Você está na página 1de 27

Asuhan Keperawatan Pada

Cedera Kepala

Oleh:
Kelompok 2
1.
2.
3.
4.
5.

Novita Putri Ningsih


Doni Nurdiansyah
Dian Rachmatina
Mia Audina
Z.P
Syahroni

(002)
(013)
(019)
(048)
(051)

Program Diploma Iii Keperawatan


Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Malang
2014-2015
Bab I
Pendahuluan

1.1.

Latar Belakang
Banyak Istilah Yang Dipakai Dalam Menyatakan Suatu Trauma Atau Cedera
Pada Kepala Di Indonesia. Beberapa Rumah Sakit Ada Yang Memakai Istilah Cedera
Kepala Dan Cedera Otak Sebagai Suatu Diagnosis Medis Untuk Suatu Trauma Pada
Kepala, Walaupun Secara Harfiah Kedua Istilah Tersebut Sama Karena Memakai
Gradasi Responds Glaso Coma Scale (Gcs) Sebagai Tingkat Gangguan Yang Terjadi
Akibat Suatu Cedera Di Kepala.
Dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Akibat Trauma Yang Mencederai Kepala, Maka Perawat Perlu Mengenal
Neuruanatomi, Neurofisiologi, Neuropatofisiologi Dengan Baik Agar Kelainan Dari
Masalah Yang Dikeluhkan Atau Kelainan Dari Pengkajian Fisik Yang Didapat Bias
Sekomprehensif Mungkin Ditanggapi Perawat Yang Melakukan Asuhan Pada Klien
Dengan Cedera Kepala.
Cedera Kepala Meliputi Trauma Kepala,Tengkorak, Dan Otak. Secara
Anatomis Otak Dilindungi Dari Cedera Oleh Rambut, Kulit Kepala, Serta Tulang Dan
Tentorium Atau Helem Yang Membungkusnya. Tanpa Perlindungan Ini Otak Akan
Mudah Sekali Terkena Cedera Dan Mengalami Kerusakan. Selain Itu, Sekali Neuron
Rusak Tidak Dapat Diperbaiki Lagi. Cedera Kepala Dapat Mengakibatkan
Malapetaka Besar Bagi Seseorang. Efek-Efek Ini Harus DihindariDan Ditemukan
Secepatnya Oleh Perawat Untuk Menghindari Rangkaian Kejadian Yang
Menimbulkan Gangguan Mental Dan Fisik, Bahkan Kematian. Cedera Kepala Paling
Sering Dan Penyakit Neurologis Yang Paling Serius Diantara Penyakit Neurologis,
Dan Merupakan Proporsi Epidemic Sebagai Hasil Kecelakaan Jalan Raya.
Diperkirakan 2/3 Korban Dari Kasus Ini Berusia Dibawah 30 Tahun Dengan Jumlah
Laki-Laki Lebih Banyak Dari Wanita. Lebih Dari Setengah Dari Semua Klien Cedera
Kepala Berat Mempunyai Signifikan Cedera Terhadap Bagian Tubuh Lainnya.
Adanya Syok Hipovolemik Pada Klien Cedera Kepala Biasanya Karena Cedera Pada
Bagian Tubuh Lainnya. Resiko Utama Klien Yang Mengalami Cedera Kepala Adalah
Kerusakan Otak Akibat Perdarahan Atau Pembengkakan Otak Sebagai Responds
Terhadap Cedera Dan Menyebabkan Peningkatan Tekanan Intracranial.

1.2.

Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Setelah Membahas Tentang Asuhan Keperawatan Pada Klien Cedera Kepala
Mahasiswa Mampu Memahami Asuhan Keperawatan Pada Klien Cedera Kepala.

2. Tujuan Khusus
Setelah Membahas Tentang Asuhan Keperawatan Cedera Kepala Mahasiswa
Mampu :
- Memahami Dan Menjelaskan Konsep Penyakit Cedera Kepala.
- Memahami Dan Menjelaskan Asuhan Keperawatan Cedera Kepala.
- Memahami Dan Menjelaskan Asuhan Keperawatan Sesuai Kasus.

1.3.

Metode Penulisan
Dalam Penulisan Makalah Ini Kami Menggunakan Metode Deskriptif, Yang
Diperoleh Dari Literature Dari Berbagai Media Baik Buku Maupun Internet Yang
Disajikan Dalam Bentuk Makalah.

Bab Ii
Tinjauan Pustaka

2.1. Anatomi Dan FisiologiKepala

1. Tengkorak
Tulang Tengkorak Menurut, Evelyn C Pearce (2008) Merupakan Struktur
Tulang Yang Menutupi Dan Melindungi Otak, Terdiri Dari TulangKranium Dan
Tulang Muka. Tulang Kranium Terdiri Dari 3 Lapisan :LapisanLuar, Etmoid Dan
Lapisan Dalam. Lapisan Luar Dan Dalam MerupakanStruktur Yang Kuat Sedangkan
Etmoid Merupakan Struktur Yang MenyerupaiBusa. Lapisan Dalam Membentuk
Rongga/Fosa; Fosa Anterior DidalamnyaTerdapat Lobus Frontalis, Fosa Tengah
Berisi Lobus Temporalis, Parientalis,Oksipitalis, Fosa Posterior Berisi Otak Tengah
Dan Sereblum.

2. Meningen
Pearce, Evelyn C. (2008) Otak Dan Sumsum Tulang BelakangDiselimuti
Meningia Yang Melindungi Syruktur Saraf Yang Halus Itu,Membawa Pembulu
Darah Dan Dengan Sekresi Sejenis Cairan, Yaitu: CairanSerebrospinal Yang
Memperkecil Benturan Atau Goncangan. SelaputMeningen Menutupi Terdiri Dari 3
Lapisan Yaitu:
a. Dura Mater
Dura Mater Secara Konvensional Terdiri Atas Dua Lapisan Yaitu
LapisanEndosteal Dan Lapisan Meningeal. Dura Mater Merupakan Selaput Yang
Keras, Terdiri Atas Jaringan Ikat Fibrisa Yang Melekat Erat PadaPermukaan Dalam
Dari Kranium. Karena Tidak Melekat Pada SelaputArachnoid Di Bawahnya, Maka
Terdapat Suatu Ruang Potensial RuangSubdural Yang Terletak Antara Dura Mater
Dan Arachnoid, DimanaSering Dijumpai Perdarahan Subdural. Pada Cedera Otak,

