Você está na página 1de 34

BAB I

PENDAHULUAN

Keluhan sulit menelan (disfagia) merupakan salah satu gejala kelainan


atau penyakit di orofaring dan esophagus. Keluhan ini akan timbul bila terdapat
gangguan gerakan otot-otot menelan dan gangguan transportasi makanan dari
rongga mulut ke lambung. Sekitar 76,4% pasien palsi serebral mengalami
gangguan makan dengan penyebab terbanyak disfungsi oromotor.

Sebanyak

34,7% pasien stroke mengalami disfagia. 2 Disfagia dapat disertai dengan keluhan
lainnya, seperti odinofagia (rasa nyeri waktu menelan), rasa panas di dada, rasa
mual, muntah, regurgitasi, hematemesis, melena, anoreksia, hipersalivasi, batuk,
dan berat badan yang cepat berkurang. Manifestasi klinik yang sering ditemukan
ialah sensasi makanan yang tersangkut di daerah leher atau dada ketika menelan.1
Berdasarkan

penyebabnya, disfagia dibagi atas disfagia mekanik,

disfagia motorik, disfagia oleh gangguan emosi.1 Para ilmuwan sedang melakukan
penelitian yang akan meningkatkan kemampuan dokter dan patolog untuk
mengevaluasi dan mengobati gangguan menelan. Semua aspek dari proses
menelan sedang diteliti pada orang-orang dari segala usia, termasuk mereka yang
memiliki dan tidak memiliki disfagia. Sebagai contoh, para ilmuwan telah
menemukan bahwa ada variasi yang besar dalam gerakan lidah saat menelan.
Mengetahui gerakan lidah yang menyebabkan masalah akan membantu dokter dan
ahli tumbuh kembang bahasa mengevaluasi menelan.3
Penelitian juga telah mendorong cara aman untuk belajar gerakan lidah
dan tenggorokan selama proses menelan. Metode ini akan membantu dokter dan
patolog tumbuh kembang bahasa aman mengevaluasi kembali kemajuan pasien
selama perawatan. Studi pengolahan metode yang membantu para ilmuwan
mengapa beberapa bentuk pengobatan berhasil dengan beberapa orang dan tidak
dengan orang lain. Sebagai contoh, penelitian telah menunjukkan bahwa, dalam
banyak kasus, pasien yang telah memiliki stroke tidak harus minum dengan kepala
menengadah. Penelitian lain telah menunjukkan bahwa beberapa pasien dengan
kanker yang telah sebagian atau seluruh lidah mereka diangkat harus minum
1

dengan menengadahkan kepala mereka. Pengetahuan ini akan membantu beberapa


pasien menghindari infeksi paru-paru serius.3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI
Pada anatomi, tenggorokan bagian dari leher depan sampai kolumna
vertebra terdiri dari faring dan laring. Bagian yang terpenting dari tenggorokan
adalah epiglottis, ini menutup jika ada makanan dan minuman yang lewat dan
akan menuju ke esophagus. Tenggorakan jika dipendarahi oleh bermacam-macam
pembuluh darah, otot faring, trakea dan esophagus. Tulang hyoid dan klavikula
merupakan salah satu tulang tenggorokan untuk mamalia.

Gambar 1: Diagram tenggrokan pada manusia


1. RONGGA MULUT
Rongga mulut dan faring dibagi menjadi beberapa bagian. Rongga
mulut terletak di depan batas bebas palatum mole, arkus faringeus anterior dan
dasar lidah. Bibir dan pipi terutama disusun oleh sebagian besar otot
orbikularis oris yang dipersarafi oleh saraf fasilais. Vermilion berwarna merah
karena di tutupi oleh lapisan tipis epitel skuamosa. Ruangan di antara mukosa
pipi bagian dalam dan gigi adalah vestibulum oris. Muara duktus kelenjar
parotis menghadap gigi molar kedua atas.

Gigi ditunjang oleh krista


alveolar mandibula dibagian bawah
dan krista alveolar maksila di
bagian atas. Gigi pada bayi terdiri
dari dua gigi seri, satu gigi taring
dan dua gigi geraham. Gigi dewasa
terdiri dari dua gigi seri dan satu
gigi taring, dua gigi premolar dan
tiga gigi molar. Permukaan oklusal
dari gigi seri berbentuk menyerupai

Gambar 2. Bagian dari rongga mulut

pahat dan gigi taring tajam, sedangkan gigi premolar dan molar mempunyai

permukaan oklusal yang datar. Daerah diantara gigi molar paling belakang atas
dan bawah dikenal dengan trigonum retromolar.
Palatum dibentuk oleh tulang dari palatum durum dibagian depan dan
sebagian besar dari otot palatum mole dibagian belakang. Palatum mole dapat
diangkat untuk faring bagian nasal dari rongga mulut dan orofaring.
Ketidakmampuan palatum mole menutup akan mengakibatkan bicara yang
abnormal (rinolalia aperta) dan kesulitan menelan. Dasar mulut diantara lidah
dan gigi terdapat kelenjar sublingual dan bagian dari kelenjar submandibula.
Muara duktus mandibularis terletak di depan ditepi frenulum lidah. Kegagalan
kelenjar liur untuk mengeluarkan liur menyebabkan mulut menjadi kering, atau
xerostomia. Hal ini merupakan keluhan yang menyulitkan pada beberapa
pasien.
Lidah

merupakan

organ

muskular yang aktif. Dua pertiga bagian


depan dapat digerakkan, sedangkan
pangkalnya terfiksasi. Otot dari lidah
dipersarafi oleh saraf hipoglosus. Dua
pertiga lidah bagian depan dipersarafi
oleh

saraf

lingualis

dan

saraf

Gambar 3. Lidah

glosofaringeus pada sepertiga lidah bagian belakang.

Korda timpani mempersarafi cita rasa lidah dua pertiga bagian depan,
sedangkan saraf glosofaringeus mempersarafi cita rasa lidah sepertiga bagian
belakang. Cita rasa dibagi dalam daerah-daerah tertentu. Misalnya, rasa pahit
dapat dirasakan pada lidah bagian belakang. Permukaan lidah bagian atas
dibagi menjadi dua pertiga depan dan sepertiga bagian belakang oleh garis dari
papila sirkumvalata yang berbentuk huruf V merupakan tempat asal duktus
tiroglosus. Fungsi lidah untuk berbicara dan menggerakkan bolus makanan
pada waktu pengunyahan dan penelanan.
2. FARING
Faring bagian dari leher dan tenggorokan bagian belakang dari mulut,
cavum nasi, kranial atau superior sampai esofagus, laring dan trakea. Faring
adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang besar
di bagian atas dan sempit di bagian bawah. Kantong ini mulai dari dasar
tengkorak terus menyambung ke esofagus setinggi vertebra servikalis ke-6. ke
atas, faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana, ke depan
berhubungan dengan rongga mulut melalui ismus orofaring, sedangkan dengan
laring dibawah berhubungan melaui aditus laring dan ke bawah berhubungan
dengan esofagus. Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa kurang
lebih 14 cm; bagian ini merupakan bagian dinding faring yang terpanjang.
Dinding faring dibentuk oleh (dari dalam keluar) selaput lendir, fasia
faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal. Faring
terbagi atas nasofaring, orofaring dan laringofaring (hipofaring).
Pada mukosa dinding belakang faring terdapat dasar tulang oksiput
inferior, kemudian bagian depan tulang atas dan sumbu badan, dan vertebra
servikalis lain. Nasofaring membuka ke arah depan ke hidung melalui koana
posterior. Superior, adenoid terletak pada mukosa atap nasofaring. Disamping,
muara tuba eustakhius kartilaginosa terdapat didepan lekukan yang disebut
fosa Rosenmuller. Kedua struktur ini berada diatas batas bebas otot konstriktor
faringis superior. Otot tensor veli palatini, merupakan otot yang menegangkan
palatum dan membuka tuba eustakhius, masuk ke faring melalui ruangan ini.
Otot ini membentuk tendon yang melekat sekitar hamulus tulang untuk

