Você está na página 1de 23

BAB I

STATUS PASIEN
IDENTITAS PENDERITA
Nama Penderita
Jenis Kelamin
Umur
Tanggal periksa

: An. Astrid asmalina


: Perempuan
: 5 Tahun 4 bulan
: 23 februari 2015

ANAMNESIS (alloanamnesis)
Keluhan Utama
Kedua mata gatal sejak kurang lebih 3 bulan yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien mengaku kedua mata gatal sejak 3 bulan yang lalu, terutama pada
malam hari sehingga susah tidur, dan kedua mata pasien agak kemerahan, orang tua
pasien mengaku anaknya sering mengucek-ngucek matanya karena gatal, mata berair
terus menerus, mata tidak berbayang, pandangan tidak kabur, pada kedua mata tidak
mengeluarkan kotoran banyak, hanya pada pagi hari saja, berwarna putih tidak
lengket dan sedikit, orang tua pasien mengaku anaknya kadang-kadang ada demam
tetapi tidak sering, tidak batuk, tidak pilek, tidak habis mengalami benturan, nafsu
makan masih mau, BAB dan BAK tidak ada gangguan.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Orang tua pasien mengaku anaknya tidak pernah mengalami hal seperti ini, ini
baru pertama kali dialami.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada yang menderita hal seperti ini, orang tua pasien ayah, ibu, kakek
dan nenek menyangkal memiliki riwayat alergi.
Riwayat Pengobatan
Belum pernah berobat sebelumnya
Riwayat kehamilan dan persalinan
OS anak ke 2 dari 2 bersodara, lahir 38-39 minggu lahir normal pervaginam
persentase kepala, tidak ada penghabat persalinan, KPD (-), PEB (-), perdarahan (-).
BBL : 3020 gram, PBL : 50 cm

Kesan : bayi lahir normal tanpa ada penyilit kehamilan dan persalinan
Riwayat Imunisasi
DASAR
BCG

: 1x, saat usia 1 bulan

DPT

: 3x, saat usia 2, 3, dan 5 bulan

POLIO

: 4x, saat usia 0, 2, 4, dan 6 bulan

HEPATITIS B : 3x saat lahir, usia 1 dan 6 bulan


CAMPAK

: 1x saat berumur 9 bulan

Kesan : imunisasi dasar lengkap.


Riwayat Nutrisi
Pasien mendapatkan ASI ekslusif sampai 6 bulan, sekarang makan 2-3x sehari
komposisi nya nasi, ayam atau daging, anak suka makan kue dan jajanan. Tetapi tidak
suka memakan sayur. Anak suka jajan mie ayam abang-abang.
Kesan : asupan makanan kurang karena OS tidak suka makan sayur

Riwayat Alergi :
Obat (-), makanan (-), bulu dan debu (-)
Riwayat kebiasaan :
Anak suka bermain di luar rumah, dirumah banyak boneka dan memakai
bantal kapuk.
PEMERIKSAAN FISIK
STATUS OFTALMIKUS
OD

OS

6/6

Visus

6/6

Orthoporia

Kedudukan Bola
Mata

Orthoporia

Baik ke segala arah

Pergerakan Bola
Mata

Baik ke segala arah

edema (-), hiperemis

Palpebra Superior

Tidak ada kelainan edema

(-),kelopak mata jatuh (-)

(-), hiperemis (-), kelopak


mata jatuh (-)

edema (-), hiperemis (-),


bulu mata tumbuh ke
dalam (-)

Palpebra Inferior

edema (-), hiperemis (-),


bulu mata tumbuh ke dalam
(-)

Hiperemis (+), Papil(-),


Edem (+), Benjolan (-)

Konjungtiva Tarsalis
Superior

Hiperemis (+), Papil(-),


Edem (-), Benjolan (-)

Injeksi siliar (-), injeksi


konjungtiva (+), injeksi
episklera (-)

Konjungtiva Bulbi

Injeksi siliar (-), injeksi


konjungtiva (+), injeksi
episklera (-)

Hiperemis (+), Papil(+),


Edem (+), Benjolan (-)

Konjungtiva Tarsalis
Inferior

Hiperemis (+), Papil(+),


Edem (-), Benjolan (-)

Jernih

Kornea

Jernih

Sedang

COA

Sedang

Warna coklat, kripte jelas,

Iris

Warna coklat, kripte jelas

Isokor, diameter 3 mm,


refleks (+)

