Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.1.1
Memahami
perkembangan
embriologi
tenggorokan
Tujuan Umum
Setelah mendapatkan kasus dan mempelajari embriologi,
Tujuan Khusus
Dengan memahami laporan ini,diharapkan dokter muda dapat :
1. Mengetahui embriologi teggorokan
2. Mengetahui anantomi teggorokan
3. Mengetahui fisiologi teggorokan
4. Mengetahui cara pemeriksaan fisik pada teggorokan
ini
peulis
membatasi
ruang lingkup
BAB II
PEMBAHASAN TEORI
2.1 EMBRIOLOGI
Rongga mulut, faring dan esofagus berasal dari foregut embrionik.
Foregut juga berkembang menjadi rongga hidung, gigi, kelenjar liur, hipofise
anterior, tiroid dan laring, trakea, bronkus, dan alveoli paru. Mulut terbentuk
dari stomodeum primitif yang merupakan gabungan ektodermal dan
endodermal yang membelah. Bibir bagian atas dibentuk oleh bagian prosesus
nasalis medial dan lateral dan prosesus maksilaris. Celah bibir biasanya tidak
terletak di garis tengah tetapi di lateral dari prosesus nasalis media, yang
membentuk premaksila. Bibir bagian bawah berkembang dari bagian prosesus
mandibula. Otot bibir berasal dari daerah brankial kedua dan dipersarafi oleh
saraf fasialis. Batas vermilion bibir tampak seperti busur; takik pada busur ini
merupakan cacat kosmetik yang sangat nyata.
Gigi berasal dari lamina dentalis, yang berkembang menjadi sementum
dan enamel dari gigi tetap. Perkembangan gigi manusia dari gigi susu sampai
pertumbuhan gigi molar ketiga dewasa berhubungan dengan usia penderita,
dan grafik dapat mengikuti pertumbuhan gigi yang normal. Terdapat beberapa
macam kista dan tumor jinak maupun ganas yang beasal dari sisa lamina
dentalis. Gigi dipersarafi oleh cabang dari saraf trigeminus cabang maksilaris
dan mandibularis. Pada rahang atas, ada beberapa variasi dan tumpang tindih
pada daerah yang dipersarafi oleh cabang saraf maksilaris.
Palatum dibentuk oleh dua bagian: premaksila yang berisi gigi seri dan
berasal dari prosesus nasalis media, dan palatum posterior baik palatum durum
dan palatum mole, dibentuk oleh gabungan dari prosesus palatum. Oleh karena
itu, celah palatum terdapat garis tengah belakang tetapi dapat terjadi kearah
maksila depan. Pada tahap pertama, lempeng palatum terdapat dilateral lidah
dan jika lidah tidak turun maka lempeng palatum tidak dapat menyatu. Hal ini
merupakan dasar di mana celah palatum berhubungan dengan mikrognasia
dari Sindrom Pierre Robin.
Lidah dibentuk dari beberapa tonjolan epitel didasar mulut. Lidah
bagian depan terutama berasal dari daerah brankial pertama dan dipersarafi
oleh saraf lingualis, dengan cabang korda timpani dari saraf fasialis yang
mempersarafi
cita
rasa
dan
sekresi
kelenjar
submandibula.
Saraf
I
Maleus
II
Stapes
III
Kornu mayor
IV
Tiroidea
V
Krikoidea
go
Inkus
Stiloid
Korpus
Ligamentum
Ligamentum
bagian bawah
sfenomandibularis
stilohyoidea
Korpus hioid
Karotis komunis
Arkus aorta
Arteri
dan interna
Ligamentum
pulmonal
hioid
Mandibula (dalam
membran sekitar
Arteri
kartilago)
Meningea media
Cabang
post-
aurikularis
Saraf
Mandibularis
Otot
Pengunyah
Tensor timpani
stilomastoidea
arteriosum
Stapedia persisten
Subklavia
Fasialis
Glosofaringeal
Ekspresi wajah
Stilofaringeus
kanan
Laringeus
Laringeus
superior
rekurens
Krikotiroid
Otot
Stapedius
intrinsik
Aurikularis
laring
Stilohiodea
Digastrikus anterior
Digastrikus
posterior
Ekto
Kanalis eksterna
dermal
Membran timpani
Endo
eksterna
Tuba eustachius
dermal
Telinga tengah
Sel-sel udara
mastoid
dapat
menetap sebagai saluran dari faring bagian bawah sampai daerah tiroid dan
kadang-kadang dapat menyebabkan tiroiditis supuratifa.