PembuluhpembuluhVena Yang Berjalan Pada Permukaan Otak Menuju


SinusSagitalis Superior Di Garis Tengah Atau Disebut Bridging Veins,
DapatMengalami Robekan Dan Menyebabkan Perdarahan Subdural. SinusSagitalis
Superior Mengalirkan Darah Vena Ke Sinus Transversus DanSinus Sigmoideus.
Laserasi Dari Sinus-Sinus Ini Dapat MengakibatkanPerdarahan Hebat . Hematoma
Subdural Yang Besar, Yang MenyebabkanGejala-Gejala Neurologis Biasanya
Dikeluarkan Melalui Pembedahan.Petunjuk Dilakukannya Pengaliran Perdarahan Ini
Adalah: 1) SakitKepala Yang Menetap 2) Rasa Mengantuk Yang Hilang-Timbul
3)Linglung 4) Perubahan Ingatan 5) Kelumpuhan Ringan Pada Sisi Tubuh
Yang Berlawanan.Arteri-Arteri Meningea Terletak Antara Dura Mater Dan
Permukaan DalamDari Kranium Ruang Epidural. Adanya Fraktur Dari Tulang
Kepala
DapatMenyebabkan
Laserasi
Pada
Arteri-Arteri
Ini
Dan
MenyebabkanPerdarahan Epidural. Yang Paling Sering Mengalami Cedera
AdalahArteri Meningea Media Yang Terletak Pada Fosa Media Fosa
Temporalis.Hematoma Epidural Diatasi Sesegera Mungkin Dengan Membuat
LubangDi Dalam Tulang Tengkorak Untuk Mengalirkan Kelebihan Darah, Juga
Dilakukan Pencarian Dan Penyumbatan Sumber Perdarahan.
b. Selaput Arakhnoid
Selaput Arakhnoid Merupakan Lapisan Yang Tipis Dan Tembus
Pandang.SelaputArakhnoid Terletak Antara Pia Mater Sebelah Dalam Dan Dura
Mater Sebelah Luar Yang Meliputi Otak. Selaput Ini Dipisahkan Dari DuraMater
Oleh Ruang Potensial, DisebutSpatium Subdural Dan Dari PiaMater Oleh Spatium
Subarakhnoid Yang Terisi Oleh LiquorSerebrospinalis . Perdarahan Sub Arakhnoid
Umumnya DisebabkanAkibat Cedera Kepala.
c. Pia Mater
Pia Mater Melekat Erat Pada Permukaan Korteks Serebri. Pia MaterAdalah
Membrana Vaskular Yang Dengan Erat Membungkus Otak,Meliputi Gyri Dan
Masuk Kedalam Sulci Yang Paling Dalam. MembranaIni Membungkus Saraf Otak
Dan Menyatu Dengan Epineuriumnya.Arteri-Arteri Yang Masuk Kedalam Substansi
Otak Juga Diliputi Oleh PiaMater.

3. Otak
Menurut Ganong, (2002); Price, (2005), Otak Terdiri Dari 3 Bagian, Antara
Lain Yaitu:
a. Cerebrum

Serebrum Atau Otak Besar Terdiri Dari Dari 2 Bagian, HemispheriumSerebri Kanan
Dan Kiri. Setiap Henispher Dibagi Dalam 4 Lobus YangTerdiri Dari Lobus Frontal,
Oksipital, Temporal Dan Pariental. YangMasing-Masing Lobus Memiliki Fungsi
Yang Berbeda, Yaitu:
a. Lobus Frontalis
Lobus Frontalis Pada Korteks Serebri Terutama MengendalikanKeahlian
Motorik Misalnya Menulis, Memainkan Alat Musik AtauMengikat Tali Sepatu.
Lobus Frontalis Juga Mengatur Ekspresi WajahDan Isyarat Tangan. Daerah Tertentu
Pada Lobus FrontalisBertanggung Jawab Terhadap Aktivitas Motorik Tertentu Pada
SisiTubuh Yang Berlawanan. Efek Perilaku Dari Kerusakan LobusFrontalis
Bervariasi, Tergantung Kepada Ukuran Dan Lokasi KerusakanFisik Yang Terjadi.
Kerusakan Yang Kecil, Jika Hanya Mengenai SatuSisi Otak, Biasanya Tidak
Menyebabkan Perubahan Perilaku YangNyata, Meskipun Kadang Menyebabkan
Kejang. Kerusakan LuasYang Mengarah Ke Bagian Belakang Lobus Frontalis
BisaMenyebabkan Apati, Ceroboh, Lalai Dan Kadang Inkontinensia.Kerusakan Luas
Yang Mengarah Ke Bagian Depan Atau Samping
Lobus Frontalis Menyebabkan Perhatian Penderita Mudah Teralihkan,Kegembiraan
Yang Berlebihan, Suka Menentang, Kasar Dan Kejam.
b. Lobus Parietalis
Lobus Parietalis Pada Korteks Serebri Menggabungkan KesanDari Bentuk,
Tekstur Dan Berat Badan Ke Dalam Persepsi Umum.Sejumlah Kecil Kemampuan
Matematikan Dan Bahasa Berasal DariDaerah Ini. Lobus Parietalis Juga Membantu
Mengarahkan PosisiPada Ruang Di Sekitarnya Dan Merasakan Posisi Dari
BagianTubuhnya. Kerusakan Kecil Di Bagian Depan Lobus ParietalisMenyebabkan
Mati Rasa Pada Sisi Tubuh Yang Berlawanan.Kerusakan Yang Agak Luas Bisa
Menyebabkan HilangnyaKemampuan Untuk Melakukan Serangkaian Pekerjaan
Keadaan IniDisebut Ataksia Dan Untuk Menentukan Arah Kiri-Kanan.
KerusakanYang Luas Bisa Mempengaruhi Kemampuan Penderita Dalam Mengenali
Bagian Tubuhnya Atau Ruang Di Sekitarnya Atau BahkanBisa Mempengaruhi
Ingatan Akan Bentuk Yang Sebelumnya DikenalDengan Baik Misalnya, Bentuk
Kubus Atau Jam Dinding. PenderitaBisa Menjadi Linglung Atau Mengigau Dan
Tidak Mampu BerpakaianMaupun Melakukan Pekerjaan Sehari-Hari Lainnya.

c. Lobus Temporalis
Lobus Temporalis Mengolah Kejadian Yang Baru Saja TerjadiMenjadi Dan
Mengingatnya Sebagai Memori Jangka Panjang. LobusTemporalis Juga Memahami
Suara Dan Gambaran, MenyimpanMemori Dan Mengingatnya Kembali Serta
Menghasilkan JalurEmosional. Kerusakan Pada Lobus Temporalis Sebelah
KananMenyebabkan Terganggunya Ingatan Akan Suara Dan Bentuk.Kerusakan
Pada Lobus Temporalis Sebelah Kiri MenyebabkanGangguan Pemahaman Bahasa
Yang Berasal Dari Luar Maupun DariDalam Dan Menghambat Penderita Dalam
MengekspresikanBahasanya.Penderita Dengan Lobus Temporalis Sebelah Kanan
Yang Nondominan,Akan Mengalami Perubahan Kepribadian Seperti Tidakm Suka
Bercanda, Tingkat Kefanatikan Agama Yang Tidak Biasa, ObsesifDan Kehilangan
Gairah Seksual.
d. Lobus Oksipital