Pupil

Isokor, diameter 3 mm,


refleks (+)

Jernih

Lensa

Jernih

Tidak di evaluasi

Vitreous Humor

Tidak di evaluasi

RESUME
Seorang pasien perempuan berusia 5 tahun datang ke RSUD dengan keluhan
mata gatal dan kemerahan pada kedua mata sejak 3 bulan yang lalu. Pasien juga
mengeluhkan matanya berair dan gatal terutama pada malam hari, pada kedua mata

tidak mengeluarkan kotoran banyak, hanya pada pagi hari saja, berwarna putih tidak
lengket dan sedikit, orang tua pasien mengaku anaknya kadang-kadang ada demam
Visus OD
: 6/6
Visus OS
: 6/6

Konjungtiva bulbi dekstra dan sisnistra : injeksi konjungtiva (+)

Konjungtiva tarsalis Superior dekstra dan sinitra : hiperemis (+)

Konjungtiva tarsalis Inferior dekstra dan sinitra : hiperemis (+), papil(+)

VI. DIAGNOSIS KERJA

Konjungtivitis vernal ODS

VIII. PENATALAKSANAAN
Vernasel 4 x 1tetes / hari ODS
Polidex 4 x 1 tetes / hari ODS

Edukasi
-

Menghindari tindakan menggosok-gosok mata

Menghindari daerah berangin kencang yang biasanya juga membawa


serbuksari;

Kompres dingin di daerah mata.

BAB II
PEMBAHASAN
KONJUNGTIVITIS

Anatomi Konjungtiva.
Morfologi konjungtiva.
Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan
permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan
kulit pada tepi palpebra (suatu sambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea di
limbus.

sumber dari oftalmologi a pocket textbook altas hal 84-119.

Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan


melekat erat ke tarsus. Ditepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke
posterior (pada forniks superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera
menjadi konjungtiva bulbaris. Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum
orbitale di forniks dan melipat berkali-kali. Adanya lipatan ini memungkinkan bola
mata bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik. Duktus-duktus
kelenjar lakrimal bermuara ke forniks temporal superior. Konjungtiva bulbaris
melekat longgar pada kapsul tenon dan sklera di bawahnya, kecuali dilimbus (tempat
kapsul tenon dan konjungtiva menyatu sepanjang 3 mm).
Lipatan konjungtiva bulbaris yang tebal, lunak dan mudah bergerak yaitu
plica semilunaris, letaknya di kantus internus. Struktur epidermoid kecil semacam
daging (caruncula) menempel secara superfisial ke bagian dalam plica semilunaris
dan merupakan zona transisi yang mengandung elemen kulit maupun mukosa.
Histologi konjungtiva.

Lapisan epitel konjungtiva terdiri atas 2 hingga 5 lapisan sel epitel silindris
bertingkat, superfisial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas
caruncula dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri atas
sel-sel epitel skuamosa bertingkat. Sel-sel epitel superfisial mengandung sel-sel
goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus. Mukus yang terbentuk mendorong inti
sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi lapisan air mata prakornea secara
merat. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat dibandingkan dengan sel-sel
superfisial dan didekat limbus dapat mengandung pigmen.
Stroma konjungtiva dibagi menjadi 1 lapisan adenoid (superfisial) dan 1
lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan
dibeberapa tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum
germinativum. Lapisan in tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3
bulan. Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada
lempeng tarsus. Lapisan ini tersusun longgar pada bola mata.
Kelenjar lakrimal aksesorius (kelenjar krause dan wolfring) yang struktur dan
fungsinya mirip kelenjar lakrimal, letaknya di dalam stroma. Sebagian besar kelenjar
krause berada di forniks atas, sisanya ada di forniks bawah. Kelenjar wolfring terletak
di tepi atas tarsus atas.

A. DEFINISI
Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lendir yang
menutupi belakang kelopak dan bola mata, dalam bentuk akut maupun kronik.
(Ilyas,Sidarta)
Konjungtivitis merupakan suatu peradangan pada konjungtiva, biasanya terdiri
dari hyperemia konjungtiva disertai dengan pengeluaran sekret.

