Você está na página 1de 24

Seminar dan Call for Paper FMI 2013 Pontianak

PENGARUH KEDEKATAN GEOGRAFIS DAN KEDEKATAN SOSIAL PADA


KERJASAMA MELALUI KOMITMEN RELASIONAL PENYUMBANG
Tanti Handriana
Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangga
handriana_tanti@yahoo.com

ABSTRAK
Baik organisasi laba maupun nonlaba, keduanya membutuhkan relasi yang baik dengan
pelanggan. Kedekatan antara penyumbang dengan orang-orang yang menerima
sumbangan menjadi poin penting dalam membentuk relasi antara penyumbang dan
organisasi filantropi. Tujuan dari artikel ini adalah untuk menganalisis pengaruh
kedekatan geografis dan kedekatan sosial penyumbang dengan orang-orang yang akan
menerima sumbangan pada niat untuk bekerjasama dengan organisasi filantropi, melalui
komitmen relasional sebagai variabel mediator.
Riset ini menggunakan metode survei, dengan sampel berupa penyumbang individu pada
organisasi filantropi. Adapun jumlah responden sebanyak 507. Structural equation
modeling (SEM) dipilih sebagai teknik analisis. Dalam riset ini juga dilakukan
pengembangan pengukuran untuk konstruk kedekatan geografis dan kedekatan sosial
melalui proses Focus Group Discussion (FGD), karena dalam riset-riset sebelumnya
aktivitas ini belum pernah dilakukan. Studi ini menguji 3 hipotesis, dua di antaranya
didukung, sementara satu hipotesis tidak terdudung, yaitu pengaruh kedekatan geografis
pada komitmen relasional. Sementara itu, kedekatan sosial berpengaruh signifikan pada
komitmen relasional, serta komitmen relasioal berpengaruh pada niat penyumbang untuk
bekerjasama dengan organisasi filantropi. Dengan demikian, hasil riset ini mendukung
konsep relationship marketing dengan mendudukkan variabel komitmen relasional
sebagai variabel mediator. Akhirnya, sebagai kontribusi dari hasil studi ini bahwa teori
pertukaran sosial dan konsep relationship marketing juga sesuai untuk organisasi nonlaba
dan dalam konteks business to consumers (B2C).
KEYWORDS:
kedekatan geografis, kedekatan sosial, komitmen relasional, kerjasama, relationship
marketing.

Seminar dan Call for Paper FMI 2013 Pontianak

1. Pendahuluan
Pasca krisis ekonomi (1997-1998), jumlah penduduk miskin di Indonesia masih besar dan
tersebar luas. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi hal ini,
akan tetapi upaya tersebut belum berhasil sepenuhnya. Hal ini terbukti sampai dengan
September 2012, data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa jumlah penduduk
miskin Indonesia sebanyak 28,59 juta orang atau 11,66% (www.bps.go.id/ diakses
8/3/2013). Sebagai solusi alternatif untuk pengentasan kemiskinan di Indonesia, upaya
menggalakkan niat menyumbang dari para donatur kepada yang membutuhkan telah
banyak dilakukan oleh organisasi-organisasi filantropi di Indonesia.

Organisasi-organisasi tersebut akan berusaha untuk menjalin relasi dengan para


penyumbangnya. Dalam hal ini keberadaan konsep relationship marketing sangat
dibutuhkan keberadaannya. Relationship marketing merupakan semua aktivitas
pemasaran yang dilakukan melalui penentuan, pengembangan dan pengelolaan hubungan
jangka panjang (Lee, Mohamad, dan Ramayah, 2010). Dengan mengimplementasikan
relationship marketing, baik organization yang berorientasi laba maupun organization
nonlaba berharap relasi yang terjalin dengan mitra kerja bisa berlangsung secara terus
menerus.

Salah satu konstruk yang memegang peran sentral dalam relationship marketing adalah
konstruk komitmen relasional. Gundlach, Achrol, dan Mentzer (1995) mengungkapkan
bahwa komitmen merupakan unsur yang penting untuk kesuksesan hubungan jangka
panjang. Sedangkan Dwyer, Schurr, dan Oh (1987) memaparkan bahwa komitmen
relasional muncul dalam literatur pemasaran

sebagai suatu elemen penting untuk

menjaga hubungan jangka panjang. Sementara itu, hasil riset yang dilakukan oleh
Notarantonio dan Quigley (2009) yang berupa diskusi kelompok fokus, mendapatkan
temuan bahwa apabila penerima sumbangan adalah orang-orang yang berada di sekitar
penyumbang dan penyumbang cukup dekat (familier) dengan mereka, penyumbang
semakin berkomitmen untuk memberikan donasi. Dengan demikian, penyumbang yang
merasa dekat secara geografis dan dekat secara sosial dengan orang-orang yang menerima
sumbangan ditengarahi akan memengaruhi komitmen penyumbang pada organisasi
filantropi, tempat dimana mereka memberikan sumbangannya.

Berdasarkan dimensi-dimensi kedekatan yang ditulis oleh Boschma (2005), dalam riset
ini digunakan kedekatan geografis dan kedekatan sosial. Penggunaan kedua dimensi/jenis
kedekatan ini dilatar belakangi oleh karakteristik yang melekat pada kedekatan geografis
dan kedekatan sosial. Kedua dimensi kedekatan ini juga sesuai dengan unit analisis dan
setting dalam penelitian ini, serta didukung oleh pendapat Ganesan, Malter, dan
2

Seminar dan Call for Paper FMI 2013 Pontianak

Rindfleisch (2005) bahwa suatu relasional perusahaan mencakup kedekatan geografis dan
kedekatan sosial.

Dengan demikian, studi ini menganalisis peran variabel kedekatan geografis dan
kedekatan sosial dalam relationship marketing di organisasi nonlaba dalam konteks
hubungan B2C. Hal ini akan memberikan manfaat dalam pengembangan konsep
relationship marketing, mengingat sampai saat ini penelitian-penelitian dengan topik
relationship marketing sebagian besar adalah pada organisasi yang berorientasi pada laba
serta dalam ranah B2B (Arnett, German, danHunt, 2003).

2. Kerangka Konseptual
Teori Pertukaran Sosial.
Teori pertukaran sosial dikembangkan oleh pakar psikologi John Thibaut dan Harlod
Kelley, serta pakar sosiologi George Homans dan Peter Blau. Merekalah yang pada awal
mula mencetuskan teori yang merepresentasikan secara formal interaksi individu dari
suatu perspektif pertukaran (Bagozzi, 1975). Para pakar sosiologi mengakui bahwa
pertukaran sosial merupakan suatu bagian mendasar pada interaksi manusia (Blau, 1964
dalam Cheshire, Gerbasi, dan Cook, 2010). Dasar pemikiran dalam teori pertukaran sosial
menyatakan bahwa orang berhubungan dengan pihak lain adalah penting untuk bisa
bertahan dan bahwa individu turut serta dalam interaksi untuk memuaskan kebutuhan
mereka (Blau, 1964 dalam Kingshott dan Pecotich, 2007).

Sementara itu, terdapat empat konsep dasar dalam teori pertukaran sosial, yaitu imbalan,
biaya, keluaran, dan tingkat perbandingan (Secord et al., 1976). Proposisi yang
dikemukakan oleh Homans (1968) bahwa seseorang dalam hubungan pertukaran dengan
pihak lain akan mengharapkan imbalan yang diterima sebanding dengan pengorbanan
yang telah dikeluarkannya dan keuntungan yang diterima harus sebanding dengan
investasinya. Teori pertukaran sosial melihat interaksi interpersonal dari perspektif
pertukaran. Dalam perspektif ini, biaya dan manfaat merupakan perdagangan dalam
relasi yang dipengaruhi oleh aturan normatif dan persetujuan (Domenico, Tracey, dan
Haugh, 2009). Tindakan pertukaran mendasari teori pertukaran sosial, dan sejak awal
imbalan terkait dengan kewajiban yang menyiratkan adanya ikatan psikologis yang lebih
formal yang disebut dengan kontrak psikologis (Kingshott dan Pecotich, 2007).
Sementara itu, kontrak psikologis didefinisikan sebagai keyakinan individu dalam
kewajiban bersama antara seseorang dan pihak lain (Tijoriwali, 1998 dalam Kingshott
dan Pecotich, 2007).

Seminar dan Call for Paper FMI 2013 Pontianak

Konstruk teori pertukaran sosial meliputi komitmen, norma sosial, dan perilaku percaya
di antara pihak-pihak yang berelasi (Kingshott dan Pecotich, 2007). Komitmen telah lama
menjadi inti dalam literatur pertukaran sosial (Blau, 1964). Komitmen merupakan inti
pondasi suatu hubungan dan kesuksesan relationship marketing (Berry dan Parasuraman,
1991 dalam Sweeney dan Webb, 2007). Teori pertukaran sosial merupakan acuan utama
dari relationship marketing. Konstruk utama yang ada dalam relationship marketing
adalah kepercayaan dan komitmen relasional (Morgan dan Hunt, 1994).

