Você está na página 1de 235

Kuliah TBA

Fak Farmasi Unika WM


Juli 2014
Liliek.S. Hermanu

TBA
TEKNOLOGI BAHAN ALAM
Dosen: Liliek Hermanu Dra .,Ms.,Apt
Sumi Wijaya S.Si, Pd.D, Apt
Farida Lanawati S.Si., MSc.

Pustaka

Wijesekera.R.O.B The Medicinal Plant


Industry
National Agency of Drug and Food
Control The Republic op Indonesia,
2004, Monograph Plant Extracts,
volume 1
Badan Pengawasan Obat dan Makanan
R.I 2006, Monografi Ekstrak
tunbuhan Obat Indonesia, volume 2
Agoes G, 2007. Teknologi Bahan
Alam, ITB

Pustaka
Anonim,1994.Petunjuk Pelaksanaan
Cara Pembuatan Obat Tradisionil
Yang Baik ( C P O T B ).Dep.Kes.RI
Jkt
Anonim,2005.Badan Pengawas Obat
dan Makanan R.I.Peraturan Per
Undang-Undangan Di Bid Obat Trad.

Pustaka
Wichtl .M.2004 .Herbal Drugs and
Phytopharmaceuticals.
Monograph Herbal Idonesia 2008

Jadual
Minggu 1

Pendahuluan
Perkembangan
Obat Herbal
Indonesia
Konsep TCM
Konsep Ayurveda

Minggu 2

Pengertian tentang
obat tradisional
Pengertian tentang
BATTRA
Peraturan dan
persyaratan
tentang obat
tradisional

Minggu 3

Tanaman Obat
Indonesia
Obat Asli
Indonesia
Penanaman Obat
secara
Industri(refresh
dari Farmakog)
Bentuk sediaan
dari tanaman

Minggu 4

Simplisia dan
Ekstrak
Penggilingan dan
Ekstraksi Tanaman
Obat
Pemurnian,
Pemekatan, dan
Pengeringan
Ekstrak
Preformulasi

Minggu ke-5

Praformulasi Obat
Bahan Alam
Macam-macam
bentuk Obat Bahan
Alam
Pengembangan
Sediaan Obat
Bahan Alam secara
Teknologi modern

Minggu ke-6

Pengembangan
Bahan Alam
menjadi produk
Instan
Contoh sediaan dan
cara pembuatannya
Fitofarmaka
Diskusi tugas

Minggu ke -7

Evaluasi Produk
Bahan Alam secara
biologi, kimiawi,
dan farmasetis
CPOTB
Fitofarmaka (
lanjutan )
Diskusi dan Kisikisi soal

PENILAIAN
UTS

50 %

UAS

50 %

Ujian tulis 40 %
Nilai Tugas 10%

Ruang Lingkup

Botani Farmasi
Farmakognosi
Fitokimia
TEKNOLOGI BAHAN ALAM
Fitomedicine/ Medicinal Plants/
Herbal Medicine
Farmakologi

PENDAHULUAN
Obat trad telah digunakan oleh masyarakat
sejak jaman dulu sampai sekarang.
Sangat erat hubungannya dengan tradisi
dan budaya bangsa.
OAI dimanfaatkan secara optimal
terutama utk peningkatan dan
pemeliharaan kes,baik melalui swapengobatan maupun pelayanan kesehatan.

OAI diharapkan berkembang terus di


Indonesia sehingga unggul dimata
negara negara lain.
Terkait dengan stake holder menuju
product improvement : efficacy,
safety ,quality, Product Performance
Pada sist kes nasional , posisi OAI,
harga terjangkau 40% penduduk
menggunakan OT

Obat Tradisional
Bahan atau ramuan bahan yang berupa
tumbuhan , bahan hewani, mineral,
sediaan galenika , atau campuran
bahan-2 tersebut. yang secara
tradisional telah digunakan untuk
pengobatan berdasarkan pengalaman
Berdasar pada pembagian obat bahan
alam Indonesia obat tradisional
disebut juga Jamu

Peraturan dan
Persyaratan OBAI
Peraturan Per-Undang-2 an di bidang
OT, OHT dan Fitofarmaka / BPOM
2005
Klaim khasiat, logo , dsb
Larangan bahan tambahan OBA
Contoh sediaan OT,OHT, dan FF

Seiring dengan perkembangan


teknologi di Indonesia maka jamu
berkembang menjadi obat herbal
terstandar dan selanjutya kearah fito
farmaka dan semua ini dimasukkan
menjadi Obat bahan Alam Indonesia.
Pengelompokan obat bahan alam
Indonesia berdasarkan BPOM 2005

OAI akhirnya berkembang menjadi


OBAI
OBAI akhirnya menjadi Jamu ( Obat
tradisional ), Obat Herbal Terstandar
dan Fitofarmaka
Pengelompokan tersebut berdasar
pada klaim khasiat, uji produk maupun
penandaan logo produk.

Penggunaan OBAI, mempunyai tujuan


sebagai preventif, promotif, kuratif,
maupun rehabilitataif.
Diharapkan pelayanan kesehatan kpd
masyarakat dapat meningkat melalui
pihak-2 yang berwenang melalui
YanKes formal
Stake holder

Stake Holder OAI

DEP. KES.
*BADAN P O M
R.S
* INDUSTRI
DOKTER
* SEKTOR
FARMASIS
TERKAIT
PERG.TINGGI
*LEM.RISET
MASYARAKAT

Konsep TCM dan


Ayurveda
TCM
Dlm pengobatan tradisional Cina ,
obat trad mengandung 4 kategori
komponen , dalam setiap komponen
dapat terdiri atas satu atau lebih
komponen dalam tiap-2 kategori

Komponen pada TCM


Jun,komponen utama yg merupakan bahan
dg efek terapeutik utama
Chen , komponen kedua utk meningkatkan
kerja efek terapeutik utama
Zuo , komponen ketiga bertujuan menekan
efek samping sekunder dr komponen utama.
Shi, mengarahkan efek terapeutik pd
sasaran yg diperlukan atau bekerja sbg bh
tambahan.

Tradisional Chinese
Medicine
Memanfaatkan jenis tanaman obat
Penjualan Domestik TCM
180 item TCM dlm daftar Obat Progr
Pem bersama dg obat modern
Beberp TCM memperoleh FDA
approval Tan SengTit Yuang = tabl
ginseng

TCM
Promosi TCM melalui International
Exhibition di Cina maupun Negara
Maju lainnya.
Kurang lebih 1500 Perusahaan
memproduksi TCM dlm bentuk bhn
baku

AYURVEDA
=ilmu kehidupan
Prayojana, Swasthya, Dhathusamya

Prayojana
Pertimbangan untuk perbaikan dan
pemeliharaan dari keseimbangan metabolik.
Kesehatan Swasthya 2 bag dari
keseimbangan metabolisme Dhatusamya.
Prasannaatma indryamana kes,
kesejahteraan jiwa badan, dan perasaan
Ke-tdk- nyamanan fisik,kesakitan derita
mental perasaan tdk enak Dukka.

Penderitaan Dukka
Agantuka /umum atau formal, Sharirika
fisik, Manasika /mental,
Svatbhavika./kebiasaan
Agantuka / umum atau formal suatu
penyakit yg berasal dari luka bagian luar.
Shariraka / fisik peny.ringan yg berasal
dari dalam yg disbbkan oleh nutrisi dan
metabolisme yg tdk seimbang.

Contoh pertumbuhan yg menyebab kan


kondisi dan infeksi.
Manasika pertimbangan bagi kejiwaan
pada ilmu kedokteran modern.
Penyebab Ketidakseimbangan
kemarahan,kebanggaan,ketamakan,kebencia
n, suatu keinginan yang tdk terkendalikan,
dll.
Sabhavika melindungi perwujudan yg
alami terasa lapar,rasa haus,rasa
ngantuk,dll

Konsep Ayurvedis
Uphashaya mendekati kebijaksanaan
yang digunakan untuk kombinasi dari
Aushada /agen atau pemeriksaan dan
pengobatan,Anna/ berpuasa, Vihara,
pelajaran agama.
Dukungan 3 Pramanas/persetujuan
Pratyaksha: observasi lgs dg perasaan yg
berarti,Anumana, kesimpulan dg logika
induktif atau deduktif, Aptopadesha,bukti
yg didasarkan pd perkataan seor penerima
kekuasaan

Perkembangan OBA di
bebrp negara lain
JERMAN
Mulai 1993 prasyarat praktek dokter
54 % herbal Medicine di Jerman diperoleh
melalui resep dokter dan pembiayaan
ditanggung oleh asuransi kes
65 % penduduk Jerman menggunakan HM
utk pegobatan
Penerapan teknologi maju dlm proses
ekstraksi

Di Hongaria
Sediaan Farmasi yg berasal dari bhn
alam tlh dikembangkan menjadi
bentuk aerosol,kapsul,tablet
kunyah,krem,tablet salut
gula,drops,emulsi,gel,granulat,
campuran the,,dsb

Herbal product di U S A
FDA- obat hrs aman dan efektif
sesuai dg persyaratan pada label
sebelum dipasarkan, produk herbal
termasuk klasifikasi pelenkap
makanan dan dipasarkan sesuai dg
ketentuan DSHEA ( dietary
supplement healt and education act
1994 )

ObatBahan Alam
Indonesia
Jamu: warisan nenek moyang yang
dilestarikan masyarakat Indonesia,
data empiris
Melalui penelitian-2 preklinis menjadi
Obat Herbal Terstandar
Menjadi suatu formulasi/ Sediaan
menjadi Fitofarmaka melalui uji klinis

Peraturan dan
Persyaratan OBA
Peraturan Per-Undang-2 an di bidang
OT, OHT dan Fitofarmaka / BPOM
2005
Klaim khasiat, logo , dsb

ARAH PEGEMBANGAN
OBAT TRADISIONAL
INDONESIA (O A I)

PEMBUKTIAN EMPIRIS TURUN


TEMURUN JAMU
UJI PRAKLINIK OBAT
TRADISIONAL SEDIAAN
EKSTRAK ALAM
UJI KLINIK PENGOBATAN
FITOFARMAKA
SWA PENGOBATAN KEARAH
YANKES FORMAL

OBAT DARI BIOTA


LAUT
1.ACYCLOVIR ( ZOVIRAX ) sponge, dari
FLORIDA COAST
2.CYTARABINE ( CYTOSAR) idem 1
3.CEPHALOSPORINS,dari
MEDITERRANIAN SEA.
4.BRYOSTATIN 1 , dari bryozoan
BUGULA NERITINA.
5. DOLOSTATIN 10, dari sea hare
DOLABELLA AURICULA
6.SPIRULINA, dari ganggang
7.TURAHIU dari tulang rawan hiu.

Tanaman unggulan
penelitian di Indonesia

Sambiloto, Daun ungu


Pegagan, cabe jawa
Jati blanda , San Rego
Tempuyung , Pasak bumi
Temulawak ,Kencur,
Pace , Daun Jinten, Pala

SIMPLISIA

Arah pengembangan
industri
Menjadikan agromedisin Indonesia sbg
komoditas farmasi unggulan yg
berstandar mutu internasional baik
sbg produk antara maupun produk
jadi (ekstrak,minyak atsiri,produk
aroma terapi,makanan kesehatan dan
obat)

KEBIJAKAN STRATEGIS
PENGEMBANGAN O A I
OBAT ALAM INDONESIA = HERBAL
MEDICINE
MEMBANGUN NETWORKING
ANTARA INDUSTRI DAN LEMBAGA
RISET YG DIDUKUNG OLEH
PEMERINTAH.
STANDARISASI
BUDIDAYA TANAMAN OBAT /
AGROMEDICINI

Kebijakan
Jaminan mutu/quality assurance
Pembinaan Industri OAI
Pengembangan OAI utk GO GLOBAL
Didukung : Riset yang kuat bertumpu pada
Quality,Safety & Efficacy
.Perintisan penggun OAI pd pelay kes
.Pengemb market OAI domestik dan ekspor

OBAT ALAM
INDONESIA
DIMANFAATKAN SECARA
OPTIMAL TERUTAMA UNTUK
PENINGKATAN DAN
PEMELIHARAAN KESEHATAN BAIK
MELALUI SWA PENGOBATAN
MAUPUN PELAYAN AN

Kesimpulan
Pengobatan Tradisional yg aman dan
bermanfaat perlu dibina,
dikembangkan dan diawasi
mewujudkan derajad kesehatan yang
optimal, regulasi pengobatan
tradisional
Pelayanan dari non formal menjadi
formal

Pengobatan Tradisional
( Jenis )

Pengob berdasar ramuan obat trad


Menggunakan ketrampilan
Terkait dengan ajaran agama
Menggunakan pendekatan supra
natural

BATRA di INDONESIA mrt


KEAHLIAN
Asli Indonesia
Ketrampilan
1. Pijat urut
2. Pijat tuna netra
3. Patah tulang
4. Sunat
5. Dukun bayi
6. Tukang gigi
7. Bokem

Luar Indonesia
Ketrampilan
1. Refleksi
2.Akupunture

Ramuan asli Indonesia


Ular kobra
Gurah

Ramuan luar Indonesia


Aromaterapi

BATTRA DI INDONESIA MENURUT


KEAHLIAN (CARA PENGOBATAN)
ASLI INDONESIA
A. BATTRA KETERAMPILAN
1. BATTRA PIJAT-URUT
2. PIJAT TUNA NETRA
3. BATTRA PTH TULANG
4. BATTRASUNAT
5. BATTRA/DUKUN BAYI
6. BATTRA/TUKANG GIGI
7. BATTRA BOKEM
8. DLL

LUAR INDONESIA
A. BATTRA KETRAMPILAN
1. PIJAT REFLEKSI
2. AKUPRESURIS
3. PIJAT SHIATSU, TUINA
4. PIJAT QIGONG
5. PIJAT ALA THAI. DLL
6. TOUCH FOR HEALTH
7. AKUPUNKTURIS,
8. KIROPRAKTOR
9. ALEXANDER TEKNIK
10. OSTEOPATIS,
11. HIDROTERAPIST,
12. SPA TERAPIS, DLL

BATTRA DI INDONESIA MENURUT


KEAHLIAN (CARA PENGOBATAN)
ASLI INDONESIA
B .BATTRA RAMUAN
1. BATTRA RAMUAN INDON. /
TABIB DNG RAMUAN
INDONESIA
2. BATTRA GURAH, TABIB
3. BATTRA ULAR COBRA
4. BATTRA SPESIFIK : SAKIT
5. KULIT, IMPOTENSIA,
6, DLL

LUAR INDONESIA
B .BATTRA RAMUAN
1. HOMOEOPATI
2. AROMATERAPIS,
FLOWERTERAPY
2. TABIB PENGOBATAN MATA
3. SINSHE UMUM
4. SINSHE KHUSUS: KANKER
HEMORRHOID, NARKOBA,
5. DLL

DEFINISI :

PENGOBATAN TRADISIONAL adalah


Pengobatan dan/atau perawatan dengan
cara,obat, dan pengobatnya yang mengacu
kepada pengalaman, ketrampilan turun
temurun, dan/atau pendidikan/ pelatihan, dan
diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku
dalam masyarakat

REGULASI
PENGOBATAN TRADISIONAL
LANDASAN HUKUM :
- Peraturan Menkes : No. 1186/Menkes/Per/
XI/1996 ttg Pemanfaatan akupuntur di
sarana Pely.Kes
- Keputusan Menkes : No. 0584/Menkes/SK/
VI/1995 ttg Sentra Pengembangan
penerapan Pengobatan Tradisional
- Kep.Menteri RI no.1076/Menkes/SK/VII/
2003 ttg Penyelenggaraan pengobatan
tradisional
- Kep.Menkes no. 1277/Menkes/SK/VIII/2003
ttg tenaga Akupuntur

FITOTERAPI
ADALAH SEDIAAN OBAT DARI BAHAN
ALAM,TERUTAMA DARI BAHAN ALAM
NABATI YANG TELAH JELAS
KHASIATNYA DAN BAHAN BAKUNYA
TERDIRI DARI SIMPLISIA ATAU
SEDIAAN GALENIK YANG TELAH
MEMENUHI PERSYARATAN MINIMAL
SEHINGGA TERJAMIN KESERAGAMAN
KOMPONEN AKTIF, KEAMANAN DAN
KEGUNAANNYA.

Pengobatan Tradisional
Cina

Jun,komponen utama yg merupakan bahan


dg efek terapeutik utama
Chen , komponen kedua utk meningkatkan
kerja efek terapeutik utama
Zuo , komponen ketiga bertujuan menekan
efek samping sekunder dr komponen utama.
Shi, mengarahkan efek terapeutik pd
sasaran yg diperlukan atau bekerja sbg bh
tambahan.

Tradisional Chinese
Medicine
Memanfaatkan jenis tanaman obat
Penjualan Domestik TCM
180 item TCM dlm daftar Obat Progr
Pem bersama dg obat modern
Beberp TCM memperoleh FDA
approval Tan SengTit Yuang = tabl
ginseng

TCM
Promosi TCM melalui International
Exhibition di Cina maupun Negara
Maju lainnya.
Kurang lebih 1500 Perusahaan
memproduksi TCM dlm bentuk bhn
baku

Di Jerman
Mulai 1993 prasyarat praktek dokter
54 % herbal Medicine di Jerman diperoleh
melalui resep dokter dan pembiayaan
ditanggung oleh asuransi kes
65 % penduduk Jerman menggunakan HM
utk pegobatan
Penerapan teknologi maju dlm proses
ekstraksi

Di Hongaria
Sediaan Farmasi yg berasal dari bhn
alam tlh dikembangkan menjadi
bentuk aerosol,kapsul,tablet
kunyah,krem,tablet salut
gula,drops,emulsi,gel,granulat,
campuran the,,dsb

Herbal product di U S A
FDA- obat hrs aman dan efektif
sesuai dg persyaratan pada label
sebelum dipasarkan, produk herbal
termasuk klasifikasi pelenkap
makanan dan dipasarkan sesuai dg
ketentuan DSHEA ( dietary
supplement healt and education act
1994 )

India,Burma,Bangladesh,
Nepal,Pakistan,Sri
Lanka,and Thailand

=Science of life
Prayojana
Swasthya
Dathusamya
Prasanna atma indriya mana

PENDAHULUAN
Input -> obat asli Indonesia
Proses-> instrument,metode,
kelompok sasaran
0utput->sasaran sosialisasi

Instrumen
1. Institusi
Pemerintah,depkes,BPOM.lemb
LitBang Kes,
(LIPI,BPPT,BALITRO,BALITBANGK
ES,dll),DEP PERTANIAN,DEP.
PERINDUSTRIAN dan
PERDAGANGAN

2. PERG TINGGI
3. GP JAMU & ASS.PERD TAN OBAT
4. MEDIA (CETAK& ELEKTRONIK)

KELOMPOK SASARAN
PRAKTISI INDUSTRI OBAT
TRADISIONAL
PRAKTISI MEDIS
MASYARAKAT UMUM/KONSUMEN

-
Tahap uji toksisitas lanjut(uji
toksisitas sub akut,kronik,dan
berbagai uji toksisitas khusus,
Tahap pengembangan sediaan dan
standarisasi
Tahap pengujian klinik pada manusia.

Penyiapan Formulasi
Bahan Alam

Bahan baku Simplisia dan Ekstrak


Simplisia
Ekstrak terstandar
Produk jamu, ekstrak terstandar,
fitofarmaka
Evaluasi

Beberapa terminologi
standar dlm ekstraksi
Menstrum , pelarut atau campuran
pelarut yg digunakan utk ekstraktor
Micella , larutan yg mengandung
bahan hasil ekstraksi
Rinsing, disolusi dari bahan ekstraksi
yg keluar dari sel yg hancur, atau
disingkat pembilasan
Lixiviation, ekstraksi dg menggunakan
air sbg pelarut/ leaching

Yang hrs diperhatikan ttg


pembuatan ekstrak utk
formulasi bahan alam
Jml simplisia yg akan diekstraksi.
Jumlah ini akan digunakan utk
perhitungan dosis. Selain itu juga
identifikasi simplisia harus benar dan
memenuhi jaminan mutu
Derajad kehalusan simplisia.Hal ini
penting utk mengupayakan agar
penarikan dapat berlangsung
semaksimal mungkin.