B. KLASIFIKASI
Berdasarkan Penyebab :
1. Konjuntivitis Bakteri : gonokokus, pneumokokus, stafilokokus, difteri.
2. Konjuntivitis Virus : Adenovirus tipe 3,7,8,19, Herpes Simpleks,
Enterovirus tipe 70.

3. Konjuntivitis Klamidia : K. trachomaktis, K. oculogenitalis.


4. Konjuntivitis Alergi

Konjungtivitis berdasarkan gambaran klinik dibagi atas :


1.
2.
3.
4.
5.
6.

Konjungtivitis kataral : akut & kronik


Konjungtivitis purulen, mukopurulen
Konjungtivitis membran
Konjungtivitis folikular
Konjungtivitis vernal
Konjuntivitis flikten

Perbedaan Jenis Jenis Konjungtivitis Secara umum


Temuan

Viral

Bakteri

Klamidia

Alergika

Gatal

Minimal

Minimal

Minimal

Hebat

Hiperemi

Generalisata

Generalisata

Generalisata

Generalisata

Mata Berair

Banyak

Sedang

Sedang

Minimal

Eksudasi

Minimal

Banyak

Banyak

Minimal

Adenopati

Sering

Jarang

Hanya pada

Tidak ada

Klinsi Umum

periaurikular

konjungtivitis
inklusi

Pada kerokan

Monosit

Bakteri,PMN

PMN, sel

dan eksudat

plasma, adan

yang dipulas

inklusi

Eosinofil

Disertai sakit

Seringkali

Sering Kali

Tak Pernah

Takpernah

tenggorokan
dan demam

1. Konjungtivitis Kataral
Etiologi :
Biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri, antara lain stafilokok aureus,
Pneumokok, Diplobasil Morax Axenfeld dan basil Koch Weeks. Bisa juga
disebabkan oleh virus, misalnya Morbili, atau bahan kimia seperti bahan kimia
basa (keratokonjungtivitis) atau bahan kimia yang lain dapat pula menyebabkan
tanda-tanda konjungtivitis kataral. Herpes Zoster Oftalmik dapat pula disertai
konjungtivitis.
Gambaran Klinis
Injeksi konjungtiva, hiperemi konjungtiva tarsal, tanpa folikel, tanpa cobblestone, tanpa flikten, terdapat sekret baik serous, mukus, mukopurulen (tergantung
penyebabnya). Dapat disertai blefaritis atau obstruksi duktus lakrimal.
Pengobatan
Pengobatan Konjungtivitis Kataral tergantung kepada penyebabnya. Apabila
penyebabnya karena inf. bakteri maka dapat diberikan antibiotik, seperti :
tetrasiklin, kloromisetin, dan lain-lain. Pada infeksi virus dianjurkan pemakaia
sulfasetamid atau obat anti-virus seperti IDU untuk infeksi Herpes Simplek.
2. Konjungtivitis Purulen, Mukopurulen
Etiologi
Pada orang dewasa disebabkan oleh infeksi gonokok, pada bayi (terutama
yang berumur di bawah 2 minggu) bila dijumpai konjungtivitis purulen, perlu
dipikirkan dua kemungkinan penyebab, yaitu infeksi golongan Neisseria
(gonokok atau meningokok) dan golongan klamidia (klamidia okulogenital).
Gambaran Klinis

Gambaran konjungtiva tarsal hiperemi seperti pada konjungtivitis kataral.


Konjungtivitis Purulen ditandai sekret purulen seperti nanah, kadang disertai
adanya pseudomembran sebagai massa putih di konjungtiva tarsal

Pengobatan
Pengobatan konjungtivitis purulen harus intensif.
Penderita harus dirawat diruang isolasi. Mata harus selalu dibersihkan dari sekret
sebelum pengobatan.
Antibiotik lokal dan sistemik

AB sistemik pd dewasa :
Cefriaxone IM 1 g/hr selama 5 hr + irigasi saline atau Penisilin G 10 juta
IU/IV/hr selama 5 hr + irigasi

AB sistemik pd neonatus :
Cefotaxime 25 mg/kgBB tiap 8-12 jam selama 7 hr atau Penisilin G 100.000
IU/kgBB/hr dibagi dl 4 dosis selama 7 hr + irigasi saline

3. Konjungtivitis membran
Etiologi
Konjungtivitis Membran dapat disebabkan oleh infeksi Streptokok hemolitik
dan infeksi difteria. Konjungtivitis Pseudomembran disebabkan oleh infeksi yang
hiperakut, serta infeksi pneumokok.

