Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Cedera Kepala
Oleh:
Kelompok 2
1.
2.
3.
4.
5.
(002)
(013)
(019)
(048)
(051)
1.1.
Latar Belakang
Banyak Istilah Yang Dipakai Dalam Menyatakan Suatu Trauma Atau Cedera
Pada Kepala Di Indonesia. Beberapa Rumah Sakit Ada Yang Memakai Istilah Cedera
Kepala Dan Cedera Otak Sebagai Suatu Diagnosis Medis Untuk Suatu Trauma Pada
Kepala, Walaupun Secara Harfiah Kedua Istilah Tersebut Sama Karena Memakai
Gradasi Responds Glaso Coma Scale (Gcs) Sebagai Tingkat Gangguan Yang Terjadi
Akibat Suatu Cedera Di Kepala.
Dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Akibat Trauma Yang Mencederai Kepala, Maka Perawat Perlu Mengenal
Neuruanatomi, Neurofisiologi, Neuropatofisiologi Dengan Baik Agar Kelainan Dari
Masalah Yang Dikeluhkan Atau Kelainan Dari Pengkajian Fisik Yang Didapat Bias
Sekomprehensif Mungkin Ditanggapi Perawat Yang Melakukan Asuhan Pada Klien
Dengan Cedera Kepala.
Cedera Kepala Meliputi Trauma Kepala,Tengkorak, Dan Otak. Secara
Anatomis Otak Dilindungi Dari Cedera Oleh Rambut, Kulit Kepala, Serta Tulang Dan
Tentorium Atau Helem Yang Membungkusnya. Tanpa Perlindungan Ini Otak Akan
Mudah Sekali Terkena Cedera Dan Mengalami Kerusakan. Selain Itu, Sekali Neuron
Rusak Tidak Dapat Diperbaiki Lagi. Cedera Kepala Dapat Mengakibatkan
Malapetaka Besar Bagi Seseorang. Efek-Efek Ini Harus DihindariDan Ditemukan
Secepatnya Oleh Perawat Untuk Menghindari Rangkaian Kejadian Yang
Menimbulkan Gangguan Mental Dan Fisik, Bahkan Kematian. Cedera Kepala Paling
Sering Dan Penyakit Neurologis Yang Paling Serius Diantara Penyakit Neurologis,
Dan Merupakan Proporsi Epidemic Sebagai Hasil Kecelakaan Jalan Raya.
Diperkirakan 2/3 Korban Dari Kasus Ini Berusia Dibawah 30 Tahun Dengan Jumlah
Laki-Laki Lebih Banyak Dari Wanita. Lebih Dari Setengah Dari Semua Klien Cedera
Kepala Berat Mempunyai Signifikan Cedera Terhadap Bagian Tubuh Lainnya.
Adanya Syok Hipovolemik Pada Klien Cedera Kepala Biasanya Karena Cedera Pada
Bagian Tubuh Lainnya. Resiko Utama Klien Yang Mengalami Cedera Kepala Adalah
Kerusakan Otak Akibat Perdarahan Atau Pembengkakan Otak Sebagai Responds
Terhadap Cedera Dan Menyebabkan Peningkatan Tekanan Intracranial.
1.2.
Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Setelah Membahas Tentang Asuhan Keperawatan Pada Klien Cedera Kepala
Mahasiswa Mampu Memahami Asuhan Keperawatan Pada Klien Cedera Kepala.
2. Tujuan Khusus
Setelah Membahas Tentang Asuhan Keperawatan Cedera Kepala Mahasiswa
Mampu :
- Memahami Dan Menjelaskan Konsep Penyakit Cedera Kepala.
- Memahami Dan Menjelaskan Asuhan Keperawatan Cedera Kepala.
- Memahami Dan Menjelaskan Asuhan Keperawatan Sesuai Kasus.
1.3.
Metode Penulisan
Dalam Penulisan Makalah Ini Kami Menggunakan Metode Deskriptif, Yang
Diperoleh Dari Literature Dari Berbagai Media Baik Buku Maupun Internet Yang
Disajikan Dalam Bentuk Makalah.
