Você está na página 1de 54

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

P DENGAN ASMA BRONCHIAL


DI RUANG DAHLIA RSUD Dr.SOESELO SLAWI

KARYA TULIS ILMIAH


Disusun untuk memenuhi syarat memperoleh gelar
Ahli Madya Keperawatan pada Program Studi D III Keperawatan
Di STIKes BHAMADA Slawi
Disusun Oleh

Nama

ARIS SETIAWAN

NIM

: A0010046

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BHAKTI MANDALA HUSADA
TAHUN 2013

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Tantangan dan masalah merupakan tanda bahwa kita masih


hidup, tantangan yang dijalani dengan bersungguh - sungguh,
akan memberikan pelajaran yang paling berharga bagi
kehidupan kita.
Prinsip hidup menjadi Penopang menjalani kehidupan, selalu
ingatlah tujuan dari rumah, tujuan untuk ibadah, tujuan yang
didasarkan atas nama Allah SWT.
Belajarlah untuk memberi. Jika itu masih sulit, belajarlah
tersenyum sebab senyuman yang tulus adalah pemberian dari
hati.

Karya Tulis Ilmiah ini saya persembahkan :


1.

Kedua orang tua yang selalu saya cintai dan hormati

2.

Kakak-kakakku yang tercinta

3.

Saudara-saudara yang tersayang

4.

Teman-teman yang saya banggakan

5.

Calon pendamping hidup yang selalu mendukung saya

Persetujuan Ujian Sidang Karya Tulis Ilmiah


Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa
Laporan Kasus yang berjudul :
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. P DENGAN ASMA BRONCHIAL
DI RUANG DAHLIA RSUD Dr.SOESELO SLAWI

Dipersiapkan dan disusun oleh :


Nama
: Aris Setiawan
Nim
: A0010046

Telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing KTI untuk diseminarkan dalam
Ujian Sidang KTI pada tanggal 1 Agustus 2013

Pembimbing

Uswatun Insani, S. Kep, Ns.


NIPY : 1981.07.02.09.046

Pengesahan Karya Tulis Ilmiah

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa


Laporan Kasus yang berjudul :
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. P DENGAN ASMA BRONCHIAL
DI RUANG DAHLIA RSUD Dr.SOESELO SLAWI

Dipersiapkan dan disusun oleh :


Nama : Aris Setiawan
NIM : A0010046
Telah dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal 5 Agustus 2013 dan
dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima

Penguji I,

Sri Hidayati, S. Kep, Ns. M.Kep


NIPY : 1979.11.10.10.06.039
Pembimbing II,

Uswatun Insani, S. Kep, Ns.


NIPY : 1981.07.02.09.046
Mengetahui
Ketua STIKES Bhamada slawi

Risnanto, SST. M. Kes


NIPY : 1972.06.10.97.007
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia, rahmat, dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. P DENGAN ASMA BRONCHIAL DI
RUANG DAHLIA RSUD Dr.SOESELO SLAWI. Sholawat serta salam semoga
senantiasa kita haturkan kepada Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga dan
sahabatnya yang telah memimpin umatnya dengan perantara kebenaran.
Pada kesempatan ini pula, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuan, dorongan dan bimbingan yang tak ternilai harganya dalam
segala persiapan, pelaksanaan hingga terselesaikannya penyusunan Proposal Karya
Tulis Ilmiah ini yaitu kepada :
1. Risnanto, SST, M. Kes, Ketua STIKes Bhakti Mandala Husada Slawi.
2. Arifin Dwi Atmaja, S.Kep, Ns. Selaku Ka Prodi D III Keperawatan STIKes
Bhakti Mandala Husada Slawi.
3. Uswatun Insani, S.Kep, Ns. selaku Pembimbing Karya Tulis Ilmiah yang telah
memberikan bimbingan, motivasi dan pengarahan.
4. Seluruh Dosen Prodi D III Keperawatan STIKes Bhamada Slawi yang telah
banyak membekali ilmu pengetahuan yang bermanfaat kepada penulis.
5. Bapak, Ibu dan kakak tercinta, terima kasih yang telah memberikan semangat,
dorongan dan doanya.
6. Teman-teman seperjuangan angkatan 2012/2013 yang selalu membuat suasana
menjadi ceria dan menciptakan semangat.

7. Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung dan tidak langsung
yang tidak dapat disebutkan satu per satu dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah
ini.
Demikian laporan kasus Asuhan Keperawatan ini saya tulis, harapan penulis
semoga asuhan keperawatan ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca dalam
menambah wawasan.

Slawi, 5 Agustus 2013

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................

HALAMAN PERSEMBAHAN................................................................

ii

HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................

iii

HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................

iv

KATA PENGANTAR ................................................................................

DAFTAR ISI ..............................................................................................

vii

BAB I

BAB II

PENDAHULUAN..................................................................

A. Latar Belakang Masalah....................................................

B. Tujuan Penulisan...............................................................

C. Manfaat Penulisan.............................................................

TINJAUAN TEORI.................................................................

A. Pengertian ............................................................................................

B. Klasifikasi asma ...................................................................................

C. Etiologi..................................................................................................

D. Patofisiologi .........................................................................................

E. Pathways ..............................................................................................

11

F. Manifestasi Klinik ................................................................................

12

G. Pemeriksaan Diagnostik .......................................................................

12

H. Komplikasi ...........................................................................................

13

I. Penatalaksaan .......................................................................................

14

J. Asuhan Keperawatan ...........................................................................

15

BAB III

TINJAUAN KASUS................................................................

22

A. Pengkajian.............................................................................................

22

B. Identitas.................................................................................................

22

C. Riwayat Kesehatan................................................................................

23

D. Pola kesehatan Fungsional....................................................................

23

E. Pemeriksaan Fisik.................................................................................

26

F. Pemeriksaan Penunjang........................................................................

29

G. Analisa Data..........................................................................................

30

H. Prioritas Diagnosa Keperawatan...........................................................

31

I. Rencana keperawatan............................................................................

32

J. Catatan Keperawatan dan Evaluasi Keperawatan.................................

34

BAB IV PEMBAHASAN........................................................................

46

BAB V

51

PENUTUP..................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut WHO (2012), menginformasikan jumlah penderita asma di dunia
mencapai 100-300 juta orang dan 255.000 diantaranya meninggal dunia. Di
Indonesia sendiri, 10% dari 250 juta penduduk Indonesia diperkirakan menderita
asma. Dari jumlah penderita tersebut 10-20% diantaranya adalah anak-anak.
Asma pada anak-anak biasanya akan sembuh dengan sendirinya.
Pada masa anak-anak ditemukan prevalensi anak laki-laki dibandingkan
anak perempuan 1,5 : 1, tetapi menjelang dewasa perbandingan tersebut hampir
sama dan pada masa menopause perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki.
Umumnya prevalensi asma anak lebih tinggi dibandingkan dewasa, tetapi ada
pula yang melaporkan prevalensi dewasa lebih tinggi dari anak. Angka ini juga
berbeda-beda antara satu kota yang lain di negara yang sama. Di Indonesia
prevalensi asma berkisar antara 5-7 % (Sundaru, 2010).
Penyakit asma awalnya merupakan penyakit genetik yang diturunkan dari
orang tua yang karir pada anaknya. Namun, akhir-akhir ini genetik bukan
merupakan penyebab penyakit asma. Polusi udara dan kurangnya kebersihan
lingkungan di kota-kota besar merupakan faktor dominan dalam peningkatan
serangan asma. Orang yang menderita penyakit asma 70% diantaranya adalah
disebabkan karena perilaku individu dan gaya hidup yang kurang bersih dan 30%
diantaranya karena faktor genetik. Menurut penelitian, anak yang mengalami

asma ringan akan sembuh pada usia 12-13 tahun, sedangkan 50-60% lainnya akan
sembuh pada usia 25 tahun dan sisanya sebanyak 20% akan menderita asma
seumur hidupnya, hal inilah yang digolongkan penyakit asma yang berat
(Sundaru, 2010).
Asma telah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu, para ahli masih belum
sepakat mengenai definisi penyakit tersebut. Dari waktu ke waktu definisi asma
terus mengalami perubahan. Definisi asma ternyata tidak mempermudah
membuat diagnosis asma, sehingga secara praktis para ahli berpendapat asma
merupakan penyakit paru dengan karakteristik obstruksi saluran nafas yang
reversibel (tetapi tidak lengkap pada beberapa pasien) baik secara spontan
maupun dengan pengobatan, inflamasi saluran nafas, peningkatan respons saluran
nafas terhadap berbagai rangsangan (Davey, 2010)
Obstruksi saluran nafas ini memberikan gejala-gajala asma seperti batuk,
mengi, dan sesak nafas. Penyempitan saluran nafas pada asma dapat terjadi secara
bertahap, perlahan-lahan dan bahkan menetap dengan pengobatan tetapi dapat
pula terjadi mendadak, sehingga menimbulkan kesulitan nafas yang akut. Derajat
obstruksi ditentukan oleh diameter lumen saluran nafas, dipengaruhi oleh edema
dinding bronkus. Diduga baik obstruksi maupun peningkatan respon terhadap
berbagai rangsangan didasari oleh inflamasi saluran nafas (Sundaru, 2010).
Asma merupakan penyakit kronis yang membutuhkan terapi pemeliharaan.
Faktor resiko kematian karena asma adalah akibat dari terapi yang buruk.
Komplikasi lain yang mungkin muncul dari diagnosa asma adalah status
asmatikus,

bronkitis

kronik,

bronkiolitis,

pneumonia,

atelektasis, pneumothorak, dan kematian (Betz, 2010).

