Você está na página 1de 10

FISTULA

A. Defenisi
Fistula adalah suatu ostium abnormal, berliku-liku antara dua organ berongga
internal atau antara organ internal dengan tubuh bagian luar.
B. Etiologi
Kebanyakan fistula berawal dari kelenjar dalam di dinding anus atau rektum.
Kadang-kadang fistula merupakan akibat dari pengeluaran nanah pada abses
anorektal.

Tetapi

lebih

sering,

penyebabnya

tidak

dapat

diketahui.

Fistula sering ditemukan pada penderita:


- penyakit Crohn
- tuberculosis
- divertikulitis
- kanker atau cedera anus maupun rektum.
Fistula pada anak-anak biasanya merupakan cacat bawaan, dimana fistula tertentu
lebih sering ditemukan pada anak laki-laki.
C. Manifestasi Klinik
Gejala tergantung pada kekhususan defek. Pus atau feses dapat bocor secara
konstan dari lubang kutaneus. Gejala ini mungkin pasase flatus atau feses dari vagina
atau kandung kemih,tergantung pada saluran fistula. Fistula yang tidak teratasi dapat
menyebabkan infeksi sistemik disertai gejala yang berhubungan.
D. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan di daerah anus, dimana
ditemukan satu atau lebih pembukaan fistula atau teraba adanya fistula di bawah
permukaan. Sebuah alat penguji bisa dimasukan untuk menentukan kedalaman dan
arahnya. Ujung dalamnya bisa ditentukan lokasinya dengan melihat melalui anoskop
yang dimasukkan ke dalam rektum.
E. Penatalaksanaan

Pembedahan selalu dianjurkan karena beberapa fistula sembuh secara spontan.


Fistulektomi (eksisi saluran fistula) adalah prosedur yang dianjurkan. Usus bawah
dievakuasi secara seksama dengan enema yang diprogramkan.
Selama pembedahan, saluran sinus diidentifikasi dengan memasang alat ke
dalamnya atau dengan menginjeksi saluran dengan larutan biru metilen. Fistula
didiseksi ke luar atau dibiarkan terbuka, dan insisi lubang rektalnya mengarah keluar.
Luka diberi tampon dengan kasa.
F. Komplikasi
1. Infeksi
2. Gangguan fungsi reproduksi
3. Gangguan dalam berkemih
4. Gangguan dalam defekasi
5. Ruptur/ perforasi organ yang terkait

Ensefalopati hipoksik-iskemia
Salah satu konplikasi lanjut dari asfiksi neonatus ialah keadaan yang di sebut
Ensefalopati hipoksik-iskemia. Terminology ini digunakan apabila di temukan kelainan
neuropatologis dan klinis yang terjadi karena gangguan hipoksemia dan iskemiayang
terutama di dapatkan pada aspiksia berat. Pada keadaan ini bayi biasanya menderita
gangguan pertukaran gas dan oksigen tubuh. Pengambilan oksigem yang menurun ini
akan menyebabkan berkurangnya saturasi oksigen darah yang disebut hipoksia. Hipoksia
ini akan mengganggu fungsi jantung sehingga curah jantung menurun dan sirkulasi darah
ke otak akan berkuarang. Keadaan ini mungkin menimbulkan iskomia otak. Hippoksemia
dan iskemia inilah yang dapat menimbulkan gangguan pada susunan saraf pusat berupa
edema otak ataupun kerusakan sel otak.
Etiologi dan factor predisposisi
Kejadian hipoksemia dan iskemia ini tidak hanya di temukan pada penderita
asfiksia tetapi juga keadaan-keadaan lain baik selama masa prenatal, neonatal ataupun
pasca neonatal. Pada masa pranatal hipoksia janin dapat terjadi apabila terdapat
1) Gangguan oksigenasi darah ibu akibat hipiventilasi pada pemberian anestesi ata
gangguan fungsi jantung
2) Tekanan darah rendah pada ibu
3) Gangguan sirkulasi pada uterus atau plasenta karena kelainan kontarksi uterus dan
perdarahan plasenta
4) Gangguan fungsi plasenta misalnya pada ibu dengan toksemia atau kehamilan
lebih muda
Sesudah lahir, hipoksia bayi tidak hanya ditemukan pada penderita asfiksia tetapi
dapat pula terjadi pada bayi dengan:
1) Gangguan pernafasan yang berat
2) Serangan apneu yang berulang
3) Pada bayi dengan kelainan jantung yang disetai payah jantung
4) Renjatan neonatus akibat perdarahan akut, misalnya perdarahan intra/periventrikuler