Bab Ii
Tinjauan Pustaka
1. Tengkorak
Tulang Tengkorak Menurut, Evelyn C Pearce (2008) Merupakan Struktur
Tulang Yang Menutupi Dan Melindungi Otak, Terdiri Dari TulangKranium Dan
Tulang Muka. Tulang Kranium Terdiri Dari 3 Lapisan :LapisanLuar, Etmoid Dan
Lapisan Dalam. Lapisan Luar Dan Dalam MerupakanStruktur Yang Kuat Sedangkan
Etmoid Merupakan Struktur Yang MenyerupaiBusa. Lapisan Dalam Membentuk
Rongga/Fosa; Fosa Anterior DidalamnyaTerdapat Lobus Frontalis, Fosa Tengah
Berisi Lobus Temporalis, Parientalis,Oksipitalis, Fosa Posterior Berisi Otak Tengah
Dan Sereblum.
2. Meningen
Pearce, Evelyn C. (2008) Otak Dan Sumsum Tulang BelakangDiselimuti
Meningia Yang Melindungi Syruktur Saraf Yang Halus Itu,Membawa Pembulu
Darah Dan Dengan Sekresi Sejenis Cairan, Yaitu: CairanSerebrospinal Yang
Memperkecil Benturan Atau Goncangan. SelaputMeningen Menutupi Terdiri Dari 3
Lapisan Yaitu:
a. Dura Mater
Dura Mater Secara Konvensional Terdiri Atas Dua Lapisan Yaitu
LapisanEndosteal Dan Lapisan Meningeal. Dura Mater Merupakan Selaput Yang
Keras, Terdiri Atas Jaringan Ikat Fibrisa Yang Melekat Erat PadaPermukaan Dalam
Dari Kranium. Karena Tidak Melekat Pada SelaputArachnoid Di Bawahnya, Maka
Terdapat Suatu Ruang Potensial RuangSubdural Yang Terletak Antara Dura Mater
Dan Arachnoid, DimanaSering Dijumpai Perdarahan Subdural. Pada Cedera Otak,
3. Otak
Menurut Ganong, (2002); Price, (2005), Otak Terdiri Dari 3 Bagian, Antara
Lain Yaitu:
a. Cerebrum
Serebrum Atau Otak Besar Terdiri Dari Dari 2 Bagian, HemispheriumSerebri Kanan
Dan Kiri. Setiap Henispher Dibagi Dalam 4 Lobus YangTerdiri Dari Lobus Frontal,
Oksipital, Temporal Dan Pariental. YangMasing-Masing Lobus Memiliki Fungsi
Yang Berbeda, Yaitu:
a. Lobus Frontalis
Lobus Frontalis Pada Korteks Serebri Terutama MengendalikanKeahlian
Motorik Misalnya Menulis, Memainkan Alat Musik AtauMengikat Tali Sepatu.
Lobus Frontalis Juga Mengatur Ekspresi WajahDan Isyarat Tangan. Daerah Tertentu
Pada Lobus FrontalisBertanggung Jawab Terhadap Aktivitas Motorik Tertentu Pada
SisiTubuh Yang Berlawanan. Efek Perilaku Dari Kerusakan LobusFrontalis
Bervariasi, Tergantung Kepada Ukuran Dan Lokasi KerusakanFisik Yang Terjadi.
Kerusakan Yang Kecil, Jika Hanya Mengenai SatuSisi Otak, Biasanya Tidak
Menyebabkan Perubahan Perilaku YangNyata, Meskipun Kadang Menyebabkan
Kejang. Kerusakan LuasYang Mengarah Ke Bagian Belakang Lobus Frontalis
BisaMenyebabkan Apati, Ceroboh, Lalai Dan Kadang Inkontinensia.Kerusakan Luas
Yang Mengarah Ke Bagian Depan Atau Samping
Lobus Frontalis Menyebabkan Perhatian Penderita Mudah Teralihkan,Kegembiraan
Yang Berlebihan, Suka Menentang, Kasar Dan Kejam.