memasuki palatum mole. Otot tensor veli palatini dipersarafi oleh saraf
mandibularis melalui ganglion otic.
Orofaring ke arah depan berhubungan dengan rongga mulut. Tonsila
faringeal dalam kapsulnya terletak pada mukosa pada dinding lateral rongga
mulut. Didepan tonsila, arkus faring anterior disusun oleh otot palatoglosus,
dan dibelakang dari arkus faring posterior disusun oleh otot palatofaringeus
otot-otot ini membantu menutupnya orofaring bagian posterior. Semuanya
dipersarafi oleh pleksus faringeus.
Unsur-unsur faring meliputi mukosa, palut lendir (mucous blanket)
dan otot:
a. Mukosa
Bentuk mukosa faring bervariasi, tergantung pada letaknya. Pada
nasofaring karena fungsinya untuk saluran respirasi, maka mukosanya
bersilia, sedang epitelnya torak berlapis yang mengandung sel goblet. Di
bagian bawahnya, yaitu orofaring dan laringofaring, karena fungsinya
untuk saluran cerna, epitelnya gepeng berlapis dan tidak bersilia.
Di sepanjang faring dapat ditemukan banyak sel jaringan limfoid
yang terletak dalam rangkaian jaringan ikat yang termasuk dalam sistem
retikuloendotelial. Oleh karena itu faring dapat disebut juga daerah
pertahanan tubuh terdepan.
b. Palut Lendir (Mucous Blanket)
Daerah nasofaring dilalui oleh udara pernapasan yang diisap
melalui hidung. Di bagian atas, nasofaring ditutupi oleh palut lendir yang
terletak diatas silia dan bergerak sesuai dengan arah gerak silia ke
belakang. Palut lendir ini berfungsi untuk menangkap partikel kotoran yang
terbawa oleh udara yang diisap. Palut lendir ini mengandung enzim
Lyzozyme yang penting untuk proteksi.
c. Otot
Faring merupakan daerah dimana udara melaluinya dari hidung ke
laring juga dilalui oleh makanan dari rongga mulut ke esofagus. Oleh
karena itu, kegagalan dari otot-otot faringeal, terutama yang menyusun
ketiga otot konstriktor faringis, akan menyebabkan kesulitan dalam
menelan dan biasanya juga terjadi aspirasi air liur dan makanan ke dalam
cabang trakeobronkial.

Gambar 4. Otot-otot laring

Otot-otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkular) dan


memanjang (longitudinal). Otot-otot yang sirkular terdiri dari m.konstriktor
faring superior, media dan inferior. Otot-otot ini terletak disebelah luar.
Disebelah depan, otot-otot ini bertemu satu sama lain dan dibelakang
bertemu pada jaringan ikat yang disebut rafe faring (raphe pharyngis).
Kerja otot konstriktor untuk mengecilkan lumen faring. Otot-otot ini
dipersarafi oleh n.vagus (n.X).
Otot-otot yang longitudial adalah m.stilofaring dan m.palatofaring.
letak otot-otot ini sebelah dalam. M.stilofaring gunanya untuk melebarkan
faring dan menarik laring, sedangkan m.palatofaring mempertemukan
ismus orofaring dan menaikkan bagian bawah faring dan laring. Jadi kedua
otot ini bekerja sebagai elevator. Kerja kedua otot itu penting pada waktu
menelan. M.stilofaring dipersarafi oleh n.IX sedangkan m.palatofaring
dipersarafi dan m.azigos uvula.
M.levator veli palatini membentuk sebagian besar palatum mole
dan kerjanya untuk menyempitkan ismus faring dan memperlebar ostium
tuba eustacius.otot ini dipersarafi oleh n.X.
M. tensor veli palatini membentuk tenda palatum mole dan
kerjanya untuk mengencangkan bagian anterior palatum mole dan
membuka tuba eustachius. Otot ini dipersarafi oleh n.X
7

M. palatoglosus membentuk arkus anterior faring dan kerjanya


menyempitkan ismus faring. Otot ini dipersarafi oleh n.X
M. palatofaring membentuk arkus posterior faring. Otot ini
dipersarafi oleh n.X.
M. azigos uvula

merupakan

otot

yang

kecil,

kerjanya

memperpendek dan menaikkan uvula ke belakang atas. Otot ini dipersarafi


oleh n.X.
d. Pendarahan
Faring mendapat darah dari beberapa sumber dan kadang-kadang
tidak beraturan. Yang utama berasal dari cabang a.karotis eksterna (cabang
faring asendens dan cabang fausial) serta dari cabang a.maksila interna
yakni cabang palatina superior.
e. Persarafan
Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus
faring yang ekstensif. Pleksus ini dibentuk oleh cabang faring dari n.vagus,
cabang dari n.glosofaring dan serabut simpatis. Cabang faring dari n.vagus
berisi serabut motorik. Dari pleksus faring yang ekstensif ini keluar
cabang-cabang untuk otot-otot faring kecuali m.stilofaring yang dipersarafi
lansung oleh cabang n.glosofaring (n.IX).
f. Kelenjar getah bening
Aliran limfa dari dinding faring dapat melaui 3 saluran yakni
superior, media dan inferior. Saluran limfa superior mengalir ke kelenjar
getah bening retrofaring dan kelenjar getah bening servikal dalam atas.
Saluran limfa media mengalir ke kelenjar getah bening jugulo-digastrik dan
kelenjar servikal dalam atas, sedangkan saluran limfa inferior mengalir ke
kelenjar getah bening servikal dalam bawah.

Berdasarkan letak, faring dibagi atas:


a. Nasofaring
Berhubungan erat dengan beberapa struktur penting misalnya
adenoid, jaringan limfoid pada dinding lareral faring dengan resessus
faring yang disebut fosa rosenmuller, kantong rathke, yang merupakan
invaginasi struktur embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suatu
refleksi mukosa faring diatas penonjolan kartilago tuba eustachius, konka

foramen jugulare, yang dilalui oleh nervus glosofaring, nervus vagus dan
nervus asesorius spinal saraf kranial dan vena jugularis interna bagian
petrosus os.tempolaris dan foramen laserum dan muara tuba eustachius
b. Orofaring
Disebut juga mesofaring dengan batas atasnya adalah palatum
mole, batas bawahnya adalah tepi atas epiglotis kedepan adalah rongga
mulut sedangkan kebelakang adalah vertebra servikal. Struktur yang
terdapat dirongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil palatina
fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual
dan foramen sekum
1) Dinding posterior faring
Secara klinik dinding posterior faring penting karena ikut
terlibat pada radang akut atau radang kronik faring, abses retrofaring,
serta gangguan otot bagian tersebut. Gangguan otot posterior faring
bersama-sama dengan otot palatum mole berhubungan dengan
gangguan n.vagus.
2) Fosa tonsil
Fosa tonsil dibatasi oleh arkus faring anterior dan posterior.
Batas lateralnya adalah m.konstriktor faring superior. Pada batas atas
yang disebut kutub atas (upper pole) terdapat suatu ruang kecil yang
dinamakan fossa supratonsil. Fosa ini berisi jaringan ikat jarang dan
biasanya merupakan tempat nanah memecah ke luar bila terjadi abses.
Fosa tonsil diliputi oleh fasia yang merupakan bagian dari fasia
bukofaring

dan

disebu

kapsul

yang

sebenar-benarnya

bukan

merupakan kapsul yang sebenar-benarnya


3) Tonsil
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan
ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus didalamnya.
Terdapat macam tonsil yaitu tonsil faringal (adenoid), tonsil
palatina dan tonsil lingual yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran
yang disebut cincin waldeyer. Tonsil palatina yang biasanya disebut
tonsil saja terletak di dalam fosa tonsil. Pada kutub atas tonsil
seringkali ditemukan celah intratonsil yang merupakan sisa kantong

faring yang kedua. Kutub bawah tonsil biasanya melekat pada dasar
lidah.
Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam dan
mempunyai celah yang disebut kriptus. Epitel yang melapisi tonsil
ialah epitel skuamosa yang juga meliputi kriptus. Di dalam kriptus
biasanya biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas,
bakteri dan sisa makanan.
Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia faring yang
sering juga disebut kapsul tonsil. Kapsul ini tidak melekat erat pada
otot faring, sehingga mudah dilakukan diseksi pada tonsilektomi.Tonsil
mendapat darah dari a.palatina minor, a.palatina ascendens, cabang
tonsil a.maksila eksterna, a.faring ascendens dan a.lingualis dorsal.
Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua
oleh ligamentum glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior
massa ini terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang
terbentuk oleh papila sirkumvalata. Tempat ini kadang-kadang
menunjukkan