Relationship Marketing.
Relationship marketing merupakan suatu konsep yang mendasarkan diri pada teori
pertukaran sosial yang mulai banyak didiskusikan dan diteliti pada tahun 1980-an.
Pergeseran dalam praktik pemasaran dari pemasaran transaksional ke pemasaran
relasional ditandai dengan adanya perubahan interaksi antara pembeli dan penjual.
Pergeseran tersebut menurut Chaston (2000) disebabkan konsep pemasaran transaksional
tidak dapat membentuk loyalitas dalam jangka panjang. Pemasaran transaksional
berdurasi pendek. Hal itu berbeda dengan relationship marketing yang berusaha
mewujudkan relasi dengan para pemangku kepentingan dalam jangka panjang. Bahkan
Yim, Tse, dan Chan (2008) menegaskan bahwa pemasaran relasional memiliki transfer
afeksi yang lebih besar daripada pemasaran transaksional.

Ide awal dalam pengembangan pemikiran relationship marketing merupakan suatu


kontinum perelasian pelanggan, yakni dari orientasi transaksional ke relasional (Dwyer et
al., 1987). Menurut Gronross (1994), relationship marketing bertujuan untuk membentuk,
memelihara, dan mempererat hubungan dengan pelanggan dan mitra lain, dengan
keuntungan dapat terwujudnya tujuan dari masing-masing pihak yang terkait. Sementara
itu, McCort (1994) mengatakan bahwa relationship marketing pada organisasi nonlaba
ditujukan untuk mencari hubungan jangka panjang, sehingga meningkatkan loyalitas para
penyumbang.

Kedekatan Geografis dan Kedekatan Sosial


Pada tahun 1990-an, French School of Proximity Dynamics berkontribusi besar pada
literatur inovasi, sekolah ini mengusulkan bahwa kedekatan mencakup sejumlah dimensi,
kedekatan tidak hanya sekedar kedekatan geografis saja (Boschma, 2005). Konsep
kedekatan dapat memberikan cara yang ampuh untuk menangkap keterkaitan umum di
antara perilaku secara berurutan. Perilaku dalam kedekatan langsung terbukti memiliki
pengaruh paling besar terhadap arah pengembangan interaksi (Taylor, 2006). Boschma
(2005) mendefinisikan kedekatan geografis merupakan jarak spasial atau fisik di antara
para pelaku, baik dalam arti absolut maupun dalam arti relatif.
4

Seminar dan Call for Paper FMI 2013 Pontianak

Kedekatan

geografis

memfasilitasi

transfer

pengetahuan,

khususnya

transmisi

pengetahuan yang tidak diucapkan (tacit) karena meningkatnya peluang untuk kontak
secara langsung atau bertatap muka (Nicholson, Lindgreen, dan Kitchen, 2008).
Kedekatan geografis atau kedekatan spasial merupakan satu-satunya dimensi kedekatan
yang selalu muncul dalam setiap pengkategorian dimensi kedekatan, seperti dalam artikel
Torre dan Gilly (2000), Zeller (2004), juga Boschma (2005). Hal ini menandakan betapa
besar peran kedekatan geografis dalam literatur kedekatan.

Sementara itu, kedekatan sosial didefinisikan sebagai suatu relasi yang melekat secara
sosial di antara para pelaku dalam level mikro. Relasi di antara para pelaku melekat
secara sosial ketika mereka terlibat dalam kepercayaan yang didasarkan atas pertemanan,
kekeluargaan, dan pengalaman (Boschma, 2005). Seorang penyumbang yang merasa
memiliki kedekatan sosial dengan orang-orang yang akan menerima sumbangan mereka,
mempersepsikan bahwa orang-orang yang akan menerima sumbangan adalah keluarga
mereka, orang-orang yang akan menerima sumbangan adalah sahabat mereka, dan
penyumbang merasakan pengalaman bersama, serta adanya perasaan dekat secara sosial
dengan orang-orang yang akan menerima sumbangan.

Meskipun diskusi tentang kedekatan sering dihubungkan dengan kinerja yang inovatif
pada tingkat organisasi atau tingkat regional (Lahdesmaki dan Suutari, 2012), di sini
dipertimbangkan sebagai suatu konsep teoretis yang menonjol dan dapat diterapkan untuk
konteks relationship marketing di organisasi nonlaba, seperti temuan riset (Notarantonio
dan Quigley, 2009) bahwa penyumbang akan sulit untuk memiliki komitmen apabila
mereka tidak familier dengan orang-orang yang akan menerima sumbangan. Sementara
itu, Boschma (2005) memaparkan bahwa kategorisasi kedekatan ke dalam berbagai
dimensi berfungsi untuk mendapatkan perhatian pada dasar yang berbeda di antara pelaku
sosial, yakni bisnis/organisasi dapat membangun berbagai dimensi kedekatan ketika
mengkoordinasikan tindakan mereka dan meningkatkan kinerja ekonomi mereka.

Komitmen Relasional
Satu ajaran dasar dari teori pertukaran sosial adalah bahwa hubungan yang berkembang
sepanjang waktu mengarah pada rasa penuh kepercayaan, loyal, dan komitmen bersama
(Cropanzano dan Mitchell, 2005). Komitmen telah lama menjadi inti dalam literatur
pertukaran sosial (Blau, 1964). Sementara itu, Morgan dan Hunt (1994) juga menyatakan
bahwa komitmen untuk berhubungan merupakan inti dari relationship marketing. Dwyer
et al. (1987) mendefinisikan komitmen sebagai kesungguhan untuk menepati sesuatu
yang telah disepakati, didasari oleh kemauan dan kesediaan secara eksplisit maupun
5

Seminar dan Call for Paper FMI 2013 Pontianak

implisit antara mitra transaksi (penerima dan penyedia jasa) untuk terus melanjutkan
hubungan fungsional yang sudah terjalin. Sementara itu, Moorman, Deshpande, dan
Zaltman (1993) mendefinisikan komitmen sebagai hasrat yang berjalan terus dalam
jangka panjang untuk mempertahankan hubungan yang bernilai.

Kerjasama
Kerjasama merupakan tindakan koordinasi dan saling melengkapi di antara mitra
pertukaran untuk mencapai tujuan bersama (Anderson dan Narus, 1990; Morgan dan
Hunt, 1994). Kerjasama didefinisikan sebagai kesamaan atau tindakan koordinasi yang
dilakukan oleh perusahaan dalam hubungan interdependensi untuk mencapai keluaran
untuk kepentingan bersama maupun untuk kepentingan individu dengan timbal balik
sepanjang waktu (Anderson dan Narus, 1990). Kesediaan untuk bekerjasama dengan
organisasi dipengaruhi oleh kepercayaan dan komitmen (Anderson dan Narus, 1990;
Morgan dan Hunt, 1994; Chou, Chang, dan Yen, 2011). Seperti yang dikemukakan oleh
Anderson dan Narus (1990) bahwa kepercayaan merupakan suatu konstruk dalam saluran
kemitraan yang akan mengarahkan individu pada kerjasama dengan organisasi.
Sementara itu, Palmatier, Dant, Grewal, dan Evans (2006) memaparkan bahwa kerjasama
merupakan keluaran dari relationship marketing yang bersifat timbal balik.

Hubungan Antar Variabel Penelitian


Pengaruh Kedekatan Pada Komitmen Relasional
Kedekatan didefinisikan sebagai kemiripan dalam aktivitas dan kapabilitas di antara para
pelaku (Boschma, 2005). Torre dan Gilly (2000) memperkenalkan dua dimensi
kedekatan, yakni kedekatan geografis dan kedekatan organisasional, sementara itu Zeller
(2004) mengategorikan kedekatan menjadi tujuh macam, yaitu kedekatan spasial,
kedekatan institusional, kedekatan budaya, kedekatan organisasional, kedekatan
relasional, kedekatan teknologi, dan kedekatan virtual. Adapun Boschma (2005)
membedakan kedekatan menjadi lima dimensi, yaitu kedekatan geografis, kedekatan
kognitif, kedekatan organisasional, kedekatan sosial, dan kedekatan institusional.
Kategori kedekatan yang lebih sederhana dikemukakan oleh Moodysson dan Jonsson
(2007) menjadi hanya dua kategori, yakni kedekatan fungsional dan kedekatan relasional.
Boschma (2005) mendefinisikan kedekatan geografis sebagai jarak spasial atau fisik di
antara para pelaku, baik dalam arti absolut maupun dalam arti relatif. Kedekatan kognitif
dimaksudkan bahwa orang-orang yang berbagi pengetahuan dasar dan keahlian yang
sama dapat saling belajar satu dengan yang lainnya. Kedekatan organisasional
didefinisikan sebagai sejauh mana hubungan dibagi dalam suatu pengaturan
organisasional, baik di dalam maupun di antara organisasi. Jadi, kedekatan organisasional

Seminar dan Call for Paper FMI 2013 Pontianak

diperlukan untuk mengendalikan ketidakpastian dan oportunisme dalam menciptakan


pengetahuan baik di dalam maupun di antara organisasi.