b. Lobus Parietalis
Lobus Parietalis Pada Korteks Serebri Menggabungkan KesanDari Bentuk,
Tekstur Dan Berat Badan Ke Dalam Persepsi Umum.Sejumlah Kecil Kemampuan
Matematikan Dan Bahasa Berasal DariDaerah Ini. Lobus Parietalis Juga Membantu
Mengarahkan PosisiPada Ruang Di Sekitarnya Dan Merasakan Posisi Dari
BagianTubuhnya. Kerusakan Kecil Di Bagian Depan Lobus ParietalisMenyebabkan
Mati Rasa Pada Sisi Tubuh Yang Berlawanan.Kerusakan Yang Agak Luas Bisa
Menyebabkan HilangnyaKemampuan Untuk Melakukan Serangkaian Pekerjaan
Keadaan IniDisebut Ataksia Dan Untuk Menentukan Arah Kiri-Kanan.
KerusakanYang Luas Bisa Mempengaruhi Kemampuan Penderita Dalam Mengenali
Bagian Tubuhnya Atau Ruang Di Sekitarnya Atau BahkanBisa Mempengaruhi
Ingatan Akan Bentuk Yang Sebelumnya DikenalDengan Baik Misalnya, Bentuk
Kubus Atau Jam Dinding. PenderitaBisa Menjadi Linglung Atau Mengigau Dan
Tidak Mampu BerpakaianMaupun Melakukan Pekerjaan Sehari-Hari Lainnya.
c. Lobus Temporalis
Lobus Temporalis Mengolah Kejadian Yang Baru Saja TerjadiMenjadi Dan
Mengingatnya Sebagai Memori Jangka Panjang. LobusTemporalis Juga Memahami
Suara Dan Gambaran, MenyimpanMemori Dan Mengingatnya Kembali Serta
Menghasilkan JalurEmosional. Kerusakan Pada Lobus Temporalis Sebelah
KananMenyebabkan Terganggunya Ingatan Akan Suara Dan Bentuk.Kerusakan
Pada Lobus Temporalis Sebelah Kiri MenyebabkanGangguan Pemahaman Bahasa
Yang Berasal Dari Luar Maupun DariDalam Dan Menghambat Penderita Dalam
MengekspresikanBahasanya.Penderita Dengan Lobus Temporalis Sebelah Kanan
Yang Nondominan,Akan Mengalami Perubahan Kepribadian Seperti Tidakm Suka
Bercanda, Tingkat Kefanatikan Agama Yang Tidak Biasa, ObsesifDan Kehilangan
Gairah Seksual.
d. Lobus Oksipital
Fungsinya Untuk Visual Center. Kerusakan Pada Lobus Ini Otomatis Akan
Kehilangan Fungsi Dari Lobus Itu Sendiri Yaitu Penglihatan.
e. Cereblum
Terdapat Dibagian Belakang Kranium Menepati Fosa Serebri Posterior
Dibawah Lapisan Durameter. Cereblum Mempunyai Aski Yaitu;
Merangsang Dan Menghambat Serta Mempunyai Tanggunag Jawab YangLuas
Terhadap Koordinasi Dan Gerakan Halus. Ditambah MengontrolGerakan Yang
Benar, Keseimbangan Posisi Dan Mengintegrasikan InputSensori.
f. Brainstem
Batang Otak Terdiri Dari Otak Tengah, Pons Dan Medula Oblomata.
OtakTengah Midbrain/ Ensefalon Menghubungkan Pons Dan SereblumDengan
Hemisfer Sereblum. Bagian Ini Berisi Jalur Sensorik DanMotorik, Sebagai Pusat
Reflek Pendengaran Dan Penglihatan. PonsTerletak Didepan Sereblum Antara Otak
Tengah Dan Medula, SertaMerupakan Jembatan Antara 2 Bagian Sereblum Dan
Juga Antara MedulaDengan Serebrum. Pons Berisi Jarak Sensorik Dan Motorik.
MedulaMembentuk BagianInferior Dari Batang Otak, Terdapat PusatpusatOtonom
Yang Mengatur Fungsi-Fungsi Vital Seperti Pernafasan,Frekuensi Jantung, Pusat
Muntah, Tonus Vasomotor, Reflek Batuk DanBersin.
4. Syaraf-Syaraf Otak
Suzanne C Smeltzer, (2001) Nervus Kranialis Dapat Terganggu Bila Trauma
Kepala Meluas Sampai Batang Otak Karena Edema Otak AtauPendarahan Otak.