Kelainan lain yang menarik dari aparatus brankialis terjadi arteri
subklavia kanan mempunyai kelainan sejak semula dan saraf laringeus
rekurens melintas dari dasar kranium ke laring. Kelenjar tiroid tidak dapat
menetap. Pengangkatan total duktus ini termasuk memotong korpus hioid.
cita
rasa
dan
sekresi
kelenjar
submandibula.
Saraf
fasia
faringobasiler,
pembungkus
otot
dan
sebagian
fasia
1.1
Vaskularisasi.
Berasal
dari beberapa sumber dan kadang-kadang tidak beraturan. Yang utama berasal
dari cabang a. Karotis ekstern serta dari cabang a.maksilaris interna yakni
cabang palatine superior.
1.2 Persarafan
Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus
faring yang ekstensif. Pleksus ini dibentuk oleh cabang dari n.vagus, cabang
dari n.glosofaringeus dan serabut simpatis. Cabang faring dari n.vagus berisi
serabut motorik. Dari pleksus faring yang ekstensif ini keluar untuk otot-otot
faring kecuali m.stilofaringeus yang dipersarafi langsung oleh cabang
n.glossofaringeus.
1.3 Kelenjar Getah Bening
Aliran limfe dari dinding faring dapat melalui 3 saluran yaitu
superior,media dan inferior. Saluran limfe superior mengalir ke kelenjar getah
bening retrofaring dan kelenjar getah bening servikal dalam atas. Saluran
limfe media mengalir ke kelenjar getah bening jugulodigastrik dan kelenjar
getah bening servikal dalam atas, sedangkan saluran limfe inferior mengalir ke
kelenjar getah bening servikal dalam bawah.
1.4 Nasofaring
Berhubungan erat dengan beberapa struktur penting misalnya adenoid,
jaringan limfoid pada dinding lareral faring dengan resessus faring yang
disebut fosa rosenmuller, kantong rathke, yang merupakan invaginasi struktur
embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suatu refleksi mukosa faring diatas
penonjolan kartilago tuba eustachius, konka foramen jugulare, yang dilalui
oleh nervus glosofaring, nervus vagus dan nervus asesorius spinal saraf kranial
dan vena jugularis interna bagian petrosus os.tempolaris dan foramen laserum
dan muara tuba eustachius.
1.5 Orofaring
Disebut juga mesofaring dengan batas atasnya adalah palatum mole,
batas bawahnya adalah tepi atas epiglotis kedepan adalah rongga mulut
sedangkan kebelakang adalah vertebra servikal. Struktur yang terdapat
dirongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil palatina fosa tonsil
serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan foramen
sekum.
tiroglosus dan secara klinik merupakan tempat penting bila ada massa tiroid
lingual (lingual thyroid) atau kista duktus tiroglosus.Infeksi dapat terjadi di
antara kapsul tonsila dan ruangan sekitar jaringan dan dapat meluas keatas
pada dasar palatum mole sebagai abses peritonsilar.