emfisema

kronik,

Menurut data yang ada di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. SOESELO
Slawi pada bulan Januari sampai bulan Juni 2013 didapatkan jumlah penderita
asma bronchial yang berkunjung sejumlah 19 orang.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melaksanakan
asuhan keperawatan pada pasien Asma Bronchial di Rumah Sakit Umum Daerah
Dr. SOESELO Slawi.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mampu melaksanakan asuhan keperawatan secara komprehensif pada pasien
asma bronchial.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melaksanakan pengkajian pada pasien asma bronchial.
b. Mampu menentukan diagnosa keperawatan pada pasien asma bronchial.
c. Mampu melaksanakan rencana tindakan keperawatan yang diperlukan
pasien asma bronchial sesuai dengan prioritas diagnosa keperawatan.
d. Mampu melaksanakan implementasi asuhan keperawatan pada pasien
asma bronchial.
e. Mampu melaksanakan evaluasi keperawatan yang dilakukan pada pasien
asma bronchial.
f. Mampu melaksanakan pendokumentasian yang dilakukan pada pasien
asma bronchial.

C. Manfaat Penulisan
1. Rumah Sakit

Menjadi masukan dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan mutu


pelayanan keperawatan.

2. Institusi Pendidikan
Dapat digunakan sebagai kepustakaan bagi mahasiswa dalam menyusun
asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami asma bronchial.
3. Masyarakat
Sebagai pedoman untuk peningkatan pengetahuan pasien yang mengalami
asma bronchial.
4. Penulis
Sebagai pedoman bagi penulis untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan penulis, baik dari segi konsep dasar penyakit maupun konsep
dasar keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang
mengalami asma bronchial.

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Asma adalah penyempitan bronkus yang bersifat reversibel yang terjadi
oleh karena bronkus yang hiperaktif mengalami kontaminasi dengan antigen
(Rab, 2002).
Asma adalah penyakit paru yang didalamnya terdapat obstruksi jalan
nafas, inflamasi jalan nafas, dan jalan nafas yang hiperresponsif atau spasme
otot polos bronchial (Betz, 2002).
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronchial dengan ciri
bronkospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran nafas) (Somantri, 2008).
Definisi asma dapat disimpulkan sebagai penyakit paru yang didalamnya
terdapat obstrutif intermitten, reversible, ditandai dengan hiperresponsif dengan
ciri bronkospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran nafas).

B. Klasifikasi
Klasifikasi asma menurut Smeltzer & Bare (2002), asma sering

dicirikan

sebagai berikut:
a. Asma alergik
Asma yang disebabkan oleh alergen atau alergen-alergen yang dikenal
(misalnya serbuk sari, binatang, amarah, makanan, dan jamur). Kebanyakan
alergen terdapat di udara dan musiman. Pasien dengan asma alergik
biasanya mempunyai riwayat medis masa lalu ekzema atau rhinitis alergik.

b. Asma idiopatik atau nonalergik


Tidak berhubungan dengan alergen spesifik. Faktor-faktor, seperti commond
cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan
dapat mencetuskan serangan. Beberapa agen farmakologik, seperti aspirin
dan agens anti inflamasi non steroid lain, pewarna rambut, antagonis betaadrenergik, dan agent sulfit (pengawet makanan), juga mungkin menjadi
faktor. Serangan asma idiopatik atau nonalergik menjadi lebih berat dan
sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi
bronkitis kronis dan emfisema.
c. Asma gabungan
Adalah bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik
dari bentuk alergik maupun bentuk idiopatik atau nonalergik.

C. Etiologi
Menurut Somantri (2008) ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi
dan presipitasi timbulnya serangan asma bronchial.
1. Faktor predisposisi
Faktor

genetik

yang

diturunkan

adalah

bakat

alerginya,

meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas.


Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga
menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat
mudah terkena penyakit asma broncial jika terpapar dengan foktor pencetus.
Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.

2. Faktor presipitasi
a. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan. Seperti : debu,
bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
2. Ingestan, yang masuk melalui mulut. Seperti : makanan dan obatobatan.
3. Kontaktan,

yang

masuk

melalui

kontak

dengan

kulit.

seperti : perhiasan, logam dan jam tangan.


b. Perubahan cuaca
c. Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi
asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu
terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan
dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga.
Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
d. Stress.
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain
itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping
gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang
mengalami

stress/gangguanemosi

perlu

diberi

nasehat

untuk

menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi


maka gejala asmanya belum bisa diobati.

e. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan
asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang
yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes,
polisi lalu lintas.
f. Olah raga/aktifitas jasmani yang berat. Sebagian besar penderita asma
akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau olah
raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma.
Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai
aktifitas tersebut.

D. Patofisiologi
Obstruksi saluran nafas pada asma merupakan kombinasi spasme otot
bronkus, sumbatan mukus, edema dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi
bertambah berat selama ekspirasi karena secara fisiologis saluran nafas
menyempit pada fase tersebut. Hal ini mengakibatkan udara distal di tempat
terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa di ekspirasi. Selanjutnya terjadi
peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional (KRF), dan pasien akan
bernafas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total (KPT).
Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran nafas tetap terbuka dan
pertukaran gas berjalan lancar. Untuk mempertahankan hiperinflasi ini
diperlukan otot-otot bantu nafas (Sundaru, 2006).
Gangguan yang berupa obstruksi saluran nafas dapat dinilai secara dengan
VEP (Volume Ekspirasi Paksa detik pertama) atau APE (Arus Puncak

Ekspirasi), sedangkan penurunan KVP (Kapasitas Vital Paksa) menggambarkan


derajat hiperinflasi paru. Penyempitan saluran nafas dapat terjadi baik pada
saluran nafas besar, sedang, maupun kecil. Gejala mengi menandakan ada
penyempitan di saluran nafas besar, sedangkan pada saluran nafas kecil, batuk
dan sesak lebih dominan dibanding mengi (Sundaru, 2006).
Penyempitan saluran nafas ternyata tidak merata diseluruh bagian paru.
Ada daerah-daerah yang kurang mendapat ventilasi, sehingga darah kapiler yang
melalui daerah tersebut mengalami hipoksemia. Penurunan PaO2 mungkin
merupakan kelainan pada asma sub-klinis. Untuk mengatasi oksigen terpenuhi.
Tetapi akibatnya pengeluaran CO2 menjadi berlebihan sehingga PaCO2 menurun
yang kemudian menimbulkan alkalosis respiratorik. Pada serangan asma yang
lebih berat lagi banyak saluran nafas dan alveolus tertutup oleh mukus sehingga
tidak memungkinkan lagi terjadinya pertukaran gas. Hal ini menyebabkan
hipoksemia dan kerja otot-otot pernafasan bertambah berat serta terjadi
peningkatan produksi CO2. Peningkatan produksi CO2 yang disertai dengan
penurunan ventilasi alveolus menyebabkan retensi CO2 (hiperkapnia) dan terjadi
asidosis respiratorik atau gagal nafas. Hipoksemia yang berlangsung lama
menyebabkan shunting yaitu peredaran darah tanpa melalui unit pertukaran gas
yang baik, yang akibatnya memperburuk hiperkapnia. Dengan demikian
penyempitan saluran nafas pada asma akan terjadi :
a.

Gangguan ventilasi berupa hipoventilasi, adalah keadaan


dimana terjadinya penurunan sirkulasi O2.

b.

Ketidakseimbangan ventilasi perfusi dimana distribusi ventilasi


tidak setara dengan sirkulasi darah paru.

c.