Kedekatan sosial didefinisikan sebagai suatu relasi yang melekat secara sosial di antara
para pelaku dalam level mikro. Relasi di antara para pelaku melekat secara sosial ketika
mereka terlibat dalam kepercayaan yang didasarkan atas pertemanan, kekeluargaan, dan
pengalaman. Sementara itu, kedekatan institusional dikaitkan dengan kerangka kerja
institusional dalam level makro, termasuk gagasan para pelaku dalam berbagi aturan
permainan institusional yang sama, budaya, dan nilai-nilai (Boschma, 2005). Terkait
dengan dimensi-dimensi kedekatan dari Boschma (2005), dalam riset ini digunakan
dimensi kedekatan geografis dan kedekatan sosial. Secara teroretis juga didukung oleh
Ganesan, Malter, Rindfleisch (2005) yang mengemukakan bahwa suatu relasional
perusahaan mencakup kedekatan geografis dan kedekatan sosial.

Logika kepemilikan dan kesamaan dalam relasi pertukaran adalah merupakan esensi dari
kedekatan sosial. Selain itu, meskipun hubungan pertukaran diuji dalam suatu studi dalam
konteks ekonomika, dalam pertukaran uang untuk barang dan jasa, ditekankan bahwa
hubungan pertukaran ekonomika tidak dapat dipahami tanpa melibatkan aspek sosial
(Lahdesmaki dan Suutari, 2012). Dengan adanya kedekatan sosial di antara penyumbang
dan orang-orang akan menerima sumbangan maka diprediksi akan memengaruhi
komitmen penyumbang untuk berelasi dengan organisasi.

Dalam riset yang dilakukan melalui diskusi kelompok fokus, Notarantonio dan Quigley
(2009) mendapatkan temuan bahwa apabila penerima donasi adalah orang-orang yang
berada di sekitar (lokal) penyumbang dan penyumbang familier dengan mereka,
penyumbang

semakin

mengindikasikan

bahwa

berkomitmen
kedekatan

untuk

memberikan

berpengaruh

terhadap

sumbangan.
komitmen

Hal

ini

relasional

penyumbang. Berdasarkan paparan di atas, diajukan hipotesis-hipotesis sebagai berikut.


H1: Kedekatan geografis berpengaruh positif pada komitmen relasional
penyumbang pada organisasi filantropi.
H2: Kedekatan sosial berpengaruh positif pada komitmen relasional penyumbang
pada organisasi filantropi.

Pengaruh Komitmen Relasional Pada Kerjasama


Dorongan sosial atas komitmen relasional datang dari teori pertukaran sosial (Fruchter
dan Sigue, 2004) yang berargumen bahwa pihak-pihak yang berelasi melakukan evaluasi
hubungan mereka dalam suatu konteks keperilakuan. Sementara itu, kolaborasi

Seminar dan Call for Paper FMI 2013 Pontianak

didasarkan pada pola kemanfaatan bersama dari suatu kerjasama yang memengaruhi dan
dipengaruhi oleh akses di saat partisipan memiliki sumberdaya, pilihan mereka di antara
alternatif tindakan atau reaksi, dan antisipasi keluaran (Domenico, Tracey, dan Haugh,
2009).

Kerjasama merupakan tindakan koordinasi dan saling melengkapi di antara mitra


pertukaran untuk mencapai tujuan bersama (Anderson dan Narus, 1990; Morgan dan
Hunt, 1994). Oleh karena itu, kerjasama merupakan keluaran dari relationship marketing
yang bersifat timbal balik (Palmatier et al., 2006). Dengan mendasarkan pada definisi
kerjasama di atas, Morgan dan Hunt (1994) mendapatkan temuan bahwa salah satu
konsekuensi komitmen relasional adalah berupa kerjasama.

Hasil riset Chou et al. (2011) juga menyimpulkan bahwa komitmen berpengaruh positif
pada kerjasama. Berbagai pihak mengidentifikasi komitmen di antara mitra pertukaran
sebagai kunci untuk mencapai hasil yang bernilai untuk mereka sendiri, dan mereka
berusaha keras untuk mengembangkan dan menjaga atribut yang mahal dalam hubungan
mereka (Morgan dan Hunt, 1994). Sementara itu, mitra pertukaran yang memiliki
komitmen relasional akan bekerjasama dengan anggota yang lain dan dengan organisasi
karena ingin membuat hubungan tetap berjalan (Morgan dan Hunt, 1994).

Penyumbang yang memiliki komitmen pada organisasi filantropi memiliki kemungkinan


untuk bersedia bekerjasama dengan organisasi filantropi. Hal ini dilakukan oleh
penyumbang untuk kebaikan dan kemajuan dari organisasi filantropi. Dari pembahasan
ini diajukan hipotesis sebagai berikut.
H3: Komitmen relasional berpengaruh positif pada kerjasama penyumbang
dengan organisasi filantropi.

Gambar Model Penelitian

Kedekatan
Geografis

H1
Komitmen
Relasional

3.

Kedekatan

H3

Kerjasama

H2

Metode
Penelitian
Sosial

Studi ini menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif


digunakan untuk mengembangan pengukuran untuk konstruk kedekatan geografis,
konstruk kedekatan sosial, dan konstruk kerjasama. Selanjutnya digunakan pendekatan

Seminar dan Call for Paper FMI 2013 Pontianak

kuantitatif dengan menggunakan metode survei untuk mendapatkan data penelitian dari
responden.

Studi Eksploratori
Desain Studi Eksploratori
Dalam penelitian ini, studi eksploratori digunakan sebagai studi pendahuluan untuk
mengembangkan pengukuran indikator-indikator dari beberapa konstruk penelitian.
Adapun konstruk-konstruk penelitian yang akan dilakukan pengembangan indikatornya
adalah konstruk kedekatan geografis, konstruk kedekatan sosial, dan konstruk kerjasama.
Dari penelitian-penelitian terdahulu menunjukkan bahwa indikator-indikator untuk
konstruk kedekatan geografis dan kedekatan sosial belum teridentifikasi. Sementara itu
pada penelitian-penelitian sebelumnya, konstruk kerjasama banyak diimplementasikan
pada organisasi yang berorientasi laba, sementara setting riset ini adalah organisasi
nonlaba. Oleh karena itu dalam riset ini perlu dilakukan pengidentifikasian atau
pengukuran pada konstruk-konstruk tersebut.

Sesuai dengan langkah-langkah dalam mengembangkan pengukuran konstruk seperti


yang dikemukakan oleh Churchill (1979), langkah pertama yang dilakukan adalah
mengkaji konsep teoretis dari konstruk kedekatan geografis dan kedekatan sosial, yang
kemudian dibahas dengan dosen ekonomi regional dan demografi dan dosen sosiologi.
Sebagai hasilnya, sejumlah dimensi atau indikator untuk konstruk kedekatan geografis
dan kedekatan sosial dapat ditentukan. Sejumlah dimensi/indikator tersebut selanjutnya
dibawa dalam diskusi kelompok fokus (focus group discussion).

Untuk konstruk kerjasama, sesuai dengan saran dari Churchill (1979) langkah pertama
yang dilakukan dalam penelitian ini adalah mengkaji konsep teoretis dari konstruk
kerjasama, yang kemudian dibahas dengan dua orang ketua organisasi filantropi di
Surabaya. Sebagai hasilnya, sejumlah dimensi/indikator untuk konstruk kerjasama dapat
ditentukan. Dimensi-dimensi tersebut selanjutnya dibawa dalam diskusi kelompok fokus.
Dengan demikian teknik yang digunakan dalam studi eksploratori ini adalah diskusi
kelompok fokus (focus group discussion/FGD). Kerlinger dan Lee (2000) memaparkan
bahwa teknik ini merupakan teknik wawancara yang melibatkan dua orang atau lebih
dalam waktu yang bersamaan. Dalam tenik ini setiap orang berkesempatan untuk
berpartisipasi dalam diskusi, dengan diarahkan oleh seorang moderator. Dalam penelitian
ini peneliti bertindak sebagai moderator. Adapun kriteria pemilihan peserta yang ikut
dalam FGD adalah mereka telah menjadi penyumbang di organisasi filantropi.