Fungsinya Untuk Visual Center. Kerusakan Pada Lobus Ini Otomatis Akan
Kehilangan Fungsi Dari Lobus Itu Sendiri Yaitu Penglihatan.
e. Cereblum
Terdapat Dibagian Belakang Kranium Menepati Fosa Serebri Posterior
Dibawah Lapisan Durameter. Cereblum Mempunyai Aski Yaitu;
Merangsang Dan Menghambat Serta Mempunyai Tanggunag Jawab YangLuas
Terhadap Koordinasi Dan Gerakan Halus. Ditambah MengontrolGerakan Yang
Benar, Keseimbangan Posisi Dan Mengintegrasikan InputSensori.
f. Brainstem
Batang Otak Terdiri Dari Otak Tengah, Pons Dan Medula Oblomata.
OtakTengah Midbrain/ Ensefalon Menghubungkan Pons Dan SereblumDengan
Hemisfer Sereblum. Bagian Ini Berisi Jalur Sensorik DanMotorik, Sebagai Pusat
Reflek Pendengaran Dan Penglihatan. PonsTerletak Didepan Sereblum Antara Otak
Tengah Dan Medula, SertaMerupakan Jembatan Antara 2 Bagian Sereblum Dan
Juga Antara MedulaDengan Serebrum. Pons Berisi Jarak Sensorik Dan Motorik.
MedulaMembentuk BagianInferior Dari Batang Otak, Terdapat PusatpusatOtonom
Yang Mengatur Fungsi-Fungsi Vital Seperti Pernafasan,Frekuensi Jantung, Pusat
Muntah, Tonus Vasomotor, Reflek Batuk DanBersin.
4. Syaraf-Syaraf Otak
Suzanne C Smeltzer, (2001) Nervus Kranialis Dapat Terganggu Bila Trauma
Kepala Meluas Sampai Batang Otak Karena Edema Otak AtauPendarahan Otak.
Kerusakan Nervus Yaitu:
a. Nervus Olfaktorius (Nervus Kranialis I)
Saraf Pembau Yang Keluar Dari Otak Dibawa Oleh Dahi,
MembawaRangsangan Aroma (Bau-Bauan) Dari Rongga Hidung Ke Otak.
b. Nervus Optikus (Nervus Kranialis Ii)
Mensarafi Bola Mata, Membawa Rangsangan Penglihatan Ke Otak.
c. Nervus Okulomotorius (Nervus Kranialis Iii)
Bersifat Motoris, Mensarafi Otot-Otot Orbital (Otot Pengerak Bola
Mata)Menghantarkan Serabut-Serabut Saraf Para Simpati Untuk Melayani
OtotSiliaris Dan Otot Iris.
d. Nervus Trokhlearis (Nervus Kranialis Iv)
Bersifat Motoris, Mensarafi Otot-Otot Orbital. Saraf Pemutar Mata
YangPusatnya Terletak Dibelakang Pusat Saraf Penggerak Mata.

e. Nervus Trigeminus (Nervus Kranialis V)


Sifatnya Majemuk (Sensoris Motoris) Saraf Ini Mempunyai Tiga BuahCabang.
Fungsinya Sebagai Saraf Kembar Tiga, Saraf Ini MerupakanSaraf Otak Besar,
Sarafnya Yaitu:
- Nervus Oftalmikus: Sifatnya Sensorik, Mensarafi Kulit Kepala Bagian Depan
Kelopak Mata Atas, Selaput Lendir Kelopak Mata Dan Bola Mata.
- 2) Nervus Maksilaris: Sifatnya Sensoris, Mensarafi Gigi Atas, Bibir
Atas,Palatum, Batang Hidung, Ronga Hidung Dan Sinus Maksilaris.
- Nervus Mandibula: Sifatnya Majemuk (Sensori Dan Motoris)Mensarafi OtotOtot Pengunyah. Serabut-Serabut SensorisnyaMensarafi Gigi Bawah, Kulit
Daerah Temporal Dan Dagu.
f. Nervus Abducens (Nervus Kranialis Vi)

g.

h.

i.
j.

k.
l.

Sifatnya Motoris, Mensarafi Otot-Otot Orbital. Fungsinya Sebagai


SarafPenggoyang Sisi Mata
Nervus Fasialis (Nervus Kranialis Vii)
Sifatnya Majemuk (Sensori Dan Motori) Serabut-Serabut MotorisnyaMensarafi
Otot-Otot Lidah Dan Selaput Lendir Ronga Mulut. Di DalamSaraf Ini Terdapat
Serabut-Serabut Saraf Otonom (Parasimpatis) UntukWajah Dan Kulit Kepala
Fungsinya Sebagai Mimik Wajah UntukMenghantarkan Rasa Pengecap.
Nervus Akustikus (Nervus Kranialis Viii)
Sifatnya Sensori, Mensarafi Alat Pendengar, Membawa Rangsangan
DariPendengaran Dan Dari Telinga Ke Otak. Fungsinya Sebagai Saraf
Pendengar.
Nervus Glosofaringeus (Nervus Kranialis Ix)
Sifatnya Majemuk (Sensori Dan Motoris) Mensarafi Faring, Tonsil DanLidah,
Saraf Ini Dapat Membawa Rangsangan Cita Rasa Ke Otak.
Nervus Vagus (Nervus Kranialis X)
Sifatnya Majemuk (Sensoris Dan Motoris) Mengandung Saraf-Saraf Motorik,
Sensorik Dan Parasimpatis Faring, Laring, Paru-Paru, Esofagus,Gaster
Intestinum Minor, Kelenjar-Kelenjar Pencernaan DalamAbdomen. Fungsinya
Sebagai Saraf Perasa.
Nervus Aksesorius (Nervus Kranialis Xi),
Saraf Ini Mensarafi Muskulus Sternokleidomastoid Dan MuskulusTrapezium,
Fungsinya Sebagai Saraf Tambahan
Nervus Hipoglosus (Nervus Kranialis Xii)
Saraf Ini Mensarafi Otot-Otot Lidah, Fungsinya Sebagai Saraf Lidah. SarafIni
Terdapat Di Dalam Sumsum Penyambung. (Fransisca, 2008)

2.2. Definisi
Trauma Atau Cedera Kepala Juga Dikenal Sebagai Cedera Otak Adalah
Gangguan Fungsi Normal Otak Karena Trauma Baik Trauma Tumpul Maupun
Trauma Tajam. Defisit Neurologis Terjadi Karena Robeknya Substansia Alba,
Iskemia, Dan Pengaruh Massa Karena Hemoragik, Serta Edema Serebral Di Sekitar
Jaringan Otak.(Fransisca B.Batticaca, 2008)
Kerusakan neurologis yang diakibatkan oleh suatu benda atau serpihan tulang
yang menembus atau merobek suatu jaringan otak oleh suatu pengaruh kekuatan
atau energi yang diteruskan ke otak dan akhirnya oleh efek percepatan perlambatan
pada otak yang terbatas pada kompartemen yang kaku. (Price, 1995)
Cedera kepala merupakan adanya pukulan / benturan mendadak pada kepala
dengan atau tanpa kehilangan kesadaran. (Susan Martin, 1996)
Cedera kepala terbuka (terbuka & tertutup) terdiri dari fraktur tengkorak
Cranio serebri (geger), kontusio (memar) / laserusi dan perdarahan serebral
(subarakhnoid, subdural, epidural, intraserebral batang otak). Trauma primer terjadi
karena benturan langsung atau tidak langsung (akselerasi / deselerasi otak). Trauma
sekunder akibat trauma syaraf (mil akson) yang meluas hipertensi intrakranial,
hipoksia, hiperkapnea atau hipertensi sistemik. (Doengoes, 1993)
2.3. Manifestasi Klinis
Gejala Klinis Yang Timbul Dapat Berupa Gangguan Kesadaran, Konfusi,
Abnormalitas Pupil, Serangan (Onset) Tiba-Tiba Berupa Defisit Neurologis,