Gangguan difusi gas di tingkat alveoli, keadaan dimana terdapat


gangguan pertukaran gas akibat sumbatan jalan nafas atau ketidakefektifan
fungsi pernafasan.
Ketiga faktor ini akan mengakibatkan hipoksemia, hiperkaonia, asidosis
respiratorik pada tahap yang sangat lanjut (Sundaru, 2006).

E. Pathway
Ekstrinsik (alergi, cuaca, aktivitas)

Intrinsik (aspirin, psikososial, sterss)

Bronchial mukosa
menjadi sensitif oleh Ig E

Penurunan stimulasi reseptor


terhadap iritan pada trakeobronchial

Peningkatan mast cell


pada trakeobronchial

Stimulasi bronchial dan


kontraksi otot bronkus

stimulasi reflek reseptor saraf parasimpatis


pada mukosa bronchial

Respon dinding bronkus


hipersekresi mukosa
Bersihan jalan nafas
tidak efektif

Bronkospasme

sesak nafas

ventilasi terganggu

ketidakseimbangan
suplai O2

Intoleransi
aktivitas

sekret tidak keluar

hipoventilasi
penggunaan
otot bantu
nafas

gangguan suplai O2,


obstruksi jalan nafas
oleh sekresi, sapasme bronkus

kelelahan

penumpukan sekret
yang kental

kerusakan
alveoli

Kerusakan
pertukaran gas

Sumber : Sundaru, Heru (2006)

menetapnya
batuk
sekret
tidak efektif
tidak adekuatnya
pertahanan utama

Resti
infeksi

F. Manifestasi Klinik
Tiga gejala umum asma adalah batuk, dispnea, dan mengi. Pada beberapa
keadaan, batuk mungkin satu-satunya gejala. Serangan asma sering kali terjadi
pada malam hari. Penyebabnya belum dimengerti dengan jelas, tetapi mungkin
berhubungan dengan variasi sirkadian, yang mempengaruhi ambang reseptor
jalan nafas (Smeltzer & Bare, 2002).
G. Pemeriksaan Diagnostik (Sundaru, 2006)
Menurut Sundaru (2006) ada beberapa pemeriksaan yang dilakukan untuk
mengetahui penyakit asma, pemeriksaan tersebut meliputi:
a. Pemeriksaan Spirometri
Paling cepat dan sederhana untuk menegakkan diagnosis asma, adalah
melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan ini dilakukan
sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator hirup (inhaler atau nebulizer).
Peningkatan VEP atau KVP sebanyak 20% menunjukkan diagnosis asma.
b. Uji provokasi bronkus
Dilakukan untuk mengetahui hiperaktivitas bronkus, yang dilakukan dengan
histamin, metakolin, kegiatan jasmani, udara dingin, uap air, alergen.
Penurunan VEP sebesar 20% atau lebih dianggap bermakna.
c. Pemeriksaan sputum
Sputum eosinofil sangat karakteristik untuk asma, sedangkan neutrofil sangat
dominan pada bronkitis kronik.
d. Pemeriksaan Eosinofil Total
Jumlah eosinofil total dalam darah sering meningkat pada pasien asma. Hal
ini dapat membantu dalam membedakan asma dari bronkitis kronik. Juga

dapat sebagai patokan untuk menentukan cukup tidaknya dosis kortikosteroid


yang dibutuhkan pasien asma.
e. Uji kulit
Menunjukkan adanya antibodi IgE spesifik dalam tubuh.
f. Foto Dada
Dilakukan untuk menyingkirkan penyebab lain obstruksi saluran nafas dan
adanya kecurigaan terhadap proses patologis di paru atau komplikasi asma.
g. Analisis Gas Darah
Pemeriksaan hanya dilakukan pada asma yang berat. Pada fase awal
serangan, terjadi hipoksemia dan hipokapnia (PaCO2 < 35 mmHg), kemudian
pada stadium yang lebih berat PaCO2 justru mendekati normal sampai
normo-kapnia, selanjutnya pada asma yang sangat berat terjadi hiperkapnia
(PaCO2 45 mmHg), hipoksemia dan asidosis respiratorik

H.

Komplikasi
Komplikasi asma menurut Sundaru (2006) adalah :
a. Pneumotoraks.
b. Pneumodiastinum dan enfisema subkutis.
c. Atelektasis.
d. Aspergilosis bronkopulmoner alergik.
e. Gagal nafas.
f. Bronkitis.
g. Fraktur iga.

I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien asma menurut Somantri (2008) adalah :
a. Medis
1. Mencegah ikatan alergen IgE.
2. Mencegah perlepasan mediator.
3. Melebarkan saluran nafas dengan bronkodilator.
4. Mengurangi respons dengan jalan meredam inflamasi saluran nafas
b. Keperawatan
1) Faktor penting yang harus diperhatikan adalah :
a)

Waktu terjadinya serangan.

b)

Obat-obatan yang telah diberikan (jenis dan dosis).


2) Pemberian obat bronkodilator.
3) Penilaian terhadap perbaikan serangan.
4) Pertimbangan terhadap pemberian kortikosteroid.
5) Setelah serangan mereda cari faktor penyebabnya dan segera
modifikasi pengobatan penunjang selanjutnya.
6) penyuluhan pasien, penting untuk keberhasilan penatalaksanaan,
khususnya penjelasan mengenai pemicu, penggunaan dan peran obatobatan, dan bagaimana mendeteksi dan bereaksi terhadap pemburukan.
7) Menghindari pemicu lingkungan atau alergen, terutama menghindari
asap rokok.

J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan menurut Doengoes (2000) adalah sebagai berikut:

a. Aktivitas/istirahat.
Gejala

: Keletihan, kelelahan, malaise.

Tanda

: Keletihan, gelisah, insomnia.

b. Sirkulasi.
Gejala

: Pembengkakan pada extremitas bawah.

Tanda

: Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi


jantung/takikardia.

c. Intregitas Ego.
Gejala

: Peningkatan faktor resiko, perubahan pola hidup.

Tanda

: ansietas, ketakutan, peka rangsang.

d. Makanan/Cairan.
Gejala

: Mual/muntah, nafsu makan menurun, penurunan berat


badan.

Tanda

: Turgor kulit buruk, oedema dependen, berkeringat.

e. Higiene.
Gejala

: Penurunan kemampuan.

Tanda

: Kebersihan buruk, bau badan.

f. Pernapasan.
Gejala

: Nafas pendek, ketidakmampuan untuk bernafas,


batuk menetap dengan produksi sputum, dada tertekan,
asma.

Tanda

: Pernafasan biasanya cepat dapat lambat, fase exspirasi


panjang.
1)

Penggunaan alat bantu pernafasan.

2) Dada dapat terlihat hiperplasi.

3) Bunyi rapai redup, exspirasi mengi.


4) Kesulitan bicara lebih dari 4-5 jam.
5) Warna pucat dengan sianosis bibir.
g. Keamanan.
Gejala

: Riwayat reaksi alergi atau sensitif terhadap zat/faktor


lingkungan.

1)

Adanya/berulangnya infeksi.
2) Kemerahan/berkeringat.
h. Seksualitas.
Gejala

: Penurunan libido.

i. Interaksi sosial.
Gejala

: Hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung.

Tanda

: Ketidakmampuan untuk mempertahankan suara karena


distress pernapasan, keterbatasan mobilitas fisik.

2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Doengoes (2000), diagnosa yang mungkin muncul pada pasien
dengan Asma Bronchial adalah:
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasme.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai
oksigen.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya sistem imunitas.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan

3.

Fokus Intervensi
Menurut Doengoes (2000), fokus intervensi pada pasien dengan Asma
Bronchial adalah:
a. Bersihan

jalan

nafas

tidak

efektifnya

berhubungan

dengan

bronkospasme.
Tujuan

: Bersihan jalan nafas efektif.

Kriteria hasil : 1. Frekuensi nafas normal 16 24 kali/menit.


2. Bunyi nafas bersih.
3. Jalan nafas bersih.

INTERVENSI
1) Kaji perubahan pola nafas.
Rasional : pola nafas dapat berubah karena ada sumbatan jalan
nafas.
2) Tingkatkan masukan cairan 2-3 liter / hari.
Rasional: hidrasi dapat membantu mengencerkan lendir.
3) Lakukan inhalasi dua kali / hari.
Rasional : dengan menghirup uap dapat mengencerkan sekresi dan
mengurangi inflamasi mukosa.
4) Anjurkan klien memilih posisi semi fowler.
Rasional: untuk meningkatkan drainase dari sisi sinus yang
terinfeksi.
5) Kolaborasi dalam pemberian pengobatan sistemik atau topical.
Rasional: untuk menghilangkan kongesti nasal atau tenggorok

b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai


oksigen.
Tujuan

: Perbaikan ventilasi dan oksigaen jaringan adekuat

Kriteria hasil : Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan


adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas
gejala distres pernapasan.
Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat
kemampuan/situasi.
INTERVENSI
1)

Kaji frekuensi dan kedalaman pernapasan.