Gambaran Klinis

Penyakit ini ditandai dengan adanya membran/selaput berupa masa putih pada
konjungtiva tarsal dan kadang juga menutupi konjungtiva bulbi. Massa ini ada
dua jenis, yaitu membran dan pseudomembran.

Pengobatan

Tergantung pada penyebabnya.


Apabila penyebabnya infeksi Streptokok B hemolitik, diberikan antibiotik
yang sensitif.
Pada infeksi difteria, diberi salep mata penisillin tiap jam dan injeksi penisillin
sesuai umur, pada anak-anak diberikan penisillin dengan dosis 50.000 unit/KgBB,
pada orang dewasa diberi injeksi penisillin 2 hari masing-masing 1.2 juta unit.
Untuk mencegah gangguan jantung oleh toksin difteria, perlu diberikan antitoksin
difteria 20.000 unit 2 hari berturut-turut.

4. Konjungtivitis Folikular
Dikenal beberapa jenis konjungtivitis follikular, yaitu konjungtivitis viral,
konjungtivitis klamidia, konjungtivitis follikular toksik dan konjungtivitis
follikular yang tidak diketahui penyebabnya.

Jenis Konjungtivitis Follikular


1. Kerato-Konjungtivitis Epidemi
Etiologi: Infeksi Adenovirus type 8, masa inkubasi 5-10 hari
Gambaran Klinis

Dapat mengenai anak-anak dan dewasa


Gejala radang mata timbul akut dan selalu pada satu mata terlebih
dahulu. Kelenjar pre-aurikuler dapat membesar dan nyeri tekan,
kelopak mata membengkak, konjungtiva tarsal hiperemi, konjungtiva
bulbi kemosis. Terdapat pendarahan subkonjungtiva. Pada akhir
minggu pertama perjalanan penyakit, baru timbul gejala di kornea.

Pada kornea terdapat infiltrat bulat kecil, superfisial, subepitel.


Gejala-gejala subyektif berupa mata berair, silau dan seperti ada pasir.
Gejala radang akut mereda dalam tiga minggu, tetapi kelainan kornea

dapat

menetap

berminggu-minggu,

berbulan-berbulan

bahkan

bertahun-tahun setelah sembuhnya penyakit.


Pengobatan
Tidak terdapat pengobatan yang spesifik, dianjurkan pemberian obat lokal
sulfasetamid atau antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder.

2. Demam Faringo-Konjungtiva
Etiologi : Penyebab paling sering adalah adenovirus tipe 3
Gambaran Klinis

Lebih sering pada anak daripada orang dewasa.


Terdapat demam, disamping tanda-tanda konjungtivitis follikular akut dan
faringitis akut. Kelenjar pre-aurikuler dapat membesar. Lebih sering
mengenai dua mata, kelopak mata membengkak.

Dua minggu sesudah perjalanan penyakit dapat timbul kelainan kornea,


yaitu terdapat infiltrat bulat kecil superfisial. Faringitis timbul beberapa hari
setelah timbulnya konjungtivitis follikular akut.

Pengobatan
Tidak ada pengobatan yang spesifik

3. Konjungtivitis Hemorraghik Akut


Etiologi : Penyebabnya adalah Entero-virus 70, masa inkubasinya 1-2 hari
Gambaran Klinis

Timbulnya akut, disertai gejala subjektif seperti ada pasir, berair dan
diikuti rasa gatal, biasanya dimulai pada satu mata dan untuk beberapa

jam atau satu dua hari kemudian diikuti peradangan akut mata yang
lain.
Penyakit ini berlangsung 5-10 hari, terkadang sampai dua minggu.
Pengobatan
Tidak dikenal obat yang spesifik, tetapi dianjurkan pemberian tetes mata
sulfasetamid atau antibiotik.

4. Konjungtivitis New Castle


Etiologi : Virus New Castle, masa inkubasi 1-2 hari
Konjungtivitis ini biasanya mengenai orang-orang yang berhubungan dengan
unggas, penyakit ini jarang dijumpai.

