Você está na página 1de 36

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Keratitis adalah peradangan pada salah satu dari kelima lapisan kornea. 1
Peradangan tersebut dapat terjadi di epitel, membran Bowman, stroma, membran
Descemet, ataupun endotel. Peradangan juga dapat melibatkan lebih dari satu
lapisan kornea. Pola keratitis dapat dibagi menurut distribusi, kedalaman, lokasi,
dan bentuk. Berdasarkan distribusinya, keratitis dibagi menjadi keratitis difus,
fokal, atau multifokal. Berdasarkan kedalamannya, keratitis dibagi menjadi
epitelial, subepitelialm stromal, atau endotelial. Lokasi keratitis dapat berada di
bagian sentral atau perifer kornea, sedangkan berdasarkan bentuknya terdapat
keratitis dendritik, disciform, dan bentuk lainnya.1,2
Keratitis

mikrobial

atau

infektif

disebabkan

oleh

proliferasi

mikroorganisme, yaitu bakteri, jamur, virus dan parasit, yang menimbulkan


inflamasi dan destruksi jaringan kornea.3 Kondisi ini sangat mengancam tajam
penglihatan dan merupakan kegawatdaruratan di bidang oftalmologi. Pada satu
penelitian, keratitis merupakan penyebab kedua terbanyak (24,5%) untuk tindakan
keratoplasti setelah edema kornea (24,8%).4 Membedakan etiologi keratitis
infektif sulit dilakukan secara klinis dan membutuhkan pemeriksaan diagnosis
penunjang.3,5

BAB II
LAPORAN KASUS

II.1. IDENTITAS PASIEN


Nama

: Ny. I

Umur

: 19 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Bangsa

: Indonesia

Pekerjaan

: Mahasiwa

Alamat

: Pamarican, Banjar

MRS

: 24 september 2014

II.2. ANAMNESIS (Autoanamnesis, 1 April 2014)


Keluhan Utama:
Mata kiri terasa sakit sejak 2 minggu yang lalu.
Riwayat Perjalanan Penyakit:
Pasien datang ke poliklinik mata RSUD kota Banjar dengan keluhan mata
kiri terasa sakit sejak 2 minggu yang lalu, pasien mengeluhkan pandangan
pada mata kiri pasien terasa buram dan mata terkadang berwarna merah,
pasien sering merasakan gatal pada mata kirinya dan silau pada saat melihat
cahaya. Pasien juga mengeluhkan mata kirinya seperti ada rasa yang
mengganjal.
Awalnya pada 2 minggu yang lalu pasien tiba tiba mengeluhkan mata
berwarna merah dan disertai rasa gatal, karena gatal pasien sering mengusap
usap matanya, keluhan dirasakan semakin lama semakin berat sehingga
pandangan pasien menjadi kabur dan mata terasa sakit, karena semakin

berat pasien memutuskan untung berobat kerumah sakit. Pasien sering


mengenakan kontak lens dan mengendarai sepeda motor bila kuliah.
Riwayat Penyakit Dahulu:

Riwayat memakai kacamata (-)

Riwayat memakai lensa kontak

Riwayat hipertensi disangkal

Riwayat diabetes melitus disangkal

Riwayat Penyakit Dalam Keluarga:

Riwayat keluarga pernah mengalami keluhan seperti ini disangkal


Riwayat memakai kacamata (+)
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat diabetes melitus disangkal

Riwayat Pengobatan:
Pasien belum pernah mengkonsumsi obat untuk keluhan mata kirinya

Riwayat Alergi:

Alergi obat disangkal


Alergi makanan disangkal
Alergi cuaca disangkal

II.3. PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis
Keadaan Umum

: Tampak sakit ringan

Kesadaran

: Composmentis

Tanda-tanda Vital :

Tekanan Darah

: 120 / 80 mmHg

Nadi

: 80 x/menit, reguler

Pernafasan

: 16 x/menit, reguler

Suhu

: 36,5C

Status Oftalmologikus

No

Pemeriksaan

OD

OS

Visus

6/6

6/10 ph 6/8

Tekanan Intra Okuler

Digit: N

Digit: N

Kedudukan Bola Mata


Ortoforia

Ortoforia

Eksoftalmus

(-)

(-)

Endoftalmus

(-)

(-)

Atas

(+) baik

(+) baik

Bawah

(+) baik

(+) baik

Temporal

(+) baik

(+) baik

Temporal atas

(+) baik

(+) baik

Temporal bawah

(+) baik

(+) baik

Nasal

(+) baik

(+) baik

Nasal Atas

(+) baik

(+) baik

Nasal Bawah

(+) baik

(+) baik

(-)

(-)

Posisi

Pergerakan Bola Mata

Nistagmus

No

Pemeriksaan

Palpebra

OD

OS

Hematom

(-)

(-)

Edema

(-)

(-)

Hiperemis

(-)

(-)

Benjolan

(-)

(-)

Ulkus

(-)

(-)

Fistel

(-)

(-)

Hordeolum

(-)

(-)

Kalazion

(-)

(-)

Ptosis

(-)

(-)

Ektropion

(-)

(-)

Entropion

(-)

(-)

Sekret

(-)

(-)

Trikiasis

(-)

(-)

Edema

(-)

(-)

Hiperemis

(-)

(-)

Benjolan

(-)

(-)

Punctum Lakrimalis

Fistel

(-)

(-)

No

Pemeriksaan

OD

OS

Konjungtiva Tarsal Superior


Edema

(-)

(-)

Hiperemis

(-)

(-)

Sekret

(-)