5) Adanya kolaps vaskular yang sering ditentukan pada penderiata dengan sepsis
atau penyakit berat lainnya.
Gangguan hipoksi/iskemia pada bayi dapat timbul pada saatb bayi masih disalam
kandungan ataupun segera setelah lahir. Faktor diatas menyebabkan bervariasinya
gambaran klinis yang terlihat serta sulit ditetapkan saat yang tepat dar timbulnya
penyakit. Gejala penyakit kadang-kadang baru terlihat jauh setelah masa prenatal. Pada
beberapa penelitian terbukti bahwa gambaran gawat janin tertentu yang terlihat selama
kehamilan dapat meningkatkan kejadian ensefalopati hipoksik-iskemik ini. Gambaran
gawat janin tersebut antara lain ialah; adanya deselarasi lambat yang terjadi pada
pemerikasaan kardiotokografi atau di temukannya asidosis pada janin yang ditandai
dengan pH darah janin yang kurang 7,20. resiko diatas akan meningkat pula bila
kelahiran bayi disertai dengan adanya cairan amnion yang berwarna kuning

dan

bercampur mekonium. Hal ini menunjukan bahwa janin pernah menderita proses
hipoksia sebelumnya dan bayi biasanya menderita asfiksia yang memerlukan resusitasi
aktif.
Gejala klinis
Pada permulaan penderita ensefalopi hipoksik-iskemik biasanya tampak hipotoni
yang kemudian akan berubah menjadi hipertoni. Penderita juga mungkin kelihatan pucat,
sianosis, penurunan denyut jantung serta tidak bereaksi terhadap rangsangan. Edema
serebral yang terjadi akan memperlihatkan tanda-tanda depresi batang otak dan kadangkadang disertai dengan kejang-kejang.
Beberapa pemeriksaan penunjang sering dapat membantu menetapkan luas dan
letak kelainan otak yang terjadi pemeriksaan tersebut antara lain: pemeriksaan elektroensefalografi, ultrasonografi, tomografi komputer, pengukuran tekanan intrakranial dan
aliran darah serebral serta pemeriksaa kreatinin kinase darah bayi.
Penatalaksanaan
Pengobatan penderita sangat tergantung pada tingkat hipoksemia dan iskemia
yang ditemukan. Apabila hipoksemia dan iskemia masih berlangsung, maka tindakan
utama yang dikerjakan adalah melakukan resusitasi aktif. Selanjutnya apabila hal tersebut

telah teratasi maka kewaspadaan dan pemantauan terhadap fungsi oraga yang terkait
perlu dilakukan secara ketat. Termasuk dalam hal ini ialah pemantauan terhadap tekanan
darah dan tekanan intrakranial bayi. Tekanan darah yang menurun harus segera
diperbaiki. Hal ini perlu dilakukan agar perfusi darah ke otak dapat tetap berlangsung
baik. Terjadinya edema serebral yang biasanya disertai peninggian tekanan intrakranial
hendaknya dicegah. Hal ini dapat dilakukan dengan membatasi pemberian cairan dan
elektrolit. Bayi diberi cairan hipertonik seperti mannitol dengan dosis 0,25-1,0 g/kg.
Glukokortikoid juga dianggap bermanfaat dalam

mengurangi edema serbri pada

neonatus. deksametason diberikan dengan dosis 0,25 mg/kg secara intramuskulus/


intravena yang dilanjutkan dengan dosis yang sama yang diberikan 3 atau 4 kali sehari.
Disamping itu dapat pula diberikan ( lasix ) dengan dosis 1mg/kg setiap 4 jam. Walaupun
pemberian obat diatas manfaatnya masih sering di pertentangkan, tetapi selama efek
samping tetep diperhatikan maka pemberiannya , masih dapat dipertanggung jawabkan.
Pada penderita dengan kejang, anti konvulsan harus segera diberikan. Fenobarbatil
malahan dapat diberikan pada penderita asfiksia berat walaupun belummenjadi kejang.
Hal ini dilakukan karena dianggap barbiturat dapat menurunkan kebutuhan energi otak.
Obat diberikan secara intravena 10-20 mg/kg selama 1 atau 2 hari dan diteruskan dengan
dosis 3-4 mg/kg minimal selama 1 minggu.