penjalaran

duktus

tiroglosus

dan

secara

klinik

merupakan tempat penting bila ada massa tiroid lingual (lingual


thyroid) atau kista duktus tiroglosus.
Infeksi dapat terjadi di antara kapsul tonsila dan ruangan
sekitar jaringan dan dapat meluas keatas pada dasar palatum mole
sebagai abses peritonsilar.
c. Laringofaring (hipofaring)
Batas laringofaring disebelah superior adalah tepi atas yaitu
dibawah valekula epiglotis berfungsi untuk melindungi glotis ketika
menelan minuman atau bolus makanan pada saat bolus tersebut menuju ke
sinus piriformis (muara glotis bagian medial dan lateral terdapat ruangan)
dan ke esofagus, nervus laring superior berjalan dibawah dasar sinus
piriformis pada tiap sisi laringofaring. Sinus piriformis terletak di antara
lipatan ariepiglotika dan kartilago tiroid. Batas anteriornya adalah laring,
batas inferior adalah esofagus serta batas posterior adalah vertebra
servikal. Lebih ke bawah lagi terdapat otot-otot dari lamina krikoid dan di
bawahnya terdapat muara esofagus.

10

Bila laringofaring diperiksa dengan kaca tenggorok pada


pemeriksaan laring tidak langsung atau dengan laringoskop pada
pemeriksaan laring langsung, maka struktur pertama yang tampak di
bawah dasar lidah ialah valekula. Bagian ini merupakan dua buah
cekungan yang dibentuk oleh ligamentum glosoepiglotika medial dan
ligamentum glosoepiglotika lateral pada tiap sisi. Valekula disebut juga
kantong pil

( pill pockets), sebab pada beberapa orang, kadang-kadang

bila menelan pil akan tersangkut disitu.


Dibawah valekula terdapta epiglotis. Pada bayi epiglotis ini
berbentuk omega dan perkembangannya akan lebih melebar, meskipun
kadang-kadang bentuk infantil (bentuk omega) ini tetap sampai dewasa.
Dalam perkembangannya, epiglotis ini dapat menjadi demikian lebar dan
tipisnya sehingga pada pemeriksaan laringoskopi tidak langsung tampak
menutupi pita suara. Epiglotis berfungsi juga untuk melindungi (proteksi)
glotis ketika menelan minuman atau bolus makanan, pada saat bolus
tersebut menuju ke sinus piriformis dan ke esofagus.
Nervus laring superior berjalan dibawah dasar sinus piriformis
pada tiap sisi laringofaring. Hal ini penting untuk diketahui pada
pemberian anestesia lokal di faring dan laring pada tindakan laringoskopi
langsung.
3. LARING
Laring merupakan bagian yang terbawah dari saluran napas bagian
atas. Bentuknya menyerupai limas segitiga terpancung, dengan bagian atas
lebih besar daripada bagian bawah.
Batas atas laring adalah aditus laring, sedangkan batas bawahnya
ialah batas kaudal kartilago krikoid.

11

Bangunan kerangka laring tersusun dari satu tulang, yaitu tulang


hioid, dan beberapa buah tulang rawan. Tulang hioid berbentuk seperti huruf
U, yang permukaan atasnya dihubungkan dengan lidah, mandibula dan
tengkorak oleh tendo dan otot-otot. Sewaktu menelan, kontraksi otot-otot ini
akan menyebabkan laring tertarik ke atas, sedangkan bila laring diam, maka
otot-otot ini bekerja untuk membuka mulut dan membantu menggerakkan
lidah.

Gambar 4. Bagian daripada laring

Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago epiglotis,


kartilago krikoid, kartilago aritenoid, kartilago kornikulata, kartilago tiroid.
Kartilago krikoid dihubungkan dengan kartilago tiroid oleh
ligamentum krikotiroid. Bentuk kartilago krikoid berupa lingkaran.
Terdapat 2 buah (sepasang) kartilago aritenoid yang terletak dekat
permukaan belakang laring, dan membentuk sendi dengan kartilago krikoid,
disebut artikulasi krikoaritenoid.
Sepasang kartilago kornikulata (kiri dan kanan) melekat pada
kartilago aritenoid di daerah apeks, sedangkan sepasang kartilago kuneiformis
terdapat didalam lipatan ariepiglotik, dan kartilago tritisea terletak di dalam
ligamentum hiotiroid lateral.

12

Pada laring terdapat 2 buah sendi, yaitu artikulasi krikotiroid dan


artikulasi krikoaritenoid.
Ligamentum yang membentuk susunan laring adalah ligamentum
seratokrikoid (anterior, lateral dan posterior), ligamentum krikotiroid medial,
ligamentum krikotiroid posterior, ligamentum kornikulofaringal, ligamentum
hiotiroid lateral, ligamentum hiotiroid medial, ligamentum hioepiglotika,
ligamentum ventrikularis, ligamentum vokale yang menghubungkan kartilago
aritenoid dengan kartilago tiroid, dan ligamentum tiroepiglotika.
Gerakan laring dilaksanakan oleh kelompok otot-otot ekstrinsik
dan otot-otot intrinsik. Otot-otot ekstrinsik terutama bekerja pada laring
secara keseluruhan, sedangkan otot-otot intrinsik menyebabkan gerak bagianbagian laring sendiri.
Otot-otot ekstrinsik laring ada yang terletak di atas tulang hioid
(suprahioid), dan ada yang terletak di bawah tulang hioid (infrahioid).
Otot-otot

ekstrinsik

yang

suprahioid

ialah

m.digastrikus,

m.geniohioid, m.stilohioid dan m.milohioid. Otot yang infrahioid ialah


m.sternohioid, m.omohioid dan m.tirohioid.
Otot-otot ekstrinsik laring yang suprahioid berfungsi menarik
laring ke bawah, sedangkan yang infrahioid menarik laring ke atas.
Otot-otot

intrinsik

laring

ialah

m.krikoaritenoid

lateral,

m.tiroepiglotika, m.vokalis, m.tiroaritenoid, m.ariepiglotika dan m.krikotiroid. Otot-otot ini terletak di bagian lateral laring.
Otot-otot intrinsik laring yang terletak di bagian posterior, ialah
m.aritenoid transversum, m.aritenoid oblik dan m.krikoaritenoid posterior.
RONGGA LARING
Batas atas rongga laring (cavum laryngis) ialah aditus laring, batas
bawahnya ialah bidang yang melalui pinggir bawah kartilago krikoid. Batas
depannya ialah permukaan belakang epiglotis, tuberkulum epiglotik,

13

ligamentum tiroepiglotik, sudut antara kedua belah lamina kartilago tiroid dan
arkus kartilago krikoid. Batas lateralnya ialah membran kuadrangularis,
kartilago aritenoid, konus elastikus dan arkus kartilago krikoid, sedangkan
batas belakangnya ialah m.aritenoid transversus dan lamina kartilago krikoid.
Dengan adanya lipatan mukosa pada ligamentum vokale dan
ligamentum ventrikulare, maka terbentuklah plika vokalis (pita suara asli) dan
plika ventrikularis (pita suara palsu).
Bidang antara plika vokalis kiri dan kanan, disebut rima glotis,
sedangkan antara kedua plika ventrikularis, disebut rima vestibuli.
Plika vokalis dan plika ventrikularis membagi rongga laring dalam
3 bagian, yaitu vestibulum laring, glotik dan subglotik.
Vestibulum laring ialah rongga laring yang terdapat di atas plika
ventrikularis. Daerah ini disebut supraglotik.
Antara plika vokalis dan plika ventrikularis, pada tiap sisinya
disebut ventrikulus laring Morgagni.
Rima glotis terdiri dari 2 bagian, yaitu bagian intermembran dan
bagian interkartilago. Bagian intermembran ialah ruang antara kedua plika
vokalis, dan terletak di bagian anterior, sedangkan bagian interkartilago
terletak antara kedua puncak kartilago aritenoid, dan terletak di bagian
posterior.
Daerah subglotik adalah rongga laring yang terletak di bawah pita
suara (plika vokalis).
a. Persarafan laring
Laring dipersarafi oleh cabang-cabang nervus vagus, yaitu
n.laringis superior dan n.laringis inferior. Kedua saraf ini merupakan
campuran saraf motorik dan sensorik.
Nervus laringis superior mempersarafi m.krikotiroid, sehingga
memberikan sensasi pada mukosa laring di bawah pita suara. Saraf ini
mula-mula terletak di atas m.konstriktor faring medial, di sebelah medial