Kerusakan Nervus Yaitu:
a. Nervus Olfaktorius (Nervus Kranialis I)
Saraf Pembau Yang Keluar Dari Otak Dibawa Oleh Dahi,
MembawaRangsangan Aroma (Bau-Bauan) Dari Rongga Hidung Ke Otak.
b. Nervus Optikus (Nervus Kranialis Ii)
Mensarafi Bola Mata, Membawa Rangsangan Penglihatan Ke Otak.
c. Nervus Okulomotorius (Nervus Kranialis Iii)
Bersifat Motoris, Mensarafi Otot-Otot Orbital (Otot Pengerak Bola
Mata)Menghantarkan Serabut-Serabut Saraf Para Simpati Untuk Melayani
OtotSiliaris Dan Otot Iris.
d. Nervus Trokhlearis (Nervus Kranialis Iv)
Bersifat Motoris, Mensarafi Otot-Otot Orbital. Saraf Pemutar Mata
YangPusatnya Terletak Dibelakang Pusat Saraf Penggerak Mata.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
2.2. Definisi
Trauma Atau Cedera Kepala Juga Dikenal Sebagai Cedera Otak Adalah
Gangguan Fungsi Normal Otak Karena Trauma Baik Trauma Tumpul Maupun
Trauma Tajam. Defisit Neurologis Terjadi Karena Robeknya Substansia Alba,
Iskemia, Dan Pengaruh Massa Karena Hemoragik, Serta Edema Serebral Di Sekitar
Jaringan Otak.(Fransisca B.Batticaca, 2008)
Kerusakan neurologis yang diakibatkan oleh suatu benda atau serpihan tulang
yang menembus atau merobek suatu jaringan otak oleh suatu pengaruh kekuatan
atau energi yang diteruskan ke otak dan akhirnya oleh efek percepatan perlambatan
pada otak yang terbatas pada kompartemen yang kaku. (Price, 1995)
Cedera kepala merupakan adanya pukulan / benturan mendadak pada kepala
dengan atau tanpa kehilangan kesadaran. (Susan Martin, 1996)
Cedera kepala terbuka (terbuka & tertutup) terdiri dari fraktur tengkorak
Cranio serebri (geger), kontusio (memar) / laserusi dan perdarahan serebral
(subarakhnoid, subdural, epidural, intraserebral batang otak). Trauma primer terjadi
karena benturan langsung atau tidak langsung (akselerasi / deselerasi otak). Trauma
sekunder akibat trauma syaraf (mil akson) yang meluas hipertensi intrakranial,
hipoksia, hiperkapnea atau hipertensi sistemik. (Doengoes, 1993)
2.3. Manifestasi Klinis
Gejala Klinis Yang Timbul Dapat Berupa Gangguan Kesadaran, Konfusi,
Abnormalitas Pupil, Serangan (Onset) Tiba-Tiba Berupa Defisit Neurologis,
D. Hematoma intrakranial
Pengumpulan darah > 25 ml dalam parenkim otak
Penyebab : fraktur depressi tulang tengkorak, cedera penetrasi peluru,
gerakan akselerasi deselerasi tiba-tiba
E. Fraktur tengkorak
Fraktur liner / simpel
- Melibatkan Os temporal dan parietal
- Jika garis fraktur meluas kearah orbita / sinus paranasal resiko
perdarahan
Fraktur Basiler
- Fraktur pada dasar tengkorak
- Bisa menimbulkan kontak CSS dengan sinus, memungkinkan bakteri
Masuk
(Ns. Andra Saferi Wijaya.dkk, 2013)
2.4. Etiologi
Kecelakaan Lalu Lintas, Kecelakaan Kerja, Trauma Pada Olah Raga, Kejatuhan
Benda, Luka Tembak.
a. Trauma tajam
Trauma oleh benda tajam : menyebabkan cedera setempat & menimbulkan cedera
lokal. Kerusakan lokal meliputi contusio serebral, hematom serebral, kerusakan
otak sekunder yang disebabkan perluasan masa lesi, pergeseran otak atau hernia.
b. Trauma tumpul
Trauma oleh benda tumpul & menyebabkan cedera menyeluruh (difusi) :
kerusakannya menyebar secara luas & terjadi dalam 4 bentuk : cedera akson,
kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multiple
pada otak koma terjadi karena cedera menyebar pada hemisfer cerebral, batang
otak atau kedua-duanya.
