Você está na página 1de 6

ALIRAN AL-ASYARIYAH DAN AL-MATURIDIYAH

A. SEJARAH LAHIRNYA ALIRAN AL-ASYARIYAH


Aliran Al-Asyariyah dibentuk oleh Abu Al-Hasan Ali Ibn Ismail Al-Asyari yang lahir
di Basrah pada tahun 873 Masehi dan wafat pada tahun 935 Masehi. Beliau masih
keturunan Abu Musa Al-Asyari, seorang duta perantara dalam perseteruan pasukan
Ali dan Muawiyah.
Sejak kecil ia berguru pada syech Al-Jubbai seorang tokoh mutazilah yang sangat
terkenal. Ia adalah murid yang cerdas dan ia menjadi kebanggaan gurunya dan
seringkali ia mewakili gurunya untuk acara bedah ilmu dan diskusi. Dengan ilmu kemutazilahannya, ia gencar menyebar luaskan paham mutazilah dengan karyakarya tulisnya.
Karena tidak sepaham dengan gurunya dan ketidak puasannya terhadap aliran
Mutazilah, walaupun ia sudah menganut paham Mutazilah selama 40 tahun, maka
ia membentuk aliran yang dikenal dengan namanya sendiri pada tahun 300
Hijriyah.
Ketidak-puasan Al-Asyari terhadap aliran Mutazilah diantaranya adalah :
1. Karena adanya keragu-raguan dalam diri Al-Asyari yang mendorongnya untuk
keluar dari paham Mutazilah.
Menurut Ahmad Mahmud Subhi, keraguan itu timbul karena ia menganut madzhab
Syafii yang mempunyai pendapat berbeda dengan aliran Mutazilah, misalnya
syafii berpendapat bahwa Al-Quran itu tidak diciptakan, tetapi bersifat qadim dan
bahwa Tuhan dapat dilihat di akhirat nanti. Sedangkan menurut paham Mutazilah,
bahwa Al-Quran itu bukan qadim akan tetapi hadits dalam arti baru dan diciptakan
Tuhan dan Tuhan bersifat rohani dan tidak dapat dilihat dengan mata.
2. Menurut Hammudah Ghurabah, ajaran-ajaran yang diperoleh dari Al-Jubai,
menimbulkan persoalan-persoalan yang tidak mendapat penyelesaian yang
memuaskan, misalnya tentang mukmin, kafir dan anak kecil.

Puncak perselisihan antara Asyariyah dan Mutazilah dalam masalah keadilan


Tuhan adalah ketika Mutazilah tidak mampu menjawab kritik yang dilontarkan
Asyariyah, bahwa jika keadilan mencakup iktiar, baik dan buruk logistik serta
keterikatan tindakan Tuhan dengan tujuan-tujuan semua tindakan-Nya, maka
pendapat ini akan bertentangan dengan ke-Esaan tindakan Tuhan (Tauhid fil Afal)
bahkan bertentang dengan ke-Esaan Tuhan itu sendiri. Karena ikhtiar menurut

Mutazilah merupakan bentuk penyerahan ikhtiar yang ekstrim dan juga menafikan
ikhtiar dari Dzat-Nya.
Dalam pandangan Asyariyah, Tuhan itu adil, sedangkan pandangan Mutazilah
standar adil dan tidak adil dalam pandangan manusia untuk menghukumi Tuhan,
sebab segala sesuatu yang bekenaan dengan kebaikan manusia hukumnya wajib
bagi Allah.
Tetapi bagaimanapun Al-Asyari meninggalkan paham Mutazilah ketika golongan
ini sedang berada dalam fase kemunduran dan kelemahan. Setelah Al-Mutawakkil
membatalkan putusan Al-Mamun tentang penerimaan aliran Mutazilah sebagai
madzhab Negara, kedudukan kaum Mutazilah mulai menurun, apalagi setelah AlMutawakkil mengunjukan sikap penghargaan dan penghormatan terhadap diri Ibn
Hanbal, lawan Mutazilah terbesar waktu itu.
Dalam suasana demikianlah Al-Asyari keluar dari golongan Mutazilah dan
menyusun teologi baru yang sesuai dengan aliran orang yang berpegang kuat pada
hadits. Disini timbul pertanyaan, apakah tidak mungkin bahwa Al-Asyari
meninggalkan paham Mutazilah karena melihat bahwa aliran Mutazilah tidak
dapat diterima umumnya umat Islam yang bersifat sederhana dalam pemikiranpemikiran ? Dan pada waktu itu tidak ada aliran teologi lain yang teratur sebagai
gantinya untuk menjadi pegangan mereka. Dengan kata lain, tidaklah mungkin
bahwa Al-Asyari melihat bahayanya bagi umat Islam kalau mereka ditinggalkan
tidak mempunyai pegangan teologi yang teratur. Rasanya hal inilah, ditambah
dengan perasaan syak tersebut diatas yang mendorong Al-Asyari untuk
meninggalkan ajaran-ajaran Mutazilah dan membentuk teologi baru setelah
puluhan tahun ia menjadi penganut setia aliran Mutazilah.