Rasional: berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan dan
kronisnya proses penyakit.

2)

Kaji secara rutin kulit dan warna membran mukosa.


Rasional: sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral
(terlihat sekitar bibir/daun telinga).

3)

Palpasi fremitus.
Rasional: penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan.

4)

Awasi tanda vital dan irama jantung.


Rasional: takikardi, disritmia dan penurunan tekanan darah dapat
menunjukan fekhipoksemia.

5)

Berikan oksigen tambahan yaitu sesuai dengan indikasi


hasil GDA dan toleransi pasien.
Rasioanal: dapat memperbaiki/mencegah memburuknya hipoksia

c. Resti terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya sistem


imun.
Tujuan

: Menurunkan resiko infeksi

Kriteria hasil : 1. Menyatakan pemahaman penyebab/faktor resiko


individu.
2. Mengidentifikasi intervensi untuk
mencegah/menurunkan resiko infeksi.
INTERVENSI
1) Awasi suhu.
Rasional: demam dapat terjadi karena infeksi atau dehidrasi.
2) Kaji pentingnya latihan napas, batuk efektif, perubahan posisi sering.
Rasional: aktivitas ini meningkatkan mobilisasi dan pengeluaran
sekret untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi paru.
3) Observasi warna, karakter, bau sputum.
Rasional: sekret berbau, kehijauan menunjukan adanya infeksi paru.
4) Dorong keseimbangan antara aktifitas dan istirahat.
Rasional: konsumsi/kebutuhan keseimbangan oksigen.
5) Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat.
Rasional: mal nutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum.

d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan.


Tujuan

: Agar dapat beraktifitas seperti biasa.

Kriteria hasil

1. Menunjukkan peningkatan aktivitas secara


bertahap.
2. Mampu mempertahankan frekuensi pernafasan.

INTERVENSI
1) Ukur nadi, tekanan darah, dan pernapasan.
Rasional: tanda-tanda vital dapat berubah antara sebelum dan sesudah
beraktivitas.
2) Pertimbangkan frekuensi, irama, dan kualitas pernafasan.
Rasional:

mengidentifikasi

tingkat

kemampuan

klien

untuk

beraktivitas.
3) Ukur tanda-tanda vital segera setelah aktivitas.
Rasional: mengevaluasi segera perkembangan yang terjadi.
4) Kurangi intensitas, frekuensi atau lamanya aktivitas jika frekuensi
pernafasan meningkat berlebihan setelah aktivitas.
Rasional: mencegah terjadinya komplikasi atau memperburuk
keadaan individu.

BAB III
TINJAUAN KASUS

A. PENGKAJIAN
Tanggal pengkajian
Nama Mahasiswa
B.

: 25 Juni 2013
: Aris setiawan

IDENTITAS
1. Pasien
Nama
: Tn. P
Umur
: 53 Tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Alamat
: Slawi Wetan RT: 4/RW: 4
Pendidikan
: SMP
Pekerjaan
: Wiraswata
Tanggal masuk
: 24 Juni 2013
No. registrasi
: 316461
Diagnosa medis
: Asma Bronkhial
2. Penanggung Jawab
Nama
: Ny. Y
Alamat
: Slawi Wetan RT: 4/RW: 4
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Hubungan dengan pasien
: Istri

C. RIWAYAT KESEHATAN
KELUHAN UTAMA : Tn. P mengatakan merasakan sesak nafas disertai batuk
berdahak.
1. Riwayat Kesehatan Sekarang :
Tn. P masuk RSUD Dr. Soeselo slawi Pada tanggal 24 Juni 2013 sekitar jam
18.50 WIB. Sebelum di bawa ke RSUD Dr. Soeselo Slawi Tn. P sejak 3 hari
yang lalu mengeluh sesak nafas disertai batuk berdahak, kemudian Tn. P
memeriksakan kedokter terdekat, lalu dokter menyarankan agar dibawa ke
RSUD DR. SOESELO Slawi. Saat dikaji perawat IGD Tekanan darah Tn. P
120/80 mmHg, pernafasan 32 x/menit, nadi 110 x/menit, suhu 37,5 C.
2. Riwayat Kesehatan Dahulu
Tn. P mengatakan sudah 1 tahun Tn. P menderita penyakit asma bronchial.
Apabila penyakitnya kambuh Tn. P selalu memeriksakan sakitnya ke dokter

terdekat.

Faktor pencetus penyakitnya kambuh dikarenakan oleh faktor

cuaca dingin, debu, bulu hewan, serta asap.


3. Riwayat Kesehatan Keluarga (penyakit yang serupa, penyakit keturunan, dll)
Tn. P mengatakan tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit asma
bronchial, dan penyakit keturunan seperti DM, dan penyakit menular seperti
TBC, hepatitis.
D. POLA KESEHATAN FUNGSIONAL
1. Pola persepsi kesehatan dan manajemen
Tn. P tahu tentang penyakit yang diderita, Tn. P menceritakan keluhan yang
muncul kepada keluarga. Jika sakit Tn. P langsung memeriksakan kedokter
terdekat.
2. Pola nutrisi
Sebelum sakit Tn. P mengatakan makan 3x sehari, habis 1 piring dengan
menu makan nasi, sayur-mayur, dan lauk-pauk. Dalam 1 hari Tn. P minum 8
gelas ukuran sedang. Selama sakit Tn. P mengatakan makan 3x sehari, habis
1 piring dengan menu yang diberikan dari rumah sakit yaitu nasi, sayurmayur, dan lauk-pauk. Dalam 1 hari Tn. P minum 8 gelas ukuran sedang,
hanya saja jika mau makan dan minum Tn. P dibantu oleh keluarganya.
3. Pola eliminasi
Sebelum sakit Tn. P BAB kurang lebih sehari 1x dengan konsistensi sedikit
lembek dan BAK kurang lebih 4 kali sehari dengan warna jernih dan berbau
khas. Selama sakit Tn. P BAB sehari 1x, dengan konsistensi sedikit lembek.
BAK seperti biasa 4 kali sehari, dalam satu kali BAK Tn. P mengeluarkan
urin sampai 400 cc. Dalam satu hari ada 1600 cc.
4. Pola aktifitas dan latihan
Aktifitas
Makan

Mandi
Berpakaian
Eliminasi

Mobilisasi ditempat tidur

Keterangan:
1.
2.
3.

Mandiri.
Dengan bantuan alat.
Dibantu orang lain.

4. Dibantu orang lain dan


peralatan
5. Tergantung total

5. Pola persepsi dan daya ingat yang kuat


6. Sebelum sakit Tn. P mengatakan didalam persepsi dan daya ingat
tidak ada masalah. Penglihatan baik, pengecapan dan sensori Tn. P
baik. Tn. P dapat membedakan manis, asam, pahit, dll. Selama sakit
Tn. P mengatakan didalam persepsi dan daya ingat tidak ada masalah.
Penglihatan baik, pengecapan baik dan sensori Tn. P dapat
membedakan manis, asam, pahit, dll.
6. Pola tidur dan istirahat
7. Sebelum sakit Tn. P mengatakan tidur selama 8 jam, dari jam 20.30
WIB sampai jam 04.30 WIB dan tidur siang selama 1 1/2 jam dari jam
14.30 WIB sampai jam 16.00 WIB. Selama sakit Tn. P mengatakan
tidur terasa cukup yaitu selama 8 jam, dari jam 21.30 WIB sampai
jam 05.30 WIB dan tidur siang selama 1 1/2 jam dari jam 14.30 WIB
sampai jam 16.00 WIB.
7. Pola konsep pribadi dan persepsi pribadi
8. Sebelum sakit Tn. P mengatakan percaya pada dirinya sendiri bahwa
apa yang selama ini dia lakukan, itu semua semata-mata hanya ingin
membahagiakan istri dan anaknya. Selama sakit Tn. P mengatakan
bahwa penyakit yang diderita itu adalah cobaan dari Allah SWT
bukanlah kutukan.
8. Pola peranan dan berhubungan
9. Tn. P mengatakan hubungan Tn. P dengan orang lain dan keluarga
sangatlah baik. Hal ini terbukti dengan banyaknya warga yang
menjenguknya selama dia di rumah sakit.
9. Pola seksual dan reproduksi

10.