14

a.karotis interna dan eksterna, kemudian menuju ke kornu mayor tulang


hioid, dan setelah menerima hubungan dengan ganglion servikal superior,
membagi diri dalam 2 cabang, yaitu ramus eksternus dan ramus internus.
Ramus eksternus berjalan pada permukaan luar m.konstriktor
faring inferior dan menuju ke m.krikotiroid, sedangkan ramus internus
tertutup oleh m.tirohioid terletak di sebelah medial a.tiroid superior,
menembus membran hiotitiroid, dan bersama-sama dengan a.laringis
superior menuju ke mukosa laring.
Nervus laringis inferior merupakan lanjutan dari n.rekuren setelah
saraf itu memberikan cabangnya menjadi ramus kardia inferior. Nervus
rekuren merupakan cabang dari n. Vagus.
Nervus rekuren kanan akan menyilang a.subklavia kanan di
bawahnya, sedangkan n.rekuren kiri akan menyilang arkus aorta. Nervus
laringis inferior berjalan di antara cabang-cabang a.tiroid inferior, dan
melalui permukaan mediodorsal kelenjar tiroid akan sampai pada
permukaan medial m.krikofaring. Di sebelah posterior dari sendi
krikoaritenoid, saraf ini bercabang 2 menjadi ramus anterior dan ramus
posterior. Ramus anterior akan mempersarafi otot-otot intrinsik laring
bagian lateral, sedangkan ramus posterior mempersarafi otot-otot intrinsik
laring bagian superior dan mengadakan anastomosis dengan n.laringis
superior ramus internus.
b. Pendarahan
Pendarahan untuk laring terdiri dari 2 cabang, yaitu a.laringis
superior dan a.laringis inferior.
Arteri laringis superior merupakan cabang dari a.tiroid superior.
Arteri laringis superior berjalan agak mendatar melewati bagian belakang
membran tirohioid bersama-sama dengan cabang internus dari n.laringis
superior kemudian menembus membran ini untuk berjalan ke bawah di
submukosa dari dinding lateral dan lantai dari sinus piriformis, untuk
mempendarahi mukosa dan otot-otot laring.
Arteri laringis inferior merupakan cabang. dari a.tiroid inferior dan
bersama-sama dengan n.laringis inferior berjalan ke belakang sendi
krikotiroid, masuk laring melalui daerah pinggir bawah dari m.konstriktor
faring inferior. Di dalam laring arteri itu bercabang-cabang, mempendarahi
mukosa dan otot serta beranastomosis dengan a.laringis superior.
15

Pada daerah setinggi membran krikotiroid a.tiroid superior juga


memberikan cabang yang berjalan mendatari sepanjang membran itu
sampai mendekati tiroid. Kadang-kadang arteri ini mengirimkan cabang
yang kecil melalui membran krikotiroid untuk mengadakan anastomosis
dengan a.laringis superior.
Vena laringis superior dan vena laringis inferior letaknya sejajar
dengan a.laringis superior dan inferior dan kemudian bergabung dengan
vena tiroid superior dan inferior.

4. TRAKEA
Trakea merupakan pipa yang terdiri dari tulang rawan dan otot yang
dilapisi oleh epitel torak berlapis
semu bersilia, mulai dari kartilago
krikoid sampai percabangan ke
bronkus utama kanan dan kiri, pada
setinggi iga ke dua pada orang
dewasa dan setinggi iga ke tiga
pada anak-anak.
Trakea terletak di tengahtengah leher dan makin ke distal
bergeser ke sebelah kanan, dan
masuk ke rongga mediastinum di

Gambar 5. Anatomi Trakea

belakang manubrium sterni. Trakea sangat elastis, dan panjang serta letaknya
berubah-ubah, tergantung pada posisi kepala dan leher. Lumen trakea
ditunjang oleh kira-kira 18 cincin tulang rawan yang bagian posteriornya tidak
bertemu. Di bagian posterior terdapat jaringan yang merupakan batas dengan
esofagus, yang disebut dinding bersama antara trakea dan esofagus
(tracheoesophageal party wall).
Panjang trakea kira-kira 12 sentimeter pada pria dan 10 sentimeter
pada wanita. Diameter anteriorposterior rata-rata 13 milimeter, sedangkan
diameter transversal rata-rata 18 milimeter. Cincin trakea yang paling bawah

16

meluas ke inferior dan posterior di antara bronkus utama kanan dan kiri,
membentuk sekat yang lancip di sebelah dalam, yang disebut karina.
Mukosa di daerah subglotik merupakan jaringan ikat jarang, yang
disebut konus elastikus. Keistimewaan jaringan ini ialah, bila terangsang
mudah terjadi edema dan akan terbentuk jaringan granulasi bila rangsangan
berlangsung lama. Pada pemeriksaan endoskopik tampak trakea merupakan
tabling yang datar pada bagian posterior, sedangkan di bagian anterior tampak
cincin tulang rawan. Mukosa di atas cincin trakea berwarna putih, dan di
antara cincin itu berwarna merah muda. Pada bagian servikal dan torakal
trakea berbentuk oval, karena tertekan oleh kelenjar tiroid dan arkus aorta.
5. ESOFAGUS
Esofagus bagian servikal terletak kurang lebih pada garis tengah
leher di belakang trakea dan didepan korpus vertebra. Saraf laringeus rekurens
terdapat alur diantara esofagus dan trakea. Arteri karotis komunis dan isi
selubung karotis terletak di lateral esofagus. Pada lapisan otot faring terdapat
daerah trigonum yang lemah di atas otot krikofaringeus yang berkembang dari
krikoid dan mengelilingi esofagus bagian atas. Divertikulum yang disebut
Divertikulum Zenker dapat keluar melalui daerah yang lemah ini dan
berlawanan dengan penelanan.
Gambar 6. Perjalanan esofagus

B. FISIOLOGI
1. FUNGSI FARING

17

Terutama untuk pernapasan, menelan, resonansi suara dan artikulasi.


Tiga dari fungsi-fungsi ini adalah jelas. Fungsi penelanan akan dijelaskan
terperinci.
a. Penelanan
Proses penelanan dibagi menjadi tiga tahap. Pertama gerakan
makanan dari mulut ke faring secara volunter. Tahap kedua, transport
makanan melalui faring dan tahap ketiga, jalannya bolus melalui esofagus,
keduanya

secara

involunter.

Langkah

yang

sebenarnya

adalah:

pengunyahan makanan dilakukan pada sepertiga tengah lidah. Elevasi


lidah dan palatum mole mendorong bolus ke orofaring. Otot supra hiod
berkontraksi, elevasi tulang hioid dan laring intrinsik berkontraksi dalam
gerakan seperti sfingter untuk mencegah aspirasi. Gerakan yang kuat dari
lidah bagian belakang akan mendorong makanan kebawah melalui
orofaring, gerakan dibantu oleh kontraksi otot konstriktor faringis media
dan superior. Bolus dibawa melalui introitus esofagus ketika otot
konstriktor faringis inferior berkontraksi dan otot krikofaringeus
berelaksasi. Peristaltik dibantu oleh gaya berat, menggerakkan makanan
melalui esofagus dan masuk ke lambung
b. Proses berbicara
Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari
otot-otot palatum dan faring. Gerakan ini antara lain berupa pendekatan
palatum mole kearah dinding belakang faring. Gerakan penutupan ini
terjadi sangat cepat dan melibatkan mula-mula m.salpingofaring dan
m.palatofaring,

kemudian

m.levator

veli

palatine

bersama-sama

m.konstriktor faring superior. Pada gerakan penutupan nasofaring


m.levator veli palatini menarik palatum mole ke atas belakang hampir
mengenai dinding posterior faring. Jarak yang tersisa ini diisi oleh tonjolan
(fold of) Passavant pada dinding belakang faring yang terjadi akibat 2
macam mekanisme, yaitu pengangkatan faring sebagai hasil gerakan
m.palatofaring

(bersama

m,salpingofaring)

oleh

kontraksi

aktif

m.konstriktor faring superior. Mungkin kedua gerakan ini bekerja tidak


pada waktu bersamaan.