Seminar dan Call for Paper FMI 2013 Pontianak

Sementara itu, berdasarkan dimensi-dimensi hasil diskusi dengan dosen ekonomi regional
dan demografi dan dosen sosiologi, serta dua orang ketua organisasi filantropi, maka
dibuatlah petanyaan-pertanyaan yang akan digunakan sebagai acuan dalam palaksanaan
FGD. Pertanyaanpertanyaan tersebut antara lain: (1) bagaimanakah pendapat anda
mengenai kedekatan geografis antara anda dengan orang-orang yang akan menerima
sumbangan? (2) menurut anda jarak fisik atau spasial seperti apa yang mencerminkan
kedekatan secara geografis antara anda dan orang-orang yang akan menerima sumbangan
itu? (3) seberapa jauh anda membatasi kedekatan geografis antara anda dengan orangorang yang akan sumbang? (4) menurut anda, kedekatan secara geografis antara anda dan
orang-orang yang akan menerima sumbangan dari anda itu yang seperti apa? (5)
bagaimanakah pendapat anda terkait dengan pernyataan bahwa orang-orang yang akan
menerima sumbangan anda adalah saudara anda? (6) bagaimanakah pendapat anda terkait
dengan pernyataan bahwa orang-orang yang akan menerima sumbangan anda adalah
sahabat anda? (7) bagaimanakah pendapat anda terkait dengan pernyataan bahwa orangorang yang akan menerima sumbangan anda adalah keluarga anda? (8) menurut anda,
kedekatan secara sosial antara anda dan orang-orang yang akan menerima sumbangan
dari anda itu yang seperti apa? dan (9) sebagai penyumbang di organisasi filantropi,
seperti apakah bentuk-bentuk kerjasama yang akan saudara lakukan dengan organisasi
tersebut?

Adapun pertanyaan nomor 1-4 digunakan untuk FGD pada konsruk kedekatan geografis,
sedangkan nomor 5-8 dipakai untuk acuan FGD pada konstruk kedekatan sosial,
sementara itu untuk konstruk kerjasama mengunakan daftar pertanyaan nomor 9 sebagai
acuan untuk pelaksanaan FGD.
Hasil Studi Eksploratori untuk Konstruk Kedekatan Geografis dan Kedekatan
Sosial
Berbasis pada dimensi-dimensi hasil diskusi dengan dosen pengajar ekonomi regional dan
demografi dan dosen sosiologi, maka proses FGD diawali dengan pemberian penjelasan
dan pemahaman atas konsep kedekatan geografis dan kedekatan sosial kepada peserta
diskusi, agar didapatkan satu kesatuan pemahaman tentang konstruk kedekatan geografis
dan kedekatan sosial. Sebagian besar peserta FGD mengungkapkan bahwa kedekatan
geografis antara penyumbang dan orang-orang yang menerima sumbangan dimaknai
sebagai seberapa dekat jarak lokasi antara orang-orang tersebut dengan tempat tinggal
atau tempat kerja penyumbang.
menurut saya, saya merasa dekat secara geografis dengan orang-orang akan
mendapatkan sumbangan apabila lokasi mereka dekat dengan rumah tinggal
saya.

10

Seminar dan Call for Paper FMI 2013 Pontianak

orang-orang yang membutuhkan sumbangan itu berdomisi tidak jauh dari tempat
tinggal maupun tempat kerja saya.
saya akan merasa dekat secara geografis apabila orang-orang tersebut berada
pada Kabupaten yang sama atau paling tidak dalam Propinsi yang sama dengan
tempat tinggal atau tempat kerja saya.
saya merasa dekat dengan orang-orang yang akan saya sumbang apabila orangorang tersebut berdomisili dekat dari tempat saya bekerja selama ini.
Dengan demikian, berdasarkan hasil FGD disimpulkan bahwa terdapat 4 indikator untuk
variabel kedekatan geografis. Adapun keempat indikator dari variabel kedekatan
geografis meliputi (1) jarak lokasi tempat tinggal penyumbang dan orang-orang penerima
sumbangan adalah dekat; (2) jarak lokasi tempat kerja penyumbang dan orang-orang
penerima sumbangan adalah dekat; (3) penyumbang dan penerima sumbangan berada
dalam kabupaten atau kota atau propinsi yang sama; dan (4) secara geografis
penyumbang merasa dekat dengan orang-orang yang akan menerima sumbangan.

Sementara itu, para peserta FGD memaknai kedekatan sosial antara penyumbang dan
orang-orang yang menerima sumbangan sebagai kedekatan seorang yang dilatar
belakangi oleh pengalaman bersama dengan orang-orang yang akan menerima
sumbangan, maupun adanya ikatan rasa di antara penyumbang dan orang-orang yang
akan menerima sumbangan.
menurut saya kedekatan sosial itu terkait dengan bagaimana kita merasa dekat
dengan orang lain, meskipun kita tidak pernah tinggal berdekatan secara fisik
dengan mereka.
saya merasa dekat secara sosial dengan orang-orang yang akan menerima
sumbangan yang saya berikan, karena saya merasa mereka adalah saudara-saudara
saya sesama bangsa Indonesia.
mengapa saya bersedia memberikan sumbangan itu sebenarnya didasari oleh
pemikiran bahwa mereka itu adalah keluarga besar saya karena saya pernah
mempunyai masa lalu bersama mereka.
saya merasa dekat secara sosial dengan mereka karena saya pernah tinggal atau
pernah bekerja bersama mereka.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil FGD pada konstruk kedekatan geografis
didapatkan 5 indikator. Adapun kelima indikator kedekatan sosial tersebut antara lain (1)
adanya perasaan bahwa orang-orang yang akan menerima sumbangan adalah keluarga
mereka; (2) adanya perasaan bahwa orang-orang yang akan menerima sumbangan adalah
sahabat mereka; dan (3) pernah merasakan pengalaman bersama dengan orang-orang
yang akan menerima sumbangan, (4) pernah bekerja atau tinggal bersama-sama dengan
orang-orang yang akan menerima sumbangan, (5) merasa dekat secara sosial dengan
orang-orang yang akan menerima sumbangan.

11

Seminar dan Call for Paper FMI 2013 Pontianak

Hasil Studi Eksploratori untuk Konstruk Kerjasama


Dengan mendasarkan pada hasil diskusi informal dengan praktisi di organisasi filantropi,
maka hasil diskusi tersebut digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan FGD. Peserta
FGD mempersepsikan bentuk-bentuk kesediaan untuk bekerjasama antara penyumbang
dan organisasi filantropi adalah beraneka ragam, mulai dari pemberian pelatihan, menjadi
panitia, sampai kesediaan untuk menjadi mitra organisasi.
Kalau saya pribadi ingin memberikan semacam pengabdian sesuai keahlian yang
saya punya, misalnya saya bisa ngajar komputer, maka saya bisa mengajak
organisasi tersebut atau kalau mereka sudah punya program memberi pelatihan
bagi masyarakat kurang mampu agar melek komputer. Intinya ya karena bisaku
mengajar maka aku ingin membantu peningkatan pengetahuan bagi binaan
organisasi tersebut agar tidak hanya diberi ikan tapi pancing.
Megajak secara aktif orang lain yang saya anggap bersedia untuk melakukan hal
yang sama dengan yang saya lakukan pada organisasi, baik secara lisan, tindakan,
maupun tulisan yang dipublikasikan.
Mungkin bisa kerjasama dalam penerbitan buletin bulanan, juga kerjasama
dengan organisasi pinginnya sih bisa kasih saran tentang penyaluran dananya,
misalnya ke orang-orang di daerah mana dana itu disalurkan, dalam bentuk apa...
Saya bersedia untuk memberikan informasi tentang orang-orang yang kita tahu
perlu untuk dibantu, juga kerelaan saya untuk menyebarluaskan aktivitas
organisasi filantropi ke lingkungan sekitar kita.
Jadi partner... Misalnya saya punya usaha percetakan, saya akan memberikan
harga cetak khusus untuk organisasi filantropi itu saat organisasi mencetak
majalah ke saya tapi nanti logo percetakan saya harus ada di majalah itu..
Kerjasama yg mungkin muncul adalah bantuan tenaga dan pikiran atau bisa
dibilang jadi sukarelawan untuk acara-acara yang diadakan oleh organisasi
filantropi itu, semacam volunteer gitu bu...
Memberikan pelatihan usaha/kewirausahaan kepada penerima bantuan, supaya
mereka bisa lebih berdaya guna, sehingga bantuan tidak bersifat konsumtif tetapi
lebih sebagai investasi/modal usaha.
Sebagai simpulan dari FGD untuk konstruk kerjasama, didapatkan 7 item/indikator dari
konstruk ini, antara lain (1) memberikan masukan tentang penyaluran donasi pada sasaran
penerima donatur; (2) memberikan sumbangan berupa tenaga dan pikiran (misalnya,
mengajar sesuai keahlian tanpa dibayar); (3) bekerjasama dengan organisasi agar
transparan dalam hal keuangan; dan (4) bersedia menjadi pengurus organisasi filantropi;
(5) menjadi mitra kerja, misal donatur punya bisnis percetakan, maka donatur akan
memberikan harga/tarif khusus pada organisasi apabila mencetakkan brosur dan
sebagainya; (6) bersedia menjadi panitia untuk aktivitas-aktivitas yang diselenggarakan
oleh organisasi filantropi; dan (7) melakukan positive word of mouth.