Tn. P mengatakan merasa senang menjadi seorang ayah sebagai

kepala rumah tangga. Mempunyai 2 orang anak. Tidak ada gangguan pada
genetalia Tn. P, dan tidak ada gangguan dalam hubungan seksual, namun
selama sakit Tn. P tidak melakukan hubungan seksual karena kondisi
fisiknya yang lemah.
10. Pola mengatasi stress
11. Tn. P mengatakan dalam mengatasi masalah Tn. P selalu terbuka,
ketika sedang ada masalah Tn. P selalu menceritakan keluh-kesah
yang dialami pada keluarganya.
11. Pola etika (nilai moral) dan kepercayaan
12. Tn. P beragama islam, Tn. P selalu shalat lima waktu. Selama sakit
Tn. P mengatakan hanya dapat shalat diatas tempat tidur dan berdoa
untuk kesembuhannya.
13.
E. PEMERIKSAAN FISIK
a. Kesadaran
b. Vital Sign

: Composmenthis
: TD= 120/80 mmHg, RR= 32x/menit
14.

N= 110x/menit, S= 37,5 C

c. Pemeriksaan fisik
1) Kepala
: Mesochepal, tidak ada jejas, rambut hitam, bersih.
2) Wajah
: Bentuk oval, tidak ada luka, tidak berjerawat.
3) Mata
: Penglihatan normal, konjungtiva tidak anemis,
4) Hidung
5) Telinga

sklera ikterik, pupil isokor.


: Penciuman normal, tidak ada polip.
: Telinga simetris, tidak ada serumen, pendengaran baik.
6) Mulut : Mulut bersih, tidak ada karies gigi dan gigi palsu,
tidak ada stomatitis, membran mukosa bibir lembab.
7) Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
8) Jantung

15.
16.
sama

Inspeksi

= Dada simetris, tidak ada jejas

Palpasi

= Pengembangan dada kanan dan kiri

17.

Perkusi

= Bunyi redup

18.

Auskultasi

= Terdengar bunyi S1 dan S2

9) Paru
19.

Inspeksi

= Dada simetris

20.

Palpasi

= Ictus cordis teraba

21.

Perkusi

= Bunyi paru pekak

22.

Auskultasi

= Terdengar suara tambahan wheezing

pada bronkus
10) Abdomen
23.

Inspeksi

24.

Auskultasi

= Tidak ada jejas


= Terdengar bising usus 10x/menit

25.

Palpasi

= Tidak ada massa dan nyeri tekan

26.

Perkusi

= Tyimpani

11) Genitalia

: Alat kelamin bersih, tidak ada kelainan

pada alat kelamin


12) Ekstremitas :
27.

Pada ekstremitas atas terpasang IV line RL di tangan sebelah

kanan 20 tetes/menit, turgor kulit baik, dan tidak ada jejas, tidak ada
oedema. Ekstremitas bawah tidak ada oedema, turgor kulit baik, tidak
adanya jejas di kaki. Kekuatan ekstremitas atas sedikit melemah dan
ektremitas bawah tidak ada gangguan cuma sedikit melemah.
28.

29.

30.

Keterangan:

31.

Skala 0 = Otot tak mampu bergerak

32.

Skala 1 = Terdapat sedikit kontraksi otot namun tidak didapatkan

gerakan.
33.

Skala 2 = Dapat menggerakan otot sesuai perintah tapi jika disuruh


ditahan sedikit saja sudah tidak mampu bergerak.

34.

Skala 3 = Dapat menggerakan otot dengan tahanan minimal.

35.

Skala 4 = Dapat bergerak dan dapat melawan hambatan yang ringan.

36.

Skala 5 = Bebas bergerak.

37.
38.
39.
40.
41.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
42.

Laboratorium hematologi tanggal 25-06-2013 jam 10:33


43. Data

44. Hasil

45. Nila

peme

riksa

Nor

46. Leuko

an
47. 8.1

mal
48. 3.6-

sit
49. Eritro

50. 5.4

11.0
51. 3.80

sit
52. Hemo

53. 16.6

globin

5.20
54. 13.2
-

55. Hema

56. 49

17.3
57. 40-

tokrit
58. MCV

59. 91

52
60. 80100

61. MCH

62. 31

63. 26-

64. MCHC

65. 34

39
66. 32-

67. Tromb

68. 301

36
69. 150-

osit
70. Dif

400
71.

72.

Coun
t
73. Eosin

74. H

ofil

75. 2.00

5.20

76. Bosofi

77. 0.10

4.00
78. 0-1

l
79. Netro

80. L

81. 50-

fil
82. Limfo

60.60
83. L

70
84. 25-

sit
85. Mono

14.20
86. 2.10

40
87. 2-8

sit
88. KIMI

89.

90.

A
Klini
k
91. Gula

92. 108

93. 75-

Darah

104

Sewa
ktu
94. Ureu

95. L 13.5

97. Creati

42.8
99. 0.40

98. 0.60

nin
100.

96. 17.1

GOT
103.
S

101.

1.00
102.

13-33
105.

1
104.

GPT
106.

3
S

6.030.0
108.

107.

ERO
IMUN
OLO
GI
109.

bsAg

110.
on

111.
Non

Reakt

Reak

if

tif

112.
113.

Program terapi yang di berikan tanggal 25 Juni 2013 yaitu Infus RL

500 ml 20 tpm, injeksi ceftriaxon 2x1 1 gr/IV, dexa 2x1 6 gr/IV, Bisolvon 3x1 2
mg, Aminopilin 250 mg/drip.
114.
115.

116.
G. ANALISA DATA
117.

Setelah dilakukan pengkajian pada tanggal 25 Juni 2013 ditemukan

analisa data dan diagnosa keperawatan sebagai berikut :


118. TAN
119. DATA
GGAL/JAM
122. 25
124.DS:
Juni 2013
123. Jam
08.30 WIB

Tn.

mengatakan

120. PROB
sesak

nafas 126.

disertai batuk berdahak,

Bersihan

nafas tidak efekt

125.DO: Tn. P terlihat batuk dan sesak nafas,


bunyi nafas wheezing, terpasang O2
2liter/menit, RR= 32x/menit, Eosinofil=

129. 25
Juni 2013
130. Jam

5.20% (H)
131.DS: Tn. P mengatakan sedikit lesu, Tn. P 133. Intoleransi
makan dan minum dibantu keluarga, aktivitas
mandi dibantu oleh keluarga, berpakaian

08.40 WIB
juga dibantu keluarga, serta BAB dan
BAK dibantu oleh keluarga juga.
132. DO: ektrimitas atas dan bawah sedikit
melemah, Tn. P terlihat lemah.
135.
136.
H. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
Bronkospasme.
2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan keletihan.

137.
138.
139.
140.
I. RENCANA KEPERAWATAN
141.

Berdasarkan masalah yang ditemukan pada saat pengkajian tanggal

25 Juni 2013 penulis menyusun intervensi dengan diagnosa yang pertama yaitu :
142.

Tan

ggal/
143.

Jam

144.
No.
DP

145.

Tujuan dan

kriteria hasil yang


diharapkan
153. Setelah
dilakukan

151.

24

25

jam

masalah

tindakan

Juni
2013,

152.
1

Jam

diharapkan
jalan

Intervensi

1. Monitor TTV dan auskultasi 1. M

keperawatan selama 3 x

150.

146.

bunyi nafas.
2. Anjurkan untuk minum hangat.
154.
3. Atur posisi Tn. P semi fowler.
4. Lakukan inhalasi 2 x/hari.

2. A

nafas

155.

3. M

dapat teratasi dengan

156.

4. D

kriteria hasil :

5. Demonstrasikan batuk efektif.


6. Kolaborasi
dengan
dokter

1. Tn. P tidak sesak

m
pemberian obat dan O2.

09.00
WIB

dan batuk lagi.

5. M

2. Bunyi nafas bersih.

6. M

3. RR nomal 16158.

25

159.

Juni 2013,

24x/menit.
160. Setelah
dilakukan

1. Ukur nadi, tekanan darah dan


tindakan

pernafasan.

1. T

an

Jam 10.00

keperawatan selama 3 x 2. Ajarkan aktivitas mandiri mulai

WIB

be

24 jam diharapkan klien

dari ringan seperti makan dan

2. M

dapat

minum sampai klien berjalan

16

mandiri.

16

sendiri

beraktifitas
atau

biasa dengan

seperti

kriteria 3. Ukur TTV segera setelah

hasil :

aktivitas.

