanyak 28,59 juta orang atau 11,66% (www.bps.go.id/ diakses
8/3/2013). Sebagai solusi alternatif untuk pengentasan kemiskinan di Indonesia, upaya
menggalakkan niat menyumbang dari para donatur kepada yang membutuhkan telah
banyak dilakukan oleh organisasi-organisasi filantropi di Indonesia.
Salah satu konstruk yang memegang peran sentral dalam relationship marketing adalah
konstruk komitmen relasional. Gundlach, Achrol, dan Mentzer (1995) mengungkapkan
bahwa komitmen merupakan unsur yang penting untuk kesuksesan hubungan jangka
panjang. Sedangkan Dwyer, Schurr, dan Oh (1987) memaparkan bahwa komitmen
relasional muncul dalam literatur pemasaran
menjaga hubungan jangka panjang. Sementara itu, hasil riset yang dilakukan oleh
Notarantonio dan Quigley (2009) yang berupa diskusi kelompok fokus, mendapatkan
temuan bahwa apabila penerima sumbangan adalah orang-orang yang berada di sekitar
penyumbang dan penyumbang cukup dekat (familier) dengan mereka, penyumbang
semakin berkomitmen untuk memberikan donasi. Dengan demikian, penyumbang yang
merasa dekat secara geografis dan dekat secara sosial dengan orang-orang yang menerima
sumbangan ditengarahi akan memengaruhi komitmen penyumbang pada organisasi
filantropi, tempat dimana mereka memberikan sumbangannya.
Berdasarkan dimensi-dimensi kedekatan yang ditulis oleh Boschma (2005), dalam riset
ini digunakan kedekatan geografis dan kedekatan sosial. Penggunaan kedua dimensi/jenis
kedekatan ini dilatar belakangi oleh karakteristik yang melekat pada kedekatan geografis
dan kedekatan sosial. Kedua dimensi kedekatan ini juga sesuai dengan unit analisis dan
setting dalam penelitian ini, serta didukung oleh pendapat Ganesan, Malter, dan
2
Rindfleisch (2005) bahwa suatu relasional perusahaan mencakup kedekatan geografis dan
kedekatan sosial.
Dengan demikian, studi ini menganalisis peran variabel kedekatan geografis dan
kedekatan sosial dalam relationship marketing di organisasi nonlaba dalam konteks
hubungan B2C. Hal ini akan memberikan manfaat dalam pengembangan konsep
relationship marketing, mengingat sampai saat ini penelitian-penelitian dengan topik
relationship marketing sebagian besar adalah pada organisasi yang berorientasi pada laba
serta dalam ranah B2B (Arnett, German, danHunt, 2003).
2. Kerangka Konseptual
Teori Pertukaran Sosial.
Teori pertukaran sosial dikembangkan oleh pakar psikologi John Thibaut dan Harlod
Kelley, serta pakar sosiologi George Homans dan Peter Blau. Merekalah yang pada awal
mula mencetuskan teori yang merepresentasikan secara formal interaksi individu dari
suatu perspektif pertukaran (Bagozzi, 1975). Para pakar sosiologi mengakui bahwa
pertukaran sosial merupakan suatu bagian mendasar pada interaksi manusia (Blau, 1964
dalam Cheshire, Gerbasi, dan Cook, 2010). Dasar pemikiran dalam teori pertukaran sosial
menyatakan bahwa orang berhubungan dengan pihak lain adalah penting untuk bisa
bertahan dan bahwa individu turut serta dalam interaksi untuk memuaskan kebutuhan
mereka (Blau, 1964 dalam Kingshott dan Pecotich, 2007).
Sementara itu, terdapat empat konsep dasar dalam teori pertukaran sosial, yaitu imbalan,
biaya, keluaran, dan tingkat perbandingan (Secord et al., 1976). Proposisi yang
dikemukakan oleh Homans (1968) bahwa seseorang dalam hubungan pertukaran dengan
pihak lain akan mengharapkan imbalan yang diterima sebanding dengan pengorbanan
yang telah dikeluarkannya dan keuntungan yang diterima harus sebanding dengan
investasinya. Teori pertukaran sosial melihat interaksi interpersonal dari perspektif
pertukaran. Dalam perspektif ini, biaya dan manfaat merupakan perdagangan dalam
relasi yang dipengaruhi oleh aturan normatif dan persetujuan (Domenico, Tracey, dan
Haugh, 2009). Tindakan pertukaran mendasari teori pertukaran sosial, dan sejak awal
imbalan terkait dengan kewajiban yang menyiratkan adanya ikatan psikologis yang lebih
formal yang disebut dengan kontrak psikologis (Kingshott dan Pecotich, 2007).
Sementara itu, kontrak psikologis didefinisikan sebagai keyakinan individu dalam
kewajiban bersama antara seseorang dan pihak lain (Tijoriwali, 1998 dalam Kingshott
dan Pecotich, 2007).