12

Seminar dan Call for Paper FMI 2013 Pontianak

Identifikasi, Definisi Konseptual, Operasional, dan Pengukuran Variabel. Variabel


yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari variabel eksogen yaitu kedekatan
geografis dan kedekatan sosial, dan variabel endogen, terdiri atas variabel komitmen
relasional dan variabel kerjasama.

Definisi Konseptual dan Operasional Variabel-Variabel Penelitian.


Variabel kedekatan geografis merupakan jarak spasial atau fisik di antara para pelaku,
baik dalam arti absolut maupun dalam arti relatif (Boschma, 2005). Variabel kedekatan
geografis dioperasionalkan sebagai persepsi penyumbang atas seberapa dekat jarak lokasi
penyumbang dengan orang-orang yang akan menerima donasi. Variabel kedekatan
sosial merupakan suatu relasi yang melekat secara sosial di antara para pelaku dalam
level mikro, yang didasarkan atas pertemanan, kekeluargaan, dan pengalaman (Boschma,
2005). Variabel kedekatan sosial dioperasionalkan sebagai kedekatan hubungan secara
sosial antara penyumbang dengan orang-orang yang akan menerima donasi, didasarkan
atas pertemanan, kekeluargaan, dan pengalaman. Variabel komitmen relasional adalah
suatu keinginan abadi untuk menjaga suatu hubungan yang bernilai (Moorman et al.,
1992). Variabel komitmen relasional dioperasionalkan sebagai keinginan abadi
penyumbang untuk menjaga suatu hubungan yang bernilai dengan organisasi filantropi.
Variabel kerjasama merupakan tindakan koordinasi dan saling melengkapi di antara
mitra pertukaran untuk mencapai tujuan bersama (Anderson dan Narus, 1990). Variabel
kerjasama dioperasionalkan sebagai kesediaan untuk melakukan koordinasi dan saling
melengkapi di antara penyumbang dan organisasi filantropi dalam rangka untuk mencapai
tujuan bersama.

Instrumen Penelitian dan pengukurannya. Instrumen yang digunakan dalam penelitian


ini adalah berupa kuesioner. Pengukuran pada masing-masing konstruk menggunakan
skala Likert, yakni merupakan skala yang berisi 5 tingkatan jawaban terhadap pernyataan
yang diajukan, yaitu poin 1 = sangat tidak setuju, sampai poin 5 = sangat setuju.

Desain Pengambilan Sampel. Unit sampel dalam penelitian ini adalah berupa individu,
yakni individu yang menjadi penyumbang pada organisasi filantropi. Data dikumpulkan
dengan pendekatan cross-sectional, dengan cara survei dengan menyebarkan kuesioner
kepada sejumlah responden secara langsung. Dalam penelitian ini digunakan teknik
analisis Structural Equation Modeling (SEM).

13

Seminar dan Call for Paper FMI 2013 Pontianak

4. Hasil Penelitian
Pengujian Validitas dan Reliabilitas untuk Variabel Kedekatan Geografis,
Kedekatan Sosial, dan Kerjasama
Empat indikator yang didapatkan dari hasil FGD, selanjutnya dikonfirmasikan pada 35
mahasiswa melalui penyebaran kuesioner. Kemudian hasil dari penyebaran kuesioner,
dilakukan pengujian validitas dengan exploratory factor analysis dan uji reliabilitas.
Pengujian validitas didasarkan pada besarnya factor loading atau matriks diskriminan.
Hair et al. (2010) memaparkan bahwa meskipun factor loading sebesar +0,30 sampai
+0,40 dapat diterima secara minimal, akan tetapi untuk signifikansi praktisnya adalah
nilai lebih besar dari +0,50. Tabel 1 menunjukkan indikator pertama, kedua, dan keempat
dari konstruk kedekatan geografis memiliki matriks diskriminan lebih besar dari 0,50.
Dengan demikian, indikator-indikator tersebut dinyatakan valid. Sementara itu, pengujian
reliabilitas didasarkan pada besarnya korelasi antara item pada skor skala total (item-tototal correlation). Hair, Black, Babin, dan Anderson (2010) menjelaskan bahwa suatu
item dikatakan reliabel apabila memiliki nilai item-to-total correlation lebih dari 0,5.
Tabel 2 menunjukkan indikator pertama, kedua, dan keempat dari konstruk kedekatan
geografis memiliki item-to-total correlation lebih besar dari 0,50.

Berdasar hasil uji validitas dan reliabilitas dapat disimpulkan bahwa indikator pertama,
kedua, dan keempat adalah valid dan reliabel, sementara itu indikator ketiga tidak valid
dan tidak reliabel. Oleh karena itu, indikator ketiga dibuang. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa indikator untuk konstruk kedekatan geografis sebanyak 3 indikator,
antara lain (1) jarak lokasi tempat tinggal penyumbang dan orang-orang penerima
sumbangan adalah dekat; (2) jarak lokasi tempat kerja penyumbang dan orang-orang
penerima sumbangan adalah dekat; dan (3) secara geografis penyumbang merasa dekat
dengan orang-orang yang akan menerima sumbangan. Hasil uji validitas ditunjukkan
pada Tabel 1.
Tabel 1 Uji Validitas untuk Konstruk Kedekatan Geografis
Ekstraksi
Matriks
Indikator
Komunalitas
Komponen
Geografis1 0,656
0,810
Geografis2 0,766
0,875
Geografis3 0,120
0,346
Geografis4 0,729
0,854

Keterangan
Valid
Valid
Tidak Valid
Valid

Sementara itu, hasil pengujian reliabilitas untuk konstruk kedekatan geografis dapat
dilihat di Tabel 2.

14

Seminar dan Call for Paper FMI 2013 Pontianak

Tabel 2 Uji reliabilitas untuk Konstruk Kedekatan Geografis


Corrected
Item-Total
Indikator
Keterangan
Correlation
Geografis1 0,606
Reliabel
Geografis2 0,638
Reliabel
Geografis3
Tidak
0,208
Reliabel
Geografis4 0,647
Reliabel
Cronbach's Alpha = 0,723
Berikutnya adalah pengujian validitas dan reliabilitas untuk konstruk kedekatan sosial.
Seperti dipaparkan di subbab studi eksploratori bahwa hasil FGD didapatkan 5 indikator
untuk konstruk kedekatan sosial. Kelima indikator tersebut dikonfirmasikan pada 35
mahasiswa. Kemudian hasil dari penyebaran kuesioner diuji validitas dan uji reliabilitas.
Tabel 3 menunjukkan bahwa indikator pertama, kedua, ketiga, dan kelima dari konstruk
kedekatan sosial mempunyai matriks diskriminan lebih besar dari 0,50. Dengan demikian,
indikator-indikator tersebut dinyatakan valid. Tabel 4 menunjukkan bahwa indikator
pertama, kedua, ketiga, dan kelima dari konstruk kedekatan sosial memiliki item-to-total
correlation lebih besar dari 0,50, sehingga indikator-indikator tersebut dinyatakan
reliabel. Sementara itu, untuk indikator keempat tidak valid dan tidak reliabel. Oleh
karena itu, indikator keempat dibuang. Dengan demikian indikator untuk konstruk
kedekatan sosial sejumlah 4 buah. Hasil uji validitas dan reliabilitas untuk konstruk
kedekatan sosial dapat dilihat di Tabel 3.
Tabel 3 Uji Validitas untuk Konstruk Kedekatan Sosial
Ekstraksi
Matriks
Indikator
Komunalitas
Komponen
sosial1
0,701
0,837
sosial2
0,712
0,844
sosial3
0,566
0,753
sosial4
0,099
0,314
sosial5

0,572

0,756

Keterang
an
Valid
Valid
Valid
Tidak
Valid
Valid

Sementara itu, hasil pengujian reliabilitas untuk konstruk kedekatan sosial dapat dilihat di
Tabel 4.
Tabel 4 Uji Reliabilitas untuk Konstruk Kedekatan Sosial
Corrected
Item-Total
Indikator
Keterangan
Correlation
sosial1
0,680
Reliabel
sosial2
0,633
Reliabel
sosial3
0,561
Reliabel
sosial4
Tidak
0,201
Reliabel
sosial5
0,523
Reliabel
Cronbach's Alpha = 0,737

15

Seminar dan Call for Paper FMI 2013 Pontianak

Selanjutnya adalah pembahasan tentang konstruk kerjasama. Seperti didiskripsikan di


subbab studi eksploratori, bahwa hasil FGD didapatkan sebanyak 7 indikator untuk
variabel kerjasama. Selanjutnya, ketujuh indikator konstruk kerjasama tersebut
dikonfirmasikan pada 35 mahasiswa. Kemudian hasil dari penyebaran kuesioner untuk
konstruk kerjasama tersebut, dilakukan pengujian validitas dan uji reliabilitas. Tabel 5
menunjukkan bahwa indikator pertama, kedua, kelima, keenam, dan ketujuh dari konstruk
kerjasama memiliki matriks diskriminan lebih besar dari 0,50. Dengan demikian,
indikator-indikator tersebut dinyatakan valid. Sementara itu, Tabel 6 menunjukkan bahwa
indikator pertama, kedua, kelima, keenam dan ketujuh dari konstruk kerjasama memiliki
item-to-total correlation > 0,50, oleh karena itu indikator-indikator tersebut dinyatakan
reliabel.