(-)

Kemosis

(-)

(-)

Hiperemis

(-)

(+)

Anemia

(-)

(-)

Folikel

(-)

(-)

Papil

(-)

(-)

Lithiasis

(-)

(-)

Simblefaron

(-)

(-)

No

Pemeriksaan

OD

OS

Konjungtiva Bulbi
Kemosis

(-)

(-)

Pterigium

(-)

(-)

Konjungtiva Tarsalis Inferior

Pinguekula

(-)

(-)

Flikten

(-)

(-)

Simblefaron

(-)

(-)

Injeksi konjungtiva

(-)

(-)

Injeksi siliar

(-)

(+)

Injeksi episklera

(-)

(-)

Perdarahan subkonjungtiva

(-)

(-)

No

Pemeriksaan

OD

OS

10

Kornea
jernih

Infiltrat (+)

Edema

(-)

(-)

Ulkus

(-)

(-)

Episkleritis

(-)

(-)

Skleritis

(-)

(-)

Kedalaman

Sedang

Sedang

Kejernihan

Jernih

Jernih

Hifema

Jernih

Jernih

Kejernihan

11

12

Sklera

Kamera Okuli anterior

13

Iris
Warna

Hitam

Hitam

Gambaran radien

Jelas

Jelas

Eksudat

(-)

(-)

Sinekia Anterior

(-)

(-)

Sinekia Posterior

(-)

(-)

No

Pemeriksaan

OD

OS

14

Pupil
Bulat

Bulat

Besar

3 mm

3 mm

Isokor

(+)

(+)

Letak

Sentral

Sentral

(+)

(+)

Kejernihan

Jernih

Jernih

Pseudofakia

(-)

(-)

Afakia

(-)

(-)

Bentuk

Refleks cahaya langsung


15

Lensa

II.4. RESUME

Seorang wanita umur 19 tahun dating ke poliklinik mata RSUD kota Banjar
dengan keluhan mata kiri terasa sakit sejak 2 minggu yang lalu, pasien
mengeluhkan pandangan pada mata kiri pasien terasa buram dan mata
terkadang berwarna merah, pasien sering merasakan gatal pada mata kirinya
dan silau pada saat melihat cahaya. Pasien juga mengeluhkan mata kirinya
seperti ada rasa yang mengganjal.
Awalnya pada 2 minggu yang lalu pasien tiba tiba mengeluhkan mata
berwarna merah dan disertai rasa gatal, karena gatal pasien sering mengusap
usap matanya, keluhan dirasakan semakin lama semakin berat sehingga
pandangan pasien menjadi kabur dan mata terasa sakit, karena semakin
berat pasien memutuskan untung berobat kerumah sakit. Pasien sering
mengenakan kontak lens dan mengendarai sepeda motor bila kuliah.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dalam batas normal, Visus
OD 6/6 visus OS 6/10 ph 6/8 , konjungtiva bulbi okuli sinistra didapatkan
injeksi siliar, dan kornea terdapat infiltrat (+).
II.5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Flouresein tes (+) pada okuli sinistra
II.6. DIAGNOSIS
Keratitis Okuli sinistra
II.7. RENCANA PENATALAKSANAAN

Pemberian antibiotik : berikan tetes/salep mata kloramfenikol (0,5%-1%)


6x/sehari atau tetes salep mata tetrasiklin 3x/hari sekurang-kurangnya

untuk 3 hari
Edukasi
o Selalu menjaga kebersihan pada mata.
o Jangan mengucek-ngucek mata.
o Beritahukan pada pasien bila keluar rumah atau berkendaraan dengan
sepedamotor diusahakan untuk memakai kacamata pelindung.
10

o Segera kontrol bila terdapat keluhan lain


II.8. PROGNOSIS
Quo ad vitam

: dubia ad bonam

Quo ad functionam

: dubia ad bonam

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

III.1 DEFINISI
Keratitis atau radang pada kornea merupakan kelainan akibat terjadinya
infiltrasi sel radang pada kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi
keruh. Akibat terjadinya kekeruhan pada media kornea ini, maka tajam
penglihatan akan menurun. Mata menjadi merah akibat injeksi pembuluh
darah perikorneal yang dalam atau injeksi siliar.
III.2 EPIDEMIOLOGI
Lebih dari 90 % inflamasi kornea disebabkan oleh bakteri. Keratitis
herpes simplek merupakan salah satu penyebab terbanyak ulkus kornea.
Keratitis

mikotik

dan

keratitis

acantamoeba

jarang

terjadi.

Keratokonjungtivitis sika adalah salah satu keratitis superficial yang sering

11

terjadi. Pada keratitis neuroparalitik lebih sering terjadi paralisis nervus


fasial dibandingkan nervus trigeminus.
III.3 ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI
Keratitis dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :
a.

Infeksi (bakteri, virus, acantamoeba, jamur)

b.

Mata Kering

c.

Keracunan obat

d.

Alergi

e.