Gambaran Klinis

kelopak mata bengkak, konjungtiva tarsal hiperemi dan hiperplasi,


tampak folikel-folikel kecil yang terdapat lebih banyak pada
konjungtiva tarsal inferior. Pada konjungtiva tarsal dapat ditemukan
perdarahan dan pada konjungtivis ini biasanya disertai pembesaran

kelenjar pre-aurikular, nyeri tekan. Sering unilateral bisa juga bilateral.


Gejala subjektif : seperti perasaan ada benda asing, berair, silau dan
rasa sakit.

Pengobatan
Tidak ada pengobatan yang efektif, tetapi dapat diberi antibiotik untuk
mencegah infeksi sekunder.

5. Inclusion Konjungtivitis
Etiologi : Klamidia okulo-genital, masa inkubasi 4-12 hari
Gambaran Klinis

Gambaran kliniknya adalah konjungtivitis follikular akut dan


gambaran ini terdapat pada orang dewasa dan didapatkan sekret
mukopurulen, sedang pada bayi gambaran kliniknya adalah suatu
konjungtivitis purulen yang juga disebut Inclusion blenorrhoe.

Pengobatan
Diberikan tetrasiklin sistemik, dapat pula diberikan sulfonamid atau
eritromisin.

6. Trachoma
Etiologi : Klamidia trakoma
Gambaran Klinis
Gambaran klinik terdapat empat stadium :
1. Stadium Insipiens atau permulaan
Folikel imatur kecil-kecil pada konjungtiva tarsal superior, pada kornea di
daerah limbus superior terdapat keratitis pungtata epitel dan subepitel.
Kelainan kornea akan lebih jelas apabila diperiksa dengan menggunakan
tes flurosein, dimana akan terlihat titik-titik hijau pada defek kornea.
2. Stadium akut (trakoma nyata)
Terdapat folikel-folikel di konjungtiva tarsal superior, beberapa folikel
matur berwarna abu-abu
3. Stadium sikatriks
Sikatriks konjungtiva pada folikel konjungtiva tarsal superior yang terlihat
seperti garis putih halus. Pannus pada kornea lebih nyata.

4. Stadium penyembuhan
trakoma inaktif, folikel, sikatriks meluas tanpa peradangan

Pengobatan
Pemberian salep derivat tetrasiklin 3-4 kali sehari selama dua bulan. Apabila
perlu dapat diberikan juga sulfonamid oral

5. Konjungtivitis Flikten
Etiologi :

Disebabkan oleh karena alergi terhadap bakteri atau antigen tertentu


(hipersensitivitas tipe IV).

Gizi buruk dan sanitasi yg jelek merupakan faktor predisposisi

Lebih sering ditemukan pd anak-anak

Gejala klinis

Adanya flikten yang umumnya dijumpai di limbus. Selain di limbus, flikten


dapat juga dijumpai di konjungtiva bulbi, konjungtiva tarsal dan kornea.
Penyakit ini dapat mengenai dua mata dan dapat pula mengenai satu mata.
Dan sifatnya sering kambuh

Apabila flikten timbul di kornea dan sering kambuh, dapat berakibat


gangguan penglihatan. Apabila peradangannya berat, maka dapat terjadi lakrimasi
yang terus menerus sampai berakibat eksema kulit. Keluhan lain adalah rasa
seperti berpasir dan silau.

Pengobatan

Usahakan mencari penyebab primernya

Diberikan Kortikosteroid tetes mata/salep


Kombinasi antibiotik + kortikosteroid
terdapat infeksi bakteri sekunder.

6. Konjungtivitis Vernalis
Konjungtivitis vernalis

dianjurkan mengingat kemunginan

adalah

konjungtivitis

akibat

reaksi

hipersensitivitas (tipe I) yang mengenai kedua mata dan bersifat rekuren.


Klasifikasi
Terdapat dua bentuk utama konjngtivitis vernalis (yang dapat berjalan
bersamaan), yaitu :
1. Bentuk palpebra terutama mengenai konjungtiva tarsal superior. Terdapat
pertumbuhan papil yang besar ( Cobble Stone ) yang diliputi sekret yang
mukoid. Konjungtiva tarsal bawah hiperemi dan edem, dengan kelainan
kornea lebih berat dari tipe limbal. Secara klinik, papil besar ini tampak
sebagai tonjolan besegi banyak dengan permukaan yang rata dan dengan
kapiler di tengahnya.
2. Bentuk Limbal hipertrofi papil pada limbus superior yang dapat
membentuk jaringan hiperplastik gelatin, dengan Trantas dot yang merupakan
degenarasi epitel kornea atau eosinofil di bagian epitel limbus kornea,
terbentuknya pannus, dengan sedikit eosinofil.