Ada 3 kelompok ukuran serbuk,


ukuran kasar serbuk ukuran sedang
dan ukuran halus.
Persiapan ekstraksi, biasanya
menggunakan cara perkolasi
Bagaimana untuk derajad kehalusan
simplisia dg cara ektraksi
menggunakan perkolator?

Ekstraksi Tanaman Obat


Adlh pemisahan secara kimia atau
fisika suatu/sejumlah bahan padat
atau bahan cair dari suatu padatan.(
tanaman obat).
Biasanya operasi ini menggunakan
pelarut utk mengekstraksi bahan
tanaman . Praktek ini secara umum
merupakan ekstraksi padat cair , yg
berlangsung dlm 2 proses secara
paralel al

pelepasan ( release) bahan yg


diekstraksi melalui proses dari sel (
tanaman ) yang telah dirusak, dan
pelepasan bahan yg diekstraksi
melalui proses melalui proses difusi
Proses difusi biasanya akan
ditingkatkan apabila tanaman
mengalami perlakuan dengan air, atau
pelatrut yg mengandung air , yg akan
menyebabkan terjadinya
pengembangan / pemelaran-

Pemelaran ( swelling), pada sel


sehingga terjadi peningkatan
permeabelitas atau pecahnya dinding
sel
Prosedur ekstraksi tanaman ada 2
kelompok: 1. Saat terjadi
kesetimbangan konsentrasi ( dalam
batas yg sebelumnya sdh ditetapkan)
antara bahan dengan larutan (
tinctura, dekok, maseras)

Yang ke 2: Satu bahan aktif


diekstraksi secara maksimal ( dari
zat yg larut) didalam medium yang
telah dipilih
Dalam industri diplih cara ini

Parameter yg
mempengaruhi ekstraksi

1. Pengembangan/ pemelaran
2. Difusi,pH,ukuran partikel dan suhu
3.Pilihan pelarut ekstraksi

STANDAR
Pengertian Standar
Adlh Spesifikasi tehnis atau sesuatu yg
dibakukan, disusun berdasrkan
konsensus semua pihak terkait
dengan memperhatikan syarat-2
kesehatan, keselamatan,
perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi(IPTEK) serta berdasrkan
pengalaman perkembangan masa kini
dan masa yad utk memperoleh
manfaat yg se-besar-2nya.

DSN

Adlh wadah non struktural yg


menyelenggarakan koordinasi,
sinkronisasi dan membina kerjasama
instansi teknis berkenaan dg kegiatan
Standarisasi dan metrologi.
Menyampaikan saran dan
pertimbangan kpd Presiden mengenai
kebijaksanaan nasional dibidang
standarisasi dan pembinaan standar
nasional utk suatu ukuran

Praformulasi
Bahan baku Fitofarmaka
Kand zat aktif beraneka ragam dan dlm
jmlh yg kecil dipilih senymarker
Bag terbesar adl matrikpembawa ekstrak
spt selulose,klorofil,lemak,seny
gula,resin,tanin,asam organik,saponin dlll
Sbg ekstrak terstandar dan memenuhi
persy.farmasetika
Konsep ekstrak setara dg bahan aktif

Studi preformulasi
Merupakan suatu studi yg menunjang
proses optimasi suatu sediaan obat
melalui penentuan dan mengidetifikasi
sifat-2 fisika dan kimia yg penting
dlm menyusun formulasi sediaan obat
agar aman digunakan oleh pasien.

Bahan aktif ekstrak?


.
Selain data fisika dan kimia dari
bahan berkhasiat,adanya interaksi
antara komponen yg digunakan dlm
sediaan akhir, perlu diperhatikan juga
kontuinitas pemasok bahan baku
maupun bahan pembantu,krn dpt
mempengaruhi penampilan sed.fisik/k.

Tujuan utk mencapai


persyratan bioavailabilitas
Interakasi seny.bioaktif dg pembawa ekstrak
berpengaruh pada pelepasan zat aktif,kelarutan
,disolusi dan stabilitas
Matrik pembawa ekstrakdlm porsi yg besar akan
berperan utama atau penentu dlm proses
formulasi dan manufakturnya.
Bhn baku ekstrak umumnya bersifat
higroskopis,lengket,dan voluminus aliran dan
kompresibilitas jelek,rasa dan bau tdk enak,media
mikroba

Jamu,OHT,Fitofarmaka
Tk kompleksitas kompl kimia

1.Senyawa murni
2. Ekstrak tunggal
3.Simplisia tunggal
4.Campuran ekstrak
5.Campuran simplisia ( herbal tea)

Seny murni obat konvensional


Ekstr tunggal,simpl tunggal.camp
ekstrak,camp ekstr,camp simpl memp
permasalahan sama krn semua
bersifat multi komponen dg komp
aktif yg sebag blm teridentifikasi

Pada uji praklinik sering dijumpai aktivitas


meningkat pada waktu,dosis diturunkan.--
kontrol kualitas perlu dilakukan sejak
tahap budidaya hingga pd tahap produk
jadi./ OBA
Tdk dpt seketat obat konvensional yg
identitas dan prosedur analisis sdh mapan

Contoh Fitofarmaka dan


OHT,BPOM 22 Maret 05
Fitofarmaka
1. Nodiar ( KF)
2.Rheumaneer ( ny Meeneer)
3.Stimuno ( Dexa )
4.Tensigard Agromed ( PhapPros )
5. X-Gra ( Phapros )

Obat herbal terstandar


BPOM 22 Maret 2005

Diameneer Diapet
/soho
Glucogard/ HiPhapros
Stimuno
Kiranti
Kuat
sehat DB
segar/D.
teratai
Rhemakur Sehat
/Phytoche tubuh/Bu
mindo
nga
Reksa
Teratai

Fitogaster
/ KF
Irex
Max/B 7
Lelap
/soho

Fitolac
/KF
Kiranti
pegel linu
Psidii/tra
dimun

Songgolan
git /
S.Herbal
Ind

Stop diar
plus,/A M
Virugon/
K

Studi preformulasi
Merupakan suatu studi yg menunjang
proses optimasi suatu sediaan obat
melalui penentuan dan
mengidentifikasi sifat-2 fisika dan
kimia yg penting dlm menyusun
formulasi sediaan obat agar aman
digunakan oleh pasien.

Preformulasi utk bahan


alam
Diterima bahan aktif, simplisia,
ekstrak atau isolat
Pemeriksaan
standarisasi,(makroskopis,
mikroskopis dsb
Pemeriksaan sifat fisika, kelarutan
dsb sesuai monografi herbal

Pengusulan bentuk sediaan


Data pustaka
Bentuk sediaan
Uji sediaan : uji mutu fisik,
penentuan kadar bahan berkhasiat
maupun kualitatifnya
Uji efek sediaan
Pembuatan sediaan , lengkap dengan
bahan tambahan lanjut persiapan
kerja

Bahan aktif ekstrak


Interaksi senyw bioaktif dg pembawa
ekstrak berpengaruh pd pelepasan zat
aktif,kelarutan,disolusi dan stabilitas
Matrik pembawa ekstrak dlm porsi besar,
akan berperan utama atau penentu dlm
proses formulasi dan manufakturnya.

Bahan aktif ekstrak?


.
Selain data fisika dan kimia dari
bahan berkhasiat,adanya interaksi
antara komponen yg digunakan dlm
sediaan akhir, perlu diperhatikan juga
kontuinitas pemasok bahan baku
maupun bahan pembantu,krn dpt
mempengaruhi penampilan sed.fisik/k.

Sebag besar merup bhn-2 sekunder (garam


organik dan anorganik,gula-2
polisakharida,dsb) yg dpt mempengaruhi
teknologi pembuatan dan stabilitas
sed.murni
Sebelum dikembangkan utk formulasi
sed.farmasi pd ekstr tan hrs dilakukan
terlbh dahulu perlakuan awal spt defatting

..dan inaktivasi enzim.Tujuan perlakuan ini


adlh
1.Menghilangkan bhn tdk aktif berupa miny
dan lemak yg akan menghalangi pembuatan
ekstr kering dan sed farmasi berbentuk
padat
2.Menghentikan degradasi o/ enzim bh
berkhasiat dlm med air/alk encer

2 macam ekstrak
Ekstr total ekstr mengandung semua bhn
terekstraksi yg diperolehdg pelarut air
atau hidroalkohol
Ekstrak murni ekstrak tdk lagi
mengandung zat-2 yg tdk diperlukan dan
tdk mempengaruhi proses penghilangan zat
inert

Zat inert e.g resin,lemak,


gula-gula.
Semua bhn yg merupakan penghalang
/penghambat utama dlm sed farmasi terut
sed.padat yg bersifat
higroskopis,menybbkan pelengketan shg
menimbulkan bnyk masalah dlm formulasi
Ekstrak trad,cair,kental,padat,
kering/murni

Pegangan rasionalisasi
pengemb.sed bhn alam
Lebih baik menyusun s/ formulasi sed
yg mudah dan sederhana
Mengandung ekstrak 2-3 macam.
Perlu dihindari memasukkan beberp
ekstrak yg menunjukkan jenis
aktivitas farmakologi sama
Pada ob trad msh srg ada.

Bhn baku ekstrak


sifat-2 a.l

Higroskopis, lengket dan voluminus.


Aliran dan kompresibilitas jelek
Rasa dan bau tidak enak
Media mikroba

Sediaan
Fitofarmasi/Phytopharmace
utical
Ekstrak terstandar
Ekspien Formulasi Proses
ManufakturProduk Fitofarmaka.

Sediaan ob.tradisional
Men Kes R.I
1.Serbuk
2.Pil

6.Cairan obat
dalam/luar
7.Sari jamu

3.Dodol /jenang

8.parem,pilis,tapel

4.Pastiles

9.Koyok

5.Kapsul

10.Salep/krim

Serbuk
Sed.ob.trad berupa butiran homogen
dg derajad halus yg cocok.bhn.bakuny
berupa simplisia,sed.galenik atau
campurannya.
Keseragaman bobot,kadar air,,angka
lempeng total,angka kapang dan
khamir.

Mikroba patogen ,negatif


aflatoksin tdk lbh dr 30 bpj
Bahan tambahan, pengawet serbuk dg bhn
baku simplisia dilarang ditambahkan bahan
pengawet.
Serbuk dg bh baku sed galenik dg penyari
air atau camp etanol-air bila diperlukan dpt
ditambahkan bh pengawetpersyratan spt
pengawet pd sed pil.
Pemanisgula pasir,aren,gl kelapa,bit&
pemanis alam /blm menjadi zat kimia murni

Pengisi sesuai dg pengisi yg


diperlukan pd sed galenik
Wadah dan penyimpanan, dalam
wadah tertutup rapat ,disimpan pd
suhu kamar,ditempat yg terlindung
dari sinar matahari.
Bahan pengawet,nipagin,nipasol,asam
sorbat,atau garamnya,garam natrium
benzoat dlm suasana asam,lainnya

Pil
Sed.padat obat trad beruoa massa
bulat,bh bku berupa simpl,sed
galenik,atau campurannya
Keseragaman bobot,kadar air,waktu
hancur,ALT,angka kapang dan
khamir,mikroba patogen
neg,aflatoksin tdk lbh dr 30 bpj,dll

Kapsul
Sed ob tradisional yg terbungkus
cangkang keras atau lunak bhn
bakunya terbuat dr sed galenik dg
atau bahan tambahan.
Waktu hancur tdk lbh dr 15 menit
Keseragaman bobot FI,dll sama

Cairan obat dalam


Sed. Ob tradisional berupa
larutan,emulsi,atau suspensi dlm air,bh
bakunya berasal dari serbuk simplisia,atau
sed galenik,dan digunakan sbg ob.dalam.
Sari jamu cairan ob dlm dg tujuan tertentu
diperbolehkan mengand etanol/ tidak lebih
dari 1 % v/v pada suhu 20 C.

Parem,pilis,dan tapel
Sed padat ob.tradisional bh baku
berupa serbuk atau simplisia,sed
galenik,atau campurannyadan
digunakan sbg obat luar.
Kdr air tdk lbh dr 10 %, ALT tdk lbh
dr 10^5,dsb

Koyok
Adl sed.ob tradisional berupa pita
kain yg cocok dan tahan air yg dilapisi
dg serbuk simplisia,sed
galenik,digunakan sbg obat luar,dan
pemakaiannya ditempelkan pada kulit.
ALT,mikroba patogen neg,dsb

Beberapa contoh sediaan


tablet bh baku ekstrak

R/ Ekstr Valerianae 150,0


Aerosil pur
20,0
Amilum Solani
20,0
Basahi semua dg gliserin-isopropanol
kemudian keringkan
Granulasi dg setil isopropanol 10 % sekitar
20/zat kering
Dispersi dan keringkan
Fasa luar lubrikan
80,0

Sediaan kapsul
Tiap kapsul mengandung:
Extractum Sennae Fructi 11,0-96,0
mg, idem 139,0-54,0 mg,aetheroleum
anisi 10,0 mg, aetheroleum carvi 10,0
mg,eksipien -.

Perkembangan Produksi
Fitofarmaka
Suatu ilmu pengetahuan dan teknologi
berdasarkan perkembangan
fitofarmaka untuk memecahkan
permasalahan bangsa dan
meningkatkan daya saing bangsabangsa

Peraturan pendidikan yang lebih tinggi pada konstruksi


pengetahuan ekonomi dan demokrasi masyarakat lebih
kuat daripada biasanya. Kontribusinya pada
pengetahuan menyebabkan pertumbuhan ekonomi dan
penurunan kemiskinan yang dilaksanakan melewati
kapasitas untuk melatih kecakapan dan menyesuaikan
kemampuan kerja, menghasilkan pengetahuan yang
baru untuk meningkatkan daya saing bangsa,
kesempatan dan penyesuain pengetahuan global untuk
penggunaan local.
Pemerintah diwakili oleh DGHE, memiliki tanggung
jawab untuk meletakkan dalam tempat yang
memungkingkan struktur dan infrastruktur untuk
membangkitkan intuisi untuk menjadi lebih inovatif
dan responsif pada kebutuhan untuk memperbaiki
daya saing bangsa.

Ilmu Pengetahuan dan


Teknologi yang Didasarkan
Pada Fitofarmaka

Ilmu pengetahuan dan teknologi yang didasarkan


pada pertumbuhan ekonomi untuk
mengembangkan / meningkatkan
persaingan bangsa-bangsa

Budaya sehat
Dengan
Tanaman
obat

jamu

Obat
herbal terstandar

fitofarmaka

Ilmu pengetahuan dan teknologi yang


Didasarkan pada asuransi untuk
Mengembangkan / meningkatkan
Quality-safety-efficacy

Peningkatan
Kesehatan dan
Kualitas hidup
Manusia dan
masyarakat

Produk, pemilihan, perubahan,


penjualan dan penggunaan ilmu dan
teknologi
Budaya komunitas

-peraturan
-perlindungan
-asuransi

pemerintahan

Kolaborasi
Kebijakan
Dan peraturan

Produk berkualitas,
Aman dan manjur

Ilmu dan
teknologi

Industri

Kolaborasi antara
Penelitian dan
perkembangan
Pendidikan
tinggi

Bahan tanaman

Strategi berpikir secara ilmiah

-Tradisional
- kepercayaan nenek
Moyang
-Berhubungan
Dengan terapi

simplisia

Obat tradisional
jamu

Mengandung
Banyak
Komponen
Kadar kecil
Dan besar

Ekstrak atau fraksi


-Obat herbal terstandar
- fitofarmaka

Mengandung
Komponen jumlah
Besar (>2%)

Bahan isolat

Obat (modern)

Ekstrak sebagai bahan farmasetik yang cocok dijamin kandungan


Kimiannya tetap / tidak berubah

Tanaman
obat

Eks
trak
jamu

Obat
herbal terstandar

Efek terapetik

fitofarmaka

Ekstrak diasumsikan sebagai ekivalen obat yang sama dengan


multi komponen dengan tujuan terapetik

Ekstrak Fitofarmaka
Ekstrak:
Ekstrak marker
Ekstrak dengan tambahan bahan aktif lain
Fitofarmaka:
Menurut Dr. Rudolf bauer (Jerman):
Ekstrak merupakan obat yang rasional, oleh karena
itu:
Harus distandarisasi
Berdasarkan ilmu kefarmasian, kualitasnya harus dapat
diterima
Rasional
Dapat diproduksi ulang

penelitian

Sediaan tradisional:
Sediaan serbuk
Godogan simplisia

simplisia

proses

Beda
Kandungan
kimia

Beda khasiat

ekstrak

Sediaan cepat
Saji:
kapsul
tablet
kaplet
sirup

Riset:
bukti aman
bukti respon
bukti klinik

Perbedaan pada jalur


(Therapy approach)

Obat = senyawa
tunggal

Ekstrak = senyawa
kompleks

Respon biologi
Tunggal
Beberapa efek
samping
Kemungkinan ada efek biologi yang
kompleks:
1. Respon komprehensif
2. Respon sinergis / potensiasi
3. Efek samping supresi / eliminasi
4. Eliminasi metabolisme toxic
5. Target baru berdasarkan terapi
6. Preventive
7. Suportive
8. Immunomodulasi
9. Excessive freeradical scavanger
Tetapi, membutuhkan keamanan
Yang lebih tinggi

Paradigma : kualitaas keamanan - keefektifan

terstandar

1 komitmen
2 tanggung jawab

Jaminan keajegan komposisi


Standar (didefinisikan)

Memenuhi
Parameter
standar

Baku standar
Badan POM

Regulasi badan
POM

Data baku industri:


1. Kadar komponen
2. respon biologis
3. efek klinik

masyarakat

Tanaman obat

Input

Standarisasi

Proses

Output

Menghasilkan efek

Jamu
OHT
Fitofarmaka

Simplisia

jaminan

Komitmen

Teruji secara
klinik

quality
safety
efficacy

Keajegan kimia

Marker - compound

Keajegan respon

Bio - marker

masyarakat

CPOTB
DEPKES 2000 , Cara Pembuatan Obat
Tradisional Yang Baik
Organisasi
Personalia
Bangunan
CDOB

SELAMAT BELAJAR

DISKUSI DAN KISI KISI


SOAL UTS

CATATAN
HAND OUT MASIH BERUPA
SINGKATAN ATAU IKHTISAR,
URAIAN DIBERIKAN PADA
SAAT TATAP MUKA, HARAPAN
DPT DIFAHAMI SAAT
PENJELASAN PD SAAT SETIAP
TATAP MUKA DILENGKAPI DG
JOURNAL-2 BHN ALAM
TERKINI

MATERI SESDH UTS ( BAHAN


UAS )
BAHAN AKTIF DAN BAHAN
TAMBAHAN SEDIAAN OBAT
BAHAN ALAM
CARA UJI SEDIAAN BAHAN
ALAM
BA,BE OBAT BAHAN ALAM
DOSIS PEMAKAIAN
CONTOH-2 FORMULA DAN
CARA PEMBUATAN MASINGMASING

TEKNOLOGI BAHAN ALAM


TEKNOLOGI EKSTRAK
Team teaching
Dra. Liliek S. Hermanu, MS., Apt
Farida Lanawati, S.Si., MSc
Sumi Wijaya, S.Si., Ph.D., Apt

PUSTAKA
1. Agoes, G. 2007. Teknologi bahan alam.
Penerbit ITB. Bandung
2. Anonim. 2000. Parameter standarisasi ekstrak.
Departemen Kesehatan RI. Jakarta
3. Voigt. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
4. List & Schmidt. 1989. Phytopharmaceutical
Technology. CRC Press. New York

In archeological excavations 250 km


south of Baghdad extraction pots from
about 3500 BC were found, made from
a hard, sandy material presumably air dried brick earth. It is supposed that in
the circular channel was the solid feed,
which was extracted by a Soxhlet - like
procedure with water or oil. The
solvent vapors were condensed at the
cap, possibly cooled by wet rags. The
condensate then did the leaching and
was fed back through holes in the
channel to the bottom.