Berdasar hasil uji validitas dan reliabilitas disimpulkan bahwa, indikator pertama, kedua,
kelima, keenam, dan ketujuh dari konstruk kerjasama adalah valid dan reliabel.
Sementara itu, indikator ketiga dan keempat dari konstruk kerjasama adalah tidak valid
dan tidak reliabel. Oleh karena itu, indikator ketiga dan keempat dari konstruk kerjasama
dihilangkan. Dengan demikian, indikator untuk konstruk kerjasama pada akhirnya
sejumlah 5 buah. Adapun hasil uji validitas untuk konstruk kerjasama dapat dilihat di
Tabel 5.
Tabel 5 Uji Validitas untuk Konstruk Kerjasama
Ekstraksi
Matriks
Indikator
Komunalitas
Komponen
kerjasama1 0,707
0,841
kerjasama2 0,496
0,704
kerjasama3 0,000
0,013
kerjasama4 3,29E-005
0,006
kerjasama5 0,536
0,732
kerjasama6 0,672
0,819
kerjasama7 0,665
0,816

Keterangan
Valid
Valid
Tidak Valid
Tidak Valid
Valid
Valid
Valid

Sementara itu, Tabel 6 memperlihatkan hasil pengujian reliabilitas untuk konstruk


kerjasama.
Tabel 6 Uji Reliabilitas untuk Konstruk Kerjasama
Corrected
Item-Total
Indikator
Correlation
kerjasama1 0,635
kerjasama2 0,562
kerjasama3
0,027
kerjasama4

0,045

kerjasama5 0,537
kerjasama6 0,624
kerjasama7 0,615
Cronbach's Alpha = 0,714

Keterangan
Reliabel
Reliabel
Tidak
Reliabel
Tidak
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
16

Seminar dan Call for Paper FMI 2013 Pontianak

Uji Normalitas
Data yang terkumpul dan layak untuk diolah adalah sebanyak 507. Dari hasil pengujian
normalitas, nampak data dalam penelitian ini adalah normal, sesuai dengan kriteria yang
diungkapkan oleh Morgan et al. (2004), bahwa data dikatakan memenuhi uji normalitas
apabila memiliki nilai skweness kurang dari plus atau minus satu (< +/ -1,0).

Kelayakan Model Penelitian


Model pengukuran. Model ini dilakukan pengujian validiatas dan reliabilitas. Pengujian
validitas dilakukan atas validitas diskriminan dan validitas konvergen. Validitas
diskriminan menilai sejauh mana suatu konstruk tidak berkorelasi dengan konstrukkonstruk lain, jadi suatu konstruk benar-benar berbeda dari konstruk-konstruk yang lain
(Malhotra, 2010; Hair et al., 2010). Hair et al. (2010), menjelaskan bahwa validitas
diskriminan tercapai saat Average Variance Extracted (AVE) > the square correlation
estimate. Dari hasil pengujian validitas diskriminan, nampak hasilnya memenuhi validitas
diskriminan. Adapun AVE dihitung dengan menggunakan formula: ( Standardized
factor loading2) / n (Hair et al., 2010), dimana n adalah jumlah indikator dari konstruk
yang bersangkutan. Hasil perhitungan AVE untuk tiap konstruk dapat dilihat di Tabel 7.
Tabel 7 Perhitungan Average Variance Extracted
Stand.
Konstruk
loading2
Kedekatan geografis (geografis)
1,896
Kedekata sosial (sosial)
2,277
Komitmen relasional (KR)
1,679
Kerjasama
1,931

factor

AVE

3
4
4
5

0,632
0,569
0,420
0,386

Validitas konvergen merupakan validitas konstruk yang mengukur sejauh mana suatu
konstruk berkorelasi positif dengan konstruk-konstruk yang lain (Malhotra, 2010; Hair et
al., 2010). Hair et al. (2010) memaparkan bahwa validitas konvergen tercapai saat
standardized loading estimate > 0,5. Dari hasil pengujian, nampak bahwa semua
hubungan antara konstruk dengan indikator-indikatornya > 0,5. Hal ini mengindikasikan
terpenuhinya uji validitas konvergen, seperti yang nampak di Tabel 8.

17

Seminar dan Call for Paper FMI 2013 Pontianak

Tabel 8 Pengujian Validitas Konvergen


Hubungan antara Konstruk
dan Indikator
g1 Kedekatan geografis
g2 Kedekatan geografis
g3 Kedekatan geografis
s1 Kedekatan sosial
s2 Kedekatan sosial
s3 Kedekatan sosial
s4 Kedekatan sosial
ko1 Komitmen relasional
ko2 Komitmen relasional
ko3 Komitmen relasional
ko4 Komitmen relasional
ke1 Kerjasama
ke2 Kerjasama
ke3 Kerjasama
ke4 Kerjasama
ke5 Kerjasama

Bobot Faktor

Keterangan

0,810
0,922
0,535
0,916
0,960
0,486
0,529
0,522
0,733
0,701
0,631
0,605
0,604
0,570
0,683
0,647

Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid

Uji Reliabilitas. Hair et al. (2010) menjelaskan tentang prasyarat dicapainya reliabilitas
suatu konstruk, yaitu apabila Reliabilitas Konstruk (CR) > 0,7. Adapun formula untuk
menghitung CR adalah ( Standardized Factor Loading)2 / ( Standardized Factor
Loading) 2 + ( ei). Dimana ei adalah error. Hasil analisis menunjukkan seluruh konstruk
memiliki CR > 0,7, seperti yang terlihat di Tabel 9.

Tabel 9 Perhitungan Construct Reliability


(
Stand.
ei
Factor
Konstruk
Loading) 2
Kedekatan geografis 5,392
0,678
Kedekatan sosial
8,364
1,108
Komitmen relasional 6,672
1,417
Kerjasama
9,616
1,899

( Stand. Factor
CR
Loading) 2 + (
ei)
6,070
0,888
9,472
0,883
8,089
0,825
11,515
0,835

Ketetangan
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel

Model Keseluruhan. Dari ukuran kecocokan absolut, terlihat nilai GFI, RMSEA, RMR,
CMIN/DF adalah baik. Untuk ukuran kecocokan tambahan, semua ukuran dalam posisi
marginal. Sementara itu, dari sisi ukuran kecocokan parsimoni nampak nilai AGFI adalah
marginal dan PNFI adalah baik, seperti yang nampak di Tabel 10

18

Seminar dan Call for Paper FMI 2013 Pontianak

Tabel 10 Goodness of Fit


Hasil dari Kriteria GOF
Model
Penelitian
Absolut Fit Measures
Incremental Fit Measures
Chi-square (X2)
449,843
NFI
Degree of freedom
100
CFI
Probability
0,000
TLI
GFI
0,902
RMSEA
0,083
Parsimony Fit Measures
RMR
0,035
AGFI
Normed
Chi-Square 4,498
PNFI
(CMIN/DF)
Kriteria GOF

Hasil dari
Model
Penelitian
0,857
0,884
0,861

0,867
0,714

Model Struktural. Dalam SEM, hasil dari spesifikasi model struktural digunakan
sebagai penguji model teoritis yang dihipotesiskan (Hair et al., 2010). Dalam penelitian
ini terdapat 3 hubungan struktural antar konstruk seperti yang tertuang dalam hipotesis
penelitian. Dengan menggunakan uji t satu sisi dengan tingkat signifikansi 95% atau
sebesar 5%, maka pengaruh dari suatu konstruk terhadap konstruk lainnya dikatakan
signifikan apabila nilai t statistik menunjukkan angka >1,64, seperti yang nampak di
Tabel 11.
Tabel 11 Perhitungan Model Struktural
Koefisien
Koefisien
Regresi Tidak Regresi
Hipotes Hubungan
Kausal
Terstandarisasi
Terstandarisa
is
si
H1
Geografis 0.025
0,046
H2
KR
0.077
0,205
H3
Sosial KR
0.617
0,600
KR

Kerjasama

Nilai t

Keterangan

0,866
3,799
7,422

Tidak
Signifikan
Signifikan
Signifikan

Temuan, Keterbatasan, dan Rekomendasi


Dari Tabel 11 nampak bahwa dari 3 hipotesis yang diuji, 2 hipotesis terdukung, dan 1
hipotesis tidak terdukung. Hipotesis yang terdukung adalah H2 dan H3. Dari hasil analisis
terlihat bahwa H1 tidak terdukung, artinya bahwa kedekatan geografis penyumbang
dengan orang-orang yang akan menerima sumbangan tidak berpengaruh signifikan pada
komitmen panyumbang untuk tetap berelasi dengan organisasi filantropi. Dengan
demikian, hasil temuan penelitian ini berbeda dengan kebiasaan orang-orang yang
memberikan sumbangan secara langsung (tanpa melalui organisasi filantropi) pada orangorang yang membutuhkan bantuan. Pada kasus tersebut, umumnya para penyumbang
memberikan sumbangannya pada mereka karena domisili/lokasi mereka dekat. Oleh
karena itu, para penyumbang tergerak hatinya untuk memberikan sumbangan secara
langsung pada orang-orang yang membutuhkan bantuan tersebut. Hal tersebut terlihat
19

Seminar dan Call for Paper FMI 2013 Pontianak

pada hasil survei yang dilakukan oleh PIRAC (Public Interest Research and Advocacy
Center) bahwa masyarakat berpendapatan menengah ke atas di 11 kota besar di Indonesia
lebih memilih menyalurkan sumbangan secara langsung pada orang-orang yang
membutuhkan (tanpa melalui organisasi filantropi), dengan alasan karena bisa
berinteraksi secara langsung dengan si penerima (m.detik.com/ diakses 5/3/2011).