1.6 Laringofaring (hipofaring)
Batas laringofaring disebelah superior adalah tepi atas yaitu dibawah
valekula epiglotis berfungsi untuk melindungi glotis ketika menelan minuman
atau bolus makanan pada saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformis
(muara glotis bagian medial dan lateral terdapat ruangan) dan ke esofagus,
nervus laring superior berjalan dibawah dasar sinus piriformis pada tiap sisi
laringofaring. Sinus piriformis terletak di antara lipatan ariepiglotika dan
kartilago tiroid. Batas anteriornya adalah laring, batas inferior adalah esofagus
serta batas posterior adalah vertebra servikal. Lebih ke bawah lagi terdapat
otot-otot dari lamina krikoid dan di bawahnya terdapat muara esofagus.
Bila laringofaring diperiksa dengan kaca tenggorok pada pemeriksaan
laring tidak langsung atau dengan laringoskop pada pemeriksaan laring
langsung, maka struktur pertama yang tampak di bawah dasar lidah ialah
valekula. Bagian ini merupakan dua buah cekungan yang dibentuk oleh
ligamentum glosoepiglotika medial dan ligamentum glosoepiglotika lateral
pada tiap sisi. Valekula disebut juga kantong pil ( pill pockets), sebab pada
beberapa orang, kadang-kadang bila menelan pil akan tersangkut disitu.
Dibawah valekula terdapat epiglotis. Pada bayi epiglotis ini berbentuk
omega dan perkembangannya akan lebih melebar, meskipun kadang-kadang
bentuk
infantil
(bentuk
omega)
ini
tetap
sampai
dewasa.
Dalam
10
usaha
sfingter
menelan, (3) kerja sama yang baik dari otot-otot di rongga mulut untuk
mendorong bolus makanan ke arah lambung, (4) mencegah masuknya bolus
makanan dan minuman ke dalam nasofaring dan laring, (5) mempercepat
masuknya bolus makanan ke dalam faring pada saat respirasi, (6) usaha untuk
membersihkan kembali esofagus. Proses menelan dapat dibagi menjadi 3 fase
yaitu fase oral, fase faringeal dan fase esophageal.
2.1 FASE ORAL
Pada fase oral ini akan terjadi proses pembentukan bolus makanan
yang dilaksanakan oleh gigi geligi, lidah, palatum mole, otot-otot pipi
dan saliva untuk menggiling dan membentuk bolus dengan konsistensi dan
ukuran yang siap untuk ditelan. Proses ini berlangsung secara disadari.
Peranan saraf kranial pada pembentukan bolus fase oral
ORGAN
Mandibula
Bibir
AFFEREN (sensorik)
EFFEREN
n. V.2 (maksilaris)
(motorik)
n.V : m. Temporalis, m.
n. V.2 (maksilaris)
maseter, m. pterigoid
n.VII : m.orbikularis
oris, m. zigomatikum,
m.levator labius oris,
m.depresor labius oris,
m. levator anguli oris, m.
n.V.2 (maksilaris)
Lidah
n.V.3 (lingualis)
risorius, m.businator
n.XII : m. hioglosus, m.
mioglosus
Pada fase oral ini perpindahan bolus dari ronggal mulut ke faring
segera terjadi, setelah otot-otot bibir dan pipi berkontraksi meletekkan bolus
diatas lidah. Otot intrinsik lidah berkontraksi menyebabkan lidah terangkat
11
mulai
dari
AFFEREN
EFFEREN (motorik)
(sensorik)
n.V.2 (mandibularis),
n.V.3 (lingualis)
n.V.2 (mandibularis)
labius, m.mentalis
n.VII: m.zigomatikus,levator
anguli oris, m.depressor anguli
Lidah
Uvula
n.V.3 (lingualis)
n.V.2 (mandibularis)
Jadi pada fase oral ini secara garis besar bekerja saraf karanial n.V2
dan nV.3 sebagai serabut afferen (sensorik) dan n.V, nVII, n.IX, n.X, n.XI,
n.XII sebagai serabut efferen (motorik).