Several Sumerian texts also confirm that a


sophisticated pharmaceutical and
chemical technology existed. In the oldest clay
tablets of 2100 BC, found 400 km south of
Baghdad, is a description of a simple batch
extraction:
purify and pulverize the skin of a water
snake, pour water over the amashdubkasal
plant, the root of myrtle, pulverize alkali,
barley and powered pine tree resin, let
water (the extract) be decanted; wash it (the
ailing organ) with the liquid; rub tree
oil upon it, let saki be added

DEFINISI
Ekstrak adalah sediaan yang diperoleh melalui
cara ekstraksi obat dengan ukuran partikel dan
dengan cairan pengekstraksi tertentu
Ekstraksi adalah proses pemisahan bahan dari
campurannya dengan menggunakan pelarut

TERMINOLOGI DALAM PROSES


EKSTRAKSI
Menstrum
: pelarut atau campuran pelarut
yang digunakan untuk ekstraktor
Micella
: larutan yang mengandung
bahan hasil ekstraksi
Rinsing
: disolusi dari bahan ekstraksi
yang keluar dari sel yang hancur
Lixiviation
: ekstraksi dengan menggunakan
air sebagai pelarut

Pengeringan secepat mungkin Denaturasi enzim

Ekstraksi

HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN


DALAM PEMBUATAN EKSTRAK
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Jumlah simplisia yang akan diekstraksi perhitungan dosis obat


Derajat kehalusan simplisia penting untuk mengupayakan agar
penarikan dapat berlangsung semaksimal mungkin
Jenis pelarut yang akan digunakan menentukan efisiensi dari
proses penarikan zat berkhasiat dari tanaman obat
Temperatur/suhu penyari menentukan jumlah dan kecepatan
penyarian
Lama waktu penyarian menentukan banyaknya jumlah bahan
yang tersari
Proses ekstraksi

a.
b.

Kestabilan bahan
Persiapan ekstraksi umumnya simplisia direndam dengan pelarut
yang akan digunakan untuk penyarian selama 8-48 jam. Semakin
keras simplisia, semakin lama waktu yang dibutuhkan

Pengaruh ukuran partikel pada


ekstraksi
Pengaruh ukuran partikel Hypercum perforatum terhadap kadar tanin
Kehalusan
simplisia

Sasaran (%)

1-3 mm
< 0.25 mm

Waktu Maserasi (menit)


1

240

360

720

Tanin

1.04

1.13

1.23

Zat ekstraksi

3.42

3.76

3.82

Tanin

1.23

1.24

1.25

Zat ekstraksi

3.53

3.59

3.73

Jumlah sampel: 20 gram


Metode ekstraksi: maserasi kinetik
Goncharenko et al., 1977

Pengaruh ukuran partikel pada


ekstraksi
Makin halus serbuk simplisia, proses ekstraksi
makin efektif-efisien, TETAPI makin rumit
teknologi peralatan untuk proses filtrasi
Selama penggunaan peralatan penyerbukan,
akan terjadi gerakan dan interaksi dengan
benda keras (logam), maka akan timbul panas
yang dapat berpengaruh pada senyawa
kandungan

PERANAN ENZIM TANAMAN


Enzim yang menguraikan metabolit sekunder:
1. Oksidase dan peroksidase mengoksidasi
fenol-fenol, asam lemak tidak jenuh, terpen
2. Hidrolase memecah ester dan glukosida
3. Isomerase isomerisasi alkaloida ergot atau
zat berkhasiat lain yang bersifat optik aktif

Contoh peranan enzim:


1. Fermentasi teh menjadi teh hitam
2. Fermentasi biji coklat segar yang akan
menghasilkan warna dan aroma coklat
3. Pelepasan kumarin dari melilotus (Asperula
odorantus)

DENATURASI ENZIM
Penambahan deterjen, urea atau guanidine
HCl
Pemanasan koagulasi protein
Pengendapan penambahan asam
trikloroasetat, larutan asam metafosfat, tanin
atau formaldehida

TEMPERATUR
Pada umumnya dilakukan pada suhu dibawah 50C
atau dibawahnya
Pada dasarnya penguapan akan dilakukan pada
perkolat/hasil ekstraksi terakhir, untuk menghindarkan
pengaruh panas berlebih pada bagian perkolat
pertama yang kaya akan bahan aktif

LARUTAN PENYARI
Kriteria pelarut:
1. Tidak toksik dan ramah lingkungan
2. Mudah untuk diuapkan atau dihilangkan
3. Kelarutan zat aktif berkhasiat: LIKE DISSOLVE
LIKE selektivitas yang maksimal
4. Ekonomis

Macam pelarut:
1. Pelarut tunggal
2. Campuran azeatropik sistem biner dan terner

Alkohol alifatik sampai dengan 3 atom karbon (propil)


atau campurannya dengan air merupakan pelarut
dengan daya ekstraktif terbesar (tertinggi) untuk
semua bahan alam berbobot molekul rendah seperti
alkaloida, saponin dan flavonoid
Perbandingan ideal alkohol air untuk ekstaksi bagian
kayu atau kulit tanaman, akar dan biji berkisar antara 7
: 3 atau 8 : 2
Perbandingan ideal alkohol air untuk daun atau bagian
hijau dari tanaman adalah 1 : 1 ditujukan untuk
mencegah terjadinya ekstraksi klorofil atau zat yang
bersifat resin dan polimer yang umumnya bukan
merupakan bagian penting untuk aktivitas biologis dari
ekstrak

Akan tetapi perbandingan ini lebih banyak


mempersulit tahap-tahap pemekatan
konsentrasi yang menimbulkan terbentuknya
endapan yang bersifat lendir (gummy) dan
sukar untuk dihilangkan
Alkohol-air dengan perbandingan 2:8 atau 3:7,
dapat digunakan untuk kasus khusus yaitu
untuk mengkonversi enzim sasaran dalam
melakukan ekstraksi
Contoh: konversi glukosida primer digitalis
lanata Lanatosida A, B dan C menjadi digitoksin
dan digoksin

Sebagian besar alkaloid


dapat diekstraksi dari tiaptiap tanaman dengan
pelarut senyawa
hidrokarbon sesudah
simplisia dibasahi dengan
air atau air yang telah
dibasakan dengan
penambahan basa organik
Senyawa fenol, flavonoid
dan terpen dapat
diekstraksi pada pH netral
menggunakan etil asetat
atau keton alifatik; atau
dengan menggunakan
alkohol dengan
penambahan sedikit asam

Yield (%)

1.8
1.6
1.4
1.2
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
24(pH3) 24(pH12)
Pretreatment (h)
Ground leaves of S. lavendulifolia were soaked at pH = 7, 3 and 12 and the
maximum yield in an alcohol extract was with pure water after four hours

KEBIJAKAN DAN PERATURAN


PEMERINTAH
Cairan pelarut harus memenuhi syarat kefarmasian: PA
(pharmaceutical grade)
Pelarut yang diperbolehkan dalam proses ektraksi
adalah air dan alkohol (etanol) serta campurannya.
Metanol dihindari penggunaannya karena sifatnya yang
toksik akut dan kronik
Metanol (alkohol turunannya), heksana (hidrokarbon
alifatik), toluen (hidrokarbon aromatik), kloroform,
aseton digunakan sebagai pelarut untuk tahap
separasi dan tahap fraksinasi (pemurnian)

MACAM EKSTRAK
1.
2.

3.

4.

Ekstrak air
Menggunakan pelarut air sebagai cairan pengekstraksi.
Tinktura
Sediaan cair yang dibuat dengan cara maserasi atau perkolasi simplisia. Sediaan ini
merupakan ekstrak yang dibuat dari simplisia tanaman obat dengan penyari berbagai
konsentrasi etanol.
Ekstrak cair (extractum fluidum)
Sama dengan tinktura, hanya saja ekstrak cair memiliki konsistensi yang lebih kental
dibanding tinktura.
Dibuat sedemikian rupa sehingga 1 bagian simplisia sesuai dengan 2 bagian ekstrak cair
Ekstrak encer (extractum tenue)
Dikenal sebagai ekstrak tenuis
Sediaan ini memiliki konsistensi seperti madu dan dapat dituang
Dibuat seperti halnya ekstrak cair, hanya terdapat perbedaan antara konsentrasi
simplisia yang disari dengan konsentrasi akhir ekstrak
Pada saat ini sudah tidak terpakai lagi

MACAM EKSTRAK.CONT
5.

6.

7.

8.

Ekstrak kental (extractum spissum)


Ekstrak yang pada temperatur kamar, apabila hangat, tidak berbentuk cair.
Stabilitasnya rendah dan mudah ditumbuhi mikroorganisme.
Ekstrak kering (extractum siccum)
Ekstrak tanaman yang diperoleh dari ekstrak cair yang dipekatkan atau dikeringkan
dengan kondisi tekanan dan temperatur yang rendah.
Ekstrak ini juga bisa diperoleh dengan menambahkan bahan pengering pada ekstrak
kental.
Sifat ekstrak yang dihasilkan umumnya higroskopis
Bahan pengering yang umumnya digunakan yang dapat mengurangi sifat higroskopis
ekstrak adalah dekstrin, sakharosa, glukosa, pati dan gom arab
Ekstrak minyak
Ekstrak ini dibuat dengan cara mensuspensikan simplisia (dengan perbandingan dan derajat
halus tertentu) dalam minyak yang telah dikeringkan dengan cara seperti maserasi. Untuk
meningkatkan jumlah penyarian dapat digunakan panas lemah
Oleoresin
Merupakan sediaan yang dibuat dengan cara ekstraksi bahan oleoresin dengan pelarut yang
sama, seperti etanol-etil asetat

METODE EKSTRAKSI
I. Berdasarkan kestabilan bahan
1. Cara panas
a.
Dekok
Penarikan sari tanaman pada suhu 90C-98C,
menggunakan pelarut air selama 30 menit.
b. Infus
Penarikan sari tanaman pada suhu 90C-98C,
menggunakan pelarut air selama 15 menit.
c.
Coque
Pemyarian dengan cara menggodok tanaman
obat/jamu menggunakan api langsung. Hasil
godokan setelah mendidih dimanfaatkan sebagai
obat secara keseluruhan (termasuk ampas yang
digodok), atau hanya dimanfaatkan cairan hasil
godokannya saja tanpa memanfaatkan ampasnya.
Cara ini sering digunakan dalam konsumsi jamu
tradisional

METODE EKSTRAKSI
d. Seduhan
Seduhan menggunakan air mendidih, simplisisa direndam
dalam air panas selama waktu tertentu (5-10 menit),
seperti halnya membuat teh seduhan

e. Digesti
Maserasi yang dilakukan pada temperatur yang lebih
tinggi dari suhu kamar, biasanya 40-50C.

METODE EKSTRAKSI
e. Sokhletasi

f.

Adalah ekstraksi yang


menggunakan pelarut yang selalu
baru, umumnya dilakukan dengan
alat khusus sehingga terjadi
ekstraksi kontinu dengan jumlah
pelarut relatif konstan dengan
adanya pendingan balik

Refluks

Adalah ekstraksi dengan pelarut


pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan
jumlah pelarut yang terbatas yang
relatif konstan dengan adanya
pendingin balik

METODE EKSTRAKSI
2. Cara dingin
a. Maserasi
Penyarian simplisia menggunakan bermacam pelarut pada suhu
kamar selama beberapa waktu dengan beberapa kali pengocokan
atau pengadukan.

Maserasi kinetik/maserasi dinamis maserasi dengan


pengadukan kontinu (terus menerus)
Remaserasi dilakukan penambahan pelarut setelah
dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya
Digesti Maserasi yang dilakukan pada temperatur yang
lebih tinggi dari suhu kamar, biasanya 40-50C.

Keuntungan dan kerugian maserasi


Keuntungan:

Maserasi merupakan proses ekstraksi yang berguna


untuk tanaman yang mengandung zat berlendir
(musilago) tinggi.
Membutuhkan lebih sedikit pelarut
Pengerjaan lebih efisien

Kerugian dari metode ini:

Tidak pernah bisa menarik zat berkhasiat dari


tanaman secara sempurna ampas menahan
sejumlah besar solut, yang untuk perolehannya harus
dilakukan proses pemerasan (penekanan) secara
sentrifugasi

Efek pengadukan pada metode


ekstraksi
Prinsip:
Semakin sering dan semakin cepat proses
pengadukan selama maserasi, maka semakin banyak
zat berkhasiat yang terekstraksi

Pengaruh pengadukan pada proses maserasi pada


bunga Chamomile
Extraction method

Ethanol (l)
Total Extract

Sugars

Residue
in drug

Total
glycosides

KStrophantin

Yield (g)

Maceration

7.1

5.45

1.65

17.7

38.8

22.4

1.24

Kinetic maceration

10.0

8.0

2.0

29.5

18.8

22.7

2.25

Kinetic maceration
under pressure

10.7

9.0

1.7

23.5

44.2

24.2

3.2

Sample amount: 1 Kg
Experiment time: 72 h
Experiment method extraction: maceration

Khagi et al., 1971

Jenis mixer untuk maserasi


1. Mixing barrel

2. Tetrahedral mixer
3. Twin cone mixer

Jenis mixer untuk maserasi


4. Cubic mixer

5. Inclined twin cone mixer

Faktor yang mempengaruhi maserasi


Jumlah

Jenis Kelembaban

Kepolaran

Derajat
kehalusan
serbuk

Simplisia obat

Jumlah

Pelarut
Campuran bahan

Perbandingan simplisia pelarut

Imbibisi dari simplisia

Proses pelarutan zat dari sel yang


terdisintegrasi

Kecepatan tercapainya
kesetimbangan

Proses pelarutan dari sel utuh


pH (untuk sistem pelarut air)
Lipofilisitas (dalam hal
menggunakan pelarut campur)

Interaksi antara konstituen


pelarut dan struktur bahan
Temperatur

Kesetimbangan ekstraksi

Perbandingan simplisia pelarut persentase


rendemen hasil yang didapatkan akan menurun
sebanding dengan pemakaian jumlah pelarut yang
konstan sementara jumlah sampel yang dimasukkan
bertambah
Proses pelarutan zat dari sel yang terdisintegrasi
metabolit sekunder akan lebih mudah berdifusi keluar
pada sel yang telah mengalami pengrusakan
dibandingkan sel yang masih utuh (semakin halus
serbuk semakin besar rendemen hasil yang
didapatkan)
Imbibisi dari simplisia diperlukan untuk membuat
pori-pori dinding sel membuka sehingga pelarut dapat
masuk dan membawa keluar zat aktif berkhasiat

Formula maserasi skala industri


Schultz dan Klotz:
Dimana:

G =

(LM-X)a
a(LM-X)+1

X 100

G = kandungan persentase bahan aktif dalam misela yang diperoleh tanpa pemerasan
LM = jumlah pelarut (menstruum) yang digunakan, diukur dalam bentuk bagian
terhadap obat.
Misal: apabila digunakan 1000 ml pelarut untuk 200 g obat, maka LM = 1000/200 =
5
X = kuantitas pelarut yang diabsorpsi oleh 1 bagian simplisia, diukur dalam bentuk
bagian terhadap obat.
Misal, jika 200 g simplisia menahan 40 g pelarut, maka x = 40/200 = 0.2
a = konstanta maserasi

Jika sebagian menstruum (pelarut) yang


diabsorpsi diperoleh kembali dengan cara
pemerasan, persamaan dimodifikasi sebagai
berikut:
G =

a(LM-X+Y)
a(LM-X)+1

Y = pelarut yang diperoleh setelah pemerasan

a =

W
(LM-X) W(LM X)

W = persentase kandungan bahan aktif terekstraksi yang akan ditentukan

Contoh soal
Bagian HRD suatu industri jamu, melakukan percobaan maserasi skala kecil
terhadap simplisia tumbuhan X. Kandungan bahan aktif yang diinginkan
dalam simplisia tersebut adalah alkaloida dan secara teoritis kandungan
alkaloida tersebut 10%. Proses maserasi dilakukan selama 10 hari, dengan
sekali-kali diaduk/dikocok. Hasil maserasi kemudian disaring vacuum dan
hasil filtrat ditimbang secara akurat. Data-data hasil percobaan tercatat
sebagai berikut:
Jumlah menstrum yang digunakan = 1000 ml
200 gram simplisia mengabsorpsi 40 gram pelarut
Jumlah micella 960 gram, mengandung 15 gram bahan aktif
Bila percobaan tersebut akan diulang keesokan harinya, dengan
menggunakan 400 gram simplisia, dengan jumlah pelarut yang tetap.
Hitunglah persentase kandungan bahan aktif dalam misela yang
diperoleh tanpa pemerasan?

20.0
15.0

100
W

a =

0.75
(5-0.2) 0.75(5-0.2)
a = 0.625

W = 75%
G

(2.5-0.2)0.625
0.625(2.5-0.2)+1

G = 58.97%

100

Bagian HRD suatu industri jamu ingin mengembangkan produk sediaan instant yang memiliki
aktivitas antioksidan.
Bahan baku yang digunakan dalam sediaan instant tersebut adalah tumbuhan X.
Kandungan bahan aktif yang diinginkan dalam tumbuhan X tersebut adalah senyawa polifenol.
Pada tumbuhan segar yang digunakan dilakukan pemeriksaan kuantitatif dengan metode FolinCiocalteu
dan didapatkan data dalam 100 gram tumbuhan segar terkandung 8 gram senyawa polifenol.
Tentukan nilai A bila pada penelitian pendahuluan untuk optimasi proses maserasi didapatkan data
sebagai berikut
No.
Jenis perlakuan
Replikasi 1
1.
Jumlah menstrum yang digunakan
2.
Proses pembasahan :
500 gram simplisia kering dapat mengabsorpsi 90 ml
pelarut
3.
Pada proses kuantitatif dengan metode folinciocalteu didapatkan jumlah bahan aktif sebanyak 34
gram
Replikasi 2
1.
Jumlah menstrum yang digunakan
2.
Proses pembasahan :
750 gram simplisia kering dapat mengabsorpsi 135
ml pelarut
3.
Pada proses kuantitatif dengan metode folinciocalteu didapatkan jumlah bahan aktif sebanyak A
gram

Keterangan
1000 ml
Bj pelarut = 0.9890

Jumlah micella 940 gram

1500 ml
Bj pelarut = 0.9890

Jumlah micella 1420 gram

METODE EKSTRAKSI
b. Perkolasi/Exhaustive
extraction

Berasal dari kata per yang


artinya melalui dan colare
yang artinya menembus
Adalah ekstraksi dengan
pelarut yang selalu baru
sampai sempurna yang
umumnya dilakukan pada
temperatur ruangan

Proses perkolasi terdiri dari:

1. Tahapan pengembangan bahan

Pembasahan dilakukan dengan menggunakan 0.3-1.0 bagian


pelarut dan dibiarkan selama kurang lebih 2 jam

2. Tahap maserasi antara


3. Tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan
ekstrak)

Simplisia yang digunakan harus berukuran agak


kasar (1-3 mm) sehingga memungkinkan pelarut
dibilas dengan cepat melalui simplisia
Prinsip perkolasi diakhiri:

Bila ekstraksi simplisia telah sempurna


Memakai konsep umum: bila diperoleh 4-5 bagian ekstrak
meskipun tidak terjadi ekstraksi sempurna, namun
sebagian besar bahan ekstraktif telah masuk ke dalam
cairan pengekstraksi

PARAMETER YANG MEMPENGARUHI


EKSTRAKSI
1. Pengembangan/pemelaran bahan tanaman

Alasan utama dilakukan hal ini:


a. Untuk mencegah pemelaran/pembengkakan tanaman di
dalam kemasan tertutup (wadah proses ekstraksi) secara tibatiba. Hal ini disebabkan jika pelarutnya air, maka simplisia
dapat memelar/membengkak 2-3 kali dari volume awal.
b. Untuk menjamin proses pembasahan secara merata dari
tanaman yang akan diekstraksi. Hal tersebut akan mencegah
terbentuknya gelembung udara yang akan menimbulkan
pembentukan saluran udara. Selain itu juga, akan
meningkatkan kontak dan aliran pelarut ke dalam alat
ekstraksi
c. Untuk meningkatkan porositas dinding sel. Hal ini akan
memudahkan difusi zat aktif yang akan diekstraksi dari sel
menuju pelarut atau penetrasi sel oleh pelarut

Faktor yang mempengaruhi proses


perkolasi
1.
2.
3.