1. Menunjukan

161.

peningkatan secara
bertahap

3. M

pe

4. M

4. Kurangi intensitas, frekuensi atau

at

lamanya aktivitas jika frekuensi

2. Mampu

pernafasan meningkat berlebihan

mempertahankan

setelah aktivitas.

frekuensi pernafasan
165.
J. CATATAN KEPERATAN DAN EVALUASI KEPERAWATAN
166.
167.

Implementasi pada hari ke I (Selasa, 25 Juni 2013)


N 168.

Tanggal/

1
169.

o. DP
172. 1 173.

Jam
25 Juni

2013
174.

Jam

09.00 WIB

1. Memonitor
bunyi nafas.
186.

09.00 WIB

DS : Tn. P
DO: Tn.

masih wheezing
193.

2. Menganjurkan untuk minum hangat.


188.
3. Mengatur posisi Tn. P semi fowler.
189.

RR
194.

36,

Jam
4. Melakukan

09.10 WIB
178.
179.

TTV, mengauskultasi 191.


192.

187.
175.

176.
177.

Tindakan/Implementasi

Jam

inhalasi

x/hari 195. DS : Tn. P


196. DO: Tn. P
ventoline 2,5 mg.
197. DS : Tn. P
5. Mendemonstrasikan batuk efektif
198. DO: Tn.
190.
6. Berkolaborasi
dengan
dokter setengah duduk.

180.
181.

pemberian obat Ceftriaxon 2x1 gr/IV 199.

DS : Tn

Jam
dan O2.

08.30 WIB
182.
183.
09.20 WIB
184.
185.

nebulizer.
200. DO: Tn. P
201. DS :

Jam

mempraktekkan.
202. DO: Tn.
Jam

dipraktekkan peraw
203. DS :

11.30 WIB
207.
208.

25 Juni
2013
Jam

1. Mengukur nadi, tekanan darah dan

menggunakan O2.
204. DO: Obat m
225. DS : Tn. P
226. DO: Tn. P T

pernafasan.
227.

TD

220.
09.00 WIB
209.
210.
211. Jam
10.30 WIB
212.
213.
214.
215. Jam
206.

2 12.00 WIB
216.
217.
218.
219. Jam
12.20 WIB

30x/menit.
221.

N= 110x/men
2. Mengajarkan aktivitas mandiri mulai
dari ringan, seperti makan, minum

228. DS : Tn. P m

sampai Tn. P bisa/mampu berjalan

sendiri.
229. DO: Tn. P ter

kekamar mandi.
3. Mengukur TTV segera setelah
aktivitas.

223.

4. Mengurangi intensitas, frekuensi


atau lamanya aktivitas jika frekuensi
pernafasan meningkat berlebihan
setelah aktivitas.
238.

232.

DO

233.

TD

222.

224.

237.

belum mampu
230.
231. DS : Tn. P me

33x/menit

N= 110x/men

234. DS : Tn. P me
235. DO: Tn. P ter

239.
240.
241.
242.
243.
244.
245.
246.
247.
248.
249.
250.

Evaluasi pada hari ke I (Selasa, 25 Juni 2013)

Tanggal/ 251.

Jam
254. 25 Juni

N
252.

o.DP
256.

2013, Jam 13.00

Perkembangan ( SOAP )

: Setelah dilakukan tindakan Tn. P mengatakan masih s

batuk.
257. O : Tn. P sudah bisa melakukan cara batuk efektif, Tn. P t

WIB

dipasang dan diberikan O2 2 liter, Tn. P mau menuruti apa y

perawat (memposisikan setengah duduk/semi fowler), tekanan da

120/70 mmHg, suhu badan Tn. P mencapai 36,5 C, nadi 100 x/m
255.

x/menit, masih terdengar bunyi wheezing.


258. A : Masalah belum teratasi
259.

P : Lanjutkan intervensi
1.
2.
3.
4.
5.

261.

25 Juni

262.

2 263.
264.

Monitor TTV.
Anjurkan untuk minum hangat.
Atur posisi Tn. P semi fowler.
Lakukan inhalasi 2 x/hari.
Kolaborasi dengan dokter pemberian obat dan O2.

S : Tn. P mengatakan baru bisa berjalan sedikit demi sedikit.


O : Tn. P terlihat masih lesu. Saat melakukan aktifitas sesakny

2013, Jam 13.00

dan langsung dibantu dengan O2 sekitar 2-3 liter. Tekanan darah Tn


WIB

mmHg, suhu badan mencapai 36,5 C, nadi 100 x/menit, pernafasan


265. A : Masalah belum teratasi
266.

P : lanjutkan intervensi

1. Ukur nadi, tekanan darah dan pernafasan.

2. Ajarkan aktivitas mandiri mulai dari ringan seperti makan dan m


berjalan mandiri.
3. Ukur TTV segera setelah aktivitas.

4. Kurangi intensitas, frekuensi atau lamanya aktivitas jika frekuen


meningkat berlebihan setelah aktivitas.
268.
269.
270.
271.
272.

Implementasi pada hari ke 2 (Rabu, 26 Juni 2013)

N 273.

Tanggal/

275.
274.

o. DP
277. 1 278.

Jam
26 Juni

2013
279.

Jam

07.00 WIB
280.
281.
282.

Jam

09.10 WIB
283.
284.

Jam

09.00 WIB
285.
286.
287.
Jam

1. Memonitor

TTV, mengauskultasi 297.


298.

DS : Tn. P mengata
DO: Tn. P terliha

bunyi nafas.
290.
masih wheezing.
291.
2. Menganjurkan untuk minum hangat.
299.
292.
3. Mengatur posisi Tn. P semi fowler.
RR= 27x/m
293.
294.
300.
295.
296.
36,5 C.
4. Melakukan inhalasi 2 x/hari
301. DS : Tn. P mengata
ventoline 2,5 mg.
302. DO: Tn. P terlihat s
5. Berkolaborasi
dengan
dokter 303. DS : Tn. P mengataka
pemberian obat Ceftriaxon 2x1 gr/IV

08.30 WIB

Tindakan/Implementasi

setengah duduk.
304. DO: Tn. P terlihat

dan O2.
288.

setengah duduk.
305. DS : Tn. P me

nebulizer.
306. DO: Tn. P terlihat
289.
11.30 WIB

Jam
27 x/menit
307. DS

Tn.

313.

26

2013
314.

Juni

menggunakan O2.
308. DO: Obat masuk.
309.
310.
333. DS : Tn. P mengata
334. DO: Tn. P terlihat tid

1. Mengukur TTV
326.

Jam

335.

TD=

120

327.
07.00 WIB
315.
316.
317. Jam

27x/menit
328.

N= 110x/menit, S= 36
2. Mengajarkan aktivitas mandiri mulai

10.30 WIB
318.
319.
320. Jam

dari ringan, seperti makan dan

336. DS : Tn. P meng

minum sampai Tn. P bisa/mampu

berjalan.
337. DO: Tn. P terlihat berj
338.
339. DS : Tn. P meng

berjalan.
12.00 WIB
321.
2 322.
323.
324.
325. Jam

312.

3. Mengukur TTV segera setelah

berkurang walau habis


340. DO: Tn. P terlihat sed

aktivitas

12.20 WIB

329.

341.

330.

27x/menit

331.

N= 110x/menit, S= 36

332.

342.

4. Mengurangi intensitas, frekuensi


atau lamanya aktivitas jika frekuensi

TD=

120

DS : Tn. P men

setelah beraktifitas.
343. DO : Tn. P telihat me

pernafasan meningkat berlebihan


setelah aktivitas
345.
346.
347.
348.

Evaluasi pada hari ke 2 (Rabu, 26 Juni 2013)

Tanggal/ 349.

Jam
352. 26 Juni

o.DP
353. 1 354.

350.

Perkembangan ( SOAP )

S : Setelah dilakukan tindakan Tn. P mengatakan masih sediki

2013, Jam 13.00

tidak ada.
355. O : Tn. P sudah bisa melakukan cara batuk efektif, Tn. P t

WIB

dipasang dan diberikan O2 2 liter, Tn. P mau menuruti apa y

perawat (memposisikan setengah duduk/semi fowler), tekanan da


120/80 mmHg, suhu badan Tn. P mencapai 36,5 C, nadi 100
27x/menit, masih terdengar bunyi wheezing.
356. A : Masalah teratasi sebagian.
357.

P : Lanjutkan intervensi
1.
2.
3.
4.
5.

359.

26 Juni

361.
362.

Monitor TTV.
Anjurkan untuk minum hangat.
Atur posisi Tn. P semi fowler.
Lakukan inhalasi 2 x/hari.
Kolaborasi dengan dokter pemberian obat dan O2.
S : Tn. P mengatakan baru bisa berjalan sedikit demi sedikit.
O : Tn. P terlihat berlatih untuk kekamar mandi sendiri, n

2013, Jam 13.00

sedikit lemas. Saat kondisinya melemah, sesaknya langsung kam


WIB

Tn. P mencapai 120/80 mmHg, suhu badan mencapai 36,5 C


pernafasan 27x/menit.
363. A : Masalah teratasi sebagian.
364.
360.