18

Ada yang berpendapat bahwa tonjolan Passavant ini menetap


pada periode fonasi, tetapi ada pula pendapat yang mengatakan tonjolan
ini timbul dan hilang secara cepat bersamaan dengan gerakan palatum.
2. FUNGSI LARING
Laring berfungsi untuk proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, menelan,
emosi serta fonasi.
Fungsi laring untuk proteksi ialah untuk mencegah makanan dan
benda asing masuk ke dalam trakea, dengan jalan menutup aditus laring dan
rima glotis secara bersamaan. Terjadinya penutupan aditus laring ialah karena
pengangkatan laring ke atas akibat kontraksi otot-otot ekstrinsik laring. Dalam
hal ini kartilago aritenoid bergerak ke depan akibat kontraksi m.tiroaritenoid
dan m.aritenoid. Selanjutnya m.ariepiglotika berfungsi sebagai sfingter.
Penutupan rima glotis terjadi karena adduksi plika vokalis. Kartilago
aritenoid kiri dan kanan mendekat karena aduksi otot-otot intrinsik.
Selain itu dengan refleks batuk, benda asing yang telah masuk ke
dalam trakea dapat dibatukkan ke luar. Demikian juga dengan bantuan batuk,
sekret yang berasal dari paru dapat dikeluarkan.
Fungsi respirasi dari laring ialah dengan mengatur besar kecilnya
rima glotis. Bila m.krikoaritenoid posterior berkontraksi akan menyebabkan
prosesus vokalis kartilago aritenoid bergerak ke lateral, sehingga rima glotis
terbuka.
Dengan terjadinya perubahan tekanan udara di dalam traktus
trakeobronkial akan dapat mempengaruhi sirkulasi darah dari alveolus,
sehingga mempengaruhi sirkulasi darah tubuh. Dengan demikian laring
berfungsi juga sebagai alat pengatur sirkulasi darah.
Fungsi laring dalam membantu proses menelan ialah dengan 3
mekanisme, yaitu gerakan laring bagian bawah ke atas, menutup aditus
laringis dan mendorong bolus makanan turun ke hipofaring dan tidak mungkin
masuk ke dalam laring.
Laring juga mempunyai fungsi untuk mengekpresikan emosi, seperti
berteriak, mengeluh, menangis dan lain-lain.
Fungsi laring yang lain ialah untuk fonasi, dengan membuat suara
serta menentukan tinggi rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada diatur oleh
peregangan plika vokalis. Bila plika vokalis dalam aduksi, maka m.krikotiroid
akan merotasikan kartilago tiroid ke bawah dan ke depan, menjauhi kartilago

19

aritenoid. Pada saat yang bersamaan m.krikoaritenoid posterior akan menahan


atau menarik kartilago aritenoid ke belakang. Plika vokalis kini dalam keadaan
yang efektif untuk berkontraksi. Sebaliknya kontraksi m.krikoaritenoid akan
mendorong kartilago aritenoid ke depan, sehingga plika vokalis akan
mengendor. Kontraksi serta mengendornya plika vokalis akan menentukan
tinggi rendahnya nada.
C. ETIOPATOGENESIS DISFAGIA
Berdasarkan

penyebabnya, disfagia dibagi atas disfagia mekanik,

disfagia motorik, disfagia oleh gangguan emosi.1


Penyebab utama disfagia mekanik adalah sumbatan lumen esofagus oleh
massa tumor dan benda asing. Penyebab lain adalah akibat peradangan mukosa
esofagus, serta akibat penekanan lumen esofagus dari luar, misalnya oleh
pembesaran kelenjar timus, kelenjar tiroid, kelenjar getah bening di mediastinum,
pembesaran jantung, dan elongasi aorta. Letak arteri subklavia dekstra yang
abnormaldapat menyebabkan disfagia yang disebut disfagia Lusoria. Disfagia
mekanik timbul bila terjadi penyempitan lumen esofagus. Pada keadaan normal,
lumen esofagus orang dewasa dapat meregang sampai 4 cm. keluhan disfagia
mulai timbul bila dilatasi ini tidak mencapai diameter 2,5 cm.1
Keluhan disfagia motorik disebabkan oleh kelainan neuromuscular yang
berperan dalam proses menelan. Lesi di pusat menelan di batang otak, kelainan
saraf otak n.V, n.VII, n.IX, n.X dan n.XII, kelumpuhan otot faring dan lidah serta
gangguan peristaltik esofagus dapat menyebabkan disfagia.1
Kelainan otot polos esofagus yang dipersarafi oleh komponen
parasimpatik n.vagus dan neuron nonkolinergik pasca ganglion (post ganglionic
noncholinergic) di dalam ganglion mienterik akan menyebabkan gangguan
kontraksi dinding esofagus dan relaksasi sfingter esofagus bagian bawah,
sehingga dapat timbul keluhan disfagia. Penyebab utama dari disfagia motorik
adalah akalasia, spasme difus esofagus, kelumpuhan otot faring, dan scleroderma
esophagus. Keluhan disfagia dapat juga timbul karena terdapat gangguan emosi,
atau tekanan jiwa yang berat. Kelainan ini disebut globus histerikus.1
Proses menelan merupakan proses yang kompleks. Setiap unsur yang
berperan dalam proses menelan harus bekerja secara terintegrasi dan

20

berkesinambungan. Keberhasilan mekanisme menelan ini tergantung dari


beberapa faktor yaitu ukuran bolus makanan, diameter lumen esofagus yang
dilalui bolus, kontraksi peristaltik esofagus, fungsi sfingter esofagus bagian atas
dan bagian bawah dan kerja otot-otot rongga mulut dan lidah.1
Integrasi

fungsional

yang

sempurna

akan

terjadi

bila

sistem

neuromuscular mulai dari susunan saraf pusat, batang otak, persarafan sensorik
dinding faring dan uvula, persarafan ekstrinsik esofagus serta persarafan intrinsik
otot-otot esofagus bekerja dengan baik, sehingga aktivitas motorik berjalan lancar.
Kerusakan pada pusat menelan dapat menyebabkan kegagalan aktivitas
komponen orofaring, otot lurik esofagus, dan sfingter esofagus bagian atas. Oleh
karena otot lurik esofagus dan sfingter esofagus bagian atas juga mendapat
persarafan dari inti motor n.vagus, aktivitas peristaltik esofagus masih tampak
pada kelainan otak. Relaksasi sfingter esofagus bagian bawah terjadi akibat
peregangan langsung dinding esofagus.1
D. FISIOLOGI MENELAN
Dalam proses menelan akan terjadi hal-hal seperti berikut, pembentukan
bolus makanan dengan ukuran dan konsistensi yang baik, upaya sfingter
mencegah terhamburnya bolus ini dalam fase-fase menelan, mempercepat
masuknya bolus makanan ke dalam faring saat respirasi, mencegah masuknya
makanan dan minuman ke dalam nasofaring dan laring, kerjasama yang baik dari
otot-otot di rongga mulut untuk mendorong bolus makanan ke lambung, usaha
untuk membersihkan kembali esofagus. Sekitar 50 pasang otot dan saraf yang
bekerja untuk memindahkan makanan dari mulut ke perut.3 Proses menelan di
mulut, faring, laring, dan esofagus secara keseluruhan akan terlibat secara
berkesinambungan.1
Proses menelan dapat dibagi dalam 3 fase: fase oral, fase faringal, dan
fase esofagal.1
1. Fase Oral
Fase oral terjadi secara sadar. Makanan yang telah dikunyah dan
bercampur liur akan membentuk bolus makanan. Bolus ini bergerak dari
rongga mulut melalui dorsum lidah, terletak di tengah lidah akibat kontraksi
otot intrinsic lidah. Kontraksi m.levator veli palatine mengakibatkan rongga
pada lekukan dorsum lidah diperluas, palatum mole terangkat, dan bagian
21

dinding posterior faring (Passavants ridge) akan terangkat pula. Bolus


terdorong ke posterior karena lidah terangkat ke atas. Bersamaan dengan ini
terjadi penutupan nasofaring sebagai akibat kontraksi m.palatoglosus yang
meneybabkan ismus fasium tertutup, diikuti kontraksi m.palatofaring,
sehingga bolus maknana tidak akan berbalik ke rongga mulut. 1 Pada gambar1
sampai gambar 3 dapat dilihat fisiologi menelan sampai ujung epiglottis
terdorong ke belakang dan bawah.