Jenis pelarut berpengaruh pada yield


Kecepatan penetesan menentukan waktu kontak antara simplisia dengan
pelarut
Suhu

Kerugian:

Tidak efisien simplisia harus dibasahi terlebih dahulu dengan menggunakan


pelarut dan massa simplisia yang digunakan tergantung dari tinggi perkolator
yang digunakan

Simplisia sering memadat (kompak), sesudah beberapa kali terjadi proses


ekstraksi awal, dan hal ini dapat menghalangi kelancaran aliran pelarut

Perlu dilakukian proses tambhan untuk memperoleh kembali pelarut yang


tertahan di ampas
Keuntungan:

Jumlah zat aktif yang terekstrasi lebih banyak dibanding dengan metode
maserasi

Ekstraksi berlawanan arah/ counter


current extraction
Jenis alat yang umum
digunakan dalam jenis ekstraksi
ini adalah ekstraktor berbentuk
baling-baling, Courosel, U dan
tekanan radial atau gabungan
dari masing-masing
Prinsip: pelarut memasuki
perkolator dari ujung
berlawanan dari tempat
pemasukan simplisia

METODE EKSTRAKSI
II. Berdasarkan jenis sampel dan pelarut penyari
1. Ekstraksi padat-cair
Dapat dilakukan secara maserasi, perkolasi

2. Ekstraksi cair-cair
Merupakan isolasi bahan aktif dari partikel halus
ekstrak
a. Ekstraksi dengan pelarut yang lebih berat dari air,
misalnya dengan kloroform
b. Ekstraksi dengan pelarut yang lebih ringan dari air,
misalnya dengan eter

METODE EKSTRAKSI
III. Cara ekstraksi lainnya
1. Destilasi uap
Adalah ekstraksi senyawa kandungan menguap
(minyak atsiri) dari bahan (segar atau simplisia)
dengan uap air berdasarkan tekanan parsial senyawa
kandungan menguap dengan fase uap air dari ketel
secara kontinu sampai sempurna dan diakhiri dengan
kondensasi fase uap campuran menjadi destilat air
bersama dengan senyawa kandungan yang memisah
sempurna atau memisah sebagian

METODE EKSTRAKSI
2. Ekstraksi berkesinambungan

Proses ekstraksi yang dilakukan berulang kali dengan


pelarut dan proses yang berbeda

3. Superkritikal karbondioksida

Prinsipnya untuk ekstraksi serbuk simplisia,


umumnya digunakan gas carbondioksida

4. Ekstraksi ultrasonik

Menggunakan getaran ultrasonik (>20.000 Hz)


Hasil ekstraksi tergantung pada frekwensi getaran,
kapasitas alat dan lama proses ultrasonikasi

5. Ekstraksi energi listrik

SENYAWA KIMIA DALAM EKSTRAK


Ditiinjau dari asalnya dapat dibedakan menjadi 4
kelompok, yaitu:
1. Senyawa kandungan asli dari tumbuhan asal
2. Senyawa hasil perubahan dari senyawa asli
3. Senyawa kontaminasi, baik sebagai polutan
atau aditif proses
4. Senyawa hasil interaksi kontaminasi dengan
senyawa asli atau senyawa perubahan

PEMURNIAN EKSTRAK
Adalah perlakuan ekstraksi cairan untuk
menghilangkan residu simplisia atau bahan
yang tidak diperlukan selama proses
Metode:
A. Cara Fisika

Filtrasi tidak sesuai untuk ekstrak yang


mengandungmusilago atau zat polimer yang akan
menghambat proses penyaringan
Penyinaran dengan sinar UV kasus khusus dimana
ekstrak terkontaminasi oleh mikroorganisme

B. Cara Fisikokimia
1. Adsorpsi
Adsorpsi tergantung pada:
Sifat kimia dari sorban (bahan pengabsorpsi)
Sifat kimia dari adsorban (bahan yang diabsorpsi)
Luas permukaan sorban
Temperatur
Konsentrasi zat terlarut
Zat yang dapat digunakan sebagai adsorban antara lain karbon aktif, gel
silika, aluminium oksida aktif dan fullers earth

2. Penukar ion
Metode ini sangat jarang digunakan untuk menghilangkan pengotor, lebih
sering digunakan untuk kepentingan selektif, contoh:
isolasi L-dopa dari ekstrak tanaman menggunakan penukar kation
asam kuat
Pemisahan saponin dari Aesculus

PENGUAPAN CAIRAN
EKSTRAKSI/PEMEKATAN/PENGERINGAN
Pengeringan berarti menghilangkan pelarut dari bahan
sehingga menghasilkan serbuk.
Pemekatan merupakan tahap yang sering menimbulkan
masalah karena banyak komponen kimia yang tidak stabil
atau terurai karena pengaruh temperatur
Macam pengeringan:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Pengeringan evaporasi
Pengeringan vaporasi
Pengeringan sublimasi
Pengeringan konveksi
Pengeringan kontak
Pengeringan radiasi
Pengeringan dielektrik

PENGUAPAN CAIRAN
EKSTRAKSI/PENGERINGAN
1. Penguapan sirkulasi hampa udara
Prinsip kerja berdasar pada sirkulasi cairan yang
diuapkan dalam sistem berbentuk cincin dengan
perbedaan suhu yang besar pada kondisi hampa
udara

PENGUAPAN CAIRAN
EKSTRAKSI/PENGERINGAN
2. Penguapan rotasi-hampa udara
Prinsipnya akan terbentuk lapisan tipis dari
cairan yang diuapkan terbentuk pada dinding
labu melalui putaran labu di dalam penangas
panas.
Kondisi penguapan yang optimal dapat dicapai
melalui pengaturan suhu penangas, kondisi
hampa udara dan suhu pendinginan.

PENGUAPAN CAIRAN
EKSTRAKSI/PENGERINGAN
3. Penguapan lapis tipis

Biasa digunakan untuk industri


Prinsip: terdapat silinder yang
dipanaskan dengan panjang
sampai beberapa meter, berdiri
tegak lurus dan dilengkapi
dengan kondisi hampa udara,
dimana pada dinding dalamnya
larutan ekstrak mengalir turun
berupa lapisan tipis.
Umumnya digunakan untuk
ekstrak dengan bahan termolabil
dan berbusa

PENGUAPAN CAIRAN
EKSTRAKSI/PENGERINGAN
4. Instantisasi
Cara khusus untuk memperoleh ekstrak dalam
bentuk serbuk
Cara ini dapat menghasilkan produk yang mudah
dibasahi, cepat dan larut sempurna dalam air
tanpa membentuk gumpalan

PENGUAPAN CAIRAN
EKSTRAKSI/PENGERINGAN
5. Pengering vakum /vaccum dryers

Merupakan pengering tipe bets. Ekstrak dipanaskan dengan


uap bersuhu rendah. Keuntungan dari pengering ini
adalah kemampuan mengatasi bermacam masalah yang
ditimbulkan oleh produk seperti lengket, mengalir bebas,
higroskopis atau peka terhadap panas

6. Pengering semprot/spray dryer

prinsip kerja dengan menyemprotkan cairan melalui


atomizer. Cairan tersebut akan dilewatkan ke dalam aliran
gas panas dalam sebuah tabung. Akibatnya, air dalam
tetesan bisa menguap dengan sangat cepat dan yang
tertinggal hanyalah serbuk atau bubuk yang kering
dengan ukuran homogen, kadar air sangat rendah

PENGUAPAN CAIRAN
EKSTRAKSI/PENGERINGAN
7. Pengering baki/tray dryer
Merupakan pengering yang paling sederhana dan
murah, terdiri atas lemari yang di dalamnya dapat
disusun seperangkat baki yang
mengandung/menyimpan ekstrak yang akan
dikeringkan.
Kerugian:

Gangguan material karena lamanya bahan tertinggal dalam


lemari pengering pada suhu tinggi
Penanganan secara manual bahan basah/kering,
kemungkinan karena ekspose secara terbuka dapat
menyebabkan kontaminasi

COMPARISON OF DRYING TIME AND TEMPERATURE IN VARIOUS


TYPE OF DRYING PROCESS
TIME

Spray drying
Roller drying
Vaccum belt drying
Vaccum oven drying
Oven drying
Freeze drying

TEMPERATURE

Freeze drying
Vaccum oven drying
Vaccum belt drying
Spray drying
Oven drying
Roller drying

Fluid bed dryer

Spray dryer

FAKTOR YANG BERPENGARUH PADA


MUTU EKSTRAK
1. Faktor Biologi
a. Identitas jenis
b. Lokasi tumbuhan asal: lingkungan (tanah dan
atmosfer), temperatur, cahaya, air, senyawa organik
dan anorganik
c. Periode pemanenan hasil tumbuhan: berkaitan
dengan kadar senyawa aktif
d. Penyimpanan bahan tumbuhan berkaitan dengan
kestabilan bahan serta ada/tidaknya kontaminan
e. Umur tumbuhan dan bagian yang digunakan

FAKTOR YANG BERPENGARUH PADA


MUTU EKSTRAK
2. Faktor Kimia

a. Faktor Internal

Jenis senyawa aktif dalam bahan


Komposisi kualitatif senyawa aktif
Komposisi kuantitatif senyawa aktif
Kadar total rata-rata senyawa aktif

b. Faktor Eksternal

Metode ekstraksi
Perbandingan ukuran alat ekstraksi (diameter dan tinggi alat)
Ukuran, kekerasan dan kekeringan bahan
Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi
Kandungan logam berat
Kandungan pestisida

BAHAN TAMBAHAN
Perhatikan:
Interaksi bahan tambahan
dengan metabolit
sekunder dan primer dari
tanaman
Perhatikan cara
pembuatan sediaan
terhadap kestabilan bahan
aktif

Plant toxins
1. Asam oksalat
Berada dalam tanaman dalam bentuk garamnya: calcium
oxalate, potassium oxalate dan sodium oxalate
Precaution untuk:

Hypocalcemia
Kidney disfunction
Ketidakseimbangan elektrolit dalam tubuh

Contoh tanaman/suku dengan kadar asam oksalat tinggi:

Philodendron
Rumex spp.
Amaranthaceae bayam

Plant toxins
2. Terpenes
a. Thujone

Essential oils
Banyak terdapat pada: Cupresaceae, pada beberapa
species dalam Asteraceae (Tanacetum vulgaris,
Artemisia sp) dan Lamiaceae (Salvia officinalis)
Dosis 30 mg dapat mengakibatkan convulsions dan
lesion of the cortex of the brain
Berbahaya karena senyawa ini dapat berakumulasi
di otak

Plant toxins
b. Ranunculosides

Merupakan Lactone glycosides yang


apabila terhidrolisis akan
membentuk ranunculin dan glukosa
Ranunculin akan terkonversi
membentuk protoanemonin (toxic)
Dapat mengakibatkan colic,
extreme gastroenteritis dan diare
yang disertai dengan pendarahan
Tanaman yang mengandung
senyawa ini adalah Helleborus
niger, Ranunculus acris

Plant toxins
c. Sesquiterpene lactones

Merupakan gugusan sesquiterpene yang


memiliki gugus lakton
Dapat bersifat mutagenik pada pemakaian
jangka panjang.
Dapat mengakibatkan iritasi mata dan
hidung serta pada saluran pencernaan;
allergic contact dermatitis
Contoh: Asteraceae, Lauraceae,
Magnoliaceae dan Jubulaceae

Plant toxins
3. Glycosides
a. Cyanogenic glycosides

Menghasilkan aglikon hydrocyanic acid (HCN)


Rosaceae dan Fabaceae

b. Glucosinolates

Menghasilkan isothiocyanates
Terdapat pada familia Brasicaceae, Moringaceae dan
Capparidaceae

c. Saponin glycosides dapat menghemolisis darah


d. Cardiac glycosides Digitalis, Strobilanthus,
Nerium

Plant toxins
4. Polifenol

a. Coumarin glycosides
b. Gossypol male contraceptive
c. Anthraquinone glycosides

5. Alkaloida

a. Pyrrolizidine alkaloid mutagenik dan karsinogenik


b. Tropane alkaloid halusinasi
c. Indol alkaloid ergot (depressed the central
nervous system)
d. Pyridine alkaloid nikotin

KARAKTERISTIK OBAT BAHAN ALAM


Jarang diformulasi tunggal
Konsentrasi bahan aktif berkhasiat sangat sedikit
Merupakan kombinasi dari beberapa jenis
tanaman, dengan tujuan:
Peningkatan khasiat/efek
Mengurangi toksisitas
Menjaga kestabilan sediaan

Penggunaan obat bahan alam silver bullet


atau herbal shotgun (digunakan untuk
mengobati berbacai macam penyakit)

Isobole curve:
Synergisme
Liquorice synergistic agent (meningkatkan aktivitas
farmakologis dari tanaman lain dan dapat mengurangi
toksisitas yang ditimbulkan tanaman lain)

Antagonisme
No interaction

Peningkatan absorpsi obat


Piperine

BAHAN AJAR
TEKNOLOGI BAHAN ALAM

Disusun oleh:

M.M.Farida Lanawati Darsono, S.Si.,M.Sc

FAKULTAS FARMASI
UNIKA WIDYA MANDALA SURABAYA
2014
1

teknologi bahan alam


Pokok Bahasan:
Tatap Muka Ke
1
2
3
4
5
6
7

Pokok Bahasan
Pra Formulasi 1
Pra Formulasi 2
Pra Formulasi 3
Formulasi Bahan Alam 1
Formulasi Bahan Alam 2
Overview Optimasi Ekstraksi dan Formulasi
Kontrol Kualitas Sediaan Farmasetik dari Bahan Alam
Overview Pharmacokinetic of Herbal Drug
(Bioavailability and Bioeqivalency)

Nama Dosen
Bu Sumi
Bu Sumi
Bu Sumi
Bu Farida
Bu Farida
Bu Farida
Bu Farida

Sistem Penilaian :

Dosen 1 : Dra. Hj Liliek Hermanu, MS.,Apt ----- tatap muka : 7 kali (sebelum UTS)
Dosen 2 : Sumi Wijaya, S.Si., Ph.D
------ tatap muka : 3 kali (sesudah UTS)
Dosen 3 : Farida Lanawati Darsono, S.Si.,M.Sc---- tatap muka : 4 kali (sesudah UTS) *
Nilai UTS dan UAS @ : 100

Nilai akhir : {(50 x UTS) + {50 x UAS)}/100

* Nilai UAS : (A) Dosen 2 == (3/7 x 100 = 40)


(B) Dosen 3 == (4/7 x 100 = 60) ----- (terdiri dari : tugas (20) + ujian (40)

teknologi bahan alam


(Dosen: M.M.Farida Lanawati Darsono, S.Si.,M.Sc.)

Daftar Pustaka

Agoes G.,.Seri Farmasi Industri : Teknologi Bahan Alam, Penerbit iTB Bandung
Agoes G.,. Seri Farmasi Industri : Pengembangan Sediaan Farmasi, Penerbit iTB Bandung
Anonim, 2001a. Petunjuk Operasional Penerapan Cara Pembuatan Obat Yang Baik. Badan Pengawas Obat dan
Makanan, Jakarta.
Anonim,
2010b.
Obat
Bahan
Alam.
(on
line
database).
Available
at
:
http://www.authorstream.com/Presentation/dwichandraputra-383903-obat-bahan-alam-simplisia-science-technologyppt-powerpoint/
Amstrong, N.A. and James, K.C., 1996. Pharmaceutical Experimental Design and Interpretation, Taylor and Francis
Publishers, London.
Bolton, S., 1990. Pharmaceutical Statistic: Practical and Clinical Applications, 2nd ed, Marcell Dekker Inc, New
York.
Cara Pembuatan Simplisia
Departemen Kesehatan, Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak
Tumbuhan Obat, Bakti Husada Indonesia
Departemen Kesehatan, Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, .. Sediaan Galenik , Bakti Husada
Indonesia
FA 3203/Analytical Pharmacognosy oleh Sukrasno dan Siti Kusmardiyani, 2005.
Green, J.H., 1996. A Practical Guide to Analytical Method Validation, Analyitical Chemistry, 23.
Gordon, R.E., Rosanske, T.W., Fonner, D.E., Anderson, N.R.m. and Banker, G.B., 1990. Granulation Technology
dalam Lachman L., Lieberman HA., Pharmaceutical Dosage Form: Tablet, volume 3, 2nd ed, Marcel-Dekker, New
York.
Katno, Pramono S., 2010. Tingkat Manfaat dan Keamanan Tanaman Obat dan Obat Tradisional, Jamu (on line
database). Available at : http://science.uii.ac.id/file/sap/kimia/satuan-acara-perkuliahan-kimia... (Sept, 2010).
Kurniawan DW dan Sulaiman TN., 2009. Teknologi Sediaan Farmasi, Graha Ilmu, Yogyakarta.
List PH and Schmidt PC., .Pytopharmaceutical Technology CRC Press - Boston
National Policy on Traditional Medicine and Regulation of Herbal Medicines oleh WHO, 2005.
Soetarno, S. dan Soediro., IS. 2000. Standarisasi Mutu Simplisia dan Ekstrak Bahan Obat Tradisional, Prosiding
Temu Ilmiah Nasional Bidang Farmasi, Bandung, X-1s/d 22.
Susetyarini, . 2007. Pengaruh Dekok Daun Beluntas Terhadap LD 50 (Toksisitas Akut) Tikus Putih Jantan (Ratus
norwegicus), Laporan Penelitian Pengembangan IPTEKS, Lembaga Penelitian Universitas Muhammadiyah, Malang
Wade, A. dan Weller, P.J., 1994. Handbook of Pharmaceutical Exipients. 2th ed, American Pharmaceutical
Associaton, Washington.
WHO Guidelines for assessing quality for herbal medicines with reference to contaminant and residue
Sumber lain : website (journal online or article dll)

Bab. I.
Formulasi Bahan Alam
(Dosen: M.M.Farida Lanawati Darsono, S.Si.,M.Sc.)

Obat tradisional:
Bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran
dari bahan-bahan tersebut yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan
pengalaman
Pengembangan OBA mencakup aspek : mutu, keamanan dan manfaat (safety, effective and acceptable)

Adverse effect

Intrinsic or plant associated health risk due to active ingredients in plant


Extrinsic or nor plant associated which include:
a. contamination
b. misidentification, substitution & adulteration

Efficacy

Scientific evidence
Efficacy
plant constituent
Efficacy & safety -------chemical constituents
QC ------to assure the compliance on quality standards-----essential prerequisite for ensuring safety &
efficacy

Tahapan Pengembangan Obat Tradisional Indonesia


1.
2.
3.
4.

Seleksi
Uji preklinik, terdiri atas uji toksisitas dan uji farmakodinamik
Standarisasi sederhana, penentuan identitas dan pembuatan sediaan terstandar
Uji klinik

Tahap Seleksi
1. Diharapkan berkhasiat untuk penyakit yang menduduki urutan atas dalam angka kejadiannya
(berdasarkan pola penyakit)
2. Berdasarkan pengalaman berkhasiat untuk penyakit tertentu
3. Merupakan alternatif jarang untuk penyakit tertentu, seperti AIDS dan kanker.