Perubahan Tanda Vital, Gangguan Penglihatan, Disfungsi Sensorik, Kejang Otot,


Sakit Kepala, Vertigo, Gangguan Pergerakan, Kejang, Dan Syok Akibat Cedera
Multisistem.
1. Cedera kepala ringan sedang
- Disorientasi ringan
- Amnesia post traumatik
- Hilang memori sesaat
- Sakit kepala
- Mual dan muntah
- Vertigo dalam perubahan posisi
- Gangguan pendengaran
2. Cedera kepala sedang berat
- Oedema pulmonal
- Kejang
- Infeksi
- Tanda hernia otak
- Hemiparese
- Gangguan akibat saraf kranial
Manifestasi Klinis Spesifik
A. Gangguan Otak
a. Comotio cerebri / geger otak
Tidak sadar < 10 menit
Muntah muntah, pusing
Tidak ada tanda defisit neurologis
b. Contusio cerebri / memar otak
Tidak sadar > 10 menit, bila area yang terkena luas dapat berlangsung
> 2-3 hari setelah cedera
Muntah muntah, amnesia retrograde
Ada tanda-tanda defisit neurologis

B. Perdarahan epidural / hematoma epidural


a. Suatu akumulasi darah pada ruang antara tulang tengkorak bagian dalam
dan meningen paling luar. Terjadi akibat robekan arteri meninggeal
b. Gejala: penurunan kesadaran ringan
c. Peningkatan TIK yang mengakibatkan gangguan pernapasan, bradikardia,
penurunan TTV
d. Herniasi otak yang menimbulkan:
Dilatasi pupil dan reaksi cahaya hilang
Isokor dan anisokor
Ptosis
C. Hematoma subdural
Akumulasi darah antara durameter dan araknoid, karena robekan vena
Gejala : sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang, disfasia.
Akut: gejala 24-48 jam setelah cedera, perlu intervensi segera
Sub akut : gejala terjadi 2 hari sampai 2 minggu setelah cedera
Kronis: 2 minggu S.d 3-4 bulan setelah cedera

D. Hematoma intrakranial
Pengumpulan darah > 25 ml dalam parenkim otak
Penyebab : fraktur depressi tulang tengkorak, cedera penetrasi peluru,
gerakan akselerasi deselerasi tiba-tiba
E. Fraktur tengkorak
Fraktur liner / simpel
- Melibatkan Os temporal dan parietal
- Jika garis fraktur meluas kearah orbita / sinus paranasal resiko
perdarahan
Fraktur Basiler
- Fraktur pada dasar tengkorak
- Bisa menimbulkan kontak CSS dengan sinus, memungkinkan bakteri
Masuk
(Ns. Andra Saferi Wijaya.dkk, 2013)
2.4. Etiologi
Kecelakaan Lalu Lintas, Kecelakaan Kerja, Trauma Pada Olah Raga, Kejatuhan
Benda, Luka Tembak.
a. Trauma tajam
Trauma oleh benda tajam : menyebabkan cedera setempat & menimbulkan cedera
lokal. Kerusakan lokal meliputi contusio serebral, hematom serebral, kerusakan
otak sekunder yang disebabkan perluasan masa lesi, pergeseran otak atau hernia.
b. Trauma tumpul
Trauma oleh benda tumpul & menyebabkan cedera menyeluruh (difusi) :
kerusakannya menyebar secara luas & terjadi dalam 4 bentuk : cedera akson,
kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multiple
pada otak koma terjadi karena cedera menyebar pada hemisfer cerebral, batang
otak atau kedua-duanya.
Akibat trauma tergantung pada
Kekuatan benturan parahnya kerusakan
Akselerasi dan decelerasi
Cup dan kontra cup
Cedera cup: Kerusakan pada daerah dekat yang terbentur
Cedera kontra cup: kerusakan cedera berlawanan pada sisi desakan
benturan
- Lokasi benturan
- Rotasi pengubahan posisi rotasi pada kepala menyebabkan
trauma regangan dan robekan substansia alba dan batang otak
- Depresi fraktur kekuatan yang mendorong fragmen tulang
turun menekan otak lebih dalam. Akibatnya CSS mengalir keluar
ke hidung, telinga masuk kuman kontaminasi dengan CSS
infeksi kejang
(Ns. Andra Saferi Wijaya.dkk, 2013)
J
2.5. Klasifikasi
1. Trauma kepala juga dapat di kategorikan menurut keadaan pasca trauma :
a. Tertutup.

Merupakan hasil dari trauma accelerasi/decelerasi. Trauma ini melibatkan struktur


dalam kepala seperti substansi otak, CSF dan seluruh pembuluh darah. Selama proses
akselerasi/deselerasi akan menimbulkan kerusakan di beberapa tempat. Saat terjadi
benturan. Saat terjadi benturan otak bergerak, hal ini dapat menyebabkan adanya luka
pada jaringan otak, kerusakan pembuluh darah dan syaraf yang kemungkinan akan terjadi
perputaran otak.
Trauma kepala tertutup ini bisa menyebabkan :
1) Confusion dengan karakteristik hilang kesadaran yang terjadi dalam waktu singkat
2) Confusion yang bisa beraikbat pada memar pada jaringan otak
3) Laserasi dapat terjadi pada pembuluh darah dan akan memicu untuk terjadinya
terdarahan sekunder
b. Terbuka
Keadaan ini terjadi apabila kepala berbenturan dengan benda tajam seperti pisau,
peluru sehingga luka menghubungkan antara udara luar dengan isi rongga kepala.
Kerusakan yang terjadi tergantung pada kecepatan objek yang menembus tulang
tengkorak dan lokasi otak yang terkena objek. Jika kecepatan objek tinggi makaakan
menghasilkan tenaga perusak yang lebih besar dan akan berakibat parah.
2. Klasifikasi cidera kepala berdasarkan Glascow coma scale ( GCS)
Glascow coma scale ( GCS) digunakan untuk menilai secara kuantitatif kelainan
neurologis dan dipakai secara umum dalam deskripsi beratnya penderita cedera kepala
a) Cedera Kepala Ringan (CKR).
GCS 13 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran ( pingsan ) kurang dari 30 menit atau
mengalami amnesia retrograde. Tidak ada fraktur tengkorak, tidak ada kontusio cerebral
maupun hematoma
b) Cedera Kepala Sedang ( CKS)
GCS 9 12, kehilangan kesadaran atau amnesia retrograd lebih dari 30 menit tetapi
kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
c) Cedera Kepala Berat (CKB)
GCS lebih kecil atau sama dengan 8, kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia
lebih dari 24 jam. Dapat mengalami kontusio cerebral, laserasi atau hematoma
intracranial.
3. Klasifikasi cidera kepala berdasarkan morfologi pencitraan atau radiologi
Dari gambaran morfologi pencitraan atau radiologi menurut (Sadewa, 2011) maka
cedera kepala difus dikelompokkan menjadi :
a) Cedera akson difus (difuse aksonal injury) DAI --- Difus axonal injury adalah
keadaan dimana serabut subkortikal yang menghubungkan inti permukaan otak
dengan inti profunda otak (serabut proyeksi), maupun serabut yang menghubungkan
inti-inti dalam satu hemisfer (asosiasi) dan serabut yang menghbungkan inti-inti
permukaan kedua hemisfer (komisura) mengalami kerusakan. Kerusakan sejenis ini
lebih disebabkan karena gaya rotasi antara initi profunda dengan inti permukaan .
b) Kontsuio cerebri --- Kontusio cerebri adalah kerusakan parenkimal otak yang
disebabkan karena efek gaya akselerasi dan deselerasi. Mekanisme lain yang menjadi
penyebab kontosio cerebri adalah adanya gaya coup dan countercoup, dimana hal
tersebut menunjukkan besarnya gaya yang sanggup merusak struktur parenkim otak