Konjungtivitis kronis
Selain itu ada beberapa faktor predisposisi yang dapat menyebabkan
inflamasi pada kornea, yaitu :
a. Blepharitis
b. Infeksi dari apendiks mata (seperti dacriostenosis)
c. Perubahan dari barier epitel kornea (dry eyes/bullous keratopathy)
d. Lensa kontak
e. Lagoftalmus
f. Kelainan neuroparalitik
g. Trauma
h. Agent immunosuppresan (topical dan sistemik)

III.4 ANATOMI NORMAL KORNEA


Kornea merupakan modifikasi dari membran mukosa, dan juga
modifikasi dari kulit.4 Bagian depan kornea disusun oleh lima lapis epitel
skuamosa nonkeratin yang menyerupai epidermis kulit yang telah
mengalami modifikasi. Sel Langerhans terdapat di antara susunan epitel
kornea.4 Lapisan terdalam sel epitel, lapisan basal, merupakan lapisan
germinativum dan melekat kepada sel basal sekitarnya dan terletak di atas

12

sel wing. Lapisan sel basal juga melekat ke membran basal melalui bantuan
hemidesmosom.4
Pada membran basal terdapat tiga jenis molekul utama yaitu kolagen tipe
IV, proteoglikan heparin sulfat dan protein non-kolagen (laminin, nidogen,
dan osteonectin). Membran basal merupakan sawar (barrier) fisiologis
penting antara epitel dan stroma kornea.4,7
Sel epitel terluar akan berdeskuamasi ke dalam lapisan air mata. Lapisan
muko-protein pada air mata berfungsi untuk melekatkan lapisan air mata
kepada mikrovili epitel.8

III.5 PATOFISIOLOGI
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya,
dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab
susunan sel dan seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan
cahaya terutama terjadi di permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam
13

bentuk dan kejernihan kornea, segera mengganggu pembentukan bayangan


yang baik di retina. Oleh karenanya kelainan sekecil apapun di kornea,
dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat terutama bila
letaknya di daerah pupil.6
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak
segera datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak
vaskularisasi. Maka badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang
terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru
kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat dilimbus
dan tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi
dari sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN),
yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak
berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan permukaan tidak
licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah ulkus kornea.6
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada
kornea baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan
fotofobia. Rasa sakit juga diperberat dengan adanya gesekan palpebra
(terutama palbebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh.
Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang meradang dapat menimbulkan
fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan
fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada
pembuluh iris.6
III.6 KLASIFIKASI
Keratitis biasanya diklasifikasikan dalam lapis kornea yang terkena,
namun keratitis dapat juga diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya,
seperti bakteri, virus, jamur, dan lain-lain. Berikut merupakan pembagian
keratitis berdasarkan lapisan yang terkena :
A. Keratitis Epitelial

14

Epitel kornea terlibat pada kebanyakan jenis konjungtivitis dan


keratitis dan pada kasus-kasus tertentu merupakan satu-satunya jaringan
yang terlibat (mis: pada keratitis punctata superfisialis). Perubahan pada
epitel sangat bervariasi, dari edema biasa dan vakuolasi sampai erosi
kecil-kecil, pembentukan filamen, keratinisasi parsial, dan lain-lain. Lesilesi itu juga bervariasi lokasinya pada kornea. Semua variasi ini
mempunyai makna diagnostik yang paling penting, dan pemeriksaan
biomikroskopik dengan dan tanpa pulasan fluorescein hendaknya
merupakan bagian dari setiap pemeriksaan mata bagian luar.
B. Keratitis Subepitelial
Terdapat sejumlah jenis lesi subepitelial yang penting. Lesi-lesi ini
sering terjadi karena keratitis epithelial (mis: infiltrate subepitelial pada
keratokonjungtivitis epidemika, yang disebabkan adenovirus 8 dan 19).
Umumnya lesi ini dapat diamati dengan mata telanjang namun dapat juga
dikenali pada pemeriksaan biomikroskopik terhadap keratitis epithelial.
C. Keratitis Stroma
Respons stroma kornea terhadap penyakit termasuk infiltrasi, yang
menunjukkan akumulasi sel-sel radang; edema muncul sebagai penebalan
kornea, pengkeruhan atau parut, penipisan dan perlunakan, yang dapat
berakibat perforasi dan vaskularisasi. Pola respons ini kurang spesifik
bagi penyakit ini, tidak seperti pada keratitis epithelial dan dokter sering
harus mengandalkan informasi klink lain dan pemeriksaan laboratorium
lain untuk menetapkan penyebabnya.
D. Keratitis Endotelial
Disfungsi endothelium kornea akan berakibat edema kornea, yang
mula-mula mengenai stroma dan kemudian epitel. Ini berbeda dari edema
kornea yang disebabkan oleh peningkatan tekanan intraokuler, yang
mulai pada epitel kemudian baru stroma. Selama kornea tidak terlalu
sembab, sering masih mungkin dilihat kelainan morfologik endotel
kornea dengan slit-lamp.6

15

Keratitis Superfisialis
1)

Epithelial
-

Keratitis pungtata superfisialis


Keratitis fliktenularis
Keratitis dendritika
Keratitis filamentosa
Keratitis lagoftalmosa
Keratitis neuroparalitika

2) Subepitelial
-

Keratokonjungtivitis epidemik
Keratitis Westhoff Himmer (sawahika)
Keratitis numularis

Keratitis Profunda
-

Keratitis Intertisial
Keratitis Disiformis
Keratitis sklerotikans

III.6.1

KERATITIS PUNGTATA
Keratitis yang terkumpul di daerah membran bowman, dengan
infiltrat berbentuk bercak-bercak halus. Dapat disebabkan oleh hal-hal
yang tidak spesifik, seperti :

Moluskum kontagiosum

Akne rosasea

Herpes simplek

Herpes zooster

Blefaritis neuropatik

Infeksi virus

Trakoma dan trauma radiasi

Dry eyes

Trauma

Lagolftalmus

Gambar 3. Keratitis Pungtata 3

16

Keracunan obat neomisin, tobramisin dan bahan pengawet lainnya.