Etiologi
Konjungtivitis vernal terjadi akibat alergi dan cenderung kambuh pada
musim panas. Konjungtivitis vernal sering terjadi pada anak-anak, biasanya
dimulai sebelum masa pubertas dan berhenti sebelum usia 20.
Patofisiologi

Perubahan struktur konjungtiva erat kaitannya dengan timbulnya


radang insterstitial yang banyak didominasi oleh reaksi hipersensitivitas tipe I
dan IV. Pada konjungtiva akan dijumpai hiperemia dan vasodilatasi difus,
yang dengan cepat akan diikuti dengan hiperplasi akibat proliferasi jaringan
yang menghasilkan pembentukan jaringan ikat yang tidak terkendali. Kondisi
ini akan diikuti oleh hyalinisasi dan menimbulkan deposit pada konjungtiva
sehingga terbentuklah gambaran cobblestone. Jaringan ikat yang berlebihan
ini akan memberikan warna putih susu kebiruan sehingga konjungtiva tampak
buram dan tidak berkilau. Proliferasi yang spesifik pada konjungtiva tarsal,
oleh von Graefe disebut pavement like granulations. Hipertrofi papil pada
konjungtiva tarsal tidak jarang mengakibatkan ptosis mekanik dan dalam
kasus yang berat akan disertai keratitis serta erosi epitel kornea.
Limbus

konjungtiva

juga

memperlihatkan

perubahan

akibat

vasodilatasi dan hipertropi yang menghasilkan lesi fokal. Pada tingkat yang
berat, kekeruhan pada limbus sering menimbulkan gambaran distrofi dan
menimbulkan gangguan dalam kualitas maupun kuantitas stem cells limbus.
Kondisi yang terakhir ini mungkin berkaitan dengan konjungtivalisasi pada
penderita keratokonjungtivitis dan di kemudian hari berisiko timbulnya
pterigium pada usia muda. Di samping itu, juga terdapat kista-kista kecil yang
dengan cepat akan mengalami degenerasi.
Gambaran Histopatologik
Tahap awal konjungtivitis vernalis ditandai oleh fase prehipertrofi.
Dalam kaitan ini, akan tampak pembentukan neovaskularisasi dan
pembentukan papil yang ditutup oleh satu lapis sel epitel dengan degenerasi
mukoid dalam kripta di antara papil serta pseudomembran milky white.
Pembentukan papil ini berhubungan dengan infiltrasi stroma oleh sel-sel
PMN, eosinofil, basofil, dan sel mast.
Hasil penelitian histopatologik terhadap 675 konjungtivitis vernalis
mata yang dilakukan oleh Wang dan Yang menunjukkan infiltrasi limfosit dan

sel plasma pada konjungtiva. Prolifertasi limfosit akan membentuk beberapa


nodul limfoid. Sementara itu, beberapa granula eosinofilik dilepaskan dari sel
eosinofil, menghasilkan bahan sitotoksik yang berperan dalam kekambuhan
konjungtivitis. Dalam penelitian tersebut juga ditemukan adanya reaksi
hipersensitivitas. Tidak hanya di konjungtiva bulbi dan tarsal, tetapi juga di
fornix, serta pada beberapa kasus melibatkan reaksi radang pada iris dan
badan siliar .
Fase vaskular dan selular dini akan segera diikuti dengan deposisi
kolagen, hialuronidase, peningkatan vaskularisasi yang lebih mencolok, serta
reduksi sel radang secara keseluruhan. Deposisi kolagen dan substansi dasar
maupun seluler mengakibatkan terbentuknya deposit stone yang terlihat
secara nyata pada pemeriksaan klinis. Hiperplasia jaringan ikat meluas ke atas
membentuk giant papil bertangkai dengan dasar perlekatan yang luas.
Kolagen maupun pembuluh darah akan mengalami hialinisasi. Epiteliumnya
berproliferasi menjadi 510 lapis sel epitel yang edematous dan tidak
beraturan. Seiring dengan bertambah besarnya papil, lapisan epitel akan
mengalami atrofi di apeks sampai hanya tinggal satu lapis sel yang kemudian
akan mengalami keratinisasi.
Pada limbus juga terjadi transformasi patologik yang sama berupa
pertumbuhan epitel yang hebat meluas, bahkan dapat terbentuk 30-40 lapis sel
(acanthosis). Horner-Trantas dot`s yang terdapat di daerah ini sebagian besar
terdiri atas eosinofil, debris selular yang terdeskuamasi, namun masih ada sel
PMN dan limfosit.
Gejala
Pasien umumnya mengeluh tentang gatal yang sangat dan bertahi mata
berserat-serat. Biasanya terdapat riwayat keluarga alergi (demam jerami,
eczema, dan lain-lain) dan kadang-kadang pada pasien muda juga.