Kriteria Untuk Seleksi Produk

Tanaman obat yang dibutuhkan untuk produksi harus tersedia yang mudah tumbuh spontan atau yang
dibudidayakan di negara atau daerah tersebut.
Obat harus diterima secara luas, digunakan dan atau dibutuhkan untuk mengobati penyakit menular
(prevalen) di negara tersebut.
Obat yang diperoleh dari tanaman obat harus aman.
Biaya pengobatan dengan obat harus kompetitif dengan obat sintesis untuk kategori terapetik yang
sama.
Produksi obat tersebut harus menawarkan manfaat ekonomi jangka panjang seperti pengganti impor
atau daya pendapatan ekspor.
Dalam masalah penelitian calon obat, produksi harus dipertimbangkan hanya setelah kemanjuran
klinik telah dibuktikan.
Attention: Do not sited this article without permittion from Farida Lanawati Darsono, S.Si.,M.Sc

Produksi Skala Industri


Tanaman yang digunakan dala pengobatan sebagian bersa berupa salah satu dari bentuk berikut:
Bahan mentah / simplisia: segar atau serbuk kering atau diformulasi.
Ekstrak: cairan segar, ekstrak atu rebusan, tingtur, galenik, atau formula ekstrak kering seperti tablet,
kapsul, dan sirup, keduanya seperti obat-obat tradisional dan modern.
Senyawa murni (a) sebagai obat, utamanya pada sistem obat pengobatan modern, (b) sebagai
chemical intermediates untuk produksi obat-obat semisintetik.
Produksi skala industri mencakup tipe-tipe produk-produk berikut:
1. Produksi serbuk obat:
Standardisasi serbuk kering seluruh tanaman atau sebagian.
Obat-obat tradisional dibuat dari suatu tanaman atau campuran tanaman sesuai farmakope.
Ekstrak atau galenika digunakan sebagai obat modern.
Senyawa murni untuk obat modern.
2. Formulasi dan bentuk sediaan dari produk-produk serbuk obat.

Uses of herbal preparations


A single herb, or a combination of different herbs
Usage as preventive, promotive, and curative substances.
The most commonly used are : Fresh preparations (many limiting factors, namely, availability,
area of collection, convenience, and potency)
Adequately grown herbs are available in certain seasons, but sometimes their collection is
restricted to certain seasons.
Herbal drugs are also not available in all localities.
In some cases the potency of & herbal drug does not depend on the season only but also on the
area.
The tastes of patients differ from one individual to another, and, because of this, herbal drugs have
to be prepared in different forms to suit the individual patients.
Processing of herbal medicines
Three points must be considered in achieving good results:
a. quality
skilledpersonsinthefieldarerequired.
b. quantity
c. presentation

Limiting factors in herbal medicine processing


(a) Technology
(b) Skilled persons
(c) Time
(d) Storage of medicines
(e) Packing
(f) Cost of production

Attention: Do not sited this article without permittion from Farida Lanawati Darsono, S.Si.,M.Sc

Forms of herbal preparations


Herbal medicine can be prepared in four ways:
a. extract from fresh herbs
decoction
b. powder
c. tablet
d. pill after shade-drying
e. powdering or processing to produce a tablet or a pill

secara umum

Bahan baku Ekstrak

kuantitas jauh lebih kecil


ekstrak kering ---- distandardisasi --- langsung diproses
ekstrak kental ---- distandardisasi ---- perlu pra perlakuan terlebih dahulu --- proses lebih lanjut

Bentuk ekstrak
Berdasarkan konsistensinya:
Cair (ex: sirup, elixir, tinctura)
Kental
granulasi basah
Kering
kempa lgs

tablet, kaplet, pelet,granul, dll

Berdasarkan prosesnya:
ekstrak total -------------------- semua komponen tersari
ekstrak yang dimurnikan --- komponen tertentu yang tersari

jenis solven
tak mengandung senyawa inert/zat balast

Tahapan penyiapan ekstrak


1.
2.
3.
4.
5.

Penyiapan bahan baku


Ekstraksi
Pemisahan mesntrum
pemekatan menstrum
Pengeringan

Ekstraksi
1. Concentred preparation obtained by extracting active chemical constituen from plant or animal
materials using appropriate solvent followed by evaporation of solvent ang the residual material are
reextracted so that the combined extract achieve required standard
2. pemisahan solid atau likuid secara fisis ataupun kimiawi dari suatu material (umumnya : preparat
nabati)

Attention: Do not sited this article without permittion from Farida Lanawati Darsono, S.Si.,M.Sc

Prinsip dasar
1. pengeluaran ZA dari sel yg rusak
2. pengeluaran ZA dari sel utuh secara difusi dipacu dengan pelarut air / campuran air + metanol
sehingga sel mengembang dan permeabilitas naik berakibat sel pecah dan zat aktif larut
3. pembesaran pori-2 sehingga ZA mudah keluar
Pemekatan ekstrak
dipekatkan sampai diperoleh konsistensi ekstrak yg dimaksud kental, kering
dipekatkan lalu dilakukan pemurnian dg sistem counter extracted menggunakan solven yg kompatibel
dipekatkan, dimurnikan untuk isolasi ZA
dimurnikan dan isolasi produk khusus
Pemekatan sebaiknya dikerjakan pada temperatur 25 30oC untuk mencegah kerusakan obat
Pemurnian ekstrak
Adalah pemberian perlakuan terhadap ekstrak cair hasil penyarian dari zat-zat asing yg terikut
sertakan disaat penyarian
Dilakukan dengan terlebih dulu disaring atau disentrifugasi & didekanter
Pengeringan ekstrak - formulasi
oven
fluid bed dryer

Sediaan OBA
o Serbuk (sachet)--seduhan (suspensi) ======= tidak praktis
o Pil ------jumlah ~ 5-10 sekali minum ======= jumlah banyak

PULVERISASI (pengecilan ukuran)


perubahan serbuk secara mekanik dari bentuk zat padat (solid) menjadi partikel yg lebih halus
Tujuan Pulverisasi
meningkatkan kecepatan & efektivitas ekstraksi bahan nabati
meningkatkan efek terapi obat
mempercepat waktu pengeringan
menambah stabilitas suspensi
memperindah warna sediaan (kosmetika)
memperbaiaki keseragaman bahan obat/ warna tablet
memperbaiki sifat alir serbuk
memperoleh keseragaman ukuran granul basah
kontrol distribusi ukuran granul kering
Kerugian pulverisasi (fine particle) --- apa saja??????

Attention: Do not sited this article without permittion from Farida Lanawati Darsono, S.Si.,M.Sc

Metode pulverisasi
Presipitasi, kristalisasi, nebulisasi, efek thermis, ultrasonik, reaksi kimia
Mekanisme
proses penekanan, pengirisan/pemotongan, benturan, pengikisan, ledakan, penekanan, pengirisan/
pemotongan, kombinasi pengirisan, pergeseran benturan
Sistem yg digunakan dalam pulverisasi
manual (diskontinyu)
pulverisaSi (serbuk menjadi halus) ---- mesin off --- pengayakan---dilanjutkan dengn bets baru---mesin on
kontinyu
pada alat dilengkapi ayakan, serbuk dimasukkan pada ruangan ada bola-2, diputar maka terjadi
pulverisasi kmd ada udara mk serbuk yg halus akan terdorong masuk / lewat ayakan

Pengenalan bentuk sediaan farmasetik bahan alam


Padat
1. kaplet
2. pil
3. tablet non salut
4. table salut
* enteric coated tablet (gastro or non gastro soluble)
* non enteric coated tablet / salut selaput
Cair
1. tinctura
2. sirop
3. eliksir
4. suspensi
5. emulsi
Semi padat
1. krim
2. salep
3. lotion

Sediaan padat

Umumnya digunakan bentuk ekstrak (kering)


Adanya senyawa gula dan saponin umumnya mempengaruhi proses pengeringan granul
Sifat serbuk granul yang higroskopis
Relatif stabil (tidak terjadi penguapan akibat hidrolisis, oksidasi atau polimerisasi)
u/ sediaan kapsul
(1) ekstrak sebaiknya tidak higroskopis
(2) jumlah bahan aktif relatif kecil (mencegah kerusakan selama proses)
(3) OTT
Attention: Do not sited this article without permittion from Farida Lanawati Darsono, S.Si.,M.Sc

Sediaan cair

Masalah utama --- kelarutan


terjadinya endapan selama proses atau penyimpanan
solusi : (1) dipilih pelarut yg cocok sebaiknya sama dengan larut penyari
(2) perubahan pH
(3) penggunaan kosolven
(4) penambahan surfaktan
Stabilitas sediaan
(1) terjadinya fermentasi
(2) terjadi interferensi dg bahan alam
(3) terjadi pertumbuhan jamur/bakteri

Sediaan semi padat

Umumnya ekstrak kering atau kental


Mudah : hidrolisis, polimerisasi dll
Stabilitas mikrobiologi

Masalah yang umum terjadi pada pembuatan sediaan farmasetik dengan senyawa
aktif dari bahan alam :
A. Sediaan bentuk serbuk
- homogenitas campuran ---- koefisien variasi
- campuran serbuk --- sifat alir
- keseragaman berat
B. Sediaan bentuk kapsul
- homogenitas campuran
- sifat alir dari campuran
- kelembaban campuran
- proses pengeringan --- kepekaan terhadap air
C. Sediaan bentuk Tablet
- fluiditas campuran -- agar berat tablet sama -- komposisi sama -- efek sama
- kompresibilitas campuran (waktu hancur, kekompakan, disolusi)
- pengeringan ekstrak --- berhub dg penggunaan solven yang digunakan
D. Sediaan bentuk pil
- pemilihan jenis pengikat
- pengeringan pil
- waktu hancur sangat lama
- perlu standardisasi ekstrak

Attention: Do not sited this article without permittion from Farida Lanawati Darsono, S.Si.,M.Sc

Tablet

sediaan kempa cetak


termasuk solid unit dosage forms
berasal dari serbuk atau granul
keuntungan sediaan bentuk tablet :
1. dosis ZA dapat diberikan secara tepat
2. stabil baik fisis maupun kimiawi
3. mudah digunakan, praktis
4. mempunyai uniformitas kandungan zat aktif yang baik, antar dan intra batch
5. dapat dibuat sediaan lepas lambat atau pelepasan terkontrol
6. dapat dibuat tablet salut
o memperbaiki rasa dan penampilan
o mencegah iritasi lambung
o mencegah degradasi obat karena asam lambung

Bentuk & Penggolongan Tablet


1. Tablet Oral untuk Dimakan
Tablet Kempa (Compressed Tablets/CT)
Tablet Kempa Lapis Ganda (Multiple Compressed Tablet/MCT)
Tablet Berlapis
Tablet kempa yang bersalut
Tablet dengan reaksi berulang-ulang
Tablet salut : gula, selaput, enterik
Tablet Kunyah
2. Tablet yang Digunakan dalam Rongga Mulut
Tablet Buccal
Tablet Sublingual
Troche atau Lozenges
3. Tablet yang Diberikan dengan Rute Lain
Tablet Implantasi
Tablet Vaginal
4. Tablet yang Digunakan Untuk Membuat Larutan
Tablet Effervescent
Tablet Hipodermik
Tablet Triturat (tablet yang diremukan)

Keuntungan

dosis ZA dapat diberikan secara tepat


stabil baik fisis maupun kimiawi
mudah digunakan, praktis
mempunyai uniformitas kandungan zat aktif yang baik, antar dan intra batch
dapat dibuat sediaan lepas lambat atau pelepasan terkontrol
dapat dibuat tablet salut (memperbaiki rasa dan penampilan, mencegah iritasi lambung dan mencegah
degradasi obat karena asam lambung)

Attention: Do not sited this article without permittion from Farida Lanawati Darsono, S.Si.,M.Sc

10

Yg perlu diperhatikan dalam sediaan tablet

menetapkan bobot ZA
menetapkan bobot tablet
menetapkan jumlah bahan penghancur
menetapkan jumlah bahan pelicin
menetapkan jumlah bahan pengikat
menetapkan jumlah bahan pengisi

Tahapan Granulasi Basah


1. Pengayakan dan Pencampuran serbuk
2. Proses Granulasi Penambahan larutan bahan pengikat ke campuran serbuk untuk membentuk massa
dengan ukuran yang cukup basah (plastis)
3. Pengayakan dengan ukuran granul yang sesuai
4. Pengeringan
5. Pengayakan kering
6. Penambahan bahan pelicin, bahan penghancur atau bahan tambahan lain
7. Pengempaan/pentabletan

EKSIPIEN

overview

Fungsi eksipien secara umum


1. membantu proses penabletan
2. memperbaiki hasil akhir tablet

Fungsi eksipien dalam bidang farmasi:


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Memodulasi kelarutan dan ketersediaan hayati senyawa aktif


Meningkatkan stabilitas senyawa aktif
Membantu senyawa aktif dalam mempertahankan bentuk polimorf atau konformasi yang sesuai
Mempertahankan pH dan osmolaritas sediaan cair
Berfungsi sebagai antioksidan, emulgator, propelan pada aerosol, pengikat dan penghancur tablet
Mencegah agregasi dan disosiasi
Memodulasi respon imunogenik dari senyawa aktif (mis. Adjuvan)
Penting dalam keberhasilan penghantaran obat: menentukan pelepasan obat, absorpsi/transport ke
dalam tubuh, mempertahankan aksi farmakologi dan mempertahankan stabilitas obat

Eksipien untuk pembuatan Tablet

Bahan Pengisi (diluent)


Bahan Pengikat (binder)
Bahan Penghancur (disintegrant)
Bahan Pelicin (lubricant)
Zat pewarna (coloring agent)
Glidant dan Antiadherent
Pemanis (flavoring agent)
(khususnya untuk tablet kunyah)
Attention: Do not sited this article without permittion from Farida Lanawati Darsono, S.Si.,M.Sc

11

Fungsi eksipien dalam sediaan tablet

Untuk memudahkan manufakturing :


o
Pengikat
o
Glidans
o
Lubrikan
Meningkatkan penerimaan pengguna
o
Flavor
o
Pewarna
o
Membantu identifikasi produk
o
Pewarna
Mengoptimalkan pelepasan obat atau memodifikasi pelepasan obat:
Disintegran, polimer hidrofilik, zat pembasah, biodegradable polimer
Untuk meningkatkan stabilitas: Antioksidan dan UV absorbent

overview

Eksipien untuk pembuatan Tablet

1. bahan pengisi
1.1. Fungsi
Mencapai bobot tablet yang diinginkan jika zat aktif tidak cukup menghasilkan tablet dengan
ukuran dan bobot yang cukup
Untuk memudahkan penanganan tablet selama manufakturing dan mencapai keseragaman
kandungan, maka ukuran tablet diupayakan mm dan bobot per tablet > 50 mg.
Untuk mencapai bobot tablet yang diinginkan dan memenuhi persyaratan, diperlukan pengisi,
dengan konsentrasi 5-80%.
Meningkatkan kohesivitas
Memudahkan proses kempa langsung
Meningkatkan aliran
Mengatur bobot tablet sesuai dengan kapasitas die
1.2. Persyaratan pengisi
1. Inert (tidak bereaksi dengan obat)
2. Tidak mempengaruhi fungsi dari eksipien lain
3. Tidak mempunyai aktivitas fisiologi dan farmakologi
4. Mempunyai karakteristik fisik yang konsisten
5. Tidak menyebabkan segregasi/demixing granul atau serbuk sewaktu pengisi ditambahkan
6. Harus bisa diperkecil ukuran partikelnya jika diperlukan agar sesuai dengan distribusi ukuran
partikel zat aktif
7. Tidak menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme
8. Tidak mempengaruhi uji disolusi atau mempengaruhi ketersediaan hayati obat
9. Lebih disukai pengisi tidak berwarna

Attention: Do not sited this article without permittion from Farida Lanawati Darsono, S.Si.,M.Sc

12

1.3. Dasar pertimbangan pemilihan pengisi


1. Compactibility
2. Flowability
3. Solubility
4. Disintegration qualities
5. Hygroscopicity
6. Lubricity
7. Stability
1.4. Klasifikasi Pengisi
1. Organik (karbohidrat dan modifikasinya)
2. Anorganik :
kalsium fosfat, dll
3. Co-processed diluent (kombinasi )
2. bahan pengikat
2.1. Fungsi
1. Meningkatkan kohesifitas serbuk agar mempunyai ikatan yang cukup untuk
2. membentuk granul, yang pada pencetakan
3. membentuk masa kohesif dan kompak sebagai tablet
4. merekatkan partikel serbuk
5. membentuk granul dg cara pembentukan jembatan padat
3. bahan penghancur
3.1. Fungsi
Untuk membantu tablet hancur atau terdisintegrasi apabila tablet dimasukkan ke dalam lingkungan
berair
3.2. Karakteritik desintegran yg ideal : see ppt
3.3. Hancurnya tablet menjadi partikel-partikel karena satu atau lebih dari mekanisme berikut:
1. Aksi kapilaritas
2. Pengembangan
3. Panas pembasahan
4. Gaya tolak-menolak partikel-partikel yang hancur
5. Deformasion (perubahan bentuk)
overview
6. Pelepasan gas
7. Aksi enzimatik
3.4. metode penambahan penghancur
Penghancur dapat ditambahkan pada formula granul
Penghancur luar

Attention: Do not sited this article without permittion from Farida Lanawati Darsono,

13

3.5. faktor yg mempengaruhi desintegran

4. bahan pelicin
4.1. Fungsi:
- memperbaiki fluiditas granul (glidant)
- mengurangi friksi dg dd matris (lubricants)
- mencegah lengketnya dg stempel (anti-adherents)
4.2. klasifikasi lubrikan:
- larut dalam air
- tidak larut air
5. antiadherent
5.1. Fungsi
Untuk mengurangi pelekatan atau adesi masa cetak (granul atau serbuk) pada muka punch atau
dinding die
6. Glidan
6.1. Fungsi
Meningkatkan aliram masa tablet granul/serbuk) dari hopper ke dalam die dengan mengurangi friksi
atau gesekan antar partikel
7. bahan pewarna
8. bahan perasa
Uji Mutu Granul
overview
(*) sebelum penambahan fase eksternal
1. Uji Kadar Air
2. Uji Kecepatan Alir
(*) sesudah penambahan fase eksternal
Setelah uji mutu granul memenuhi persyaratan, dilakukan penambahan talkum (4%) dan
magnesium stearat (1%) yang disetarakan dengan bobot granul kering yang dihasilkan. Granul
dicampur dengan magnesium stearat dan talkum sampai homogen, kemudian dilakukan kembali
pengujian mutu granul. Setelah memenuhi persyaratan, granul kemudian dikempa.
pentabletan
Granul yang telah memenuhi semua persyaratan tersebut diatas dikempa menjadi tablet berbentuk
bulat cembung dengan diameter cetakan (die) 9,0 mm dengan bobot masing-masing sebesar 300
mg dengan kekerasan sekitar 9 10 kgf. Tablet blangko dibuat tanpa ekstrak buah pare dengan
komposisi bahan tambahan dan cara pembuatan yang sama.
Attention: Do not sited this article without permittion from Farida Lanawati Darsono, S.Si.,M.Sc

14

Problema Pencetakan Tablet


1.
2.
3.
4.
5.

Binding
Sticking
Capping
Mottling
Variasi Berat

Uji Mutu Tablet Inti


1. Uji Kerapuhan
2. Uji Kekerasan
3. Uji Waktu Hancur
4. Uji Keseragaman Bobot
5. Penetapan Kadar Tablet Inti
Pembuatan Pereaksi
Pembuatan Larutan Baku Induk
Pembuatan Kurva Baku
Penetapan Kadar
6. Uji Keseragaman Kandungan

Attention: Do not sited this article without permittion from Farida Lanawati Darsono, S.Si.,M.Sc

15

Targeted Drug Delivery Systems

Targeted drug delivery system (TDDS) is also called 'targeting drug system'.
It is a new drug delivery system that makes the drugs densely gather pathological-change structures,
and has an enhanced treatment effect and less toxic side effects.
The drugs can enhance the strength of pharmacological action and reduce the bad reaction all over the
body, for they release in the target organs.
A successful targeted drug delivery system comprises three elements:
Orientation cumulation
Control over drug release
Non-toxic and biodegradable
Theoretically speaking, microsphere and nanoparticles that carry a great amount of dose and the use of
biology and biodegradable materials can well control the degradation and drug release half life.