Konstruk teori pertukaran sosial meliputi komitmen, norma sosial, dan perilaku percaya
di antara pihak-pihak yang berelasi (Kingshott dan Pecotich, 2007). Komitmen telah lama
menjadi inti dalam literatur pertukaran sosial (Blau, 1964). Komitmen merupakan inti
pondasi suatu hubungan dan kesuksesan relationship marketing (Berry dan Parasuraman,
1991 dalam Sweeney dan Webb, 2007). Teori pertukaran sosial merupakan acuan utama
dari relationship marketing. Konstruk utama yang ada dalam relationship marketing
adalah kepercayaan dan komitmen relasional (Morgan dan Hunt, 1994).
Relationship Marketing.
Relationship marketing merupakan suatu konsep yang mendasarkan diri pada teori
pertukaran sosial yang mulai banyak didiskusikan dan diteliti pada tahun 1980-an.
Pergeseran dalam praktik pemasaran dari pemasaran transaksional ke pemasaran
relasional ditandai dengan adanya perubahan interaksi antara pembeli dan penjual.
Pergeseran tersebut menurut Chaston (2000) disebabkan konsep pemasaran transaksional
tidak dapat membentuk loyalitas dalam jangka panjang. Pemasaran transaksional
berdurasi pendek. Hal itu berbeda dengan relationship marketing yang berusaha
mewujudkan relasi dengan para pemangku kepentingan dalam jangka panjang. Bahkan
Yim, Tse, dan Chan (2008) menegaskan bahwa pemasaran relasional memiliki transfer
afeksi yang lebih besar daripada pemasaran transaksional.
Kedekatan
geografis
memfasilitasi
transfer
pengetahuan,
khususnya
transmisi
pengetahuan yang tidak diucapkan (tacit) karena meningkatnya peluang untuk kontak
secara langsung atau bertatap muka (Nicholson, Lindgreen, dan Kitchen, 2008).
Kedekatan geografis atau kedekatan spasial merupakan satu-satunya dimensi kedekatan
yang selalu muncul dalam setiap pengkategorian dimensi kedekatan, seperti dalam artikel
Torre dan Gilly (2000), Zeller (2004), juga Boschma (2005). Hal ini menandakan betapa
besar peran kedekatan geografis dalam literatur kedekatan.
Sementara itu, kedekatan sosial didefinisikan sebagai suatu relasi yang melekat secara
sosial di antara para pelaku dalam level mikro. Relasi di antara para pelaku melekat
secara sosial ketika mereka terlibat dalam kepercayaan yang didasarkan atas pertemanan,
kekeluargaan, dan pengalaman (Boschma, 2005). Seorang penyumbang yang merasa
memiliki kedekatan sosial dengan orang-orang yang akan menerima sumbangan mereka,
mempersepsikan bahwa orang-orang yang akan menerima sumbangan adalah keluarga
mereka, orang-orang yang akan menerima sumbangan adalah sahabat mereka, dan
penyumbang merasakan pengalaman bersama, serta adanya perasaan dekat secara sosial
dengan orang-orang yang akan menerima sumbangan.
Meskipun diskusi tentang kedekatan sering dihubungkan dengan kinerja yang inovatif
pada tingkat organisasi atau tingkat regional (Lahdesmaki dan Suutari, 2012), di sini
dipertimbangkan sebagai suatu konsep teoretis yang menonjol dan dapat diterapkan untuk
konteks relationship marketing di organisasi nonlaba, seperti temuan riset (Notarantonio
dan Quigley, 2009) bahwa penyumbang akan sulit untuk memiliki komitmen apabila
mereka tidak familier dengan orang-orang yang akan menerima sumbangan. Sementara
itu, Boschma (2005) memaparkan bahwa kategorisasi kedekatan ke dalam berbagai
dimensi berfungsi untuk mendapatkan perhatian pada dasar yang berbeda di antara pelaku
sosial, yakni bisnis/organisasi dapat membangun berbagai dimensi kedekatan ketika
mengkoordinasikan tindakan mereka dan meningkatkan kinerja ekonomi mereka.
Komitmen Relasional
Satu ajaran dasar dari teori pertukaran sosial adalah bahwa hubungan yang berkembang
sepanjang waktu mengarah pada rasa penuh kepercayaan, loyal, dan komitmen bersama
(Cropanzano dan Mitchell, 2005). Komitmen telah lama menjadi inti dalam literatur
pertukaran sosial (Blau, 1964). Sementara itu, Morgan dan Hunt (1994) juga menyatakan
bahwa komitmen untuk berhubungan merupakan inti dari relationship marketing. Dwyer
et al. (1987) mendefinisikan komitmen sebagai kesungguhan untuk menepati sesuatu
yang telah disepakati, didasari oleh kemauan dan kesediaan secara eksplisit maupun
5
implisit antara mitra transaksi (penerima dan penyedia jasa) untuk terus melanjutkan
hubungan fungsional yang sudah terjalin. Sementara itu, Moorman, Deshpande, dan
Zaltman (1993) mendefinisikan komitmen sebagai hasrat yang berjalan terus dalam
jangka panjang untuk mempertahankan hubungan yang bernilai.