yang terlindung begitu kuat oleh tulang dan cairan otak yang begitu kompak. Lokasi
kontusio yang begitu khas adalah kerusakan jaringan parenkim otak yang berlawanan
dengan arah datangnya gaya yang mengenai kepala.
c) Edema cerebri --- Edema cerebri terjadi karena gangguan vaskuler akibat trauma
kepala. Pada edema cerebri tidak tampak adanya kerusakan parenkim otak namun
terlihat pendorongan hebat pada daerah yang mengalami edema. Edema otak bilateral
lebih disebabkan karena episode hipoksia yang umumnya dikarenakan adanya
renjatan hipovolemik.
d) Iskemia cerebri --- Iskemia cerebri terjadi karena suplai aliran darah ke bagian otak
berkurang atau terhenti. Kejadian iskemia cerebri berlangsung lama (kronik progresif)
dan disebabkan karena penyakit degeneratif pembuluh darah otak.(Muhammad Judha
& Nazwar Hamdani Rahil, 2011)

2.6. Pathway

Trauma tajam

cedera kepala

Kulit kepala
Terputusnya jaringan
Otot,kulit & vaskuler

Tulang Kranium

Resiko
Infeksi

Fraktur Tulang
Terputusnya kontinuitas
tulang

Perdarahan, hematom
Kerusakan jaringan

trauma tumpul
Jaringan Otak
Perdarahan Jaringan Otak
Cerebral Hematoma
Disfungsi Batang Otak

Gangguan rasa
nyaman nyeri

Kerusakan Saraf Motorik

Perubahan sirkulasi CSS


Peningkatan TIK
Penurunan kesadaran

Gangguan Suplai Darah


ke Otak
Iskemia

Gangguan Mobilitas Fisik

Penurunan reflek batuk


Penumpukan sekret

Hipoksia

Gangguan Perfusi
Jaringan

Resiko ketidakefektifan
Bersihan jalan nafas

2.7. Patofisiologi
Patofisiologis dari cedera kepala traumatic dibagi dalam proses primer dan proses
sekunder. Kerusakan yang terjadi dianggap karena gaya fisika yang berkaitan dengan
suatu trauma yang relative baru terjadi dan bersifat irreversible untuk sebagian besar
daerah otak. Walaupun kontusio dan laserasi yang terjadi pada permukaan otak,
terutama pada kutub temporal dan permukaan orbital dari lobus frontalis, memberikan
tanda-tanda jelas tetapi selama lebih dari 30 tahun telah dianggap jejas akson difus
pada substasi alba subkortex adalah penyebab utama kehilangan kesadaran
berkepanjangan, gangguan respon motorik dan pemulihan yang tidak komplit yang
merupakan penanda pasien yang menderita cedera kepala traumatik berat.
a.

Proses Primer

Proses primer timbul langsung pada saat trauma terjadi. Cedera primer biasanya fokal
(perdarahan, konusi) dan difus (jejas akson difus). Proses ini adalah kerusakan otak
tahap awal yang diakibatkan oleh benturan mekanik pada kepala, derajat kerusakan
tergantung pada kuat dan arah benturan, kondisi kepala yang bergerak diam,
percepatan dan perlambatan gerak kepala. Proses primer menyebabkan fraktur
tengkorak, perdarahan segera intrakranial, robekan regangan serabut saraf dan
kematian langsung pada daerah yang terkena.
b.

Proses Sekunder

Kerusakan sekunder timbul beberapa waktu setelah trauma menyusul kerusakan


primer. Dapat dibagi menjadi penyebab sistemik dari intrakranial. Dari berbagai
gangguan sistemik, hipoksia(kekurangan o2 dlm jaringan) dan hipotensi merupakan
gangguan yang paling berarti. Hipotensi menurunnya tekanan perfusi otak sehingga

mengakibatkan terjadinya iskemi(defisiensi darah suatu bagian) dan infark otak.


Perluasan kerusakan jaringan otak sekunder disebabkan berbagai faktor seperti
kerusakan sawar darah otak, gangguan aliran darah otak metabolisme otak, gangguan
hormonal, pengeluaran bahan-bahan neurotrasmiter dan radikal bebas. Trauma saraf
proses primer atau sekunder akan menimbulkan gejala-gejala neurologis yang
tergantung lokasi kerusakan.
Kerusakan sistem saraf motorik yang berpusat dibagian belakang lobus frontalis akan
mengakibatkan kelumpuhan pada sisi lain. Gejala-gejala kerusakan lobus-lobus
lainnya baru akan ditemui setelah penderita sadar. Pada kerusakan lobus oksipital
akan dujumpai ganguan sensibilitas kulit pada sisi yang berlawanan. Pada lobus
frontalis mengakibatkan timbulnya seperti dijumpai pada epilepsi lobus temporalis.
Kelainan metabolisme yang dijumpai pada penderita cedera kepala disebabkan adanya
kerusakan di daerah hipotalamus. Kerusakan dibagian depan hipotalamus akan terjadi
hepertermi. Lesi di regio optika berakibat timbulnya edema paru karena kontraksi
sistem vena. Retensi air, natrium dan klor yang terjadi pada hari pertama setelah
trauma tampaknya disebabkan oleh terlepasnya hormon ADH dari daerah belakang
hipotalamus yang berhubungan dengan hipofisis. Setelah kurang lebih 5 hari natrium
dan klor akan dikeluarkan melalui urine dalam jumlah berlebihan sehingga
keseimbangannya menjadi negatif. Hiperglikemi dan glikosuria yang timbul juga
disebabkan keadaan perangsangan pusat-pusat yang mempengaruhi metabolisme
karbohidrat didalam batang otak.
Batang otak dapat mengalami kerusakan langsung karena benturan atau sekunder
akibat fleksi atau torsi akut pada sambungan serviks medulla, karena kerusakan
pembuluh darah atau karena penekanan oleh herniasi unkus.
Gejala-gejala yang dapat timbul ialah fleksiditas umum yang terjadi pada lesi
tranversal dibawah nukleus nervus statoakustikus, regiditas deserebrasi pada lesi
tranversal setinggi nukleus rubber, lengan dan tungkai kaku dalam sikap ekstensi dan
kedua lengan kaku dalam fleksi pada siku terjadi bila hubungan batang otak dengan
korteks serebri terputus. (Muhammad Judha & Nazwar Hamdani Rahil, 2011)
2.8. Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan Diagnostik
X ray / CT Scan
- Hematom serebral
- Edem serebral
- Perdarahan intrakranial
- Fraktur tulang tengkorak
MRI : Dengan / tanpa menggunakan kontras
Angiografi serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral
EEG : Memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang patologis
BAER (Brain Auditory Evoked Respon : Menentukan fungsi korteks dan
batang otak