HERBAL NOVEL DRUG DELIVERY SYSTEMS

mouth dissolving tablets


sustained and extended release formulations
(Boswellic acid (Boswellia serrata), curcumin (Curcuma longa), danshen ---Radix Salvia
miltiorrhiza)
mucoadhesive systems
transdermal dosage forms
microparticles (Gugulipid ---- Commiphora wightii )
Microcapsules (PCE ---- Plantago major and calendula Calendula officinalis L. )
Nanoparticles (peach seed, safflower, angelica root )
implants etc. of herbs

Phytosome

Phospholipids-based drug delivery system has been found promising for valuable and efficient
herbal drug delivery.
Complexing the polyphenolic phytoconstituents in the molar ratio with phosphatidyl choline results
in a new herbal drug delivery system, known as "Phytosome".
It is the phytolipids delivery system which forms a bridge between the convectional delivery system
and novel delivery system.
The term Phytosome relates to "phyto", which means plant; while "some" means cell-like, often
referred to as herbosome in certain literature.
Phytosomes are advanced forms of herbal products that are better absorbed, utilized to produce
better results than those produced by conventional herbal extracts.
Phytosomes show better pharmacokinetic and therapeutic profiles than conventional herbal extracts.
Phytosomes are prepared by complexing the polyphenolic phytoconstituents in the ratio of 1:2 or 1:1
with phosphatidyl choline.
Most of the phytosomal studies are focused on Silybum marianum, which contains premier liverprotectant flavonoids.
The fruit of the milk thistle plant (S. marianum, family: Asteraceae) contains flavonoids known for
their hepatoprotective effects.
The Phytosome protects herbal extract components from destruction in digestive secretions and gut
bacteria by forming little cell, which is capable of being transferred from a hydrophilic environment
into the lipid-friendly environment of the enterocyte cell membrane and finally reaching blood.
Attention: Do not sited this article without permittion from Farida Lanawati Darsono, S.Si.,M.Sc

16

Liposomes

Liposomes are concentric bi-layered vesicles in which aqueous volume is entirely enclosed by a
membranous lipid bi-layer mainly composed of natural or synthetic phospholipids.
The liposomes are spherical particles that encapsulate the solvents which are freely floating in the
interior.
Liposomes are constructed of phospholipids, which are amphipathic molecules as they have both
hydrophobic tail and hydrophilic polar head
The polar end is composed of molecules, is phosphoric atom-bound to a water soluble molecule.

Nanoparticles

Nanoparticles are nano- or sub-nano-sized structures composed of synthetic or semi-synthetic


polymers.
In recent times, nanoparticles of herbal medicines have attracted much attention.
Nanoparticles are colloidal systems with particles varying in size from 10 nm to 1000 nm.
It is an effective system as the formulation is encapsulated in it easily and can easily reach the
effective site.
The nanospheres are the solid-core spherical particulates which are nano-metric in size.
They contain drug embedded in the matrix or absorbed onto the surface; and the nanocapsules have
a vesicular system, in which the drug is essentially encapsulated within the central volume
surrounded by embryonic continuous polymeric sheath.
The nanoparticulate system of formulation shows advantage, as its solubility is increased and the
drug can reach the target site, as compared to other systems.
Microencapsulation of herbal extract in nanopaticulate is an effective way used to protect drug or
food ingredients against deterioration, volatile losses, or premature interaction with other ingredients.
The advantages of the nanoparticle are that it improves the absorbency of the herbal formulation,
reduces the dose of formulation and increases its solubility.

Emulsions

Emulsion is a biphasic system in which one phase is intimately dispersed in the other phase in the
form of minute droplets ranging in diameter from 0.1 m to 100 m.
In emulsion, one phase is always water or aqueous phase, and the other phase is oily liquid, i.e., nonaqueous.
Among them, the micro-emulsion is also called nanoemulsion, and the sub-micro-emulsion is also
called lipid emulsion. Emulsion drug delivery system is targeted or distributed well due to affinity to
lymph.
Micro-emulsions are solutions containing nanometre-sized droplets of an immiscible liquid dispersed
in an aqueous buffer.
The droplets are coated with a surfactant to reduce the surface tension between the two liquid layers.
Micro-emulsion (ME) is a clear, thermodynamically stable, isotropic mixture of oil, water and
surfactant, frequently in combination with a co-surfactant.
In addition, emulsions produce targeted sustained release, improve the penetrability of drugs into the
skin and mucous and reduce the drugs' stimulus to tissues

Attention: Do not sited this article without permittion from Farida Lanawati Darsono, S.Si.,M.Sc

17

Microsphere

Microsphere comprises of small spherical particles, with diameters in the micrometer range, typically
1 m to 1000 m (1 mm).
Microspheres are sometimes referred to as micro-particles. Microspheres can be manufactured from
various natural and synthetic materials.
Glass microspheres, polymer microspheres and ceramic microspheres are commercially available.
Microspheres are classified as biodegradable or non-biodegradable.
Biodegradable microspheres include albumin microspheres, modified starch microspheres, gelatin
microspheres, polypropylene dextranmicrospheres, polylactic acid microspheres, etc.
According to the current literature reports on non-biodegradable microspheres, polylactic acid is the
only polymer approved to be used by people, and it is used as a controlled-release agent. Solid and
hollow microspheres vary widely in density and therefore are used for different applications.
Hollow microspheres are typically used as additives to lower the density of a material. In addition,
reports on immune microsphere and magnetic microsphere are also common in recent years.
Immune microsphere possesses the immune competence as a result of the antibody and antigen being
coated or adsorbed on the polymer microspheres.

Ethosome

Ethosomes are phospholipids-based elastic nano-vesicles having high content of ethanol (20%-45%).
Ethanol is known as an efficient permeation enhancer and has been reported to be added in the
vesicular system to prepare the elastic nano-vesicles.
Ethosomes were developed as novel lipid carriers composed of ethanol, phospholipids and water and
to improve the delivery of various drugs to the skin.
It enables drugs to reach the deep skin layers and/ or systemic circulation.
Due to high content of ethanol, the lipid membrane is packed less tightly in comparison with
conventional vesicles, but it has equivalent stability.
For the delivery of diverse group of proteins and peptides molecules, ethosomes are preferable.
Drug is administered by ethosomes in the form of gel, cream for patient comfort.

Solid lipid nanoparticles

It is a colloidal carrier used especially for the delivery of lipophilic compounds. It is prepared by
different methods - the homogenization and the warm micro-emulsion.
The average mean size of solid lipid nanoparticles ranges from 50 nm to 1000 nm.
Solid lipid nanoparticles are composed of lipid matrix, which becomes solid at room temperature and
also at the body temperature.
The main features of solid lipid nanoparticles (SLNs) with regard to parenteral application are the
excellent physical stability, protection of incorporated labile drugs from degradation.

Controlled Drug Delivery System

Herbal gastrointestinal controlled drug delivery dosage forms including pellets and process for their
preparation described is novel oral dosage form for administration of an herbal extract and process for
preparing the same, wherein a herbal extract is coated on pellets and the said pellets are either filled
into a capsule or compressed into a tablet.
Attention: Do not sited this article without permittion from Farida Lanawati Darsono, S.Si.,M.Sc

18

The said capsule may contain pellets coated with one or more herbal extracts, and the said tablet is
compressed from pellets coated with at least two or more herbal extracts.
The pellets coated with herbal extract are finally coated with a controlled-release coat of polymer,
which results in controlled release of the herbal extracts into the gastrointestinal tract

Transdermal Drug Delivery System (Transdermal Patches)

Transdermal drug delivery system involves non-invasive delivery of the medication from the surface
of skin, through its layers, to the circulatory system.
Medication delivery is carried out by a patch that is attached to the body surface.
Transdermal patch is a medicated adhesive pad that is designed to release the active ingredient at a
constant rate over a period of several hours to days after application to the skin.
A transdermal patch uses a special membrane to control the rate at which the drug contained within
the patch can pass through the skin and into bloodstream.
To cross blood-brain barrier, it should be made for selection of lipids and surfactants.
The SLNs are prepared by different methods such as homogenization and the warm micro-emulsion
high-speed stirring ultrasonication and solvent-diffusion method.
Lipids show compatibility with lipophilic drugs and increase the entrapment efficiency and drugloading into the SLN.

Attention: Do not sited this article without permittion from Farida Lanawati Darsono, S.Si.,M.Sc

19

Bab. II.
Quality Control of Herbal Drugs
(Dosen: M.M.Farida Lanawati Darsono, S.Si.,M.Sc.)

Quality control for efficacy and safety of herbal products is of paramount importance.
Quality can be defined as the status of a drug that is determined by identity, purity, content, and other
chemical, physical, or biological properties, or by the manufacturing processes.
Quality control is a term that refers to processes involved in maintaining the quality and validity of a
manufactured product.
In general, all medicines, whether they are of synthetic or of plant origin, should fulfill the basic
requirements of being efficacious and safe, and this can be achieved by suitable clinical trials.
The term herbal drugs denotes plants or plant parts that have been converted into
phytopharmaceuticals by means of simple processes involving harvesting, drying, and storage.
A practical addition to the definition is also to include other crude products derived from plants, which
no longer show any organic structure, such as essential oils, fatty oils, resins, and gums.
Derived or isolated compounds in the processed state such as extracts or even isolated purified
compounds (e.g. strychnine from Strychnos nux-vomica) or mixtures of compounds (e.g. abrin from
Abrus precatorius) are, as a rule, not included in the definition.
1. Identity: Is the herb the one it should be?
2. Purity: Are there contaminants, e.g., in the form of other herbs which should not be there?
3. Content or assay: Is the content of active constituents within the defined limits?
It is obvious that the content is the most difficult one to assess, since in most herbal drugs the active
constituents are unknown. Sometimes markers can be used which are, by definition, chemically
defined constituents that are of interest for control purposes, independent of whether they have any
therapeutic activity or not.
To prove identity and purity, criteria such as type of preparation, physical constants, adulteration,
contaminants, moisture, ash content and solvent residues have to be checked. The correct identity of
the crude herbal material, or the botanical quality, is of prime importance in establishing the quality
control of herbal drugs.

In general, quality control is based on three important pharmacopoeial definitions:

Identity can be achieved by macro- and microscopical examinations.


Purity is closely linked with the safe use of drugs and deals with factors such ash values, contaminants
(e.g. foreign matter in the form of other herbs), and heavy metals.
However, due to the application of improved analytical methods, modern purity evaluation also
includes microbial contamination, aflatoxins, radioactivity, and pesticide residues.
Analytical methods such as photometric analysis, thin layer chromatography (TLC), high performance
liquid chromatography (HPLC), and gas chromatography (GC) can be employed in order to establish
the constant composition of herbal preparations.
Content or assay is the most difficult area of quality control to perform, since in most herbal drugs the
active constituents are not known. Sometimes markers can be used.
In all other cases, where no active constituent or marker can be defined for the herbal drug, the
percentage extractable matter with a solvent may be used as a form of assay, an approach often seen in
pharmacopeias.
The choice of the extracting solvent depends on the nature of the compounds involved, and might be
deduced from the traditional uses.
Attention: Do not sited this article without permittion from Farida Lanawati Darsono, S.Si.,M.Sc

20

Several problems not applicable to synthetic drugs influence the quality of herbal
drugs:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Herbal drugs are usually mixtures of many constituents.


The active principle(s) is (are), in most cases unknown.
Selective analytical methods or reference compounds may not be available commercially.
Plant materials are chemically and naturally variable.
The source and quality of the raw material are variable.
The methods of harvesting, drying, storage, transportation, and processing (for example, mode of
extraction and polarity of the extracting solvent, instability of constituents, etc.) have an effect.

Strict guidelines have to be followed for the successful production of a quality herbal drug. Among
them are proper botanical identification, phytochemical screening, and standardization.
Standardization involves adjusting the herbal drug preparation to a defined content of a constituent or
a group of substances with known therapeutic activity by adding excipients or by mixing herbal drugs
or herbal drug preparations. Botanical extracts made directly from crude plant material show
substantial variation in composition, quality, and therapeutic effects.
Standardized extracts are high-quality extracts containing consistent levels of specified compounds,
and they are subjected to rigorous quality controls during all phases of the growing, harvesting, and
manufacturing processes.

bahan baku : ekstrak


a. Standardization of Herbal drugs - Raw Drugs
b. Standardization of Herbal drugs -Herbal Formulation
Standarisasi???
Serangkaian parameter, prosedur dan cara pengukuran yang hasilnya merupakan unsur-unsur
terkait paradigma mutu kefarmasian, mutu dalam artian memnuhi standar kimia dan farmasi
termasuk jaminan stabilitas produk kefarmasian umumnya
Proses menjamin bahwa produk akhir mempunyai nilai parameter yang konstan dan ditetapkan
terlebih dahulu
Tujuan
a. Untuk mendapatkan keajegan mutu, khasiat dan keamanan dari produk yang dihasilkan
b. Reprodusibilitas dan peningkatan kualitas produk
c. u/ memenuhi standar umum sbg obat agar dpt didaftarkan (regristration product)
d. u/ membandingkan efektivitas klinis & efek farmakologi serta efek samping terhd placebo
e. Patient safety
Alasan dilakukan standarisasi
1. Kandungan Kimia :
- senyawa aktif berkhasiat ----- dosis -----efek terapi
- zat ballast :karbohidrat, protein, lipid, klorofil, resin, tannin
2. Kejenuhan ekstrak : kelarutan & absorpsi zat aktif
3. Penyiapan bahan
4. Metode esktraksi
5. Produk akhir dan lain-lain
Attention: Do not sited this article without permittion from Farida Lanawati Darsono, S.Si.,M.Sc

21

Jenis Standardisasi
1. Fisik ----- pemilihan formula
2. Kimia ---- metode pembuatan (granulasi basah, kering, kempa langsung)
Masalah standarisasi
Ekstrak umumnya tdd campuran bbrp tanaman dg ZA atau ZI yg berbeda
ZA sering tidak diketahui
Variabilitas tanaman yg digunakan
Pengaruh proses pasca panen
Pengaruh proses produksi
Zat standar pembanding tidak tersedia
Prosedur analisa / kontrol kualitas sediaan jadi yg selektif belum tersedia
Zat standar pembanding tidak tersedia
Dilakukan pk relatif thd suatu ekstrak yg sudah diketahui kadar aktifnya
Pk kadar total dg metode :
a. Spektrofotometer
b. KLT Densitometri ---- umumnya
c. HPLC ---- more sensitive but highly cost

Standardization non parametric


Determination of arsenic and toxic metals (see ppt)
Determination of aflatoxyns (see ppt)
Determination of microbial contaminations (see ppt)
* Microbial contamination limits in herbal materials,preparations& finished products:
a. Raw medicinal plant and herbal materials intended for further processing
b. Herbal materials that have been pretreated
c. Other herbal materials for internal use
d. Herbal medicines to which boiling water is added before use
e. Other herbal medicines:

Determination of pesticide residues (see ppt)


Determination of Foreign Matter

Herbal drugs should be made from the stated part of the plant and be devoid of other parts of the same
plant or other plants.
They should be entirely free from moulds or insects, including excreta and visible contaminant such as
sand and stones, poisonous and harmful foreign matter and chemical residues.
Animal matter such as insects and invisible microbial contaminants, which can produce toxins, are
also among the potential contaminants of herbal medicines.
Macroscopic examination can easily be employed to determine the presence of foreign matter,
although microscopy is indispensable in certain special cases (for example, starch deliberately added
to dilute the plant material). Furthermore, when foreign matter consists, for example, of a chemical
residue, TLC is often needed to detect the contaminants.
Attention: Do not sited this article without permittion from Farida Lanawati Darsono, S.Si.,M.Sc

22

Determination of Ash

To determine ash content the plant material is burnt and the residual ash is measured as total and acidinsoluble ash.
Total ash is the measure of the total amount of material left after burning and includes ash derived
from the part of the plant itself and acid-insoluble ash.
The latter is the residue obtained after boiling the total ash with dilute hydrochloric acid, and burning
the remaining insoluble matter.
The second procedure measures the amount of silica present, especially in the form of sand and
siliceous earth.

Determination of Heavy Metals

Contamination by toxic metals can either be accidental or intentional.


Contamination by heavy metals such as mercury, lead, copper, cadmium, and arsenic in herbal
remedies can be attributed to many causes, including environmental pollution, and can pose clinically
relevant dangers for the health of the user and should therefore be limited.
A simple, straightforward determination of heavy metals can be found in many pharmacopeias and is
based on color reactions with special reagents such as thioacetamide or diethyldithiocarbamate, and
the amount present is estimated by comparison with a standard.
Instrumental analyses have to be employed when the metals are present in trace quantities, in
admixture, or when the analyses have to be quantitative. The main methods commonly used are
atomic absorption spectrophotometry (AAS), inductively coupled plasma (ICP) and neutron activation
analysis (NAA).

Determination of Microbial Contaminants and Aflatoxins

Medicinal plants may be associated with a broad variety of microbial contaminants, represented by
bacteria, fungi, and viruses.
Inevitably, this microbiological background depends on several environmental factors and exerts an
important impact on the overall quality of herbal products and preparations.
Herbal drugs normally carry a number of bacteria and molds, often originating in the soil.
Poor methods of harvesting, cleaning, drying, handling, and storage may also cause additional
contamination, as may be the case with Escherichia coli or Salmonella spp.
While a large range of bacteria and fungi are from naturally occurring microflora, aerobic sporeforming bacteria frequently predominate.
Laboratory procedures investigating microbial contaminations are laid down in the well-known
pharmacopeias, as well as in the WHO guidelines.
general, a complete procedure consists of determining the total aerobic microbial count, the total
fungal count, and the total Enterobacteriaceae count, together with tests for the presence of
Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Shigella, and Pseudomonas aeruginosa and Salmonella spp.
The European Pharmacopoeia also specifies that E. coli and Salmonella spp. should be absent from
herbal preparations.
However it is not always these two pathogenic bacteria that cause clinical problems.
For example, a fatal case of listeriosis was caused by contamination of alfalfa tablets with the Gram
positive bacillus Listeria monocytogenes.

Attention: Do not sited this article without permittion from Farida Lanawati Darsono, S.Si.,M.Sc

23

Materials of vegetable origin tend to show much higher levels of microbial contamination than
synthetic products and the requirements for microbial contamination in the European Pharmacopoeia
allow higher levels of microbial contamination in herbal remedies than in synthetic pharmaceuticals.
The allowed contamination level may also depend on the method of processing of the drug. For
example, higher contamination levels are permitted if the final herbal preparation involves boiling
with water.
The presence of fungi should be carefully investigated and/or monitored, since some common species
produce toxins, especially aflatoxins.
Aflatoxins in herbal drugs can be dangerous to health even if they are absorbed in minute amounts.
Aflatoxin-producing fungi sometimes build up during storage.
Procedures for the determination of aflatoxin contamination in herbal drugs are published by the WHO.
After a thorough clean-up procedure, TLC is used for confirmation.
Certain plant constituents are susceptible to chemical transformation by contaminating
microorganisms.

Determination of Pesticide Residues

Even though there are no serious reports of toxicity due to the presence of pesticides and fumigants, it
is important that herbs and herbal products are free of these chemicals or at least are controlled for the
absence of unsafe levels.
Herbal drugs are liable to contain pesticide residues, which accumulate from agricultural practices,
such as spraying, treatment of soils during cultivation, and administering of fumigants during storage.
However, it may be desirable to test herbal drugs for broad groups in general, rather than for
individual pesticides.
Many pesticides contain chlorine in the molecule, which, for example, can be measured by analysis of
total organic chlorine. In an analogous way, insecticides containing phosphate can be detected by
measuring total organic phosphorus.
Samples of herbal material are extracted by a standard procedure, impurities are removed by partition
and/or adsorption, and individual pesticides are measured by GC, MS, or GC/MS.
Some simple procedures have been published by the WHO and the European Pharmacopoeia has laid
down general limits for pesticide residues in medicine.

Determination of Radioactive Contamination

There are many sources of ionization radiation, including radionuclides, occurring in the environment.
Hence a certain degree of exposure is inevitable. Dangerous contamination, however, may be the
consequence of a nuclear accident.
The WHO, in close cooperation with several other international organizations, has developed
guidelines in the event of a widespread contamination by radionuclides resulting from major nuclear
accidents.
Taking into account the quantity of herbal medicine normally consumed by an individual, they are
unlikely to be a health risk. Therefore, at present, no limits are proposed for radioactive contamination.