Kerjasama
Kerjasama merupakan tindakan koordinasi dan saling melengkapi di antara mitra
pertukaran untuk mencapai tujuan bersama (Anderson dan Narus, 1990; Morgan dan
Hunt, 1994). Kerjasama didefinisikan sebagai kesamaan atau tindakan koordinasi yang
dilakukan oleh perusahaan dalam hubungan interdependensi untuk mencapai keluaran
untuk kepentingan bersama maupun untuk kepentingan individu dengan timbal balik
sepanjang waktu (Anderson dan Narus, 1990). Kesediaan untuk bekerjasama dengan
organisasi dipengaruhi oleh kepercayaan dan komitmen (Anderson dan Narus, 1990;
Morgan dan Hunt, 1994; Chou, Chang, dan Yen, 2011). Seperti yang dikemukakan oleh
Anderson dan Narus (1990) bahwa kepercayaan merupakan suatu konstruk dalam saluran
kemitraan yang akan mengarahkan individu pada kerjasama dengan organisasi.
Sementara itu, Palmatier, Dant, Grewal, dan Evans (2006) memaparkan bahwa kerjasama
merupakan keluaran dari relationship marketing yang bersifat timbal balik.
Kedekatan sosial didefinisikan sebagai suatu relasi yang melekat secara sosial di antara
para pelaku dalam level mikro. Relasi di antara para pelaku melekat secara sosial ketika
mereka terlibat dalam kepercayaan yang didasarkan atas pertemanan, kekeluargaan, dan
pengalaman. Sementara itu, kedekatan institusional dikaitkan dengan kerangka kerja
institusional dalam level makro, termasuk gagasan para pelaku dalam berbagi aturan
permainan institusional yang sama, budaya, dan nilai-nilai (Boschma, 2005). Terkait
dengan dimensi-dimensi kedekatan dari Boschma (2005), dalam riset ini digunakan
dimensi kedekatan geografis dan kedekatan sosial. Secara teroretis juga didukung oleh
Ganesan, Malter, Rindfleisch (2005) yang mengemukakan bahwa suatu relasional
perusahaan mencakup kedekatan geografis dan kedekatan sosial.
Logika kepemilikan dan kesamaan dalam relasi pertukaran adalah merupakan esensi dari
kedekatan sosial. Selain itu, meskipun hubungan pertukaran diuji dalam suatu studi dalam
konteks ekonomika, dalam pertukaran uang untuk barang dan jasa, ditekankan bahwa
hubungan pertukaran ekonomika tidak dapat dipahami tanpa melibatkan aspek sosial
(Lahdesmaki dan Suutari, 2012). Dengan adanya kedekatan sosial di antara penyumbang
dan orang-orang akan menerima sumbangan maka diprediksi akan memengaruhi
komitmen penyumbang untuk berelasi dengan organisasi.
Dalam riset yang dilakukan melalui diskusi kelompok fokus, Notarantonio dan Quigley
(2009) mendapatkan temuan bahwa apabila penerima donasi adalah orang-orang yang
berada di sekitar (lokal) penyumbang dan penyumbang familier dengan mereka,
penyumbang
semakin
mengindikasikan
bahwa
berkomitmen
kedekatan
untuk
memberikan
berpengaruh
terhadap
sumbangan.
komitmen
Hal
ini
relasional
didasarkan pada pola kemanfaatan bersama dari suatu kerjasama yang memengaruhi dan
dipengaruhi oleh akses di saat partisipan memiliki sumberdaya, pilihan mereka di antara
alternatif tindakan atau reaksi, dan antisipasi keluaran (Domenico, Tracey, dan Haugh,
2009).
Hasil riset Chou et al. (2011) juga menyimpulkan bahwa komitmen berpengaruh positif
pada kerjasama. Berbagai pihak mengidentifikasi komitmen di antara mitra pertukaran
sebagai kunci untuk mencapai hasil yang bernilai untuk mereka sendiri, dan mereka
berusaha keras untuk mengembangkan dan menjaga atribut yang mahal dalam hubungan
mereka (Morgan dan Hunt, 1994). Sementara itu, mitra pertukaran yang memiliki
komitmen relasional akan bekerjasama dengan anggota yang lain dan dengan organisasi
karena ingin membuat hubungan tetap berjalan (Morgan dan Hunt, 1994).
Kedekatan
Geografis
H1
Komitmen
Relasional
3.
Kedekatan
H3
Kerjasama
H2
Metode
Penelitian
Sosial
kuantitatif dengan menggunakan metode survei untuk mendapatkan data penelitian dari
responden.