2.2 FASE FARINGEAL
Fase ini dimulai ketika bolus makanan menyentuh arkus faring anterior
(arkus palatoglosus) dan refleks menelan segera timbul. Pada fase faringeal ini
terjadi :
1
m.Tensor veli palatini (n.V) dan m. Levator veli palatini (n.IX, n.X
dan n.XI) berkontraksi menyebabkan palatum mole terangkat, kemudian
faring superior
12
laring
AFFEREN
n.V.3
EFFEREN
n.V :m.milohyoid,
m.digastrikus
n.VII : m.stilohyoid
n.XII,nC1 :m.geniohyoid,
m.tirohyoid
Palatum
n.XII :m.stiloglosus
n.IX, n.X, n.XI :m.levator
n.V.2, n.V.3
veli palatini
Hyoid
n.Laringeus superior
Digastrikus
n.VII : m. Stilohioid
n.XII, n.C.1
Nasofaring
n.X
:m.geniohioid, m.tirohioid
n.IX, n.X, n.XI :
Faring
n.X
n.salfingofaringeus
n.IX, n.X, n.XI : m.
Palatofaring,
m.konstriktor
faring sup, m.konstriktor
ffaring med.
n.X,n.XI : m.konstriktor
Laring
Esofagus
n.rekuren (n.X)
n.X
faring inf.
n.IX :m.stilofaring
n.X : m.krikofaring
Pada fase faringeal ini saraf yang bekerja saraf karanial n.V.2, n.V.3
dan n.X sebagai serabut afferen dan n.V, n.VII, n.IX, n.X, n.XI dan n.XII
sebagai serabut efferen Bolus dengan
13
peristaltik
tekanan negatif
inferior,
FASE ESOFAGEAL
Pada fase esofageal proses menelan berlangsung tanpa disadari.
Bolus makanan turun lebih lambat dari fase faringeal yaitu 3-4 cm/ detik. Fase
ini terdiri dari beberapa tahapan :
Dimulai dengan terjadinya relaksasi m.kriko faring. Gelombang
peristaltik primer terjadi akibat kontraksi otot longitudinal dan otot sirkuler
dinding esofagus bagian proksimal. Gelombang peristaltik pertama ini akan
diikuti oleh gelombang peristaltik kedua yang merupakan respons akibat
14
secara teratur menuju ke distal esofagus. Cairan biasanya turun akibat gaya
berat
selama 8-20 detik. Esophagal transit time bertambah pada lansia akibat
dari berkurangnya tonus otot-otot rongga mulut untuk merangsang
gelombang peristaltik primer.
Proses Berbicara
Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot-otot
palatum dan faring. Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum mole
kearah dinding belakang faring. Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat
dan melibatkan mula-mula m.salpingofaring dan m.palatofaring, kemudian
m.levator veli palatine bersama-sama m.konstriktor faring superior. Pada
gerakan penutupan nasofaring m.levator veli palatini menarik palatum mole ke
atas belakang hampir mengenai dinding posterior faring. Jarak yang tersisa ini
diisi oleh tonjolan (fold of) Passavant pada dinding belakang faring yang
terjadi akibat 2 macam mekanisme, yaitu pengangkatan faring sebagai hasil
gerakan m.palatofaring (bersama m,salpingofaring) oleh kontraksi aktif
m.konstriktor faring superior. Mungkin kedua gerakan ini bekerja tidak pada
waktu bersamaan.
Ada yang berpendapat bahwa tonjolan Passavant ini menetap pada
periode fonasi, tetapi ada pula pendapat yang mengatakan tonjolan ini timbul
dan hilang secara cepat bersamaan dengan gerakan palatum.