Akibat trauma tergantung pada
Kekuatan benturan parahnya kerusakan
Akselerasi dan decelerasi
Cup dan kontra cup
Cedera cup: Kerusakan pada daerah dekat yang terbentur
Cedera kontra cup: kerusakan cedera berlawanan pada sisi desakan
benturan
- Lokasi benturan
- Rotasi pengubahan posisi rotasi pada kepala menyebabkan
trauma regangan dan robekan substansia alba dan batang otak
- Depresi fraktur kekuatan yang mendorong fragmen tulang
turun menekan otak lebih dalam. Akibatnya CSS mengalir keluar
ke hidung, telinga masuk kuman kontaminasi dengan CSS
infeksi kejang
(Ns. Andra Saferi Wijaya.dkk, 2013)
J
2.5. Klasifikasi
1. Trauma kepala juga dapat di kategorikan menurut keadaan pasca trauma :
a. Tertutup.
yang terlindung begitu kuat oleh tulang dan cairan otak yang begitu kompak. Lokasi
kontusio yang begitu khas adalah kerusakan jaringan parenkim otak yang berlawanan
dengan arah datangnya gaya yang mengenai kepala.
c) Edema cerebri --- Edema cerebri terjadi karena gangguan vaskuler akibat trauma
kepala. Pada edema cerebri tidak tampak adanya kerusakan parenkim otak namun
terlihat pendorongan hebat pada daerah yang mengalami edema. Edema otak bilateral
lebih disebabkan karena episode hipoksia yang umumnya dikarenakan adanya
renjatan hipovolemik.
d) Iskemia cerebri --- Iskemia cerebri terjadi karena suplai aliran darah ke bagian otak
berkurang atau terhenti. Kejadian iskemia cerebri berlangsung lama (kronik progresif)
dan disebabkan karena penyakit degeneratif pembuluh darah otak.(Muhammad Judha
& Nazwar Hamdani Rahil, 2011)
2.6. Pathway
Trauma tajam
cedera kepala
Kulit kepala
Terputusnya jaringan
Otot,kulit & vaskuler
Tulang Kranium
Resiko
Infeksi
Fraktur Tulang
Terputusnya kontinuitas
tulang
Perdarahan, hematom
Kerusakan jaringan
trauma tumpul
Jaringan Otak
Perdarahan Jaringan Otak
Cerebral Hematoma
Disfungsi Batang Otak
Gangguan rasa
nyaman nyeri
Hipoksia
Gangguan Perfusi
Jaringan
Resiko ketidakefektifan
Bersihan jalan nafas
2.7. Patofisiologi
Patofisiologis dari cedera kepala traumatic dibagi dalam proses primer dan proses
sekunder. Kerusakan yang terjadi dianggap karena gaya fisika yang berkaitan dengan
suatu trauma yang relative baru terjadi dan bersifat irreversible untuk sebagian besar
daerah otak. Walaupun kontusio dan laserasi yang terjadi pada permukaan otak,
terutama pada kutub temporal dan permukaan orbital dari lobus frontalis, memberikan
tanda-tanda jelas tetapi selama lebih dari 30 tahun telah dianggap jejas akson difus
pada substasi alba subkortex adalah penyebab utama kehilangan kesadaran
berkepanjangan, gangguan respon motorik dan pemulihan yang tidak komplit yang
merupakan penanda pasien yang menderita cedera kepala traumatik berat.
a.
Proses Primer
Proses primer timbul langsung pada saat trauma terjadi. Cedera primer biasanya fokal
(perdarahan, konusi) dan difus (jejas akson difus). Proses ini adalah kerusakan otak
tahap awal yang diakibatkan oleh benturan mekanik pada kepala, derajat kerusakan
tergantung pada kuat dan arah benturan, kondisi kepala yang bergerak diam,
percepatan dan perlambatan gerak kepala. Proses primer menyebabkan fraktur
tengkorak, perdarahan segera intrakranial, robekan regangan serabut saraf dan
kematian langsung pada daerah yang terkena.
b.