2. Fase Faringeal
Fase faringal terjadi secara refleks pada akhir fase oral, yaitu
perpindahan bolus makanan dari faring ke esofagus. Faring dan laring
bergerak ke atas oleh kontraksi m.stilofaring, m.salfingofaring, m.tirohioid,
dan m.palatofaring.
Aditus laring tertutup oleh epiglottis, sedangkan ketiga sfingter laring,
yaitu plikaariepiglotika, plika ventrikularis dan plika vokalis tertutup karena
kontraksi m.ariepiglotika dan m.aritenoid obliges. Bersamaan dengan ini
terjadi juga penghentian aliran udara ke laring karena refleks yang
menghambat pernapasan, sehingga bolus makanan tidak akan masuk ke
saluran napas. Selanjutnya bolus makanan akan meluncur kea rah esofagus,
karena valekula dan sinus piriformis sudah dalam keadaan lurus.1 Pada
gambar 4 s.d. gambar 6 disajikan fisiologi menelan sampai menutupnya
vestibulum laring akibat kontraksi plika ariepiglotik dan plika ventrikularis.

22

3. Fase Esofagal
Fase esofagal ialah fase perpindahan bolus makanan dari esofagus ke
lambung. Dalam keadaan istirahat, introitus esofagus selalu tertutup. Dengan
adanya rangsangan bolus makanan pada akhir fase faringal, terjadi relaksasi
m.krikofaring, introitus esofagus terbuka dan bolus makanan masuk ke dalam
esofagus.1
Setelah bolus makanan lewat, sfingter akan berkontraksi lebih kuat,
melebihi tonus introitus esofagus pada waktu istirahat, sehingga makanan
tidak akan kembali ke faring. Dengan demikian refluks dapat dihindari.1
Gerak bolus makanan di esofagus bagian atas masih dipengaruhi oleh
kontraksi m.konstriktor faring inferior pada akhir fase faringal. Selanjutnya
bolus makanan akan didorong ke distal oleh gerakan peristaltic esofagus.1
Dalam keadaan istirahat sfingter esofagus bagian bawah selalu
tertutup dengan tekanan rata-rata 8 milimeter Hg lebih dari tekanan di dalam
lambung, sehingga tidak terjadi regurgitasi isi lambung.1
Pada akhir fase esofagal sfingter ini akan terbuka secara refleks ketika
dimulainya peristaltic esofagus servikal untuk mendorong bolus makanan ke
distal. Selanjutnya setelah bolus makanan lewat, sfingter ini akan menutup
kembali.1 Gambar 7 s.d. 8 menunjukkan fisiologi menelan mulai dari proses
bolus makanan di valekuela hingga gelombang peristaltic mendorong bolus
makanan ke esophagus.

E. DIAGNOSIS
1. Anamnesis

23

Untuk menegakkan diagnosis, diperlukan anamnesis yang cermat


untuk menentukan diagnosis kelainan atau penyakit yang menyebabkan
timbulnya disfagia.1
Jenis makanan yang menyebabkan disfagia dapat memberikan
informasi kelainan yang terjadi. Pada disfagia mekanik mula-mula kesulitan
menelan hanya terjadi waktu menelan makanan padat. Bolus makanan tersebut
kadang-kadang perlu didorong dengan air dan pada sumbatan yang lebih
lanjut, cairan pun akan sulit ditelan. Bila sumbatan ini terjadi secara progresif
dalam beberapa bulan, harus dicurigai kemungkinan proses keganasan di
esofagus. Sebaliknya pada disfagia motorik, yaitu pada pasien akalasia, dan
spasme difus esofagus, keluhan sulit menelan makanan padat dan cairan
terjadi dalam waktu yang bersamaan.1
Waktu dan perjalanan keluhan disfagia dapat memberikan gambaran
yang lebih jelas untuk diagnostik. Disfagia yang hilang dalam beberap hari
dapat disebabkan oleh peradangan. Disfagia yang terjadi dalam beberapa
bulan dengan penurunan berat badan yang cepat dicurigai adanya keganasan
di esofagus. Bila disfagia ini berlangsung bertahun-tahun untuk makanan
padat perlu dipikirkan adanya kelainan yang bersifat jinak atau di esofagus
bagian distal (lower esophageal muscular ring).1
Lokasi rasa sumbatan di daerah dada dapat menunjukkan kelainan
esofagus bagian torakal, tetapi bila sumbatan berada di leher, kalainannya
terletak di faring, atau esofagus bagian servikal.1
Gejala lain yang menyertai disfagia, seperti masuknya cairan ke
dalam hidung waktu minum menandakan adanya kelumpuhan otot-otot
faring.1
Pembagian gejala dapat menjadi dua macam yaitu disfagia orofaring
dan disfagia esophagus. Gejala disfagia orofaringeal adalah sebagai berikut:
kesulitan mencoba menelan, tersedak atau menghirup air liur ke dalam paruparu saat menelan, batuk saat menelan, muntah cairan melalui hidung,
bernapas saat menelan makanan, suara lemah, berat badan menurun.4
Sedangkan gejala disfagia esofagus adalah sebagai berikut: sensasi tekanan
dalam dada tengah, sensasi makanan yang menempel di tenggorokan atau
dada, nyeri dada, nyeri menelan, rasa terbakar di dada yang berlangsung
kronis, belching, sakit tenggorokan.4

24

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan daerah leher dilakukan untuk melihat dan meraba
adanya massa tumor atau pembesaran kelenjar limfa yang dapat menekan
esofagus. Daerah rongga mulut perlu diteliti, apakah ada tanda-tanda
peradangan orofaring dan tonsil selain adanya massa tumor yang dapat
mengganggu proses menelan. Selain itu diteliti adanya kelumpuhan otot-otot
lidah dan arkus faring yang disebabkan gangguan di pusat menelan dan saraf
otak n.V, n.VII, n.IX, dan n.XII. pembesaran jantung sebelah kiri, elongasi
aorta, tumor bronkus kiri, dan pembesaran kelenjar limfa mediastinum, juga
dapat menyebabkan keluhan disfagia.1
3. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan penunjang, foto polos esofagus dan yang memakai zat
kontras,

dapat

membantu

menegakkan

diagnosis

kelainan

esofagus.