Kelainan dapat berupa :


1. Keratitis pungtata epitel
2. Keratitis pungtata
3. Pada konjungtivitis vernalis dan konjungtivitis atopik ditemulan
bersama-sama papil raksasa
4. Pada trakoma, pemfigoid, sindrom Steven Jonhson dan pasca
pengobatan radiasi

dapat ditemukan bersama-sama dengan

jaringan parut konjungtiva


Keratitis pungtata biasanya terletak bilateral dan berjalan kronis
tanpa terlihatnya gejala kelainan konjungtiva, ataupun tanda akut yang
biasanya terjadi pada dewasa muda. Kelainan keratitis pungtata dapat
mengikuti satu penyakit mata lain maupun penyakit sistemik seperti:
a.

Kelainan lokal

Pada infeksi adenovirus, herpes, moluscum, alergi, keracunan


obat miotika, penyakit new castle dan dapat ditemukan bersama
sama folikel.

Pada keratokonjungtivitis sika, konjungtivitis vernal, dan infeksi


bakteri, dan dapat ditemukan bersama papil

Pada konjungtivitis vernal dan konjungtivitis atopik dapat


ditemukan bersama papil raksasa.

Pada trakoma, pimfigoid, sindrom stevens johnsen, dan pasca


pengobatan radiasi dapat ditemukan bersama sama jaringan
parut di konjungtiva

17

b. Kelainan sistemik

Dapat menyertai penyakit penyakit infeksi saluran pernafasan


bagian atas seperti yang disebabkan herpes simpleks dan
adenovirus.

Artritis (seperti penyakit reiter)

Penyakit saluran kemih dan kelamin, seperti TRIC dan penyakit


reiter

Penyakit saluran pencernaan seperti pamfigoid.5

Keratitis pungtata superfisial


Memberikan gambaran seperti infiltrasi halus bertitik-titik pada
permukaan kornea. Berwarna hijau bila diwarnai fluorosensi.
Dapat disebabkan oleh :

Sindrom Dry eyes

Blefaritis

keratopati Lagolftalmus

Keracunan obat neomisin, tobramisin.

Sinar ultraviolet

Pemakain lensa kontak

Trauma kimia ringan

Pasien akan memberikan gejala mata merah, rasa sialu (fotofobia),


dan merasa kelilipan. Pasien diberi air mata buatan, tobramisin tetes
mata, dan siklopegik
Keratitis pungtata subepitel

18

Keratitis yang terkumpul di daerah membran Bowman. Bilateral


dan berjalan kronis tanpa terlihatnya gejala kelainan konjungtivitis
ataupun tanda akut yang biasanya terjadi pada dewasa muda.

III.6.2 KERATITIS MARGINAL


Merupakan infiltrat yang tertimbun pada tepi kornea sejajar dengan
limbus. Penyakit infeksi lokal konjungtiva dapat mengakibatkan
keratitis kataral atau keratitis marginal. Keratitis marginal kataral
biasanya terdapat pada pasien setengah umur dengan adanya
blefarokonjungtivitis.6
Bila tidak diobati dengan baik maka akan mengakibatkan tukak
kornea. Biasanya bersifat rekurent, dengan kemungkinan terdapatnya
S.pneumonia, H.aegepty, M. lacunata, dan Eschiricia. Infiltrasi dan
tukak yang terlihat diduga merupakan timbunan kompleks antigenantibodi. Penderita akan mengeluh sakit seperti keliipan, lakrimasi,
disertai fotofobia berat. Pada mata akan terlihat blefarospasme pada
satu mata, injeksi konjungtiva, infiltrat atau ulkus yang memanjang,
dangkal unilateral dapat tunggal atau multipel, sering disertai
neovaskularisasi dari ara limbus.6
Pengobatan yang diberikan adalah antibiotika yang sesuai dengan
penyebabnya dab steroid dosis ringan. Pada pasien dapat diberikan Vit
B dan C dosis tinggi. Pada kelainan yang indolen dilakukan
kauteterisasi dengan listrik ataupun AgNO3 di pembuluh darahnya
atau dilakukan flep konjungtiva yang kecil. Penyulit yang terjadi
berupa jarinan parut pada kornea yang akan menggangu penglihatan
atau ulkus meluas dan menjadi lebih dalam. Keratitis marginalis
Trakomatosa merupakan keratitis dengan pembentukan membran pada

19

kornea atas. Keadaan ini aka membentuk pannus, berupa keratitis


dengan neovaskularisasi.6

III.6.3 KERATITIS INTERSTISIAL


Keratitis

Gambar 4. Keratitis Marginal 3

inflamasi

Interstisial adalah
nonsupuratif yang

terjadi pada stroma kornea, tapi tidak mengenai epitel atau endotel
disertai

dengan

neovaskularisasi. Keratitis interstisial terjadi karena banyak faktor,


diantaranya reaksi immunologis, alergi, infeksi spiroket, tuberkolosis,
dll.6
Gambaran Klinis
Secara umum gambaran klinis keratitis interstisial adalah:
-

Fotofobia

Lakrimasi (mata berair terus menerus)