Proses Sekunder
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Oedem cerebal
Infeksi
Hidrosefalus
Diabetes Insipidus
Disritmia
Oedem pulmo
Post trauma respon
(Muhammad Judha & Nazwar Hamdani Rahil. 2011)
Bab Iii
Tinjauan Keperawatan
3.1. Pengkajian Secara Umum
1. Anamesis
Identitas klien meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia muda), jenis
kelamin (banyak laki-laki, karena sering ngebut-ngebutan dengan motor tanpa
pengaman helm), pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan
jam masuk rumah sakit, nomor register, diagnosis medis.
2. Keluhan utama
Keluhan pertama ketika pasien dengan trauma kepala dan penurunan tingkat
kesadaran
3. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat trauma yang mengenai kepala akibat dari kecelakaan lalu lintas, jatuh
dari ketinggian, trauma langsung ke kepala.
4. Riwayat penyakit dahulu
Menanyakan kepada klien atau keluarga adanya riwayat hipertensi, riwayyat
cedera kepala sebelumnya, diabetes militus, penyakit jantung, anemia,
penggunaan obat-obatan antikoagulan, aspirin, vasodilaor, obat-obatan adiktif, dan
konsumsi alkohol berlebihan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Menyakan kepada klien atau keluarga apakah ada riwayat keluarga mempunyai
penyakit hipertensi dan diabetes militus
6. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Pada keadaan cedera kepala umumnya mengalami penurunan kesadaran
(cedera kepala ringan, GCS 13-15; cedera kepala sedang GCS 9-12; cedera
kepala berat, bila GCS kurang atau sama dengan 8) dan terjadinya perubahan
pada tanda-tanda vital.
- B1 (breathing)
b.
c.
d.
e.
f.
4. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d jaringan trauma, kulit rusak, prosedur
invasif
TGL/
JAM
DX KEPERAWATAN
Gangguan
atau
kerusakan pertukaran
gas yang berhubungan
dengan
ketidakseimbangan
perfudi ventilasi dan
perubahan
membran
alveolar
kapiler,
ditandai dengan :
DS: klien mengatakan
sulit bernapas dan sesak
napas
DO:
1. Gangguan
visual
2. Penurunan
karbondioksid
3. Takikardia
4. Tidak dapat
istirahat
5. Somnolen
6. Irritabilitas
7. Hipoksia
8. Bingung
9. Dispnea
10. Perubahan
warna kulit
(pucat, sianosis)
11. Hipoksemia
atau hiperkarbia
12. Frekuensi dan
Pekerjaan
Diagnosis Medis
No. RM
Alamat
Tgl. MR
:
:
:
:
:
NOC
NIC
2.1.
Pertahankan oksigen
NRM 8-10 l/mnt
3.1.
3. TD dalam batas
normal:
Bayi: 90/60 mmHg
3-6 th: 110/70 mmHg
7-10 th:120/90 mmHg
11-17th:130/80mmHg
18-44th:140/90mmHg
45-64th:150/95mmHg
>65th: 160/95 mmHg
(campbell, 1978)
Nadi dalam batas normal:
Janin : 120/160 x/mnt
Bayi: 80-180 x/mnt
Anak : 70-140 x/mnt
Remaja: 50-110 x/mnt
irama
pernapasan
abnormal
13. Sakit kepala
saat bangun
tidur
14. Diaforesis
15. pH darah arteri
abnormal
16. mengorok
2.
Ketidakefektifan
perfusi jaringan
serebral yang
berhubungan dengan
peningkatan
intrakranial, ditandai
dengan:
DS: klien / keluarga
mengatakan adanya
kejang
DO:
1. perubahan
tingkat
kesadaran
2. gangguan atau
kehilangan
memori
3. defisit sensorik
4. perubahan tanda
vital
5. perubahan pola
istirahat
6. retensi urine
7. gangguan
berkemih
8. nyeri akut atau
kroni
9. demam
10. mual
11. muntah
proyektil
4.1.