Perdarahan Saluran Cerna Pada Anak


Perdarahan saluran cerna pada anak dapat bermanifestasi berupa muntah darah
(hematemesis), keluarnya darah bewarna hitam dari rectum (melena), tinja yang berdarah
atau keluarnya darah segar melalui rectum (hematochezia/enterorrhagia) dan darah samar
di feses. Hematemesis merupakan perdarahan yang berasal dari saluran cerna atas dengan
batas di atas ligamentum Treitz. Melena lebih kurang 90% berasal dari saluran cerna atas
terutama usus halus dan kolon proksimal, hematochezia yang merupakan perdarahan
saluran cerna yang berasal dari kolon, rektum atau anus/saluran cerna bawah atau bisa
juga dari saluran cerna atas dengan perdarahan yang banyak dengan waktu singgah usus
yang cepat, sedangkan darah samar feses merupakan kehilangan darah melalui feses yang
secara makroskopis tidak terlihat umumnya perdarahaan berasal usus halus atau saluran
cerna atas.
Dalam mencari penyebab perdarahan saluran cerna pada anak ada lima informasi penting
yang harus diketahui oleh para klinisi yaitu : umur si anak, asal perdarahan, warna darah
dan beratnya perdarahan, ada atau tidaknya nyeri perut dan terdapatnya diare, Umumnya
sumber perdarahan ditentukan dalam dua golongan besar yaitu :
1. Perdarahan gastrointestinal atas meliputi dari mulut hingga ligamentum treitz
2. Perdarahan gastrointestinal bawah yang berasal dari daerah di bawah ligamnetum treitz
Perdarahan gastrointestinal
Menyingkirkan penyebab palsu perdarahan seperti tertelan darah sewaktu menyusui,
epistaksis, hemoptisis, penggunaan obat atau makanan yang merobah warna feses seperti
bismuth, besi, coklat, berri, beet dan lain-lain dapat menghindarkan dari pemeriksaan
atau prosedur diagnosis yang berlebihan. Langkah pertama menghadapi pasien dengan
perdarahan saluran cerna adalah dengan memastikan pemberian oksigen yang adekuat,
resusitasi cairan dan darah, memastikan akses akses vena terpasang dan koreksi bila
terdapat gangguan pembekuan. Pemasangan pipa nasogastrik dapat membedakan kedua
golongan perdarahan diatas. Bila pada pipa nasogastrik mengalir darah ini berarti sumber
perdarahan dari gastrointestinal atas. Kita dapat memonitor perdarahan dan menentukan
beratnya perdarahan yang terjadi. Pemasangan pipa nasogastrik bukanlah merupakan

indikasi kontra pada perdarahan esophagus. Dengan cara ini kita dapat membersihkan
lambung dan mengurangi risiko aspirasi2,4.
Perdarahan saluran cerna atas
Insiden perdarahan saluran cerna atas dilaporkan oleh El Mouzan sebesar 5% dengan
umur 5-18 tahun. Perbandingan laki-laki dan perempuan sebesar 7 : 1 dengan keluhan
utama sebanyak 69% berupa sakit perut kronik, 21% dengan hematemesis melana dan
sisanya dengan Gejala muntah disertai sakit perut.5 Etiologi perdarahan saluran cerna atas
pada anak dapat kita lihat pada table di bawah 6 :
Neonate [ birth-1 month]
Swallowed maternal blood
Gastritis
Esophagitis
Gastroducdenal ulcer
Coagulopathy associated with infection
Vascular anomaly
Hemorrhagic disease ( vitamin K deficinecy )
Infant/adolescent ( 1 month-18 years)
Gastritis
Esophagitis
Gastroducdenal ulcer
Mallcory-Weiss tear
Varices
Gastrointestinal duplication
Vascular anomaly
Coagulopathy
Hemofilia
Penyebab yang utama dari perdarahan usus halus pada anak adalah dibertikulum meckel
yang berisian mucosa ektopik gaster atau pncreas dan dapat terjadi ulserasi. Diagnosis
ditegakkan dengan pemeriksaan scanning radionuklir dan terapi dilakukan dengan reseksi
divertikulum.6 Duplikasi merupakan penyebab kedua tersering perdarahan usus halus
pada anak dan terapinya juga dengan reseksi, Ulkus pada anak sering terjadi selama