B. TOKOH-TOKOH DAN AJARAN-AJARANNYA


1. Muhammad Ibn al-Thayyib Ibn Muhammad Abu Bakr al-Baqillani.
Ia adalah tokoh Asyariyah yang mendapat ajaran-ajaran Al-Asyari dari dua murid
Al-Asyari, yaitu Ibn Mujahid dan Abu Al-Hasan Al-Bahili.. beliau wafat di Bagdad
pada tahun 1013 Masehi.
Ajaran-ajaran yang disampaikannya tidak selalu selaras dengan ajaran Al-Asyari,
misalnya bahwa sifat Allah itu bukan sifat melainkan hal. Selanjutanya ia juga tidak
sepaham dengan Al-Asyari mengenai perbuatan manusia. Menurut Al-Asyari
perbuatan manusia adalah diciftakan Tuhan seluruhnya, sedangkan menurut AlBaqillani, manusia mempunyai sumbangan yang efektif dalam perwujudan
perbuatannya. Yang diwujudkan Tuhan ialah gerak yang terdapat dalam diri

manusia, adapun bentuk atau sifat dari gerak itu dihasilkan oleh manusia itu
sendiri.
Pernyataan-pernyataannya mengarah pada extrim, dalam mengikuti suatu
pendapat dan dalam memberikan dukungan dan pembelaan, sebab premis rasional
tidak pernah disebutkan dalam al-Quranmaupun sunnah, ruang geraknya luas dan
pintunya terbuka lebar. Metode yang ditempuhnya juga banyak. Boleh saja
seseorang sampai kepada bukti-bukti dari berbagai penalaran akal dan
menghasilkan berbagai konklusi melalui berbagai eksperimen yang tidaklah buruk
selama tidak bertentangan dengan konklusi yang dicapainya dan pemikiran yang
dihasilkannya.

2. Abd al-Malik al-Juwaini


Beliau lahir di Khurasan tahun 419 Hijriyah dan wafat pada tahun 478 Hijriyah.
Namanya aslinya tidak begitu dikenal malah ia terkenal dengan nama Iman AlHaramain.
Hampir sama dengan Al-Baqillani, ajaran-ajaran yang disampaikannya banyak yang
bertentangan dengan ajaran Al-Asyari. Misalnya Tangan Tuhan diartikan (tawil)
kekuasaan Tuhan, mata Tuhan diartikan penglihatan Tuhan dan wajah Tuhan
diartikan Wujud Tuhan, sedangkan mengenai Tuhan duduk diatas takhta kerajaan
diartikan Tuhan berkuasa dan Maha Tinggi.
Mengenai soal perbuatan manusia, ia mempunyai pendapat yang lebih jauh dari AlBaqillani. Daya yang ada pada manusia itu mempunyai efek, tetapi efeknya serupa
dengan efek yang terdapat antara sebab dan musabab. Wujud perbuatan manusia
tergantung pada daya yang ada pada manusia, wujud daya itu bergantung pada
sebab yang lain dan wujud sebab itu bergantung pula pada sebab yang lain dan
demikianlah seterusnya hingga sampai pada sebab dari segala sebab yaitu Tuhan.

3. Abu Hamid al-Ghazali


Beliau adalah murid dari Abd al-Malik al-Juwaini yang lahir pada tahu 1058-1111
Masehi.
Paham teologi yang dianutnya tidak jauh berbeda dengan paham-paham Al-Asyari.
Dia mengakui bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat qadim yang tidak identik dengan
dzat Tuhan dan mempunyai wujud diluar dzat. Juga Al-Quran bersifat qadim dan
tidak diciptakan. Mengenai perbuatan manusia ia juga berpendapat bahwa

Tuhanlah yang menciptakan daya dan perbuatan. Dan daya untuk berbuat lebih
menyerupai impotensi.
Selanjutnya ia-pun menyatakan bahwa Tuhan dapat dilihat, sebab setiap yang
mempunyai wujud dapat dilihat. Selanjutnya ajaran yang disampaikannya adalah
penolakan tentang paham keadilan yang diajarkan oleh Mutazilah. Tuhan tidak
berkewajiban menjaga kemashlahatan (al-salah wa al-ashlah) manusia, tidak wajib
memberi upah atau ganjaran kepada manusia atas perbuatan-perbuatannya,
bahkan Tuhan boleh memberi beban yang tidak mungkin dikerjakan manusia.