Konjungtiva tampak putih seperti susu, dan terdapat banyak papilla halus di
konjungtiva tarsalis inferior. Konjungtiva palpebra superior sering memiliki
papilla raksasa mirip batu kali. Setiap papil raksasa berbentuk poligonal,
dengan atap rata, dan mengandung berkas kapiler.

Gambar 1. konjungtivitis vernalis. Papilla batu bata di konjungtiva


tarsalis superior.

Mungkin terdapat tahi mata berserabut dan pseudomembran fibrinosa


(tanda Maxwell-Lyons). Pada beberapa kasus, terutama pada orang negro
turunan Afrika, lesi paling mencolok terdapat di limbus, yaitu pembengkakan
gelatinosa (papillae). Sebuah pseudogerontoxon (arcus) sering terlihat pada
kornea dekat papilla limbus. Bintik-bintik Tranta adalah bintik-bintik putih
yang terlihat di limbus pada beberapa pasien dengan konjungtivitis vernalis
selama fase aktif dari penyakit ini.
Sering tampak mikropannus pada konjungtivitis vernal palpebra dan
limbus, namun pannus besar jarang dijumpai. Biasanya tidak timbul parut
pada konjungtiva kecuali jika pasien telah menjalani krioterapi, pengangkatan
papilla, iradiasi, atau prosedur lain yang dapat merusak konjungtiva.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan mata.

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan berupa kerokan konjungtiva


untuk mempelajari gambaran sitologi. Hasil pemeriksaan menunjukkan
banyak eosinofil dan granula-granula bebas eosinofilik. Di samping itu,
terdapat basofil dan granula basofilik bebas.

PENGOBATAN
Karena konjungtivitis vernalis adalah penyakit yang sembuh sendiri, perlu
diingat bahwa medikasi yang dipakai terhadap gejala hanya memberi hasil jangka
pendek, berbahaya jika dipakai jangka panjang.
Opsi perawatan konjungtivitis vernalis berdasarkan luasnya symptom yang
muncul dan durasinya. Opsi perawatan konjungtivitis vernalis yaitu :
1. Tindakan Umum
Dalam hal ini mencakup tindakan-tindakan konsultatif yang membantu
mengurangi keluhan pasien berdasarkan informasi hasil anamnesis. Beberapa
tindakan tersebut antara lain:
-

Menghindari tindakan menggosok-gosok mata dengan tangan atau jari tangan,


karena telah terbukti dapat merangsang pembebasan mekanis dari mediatormediator sel mast. Di samping itu, juga untuk mencegah superinfeksi yang
pada akhirnya berpotensi ikut menunjang terjadinya glaukoma sekunder dan
katarak.
Pemakaian mesin pendingin ruangan berfilter;

Menghindari daerah berangin kencang yang biasanya juga membawa


serbuksari;

Menggunakan kaca mata berpenutup total untuk mengurangi kontak dengan


alergen di udara terbuka. Pemakaian lensa kontak justru harus dihindari
karena lensa kontak akan membantu retensi allergen;

Kompres dingin di daerah mata;

Pengganti air mata (artifisial). Selain bermanfaat untuk cuci mata juga
berfungsi protektif karena membantu menghalau allergen;

Memindahkan pasien ke daerah beriklim dingin yang sering juga disebut


sebagai climato-therapy.