perawatan di UCU pasca operasi . Chaibou M melaporkan bahwa beberapa factor risiko
terjadinya perdarahan saluran cerna atas pada anak yang dirawat intensif dalah gagal
napas, coagulopathy dan nilai PRIMS (pediatric risk of mortality store)= 10.7
Helicobacter pylori dapat menyebabkan gastroduodenal ulcerasi tetapi gambaran lesi
noduler yang difus lebih sering ditemukan pada anak. El Mouzan melaporkan dari 15
anak yang dilakukan bioterapi antrum melalui endoskopi didapatkan 13 diantaranya
(87%) positif H. Pylori.5 Esophagistis karena refluks yang berat pada esophagus dapat
disebabkan karena penyakit neuromuskuler, trauma mekanik karena benda asing, dan
trauma kimia karena tertelan bahan kaustik, obat-obatan dan infeksi. Varises esophagus
pada anak disebabkan hipertensi portal baik intrahepatik maupun ekstrahepatik.
Trombosis vena splanikus dengan vena portal akan menyebabkan terjadinya varises
esophagus.8 Kelainan vaskuler dan duplikasi saluran cerna merupakan penyebab lainya
yang jarang ditemukan pada anak.6
Pada bayi baru lahir pernyebab perdarahan saluran cerna sangat bervariasi. Perdarahan
dapat terjadi karena tertelan darah ibu sewaktu persalinan atau menyusui, dapat juga
terjadi karena esophagitis, gastritis dan ulserasi gastroduodenal. Hematemesis dapat
terjadi karena alergi susu sapi pada bayi yang dapat susu formula, dan defisiensi vitamin
K.6 Mahcado RS melaporkan dua kasus hematemesis sekuler oleh karena gastritis
hemorrhage yang disebabkan karena alergi susu sapi.9 Pada remaja penggunaan analgetik
nonsteroid (NSAID) sering menimbulkan ulkus peptic yang menyebabkan perdarahan
selain robekan Malorry-Weiss, varises gastroesophagus dan gastritis karena alcohol.5
Romanisizen melaporkan kejadian Malorry-Wess pada anak sekitar 0.3%. Banyak faktor
yang menyebakan terjadinya Malorry Weiss sndrome pada anak dan biasanya
bersamaan dengan penyakit saluran cerna lainya seperti gastritis dan duodenitis, infeksi
helicobacter pylori, gastroesophageal reflux dan asma bronchial.10 Riwayat muntah yang
berat dan kemudian muntah darah khas untuk gejala Malorry-Weiss, pada dewasa sering
dihubungkan dengan konsumsi alkohol
Diagnosis dan penatalaksanaan
Endoskopi merupakan prosedur diagnostik dalam evaluasi perdarahan saluran cerna atas
pada anak. Keamanan endoskopi pada anak sama dengan dewasa meskipun masih sedikit
publikasi tentang endoskopi pada anak. Endoskopi lebih diutamakan untuk evaluasi dan