15
2.4Anamnesis
dan
Pemeriksaan
Fisik
Umum
pada
Kerongkongan
Leher
Pasien dengan penyakit pada leher dan wajah dapat mempunyai banyak gejala
yang bervariasi. Uji saraf dan otoneurologik dapat dengan mudah dilakuakan
sebagai pemeriksaan THT.
a. Saraf olfaktorius
Pemeriksaan bau-buan yang tidak asing untuk pasien seperti bau coklat
atau vanila, dengan cara menutup satu lubang hidung pasien
bergantian.
b. Saraf optikus
Diperiksa secara kasar dengn uji tajam pengelihatan dan lapangan
pandang. Fundus diperiksa sebagai bagian dari tiap pemetriksaan
umum
c. Saraf okulomotorik, troklearis dan abdisens
Dinilai saat merangsang refleks pupil dan memeriksa gerakan mata,
jamgan lupa untuk menyakan diplopia.
d. Saraf Trigeminus
Menilai sensasi wajah , Mata akan mengedip jika kornea disentuh
dengan ujung kapas.
e. Saraf Fasialis
16
17
18
19
20
cair atau padat. Apakah disertai muntah atau berat badan menurun
dengan cepat.
5. Rasa sumbatan pada leher sudah berapalamatepatnya dimana.
Pemeriksaan faring dan rongga mulut
Dengan lampu kepala diarahkan ke rongga mulut, dilihat keadaan
bibir, mukosa rongga mulut, lidah dan gerakan lidah.
Dengan menekan bagian tengah lidah memakai spatula lidah maka
bagian-bagian rongga mulut lebih jelas terlihat. Pemeriksaan dimulai dengan
melihat keadaan dinding belakang faring serta kelenjar limfanya, uvula, arkus
faring serta gerakannya, tonsil, mukosa pipi, gusi dan gigi geligi. Palpasi
rongga mulut diperlukan bila ada massa tumor,kista dan lain-lain. Apakah ada
rasa nyeri pada sendi temporo mandibula ketika membuka mulut.
Hipofaring dan Laring
Keluhan biasanya berupa suara serak, batuk, disfagia dan rasa ada sesuatu
dileher.
1. Suara serak (disfoni) atau tidak keluar suara sama sekali (afoni) sudah
berapa lama dan apakah sebelumnya menderita peradangan dihidung atau
tenggorok. Apakah keluhan ini disertai dengan batuk, rasa nyeri dan
penurunan berat badan.
2. Batuk yang diderita pasien sudah berapa lama, dan apakah ada faktor
sebagai pencetus batuk tersebut seperti rokok, udara yang kotor serta
kelelahan. Apa yang dibatukan, dahak kental, bercampur darah dan
jumlahnya. Apakah pasien seorang perokok.
3. Disfagia atau sulit menelan sudah diderita berapa lama, apakah tergantung
dari jenis makanan dan keluhan ini makin lama makin bertambah berat.
4. Rasa ada sesuatu ditenggorok merupakan keluhan yang sering dijumpai
dan perlu ditanyakan sudah berapa lama diderita, adakah keluhan lain yang
menyertainya serta hubungannya dengan keletihan mental dan fisik.
Pemeriksaan Hipofaring dan Laring
Pasien duduk lurus agak condong ke depan dengan leher agak fleksi.
Kaca laring dihangatkan dengan api lampu spirtus agar tidak terjadi
21
kondensasi uap air pada kaca waktu dimasukan ke dalam mulut. Sebelum
dimasukan ke dalam mulut kaca sudah dicoba pada kulit tangan kiri apakah
tidak terlalu panas. Pasien diminta membuka mulut dan menjulurkan lidahnya
sejauh mungkin. Lidah dipegang dengan tangan kiri memakai kain kasa dan
ditarik keluar dengan hati-hati sehingga pangkal lidah tidak menghalangi
pandangan ke arah laring. Kemudian kaca laring dimasukan ke dalam mulut
dengan arah kaca ke bawah , bersandar pada ovula dan palatum mole. Melalui
dapat terlihat hipofaring dan laring.
Untuk menilai pita suara aduksi pasien diminta mengucapkan iii,
sedangkan untuk melihat pita suara abduksi dan melihat daerah subglotik
pasien diminta untuk inspirasi dalam.
Pemeriksaanlaring dengan menggunakan kaca laring disebut laringoskopi
tidak
langsung.
Pemeriksaan
secara
langsung
menggunakan
vidio
22
DAFTAR PUSTAKA
23