Adapun prinsip dasar dari teori kluster bahwa kedekatan geografis memungkinkan
seringnya terjadi kontak tatap muka (Audretsch, 1998). Mengacu dari prinsip dasar teori
kluster bahwa adanya kedekatan secara geografis antara penyumbang dan orang-orang
yang menerima sumbangan, sehingga memungkinkan mereka untuk lebih sering bertatap
muka, ternyata tidak memengaruhi komitment relasional penyumbang pada organisasi
tempat mereka memberikan sumbangan selama ini. Sementara itu, Ganesan, et al. (2005)
mengemukakan bahwa teori kluster menunjukkan bahwa pengetahuan seringkali
diperoleh dari organisasi yang terletak dalam jarak geografis yang dekat. Hal ini
mengindikasikan bahwa apabila terdapat kedekatan geografis antara penyumbang dengan
organisasi filantropi tempat mereka memberikan sumbangan (bukan dengan orang-orang
yang menerima sumbangan, seperti yang diteliti dalam riset ini), memungkinkan adanya
pengaruh antara kedekatan geografis dengan komitment relasional penyumbang. Akan
tetapi hal ini perlu diteliti lebih lanjut.

Berdasarkan hasil pengujian H2, seperti disajikan di Tabel 11, kedekatan sosial
berpengaruh signifikan pada komitment relasional. Kedekatan sosial yang dirasakan oleh
penyumbang yang berupa perasaan bahwa orang-orang yang akan menerima donasi
adalah orang yang dekat dengannya. Hal itu bisa didasarkan atas pertemanan,
kekeluargaan dan pengalaman yang berpengaruh positif pada komitment relasional.
Selanjutnya, hal ini mengisyaratkan bahwa para penyumbang yang merasa dekat secara
sosial dengan orang-orang yang menerima sumbangan mereka, bisa memengaruhi
komitmen penyumbang untuk berelasi dengan organisasi yang mengelola sumbangan
tersebut. Hal tersebut seperti temuan riset (berupa diskusi kelompok fokus) yang
dilakukan oleh Notarantonio dan Quigley (2009). Riset tersebut mendukung bahwa
penyumbang akan sulit untuk memiliki komitmen apabila mereka tidak familier dengan
orang-orang yang akan menerima sumbangan.

Penyumbang yang memiliki kedekatan sosial dengan orang-orang yang menerima


sumbangan mereka, umumnya memiliki rasa saling terhubung di antara mereka,
meskipun mereka tidak berada dalam suatu lokasi yang saling berdekatan. Para
penyumbang ini merasa yang mereka berikan dapat dinikmati oleh orang-orang yang
membutuhkan sumbangannya. Dengan demikian, hal itu menyebabkan para penyumbang
20

Seminar dan Call for Paper FMI 2013 Pontianak

ini mempunyai komitmen pada organisasi tempat mereka menyalurkan sumbangannya.


Hal ini sesuai dengan teori pertukaran sosial (Blau, 1964) yang menyatakan bahwa
terdapat berbagai kondisi yang memengaruhi proses pertukaran sosial, antara lain tahapan
dalam pengembangan dan karakter hubungan di antara mitra, sifat manfaat yang ada di
dalam transaksi dan biaya yang terjadi dalam menjalankan hubungan, dan kontak sosial
ketika pertukaran terjadi. Hasil riset ini menegaskan hasil penelitian sebelumnya (diskusi
kelompok fokus) yang dilakukan oleh Notarantonio dan Quigley (2009).

Hipotesis selanjutnya adalah menguji pengaruh komitment relasional pada kerjasama


(H3). Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa hipotesis ini terdukung. Komitmen
penyumbang untuk terus berelasi dengan organisasi filantropi ternyata memengaruhi
kesediaan penyumbang untuk bekerjasama dengan organisasi. Artinya, dengan didasari
oleh komitmen penyumbang pada organisasi, maka untuk selanjutnya keterlibatan mereka
dalam berbagai aktivitas yang dijalankan oleh organisasi sangat dimungkinkan. Hal ini
sesuai dengan temuan Morgan dan Hunt (1994) yang menyatakan bahwa mitra pertukaran
yang memiliki komitment relasional akan bekerjasama dengan anggota lain dan dengan
organisasi. Hal itu karena ingin membuat hubungan tetap berjalan.

Hasil riset ini memberikan makna bahwa dengan adanya komitmen relasional
penyumbang pada organisasi filantropi, maka memungkinkan penyumbang untuk
melakukan berbagai bentuk kerjasama yang mungkin dilakukan oleh penyumbang.
Kemungkinan kerjasama tersebut antara lain, kesediaan untuk memberikan masukan
tentang penyaluran donasi pada sasaran penerima sumbangan dan kesediaan untuk
memberikan sumbangan berupa tenaga dan pikiran. Selain itu, juga terdapat kemungkinan
yang berupa kesediaan untuk menjadi mitra kerja. Adapun kemungkinan lain yang terjadi
adalah adanya kesediaan menjadi panitia pada aktivitas-aktivitas yang diselenggarakan
oleh organisasi filantropi dan kesediaan melakukan positive word of mouth. Hal ini sesuai
dengan pemaparan Palmatier et al. (2006), kerjasama merupakan keluaran relationship
marketing yang bersifat timbal balik. Dengan demikian, temuan riset ini sejalan dengan
teori pertukaran yang dikemukakan oleh Fruchter dan Sigue (2004). Mereka menjelaskan
bahwa dorongan sosial pada komitment relasional datang dari teori pertukaran sosial.
Menurut mereka, pihak-pihak yang berelasi melakukan evaluasi hubungan mereka dalam
suatu konteks keperilakuan.

Kontribusi yang bisa diberikan dari hasil studi ini pada teori pertukaran sosial dan konsep
relationship marketing adalah bahwa teori dan konsep tersebut tidak hanya sesuai untuk
hubungan yang berorientasi keuntungan semata. Akan tetapi teori dan konsep tersebut
juga sesuai untuk diimplementasikan pada hubungan yang tidak berorientasi pada
21

Seminar dan Call for Paper FMI 2013 Pontianak

keuntungan. Blau (1964:98) menjelaskan pertukaran sosial sebagai tindakan sukarela


individu, yang dimotivasi oleh manfaat yang mereka harapkan untuk bisa mereka peroleh,
dan biasanya didapatkan dari pihak lain.

Kontribusi metodologis dari studi ini adalah terkait dengan pengembangan pengukuran
untuk konstruk kedekatan geografis, konstruk kedekatan sosial, dan konstruk kerjasama.
Hal tersebut dilakukan karena pada penelitian-penelitian sebelumnya belum didapatkan
indikator-indikator untuk konstruk kedekatan geografis dan konstruk kedekatan sosial.
Pada konstruk kerjasama, penelitian-penelitian sebelumnya dilakukan di organisasi laba,
sementara ini penelitian ini di organisasi nonlaba. Indikator-indikator hasil dari
pengembangan pengukuran untuk konstruk-konstruk tersebut tentunya bisa digunakan
sebagai acuan bagi periset selanjutnya.

Dalam riset keperilakuan terdapat kemungkinan munculnya bias metoda umum (common
method biases) dikarenakan panjangnya skala dan keterbatasan ingatan responden. Oleh
karena itu, mengacu pada saran Podsakoff, MacKenzie, Lee, dan Podsakoff (2003) bahwa
untuk meminimalkan bias metoda umum, kuesioner dalam riset ini menggunakan kalimat
sederhana, mudah dipahami, dan tidak ambigu. Upaya lain yang telah dilakukan dalam
penelitian ini adalah tidak dicantumkannya nama variabel di kuesioner penelitian.