pengobatan pada ulkus dan varises esophagus. Tindakan bedah diindikasikan jika terjadi
kegagalan tindakan non invasif atau endoskopi6.
Perdarahan saluran cerna bawah
Penyebab perdarahan saluran cerna bawah dapat dilihat pada tabel di bawah:
Pada neonatus penting menyingkirkan terjadinya Necrotizing Enterocolitis (NEC),
hal ini jarang ditemukan pada neonatus cukup bulan. Perdarahan rektum pada bayi sering
berhubungan dengan kejadian NEC, jika diagnosis NEC ditegakkan maka pemberian
antibiotika harus dilakukan dan bayi dipuasakan. Penyebab yang sering pada bayi adalah
intoleransi susu sapi yang menyebabkan terjadinya colitis, penyebab lainya adalah fisura
ani.11 Obstruksi usus dengan iskemia yang terjadi pada bayi dan anak dapat menimbulkan
gejala muntah, sakit perut dan darah di tinja yang dapat disebabkan karena volvulus atau
invaginasi. Pada bayi lebih besar penyebab perdarahan retal dapat berupa fisura
anorektal, gastroenteritis infeksi dan invaginasi.6,11
Polyp juvenil, peradangan dan lesi nonneoplastik pada rektosigmoid merupakan
penyebab yang sering dari perdarahan retal pada anak usia sekolah dan remaja.11 Polip ini
bukan suatu keganasan yang sering terdapat pada rektosigmoid. Diperkirakan
kejadiannya sekitar 2% pada anak dengan gejala asimptomatis dengan lokasi tersaring
atau 83,1% pada rektosigmoid.12 Poddar U dkk melaporkan dari 353 anak yang dilakukan
kolonoskopi didapati sebanyak 208 (59%) dengan polip, dan Juvenil poliposis (jumlah
polip lebih dari 5 ) didapat pada 17 (8%) diantaranya dengan rentang umur 3 12 tahun
13 Enterocolitis karena suatu infeksi dapat bermanifestasi sebagai suatu buang air besar
berdarah pada anak. Sindroma Uremia Hemolitik dan Purpura Henoch-Schonlein
merupakan penyakit vaskulitis yang sering ditemui pada anak dengan gajala berupa
ulcerasi dan perdarahan saluran cerna. Penyakit inflamasi usus juga dapat menyebabkan
colitis dan perdarahan rektal pada anak. Kolitis ulseratif didapat 2-4 per 100.000 anak
dan rata-rata umur saat diagnosis ditegakkan 10 tahun.14 Kelainan pembuluh darah seperti
hemangioma, malformasi vena, telangiectasia herediatary hemorrhage merupakan
penyebab yang jarang dari perdarahan saluran cerna bawah pada anak. Pada remaja
perdarahan sering disebabkan oleh karena divertikulum kolon dan penyakit inflamasi
usus.6,11
Diagnosis dan Penatalaksanaan

Kolonoskopi merupakan pilihan dalam diagnosis dan terapi perdarahan saluran cerna
bawah. Polip juvenis dapat diterapi dengan polipektomi melalui kolonoskopi, tindakan
hemostasis lain seperti skleroterapi, elektrokauterisasi, laser dan ligasi banding dapat
dilakukan pada kelainan pembuluh darah kolon pada anak. Rajan R melaporkan
Computerized Tomography (CT) Scan berguna pada perdarahan saluran cerna bawah
akut jika kolonoskopi tidak dapat menemukan lokasi perdarahan dan perdarahan
sementara berhenti dengan sensitivitas sebesar 79%15. Penyakit inflamasi usus dan
Purpura Henoch-Schonlein dapat diobati dengan steroid dan entercolitis karena infeksi
dengan antibiotika. Pengobatan terbaru untuk inflamasi usus pada anak meliputi 5aminosalisylic acid, corticosteroid, azathioprine,6 merkaptopurine, metronidazole dan
cyclosporice. Jika metronidazol tidak efektif dapat dipakai antibiotika golongan
ciprofloxacin dan trimetropin sulfametoksosal.16 Operasi dilakukan pada perdarahan
saluran cerna yang disebabkan karena invaginasi, volvulus atau divertikulum.6
Kesimpulan
Perdarahan saluran cerna pada anak dapat berasal dari saluran cerna atas atau dari saluran
cerna bawah yang menifestasi klinisnya berbeda. Hal yang utama diperhatikan pada
perdarahan saluran cerna pada anak adalah mengatasi agar tidak terjadi shok hipovolemik
karena perdarahan. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah memastikan lokasi
perdarahan. Anamnesa dan pemeriksaan fisik yang tepat akan menghindari kita dari
pemeriksaan penunjang yang berlebihan.

Você também pode gostar