P : lanjutkan intervensi.

1. Ukur nadi, tekanan darah dan pernafasan.

2. Ajarkan aktivitas mandiri mulai dari ringan seperti makan dan m


berjalan mandiri.
3. Ukur TTV segera setelah aktivitas.

4. Kurangi intensitas, frekuensi atau lamanya aktivitas jika frekuen


meningkat berlebihan setelah aktivitas.
366.
367.
368.

N 369.

Implementasi pada hari ke 3 (Kamis, 27 Juni 2013)


Tanggal/

370.

Tindakan/Implementasi

371.

o. DP
374.

Jam
27 Juni 1. Memonitor

2013
375.

TTV,

mengauskultasi 395. DS : Tn. P mengata


396. DO: Tn. P terlihat

bunyi nafas.
Jam

terdengar bunyi wheez


387.

07.00 WIB
376.
377.
378.
379.

397.
388.

RR= 24x/m
389.
Jam

398.

2. Menganjurkan untuk minum hangat.


390.
C.
3. Mengatur posisi Tn. P semi fowler.
Jam
391.
399. DS : Tn. P mengata
392.
400. DO: Tn. P terlihat s
09.00 WIB
393.
401. DS : Tn. P mengataka
1
382.
394.
383.
4. Melakukan inhalasi 2 x/hari ventoline
setengah duduk.
384.
Jam
402. DO: Tn. P terliha
2,5 mg.
08.30 WIB
5. Berkolaborasi
dengan
dokter setengah duduk.
403. DS : Tn. P me
385.
pemberian obat Ceftriaxon 2x1 gr/IV
nebulizer.
dan O2.
404. DO: Tn. P terlihat
09.10 WIB
380.
381.

373.

386.

Jam

24 x/menit.
405. DS

Tn.

11.30 WIB

409.

2 410.

27

menggunakan O2.
406. DO: Tn. P terlihat d
407.
430. DS : Tn. P mengata
431. DO: Tn. P Terlihat ti

Juni 1. Mengukur TTV.


423.
2013
424.
411. Jam
425.
432.
2. Mengajarkan aktivitas mandiri mulai
07.00 WIB
RR= 24x/m
412.
dari ringan, seperti makan dan minum
413.
433.
414. Jam
sampai Tn. P bisa/mampu berjalan.
3. Mengukur TTV segera setelah
36,5 C.
10.30 WIB
415.
aktivitas
434. DS : Tn. P meng
416.
426.
417. Jam
427.
kekamar mandi sendir
428.
435. DO: Tn. P terlihat berj
12.00 WIB
429.
436.DS : Tn. P mengata
418.
4. Mengurangi intensitas, frekuensi atau

419.
420.
421.
422.

lamanya

aktivitas

pernafasan

jika

meningkat

frekuensi

saat beraktifitas.
437. DO: Tn. P terlihat kek

berlebihan

Jam

438.
setelah aktivitas

12.20 WIB

RR= 24x/m
439.
36,5 C.
440.

DS : Tn. P mengat

setelah beraktifitas.
441. DO : Tn. P terlih

pernafasan dan nad


sesudah beraktifitas
nadi 90 x/menit.
443.
444.
445.

Evaluasi pada hari ke 3 (Kamis, 27 Juni 2013)

Tanggal/ 446.

Jam
449. 27 Juni

N
447.

o.DP
451.

2013, Jam 13.00

Perkembangan ( SOAP )

S : Setelah dilakukan tindakan Tn. P mengatakan masih sediki

tidak ada.
452. O : Tn. P terlihat sedikit sesak, tekanan darah Tn. P mencapai

WIB

badan Tn. P mencapai 36,5 C, nadi 90 x/menit, pernafasan 24 x


450.

terdengar bunyi wheezing.


453. A : Masalah teratasi sebagian.
454.

456.

27 Juni

2013, Jam 13.00

457.

1.
2.
3.
4.
2 458.

P : Lanjutkan intervensi

Monitor TTV.
Atur posisi Tn. P semi fowler.
Lakukan inhalasi 2 x/hari.
Kolaborasi dengan dokter pemberian obat dan O2.
S : Tn. P mengatakan sudah tidak lemas lagi dan sedikit se

aktifitas.
459. O : Tn. P terlihat sudah tidak lemas. Pernafasan dan nadi

WIB
sesudah beraktifitas sama yaitu 24 x/menit, nadi 90 x/menit.

460.

A : Masalah teratasi sebagian.

461.

P : lanjutkan intervensi.

1. Ukur nadi, tekanan darah dan pernafasan.

2. Ajarkan aktivitas mandiri mulai dari ringan seperti makan dan m


berjalan mandiri.
3. Ukur TTV segera setelah aktivitas.

4. Kurangi intensitas, frekuensi atau lamanya aktivitas jika frekuen


meningkat berlebihan setelah aktivitas.

463.
464.

BAB IV
PEMBAHASAN

465.
466.

Pada bab ini akan dibahas mengenai Asuhan

Keperawatan yang ditemukan pada kasus Tn. P dengan Asma


Bronchial di ruang Dahlia RSUD Dr. Soeselo Slawi selama 3 hari
pada tanggal 25 sampai 27 Juni 2013. Dimana didalam memberikan
asuhan keperawatan menggunakan pendekatan proses keperawatan
yang meliputi pengkajian, analisa data, diagnosa keperawatan,
intervensi, implementasi dan evaluasi.
467.

Berdasarkan pengkajian yang dilakukan pada tanggal 25 Juni 2013

pukul 07.30 WIB didapatkan diagnosa keperawatan sebagai berikut:


A. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi bronkospasme
468.

Bersihan jalan nafas tidak efektif adalah suatu keadaan dimana

seseorang mengalami suatu ancaman yang nyata atau potensial pada status
pernafasan berhubungan dengan ketidakmampuan untuk batuk secara efektif.
Batasan karakteristik batasan mayor meliputi batuk tidak efektif atau tidak dapat

batuk, ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekresi jalan nafas. Batasan minor


meliputi bunyi nafas abnormal, frekuensi, irama, kedalaman pernafasan
abnormal (Carpenito, 2007).
469.

Oleh karena itu diangkat diagnosa bersihan jalan nafas tidak

efektif berhubungan dengan bronkospasme sebagai prioritas pertama karena


menurut Maslow pernafasan merupakan kebutuhan fisiologis yang harus segera
dipenuhi dan menurut Triage Konsep bersihan jalan nafas termasuk kebutuhan
immediatly yang harus segera ditangani karena dapat menyebabkan kematian.
Dengan lancarnya jalan nafas kebutuhan oksigen Tn. P dapat terpenuhi.
470.Pada Tn. P terdapat data subjektif Tn. P mengatakan sesak nafas dan
batuk-batuk, untuk data objektifnya Tn. P terlihat sulit bernafas, auskultasi
terdengar suara nafas tambahan (wheezing) pada bronkus, RR 32 x/menit.
Menurut Smeltzer dan Bare (2002) tiga gejala umum asma adalah batuk,
dispnea, dan mengi (wheezing). Gejala mengi (wheezing) menandakan ada
penyempitan di saluran nafas besar, sedangkan pada saluran nafas kecil, batuk
dan sesak lebih dominan dibanding mengi (Sundaru, 2006).
471.Pemeriksaan dahak atau sputum pada pasien asma yaitu dengan
pemeriksaan sputum eosinofol, Sputum eosinofil sangat karakteristik untuk
asma, sedangkan neutrofil sangat dominan pada bronkitis kronik. Jumlah
eosinofil total dalam darah sering meningkat pada pasien asma. Hal ini dapat
membantu dalam membedakan asma dari bronkitis kronik. Juga dapat sebagai
patokan untuk menentukan cukup tidaknya dosis kortikosteroid yang dibutuhkan
pasien asma (Sundaru, 2006). Sedangkan hasil pemeriksaan Tn. P (53 tahun)
didapatkan hasil eosinofil 5.20% H.