Studi Eksploratori
Desain Studi Eksploratori
Dalam penelitian ini, studi eksploratori digunakan sebagai studi pendahuluan untuk
mengembangkan pengukuran indikator-indikator dari beberapa konstruk penelitian.
Adapun konstruk-konstruk penelitian yang akan dilakukan pengembangan indikatornya
adalah konstruk kedekatan geografis, konstruk kedekatan sosial, dan konstruk kerjasama.
Dari penelitian-penelitian terdahulu menunjukkan bahwa indikator-indikator untuk
konstruk kedekatan geografis dan kedekatan sosial belum teridentifikasi. Sementara itu
pada penelitian-penelitian sebelumnya, konstruk kerjasama banyak diimplementasikan
pada organisasi yang berorientasi laba, sementara setting riset ini adalah organisasi
nonlaba. Oleh karena itu dalam riset ini perlu dilakukan pengidentifikasian atau
pengukuran pada konstruk-konstruk tersebut.
Untuk konstruk kerjasama, sesuai dengan saran dari Churchill (1979) langkah pertama
yang dilakukan dalam penelitian ini adalah mengkaji konsep teoretis dari konstruk
kerjasama, yang kemudian dibahas dengan dua orang ketua organisasi filantropi di
Surabaya. Sebagai hasilnya, sejumlah dimensi/indikator untuk konstruk kerjasama dapat
ditentukan. Dimensi-dimensi tersebut selanjutnya dibawa dalam diskusi kelompok fokus.
Dengan demikian teknik yang digunakan dalam studi eksploratori ini adalah diskusi
kelompok fokus (focus group discussion/FGD). Kerlinger dan Lee (2000) memaparkan
bahwa teknik ini merupakan teknik wawancara yang melibatkan dua orang atau lebih
dalam waktu yang bersamaan. Dalam tenik ini setiap orang berkesempatan untuk
berpartisipasi dalam diskusi, dengan diarahkan oleh seorang moderator. Dalam penelitian
ini peneliti bertindak sebagai moderator. Adapun kriteria pemilihan peserta yang ikut
dalam FGD adalah mereka telah menjadi penyumbang di organisasi filantropi.
Sementara itu, berdasarkan dimensi-dimensi hasil diskusi dengan dosen ekonomi regional
dan demografi dan dosen sosiologi, serta dua orang ketua organisasi filantropi, maka
dibuatlah petanyaan-pertanyaan yang akan digunakan sebagai acuan dalam palaksanaan
FGD. Pertanyaanpertanyaan tersebut antara lain: (1) bagaimanakah pendapat anda
mengenai kedekatan geografis antara anda dengan orang-orang yang akan menerima
sumbangan? (2) menurut anda jarak fisik atau spasial seperti apa yang mencerminkan
kedekatan secara geografis antara anda dan orang-orang yang akan menerima sumbangan
itu? (3) seberapa jauh anda membatasi kedekatan geografis antara anda dengan orangorang yang akan sumbang? (4) menurut anda, kedekatan secara geografis antara anda dan
orang-orang yang akan menerima sumbangan dari anda itu yang seperti apa? (5)
bagaimanakah pendapat anda terkait dengan pernyataan bahwa orang-orang yang akan
menerima sumbangan anda adalah saudara anda? (6) bagaimanakah pendapat anda terkait
dengan pernyataan bahwa orang-orang yang akan menerima sumbangan anda adalah
sahabat anda? (7) bagaimanakah pendapat anda terkait dengan pernyataan bahwa orangorang yang akan menerima sumbangan anda adalah keluarga anda? (8) menurut anda,
kedekatan secara sosial antara anda dan orang-orang yang akan menerima sumbangan
dari anda itu yang seperti apa? dan (9) sebagai penyumbang di organisasi filantropi,
seperti apakah bentuk-bentuk kerjasama yang akan saudara lakukan dengan organisasi
tersebut?
Adapun pertanyaan nomor 1-4 digunakan untuk FGD pada konsruk kedekatan geografis,
sedangkan nomor 5-8 dipakai untuk acuan FGD pada konstruk kedekatan sosial,
sementara itu untuk konstruk kerjasama mengunakan daftar pertanyaan nomor 9 sebagai
acuan untuk pelaksanaan FGD.
Hasil Studi Eksploratori untuk Konstruk Kedekatan Geografis dan Kedekatan
Sosial
Berbasis pada dimensi-dimensi hasil diskusi dengan dosen pengajar ekonomi regional dan
demografi dan dosen sosiologi, maka proses FGD diawali dengan pemberian penjelasan
dan pemahaman atas konsep kedekatan geografis dan kedekatan sosial kepada peserta
diskusi, agar didapatkan satu kesatuan pemahaman tentang konstruk kedekatan geografis
dan kedekatan sosial. Sebagian besar peserta FGD mengungkapkan bahwa kedekatan
geografis antara penyumbang dan orang-orang yang menerima sumbangan dimaknai
sebagai seberapa dekat jarak lokasi antara orang-orang tersebut dengan tempat tinggal
atau tempat kerja penyumbang.
menurut saya, saya merasa dekat secara geografis dengan orang-orang akan
mendapatkan sumbangan apabila lokasi mereka dekat dengan rumah tinggal
saya.