Attention: Do not sited this article without permittion from Farida Lanawati Darsono, S.Si.,M.Sc

24

Standardization parametric
Macroscopic Examination & Microscopic Evaluation
Analytical Methods : profil zat akrif berkhasiat/marker
ZA sebagai parameter standarisasi
1. stabilitas ZA
2. jumlah kualitatif ZA dalam bahan
3. jumlah kuantitatif ZA dalam bahan / produk / ekstrak
4. Jenis kandungan kimia lain terutama zat ballast
5. ketersediaan ZA pembanding
Zat identitas (ZI)
zat kandungan kimia tanaman yang terkandung dalam bahan ekstrak yg diuji dan tidak dimiliki oleh
bahan tanaman lain
uji stabilitas sediaan : untuk sediaan yg belum di ketahui zat aktifnya
penetapan kadar : walaupun tidak tepat tetapi sangat berguna untuk menjamin reprodisibilitas bets ke
bets dalam produksi
metode kromatografi
Tujuan
(1) menyakinkan bahwa pola kromatogram yang diperoleh sesuai dengan obat yang sama dg ekstrak
(2) menyakinkan bahwa tidak terjadi penguraian selama proses ekstraksi
Alasan dipilih
(1) banyak dipakai
(2) ketepatan hasil lbh baik
(3) suitbale methode --- less time and cost

Syarat : (1) mencerminkan karakteristik ekstrak


(3) stabil
(5) sifat semi polar

(2) mudah terdeteksi


(4) kadar relatif besar

Attention: Do not sited this article without permittion from Farida Lanawati Darsono, S.Si.,M.Sc

25

The quantitative determination of constituents has been made easy by recent developments in
analytical instrumentation.
Recent advances in the isolation, purification, and structure elucidation of naturally occurring
metabolites have made it possible to establish appropriate strategies for the determination and
analysis of quality and the process of standardization of herbal preparations.
Classification of plants and organisms by their chemical constituents is referred to as
chemotaxonomy.
TLC, HPLC, GC, quantitative TLC (QTLC), and high-performance TLC (HPTLC) can determine
the homogeneity of a plant extract. Over-pressured layer chromatography (OPLC), infrared and UVVIS spectrometry, MS, GC, liquid chromatography (LC) used alone, or in combinations such as
GC/MS, LC/MS, and MS/MS, and nuclear magnetic resonance (NMR), are powerful tools, often
used for standardization and to control the quality of both the raw material and the finished product.
The results from these sophisticated techniques provide a chemical fingerprint as to the nature of
chemicals or impurities present in the plant or extract.

Uji pre-klinik
Tahap Uji Preklinik
Uji preklinik dilaksanakan setelah dilakukan seleksi jenis obat tradisional yang akan dikembangkan
menjadi fitofarmaka.
Uji preklinik dilakukan secara in vitro dan in vivo pada hewan coba untuk melihat toksisitas dan efek
farmakodinamiknya.
Bentuk sediaan dan cara pemberian pada hewan coba disesuaikan dengan rencana pemberian pada
manusia.
Menurut pedoman pelaksanaan uji klinik obat tradisional yang dikeluarkan Direktorat Jenderal POM
Departemen Kesehatan RI hewan coba yang digunakan untuk sementara satu spesies tikus atau mencit,
sedangkan WHO menganjurkan pada dua spesies.
Uji farmakodinamik pada hewan coba digunakan untuk memprediksi efek pada manusia, sedangkan
uji toksisitas dimaksudkan untuk melihat keamanannya.

Uji toksisitas

Uji toksisitas dibagi menjadi uji toksisitas akut, subkronik, kronik, dan uji toksisitas khusus yang
meliputi uji teratogenisitas, mutagenisitas, dan karsinogenisitas.
Uji toksisitas akut dimaksudkan untuk menentukan LD50 (lethal dose50) yaitu dosis yang mematikan
50% hewan coba, menilai berbagai gejala toksik, spektrum efek toksik pada organ, dan cara kematian.
Uji LD50 perlu dilakukan untuk semua jenis obat yang akan diberikan pada manusia.
Untuk pemberian dosis tunggal cukup dilakukan uji toksisitas akut.
Pada uji toksisitas subkronik obat diberikan selama satu atau tiga bulan, sedangkan pada uji toksisitas
kronik obat diberikan selama enam bulan atau lebih.
Uji toksisitas subkronik dan kronik bertujuan untuk mengetahui efek toksik obat tradisional pada
pemberian jangka lama.
Lama pemberian sediaan obat pada uji toksisitas ditentukan berdasarkan lama pemberian obat pada
manusia
Uji toksisitas khusus tidak merupakan persyaratan mutlak bagi setiap obat tradisional agar masuk ke
tahap uji klinik
Attention: Do not sited this article without permittion from Farida Lanawati Darsono, S.Si.,M.Sc

26

Uji farmakodinamik

Penelitian farmakodinamik obat tradisional bertujuan untuk meneliti efek farmakodinamik dan
menelusuri mekanisme kerja dalam menimbulkan efek dari obat tradisional tersebut.
Penelitian dilakukan secara in vitro dan in vivo pada hewan coba.
Cara pemberian obat tradisional yang diuji dan bentuk sediaan disesuaikan dengan cara pemberiannya
pada manusia.
Hasil positif secara in vitro dan in vivo pada hewan coba hanya dapat dipakai untuk perkiraan
kemungkinan efek pada manusia

Uji klinik OT

Untuk dapat menjadi fitofarmaka maka obat tradisional/obat herbal harus dibuktikan khasiat dan
keamanannya melalui uji klinik.
Seperti halnya dengan obat moderen maka uji klinik berpembanding dengan alokasi acak dan tersamar
ganda (randomized double-blind controlled clinical trial) merupakan desain uji klinik baku emas (gold
standard).
Uji klinik pada manusia hanya dapat dilakukan apabila obat tradisional/obat herbal tersebut telah
terbukti aman dan berkhasiat pada uji preklinik.
Pada uji klinik obat tradisional seperti halnya dengan uji klinik obat moderen, maka prinsipetik uji
klinik harus dipenuhi.
Sukarelawan harus mendapat keterangan yang jelas mengenai penelitian dan memberikan informedconsent sebelum penelitian dilakukan.
Standardisasi sediaan merupakan hal yang penting untuk dapat menimbulkan efek yang terulangkan
(reproducible).
Untuk obat tradisional yang sudah lama beredar luas di masyarakat dan tidak menunjukkan efek
samping yang merugikan, setelah mengalami uji preklinik dapat langsung dilakukan uji klinik dengan
pembanding.
Untuk obat tradisional yang belum digunakan secara luas harus melalui uji klinik pendahuluan (fase I
dan II) guna mengetahui tolerabilitas pasien terhadap obat tradisional tersebut.2
Berbeda dengan uji klinik obat modern, dosis yang digunakan umumnya berdasarkan dosis empiris
tidak didasarkan dose-ranging study.
Kesulitan yang dihadapi adalah dalam melakukan pembandingan secara tersamar dengan plasebo atau
obat standar.
Obat tradisional mungkin mempunyai rasa atau bau khusus sehingga sulit untuk dibuat tersamar

QC: Granul
Adanya berbagai variabel formulasi dan proses, dapat mempengaruhi langkah-langkah pembuatan granul.
Untuk memperoleh tablet yang baik dan bermutu perlu dilakukan evaluasi granul yg akan dipakai,
meliputi antara lain :
1.Ukuran dan Bentuk Partikel
2.Luas Permukaan
3.Kerapatan (Density)
4.Sifat (waktu) Alir
5.Sudut Diam (Baring)
6.Kadar air
Attention: Do not sited this article without permittion from Farida Lanawati Darsono, S.Si.,M.Sc

27

QC : Tablet
Pemeriksaan Sebelum tabletting
Kualitas formulasi bahan yang dipakai
Homogenitas campuran obat dengan bahan tambahan setelah proses pencampuran
Kualitas granul : fluiditas, moisture content (MC), distribusi ukuran partikel dan kompressibilitas
Pemeriksaan Selama dan setelah Tabletting
Penampilan umum (organoleptis)
Keseragaman kadar zat aktif (content uniformity)
Keragaman bobot (weight variation)
Kekerasan (hardness)
Kerapuhan (friability)
Waktu hancur (disintegration time)
Kecepatan Pelarutan (dissolution)
Penetapan Kadar Tablet Inti
Pembuatan Pereaksi
Pembuatan Larutan Baku Induk
Pembuatan Kurva Baku
Penetapan Kadar

Uji disolusi
Disolusi
Uji disolusi
Faktor yg mempengaruhi

: ...(tugas)
: ...(tugas)
: .......(tugas)

Dasar pemilihan : (tugas)


a. media disolusi
b. volume disolusi
c. pH media disolusi
d. suhu
e. wkt pengambilan cuplikan sampel
f. tipe pengaduk

:............................
:
: ...........................
: ...........................
: .............................
: ............................

skema kerja :
dosis : OK
takaran perhari : OK
uji disolusi

Vol: .ml

sampel???

Bisa d/ 1x uji pakai


5 10 tablet

Attention: Do not sited this article without permittion from Farida Lanawati Darsono, S.Si.,M.Sc

28

Cara perhitungan : (metode: KLT Densitometri)


A. Perhitungan secara teoritis
Dosis
Jumlah tablet untuk uji disolusi
Prosen rata-rata kandungan ZA dalam ekstrak kering pare
Prosen kadar isolat per tablet
Kadar isolat dalam 5 tablet
Volume media dapar (PO4/pH=6,8)
Konsentrasi isolat yang terlarut dalam 45 menit
Volume totolan
Jumlah isolat yang terlarut
B. Perhitungan hasil percobaan
Kurva baku
Area
Kadar isolat yang terlarut hasil pengamatan
C. Prosen kadar isolat yang terlarut

= 150 mg / tablet
= 5 tablet / labu
=A%
= (A/100) x 150 mg = B mg
= 5 x B mg = C mg
= 900 ml
= (C x 1000) g / (900 ml x 1000) l
= D g/l
= 300 l
= 300 l x D g/l = E g
=y=BxA
=F
= G ug
= (G / F) g x 100 % = H%

Validasi pada Formulasi


Validasi : ......................................................................
Tujuan Validasi : ...................................................
Kategori : .....................................................................
Arti % perolehan kembali :............................................
Tujuan perhtiungan % perolehan kembali :....
Syarat % perolehan kembali : ..........

dilengkapi sendiri
untuk menambah
wawasan anda

Misal :
Bahan
Ekstrak X
Matriks/Pembawa

Konsentrasi (w 1 tablet = 300 mg dg dosis = 150 mg/tablet)


80 %
100 %
120 %
120 mg (*)
100 mg
180 mg
180 mg
200 mg
120 mg

Contoh perhitungan :
(*) {(80/100) x 150} = 120 mg
Tahapan :
1. buat formula tsb
2. hitung % kadar teoritis
3. lakukan pk ---- hitung % kadar observasi (sesuai dg metode pk yg dipilih)
4. hitung % perolehan kembali(**)
5. hitung SD (%) ----- (syarat : < 5% ----- cari pustakanya!!!)
6. hitung KV (%)------(syarat : 2 % atau 10 % ----cari pustakanya dan mana yg dipakai!!!)

Attention: Do not sited this article without permittion from Farida Lanawati Darsono, S.Si.,M.Sc

29

Bab. III.
Overview Optimasi Ekstraksi dan Formulasi
(Dosen: M.M.Farida Lanawati Darsono, S.Si.,M.Sc.)

Optimasi adalah suatu teknik penentuan suatu komposisi dari suatu formula atau proses yang akan
diaplikasikan dalam suatu percobaan
Keuntungan :
1. metode pengembangannya terkonsep dan tidak berdasarkan trial and error
2. hasilnya dapat dipakai sebagai acuan karena jumlah sampel (replikasi) cukup banyak
3. terdapat beberapa pilihan nilai respon sehingga dapat ditentukan nilai optimum dari suatu formula
4. dapat memprediksikan nilai respon tertentu tanpa melakukan percobaan
5. dapat menentukan nilai-nilai yang paling dominan atau yang saling berinteraksi
6. dapat menentukan faktor-faktor bebas dan tergantung
Metode optimasi ada beberapa cara yaitu sebagai berikut:
a. Trial and Error
b. Teknik Optimasi Sistematik
b.1. Model Pendekatan Independen : Sequential Simplex Optimization
b.2. Model Pendekatan Dependen : Contourplot Combination - simplex lattice design.
c. Faktorial Desain
* mengandung beberapa pengertian :
(1) faktor
(2) level
(3) efek dan respon

Aplikasi Simplex Lattice Desain : optimasi larutan pengekstraksi


Contoh :
Optimasi pembuatan ekstrak tanaman
x ,menggunakan metode y dengan
parameter kadar total senyawa fenolik
dan flavonoid

yn = 1X1 + 2X2 + 12X1X2


dimana :
yn
X1, X2

= repon hasil atau sifat yang terukur


= faktor bebas, nilainya antara -1 sampai +1
(nilai notasi)
1, 2 dan 12= koefisien yang nilainya dapat dihitung dari hasil percobaan
dengan :

[X1]

= air

dan

[X2]

= etanol

Untuk mengetahui a, b, ab 3 percobaan:


Bila

: A = 1 bagian --- B = 0

berarti pelarutnya air saja (A = 100%)

Bila

: B = 1 bagian --- A = 0

berarti pelarutnya etanol saja (B = 100%)

Bila

: A = bagian --- B = bagian berarti etanol 50% (A = 50% & B = 50%)


Attention: Do not sited this article without permittion from Farida Lanawati Darsono, S.Si.,M.Sc

30

Kemudian dilakukan ekstraksi dg 3 komposisi cairan penyari :


(1) Air
(2) air-etanol (50%)
(3) etanol 95%
Selanjutnya masing-masing ditetapkan kadarnya
Hasil pk :
(1) air = 0 mg/ml
(2) etanol 50% = 0,30% mg/ml
(3) etanol 95% = 0,20mg/ml
Nilai b sebagai koefisien ekstrak etanol 100%
Dimana persamaan 0,2 = a[0] + b[1] + ab[0][1]
0,2 = 0 + b + 0 = b
Nilai ab sebagai koefisien campuran ekstrak air dan ekstrak etanol
masing-masing 50%
0,30 = a[A] + b[B] + ab[A][B]
0,30 = a [0,5] + 0,2[0,5] + ab [0,5][0,5]
= 0 (0,5) + 0,1 + ab (0,25)
ab = 0,80

Attention: Do not sited this article without permittion from Farida Lanawati Darsono, S.Si.,M.Sc

31

Desain optimasi formula (Factorial Design)


a. penentuan variabel bebas (x):
* zat A
X1
* zat B
X2
b. penentuan variabel tergantung /respon (y) :
* kekerasan
y1
* waktu hancur
y2
* disolusi
y3
* tampilan visual
y4
c. Penentuan jumlah penelitian : 2n = 22 = 4
d. Penentuan jumlah level maksimum dan minimum:
() Zat A (konsentrasi lazim = 5 - 10%)
konsentrasi yang dipakai
= 3 - 10 %
level maksimum (+1)
= 10 %
level minimum (-1)
= 3%
() Zat B (konsentrasi lazim = 5 10 %)
konsentrasi yang dipakai
= 0,3 1 %
level maksimum (+1)
= 1%
level minimum (-1)
= 0,3 %

overview

c. penentuan variabel terkendali :


sifat-sifat ekstrak, perbandingan eksipien, metode pembuatan tablet inti dan proses penyalutan serta
metode uji disolusi dan penetapan kadar.

Attention: Do not sited this article without permittion from Farida Lanawati Darsono, S.Si.,M.Sc

32

Bab. IV.
Penentuan dosis dan formula tanpa sistem optimasi dan dengan sistem optimasi
Bila dosis dihitung berdasarkan kandungan ZA dalam ekstrak yg dipakai dalam pembuatan
sediaan farmasetik, maka :
Misal : (berdasarkan acuan dari hasil pk terkait dengan bentuk ekstrak yg digunakan)
* kadar ZA d/ ekstrak (setelah di pk)
: 80%
* dosis di pasaran bisa terhitung sebagai :
a. ekstrak total
harus dikonversi terhadap % ZA dalam ekstrak(**)
b. langsung ZA (hasil isolasi)
tanpa konversi
(**) kandungan ZA dalam tablet = 80% x 500 mg = 400 mg / tablet
Misal : (berdasarkan acuan dosis sediaan jadi di pasaran atau acuan di pustaka)
* kadar ZA d/ ekstrak (setelah di pk)
: 45%
* acuan di pustaka atau sediaan di pasaran :
1 tablet ---- dosis :500 mg -----% ZA = 60%
* jadi w ekstrak yang diperlukan per tabletnya = {(60/45) x 500}= 666 mg
Misal : (perhitungan berdasarkan hasil percobaan farmakologi)
* penentuan berat ekstrak untuk tiap tablet adalah sbb:
(*) w simplisia kering (500 g) diperoleh ekstrak kental sebanyak = 70 g
(*) w aerosil yg ditambahkan
= 30 g
(*) w ekstrak kering akhir
= 110,15 g
(*) hasil percobaan farmakologi dg tikus :
^ w tikus rata-rata
= 200 g
^ dosisi (acuan di literatur) = 3 g/kg BB
^ volume yang diberikan
= 1 ml/200 g BB sehari satu kali pemberian
^ dosis untuk tikus
= (3 g / 1000 g) x 200 g
= 0,6 g (utk tikue dg bobot 200 g)
^ faktor konversi dari tikus ke manusia adalah = 56
^ dosis untuk manusia (bentuk simplisia)
= {(0,6 g / 200 g) x 56
= 33,6 g / 70 kg BB
^ diasumsikan W rata-rata orang Indonesia = 60 kg
^ dosis konversi dosis untuk manusia
= (60 / 70) x 33,6 g = 28,8 g / 60 kg BB
^ dosis untuk manusia dalam bentuk esktrak kering = (28,8 g / 500 g) x 70 g (w ekstrak kental)
= 4,025 g / hari
* takaran / aturan pakai : 6 tablet / hari ----- (4,025 g/hari)/6 = 224 mg
(tiap tablet mengandung ekstrak kering = 224 mg per tablet dengan bobot tiap tablet 300mg)

Attention: Do not sited this article without permittion from Farida Lanawati Darsono, S.Si.,M.Sc

33

Formula Tablet Inti Ekstrak Tanaman X (tidak menggunakan metode optimasi)


Komposisi
Satu bets
Tablet Blangko
Bahan
Fungsi
Konsentrasi
per tablet
(. tablet)
(. tablet)
Ekstrak tanaman X
Bahan aktif
------**
.. mg**
Aerosil
Pengering
***
.***
Kalsium fosfat dibasik
Pengisi
39%
195 mg
Ac-Di-Sol
Desintegran
3%
15 mg
PVP K-30
Pengikat
3%
15 mg*
Talkum
Glidan
4%
20 mg
Magnesium stearat
Lubrikan
1%
5 mg
Catatan : Berat 1 tablet = 500 mg ---- * dihitung sebagai berat serbuk keringnya

** cara perhitungan :
12 gram ekstrak kering ~ 3,5 gram obat sintetik (yg digunakan sebagai pembanding dalam
percobaan sebelumnya)
dosis obat sintetik
: 500 mg
dosis efektif terhadap ekstrak kering
: {12 g / 3,5 g} x 50 mg = 1,74 g ekstrak kering / hari
takaran / aturan pakai
: 24 tablet / hari
{(~ 1,74 g/hari / 24 tablet) = 71,5 mg/tablet}
Jadi % bahan aktif (ekstrak tan. X) per tablet : (71,5 x 100) /500 = 14,3 %
Jadi pengisi yg diperlukan
: 500 {71,5 + W aerosil + 195 + 15 + 15 + 20 + 5}
*** tetap dihitung dan ditulis % nya mengacu pada ketentuan konsentrasi lazim dan yg terpakai!!!!!
Formula Tablet Inti Ekstrak Tanaman X (menggunakan metode optimasi : S:LD)
Komposisi per tablet (mg)
Bahan
Fungsi
Konsentrasi
FA
FB
FC
FD
Ekstrak tanaman X
Bahan aktif
100
100
100
100
XG
Matrik
12,51
9,375
6,240
3,125
LBG
Matrik
3,125
6,240
9,375
PVP-K30
Pengikat
2,5%
7,5
7,5
7,5
7,5
MgS
Pelicin
4%
3
3
3
3
Talk
Pelincir
1%
12
12
12
12
Laktosa
Pengisi
Ad 100%
16,5
16,5
16,5
16,5
Catatan : bobot 1 tablet = 300 mg
---- SLD concept ---- XG : LBG ----- ----(FA) : 1 : 0
(FB) : in between
(FC) : 0,5:0,5
(FD) : in between
(FE) : 0 : 1

Tabel Formula Salut Enterik (dg sistem optimasi FD)


Bahan
Polimer X
Plastizicer
Pelarut

Formula (-1)
3
0,3
ad 100 ml

Komposisi (%)
Formula a
Formula b Formula ab
10
3
10
0,3
1
1
ad 100 ml
ad 100 ml
ad 100 ml

Attention: Do not sited this article without permittion from Farida Lanawati Darsono, S.Si.,M.Sc

34

FE
100
12,51
7,5
3
12
16,5

Bab. V.
Penerapan Uji Bioavailabilitas dan Bioekivalensi Sediaan Herbal
(Dosen: M.M.Farida Lanawati Darsono, S.Si.,M.Sc.)

references
Djoko Wahyono dan Arief Rahman Hakim, Pharmacokinetics: the role in herbal medicines
quantitative therapy, Bagian Farmakologi dan Farmasi Klinik, Fak. Farmasi UGM
Karin Woelkart, Christoph Koidl, Andrea Grisold, J. David Gangemi, Ronald B. Turner, Egon
Marth, and Rudolf Bauer Bioavailability and Pharmacokinetics of Alkamides From the Roots of
Echinacea angustifolia in Humans
Pendahuluan :

Obat bahan alam (herbal medicines) :


a. dunia kefarmasian untuk terapi,
b. untuk pengatur diet makanan (dieatry suplement)

informasi efek samping dan toksisitas obat bahan alam :


didalam penggunaannya perlu rekomendasi khusus untuk menjaga efektivitas dan kemanan
pemakaian

Penelitian farmakokinetika klinik dan studi interaksi obat bahan alam menjadi sangat penting
untuk meningkatkan rasionalitas terapi guna menghasilkan terapi yang efektif dan aman

kompleknya kandungan aktif obat bahan alam dan rendahnya konsentrasi yang diketemukan di
dalam serum, maka analisa dengan cara dan alat yang canggih, misalnya menggunakan HPLC/MS,
atau HPLC/NMR akan sangat membantu menetapkan parameter farmakokinetika obat alam
tersebut, sebagai dasar pengaturan dosis (medicinal herbal dose regimens).