Visus menurun
-

Permukaan seluruh kornea keruh, sehingga


iris sukar dilihat

Gambar 5. Keratitis Interstisial 3

Keratitis kongenital

20

Yang sering adalah akibat infeksi syhpilis. Keratitis ini biasanya


bilateral, dan asimptomatik. Sypilis keratitis yang lain adalah Luetic
Keratitis, keratitis ini juga terjadi secara bilateral, kelainan ini terjadi
pada dekade pertama/kedua setelah lahir. Gambaran klinis luetic
keratitis adalah, Hutchinson sign, saddle nose, palatal perforasi, saber
shins, gangguan N VIII (gangguan pendengaran). Pada pemeriksaan
fisik selain gambaran klinis umum pada mata juga ditemukan, salmon
patch (kornea berwarna pink) serta inflamasi pada stroma dalam
sampai membran descemet.
Keratitis Tuberkulosis
Keratitis jenis ini terjadi unilateral dan jarang terjadi. Perbedaan
dengan luteic keratitis adalah pada keratitis tuberkulosa inflamasi
yang terjadi pada stroma terlokalisir pada kornea bagian anterior.
Terapi lokal pada keratitis jenis ini dapat diberikan corticosteroid
untuk memperbaiki visus yang menurun. Pemberian sulfas atropin
untuk mencegah terjadinya sinekia akibat terjadinya uveitis.
Pemakaian kaca mata hitam jika silau. Terapi demam mungin
mempersingkat jalnnya penyakit.

III.6.4 KERATITIS VIRUS


Keratitis pungtata superfisial memberikan gambaran seperti infiltrat
halus bertitik-titik pada dataran depan kornea yang dapat terjadi pada
penyakit herpes simpleks, herpes zooster, infeksi virus, vaksinia dan
trakoma.
Keratitis yang terkumpul didaerah membran bowman. Pada
keratitis ini basanya terdapat bilateral dan berjalan kronis tanpa
terlihatnya gejala kelainan konjungtiva ataupun tanda akut.
Keratitis Herpetik
21

Gambar 6. Keratitis Herpetik 3

Keratitis herpetik disebabkan oleh herpes simpleks dan herpes


zoster. Yang disebabkan herpes simpleks dibagi dalam 2 bentuk yaitu
epitelial dan stromal. Keratitis ini terjadi biasanya karena penyebaran
infeksi dari infeksi saluran napas atas. Lalu virus masuk ke ganglion
saraf dan menginfeksi saraf V cab I yang mempersarafi mata. Infeksi
primer dari HSV bermanifestasi : unilateral blefarokonjungtivitis,
pembesaran preaurikular limfonodul. 6
Komplikasi herpetic eye disease

Punktata difus atau vortex epiteliopati dapat terjadi karena


reaksi toksik terhadap anti virus.

Erosi epitel berulang dapat terjadi pada tempat bekas


terjadi keratitis herpetik.

Penipisan kornea dan perforasi kornea

Lipid keratopati

Infeksi Berulang
Terjadinya infeksi berulang dikarenakan reaktivasi virus herpes
yang masih berada di ganglion saraf yang berjalan menuju akhir saraf
sensoris yang berada di permukaan kornea. Ada beberapa tipe dari
berulangnya infeksi HSV ini :
a. Blefarokonjungtivitis
b. Dendritik dan keratitis epitelial geografis

22

Pengobatan :
IDU merupakan obat antiviral yang murah, bersifat tidak stabil.
Bekerja dengan menghambat sintesis DNA virus dan manusia,
sehingga bersifat toksik untuk epitel normal dan tidak boleh
dipergunakan lebih dari 2 minggu. Terdapat dalam larutan 1 % dan
diberikan setiap jam. Salep 0.5% diberikan setiap 4 jam.6
Vibrabin sama dengan IDU, akan tetapi hanya terdapat dalam bentuk
salep. Trifluorotimidin (TFT) sama dengan IUD, diberikan 1% setiap 4
jam. Acyclovir, bersifat selektif terhadap sintesis DNA virus. Dalam
bentuk salep 3% yang diberikan setiap 4 jam. Sama efektif dengan
antivirus lain akan tetapi dengan efek samping yang kurang.6
Keratitis dendritik
Merupakan keratitis superfisial yang membentuk garis infiltrat pada
permukaan kornea yang kemudian membentuk cabang.6
Disebabkan oleh infeksi virus herpes simpleks yang berulang,
yang biasanya bermanifestasi dalam bentuk keratitis dengan gejala
ringan seperti foto fobia, kelilipan, tajam penglihatan menurun,
konjungtiva hiperemia disertai dengan sensi Keratitis dendrika bilitas
kornea yang hipestesia. Akibat semua gejala yang ringan ini membuat
pasien terlambat berkonsultasi.6
Bentuk dendrit ini terjadi akibat pengrusakan aktif sel epitel kornea
oleh virus herpes simpleks disertai dengan terlepasnya sel di atas kelainan.
Bentuk dendrit ini dapat berlanjut menjadi bentuk geografik, yang
biasanya tidak mengenai jaringan stroma kornea.
Pengobatan kadang-kadang tidak diperlukan karena dapat sembuh
spontan atau dapat sembuh dengan melakukan debridement. Dapat juga
dengan memberikan obat antivirus dan sikloplegik, antibiotika dengan
bebat tekan. Antivirus seperti IDU 0.1% diberikan setiap 1 jam atau
23

asiklovir. Keratitis dendritik dapat menjadi indolen sehingga terjadi tukak


komea.6

Gambar 7. Keratitis Dendritik 3

Keratitis stromal
Keratitis ini terjadi kira-kira 15% pada infeksi berulang
keratitis herpetik. Hampir semua penderita keratitis stromal
diawali dengan penyakit epitel kornea. Ada 2 bentuk keratitis
stromal herpetik: nekrotikan dan non-nekrotikan. 6
Keratitis disiformis
Keratitis membentuk kekeruhan infiltrate yang bulat atau lonjong
di dalam jaringan kornea. Biasanya merupakan keratitis profunda
superfisial, yang terjadi akibat infeksi virus herpes simpleks. Sering
diduga

keratitis

disiformis

merupakan

reaksi

alergi

ataupun

imunologik terhadap infeksi virus herpes simpleks pada permukaan


kornea.