10
orang-orang yang membutuhkan sumbangan itu berdomisi tidak jauh dari tempat
tinggal maupun tempat kerja saya.
saya akan merasa dekat secara geografis apabila orang-orang tersebut berada
pada Kabupaten yang sama atau paling tidak dalam Propinsi yang sama dengan
tempat tinggal atau tempat kerja saya.
saya merasa dekat dengan orang-orang yang akan saya sumbang apabila orangorang tersebut berdomisili dekat dari tempat saya bekerja selama ini.
Dengan demikian, berdasarkan hasil FGD disimpulkan bahwa terdapat 4 indikator untuk
variabel kedekatan geografis. Adapun keempat indikator dari variabel kedekatan
geografis meliputi (1) jarak lokasi tempat tinggal penyumbang dan orang-orang penerima
sumbangan adalah dekat; (2) jarak lokasi tempat kerja penyumbang dan orang-orang
penerima sumbangan adalah dekat; (3) penyumbang dan penerima sumbangan berada
dalam kabupaten atau kota atau propinsi yang sama; dan (4) secara geografis
penyumbang merasa dekat dengan orang-orang yang akan menerima sumbangan.
Sementara itu, para peserta FGD memaknai kedekatan sosial antara penyumbang dan
orang-orang yang menerima sumbangan sebagai kedekatan seorang yang dilatar
belakangi oleh pengalaman bersama dengan orang-orang yang akan menerima
sumbangan, maupun adanya ikatan rasa di antara penyumbang dan orang-orang yang
akan menerima sumbangan.
menurut saya kedekatan sosial itu terkait dengan bagaimana kita merasa dekat
dengan orang lain, meskipun kita tidak pernah tinggal berdekatan secara fisik
dengan mereka.
saya merasa dekat secara sosial dengan orang-orang yang akan menerima
sumbangan yang saya berikan, karena saya merasa mereka adalah saudara-saudara
saya sesama bangsa Indonesia.
mengapa saya bersedia memberikan sumbangan itu sebenarnya didasari oleh
pemikiran bahwa mereka itu adalah keluarga besar saya karena saya pernah
mempunyai masa lalu bersama mereka.
saya merasa dekat secara sosial dengan mereka karena saya pernah tinggal atau
pernah bekerja bersama mereka.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil FGD pada konstruk kedekatan geografis
didapatkan 5 indikator. Adapun kelima indikator kedekatan sosial tersebut antara lain (1)
adanya perasaan bahwa orang-orang yang akan menerima sumbangan adalah keluarga
mereka; (2) adanya perasaan bahwa orang-orang yang akan menerima sumbangan adalah
sahabat mereka; dan (3) pernah merasakan pengalaman bersama dengan orang-orang
yang akan menerima sumbangan, (4) pernah bekerja atau tinggal bersama-sama dengan
orang-orang yang akan menerima sumbangan, (5) merasa dekat secara sosial dengan
orang-orang yang akan menerima sumbangan.
11
12
Desain Pengambilan Sampel. Unit sampel dalam penelitian ini adalah berupa individu,
yakni individu yang menjadi penyumbang pada organisasi filantropi. Data dikumpulkan
dengan pendekatan cross-sectional, dengan cara survei dengan menyebarkan kuesioner
kepada sejumlah responden secara langsung. Dalam penelitian ini digunakan teknik
analisis Structural Equation Modeling (SEM).
13
4. Hasil Penelitian
Pengujian Validitas dan Reliabilitas untuk Variabel Kedekatan Geografis,
Kedekatan Sosial, dan Kerjasama
Empat indikator yang didapatkan dari hasil FGD, selanjutnya dikonfirmasikan pada 35
mahasiswa melalui penyebaran kuesioner. Kemudian hasil dari penyebaran kuesioner,
dilakukan pengujian validitas dengan exploratory factor analysis dan uji reliabilitas.
Pengujian validitas didasarkan pada besarnya factor loading atau matriks diskriminan.
Hair et al. (2010) memaparkan bahwa meskipun factor loading sebesar +0,30 sampai
+0,40 dapat diterima secara minimal, akan tetapi untuk signifikansi praktisnya adalah
nilai lebih besar dari +0,50. Tabel 1 menunjukkan indikator pertama, kedua, dan keempat
dari konstruk kedekatan geografis memiliki matriks diskriminan lebih besar dari 0,50.
Dengan demikian, indikator-indikator tersebut dinyatakan valid. Sementara itu, pengujian
reliabilitas didasarkan pada besarnya korelasi antara item pada skor skala total (item-tototal correlation). Hair, Black, Babin, dan Anderson (2010) menjelaskan bahwa suatu
item dikatakan reliabel apabila memiliki nilai item-to-total correlation lebih dari 0,5.
