Você está na página 1de 3

APBN DI MATA GENERASI MUDA

Wahyu Ario Pratomo


Pada tanggal 3-4 Desember 2007 yang lalu, telah diadakan sebuah kegiatan
Olimpiade Lomba Debat Membaca APBN yang dilaksanakan oleh SPS (Serikat
Penerbit Surat Kabar) dan Departemen Keuangan di Medan. Lomba ini diikuti oleh 32
sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) dari Kota Medan dan sekitarnya. Kegiatan
dimaksud bertujuan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap APBN di
usia dini dan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang peran pemerintah dalam
kegiatan pembangunan.
Boleh dikatakan pemahaman siswa SLTA tentang APBN masih sangat terbatas. Hal
ini dapat ditunjukkan dari banyaknya siswa yang masih tidak mengetahui
kepanjangan dari APBN. Oleh karena itu, untuk meningkatkan pemahaman APBN di
usia dini, penyelenggaran olimpiade membaca APBN dirasakan sangat perlu
dilakukan.
Ada empat tema yang diangkat oleh panitia dalam lomba debat APBN, yaitu anggaran
pendidikan, penerimaan pajak, subsidi BBM dan komposisi utang luar negeri.
Perlombaan debat berlangsung sangat seru, mengingat masing-masing tim
berargumentasi tentang pendapatan dan belanja negara. Bahkan tak jarang masingmasing tim berusaha ngotot untuk mempertahankan argumentasi mereka layaknya
seorang pakar yang tengah diwawancarai oleh wartawan, walaupun pengetahuan
mereka tentang APBN masih dirasakan tidak cukup mendalam.
Ada beberapa catatan yang menarik dari jalannya lomba debat. Pertama, semua tim
setuju bahwa anggaran pendidikan harus dinaikkan minimal 20% dari APBN, karena
hal tersebut telah dituangkan dalam konstitusi. Mereka mengkritik anggaran
pendidikan di APBN 2008 yang hanya mencapai 12% saja. Walaupun para siswa tidak
memahami bahwa anggaran pendidikan tersebut tidak termasuk gaji guru, namun
mereka tetap meminta pemerintah untuk menaikkan gaji guru dan pembangunan
infrastruktur sekolah yang lebih baik lagi. Selain itu mereka juga menebar kritikan
ketidakadilan pemerintah dalam memberikan bantuan bagi sekolah-sekolah. Banyak
sekolah swasta di pinggiran Kota Medan yang tidak mendapat perhatian dari
pemerintah. Ketika didiskusikan bagaimana cara meningkatkan anggaran pendidikan
agar mencapai 20%, pada umumnya siswa menjawab pemerintah perlu mengorbankan
anggaran belanja lainnya seperti anggaran pertahanan, pelayanan umum, fasilitas
umum dan agama. Bahkan seharusnya pemerintah dapat melakukan pinjaman luar
negeri untuk membangun pendidikan Indonesia agar SDM Indonesia menjadi lebih
baik di masa yang akan datang. Seluruh siswa merasa yakin bahwa Indonesia akan
dapat lebih maju apabila pembangunan SDM telah berjalan dengan baik.
Kedua, untuk menggenjot penerimaan pajak, para siswa menyarankan agar dilakukan
intensifikasi dan ekstensifikasi pajak. Mereka memandang bahwa masih banyak
rakyat Indonesia yang belum menjadi wajib pajak. Di samping itu, banyak juga para
pengusaha yang belum dikenakan pajak penghasilan seperti pengusaha kecil yang
berjualan di pasar-pasar tradisional. Walaupun mereka tidak mengetahui bahwa pada
APBN 2008, tax ratio Indonesia hanya mencapai 13,7% dan angka ini masih di bawah
Malaysia (20,17%), Thailand (17,28%) dan Singapura (22,44%), namun mereka tetap