PET (Positron Emission Tomograpfy): Menunjukkan perubahan aktivitas


metabolisme pada otak
B. Pemeriksaan Laboratorium
AGD: PO, PH, HCO3 : Untuk mengkaji keadekuatan ventilasi
(mempertahankan AGD dalam rentang normal untuk menjamin aliran darah
serebral adekuat) atau untuk melihat masalah oksigenasi yang dapat
meningkatkan TIK
Elektrolit serum : cedera kepala dapat dihubungkan dengan gangguan regulasi
natrium, retensi Na berakhir dapat beberapa hari, diikuti dengan diuresis Na,
peningkatan letargi, konfusi dan kejang akibat ketidakseimbangan elektrolit
Hematologi: leukosit, Hb, albumin, globulin, protein serum
CSS: Menentukan kemungkinan adanya perdarahan subarakhnoid (warna,
komposisi, tekanan)
Pemeriksaan toksikologi : mendeteksi obat yang mengakibatkan penurunan
kesadaran
Kadar antikonvulsan darah: untuk mengetahui tingkat terapi yang cukup
efektif mengatasi kejang. (Andra & Yessie, 2013)
2.9. Komplikasi
a. Epilepsi Pasca Trauma
b. Afasia
c. Apraksia
d. Agnosis
e. Amnesia
f. Fistel Karotis-Kavernosus
g. Diabetes Insipidus
h. Kejang Pasca Trauma
i. Kebocoran cairan serebrospinal
j. Edema Serebral & Herniasi
k. Defisit Neurologis & Psikis
(Ns. Andra Saferi Wijaya.dkk, 2013)

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Oedem cerebal
Infeksi
Hidrosefalus
Diabetes Insipidus
Disritmia
Oedem pulmo
Post trauma respon
(Muhammad Judha & Nazwar Hamdani Rahil. 2011)

3.0. Penatalaksanaan Medis


a. Angkat Klien Dengan Papan Datar Untuk Mempertahankan Posisi Kepala Dan
Leher Sejajar
b. Traksi Ringan Pada Kepala
c. Kolar Servikal
d. Terapi Untuk Mempertahankan Homeostasis Otak Dan Mencegah Kerusakan
Otak Sekunder Seperti Stabilitas Sistem Kardiovaskular Dan Fungsi Pernapasan

Untuk Mempertahankan Perfusi Serebral Yang Adekuat. Kontrol Perdarahan,


Perbaiki Hipovolemi, Dan Evaluasi Gas Darah Arteri.
e. Tindakan Terhadap Peningkatan Tik Dengan Melakukan Pemantauan Tik. Bila
Terjadi Peningkatan Tik, Pertahankan Oksigenasi Yang Adekuat; Pemberian
Manitol Untuk Mengurangi Edema Kepala Dengan Dehidrasi Osmotik,
Hiperventilasi, Penggunaan Steroid; Meninggikan Posisi Kepala Di Tempat Tidur;
Kolaborasi Bedah Neuro Untuk Mengangkat Bekuan Darah; Dan Jahitan
Terhadap Laserasi Di Kepala. Pasang Alat Pemantau Tik Selama Pembedahan
Atau Dengan Teknik Aseptik Di Tempat Tidur. Rawat Klien Di Icu.
f. Tindaan Perawatan Pendukung Yang Lain, Yaitu Pemantauan Ventilasi Dan
Pencegahan Kejang Serta Pemantauan Cairan, Elektrolit, Dan Keseimbangan
Nutrisi. Lakukan Intubasi Dan Ventilasi Mekanik (Ventilator) Bila Klien Koma
Berat Untuk Mengontrol Jalan Napas. Hiperventilasi Terkontrol Mencakup
Hipokapnia, Pencegahan Vasodilatasi, Penurunan Volume Darah Serebral, Dan
Penurunan Tik. Pemberian Terapi Antikonvulsan Untuk Mencegah Kejang Setelah
Trauma Kepala Yang Menyebabkan Kerusakan Otak Sekunder Karena Hipoksia
( Seperti Klorpromazin Tanpa Tingkat Kesadaran). Pasang Ngt Bila Terjadi
Penurunan Motilitas Lambung Dan Peristaltik Terbalik Akibat Cedera Kepala.
(Fransisca B.Batticaca, 2008)
3.1. Penatalaksanaan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Riwayat Kesehatan
a. Apa Penyebab Cedera?
b. Apakah Peluru Kecepatan Tinggi?
c. Apa Obkek Yang Membentur?
d. Bagaimana Proses Terjadinya Cedera Pada Kepala? Apakah Klien Jatuh?
e. Dari Mana Arah Datangnya Pukulan? Bagaimana Kekuatan Pukulan?
f. Apakah Klien Kehilangan Kesadaran?
g. Berapa Lama Durasi Dari Periode Sadar?
h. Dapatkah Klien Dibangunkan?
2. Riwayat Tidak Sadar Atau Anamnesis Setelah Cedera Kepala Menunjukkan
Derajat Kerusakan Otak Yang Berarti, Dimana Perubahan Selanjutnya Dapat
Menunjukkan Pemulihan Atau Terjadinya Kerusakan Otak Sekunder.
3. Tingkat Kesadran Dan Responsivitas Dengan Gcs
4. Tanda Vital
5. Fungsi Motorik
6. Komplikasi:
a. Edema Serebral Dan Herniasi
b. Defisit Neurologis
c. Infeksi Sitemik (Pneumonia, Isk, Septikemia)
d. Infeksi Bedah Neuro (Infeksi Luka, Osteomielitis, Meningitis,
Ventrikulitis, Abses Otak)
e. Osifikasi Heterotrofik (Nyeri Tulang Pada Sendi-Sendi Yang Menunjang
Berat Badan)
(Fransisca B.Batticaca, 2008)

Bab Iii
Tinjauan Keperawatan
3.1. Pengkajian Secara Umum
1. Anamesis
Identitas klien meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia muda), jenis
kelamin (banyak laki-laki, karena sering ngebut-ngebutan dengan motor tanpa
pengaman helm), pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan
jam masuk rumah sakit, nomor register, diagnosis medis.
2. Keluhan utama
Keluhan pertama ketika pasien dengan trauma kepala dan penurunan tingkat
kesadaran
3. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat trauma yang mengenai kepala akibat dari kecelakaan lalu lintas, jatuh
dari ketinggian, trauma langsung ke kepala.
4. Riwayat penyakit dahulu
Menanyakan kepada klien atau keluarga adanya riwayat hipertensi, riwayyat
cedera kepala sebelumnya, diabetes militus, penyakit jantung, anemia,
penggunaan obat-obatan antikoagulan, aspirin, vasodilaor, obat-obatan adiktif, dan
konsumsi alkohol berlebihan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Menyakan kepada klien atau keluarga apakah ada riwayat keluarga mempunyai
penyakit hipertensi dan diabetes militus
6. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Pada keadaan cedera kepala umumnya mengalami penurunan kesadaran
(cedera kepala ringan, GCS 13-15; cedera kepala sedang GCS 9-12; cedera
kepala berat, bila GCS kurang atau sama dengan 8) dan terjadinya perubahan
pada tanda-tanda vital.
- B1 (breathing)