472.Diagnosa bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan


bronkospasme, akan dibuat beberapa rencana tindakan keperawatan untuk
mengatasi masalah tersebut, dengan tujuan bersihan jalan nafas kembali efektif.
Adapun rencana tindakan yang dapat dilakukan adalah auskultasi bunyi nafas,
berikan posisi semi fowler, berikan O2 2 liter/menit, berikan minuman hangat,
ajarkan batuk secara efektif, berikan bronkodilator melalui nebulizer 2 kali/hari,
dan kolaborasi dalam pemberian pengobatan sistemik atau topikal.
473.Implementasi yang dilakukan kepada Tn. P untuk mengatasi masalah
bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasme yaitu
dengan memberikan O2 2 liter/menit, memposisikan Tn. P setengah duduk atau
semi fowler, mengauskultasi bunyi nafas, menganjurkan untuk minum hangat,
mengajarkan batuk efektif, dan kolaborasi pemberian obat dan bronkodilator
melalui nebulizer 2 kali/hari. Bronkodilator diberikan dengan tujuan untuk
mencegah atau mengurangi gejala agonis (Doengoes, 2000).
474.

Hasil evaluasi tanggal 25, 26, dan 27 Juni 2013 jam 13.00

WIB masalah bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan


bronkospasme teratasi sebagian, dengan data subjektif Tn. P mengatakan
pernafasan Tn. P sedikit sesak, batuk tidak ada, dan data objektifnya batuk dapat
mengeluarkan sputum, pernafasan sedikit sesak, RR 24x/menit, auskultasi tidak
terdengar Wheezing pada bronkus, Tn. P mampu mengaplikasikan batuk efektif
secara mandiri. Tn. P telah mampu mencapai kriteria hasil

yang telah

ditetapkan, walaupun masih sedikit sesak. Setelah 3 hari kemudian


mendelegasikan kepada perawat ruangan agar tetap memantau kondisi Tn. P
sampai kondisi Tn.P benar-benar stabil.
475.

B. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan.


476.

Intoleransi aktivitas menurut Carpenito (2007) adalah

penurunan dalam kapasitas sekunder akibat asma, fisiologi seseorang untuk


melakukan

aktivitas sampai tingkat yang diinginkan atau yang dibutuhkan.

Batasan karakteristik batasan mayor meliputi kelemahan, tiga menit setelah


beraktivitas seperti pusing, dipsneu. Kelemahan fisik akibat aktivitas, frekuensi
nafas lebih dari 24 x/menit, frekuensi nadi lebih dari 95 x/menit, batasan minor
meliputi pucat, konfusi, vertigo.
477.

Oleh karena itu diangkat diagnosa keperawatan intoleran

aktivitas berhubungan dengan keletihan sebagai prioritas kedua karena menurut


Triage Konsep termasuk kebutuhan non urgent yang tidak memerlukan
penanganan segera. Namun harus tetap dilakukan asuhan keperawatan karena
dapat menyebabkan ketergantungan kepada orang lain.
478.

Alasan

mengangkat

diagnosa

keperawatan

intoleransi

aktivitas berhubungan dengan keletihan karena pada Tn. P didapatkan data


subjektifnya Tn. P mengatakan untuk beraktivitas sesak bertambah, Tn. P
mengatakan tubuhnya terasa lemas, data objektifnya Tn. P terlihat sering di
tempat tidur, aktivitas dibantu keluarga.
479.

Menurut Carpenito (2007) antara etiologi dan problem dalam

diagnosa keperawatan sudah tepat, karena pada Tn. P asma intoleransi aktivitas
berhubungan dengan keletihan. Menurut Somantri (2008) yang merupakan
faktor presipitasi timbulnya serangan asma bronchial yaitu olah raga/aktifitas
jasmani yang berat. Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktifitas jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat paling mudah

menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi


segera setelah selesai aktifitas tersebut.
480.

Menyusun asuhan keperawatan dengan diagnosa intoleransi

aktivitas berhubungan dengan keletihan bertujuan agar Tn. P mampu beraktivitas


kembali seperti biasanya. Intervensi yang dilakukan yaitu jelaskan sebab-sebab
keletihan Tn. P, anjurkan Tn. P untuk tidur, istirahat, ajarkan aktivitas mandiri
mulai dari ringan, observasi RR, sebelum dan sesudah aktivitas.
481.

Evaluasi tanggal 25, 26, dan 27 Juni 2013 jam 13.00 WIB

masalah intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan dapat teratasi


sebagian, karena dari kriteria hasil yang ditetapkan, subjektifnya Tn. P
mengatakan dapat beraktivitas kembali secara mandiri, tetapi sedikit sesak.
objektif Tn. P terlihat tidak lemas dan tidak ada perubahan TTV, terutama
pernafasan 24x/menit, antara sebelum dan sesudah aktivitas. Tn. p belum
mampu mencapai kriteria hasil yang telah ditetapkan. Adapun hasil evaluasi
didapatkan data subjektif Tn. P mengatakan ketika beraktivitas mandiri nafasnya
kembali sedikit sesak, sedangkan data objektifnya tidak terjadi perubahan RR
ketika aktivitas seperti berjalan ke kamar mandi (mandi, BAK) dan aktivitas
ringan seperti makan, minum, berbicara. Analisa masalah teratasi sebagian,
planning lanjutkan intervensi. Kemudian didelegasikan kepada keluarga Tn. P
dan perawat ruangan agar tetap memantau kondisi Tn. P sampai kondisi benarbenar stabil.
482.
483.
484.
485.
486.
487.

488.
489.

BAB V
PENUTUP

490.
491.

Pada akhir penulisan laporan kasus ini, penulis dapat menarik suatu

kesimpulan dari uraian bab-bab sebelumnya. Selain itu penulis juga memberikan
rekomendasi atau saran yang nantinya diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan atau
pertimbangan dalam memberikan asuhan keperawatan untuk meningkatkan mutu
pelayanan keperawatan yang komprehensif.
A.

Kesimpulan
492.

Asma adalah penyakit paru yang

didalamnya terdapat obstruksi jalan nafas, inflamasi jalan nafas, dan jalan
nafas yang hiperresponsif atau spasme otot polos bronchial. Asma juga
diartikan sebagai gangguan pada saluran bronchial dengan ciri bronkospasme
periodik (kontraksi spasme pada saluran nafas).
493.

Permasalahan yang muncul pada Tn.

P dengan asma bronchial yaitu bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan
dengan bronkospasme. dan intoleransi aktivitas berhubungan dengan
keletihan. Dari kedua diagnosa tersebut disimpulkan bahwa diagnosa pertama
masalah teratasi sebagian dan diagnosa kedua masalah teratasi, dan telah
didelegasikan kepada perawat ruangan.
494.

Selama

melaksanakan

asuhan

keperawatan ini, penulis tidak banyak menemukan kesulitan karena dalam


pelaksanaan asuhan keperawatan, penulis banyak bekerjasama dengan
perawat ruangan dan dokter.
B.

Saran

495. Selama melakukan asuhan keperawatan pada Tn. P, penulis


menemukan beberapa hal yang sebaiknya diperhatikan :
1. Diharapkan pihak Rumah Sakit dapat lebih memberikan informasi
mengenai asma bronchial, baik lewat tulisan (leaflet), maupun
komunikasi verbal berupa pendidikan kesehatan.
2. Diharapkan pendokumentasian dilakukan dengan baik, khususnya
pencatatan RR (Respiratory Rate), baik sebelum dilakukan tindakan
keperawatan maupun setelah dilakukan tindakan keperawatan, dengan
demikian perkembangan dari setiap masalah yang ada pada pasien
dengan asma bronchial dapat terpantau.
496.
497.
498.
499.
500.
501.
502.
503.
504.
505.
506.
507.
508.
509.
510.
511.
512.
513.
514.
515.

516.

DAFTAR PUSTAKA
517.

518.
519.
520.

Betz, Cecily. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Edisi 3. Cetakan I.


(terjemahan dr. Jan Tambayong). Jakarta : EGC.
Carpenito, Lynda Juall. 2007. Diagnosa Keperawatan (2006) alih bahasa
Yasmin Asih. Jakarta. EGC

521.
522.
523.
524.
525.

527.
529.
530.
531.

Davey, Patrick. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga.


Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.
Cetakan I. (terjemahan I Made Kariasa, S.Kp dan Ni Made Sumarwati,
S.Kp). Jakarta: EGC.
Smeltzer, Bare C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddart. Edisi 8. Cetakan I. (terjemahan Agung Waluyo, S.Kp. M.Sc; I Made
Kariyasa, S.Kp; Julia, S.Kp. M.Sc; dr. H.Y. Kuncara; Yasmin Asih, S.Kp).
Jakarta: EGC.
526.
Somantri, Irman. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
528.
Sundaru, Heru. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Cetakan Kedua.
Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Rab, Tabani. 2000. Ilmu Penyakit Paru. Cetakan Pertama. Jakarta :
Hipokrates
532.

Você também pode gostar