menyarankan pemerintah harus menaikkan penerimaan pajak. Mereka menduga


bahwa pemerintah masih kurang aktif dalam upaya meningkatkan penerimaan pajak.
Pemerintah seharusnya melakukan penyuluhan ataupun sosialisasi yang lebih banyak
tentang manfaat pajak terhadap pembangunan negara. Jadi pemerintah jangan hanya
memasang spanduk atau iklan tentang pajak. Sosialisasi pajak seharusnya telah
ditanamkan sejak usia dini, agar ketika telah memiliki penghasilan yang telah
melampaui pendapatan tidak kena pajak (PTKP), masyarakat bersedia membayar
pajak.
Ketiga, para siswa berbeda pandangan terhadap subsidi BBM yang masih tinggi
walaupun telah diturunkan sedikit demi sedikit. Sebagian siswa memandang bahwa
subsidi BBM masih diperlukan untuk menjaga kestabilan harga dan tidak
menimbulkan demonstrasi di kalangan masyarakat. Selain itu, kenaikkan harga BBM
akan menimbulkan kesulitan pada perusahaan dimana biaya produksi akan meningkat
dan banyak pengusaha yang akan bangkrut. Akibatnya pengangguran akan semakin
meningkat. Namun sebagian dari mereka secara tegas menolak subsidi. Bagi sebagian
siswa, subsidi BBM hanya menguntungkan masyarakat golongan atas, karena merekalah yang menikmati konsumsi BBM yang lebih besar. Seharusnya subsidi BBM lebih
baik digantikan dengan subsidi-subsidi lainnya yang langsung mengena kepada
lapisan masyarakat miskin. Dana tersebut disalurkan melalui program pelatihan
kewirausahaan agar masyarakat miskin dapat menjalan usahanya sendiri. Mereka
menolak diberlakukannya Sumbangan Langsung Tunai (SLT) ataupun Bantuan
Langsung Tunai (BLT) yang pernah dilakukan pemerintah. Menurut siswa tersebut,
bantuan dalam bentuk uang hanya membuat masyarakat miskin terbantu dalam waktu
sesaat yakni ketika dia memperoleh uang saja. Setelah itu, masyarakat miskin akan
kembali menjadi miskin.
Keempat, para siswa kembali berbeda pandangan tentang utang luar negeri. Sebagian
siswa menanggap bahwa utang luar negeri masih perlu dilakukan, terutama untuk
membiayai proyek-proyek pembangunan di Indonesia. Kalau tidak berhutang, maka
negara tidak dapat membiayai seluruh belanja negara dengan layak. Bagaimana
melakukan pembangunan sekolah, infrastruktur, sarana kesehatan dan proyek-proyek
pembangunan lainnya dengan uang yang sangat terbatas. Mereka menjelaskan bahwa
sepertiga dari belanja pemerintah sudah digunakan untuk membayar utang, praktis
hanya dua per tiganya saja yang dapat digunakan. Oleh karena itu, wajar apabila
pemerintah masih memerlukan utang luar negeri untuk membiayai kegiatan
pembangunannya. Pandangan ini tidak sepenuhnya diterima oleh sebagian siswa.
Mereka menganggap bahwa utang luar negeri hanya akan menambah beban bagi
generasi berikutnya. Seharusnya pemerintah berusaha untuk berdikari, memanfaatkan
dana yang ada. Agar dana untuk kegiatan pembangunan tinggi, maka pemerintah
harus berupaya meningkatkan penerimaan pajak, memanfaatkan sumber daya alam
secara optimal dan berupaya untuk meningkatkan efisiensi, mengurangi kebocoran
anggaran serta memberantas korupsi.
Kelima, dalam pelaksanaan APBN beberapa tahun terakhir pemerintah mengalami
defisit anggaran yang semakin besar. Defisit anggaran ini terjadi akibat belanja
pemerintah yang lebih besar dari penerimaannya. Pada umumnya siswa setuju bahwa
defisit anggaran tidak menjadi permasalahan yang besar, apabila defisit anggaran
tersebut disebabkan oleh besarnya pengeluaran untuk pembangunan infrastruktur,
pendidikan dan kesehatan masyarakat. Apabila mengalami defisit, pemerintah dapat

melakukan pinjaman baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Manfaat dari
pembangunan masih lebih besar dibandingkan biaya pinjaman untuk menutupi defisit.
Karena di masa depan, apabila pembangunan sumber daya manusia telah berhasil,
maka rakyat akan mampu membayar pajak untuk menutupi seluruh utang negara di
masa lalu.
Sungguh mengagumkan komentar-komentar yang diberikan oleh para siswa SLTA
yang ikut dalam lomba debat membaca APBN. Kegiatan ini telah membuka
pemahaman para siswa tentang fungsi dan manfaat dari APBN, walaupun pada level
yang mendasar. Paling tidak, sekarang sudah ada sekelompok siswa SLTA yang
mengerti sumber-sumber penerimaan dan belanja pemerintah, manfaat dan kerugian
dari subsidi, konsekuensi dari defisit anggaran pemerintah dan hal-hal lain yang
berkaitan dengan APBN. Namun upaya untuk mengenalkan APBN terhadap
masyarakat harus terus ditingkatkan. Pemerintah harus memasukkan materi
pengenalan APBN dalam kurikulum SLTA, mengingat saat ini tingkat Angka
Partisipasi Kasar (APK) yakni rasio jumlah siswa yang sedang sekolah di tingkat
pendidikan tertentu terhadap jumlah penduduk pada kelompok usia di jenjang
pendidikan tersebut, telah mencapai 56,2%. Dengan memberikan pemahaman pada
usia dini, pemerintah mungkin dapat terbantu dalam mencapai target penerimaan
pajak yang diharapkan terus meningkat di masa depan.
*Penulis adalah Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara

Você também pode gostar