Tabel 2 menunjukkan indikator pertama, kedua, dan keempat dari konstruk kedekatan
geografis memiliki item-to-total correlation lebih besar dari 0,50.
Berdasar hasil uji validitas dan reliabilitas dapat disimpulkan bahwa indikator pertama,
kedua, dan keempat adalah valid dan reliabel, sementara itu indikator ketiga tidak valid
dan tidak reliabel. Oleh karena itu, indikator ketiga dibuang. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa indikator untuk konstruk kedekatan geografis sebanyak 3 indikator,
antara lain (1) jarak lokasi tempat tinggal penyumbang dan orang-orang penerima
sumbangan adalah dekat; (2) jarak lokasi tempat kerja penyumbang dan orang-orang
penerima sumbangan adalah dekat; dan (3) secara geografis penyumbang merasa dekat
dengan orang-orang yang akan menerima sumbangan. Hasil uji validitas ditunjukkan
pada Tabel 1.
Tabel 1 Uji Validitas untuk Konstruk Kedekatan Geografis
Ekstraksi
Matriks
Indikator
Komunalitas
Komponen
Geografis1 0,656
0,810
Geografis2 0,766
0,875
Geografis3 0,120
0,346
Geografis4 0,729
0,854
Keterangan
Valid
Valid
Tidak Valid
Valid
Sementara itu, hasil pengujian reliabilitas untuk konstruk kedekatan geografis dapat
dilihat di Tabel 2.
14
0,572
0,756
Keterang
an
Valid
Valid
Valid
Tidak
Valid
Valid
Sementara itu, hasil pengujian reliabilitas untuk konstruk kedekatan sosial dapat dilihat di
Tabel 4.
Tabel 4 Uji Reliabilitas untuk Konstruk Kedekatan Sosial
Corrected
Item-Total
Indikator
Keterangan
Correlation
sosial1
0,680
Reliabel
sosial2
0,633
Reliabel
sosial3
0,561
Reliabel
sosial4
Tidak
0,201
Reliabel
sosial5
0,523
Reliabel
Cronbach's Alpha = 0,737
15
Berdasar hasil uji validitas dan reliabilitas disimpulkan bahwa, indikator pertama, kedua,
kelima, keenam, dan ketujuh dari konstruk kerjasama adalah valid dan reliabel.
Sementara itu, indikator ketiga dan keempat dari konstruk kerjasama adalah tidak valid
dan tidak reliabel. Oleh karena itu, indikator ketiga dan keempat dari konstruk kerjasama
dihilangkan. Dengan demikian, indikator untuk konstruk kerjasama pada akhirnya
sejumlah 5 buah. Adapun hasil uji validitas untuk konstruk kerjasama dapat dilihat di
Tabel 5.
Tabel 5 Uji Validitas untuk Konstruk Kerjasama
Ekstraksi
Matriks
Indikator
Komunalitas
Komponen
kerjasama1 0,707
0,841
kerjasama2 0,496
0,704
kerjasama3 0,000
0,013
kerjasama4 3,29E-005
0,006
kerjasama5 0,536
0,732
kerjasama6 0,672
0,819
kerjasama7 0,665
0,816
Keterangan
Valid
Valid
Tidak Valid
Tidak Valid
Valid
Valid
Valid
0,045
kerjasama5 0,537
kerjasama6 0,624
kerjasama7 0,615
Cronbach's Alpha = 0,714
Keterangan
Reliabel
Reliabel
Tidak
Reliabel
Tidak
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
16
Uji Normalitas
Data yang terkumpul dan layak untuk diolah adalah sebanyak 507. Dari hasil pengujian
normalitas, nampak data dalam penelitian ini adalah normal, sesuai dengan kriteria yang
diungkapkan oleh Morgan et al. (2004), bahwa data dikatakan memenuhi uji normalitas
apabila memiliki nilai skweness kurang dari plus atau minus satu (< +/ -1,0).
factor
AVE
3
4
4
5
0,632
0,569
0,420
0,386
Validitas konvergen merupakan validitas konstruk yang mengukur sejauh mana suatu
konstruk berkorelasi positif dengan konstruk-konstruk yang lain (Malhotra, 2010; Hair et
al., 2010). Hair et al. (2010) memaparkan bahwa validitas konvergen tercapai saat
standardized loading estimate > 0,5. Dari hasil pengujian, nampak bahwa semua
hubungan antara konstruk dengan indikator-indikatornya > 0,5. Hal ini mengindikasikan
terpenuhinya uji validitas konvergen, seperti yang nampak di Tabel 8.