24

Gambar 8. Keratitis disiformis 8

Infeksi herpes zoster


Virus

herpes

dapat

zoster

memberikan

infeksi pada ganglion


Gaseri saraf trigeminus.
Bila

yang

ganglion

terkena
cabang

oftalmik maka akan


Gambar 9. Keratitis Herpetik

terlihat

gejala-gejala

herpes

zoster pada mata. Gejala ini tidak


akan melampaui garis median kepala. Biasanya herpes zoster akan
mengenal orang dengan usia lanjut. Keratitis vesikular dapat terjadi
akibat herpes zoster Herpes zoster oftalmik.6
Gejala yang terlihat pada mata adalah rasa sakit pada daerah yang
terkena dan badan berasa hangat. Penglihatan berkurang dan merah.Pada
kelopak akan terlihat vesikel dan infiltrat pada kornea. Vesikel
tersebar sesuai dengan dermatom yang dipersarafi saraf trigeminus
yang dapat progresif dengan terbentuknya jaringan parut. Daerah yang
terkena tidak melewati garis meridian.6
Pengobatan biasanya tidak spesifik dan hanya simtomatik.
Pengobatan dengan memberikan asiklovir dan pada usia lanjut dapat
diberi steroid. Penyulit yang dapat terjadi pada herpes zoster oftalmik
25

adalah uveitis, parese otot penggerak mata, glaukoma dan neuritis optik.
Pada mata dapat disertai dengan konjungtivitis, keratitis pungtata,
neurotrofik keratitis, uveitis, skleritis, glaukoma, dan neuritis.

III.6.5 KERATITIS BAKTERIAL


Keratitis bakterial dalam beberapa buku disebutkan sama dengan
ulkus kornea yang disebabkan oleh Mikroorganisme yang menginvasi
kornea. Pada makalah ini kami membahas ulkus kornea pada bahasan
ulkus kornea dibawah.6
Keratitis

bakterial

merupakan

kelainan

yang

mengancam

penglihatan, karena onsetnya mendadak dan inflamasi stroma yang


berlangsung cepat. Keratitis bakterial disebakan karena banyak hal,
diantaranya pemakaian contact lens yang terlalu lama, trauma, pasca
operasi kornea, malposisi dari bulu mata, dsb. Namun yang paling
sering terjadi karena pemakaian contact lens yang terlalu lama (tidak
dicuci ataupun pemakaian saat tidur), hal ini mengakibatkan kotoran
masuk kedalam celah antara permukaan contact lens dan permukaan
kornea sehingga kotoran masuk melalui epitel kornea.
Selain penyebab diatas keratitis bakterial juga dapat disebabkan
karena invasi bakteri. Bakteri yang sering menyebabkan keratitis
antara lain : S. aureus, S. epidermidis, S. pneumonia, P. Aeruginosa
(pada pemakai contact lens), Enterobacter.

Untuk menunjang

tepatnya pemberian antibiotik harus dilakukan kultur bakteri terlebih


dahulu. Cara pengambilan sample (korneal swab) ini dengan
menggunakan platinum spatula.
Gambaran Klinis
Gambaran klinis keratitis ini hampir sama dengan gambaran
umum keratitis, yang disertai dengan nyeri yang timbul menndadak
26

,injeksi konjungtiva. Pengobatan keratitis bakterial disesuaikan


dengan hasil kultur yang didapat

Gambar 10. Keratitis Bakterial 3

27

Bakteri Penyebab (setelah kultur)

Pengobatan

Gram + (Coccus)

Cefazolin
Vancomycin

Gram + (Basil)

Tobramycin
Ceftazidime
Fluoroquinolone

Multiple mikroorganisme

Cefazoline & Tobramycin

Gram -

Tobramycin
Gentamycin
Polimiksin

Mycobacteria

Amikacin

III.6.6 KERATITIS JAMUR


Keratitis jamur paling sering disebabkan karena trauma yang
langsung mengenai kornea yang disebabkan oleh terkena ranting
tanaman, daun-daunan. Pemakaian corticosteroid yang tidak adekuat
juga mempelopori terjadinya keratitis jamur, karena corticosteroid
menurunkan imunitas dari kornea. Jamur tersering yang menyebabkan
keratitis berasal dari jenis Fusarium.
Penderita mengeluh mata berair, nyeri mata

yang hebat, dan

pandangan silau. Keluhan ini biasanya dirasakan setelah 5 hari sampai


3 minggu pasca trauma. Pada mata dapat terlihat infiltrat berhifa dan
satelit bila jamur terletak pada stroma. Gambaran satelit dan hypopion
(kornea yang nekrosis yang terdapat dalam COA). Jamur juga dapat
menembus iris atau posterior chamber yang dapat menyebabkan

28

glaukoma karena terjadinya pupilary block. Diagnosis terbaik dapat


dilakukan dengan melakukan korneal swab dengan KOH. Pengobatan
pada kelainan ini adalah pemberian Natamycin 5% setiap 1-2 jam saat
bangun.