C. SEJARAH LAHIRNYA ALIRAN AL-MATURIDIYAH


Latar belakang lahirnya aliran ini, hampir sama dengan aliran Al-Asyariyah, yaitu
sebagai reaksi penolakan terhadap ajaran dari aliran Mutazilah, walaupun
sebenarnya pandangan keagamaan yang dianutnya hampir sama dengan
pandangan Mutazilah yaitu lebih menonjolkan akal dalam sistem teologinya.
Pendiri dari aliran ini adalah Abu Mansur Muhammad Ibn Muhammad Ibn Mahmud
al-Maturidi yang lahir di Samarkand pada pertengahan kedua dari abad ke sembilan
Masehi dan meninggal pada tahun 944 Masehi. Ia adalah pengikut Abu Hanifah dan
paham-pahamnya mempunyai banyak persamaan dengan paham-paham yang
diajarkan oleh Abu Hanifah. Aliran teologi ini dikenal dengan nama Al-Maturidiyah,
yang sesuai dengan nama pendirinya yaitu Al-Maturidi.

D. TOKOH-TOKOH DAN AJARAN-AJARANNYA


Tokoh yang sangat penting dari aliran Al-Maturidiyah ini adalah Abu al-Yusr
Muhammad al-Badzawi yang lahir pada tahun 421 Hijriyah dan meninggal pada
tahun 493 Hijriyah. Ajaran-ajaran Al-Maturidi yang dikuasainya adalah karena
neneknya adalah murid dari Al-Maturidi.
Al-Badzawi sendiri mempunyai beberapa orang murid, yang salah satunya adalah
Najm al-Din Muhammad al-Nasafi (460-537 H), pengarang buku al-Aqaidal
Nasafiah.
Seperti Al-Baqillani dan Al-Juwaini, Al-Badzawi tidak pula selamanya sepaham
dengan Al-Maturidi. Antara kedua pemuka aliran Maturidiyah ini, terdapat
perbedaan paham sehingga boleh dikatakan bahwa dalam aliran Maturidiyah
terdapat dua golongan, yaitu golongan Samarkand yang mengikuti paham-paham
Al-Maturidi dan golongan Bukhara yang mengikuti paham-paham Al-Badzawi.

BAB II
PERSAMAAN DAN PERBEDAAN
ANTARA AL-ASYARIYAH DAN AL-MATURIDIYAH

A. PERSAMAANNYA

1. Kedua aliran ini lahir akibat reaksi terhadap paham aliran Mutazilah.
2. Mengenai sifat-sifat Tuhan, kedua aliran ini menyatakan bahwa Tuhan
mempunyai sifat-sifat dan Tuhan mengetahui bukan dengan dzat-Nya tetapi
mengetahui dengan pengetahuan-Nya.
3. Keduanya menentang ajaran Mutazilah mengenai al-Salah wal Aslah dan
beranggapan bahwa al-Quran adalah kalam Tuhan yang tidak diciptakan, tetapi
bersifat qadim.
4. Al-Asyari dan Al-Maturidi juga berkeyakinan bahwa manusia dapat melihat Allah
pada hari kiamat dengan petunjuk Tuhan dan hanya Allah pula yang tahu
bagaimana keadaan sifat dan wujud-Nya. Hal ini mengingat nash al-Quran pada
surat al-Qiyamah : 23 :
Wajah-wajah orang mukmin pada hari kiamat akan berseri-seri. Kepada Tuhannya
mereka melihat.
5. Persamaan dari kedua aliran ini adalah karena keduanya sering menggunakan
istilah ahlu sunnah wal jamaah. Dan dikalangan mereka kebanyakan mengatakan
bahwa madzhab salaf ahlu sunnah wal jamaah adalah apa yang dikatakan oleh AlAsyari an Al-Maturidi. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa ahlu sunnah wal
jamaah adalah Asyariyah dan Maturidiyah dan salaf. Az-Zubaidi mengatakan :
Jika dikatakan ahlu sunnah, maka yang dimaksud dengan mereka itu adalah
Asyariyah dan Maturidiyah.(Ittihafus Sadatil Muttaqin 2 : 6)

Penulis Ar-Raudhatul Bahiyyah mengatakan : Ketahuilah bahwa pokok semua

aqaid ahlu sunnah wal jamaah atas dasar ucapan dua kutub, yakni Al-Asyari dan
Al-Maturidi.(Ar-Raudhatul Bahiyyah oleh Abi Hudibah hal.3)

B. PERBEDAANNYA
1. Tentang perbuatan manusia. Al-Asyari menganut paham Jabariyah sedangkan AlMaturidi menganut paham Jabariyah.
2. Tentang fungsi akal. Akal bagi aliran Asyariyah tidak mampu untuk mengetahui
kewajiban-kewajiban manusia sedangkan menurut pendapat Maturidiyah akal dapat
mengetahui kewajiban-kewajiban manusia untuk berterima kasih kepada Tuhan.
3. Tentang Janji dan ancaman Tuhan. Al-Asyari berkeyakinan bahwa Allah bisa saja
menyiksa orang yang taat, memberi pahala kepada orang yang durhaka,
sedangkan Al-Maturidi beranggapan lain, bahwa orang yang taat akan
mendapatkan pahala sedangkan orang yang durhaka akan mendapat siksa, karena
Allah tidak akan salah karena Ia Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui

Você também pode gostar