Boschma (2005) memilah variabel kedekatan menjadi lima dimensi, yaitu kedekatan
geografis, kedekatan kognitif, kedekatan organisasional, kedekatan sosial, dan kedekatan
institusional. Adapun dalam riset ini hanya difokuskan pada dua dimensi, yaitu kedekatan
sosial dan kedekatan geografis. Oleh karena itu, penelitian selanjutnya dapat mengkaji
dimensi-dimensi kedekatan lainnya yang belum diteliti dalam riset ini, yaitu kedekatan
kognitif, kedekatan organisasional, dan kedekatan institusional. Pengkaitan dimensidimensi ini dengan relationship marketing merupakan suatu pengkajian yang menarik.
5. Daftar Pustaka
Anderson, J. C. and J. A. Narus (1990), "A Model of Distributor Firm and Manufacturer
Firm Working Partnerships," Journal of Marketing, Vol. 54 (January), 42-58.
Arnett, D. B.; S. D. German; and S. D. Hunt (2003), The Identity Salience Model of
Relationship Marketing Success: The Case of Nonprofit Marketing, Journal of
Marketing, Vol. 67 (April), 89-105.
Audretsch D. B. (1998), Agglomeration and The Location of Innovative Activity,
Oxford Review of Economic Policy, Vol. 14, No. 2, 18-29.
Bagozzi, R. P. (1975), Social Exchange in Marketing, Journal of the Academy of
Marketing Science, Vol. 3, No. 4, 314-327.
Bartlett, M. Y. and D. DeSteno (2006), Gratitude and Prosocial Behavior: Helping When
It Costs You, Psychological Science, Vol. 17 (April), No. 4, 319-325.
Blau, P. M. (1964), Exchange and Power in Social Life, New York: John Wiley & Sons,
Inc.
22

Seminar dan Call for Paper FMI 2013 Pontianak

Boschma, R. A. (2005), Proximity and Innovation: A Critical Assessment, Regional


Studies, Vol. 39 (February), No. 1, 6174.
Chaston, I. (2000), Relationship Marketing and The Orientation Customers Require of
Suppliers. Journal of Service Industries, Vol. 20 (July), No. 3, 147-166.
Cheshire, C.; A. Gerbasi; and K. S. Cook (2010), Trust and Transitions in Modes of
Exchange, Social Psychology Quarterly, Vol. 73, No. 2, 176-195.
Chou, Y. C.; P. L. Chang; and H. Y. Yen (2011), Temporary Worker Performance and
Its Antecedent Factors from The Viewpoint of Relationship Marketing, Social
Behavior and Personality, Vol. 39, No. 2, 161-172.
Churcill, G. A. Jr (1979), A Paradigm for Developing Better Measures of Marketing
Constructs, Journal of Marketing Research, Vol. XVI (February), 64-73.
Cropanzano, R. and M. S. Mitchell (2005), Social Exchange Theory: An
Interdisciplinary Review, Journal of Management, Vol. 31 (December), No. 6,
874-900.
Domenico, M. L. D.; P. Tracey; and H. Haugh (2009), The Dialectic of Social
Exchange: Theorizing Corporate-Social Enterprise Collaboration, Organization
Studies, Vol. 30, 887-907.
Dwyer, F. R.; P. H. Schurr; and S. Oh (1987), Developing Buyer-Seller Relationships,
Journal of Marketing, Vol. 51 (April), No. 2, 11-27.
Fruchter, G. E. and S. P. Sigue (2004), Managing Relational Exchanges, Journal of
Service Research, Vol. 7 (November), No. 2, 142-154.
Ganesan S.; A. J. Malter; and A. Rindfleisch (2005), Does Distance Still Matter?
Geographic Proximity and New Product, Development, Journal of Marketing,
Vol. 69, No. 4 (Oct.), 44--60.
Gronross, C. (1994), From Marketing Mix to Relationship Marketing: Toward A
Paradigm Shift in Marketing, Management Decision, Vol. 32, No. 2, 4-20.
Gundlach, G. T.; R. S. Achrol; and J. T. Mentzer (1995), "The Structure of Commitment
in Exchange," Journal of Marketing, Vol. 59 (January), 78-92.
Hair, Jr. J. F.; W. C. Black; B. J. Babin; and R. E. Anderson (2010), Multivariate Data
Analysis: A Global Perspective, 7th ed., Upper Saddle River, New Jersey: Pearson
Education, Inc.
Kelley, H. H. and J. L. Michela (1980), Attribution Theory and Research, Annual
Review Psychology, Vol. 31, 457--501.
Kerlinger, F. N. And H. B. Lee (2000), Foundations of Behavioral Research, 4th ed.,
Orlando, USA: Harcourt College Publishers.
Lahdesmaki, M. and T. Suutari (2012), Keeping at Arms Length or Searching for Social
Proximity? Corporate Social Responsibility as a Reciprocal Process Between
Small Businesses and the Local Community, J Bus Ethics, Vol. 108, 481493.
Lee, J. W. C; O. Mohamad; and T. Ramayah (2010), Outsourcing: is The Social
Exchange Theory Still Relevant in Developing Countries? Journal of Research
in Interactive Marketing, Vol. 4, No. 4, 316-345.
Malhotra, N. K. (2010), Marketing Research: An Applied Orientation, 6th ed., Upper
Saddle River, New Jersey: Pearson Education, Inc.
McCort, J. D. (1994), A Framework for Evaluating The Relational Extent of A
Relationship Marketing Strategy: The Case of Nonprofit Organizations, Journal
of Direct Marketing, Vol. 8 (Spring), No. 2, 53-65.
Moodysson, J. and O. Jonsson (2007), Knowledge Collaboration and Proximity: The
Spatial Organization of Biotech Innovation Projects, European Urban and
Regional Studies, Vol. 14, No. 2, 115-131.
Moorman, C.; R. Deshpande; and G. Zaltman (1993), Factors Affecting Trust in Market
Relationships, Journal of Marketing, Vol. 57 (January), No. 1, 81-101.
Morgan, G. A.; N. L. Leech; G. W. Gloeckner; and Barrett K. C. (2004), SPSS for
Introductory Statistics, Use and Interpretation, 2nd ed., New Jersey, London:
Lawrence Erlbaum Associates, Inc., Publishers.
Morgan, R. M. and S. D. Hunt (1994), The Commitment-Trust Theory of Relationship
Marketing, Journal of Marketing, Vol. 58 (July), No. 3, 20-38.

23

Seminar dan Call for Paper FMI 2013 Pontianak

Nicholson, J. D.; A. Lindgreen; and P. J. Kitchen (2008), Relevant Marketing


Geography: A Competency-Based Perspective, Marketing Intelligence &
Planning, Vol. 26, No. 3, 235-252.
Notarantonio, E. M. and C. J. Quigley (2009), An Investigation of The Giving Behavior
of Loyal, Lapses, and Non-Givers To A Religious Organization, International
Journal Nonprofit Voluntary Sector Marketing, Vol. 14 (August), 297-310.
Palmatier, R. W.; R. J. Dant; D. Grewal; and K. R. Evans (2006), Factors Influencing the
Effectiveness of Relationship Marketing: A Meta-Analysis,
Journal of
Marketing, Vol. 70 (October), 136153.
Podsakoff, P. M.; MacKenzie, S. B.; Lee, J.; and Podsakoff N. P. (2003), Common
Method Biases in Behavioral Research: A Critrical Review of the Literature and
Recommended Remedies, Journal of Applied Psychology, Vol. 88, No. 5, 879903.
Polonsky, M. J. and E. K. Macdonald (2000), Exploring The Link Between CauseRelated Marketing and Brand building, International Journal Nonprofit
Voluntary Sector Marketing, Vol. 5, No. 1, 4657.
Sweeney J. C. and D. A. Webb (2007), How Functional, Psychological, and Social
Relationship Benefits Influence Individual and Firm Commitment to The
Relationship, Journal of Business & Industrial Marketing, Vol. 22, No.7, 474
488.
Taylor, P. J. (2006), Proximity Coefficients As A Measure of Interrelationships In
Sequences of Behavior, Behavior Research Methods, Vol. 38, No. 1, 42-50.
Torre, A. and J. P. Gilly (2000), Debates and Surveys: On The Analytical Dimsension of
Proximity Dynamics, Regional Studies,Vol. 34 (April), No. 2, 169-180.
Zeller, C. (2004), North Atlantic Innovative Relations of Swiss Pharmaceuticals and The
Proximities with Regional Biotech Arenas, Economic Geography, Vol. 80
(January), No. 1, 83-111.
m.detik.com/read/2008/04/03/093437/917591/85/jasa-layanan-penyalur-sumbangankurang-diminati, diakses 5/3/2011.
http://www.bps.go.id/brs_file/kemiskinan_02jan13.pdf, diakses 8/3/2013.

24

Você também pode gostar