Pemeriksaan ini tidak invasive. Dengan pemeriksaan fluoroskopi, dapat dilihat


kelenturan dinding esofagus, adanya gangguan peristaltik, penekanan lumen
esofagus dari luar, isi lumen esofagus dan kadang-kadang kelainan mukosa
esofagus. Pemeriksaan kontras ganda dapat memerlihatkan karsinoma stadium
dini. Akhir-akhir ini pemeriksaan radiologik esofagus untuk memperlihatkan
gangguan motilitas esofagus dibuat cine-film atau video tape nya. Tomogram
dan CT scan dapat mengevaluasi bentuk esofagus dan jaringan di sekitarnya.
MRI (Magnetic Resonance Imaging) dapat membantu melihat kelainan di otak
yang menyebabkan disfagia motorik.1
4. Esofagoskopi
Tujuan tindakan esofagoskopi adalah untuk melihat langsung isi
lumen esofagus dan keadaan mukosanya. Diperlukan alat esofagoskop yang
kaku

(rigid

oesophagoscope)

atau

yang

lentur

(flexible

fibreoptic

oesophagoscope). Karena pemeriksaan ini bersifat invasif, perlu dilakukan


persiapan yang baik. Dapat dilakukan dengan analgesia (lokal atau umum).
Untuk menghindari komplikasi yang mungkin timbul, perlu diperhatikan
indikasi dan kontraindikasi tindakan. Persiapan pasien, ooperator, peralatan,

25

dan ruang pemeriksaan perlu dilakukan. Risiko dari tindakan seperti


perdarahan dan perforasi pasca biopsi harus diperhatikan.1
5. Pemeriksaan Manometrik
Pemeriksaan manometrik bertujuan untuk menilai fungsi motorik
esofagus. Dengan mengukur tekanan dalam lumen esofagus dan tekanan
sfingter esofagus dapat dinilai gerakan peristaltik secara kualitatif dan
kuantitatif.1
F. FEES
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menilai seorang
pasien dengan keluhan disfagia antara lain : Videofluoroscopic Swallow Study
(=Modified Barium Swallow (MBS)), Fiberoptic Endoscopic Examination of
Swallowing (FEES), Fiberoptic Endoscopic Examination of Swallowing with
Sensory Testing (FEESST), Scintigraphy.5
FEES sekarang menjadi pilihan pertama untuk evaluasi pasien dengan
disfagia di eropa karena mudah, dapat dilakukan berpindah tempat dan lebih
murah dibandingkan MBS. Prosedur ini dapat dilakukan oleh dokter spesialis
THT-KL bersama dokter spesialis Rehabilitasi Medik dan dapat menilai anatomi
dan fisiologi menelan, perlindungan jalan nafas dan hubungannya dengan fungsi
menelan makanan padat atau cair, diagnosis, rencana terapi selanjutnya serta
evaluasi keberhasilan setelah terapi. 5
Fiberoptic Endoscopic Examination of Swallowing (FEES) adalah
pemeriksaan fase faringeal pada proses menelan yang dilakukan secara endoskopi.
FEES sudah digunakan sebagai alat evaluasi pada kasus gangguan menelan sejak
dideskripsikan oleh Susan E. langmore pada tahun 1988. Beberapa penelitian
menyebutkan bahwa FEES dapat mendeteksi dengan baik adanya aspirasi,
penetrasi dan residu faringeal apabila dibandingkan dengan videofluoroskopi.
Namun demikian FEES bukan merupakan pengganti dari pemeriksaan lainnya
seperti videofluoroskopi. 5
FEES merupakan

prosedur

instrumen

yang

digunakan

untuk

mengevaluasi fungsi menelan dan menuntun penatalaksanaan kelainan menelan.


Dengan menggunakan endoskopi transnasal untuk memvisualisasikan secara
langsung anatomi struktur yang penting dalam proses menelan agar dapat

26

mengevaluasi pergerakan struktur tersebut selama menelan makanan maupun


minuman. Secara umum komponen dasar FEES meliputi:
1. Penilaian anatomi dan fisiologi menelan: velar, anatomi faring dan laring,
pergerakan dan sensasi yang berkaitan dengan proses menelan
2. Penilaian fungsi menelan makanan dan cairan secara langsung.
3. Aplikasi manuver terapi, modifikasi diet dan strategi perilaku, serta
evaluasi efektifitasnya.
1. Indikasi
Secara umum, indikasi FEES adalah untuk mengevaluasi pasien
dengan kesulitan menelan dan kemungkinan risiko aspirasi dalam proses
menelan. Metode ini juga dapat menentukan intake nutrisi yang optimal untuk
meminimalkan risiko aspirasi. Indikasi lain adalah : menilai struktur anatomi
orofaring, nasofaring, dan laringofaring. Menilai integritas sensorik struktur
faring dan laring. Menilai kemampuan pasien untuk melindungi jalan napas
pada saat menlan.
Tanda dan gejala disfagia di bawah ini dapat mengindikasikan untuk
dilakukan pemeriksaan FEES, yakni :
a. Riwayat disfagia faringeal
b. Kesulitan mengolah sekret oral
c. Kesulitan dalam mengkoordinasikan proses menelan dan bernapas.
d. Kualitas fokal yang abnormal disertai suspek disfagia
e. Fatig selama menelan
f. Globus pharyngeus
Aplikasi FEES pada kelompok pasien dengan disfagia telah diketahi
dalam literatur (Langmore,2001). FEES dapat diaplikasikan pada beberapa
populasi berbeda, yakni pasien-pasien dengan kelainan neurologis seperti
stroke dan tumor di kepala serta post bedah kepala leher. 6, 7
2. Kontraindikasi
a. Agitasi berat dan tidak kooperatif
b. Kelainan pergerakan yang berat
c. Riwayat vasovagal
d. Riwayat epistaksis yang berat
e. Trauma nasal
f. Riwayat penatalaksanaan pada kanker kepala maupun leher (bedah,
g.
h.
i.
j.
k.
l.

kemoterapi, radioterapi)
Obstruksi pada kedua saluran nasal
Kondisi kardiovaskuler yang tidak stabil
Riwayat pengobatan antikoagulan
Stenosi nasofaringeal
Fraktur pada wajah atau basis kranii
Pasien dengan kelainan darah

27

m. Etiologi disfagia berlokasi di esofagus.6,7


3. Keuntungan
FEES memberikan informasi anatomi yang lebih baik termasuk ada
tidaknya akumulasi sekret. FEES juga lebih sensitif dalam evaluasi masuknya
bolus, aspirasi dan residu faringeal dibanding MBS.8
Beberapa keuntungan FEES dibanding evaluasi fungsi menelan yang
lain adalah sebagai berikut:
a. Non radiaktif
b. Portabel
c. Tidak memerlukan ruangan khusus
d. Hasilnya dapat langsung diketahui.9
4. Kelemahan
a. Blind spot (visusalisasi tertutup pada saat menalan)
b. Tidak dapat mengevaluasi krikofaring fungsi otot-otot faring dan laring
c. Tidak dapat mengevaluasi kelainan dalam esofagus.7
5. Prosedur Pemeriksaan
Agar pemeriksaan FEES ini dapat berlangsung dengan baik dan untuk
menghindari komplikasi yang mungkin timbul, perlu diperhatikan persiapan
yang optimal. Persiapan meliputi:
a. Persiapan penderita
Sebelum tindakan FEES perlu dilakukan:
1) Anamnesis lengkap dan cermat
2) Pemeriksaan THT rutin
3) Pemeriksaan darah tertutama penderita dengan kecurigaan gangguan
perdarahan.
4) Pemeriksaan tanda-tanda vital sesaat sebelum pemeriksaan.7
b. Anestesi
Anestesi dan atau dekongestan topikal digunakan untuk
mengurangi rasa tidak nyaman. Namun demikian penggunaannya tidak
dianjurkan karena dapat mempengaruhi aspek sensoris dari menelan.
Pemakaian lubrikan (K-Y Jelly) di ujung endoskop dapat memudahkan
insersi endoskop.6
c. Persiapan alat
Alat-alat dan bahan yang dibutuhkan adalah :
1) Endoskop fleksibel
2) Light source
3) Stimulator sensoris pada ujung endoskop
28

4)
5)
6)
7)

Monitor televise
Kamera dan video untuk merekam
Mavigraf
Minuman dan makanan yang berwarna dengan berbagai konsistensi.7

Alat-alat pemeriksaan FEES, dikutip dari kepustakaan10


d. Tahap Pemeriksaan
Tahap pemeriksaan dibagi dalam 3 tahap :
1) Pemeriksaan sebelum pasien menelan (preswallowing assesment)
untuk menilai fungsi muscular dari oromotor dan mengetahui kelainan
fase oral.
2) Pemeriksaan langsung dengan memberikan berbagai konsistensi
makanan, dinilai kemampuan pasien dan diketahui konsistensi apa
yang paling aman untuk pasien.
3) Pemeriksaan terapi dengan mengaplikasikan berbagai manuver dan
posisi kepala untuk menilai apakah terdapat peningkatan kemampuan
menelan.9
e. Teknik pemeriksaan
FEES dilakukan di poliklinik atau ruang perawatan. Pasien dalam
posisi duduk menghadap pemeriksa. Endoskop dimasukkan ke dalam
vestibulum nasi menelusuri dasar hidung, ke arah velofaringeal masuk ke
dalam orofaring. Pada pemeriksaan FEES perlu diperhatikan hal-hal
sebagai berikut: Evaluasi laring dan supraglottis meliputi plika
ariepiglotik, incisura interaritenoid, plika vokalis dan plika ventrikularis,