Askultasi; bunyi tambahan seperti nafas berbunyi, stridor, ronkhi pada


klien dengan peningkatan produksi sekret, dan kemampuan batuk
menurun yang seering didapatkan pada klien cedera kepala dengan
penurunan tingkat kesadaran koma.
B2 (blood)
Pengkajian pada sistem kardiovascular didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjafi pada klien cedera kepala sedang dan berat
beberapa keadaan dapat ditemukan tekanan darah normal atau berubah, nadi
bradikardi, takikardi, dan aritmia.
B3 (brain)
Pemeriksaan ini untuk mengetahui fungsi defisit neurologis terutama akibat
pengaruh peningkatan tekanan intrakranial yang disebabkan adanya
pendarahan baik bersifat hematoma intraserebral, subdural, dan epidural.
Pengkajian tingkat kesadaran
Pada klien cedera kepala biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor,
semikomatosa, sampai koma.
Pengkajian fungsi serebral
Status mental; pada klien cedera kepala tahap lanjut biasanya status mental
klien mengalami perubahan.
Fungsi intelektual; pada klien cedera kepala didapatkan penurunan dalam
memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang
Lobus frontal; kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis
Pengkajian saraf kranial
Pengkajian saraf motorik
Tonus otot; didapatkan menurun sampai hilang
Kekuatan otot; pada penilaian dengan menggunakan tingkat kekuatan otot
didapatkan tingkat 0
Keseimbangan dan koordinasi; didapatkan engalami gangguan karena
hemiparese dan hemiplegi.
pengkajian sistem sensorik
kehilangan sensorik ,kesulitan dalam menginteroresikan stimuli visual,taktil,
dan auditorius.
B5 (bowel)
Keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual, dan muntah pada
fase akut
B6 (bone)

b.

c.

d.
e.

f.

Inspeksi; klien batuk, peningkaan produksi sputum, sesak nafas,


penggunaan otot bantu nafas,dan peningkatan frekuensi pernafasan
(RR)
Palpasi; fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain akan
didapatkam jika melibatkan trauma pada rongga torak.
Perkusi; adanya suara redup sampai pekak pada keadaan melibatkan
trauma pada torak/hematoraks.

Kesulitan beraktivitas arena kelemahan , kehilangan sensori atau


paralise/hemiplegi, mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan
istirahat.

3.2. Tanda dan gejala


Tanda-tanda dan gejala cedera kepala bisa terjadi segera atau timbul secara
bertahap selama beberapa jam. Jika setelah kepalanya terbentur, seorang anak
segera kembali bermain atau berlari-lari, maka kemungkinan telah terjadi cedera
ringan. Tetapi anak harus tetap diawasi secara ketat selama 24 jam karena
gejalanya mungkin saja baru timbul beberapa jam kemudian.
a. Cedera kepala ringan bisa menyebabkan muntah, pucat, rewel atau anak
tampak mengantuk, tanpa disertai penurunan kesadaran maupun tandatanda lain dari kerusakan otak. Jika gejala terus berlanjut sampai lebih dari
6 jam atau jika gejala semakin memburuk, segera dilakukan pemeriksaan
lebih jauh untuk mengetahui apakah telah terjadi cedera kepala yang berat.
b. Gejala berikut menunjukkan adanya cedera kepala serius yang
memerlukan penanganan medis segera:
1. penurunan kesadaran
2. perdarahan
3. laju pernafasan menjadi lambat
4. linglung
5. kejang
6. patah tulang tengkorak
7. memar di wajah atau patah tulang wajah
8. keluar cairan dari hidung, mulut atau telinga (baik cairan jernih maupun
berwarna kemerahan)
9. sakit kepala (hebat)
10. hipotensi (tekanan darah rendah)
11. perubahan perilaku/kepribadian
12. gelisah
13. bicara ngawur
14. pembengkakan pada daerah yang mengalami cedera
15. penglihatan kabur
16. luka pada kulit kepala
3.3. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d penghentian aliran darah (hemoragi,
hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia,
disritmia jantung)
2. Resiko tinggi pola napas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskuler (cedera
pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi
trakeobronkhial.
3. Kerusakan mobilitas fisik b. d kerusakan persepsi atau kognitif. Penurunan
kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan /kewaspadaan keamanan, misal: tirah
baring, imobilisasi.

4. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d jaringan trauma, kulit rusak, prosedur
invasif

3.3. Rencana Tindakan


Nama Klien
:
Jenis Kelamin
:
Tgl. Lahir/umur
:
Agama
:
Pendidikan
:
NO
1.

TGL/
JAM

DX KEPERAWATAN
Gangguan
atau
kerusakan pertukaran
gas yang berhubungan
dengan
ketidakseimbangan
perfudi ventilasi dan
perubahan
membran
alveolar
kapiler,
ditandai dengan :
DS: klien mengatakan
sulit bernapas dan sesak
napas
DO:
1. Gangguan
visual
2. Penurunan
karbondioksid
3. Takikardia
4. Tidak dapat
istirahat
5. Somnolen
6. Irritabilitas
7. Hipoksia
8. Bingung
9. Dispnea
10. Perubahan
warna kulit
(pucat, sianosis)
11. Hipoksemia
atau hiperkarbia
12. Frekuensi dan

Pekerjaan
Diagnosis Medis
No. RM
Alamat
Tgl. MR

:
:
:
:
:

NOC

NIC

Setelah dilakukan tindakan


selama 1x24 jam, gangguan
pertukaran
gas
teratasi,
dengan kriteria:
1. klien akan merasa
1.1.
Istirahatkan klien
nyaman
dalam posisi semifowler
2. klien mengatakan
sesak berkurang dan
dapat
membandingkan
dengan keadaan sesak
pada saat serangan
(onset) yang berbeda
waktu.

2.1.

Pertahankan oksigen
NRM 8-10 l/mnt

3.1.
3. TD dalam batas
normal:
Bayi: 90/60 mmHg
3-6 th: 110/70 mmHg
7-10 th:120/90 mmHg
11-17th:130/80mmHg
18-44th:140/90mmHg
45-64th:150/95mmHg
>65th: 160/95 mmHg
(campbell, 1978)
Nadi dalam batas normal:
Janin : 120/160 x/mnt
Bayi: 80-180 x/mnt
Anak : 70-140 x/mnt
Remaja: 50-110 x/mnt

Observasi tanda vital


tiap jam atau sesuai
respon klien

irama
pernapasan
abnormal
13. Sakit kepala
saat bangun
tidur
14. Diaforesis
15. pH darah arteri
abnormal
16. mengorok

2.

Ketidakefektifan
perfusi jaringan
serebral yang
berhubungan dengan
peningkatan
intrakranial, ditandai
dengan:
DS: klien / keluarga
mengatakan adanya
kejang
DO:
1. perubahan
tingkat
kesadaran
2. gangguan atau
kehilangan
memori
3. defisit sensorik
4. perubahan tanda
vital
5. perubahan pola
istirahat
6. retensi urine
7. gangguan
berkemih
8. nyeri akut atau
kroni
9. demam
10. mual
11. muntah
proyektil

Dewasa: 70-82 x/mnt


(campbell, 1978)

4. AGD dalam batas


normal:
Ph: 7,35-7,45
CO:20-26 mEq(bayi)
26-28 mEq (dewasa)
PO(PaO): 80-110 mmHg
SaO: 95-97%
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan, klien tidak
menunjukkan peningkatan
TIK, dengan kriteria:
1. klien akan
mengatakan tidak
sakit kepala dan
merasa nyaman
2. mencegah cedera

4.1.