Kolaborasi
pemeriksaan AGD
1.1.
12. brakikardia
13. perubahan pupil
(ukuran)
14. pernapasan
Cheyne-Stokes
dan Kussmaul
1= tidak berespon
*Kaji respon verbal
5= bicara normal
(orientasi orang, waktu
tempat,dan situasi)
4= kalimat tidak
mengandung arti
3= hanya kata-kata saja
2= hanya bersuara saja
1= tidak ada suara
Kaji
perubahan
tanda vital
5.2.
Catat
muntah, sakit kepala
(konstan, letargi),
gelisah pernapasan
yang kuat, gerakan
yang tidak
bertujuan, dan
perubahan fungsi.
5.3.
Konsul
Gangguan mobilitas
fisik yang berhubungan
dengan gangguan
neurovaskular.
Ditandai dengan:
DS: klien mengatakan
kesulitan untuk
bergerak dan
memerlukan bantuan
untuk Bergerak
DO:
1. kelemahan
2. parestesia
3. paralisis
4. ketidakmampua
n
5. kerusakan
koordinasi
6. keterbatasan
rentang gerak
7. penurunan
kekuatan otot
3. tidak terjadi
penyusutan otot
3.1.
lakukan
latihan secara teratur
dan letakkan telapak
kaki klien dilantai
saat duduk dikursi
atau
papan
penyangga saat tidur
ditempat tidur
3.2.
Topang kaki
saat
mengubah
posisi
dengan
meletakkan bantal di
satu
sisi
saat
membalik klien
3.3.
Pada
saat
klien ditempat tidur
letakkan
bantal
diketiak
diantara
lengan atas dan
dinding dada untuk
mencegah abduksi
bahu dan letakkan
lengan
posisi
berhubungan dengan
abduksi sekitar 600
3.4.
Jaga lengan
dalam posisi sedikit
fleksi.
Letakkan
telapak tangan di
atas bantal lainnya
seperti posisi patung
liberty dengan siku
diatas
bahu
pergelangan tangan
diatas siku
3.5.
Letakkan
tangan dalam posisi
berfungsi
dengan
jari-jari dalam posisi
berhubungan dengan
abduksi.
Gunakan
pegangan berbentuk
roll. Lakukan latihan
pasif. Jika jari dan
pergelangan spastik,
gunakan splint.
3.6.
Lakukan
latihan
ditempat
tidur.
Lakukan
latihan
kaki
sebanyak 5 kali
kemudian
ditingkatkan secara
perlahan sebanyak
20 kali setiap kali
latihan
3.7.
Lakukan
latihan
berpindah
(ROM) 4x sehari
setelah
24
jam
serangan stroke jika
sudah
tidak
mendapat terapi
3.8.
Bantu klien
duduk atau turun
dari tempat tidur
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Cedera kepala atau cedera otak merupakan suatu gangguan traumatik dari fungsi
otak yang di sertai atau tanpa di sertai perdarahan innterstiil dalm substansi otak
tanpa di ikuti terputusnya kontinuitas otak. (Arif Muttaqin, 2008)
Penyebab dari cedera kepala adalah adanya trauma pada kepala meliputi trauma
oleh benda/serpihan tulang yang menembus jaringan otak, efek dari kekuatan
atau energi yang diteruskan ke otak dan efek percepatan dan perlambatan
(ekselerasi-deselarasi) pada otak.
4.2. Saran
Setelah pembuatan makalah ini sukses diharapkan agar mahasiswa giat membaca
makalah ini, dan mencari ilmu yang lebih banyak diluar dari makalah ini terkait
tentang meteri dalam pembahasan, dan tidak hanya berpatokan dengan satu
sumber ilmu (materi terkait), sehingga dalam tindakan keperawatan dapat
menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan cedera kepala.
Saran yang disampaikan kepada Mahasiswa Keperawatan adalah :
1. Dapat menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan cedera kepala.
2. Dapat menilai batasan GCS.
3. Lebih teliti dalam memberikan intervensi keperawatan kepada klien dengan
cedera kepala.
4. Dapat memberikan pendidikan kesehatan terhadap keluarga maupun klien,
baik di rumah sakit maupun di rumah.
Daftar Pustaka