17
Bobot Faktor
Keterangan
0,810
0,922
0,535
0,916
0,960
0,486
0,529
0,522
0,733
0,701
0,631
0,605
0,604
0,570
0,683
0,647
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Uji Reliabilitas. Hair et al. (2010) menjelaskan tentang prasyarat dicapainya reliabilitas
suatu konstruk, yaitu apabila Reliabilitas Konstruk (CR) > 0,7. Adapun formula untuk
menghitung CR adalah ( Standardized Factor Loading)2 / ( Standardized Factor
Loading) 2 + ( ei). Dimana ei adalah error. Hasil analisis menunjukkan seluruh konstruk
memiliki CR > 0,7, seperti yang terlihat di Tabel 9.
( Stand. Factor
CR
Loading) 2 + (
ei)
6,070
0,888
9,472
0,883
8,089
0,825
11,515
0,835
Ketetangan
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Model Keseluruhan. Dari ukuran kecocokan absolut, terlihat nilai GFI, RMSEA, RMR,
CMIN/DF adalah baik. Untuk ukuran kecocokan tambahan, semua ukuran dalam posisi
marginal. Sementara itu, dari sisi ukuran kecocokan parsimoni nampak nilai AGFI adalah
marginal dan PNFI adalah baik, seperti yang nampak di Tabel 10
18
Hasil dari
Model
Penelitian
0,857
0,884
0,861
0,867
0,714
Model Struktural. Dalam SEM, hasil dari spesifikasi model struktural digunakan
sebagai penguji model teoritis yang dihipotesiskan (Hair et al., 2010). Dalam penelitian
ini terdapat 3 hubungan struktural antar konstruk seperti yang tertuang dalam hipotesis
penelitian. Dengan menggunakan uji t satu sisi dengan tingkat signifikansi 95% atau
sebesar 5%, maka pengaruh dari suatu konstruk terhadap konstruk lainnya dikatakan
signifikan apabila nilai t statistik menunjukkan angka >1,64, seperti yang nampak di
Tabel 11.
Tabel 11 Perhitungan Model Struktural
Koefisien
Koefisien
Regresi Tidak Regresi
Hipotes Hubungan
Kausal
Terstandarisasi
Terstandarisa
is
si
H1
Geografis 0.025
0,046
H2
KR
0.077
0,205
H3
Sosial KR
0.617
0,600
KR
Kerjasama
Nilai t
Keterangan
0,866
3,799
7,422
Tidak
Signifikan
Signifikan
Signifikan
pada hasil survei yang dilakukan oleh PIRAC (Public Interest Research and Advocacy
Center) bahwa masyarakat berpendapatan menengah ke atas di 11 kota besar di Indonesia
lebih memilih menyalurkan sumbangan secara langsung pada orang-orang yang
membutuhkan (tanpa melalui organisasi filantropi), dengan alasan karena bisa
berinteraksi secara langsung dengan si penerima (m.detik.com/ diakses 5/3/2011).
Adapun prinsip dasar dari teori kluster bahwa kedekatan geografis memungkinkan
seringnya terjadi kontak tatap muka (Audretsch, 1998). Mengacu dari prinsip dasar teori
kluster bahwa adanya kedekatan secara geografis antara penyumbang dan orang-orang
yang menerima sumbangan, sehingga memungkinkan mereka untuk lebih sering bertatap
muka, ternyata tidak memengaruhi komitment relasional penyumbang pada organisasi
tempat mereka memberikan sumbangan selama ini. Sementara itu, Ganesan, et al. (2005)
mengemukakan bahwa teori kluster menunjukkan bahwa pengetahuan seringkali
diperoleh dari organisasi yang terletak dalam jarak geografis yang dekat. Hal ini
mengindikasikan bahwa apabila terdapat kedekatan geografis antara penyumbang dengan
organisasi filantropi tempat mereka memberikan sumbangan (bukan dengan orang-orang
yang menerima sumbangan, seperti yang diteliti dalam riset ini), memungkinkan adanya
pengaruh antara kedekatan geografis dengan komitment relasional penyumbang. Akan
tetapi hal ini perlu diteliti lebih lanjut.
Berdasarkan hasil pengujian H2, seperti disajikan di Tabel 11, kedekatan sosial
berpengaruh signifikan pada komitment relasional. Kedekatan sosial yang dirasakan oleh
penyumbang yang berupa perasaan bahwa orang-orang yang akan menerima donasi
adalah orang yang dekat dengannya. Hal itu bisa didasarkan atas pertemanan,
kekeluargaan dan pengalaman yang berpengaruh positif pada komitment relasional.
Selanjutnya, hal ini mengisyaratkan bahwa para penyumbang yang merasa dekat secara
sosial dengan orang-orang yang menerima sumbangan mereka, bisa memengaruhi
komitmen penyumbang untuk berelasi dengan organisasi yang mengelola sumbangan
tersebut. Hal tersebut seperti temuan riset (berupa diskusi kelompok fokus) yang
dilakukan oleh Notarantonio dan Quigley (2009). Riset tersebut mendukung bahwa
penyumbang akan sulit untuk memiliki komitmen apabila mereka tidak familier dengan
orang-orang yang akan menerima sumbangan.