Pemanfaaatan bahan alam sebagai sumber obat : Bahan alam kelautan (a.l. sponges, tunicata),
tanaman, dan mikroorganisma

Kegunaan :
aktivitas farmakologi juga (dapat dimanfaatkan sebagai kerangka dasar pengembangan obat
melalui sintetik)

Sebagian besar obat sintetik (80% lebih) kerangka dasarnya diketahui berasal dari sumber bahan
alami.

Sebagi contoh kodein, suatu obat penekan batuk (antitusif) dan petidine (pengurang rasa sakit
total, untuk operasi), merupakan obat sintetik yang didasarkan pada kerangka dasar morfin yang
merupakan senyawa bioaktif tanaman Papaver somniverum (Cordell, 1981; Patrick, 2001).

Pentagamavunon dan gamavuton adalah modifikasi sintetik dari kurkumin (Sardjiman, 2000).

penelitian obat bahan alam (herbal medicines) di Indonesia masih sebagian besar ditujukan untuk
melihat aktivitas farmakologi, toksisitas, maupun identifikasi komponen aktif obat tersebut.

Penelitian yang mengekplorasi nasib zat / komponen aktif obat bahan alam di dalam tubuh dan
hubungannya dengan respon farmakologi belum banyak dilakukan.

Pada terapi klinik, pengaturan dosis yang tepat sangat diperlukan agar jumlah / kadar aktif obat
bahan alam yang sampai pada reseptor mencukupi untuk memberikan respon yang diharapkan,
tanpa menimbulkan efek yang merugikan.

Pengaturan ini dapat dilakukan dengan memberikan dosis yang tepat, yang didasarkan pada
parameter farmakokinetik obat bahan alam tersebut.

Parameter farmakokinetika yang perlu diketahui meliputi kinetika absorbsi, distribusi,


metabolisme dan eksresinya.

Attention: Do not sited this article without permittion from Farida Lanawati Darsono, S.Si.,M.Sc

35

Pengetahuan tentang farmakokinetik obat bahan alam dapat membantu memberikan informasi
yang sangat berharga bagi praktisi klinik dalam memberikan terapi yang efektif dan aman.
Pengetahuan farmakokinetika obat alami sangat dibutuhkan untuk memperoleh terapi yang efektif,
aman dan terhindar dari efek samping.
Studi farmakokinetika pada obat alami sangat menantang, mengingat kompleksitas zat yang
terkandung didalamnya, serta sangat kecilnya konsentrasi metabolit aktif obat bahan alam tersebut
yang dapat terdeteksi didalam serum.
Penelitian menggunakan binatang percobaan bisa sangat membantu dan murah, namun tidak
semua hasil penelitian pada binatang percobaan dapat dikonversi untuk diaplikasikan pada
manusia.
Dengan bertambahnya pengetahuan tentang zat aktif yang terkandung dalam obat alami serta
diketemukannya metoda analisa yang selektif dan sensitif, parameter farmakokinetika obat alami
dapat diketahui dan dipublikasi untuk praktisi. Beberapa obat bahan alam yang sudah diteliti profil
farmakokinetikanya dan interaksinya dengan obat lain adalah sebagai berikut :

a. Ginko (Ginko biloba L.)


Penelitian klinik ginko umumnya menggunakan ekstrak standard (Egb761) dalam bentuk padat
secara oral. Egb761 mengandung 26% flavanoid (campuran kuersetin, kamferol, dan isohamnetin
glikosid) dan 6% terpen (ginkgolid dan bilobalid).
Penelitian farmakokinetika klinik ginkgolid A,B, dan bilobalid telah dilakukan terhadap 15
sukarelawan sehat dengan menggunakan preparat ginkgolid bebas dan komplek ginkgolidfosfolipid (Mauri dkk, 2001).
Hasilnya terlihat pada tabel 2. Konsentrasi maksimum (Cmaks) dan AUC ginkgolid dan bilobalid
3-4 kali lebih besar jika diberikan dalam bentuk komplek dengan fosfolipid dibanding ginkgolid
bebas.
b. Garlik (Allium sativum L.)
Salah satu komponen zat aktifnya adalah S-alilsistein (SAC), yang merupakan kontributor utama
dalam preparat garlik untuk kesehatan.
Uji farmakokinetika klinik pada sukarelawan sehat menunjukkan bahwa setelah pemberian dosis
500 mg kapsul ekstrak garlik secara oral, konsentrasi puncak dalam serum (Cmaks) dicapai kurang
lebih 1 jam setelah pemberian.
Waktu paro eliminasinya setelah pemberian oral adalah 10 jam (Kodera dkk., 2002).
c. Minyak timus (Thymus vulgaris L.)
Minyak timus banyak digunakan sebagai terapi bronkhitis akut dan kronis.
Aktivitas farmakologi lain yang pernah dilaporkan adalah sebagai antiinflamasi, antimikroba,
antivirus, dan antioksidan (Piscitelli dkk, 2002).
Kandungan utama minyak timus adalah terpinen 94,3%, p-cimen (23,5%), karvakrol (2,2%), dan
timol (63,6%) (Dimitra dkk., 2000).
Penelitian farmakokinetika klinik preparat timol dilakukan pada sukarelawan sehat. Setelah
mendapatkan perlakuan dengan tablet Bronchipet, yang mengandung 1,08 mg timol, hasilnya
menunjukkan bahwa tidak diketemukan timol didalam serum maupun urin.
Namun metabolit timol sulfat dan glukoronid diketemukan dalam urin maupun serum. Setelah
hidrolisis, timol sulfat didalam serum dapat terdeteksi, tetapi timol glukoronid tidak terdeteksi.
Konsentrasi puncak (Cmaks) didalam serum 94,124,5 ng/mL tercapai pada 2,00,8 jam setelah
pemberian secara oral.
Waktu paro eliminasi (t1/2) timol sulfat adalah 10,2 jam.
Jumlah total metabolit timol sulfat dan glukoronid dalam urin setelah 24 jam adalah 16,24,5%
dari dosis (Kohlert dkk., 2002).
Attention: Do not sited this article without permittion from Farida Lanawati Darsono, S.Si.,M.Sc

36

d. Eurikomanon (Eurycoma longifolia Jack)


Eurycoma longifolia Jack termasuk famili Simaroubaceae, dikenal dengan nama Tongkat Ali di
Malaysia, Pasak Bumi di Indonesia dan Cay ba binh di Vietnam (Chan dkk., 1998).
Analisis HPLC tervalidasi eurikomanon, bioaktif kuasinoid, pada plasma tikus setelah pemberian
oral dan intravena ekstrak Eurycoma longifolia Jack dikembangkan untuk studi farmakokinetika
dan bioavailabilitasnya.
Konsentrasi relatif eurikomanon terdeteksi setelah pemberian injeksi intravena ekstrak 10 mg/kg
mengandung 1,96 mg/kg kuassinoid.
Kadar tersebut turun secara drastis sampai mendekati nol setelah 8 jam. Konstanta kecepatan
eliminasi (k), waktu paro eliminasi (t1/2), volume distribusi (Vd) dan klirens (Cl) berturut-turut
adalah 0,880,19 per jam, 1,000,26 jam, 0,680,30 L/kg, dan 0,390,08 L/jam/kg. Setelah
pemberian oral, harga Cmaks dan tmaks eurikomanon berturut-turut adalah 0,330,03 g/ml dan
4,400,98 jam.
Konsentrasi plasma eurikomanon setelah pemberian oral jauh lebih kecil bila dibandingkan
pemberian injeksi intravena yang mengindikasikan bioavailabilitas eurikomanon setelah
pemberian oral tidak baik.
Bioavailabilitas absolut eurikomanon setelah pemberian oral adalah 10,5% (Low dkk., 2005).
e. Kurkumin (Curcuma spp.)
Studi farmakodinamik dan farmakokinetika kurkumin telah dilakukan setelah pemberian ekstrak
Curcuma secara oral pada pasien dengan kanker colorectal.
Ekstrak Curcuma terstandardisasi dalam bentuk kapsul dengan dosis antara 440 sampai 2200
mg/hari yang mengandung kurkumin 36- 180 mg diberikan kepada 15 pasien kanker colorectal
setiap hari selama 4 bulan.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ekstrak Curcuma aman diberikan pada pasien
sampai dosis 2,2 g/hari yang ekivalen dengan180 mg kurkumin, kurkumin memiliki
bioavailabilitas kecil pada manusia dan mungkin disebabkan oleh metabolisme intensif di saluran
cerna (Sharma dkk., 2001).

Penetapan farmakokinetika obat alami sangat diperlukan untuk mengatur dosis pemberian agar
diperoleh terapi yang efektif dan aman.
Penelitian farmakokinetika klinik obat alami sangat menantang mengingat komponen aktif obat
alami sangat komplek dan konsentrasi metabolit aktif yang dapat dideteksi di dalam serum sangat
kecil.
Oleh karena itu, perlu dikembangkam metoda analisis yang selektif, sensitif, dan mempunyai
reproduktibiltas tinggi

Attention: Do not sited this article without permittion from Farida Lanawati Darsono, S.Si.,M.Sc

37

BMC Clinical Pharmacology -- http://www.biomedcentral.com/1472-6904/5/2


Research article
Pharmacokinetics of isoflavones, daidzein and genistein, after ingestion of soy beverage compared
with soy extract capsules in postmenopausal Thai women
Ekasin Anupongsanugool1, Supanimit Teekachunhatean*1, Noppamas Rojanasthien1, Saipin Pongsatha2
and Chaichan Sangdee1 Address: 1Department of Pharmacology, Faculty of Medicine, Chiang Mai
University, Thailand and 2Department of Obstetrics and Gynecology, Faculty of Medicine, Chiang Mai
University, Thailand
Abstract
Background: Isoflavones from soybeans may provide some beneficial impacts on postmenopausal health.
The purpose of this study was to compare the pharmacokinetics and bioavailability of plasma isoflavones
(daidzein and genistein) after a single dose of orally administered soy beverage and soy extract capsules in
postmenopausal Thai women.
Methods: We conducted a randomized two-phase crossover pharmacokinetic study in 12 postmenopausal
Thai women. In the first phase, each subject randomly received either 2 soy extract capsules (containing
daidzin : genistin = 7.79 : 22.57 mg), or soy beverage prepared from 15 g of soy flour (containing daidzin
: genistin = 9.27 : 10.51 mg). In the second phase, the subjects received an alternative preparation in the
same manner after a washout period of at least 1 week. Blood samples were collected immediately before
and at 0.5, 1, 2, 4, 6, 8, 10, 12, 24 and 32 h after administration of the soy preparation in each phase.
Plasma daidzein and genistein concentrations were determined by using high performance liquid
chromatography (HPLC). The pharmacokinetic parameters of daidzein and genistein, i.e. maximal plasma
concentration (Cmax), time to maximal plasma concentration (Tmax), area under the plasma
concentration-time curve (AUC) and half-life (t1/2), were estimated using the TopFit version 2.0 software
with noncompartmental model analysis.
Results: There were no significant differences in the mean values of Cmax/dose, AUC032/dose, AUC0/dose, Tmax, and t1/2 of genistein between both preparations. For pharmacokinetic parameters of
daidzein, the mean values of Cmax/dose, Tmax, and t1/2 did not significantly differ between both
preparations. Nonetheless, the mean AUC032/dose and AUC0- /dose after administration of soy extract
capsules were slightly (but significantly, p < 0.05) higher than those of soy beverage.
Conclusion: The bioavailability of daidzein, which was adjusted for the administered dose (AUC/dose),
following a single oral administration of soy beverage was slightly (but significantly) less than that of soy
extract capsules, whereas, the bioavailability adjusted for administered dose of genistein from both soy
preparations were comparable. The other pharmacokinetic parameters of daidzein and genistein, including
Cmax adjusted for the dose, Tmax and t1/2, were not different between both soy preparations.

Study design
This study was a single dose, randomized two-phase crossover study with a washout period of at least one
week. It was approved by the Medical Ethics Committee of the Faculty of Medicine, Chiang Mai
University and was in compliance with the Helsinki eclaration.

Attention: Do not sited this article without permittion from Farida Lanawati Darsono, S.Si.,M.Sc

38

Subjects
A total of 12 postmenopausal Thai women, who ranged in age from 4661 years (average 52.83 3.88
years), participated in this study. Their mean weight and height was 52.23 6.38 kg and 1.54 0.06 cm,
respectively. The body mass index (BMI) of each subject was within 1824 kg/m2 (22.06 1.83 kg/m2).
Their serum follicle-stimulating hormone concentrations were more than 20 IU/l and the average level
was 69.60 31.21 IU/l. All had to be in good health on the basis of medical history and physical
examination. Routine blood tests including complete blood count (CBC) with differential, blood urea
nitrogen (BUN), creatinine (Cr) and liver function test (LFT) had to be within the normal limit. Subjects
had to give both verbal and written information regarding the study. Signed informed consent was
obtained prior to entry. Exclusion criteria included subjects with known premenopausal status (<12
months since the last spontaneous menstrual bleeding and a serum follicle-stimulating hormone
concentration 20 IU/l) as well as those with a known history of chronic renal, liver, pulmonary or
cardiovascular diseases, recent cigarette smoking, substance abuse or addiction, use of antibiotics within
the previous 6 weeks, consumption of more than 2 alcoholic drinks/day, regular use (more than 1
dose/week) of over-the-counter or prescribed medications, and malignancy.
Quantification of isoflavones in soy preparations
Two soy preparations, soy flour and soy extract capsules, were chosen as isoflavone sources. The sample
extractions and concentration determinations were modified from the method described by Nakamura et
al. [12]. Two hundred mg of soy flour or 300 mg of powder from the soy capsule (1 capsule) was placed
in a centrifuge tube. Ten ml of 80% methanol in water was added to the centrifuged tubes, and sonicated
for 30 min. Isoflavonoids were extracted for 24 h at an ambient temperature. One ml of the mixture was
centrifuged, and 10 l of clear supernatant was diluted with mobile phase (100 times for soy flour and 400
times for soy extract capsule) and spiked with 20 l of internal standard (IS, 100,000 ng/ml fluorescein
and 50,000 ng/ml chloramphenicol for quantification of aglycones and -glycosides, respectively). Five
l of the mixture was injected into the HPLC system. Separation was performed isocratically at 50C. The
flow rate of the mobile phase was maintained at 1 ml/min and the analytes were detected by UV
absorption at 259 nm. The mobile phase for the quantification of aglycones consisted of 5 mM phosphoric
acid in methanol/acetonitrile
Dosage and drug administration
Subjects were admitted to the Clinical Pharmacology Unit of the Faculty of Medicine, Chiang Mai
University at 6:30 a.m. after an overnight fast of at least 8 h. They were randomized to receive either 2 soy
extract capsules with 300 ml of water, or 300 ml of soy beverage at 7:00 a.m. They remained upright and
fasted for 2 h after soy product administration. Water and lunch were served at 2 h and 4 h, respectively
after dosing. Blood samples were collected at different time points (see below). After the blood sample
collection at 12 h postdose, the subjects were discharged from the Clinical Pharmacology Unit and asked
to come back again on the next day to give blood samples at 24 and 32 h postdose. While waiting for
blood sample collections, the subjects were allowed to perform all of their daily activities, except
moderate to high degrees of exercises. After a washout period of at least 1 week, the subjects received the
alternative preparation and the blood samples were collected in the same manner. Identical food and fluid
were served during the 2 study periods. The subjects were required to refrain from drinking caffeine
containing beverages and alcohol, and instructed to
consume no soy products (except those given in this study) from the time of screening until the end of the
research.

Attention: Do not sited this article without permittion from Farida Lanawati Darsono, S.Si.,M.Sc

39

Blood sample collection


Venous blood samples (7 ml/each) for determination of soy isoflavones were collected predose and then
exactly 0.5, 1, 2, 4, 6, 8, 10, 12, 24 and 32 h after administration. Samples were obtained from the forearm
by venipuncture through an indwelling intravenous catheter (BD Insyte) and collected in a heparinized
vacutainer (BD Insyte). The blood collecting tubes were centrifuged at 2,500 rpm for 20 min and the
plasma samples were separated and frozen at -20C until analyzed.
Pharmacokinetic parameters
The maximal plasma concentration (Cmax, ng/ml) and time to maximal plasma concentration (Tmax, h)
were obtained directly by the visual inspection of each subject's plasma concentration-time profile. The
areas under the plasma concentration-time curve from time 032 (AUC032, ng.h/ml) and 0- (AUC0-,
ng.h/ml) as well as half-life (t1/2, h) were determined by non-compartmental analysis.
The slope of the terminal log-linear portion of the concentration-time profile was determined by leastsquares regression analysis and used as the elimination rate constant (Ke). The elimination t1/2 was
calculated as 0.693/Ke. The AUC from time zero to the last quantifiable point (AUC032) was calculated
using the trapezoidal rule. Extrapolated AUC from time t to infinity (AUCt-) was determined as Ct/Ke.
Total AUC was the sum of AUC032+ AUC32-. In this study, the sampling time was continued for
more than 3 half-lives, therefore, the AUC0-32 was sufficient to cover at least 80% of the total AUC. The
calculation was performed by using the TopFit software version 2.0 for personal computer.
Conclusion
The bioavailability of daidzein, which was adjusted for the administered dose (AUC/dose) following a
single oral administration of soy beverage, was slightly (but significantly) less than that of soy extract
capsules, whereas, that of genistein from both soy preparations was comparable. There was also no
difference in other pharmacokinetic parameters of daidzein and genistein, including Cmax adjusted for
dose, Tmax and t1/2 between both soy preparations.

Attention: Do not sited this article without permittion from Farida Lanawati Darsono, S.Si.,M.Sc

40

Você também pode gostar