III.6.7 KERATITIS ALERGI


Keratokonjungtivitis Flikten
Keratokonjungtivitis flikten

merupakan radang kornea dan

konjungtiva yang merupakan reaksi imun yang mungkin sel


mediated pada jaringan yang sudah sensitif terhadap antigen.
Dahulu diduga disebabkan alergi terhadap tuberkuloprotein.
Sekarang diduga juga alergi terhadap jenis kuman lain. Untuk
mengetahui penyebab sebaiknya dicari penyebab alerginya.6
Pada benjolan akan terjadi penimbunan sel limfoid. Secara
histopatologik ditemukan sel eosinofil dan tidak pernah ditemukan
basil tuberkulosil. Terdapat daerah berwarna keputihan yang
merupakan degenerasi hialin. Terjadi pengelupasan sel tanduk
epitel kornea.6
Mata akan memberikan gejala lakrimasi dan fotobia disertai rasa
sakit. Gambaran karakteristiknya adalah terbentuknya papul dan
pastula pada kornea atau konjungtiva. Pada mata terdapat flikten
pada kornea berupa benjolan berbatas tegas berwarna putih
keabuan dengan atau tanpa neovaskularisasi yang menuju ke arah
benjolan tersebut. Biasanya bersifat bilateral yang dimulai dari
daerah limbus.6
Pada gambaran klinis terlihat suatu keadaan sebagai hiperemia
konjungtiva, kurangnya air mata, menebalnya epitel kornea,
perasaanpanas disertai gatal dan tajam penglihatan yang berkurang.
29

Pada limbus didapatkan benjolan putih kemerahan dikelilingi


daerah konjungtiva yang hiperemi yang bila terjadi penyenbuhan
akan terjadi jaringan parut dengan neovaskularisasi pada kornea.
Pengobatan dengan steroid dapat diberikan dengan berhati-hati.6
Keratitis fasikularis
Keratitis dengan pembentukan pita pembuluh darah yang
menjalar dari limbus ke arah kornea. Biasanya berupa tukak kornea
akibat flikten yang menjalar ke daerah sentral disertai fasikulus
pembuluh darah. Keratitis fasikularis adalah suatu penampilan
flikten yang berjalan ( wander phylcten ) yang membawa jalur
pembuluh darah baru sepanjang permukaan kornea. Pergerakan
dimulai dari limbus.
Keratokonjungtivitis vernal
Merupakan penyakit ekuren, dengan peradangan tarsus dan
konjungtiva bilateral. Penyebabnya tidak diketahui dengan pasti
akan tetapi didapatkan terutama pada musim panas dan mengenai
anak sebelum berusia 14 tahun. Laki-laki lebih sering. Pada
kelopak yang dikenal terutama kelopak atas sedang konjungtiva
dikenal daerah pada limbus berupa hipertrofi papl yang kadangkadang berbentuk Cobble stone.

III.6.8 KERATITIS DIMMER ATAU KERATITIS NUMULARIS

30

Keratitis numularis bentuk keratitis dengan ditemukannya infiltrate


yang bundar berkelompok dan tepinya berbatas tegas sehingga
memberikan gambaran halo. Keratitis ini berjalan lambat yang sering
terdapat unilateral pada petani sawah. Kelainan yang ditemukan pada
keratitis Dimmer sama dengan pada keratitis nummular.
Keratitis numular dengan bentuk keratitis dengan ditemukannya
infiltrat yang bundar yang berkelompok dan ditepinya berbatas tegas
sehingga memberikan gambaran halo. Kertatitis ini berjalan lambat
yang sering terdapat unilateral pada petani sawah.

III.6.9 KERATITIS FILAMENTOSA


Keratitis yang disertai adanya filamen mukoid dan deskuamasi sel
epitel pada permukaan kornea. Penyebabnya tidak diketahui. Dapat
disertai penyakit lain seperti keratokonjungtivitis sika, sarkoidosis,
trakoma, pemfigoid okular, pemakaian lensa kontak, edema kornea,
keratokonjungtivitis limbik superior (SLK), DM, trauma dasar otak,
keratitis neurotrofik dan pemakaian antihistamin.6
Kelainan ini ditemukan pada gejala sindrom mata kering (dry eye
syndrome), DM, pasca bedah katarak, dan keracunan kornea oleh obat
tertentu. Filamen terdiri atas sel dan sisa mukoid, dengan dasar bentuk
segitiga yang menarik epitel, epitel yang terdapat pada filamen terlihat
tidak melekat pada epitel kornea. Di dekat filamen terdapat defek
epitel disertai kekeruhan epitel berwarna abu abu. Gejalanya berupa
rasa klilipan, sakit, silau, blefarospasme, dan epifora. Dapat berjalan
menahun ataupun akut.
Mata merah dan terdapat defek epitel kornea. Pengobatan dengan
larutan hipertonik NaCl 5%, air mata hipertonik. Mengangkat filamen
dan bila mungkin memasang lensa kontak lembek.6
31

III.6.10 KERATITIS LAGOFTALMOS


Keratitis yang terjadi akibat adanya lagoftalmos dimana kelopak
tidak dapat menutup dengan sempurna sehingga terdapat
kekeringan kornea. Lagoftalmos akan megakibatkan mata terpapar
sehingga terjadi trauma pada konjungtiva dan kornea menjadi
kering dan terjadi infeksi.6
Infeksi ini dapat dalam bentuk konjungtivitis atau suatu keratitis.
Lagoftalmos dapat diakibatkan terikan jaringan parut pada tepi
kelopak, eksoftalmos, paralise saraf fasil dan atoni orbikularis
okuli. Pengobatan keratitis lagoftalmos ialah dengan mengatasi
kausa dan air mata buatan. Untuk mencegah infeksi sekunder
diberikan salep mata.6