Hasil riset ini memberikan makna bahwa dengan adanya komitmen relasional
penyumbang pada organisasi filantropi, maka memungkinkan penyumbang untuk
melakukan berbagai bentuk kerjasama yang mungkin dilakukan oleh penyumbang.
Kemungkinan kerjasama tersebut antara lain, kesediaan untuk memberikan masukan
tentang penyaluran donasi pada sasaran penerima sumbangan dan kesediaan untuk
memberikan sumbangan berupa tenaga dan pikiran. Selain itu, juga terdapat kemungkinan
yang berupa kesediaan untuk menjadi mitra kerja. Adapun kemungkinan lain yang terjadi
adalah adanya kesediaan menjadi panitia pada aktivitas-aktivitas yang diselenggarakan
oleh organisasi filantropi dan kesediaan melakukan positive word of mouth. Hal ini sesuai
dengan pemaparan Palmatier et al. (2006), kerjasama merupakan keluaran relationship
marketing yang bersifat timbal balik. Dengan demikian, temuan riset ini sejalan dengan
teori pertukaran yang dikemukakan oleh Fruchter dan Sigue (2004). Mereka menjelaskan
bahwa dorongan sosial pada komitment relasional datang dari teori pertukaran sosial.
Menurut mereka, pihak-pihak yang berelasi melakukan evaluasi hubungan mereka dalam
suatu konteks keperilakuan.
Kontribusi yang bisa diberikan dari hasil studi ini pada teori pertukaran sosial dan konsep
relationship marketing adalah bahwa teori dan konsep tersebut tidak hanya sesuai untuk
hubungan yang berorientasi keuntungan semata. Akan tetapi teori dan konsep tersebut
juga sesuai untuk diimplementasikan pada hubungan yang tidak berorientasi pada
21
Kontribusi metodologis dari studi ini adalah terkait dengan pengembangan pengukuran
untuk konstruk kedekatan geografis, konstruk kedekatan sosial, dan konstruk kerjasama.
Hal tersebut dilakukan karena pada penelitian-penelitian sebelumnya belum didapatkan
indikator-indikator untuk konstruk kedekatan geografis dan konstruk kedekatan sosial.
Pada konstruk kerjasama, penelitian-penelitian sebelumnya dilakukan di organisasi laba,
sementara ini penelitian ini di organisasi nonlaba. Indikator-indikator hasil dari
pengembangan pengukuran untuk konstruk-konstruk tersebut tentunya bisa digunakan
sebagai acuan bagi periset selanjutnya.
Dalam riset keperilakuan terdapat kemungkinan munculnya bias metoda umum (common
method biases) dikarenakan panjangnya skala dan keterbatasan ingatan responden. Oleh
karena itu, mengacu pada saran Podsakoff, MacKenzie, Lee, dan Podsakoff (2003) bahwa
untuk meminimalkan bias metoda umum, kuesioner dalam riset ini menggunakan kalimat
sederhana, mudah dipahami, dan tidak ambigu. Upaya lain yang telah dilakukan dalam
penelitian ini adalah tidak dicantumkannya nama variabel di kuesioner penelitian.
Boschma (2005) memilah variabel kedekatan menjadi lima dimensi, yaitu kedekatan
geografis, kedekatan kognitif, kedekatan organisasional, kedekatan sosial, dan kedekatan
institusional. Adapun dalam riset ini hanya difokuskan pada dua dimensi, yaitu kedekatan
sosial dan kedekatan geografis. Oleh karena itu, penelitian selanjutnya dapat mengkaji
dimensi-dimensi kedekatan lainnya yang belum diteliti dalam riset ini, yaitu kedekatan
kognitif, kedekatan organisasional, dan kedekatan institusional. Pengkaitan dimensidimensi ini dengan relationship marketing merupakan suatu pengkajian yang menarik.
5. Daftar Pustaka
Anderson, J. C. and J. A. Narus (1990), "A Model of Distributor Firm and Manufacturer
Firm Working Partnerships," Journal of Marketing, Vol. 54 (January), 42-58.
Arnett, D. B.; S. D. German; and S. D. Hunt (2003), The Identity Salience Model of
Relationship Marketing Success: The Case of Nonprofit Marketing, Journal of
Marketing, Vol. 67 (April), 89-105.
Audretsch D. B. (1998), Agglomeration and The Location of Innovative Activity,
Oxford Review of Economic Policy, Vol. 14, No. 2, 18-29.
Bagozzi, R. P. (1975), Social Exchange in Marketing, Journal of the Academy of
Marketing Science, Vol. 3, No. 4, 314-327.
Bartlett, M. Y. and D. DeSteno (2006), Gratitude and Prosocial Behavior: Helping When
It Costs You, Psychological Science, Vol. 17 (April), No. 4, 319-325.
Blau, P. M. (1964), Exchange and Power in Social Life, New York: John Wiley & Sons,
Inc.
22
23
24