2. Terapi topikal
-

Untuk menghilangkan sekresi mucus, dapat digunakan irigasi saline steril dan
mukolitik seperti asetil sistein 10%20% tetes mata. Dosisnya tergantung
pada kuantitas eksudat serta beratnya gejala. Dalam hal ini, larutan 10% lebih
dapat ditoleransi daripada larutan 20%. Larutan alkalin seperti 1-2% sodium
karbonat monohidrat dapat membantu melarutkan atau mengencerkan musin,
sekalipun tidak efektif sepenuhnya.
-

Dekongestan

Antihistamin

NSAID (Non-Steroid Anti-Inflamasi Drugs)

- Untuk konjungtivitis vernalis yang berat, bisa diberikan steroid topikal


prednisolone fosfat 1%, 6-8 kali sehari selama satu minggu. Kemudian
dilanjutkan dengan reduksi dosis sampai ke dosis terendah yang dibutuhkan
oleh pasien tersebut. Bila sudah terdapat ulkus kornea maka kombinasi
antibiotik steroid terbukti sangat efektif.
-

Antihistamin

antibakteri

Siklosporin

Stabilisator sel mast seperti Sodium kromolin 4% dan Lodoksamid 0,l%.

3. Terapi Sistemik

- Pada kasus yang lebih parah, bisa juga digunakan steroid sistemik seperti
prednisolone asetat, prednisolone fosfat, atau deksamethason fosfat 23 tablet
4 kali sehari selama 12 minggu. Satu hal yang perlu diingat dalam kaitan
dengan pemakaian preparat steroid adalah gunakan dosis serendah mungkin
dan sesingkat mungkin.
- Antihistamin, baik lokal maupun sistemik, dapat dipertimbangkan sebagai
pilihan lain, karena kemampuannya untuk mengurangi rasa gatal yang dialami
pasien. Apabila dikombinasi dengan vasokonstriktor, dapat memberikan
kontrol yang memadai pada kasus yang ringan atau memungkinkan reduksi
dosis.
4. Tindakan Bedah
- Berbagai terapi pembedahan, krioterapi, dan diatermi pada papil raksasa
konjungtiva tarsal kini sudah ditinggalkan mengingat banyaknya efek
samping dan terbukti tidak efektif, karena dalam waktu dekat akan tumbuh
lagi.
Kesimpulan
Konjungtivitis vernalis adalah konjungtivitis akibat reaksi
hipersensitivitas (tipe I) yang mengenai kedua mata dan bersifat rekuren.
Konjungtivitis vernal terjadi akibat alergi dan cenderung kambuh pada musim
panas. Konjungtivitis vernal sering terjadi pada anak-anak, biasanya dimulai
sebelum masa pubertas dan berhenti sebelum usia 20.
Gejala yang spesifik berupa rasa gatal yang hebat, sekret mukus yang
kental dan lengket, serta hipertropi papil konjungtiva. Tanda yang spesifik
adalah Trantas dots dan coble stone. Terdapat dua bentuk dari konjungtivitis
vernalis yaitu bentuk palbebra dan bentuk limbal.
Konjungtivitis vernalis pada umumnya tidak mengancam penglihatan,
namun dapat menimbulkan rasa tidak enak. Penyakit ini biasanya sembuh
sendiri tanpa diobati. Namun tetap dibutuhkan perawatan agar tidak terjadi
komplikasi dan menurunkan tingkat ketidaknyamanan dari pasien. Perawatan
yang dapat diberikan menghindari menggosok-gosok mata, kompres dingin di
daerah mata, memakai pengganti air mata, memakai obat tetes seperti asetil
sistein, antihistamin, NSAID, steroid, stabilisator sel mast, dll; obat oral
(seperti antihistamin dan steroid), dan pembedahan.

Referensi
1. Ilyas S., 2006. Penuntun Ilmu Penyakit Mata edisi ke-3. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI, hlm : 133-134.
2. Vaughan, Daniel G., 2000. Oftalmologi Umum edisi ke-4. Jakarta :
Penerbit Widya Medika, hlm : 115-116.
3. Medicastore.

Konjungtivitis

Vernalis.

Available

on:

http://www.medicastore.com/penyakit/865/Keratokonjungtivitis_Vernalis.
html.
4. PubMed Central Journal list. Vernal Keratoconjunctivitis. Available on:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1705659/.
5. Optometry.

Vernal

Keratoconjunctivitis.

Available

on :

http://www.optometry.co.uk/articles/docs/0cd52f986c6c4d460c454802aa7
cc5b3_schmid20010223.pdf.

Você também pode gostar