III.6.11 KERATITIS NEUROPARALITIK


Keratitis neuroparalitik merupakan akibat kelainan saraf
trigeminus, sehingga terdapat kekeruhan kornea yang tidak sensitif
disertai kekeringan kornea. Gangguan persyarafan ke lima dapat
terjadi akibat herpes zooster, tumor fosa posterior kranium, dan
keadaan lain sehingga kornea menjadi anastesis.
Pada kornea ini akan mudah terjadi infeksi sehingga akan
mangakibatkan terbentuknya tukak kornea. Pada keadaan anestetis
dan tanpa persarafan, kornea kehilangan daya pertahanannya
terhadap iritasi dari luar. Pada keadaan ini diduga terjadi juga
kemunduran metabolisme kornea yang memudahkan terjadinya
peradangan kornea.

32

Pasien akan mengeluh tajam penglihatan menurun, silau dan


tidak nyeri. Mata akan memberikan gejala jarang berkedip karena
hilangnya refleks mengedip, injeksi siliar, permukaan kornea
keruh, infiltrate dan vesikel pada kornea. Dapat terlihat
terbentuknya deskuamasi epitel seluruh permukaan kornea yang
dimulai pada bagian tengah dan meninggalkan sedikit lapisan epitel
kornea yang sehat didekat limbus.
Pada keadaan ini pengobatan diberikan untuk mencegah infeksi
sekundernya, berupa pengobatan keratitis, tersorafi, dan menutup
pengtum lakrima. Penyulit akibat terjadinya infeksi kornea dapat
terlihat dalam bentuk tukak kornea. Selanjutnya dapat terjadi iritis
hipopion dan akhirnya terjadi endoftalmitis dan kebutaan.
Perjalanan penyakit yang khas biasanya diikuti penyembuhan yang
cepat (leukoma) tapi selalu diikuti kekambuhan yang segera dan
proses ini terjadi berulang-ulang.

III.6.12 KERATITIS SKLEROTIKAN


Kekeruhan berbentuk segitiga pada kornea yang menyertai
radang sklera atau skleritis. Sampai saat ini tidak diketahui apa
yang menyebabkan terjadinya proses ni. Namun diduga karena
terjadi

perubahan

susunan

srat

kolagen

yang

menetap.

Perkembangan kekeruhan kornea ini biasanya terjadi akibat proses


yang berulang ulang yang selalu memberikan sisa sisa baru
sehingga defek makin luas bahkan dapat mengenai seluruh kornea.
Keratitis sklerotikans akan memberikan gejala berupa kekeruhan
kornea yang terlokalisasi dan berbatas tegas unilateral. Kadang
kadang dapat mengenai seluruh limbus. Kornea terlihat putih
menyerupai sklera. Pengobatannya dapat diberikan steroid dan
akan memberikan prognosis yang baik dan fenil butazon.
33

BAB IV
PEMBAHASAN

34

Seorang wanita berusia 42 tahun, datang ke poliklinik mata RSUD


Banjar dengan keluhan mata kiri terasa sakit. Sejak 2 hari sebelum pasien
datang ke poli mata, pasien mengeluh pandangan mata sebelah kiri
terganggu. Sebelum keluhan tersebut dirasakan oleh pasien, pasien mengaku
awalnya mata kanan terasa gatal dan berwarna merah, matanya terasa
seperti ditusuk-tusuk dan terasa seperti ada pasir yang mengganjal pada
mata kiri pasien. Pasien mengatakan bahwa penglihatan pada mata kiri
terhalangi atau seperti tertutup oleh embun dan berawan sehingga melihat
pada tempat yang terang terasa sangat silau, nyeri dan kadang pusing. Mata
kiri sering berair akan tetapi tidak disertai adanya kotoran pada mata
kirinya. Pasien mengaku sebelum keluhan tersebut muncul, pasien ada
riwayat trauma terkena tanah pada mata kanan sejak 1 minggu yang lalu.
Keluhan serupa tidak dirasakan pasien pada mata sebelah kanannya.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dalam batas normal, Visus
OD 6/6 visus OS 6/6, konjungtiva bulbi okuli sinistra didapatkan injeksi
siliar, injeksi konjungtiva, kemosis, dan kornea terdapat infiltrat (+).
Keratitis atau radang pada kornea merupakan kelainan akibat terjadinya
infiltrasi sel radang pada kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi
keruh.
Diagnosis keratitis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan klinis yaitu
kekeruhan pada media kornea ini, maka tajam penglihatan akan menurun.
Mata menjadi merah akibat injeksi pembuluh darah perikorneal yang dalam
atau injeksi siliar.

DAFTAR PUSTAKA

35

1. Vaughan, Daniel G., Asbury Taylor, Riordan Eva-Paul. Oftalmologi Umum.


Edisi 14.Jakarta:Widya Medika,2000,hal 5-6.
2. American Academy of Ophtalmology. Basic and Clinical Science Course
section 8 External Disease and Cornea. 2007-2008. p: 344&405
3. Hamurwono GD, Nainggolan SH, Soekraningsih. Buku Pedoman Kesehatan
Mata dan Pencegahan Kebutaan Untuk Puskesmas. Jakarta: Direktorat Bina
Upaya Kesehatan Puskesmas Ditjen Pembinaan Kesehatan Masyarakat
Departemen Kesehatan, 1984. 14-17
4. Sidarta Ilyas. Ilmu Penyakit Mata edisi ketiga. 2008. Jakarta: FK UI.

36

Você também pode gostar