Kolaborasi
pemeriksaan AGD

1.1.

Ubah posisi klien


secara bertahap
1.2.
Jaga suasana tenang
2.1.

Atur posisi klien


bedrest
2.2.
Kurangi cahaya
ruangan
2.3.
Tinggikan kepala
2.4.
Hindari rangsangan
oral
2.5.
Angkat kepala
dengan hati-hati
2.6.
Awasi kecepatan
tetesan cairan infus
2.7.
Berikan makanan
per sonde sesuai jadwal
2.8.
Pasang pagar tempat
tidur
2.9.
Hindari prosedur
nonesensial yang
berulang
3.1.

3. GCS dalam batas


normal (E4,V5,M6)

Pantau tanda dan


gejala peningkatan TIK
dengan cara:
*Kaji respons membuka
mata
4= spontan
3= dengan perintah
2= dengan nyeri

12. brakikardia
13. perubahan pupil
(ukuran)
14. pernapasan
Cheyne-Stokes
dan Kussmaul

1= tidak berespon
*Kaji respon verbal
5= bicara normal
(orientasi orang, waktu
tempat,dan situasi)
4= kalimat tidak
mengandung arti
3= hanya kata-kata saja
2= hanya bersuara saja
1= tidak ada suara

*Kaji respon motorik


6= dapat melakukan
semua perintah
rangsang nyeri
5= melokalisasi nyeri
4= menghindari nyeri
3= fleksi
2= ekstensi
1= tidak berespon
4.1.
4. Peningkatan
pengetahuan pupil
membaik

Kaji respon pupil:


Pergerakan mata
konjugasi diatur oleh
saraf bagian korteks
dan batang otak.
4.2. Periksa pupil dengan
senter
5.1.

5. Tanda vital dalam


batas normal

Kaji
perubahan
tanda vital
5.2.
Catat
muntah, sakit kepala
(konstan, letargi),
gelisah pernapasan
yang kuat, gerakan
yang tidak
bertujuan, dan
perubahan fungsi.
5.3.
Konsul

dengan dokter untuk


pemberian pelunak
feses bila diperlukan
3.

Gangguan mobilitas
fisik yang berhubungan
dengan gangguan
neurovaskular.
Ditandai dengan:
DS: klien mengatakan
kesulitan untuk
bergerak dan
memerlukan bantuan
untuk Bergerak
DO:
1. kelemahan
2. parestesia
3. paralisis
4. ketidakmampua
n
5. kerusakan
koordinasi
6. keterbatasan
rentang gerak
7. penurunan
kekuatan otot

Setelah dilakukan tindakan


keperawatan
klien
akan
memiliki mobilitas fisik
maksimal
yang
ditandai
dengan:
1. tidak ada kontraktur
1.1.
kaji fungsi motorik
otot
dan sensorik dengan
mengobservasi
setiap
ekstremitas
secara
terpisah
terhadap
kekuatan dan gerakan
normal,
respons
terhadap rangsang
2. tidak ada ankilosis
pada sendi

3. tidak terjadi
penyusutan otot

2.1. Ubah posisi klien setiap


2 jam

3.1.

lakukan
latihan secara teratur
dan letakkan telapak
kaki klien dilantai
saat duduk dikursi
atau
papan
penyangga saat tidur
ditempat tidur
3.2.
Topang kaki
saat
mengubah
posisi
dengan
meletakkan bantal di
satu
sisi
saat
membalik klien
3.3.
Pada
saat
klien ditempat tidur
letakkan
bantal
diketiak
diantara
lengan atas dan
dinding dada untuk
mencegah abduksi
bahu dan letakkan

4.1. Efektif pemakaian alat

lengan
posisi
berhubungan dengan
abduksi sekitar 600
3.4.
Jaga lengan
dalam posisi sedikit
fleksi.
Letakkan
telapak tangan di
atas bantal lainnya
seperti posisi patung
liberty dengan siku
diatas
bahu
pergelangan tangan
diatas siku
3.5.
Letakkan
tangan dalam posisi
berfungsi
dengan
jari-jari dalam posisi
berhubungan dengan
abduksi.
Gunakan
pegangan berbentuk
roll. Lakukan latihan
pasif. Jika jari dan
pergelangan spastik,
gunakan splint.
3.6.
Lakukan
latihan
ditempat
tidur.
Lakukan
latihan
kaki
sebanyak 5 kali
kemudian
ditingkatkan secara
perlahan sebanyak
20 kali setiap kali
latihan
3.7.
Lakukan
latihan
berpindah
(ROM) 4x sehari
setelah
24
jam
serangan stroke jika
sudah
tidak
mendapat terapi
3.8.
Bantu klien
duduk atau turun
dari tempat tidur

4.1. Gunakan kursi roda


bagi klien
hemiplegia

BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Cedera kepala atau cedera otak merupakan suatu gangguan traumatik dari fungsi
otak yang di sertai atau tanpa di sertai perdarahan innterstiil dalm substansi otak
tanpa di ikuti terputusnya kontinuitas otak. (Arif Muttaqin, 2008)
Penyebab dari cedera kepala adalah adanya trauma pada kepala meliputi trauma
oleh benda/serpihan tulang yang menembus jaringan otak, efek dari kekuatan
atau energi yang diteruskan ke otak dan efek percepatan dan perlambatan
(ekselerasi-deselarasi) pada otak.
4.2. Saran

Setelah pembuatan makalah ini sukses diharapkan agar mahasiswa giat membaca
makalah ini, dan mencari ilmu yang lebih banyak diluar dari makalah ini terkait
tentang meteri dalam pembahasan, dan tidak hanya berpatokan dengan satu
sumber ilmu (materi terkait), sehingga dalam tindakan keperawatan dapat
menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan cedera kepala.
Saran yang disampaikan kepada Mahasiswa Keperawatan adalah :
1. Dapat menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan cedera kepala.
2. Dapat menilai batasan GCS.
3. Lebih teliti dalam memberikan intervensi keperawatan kepada klien dengan
cedera kepala.
4. Dapat memberikan pendidikan kesehatan terhadap keluarga maupun klien,
baik di rumah sakit maupun di rumah.

Daftar Pustaka

Doenges, Marilynn E.1999.Rencana Asuhan Keperawatan ed-3. Jakarta : EGC


Muttaqin, Arif.2008.Buku Ajar asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan sistem
persarafan. Jakarta : Salemba Medika
Smeltzer, Suzanne C.2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol 3 ed-8. Jakarta :
EGC
http://www.scribd.com/doc/20357839/Cedera-Kepala
Fransisca B.Batticaca.2008.asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem
persarafan.jakarta : salemba medika
Ns. Andra Saferi Wijaya, S. Kep & Ns. Yessie Mariza Putri, S. Kep. 2013. Keperawatan
Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika

Você também pode gostar