29

subglotik dan bagian proksimal trakea. Evaluasi pergerakan laring pada


saat respirasi dan fonasi. Evaluasi pengaturan sekret. Prosedur
pemeriksaan FEES ada 2 tahap, pertama yaitu evaluasi refleks adduktor
laring terhadap rangsangan berupa pulsasi udara yang diberikan melalui
saluran khusus dalam endoskop dan yang kedua evaluasi menelan
makanan berwarna dengan berbagai konsistensi.7

Gambaran skematik pemerksaan FEES, dikutip dari kepustakaan.10


6. Evaluasi Pemeriksaan
Dengan pemeriksaan FEES dinilai proses fisiologi dasar seperti;
a. Sensitivititas pada daerah orofaring dan hipofaring yang sangat berperan
dalam terjadinya aspirasi.
b. Spillage (preswallowing leakage): masuknya makanan ke dalam
hipofaring sebelum refleks menelan mulai sehingga mudah terjadi aspirasi.
c. Residu: menumpuknya sisa makanan pada daerah valekula, sinus
piriformis kanan dan kiri, poskrikoid dan dinding faring posterior sehingga
makanan tersebut akan mudah masuk ke jalan napas pada saat proses
menelan terjadi ataupun sesudah proses menelan.
d. Aspirasi: masuknya makanan ke jalan napas melewati pita suara yang
sangat berperan terhadap terjadinya komplikasi paru.1

7. Evaluasi Transpor Bolus

30

Setelah evaluasi kemampuan proteksi jalan napas, selanjutnya


dilakukan penilaian transpor bolus makanan dan cairan yang telah diberi
pewarna. Konsistensi makanan yang diberikan berdasarkan diet yang terakhir
diberikan dan temuan evaluasi disfagia sebelumnya. Makanan diberikan
dengan ukuran bolus yang makin besar mulai dari sendok teh (sdt), sdt,
dan 1 sdt. Cairan diberikan lewat sendok teh, cangkir dan sedotan. Proses
menelan di evaluasi untuk masing-masing presentasi. Urutan pemberian
makanan mulai dari cairan, makanan lunak dan makana padat. Faktor-faktor
yang dinilai adalah transit time oral, tepatnya waktu inisisasi menelan, elevasi
laring, spillage, residu, kekuatan dan koordinasi menelan, penutupan laring
(retrofleksi epiglotis dan penutupan plika vokalis), refluks, penetrasi, dan
aspirasi. Perhatikan kemampuan membersihkan residu makanan atau miuman,
penetrasi dan aspirasi, baik secara spontan ataupun dengan cara-cara tertentu
misalnya dengan merubah posisi kepala ke kiri atau ke kanan, menelan
beberapa kali atau menelan kuat-kuat.7
8. Komplikasi
Survei yang dilakukan oleh Langmore pada tahun 1995 menemukan
hanya 27 kasus dari 6000 prosedur FEES yang mengalami komplikasi.
Adapun komplikasi yang bisa timbul pada pemeriksaan FEES adalah sebagai
berikut:
a.
Rasa tidak nyaman : biasanya ringan, dari 500 pemeriksaan dengan FEES
b.

dilaporkan 86% pasien merasa tidak nyaman yang ringan.


Epistaksis : terdapat kurang dari 1,1% kasus epistaksis dilaporkan selama
pemeriksaan FEES. Pemeriksaan dianjurkan untuk waspada pada pasien
yang diberikan terapi antikoagulan, mereka dengan kelainan pembekuan

c.

darah serta yang memiliki riwayat bedah nasal sebelumnya.


Respon vasovagal: sinkop vasovagal merupakan tipe sinkop yang paling
sering terjadi selama prosedur FEES. Dalam sebuah studi dengan 500
prosedur FEEST yang dilakuakan, tidak terdapat laporan. 1

BAB III

31

KESIMPULAN

Keluhan sulit menelan (disfagia), merupakan salah satu gejala kelainan atau
penyakit di orofaring dan esophagus. Manifestasi klinik yang sering ditemukan
ialah sensasi makanan yang tersangkut di daerah leher atau dada ketika menelan.
Berdasarkan penyebabnya, disfagia dibagi atas disfagia mekanik, disfagia
motorik, disfagia oleh gangguan emosi. Keberhasilan mekanisme menelan ini
tergantung dari beberapa faktor yaitu ukuran bolus makanan, diameter lumen
esofagus yang dilalui bolus, kontraksi peristaltik esofagus, fungsi sfingter
esofagus bagian atas dan bagian bawah dan kerja otot-otot rongga mulut dan
lidah.
Integrasi fungsional yang sempurna akan terjadi bila sistem neuromuskular
mulai dari susunan saraf pusat, batang otak, persarafan sensorik dinding faring
dan uvula, persarafan ekstrinsik esofagus serta persarafan intrinsik otot-otot
esofagus bekerja dengan baik. Proses menelan merupakan proses yang kompleks.
Setiap unsur yang berperan dalam proses menelan harus bekerja secara
terintegrasi dan berkesinambungan. Keberhasilan mekanisme menelan ini
tergantung dari beberapa faktor yaitu ukuran bolus makanan, diameter lumen
esofagus yang dilalui bolus, kontraksi peristaltik esofagus, fungsi sfingter
esofagus bagian atas dan bagian bawah dan kerja otot-otot rongga mulut dan
lidah.
Integrasi fungsional yang sempurna akan terjadi bila system neuromuscular
mulai dari susunan saraf pusat, batang otak, persarafan sensorik dinding faring
dan uvula, persarafan ekstrinsik esofagus serta persarafan intrinsik otot-otot
esofagus bekerja dengan baik. Proses menelan di mulut, faring, laring, dan
esofagus secara keseluruhan akan terlibat secara berkesinambungan. Proses
menelan dapat dibagi dalam 3 fase: fase oral, fase faringal, dan fase esofagal.
Untuk diagnosis, dari anamnesis, ditanya jenis makanan Pada disfagia
mekanik mula-mula kesulitan menelan hanya makanan padat. Sebaliknya pada

32

disfagia motorik, keluhan sulit menelan makanan padat dan cairan terjadi dalam
waktu yang bersamaan; waktu; lokasi rasa sumbatan; gejala penyerta lain.
Dari pemeriksaan fisik, pemeriksaan daerah leher, rongga, kelumpuhan
otot lidah dan arkus nasofaring, pembesaran jantung sebelah kiri, elongasi aorta,
tumor bronkus kiri, dan pembesaran kelenjar limfa mediastinum.
Pada pemeriksaan radiologi, digunakan foto polos esofagus dengan zat
kontras, untuk kelainan esophagus, fluoroskopi,

pemeriksaan kontras ganda,

tomogram, CT scan, MRI. Sedangkan tindakan invasif, dapat dilakukan


esofagoskopi rigid atau lentur, serta pemeriksaan motorik esophagus dengan
manometrik.

DAFTAR PUSTAKA

33

1. Arsyad, Efiaty Soepardi dkk. Disfagia. In: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Seventh ed. Jakarta: Balai Pnerbit FK UI.
2013.
2. Subagio, Anwar. Incidence of Dysphagia. In: The Assesment and Management
of Dysphagia. First ed. Jakarta: Medical Rehabilitation Department RSUPCM
Faculty of Medicine University of Indonesia. 2009.
3. John, Markschultz et al. Dysphagia. In: Swallowing Disorders. Available at
http://www.nidcd.nih.gov/health/voice/dysph.html. Accessed November, 6th
2014.
4. Carter, Einstwood et al. Clinical Symptoms of Dysphagia. In: Dysphagia.
Available

at

http://www.umm.edu/altmed/articles/dysphagia-000053.htm.

Accessed November, 6th 2014.

34

Você também pode gostar