Você está na página 1de 11

ANALISIS KASUS WABAH PENYAKIT DBD

DI KABUPATEN JEPARA

MAKALAH

oleh
Refina Nur Astrityawati
Faizah Wahyuningprianti
Fauziyah
Wildatul Qomariyah
Zahra Marseliya Khusnah

NIM 142310101010
NIM 142310101025
NIM 142310101040
NIM 142310101125
NIM 142310101143

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2015

ANALISIS KASUS WABAH PENYAKIT DBD


DI KABUPATEN JEPARA

MAKALAH

diajukan guna melengkapi tugas Ilmu Keperawatan Dasar IIB dengan dosen pengampu
Ns. Emi Wuri Wuryaningsih, M.Kep, Sp.Kep.J.

oleh
Refina Nur Astrityawati
Faizah Wahyuningprianti
Fauziyah
Wildatul Qomariyah
Zahra Marseliya Khusnah

NIM 142310101010
NIM 142310101025
NIM 142310101040
NIM 142310101125
NIM 142310101143

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2015

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit DBD merupakan salah satu masalahkesehatan masyarakat di


wilayah tropis. Daerah endemis tersebar di sebagian besar wilayah Indonesia, dan
berulang kali menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) disertai kematian yang
banyak. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang
disebabkan oleh infeksi virus DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4 yang ditularkan
melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus yang sebenarnya telah
terinfeksi oleh virus dengue dari penderita DBD lainnya. Masa inkubasi penyakit
DBD, yaitu periode sejak virus dengue mengeinfeksi manusia hingga menumbulkan
gejala klinis, antar 3-14 hari, rata-rata 4-7 hari. Penyakit DBD tidak ditularkan
langsung dari orang ke orang. Penderita menjadi infektif bagi nyamuk pada saat
viremia, yaitu beberapa saat menjelang timbulnya demam hingga saat masa demam
berakhir, biasanya berlangsung 3-5 hari. Nyamuk Aedes Aegypti menjadi infektif 812 hari sesudah mengisap darah penderita DBD sebelumnya. Selama periode ini,
nyamuk Aedes yang telah terinfeksi oleh virus dengue ini akan tetap infekfif selama
hidupnya dan potensial menularkan virus dengue kepada manusia yang rentan
lainnya.
Banyak faktor yang bisa menyebabkan Demam berdarah menyebar luas,
seperti lingkungan domestik maupun iklim, demografi, sosial ekonomi dan perilaku.
Berbagai penelitian mengenai faktor risiko terhadap kejadian DBD telah dilakukan
oleh beberapa peneliti dengan memberikan hasil yang selaras maupun yang
kontradiktif. Walaupun demikian, pada umumnya kajian menunjukkan bahwa
pengendalian DBD perlu dilakukan secara komprehensif dari berbagai aspek baik
medis maupun sosial, dengan keterlibatan petugas kesehatan maupun pemberdayaan
masyarakat.
Makalah ini akan membahas tentang wabah DBD khususnya di Kabupaten
Jepara, Jawa Tengah. Seperti yang kita ketahui bahwa wabah DBD sering terjadi di
masyarakat. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan dan menjelaskan
mengenai cara menentukan strategi pengendalian penyebaran penyakit atau wabah
chikungunya. Hal ini dilakukan penulis supaya wabah DBD tidak lagi menjadi
wabah yang sering menyerang penduduk atau masyarakat Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Mengapa kasus DBD di Jepara termasuk dalam kategori wabah?
1.2.2 Bagaimana strategi pengendalian wabah DBD di Jepara?
1.2.3 Bagaimana keterlibatan peran masyarakat dan pemerintah dalam menangani
wabah DBD di Jepara tersebut?
1.2.4 Apa saja hambatan yang ditemukan dalam pengendalian wabah DBD di
Jepara?
1.2.5 Bagaimana hasil pengenalian wabah DBD di Jepara?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Untuk mengetahui kasus DBD di Jepara termasuk dalam kategori wabah.
1.3.2 Untuk mengetahui strategi pengendalian wabah DBD di Jepara.
1.3.3 Untuk mengetahui keterlibatan peran masyarakat dan pemerintah dalam
menangani wabah DBD di Jepara tersebut.
1.3.4 Untuk mengetahui apa saja hambatan yang ditemukan dalam pengendalian
wabah DBD di Jepara.
1.3.5 Untuk mengetahui hasil pengenalian wabah DBD di Jepara.

BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Justifikasi Kasus DBD di Jepara


Wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam
masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi daripada
keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan
malapetaka (UU No.4 Tahun 1984).
Kejadian luar biasa (KLB) merupakan salah satu kategori status wabah
dalam peraturan yang berlaku di Indonesia. Status KLB diatur oleh Peraturan
Menteri Kesehatan RI No.949/MENKES/SK/VII/2004. KLB dijelaskan sebagai
timbulnya atau meningkatnya kejadian atau kematian yang bermakna secara
epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.
Dari kasus Ratusan Desa di Jepara Endemis DB tersebut menunjukkan
bahwa kasus tersebut merupakan wabah, karena jumlah penderitanya melebihi
daripada keadaan yang lazim. Terbukti dari kutipan penjelasan Kepala DKK Jepara,
Dwi Susilowati, "Sedang 2015 ini, sejak Januari hingga pertengahan Februari, sudah
terjadi 485 kasus DB, dan belum ada penderita yang meninggal dunia".
Namun kasus tersebut bukan dinyatakan KLB (Kejadian Luar Biasa) karena
ditinjau dari daerah terjadinya kasus merupakan endemis. Endemis merupakan suatu
masalah kesehatan yang menetap dalam jangka waktu yang sangat lama berkaitan
dengan penyakit yang biasa timbul. Sedangkan kriteria tentang KLB yang mengacu
pada Keputusan Dirjen No. 451/9 pada poin pertama kejadian dinyatakan luar biasa
jika ada unsur bahwa timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada
atau tidak dikenal. Melainkan di Jepara tersebut adalah penyakit DB merupakan
suatu penyakit yang telah menjadi suatu ciri dari daerah di beberapa desa di Jepara
setiap tahunnya.
2.2 Strategi Pengendalian Wabah DBD
Definisi surveilans menurut WHO adalah kegiatan pemantauan secara
cermat dan terus menerus terhadap berbagai faktor yang menentukan kejadian dan
penyebaran penyakit atau gangguan kesehata, yang meliputi pengumpulan, analisis,
interpretasi, dan penyebarluasan data sebagai bahan untuk penanggulangan dan
pencegahan. Surveilans mempunyai arti seperti sistem informasi kesehatan rutin.
Dalam kasus Ratusan Desa di Jepara Endemis DB dapat disimpulkan bahwa
surveilans berjalan rutin, terbukti dari kutipan berita yakni, "Kasus DB di Jepara,
tiap tahunnya fluktuatif. Tahun 2013, tercatat ada 1.951 kasus DB, dan 11
penderitanya meninggal dunia. Sedang tahun 2014, hanya terjadi 806 kasus DB,
dan enam penderitanya meninggal dunia."
Penyuluhan kepada masyarakat adalah kegiatan komunikasi yang bersifat
persuasif edukatif tentang penyakit yang dapat menimbulkan wabah agar
masyarakat mengerti sifat-sifat penyakit, sehingga dapat melindungi diri dari

penyakit, dan apabila terkena, tidak menular pada orang lain. Pada berita ini
pengendalian wabah demam berdarah dilakukan dengan mengirim petugas
kesehatan ke wilayah tersebut untuk melakukan penyuluhan kesehatan guna
menurunkan resiko terjangkitnya DBD. Dalam penjelasan Pasal 5 Undang-undang
No. 4 Tahun 1984, juga dikatakan bahwa penyuluhan dilakukan agar masyarakat
dapat berperan aktif dalam menanggulangi wabah. Selanjutnya dalam Pasal 6
dikatakan bahwa mengikutsertakan masyarakat secara aktif haruslah tidak
mengandung paksaan, disertai kesadaran dan semangat gotong royong,
dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.
Dalam kutipan berita tersebut adalah "Menurut Susilowati, pihaknya sudah
menerjunkan kader untuk melakukan penyuluhan kesehatan hingga ke tingkat desa
untuk menekan angka kasus DB. Salah satu hal yang ditekankan, yakni melakukan
pemberantasan sarang nyamuk (PSN)."
Edukasi terhadap masyarakat juga aktif dilaksanakan, ditunjukkan dengan
kutipan dari kasus Ratusan Desa di Jepara Endemis DB antara lain, "Salah satu
saran dari petugas kesehatan dalam melakukan pemberantasan sarang nyamuk yaitu
dengan cara mencuci bak atau ember penampung air hingga dasarnya. Telur nyamuk
akan hilang apabila dicuci dengan cara itu, tapi jika hanya dibuang airnya, maka
telur masih menempel."
Obat dan vaksin demam berdarah dengue sampai saat ini belum tersedia.
Pengobatan yang dilakukan hanya untuk mengurangi gejala sakit dan mengurangi
risiko kematian (Nadesul 2004), (Suroso & Umar 1999). Penanggulangan demam
berdarah dengue secara umum ditujukan pada pemberantasan rantai penularan
dengan memusnahkan pembawa virusnya (vektornya) yaitu nyamuk Aedes aegypti
dengan memberantas sarang perkembangbiakannya yang umumnya ada di air bersih
yang tergenang di permukaan tanah maupun di tempat-tempat penampungan air
(Bang & Tonn 1993), (Ditjen PPM & PLP 1987), (Nadesul 2004), (Suroso & Umar
1999), (WHO 2004).
2.3 Keterlibatan Peran Masyarakat dan Pemerintah dalam Menangani Wabah
DBD di Jepara
Upaya pemberantasan demam berdarah terdiri dari 3 hal, yaitu:
a) Peningkatan kegiatan surveilans penyakit dan surveilans vektor
b) Diagnosis dini dan pengobatan dini
c) Peningkatan upaya pemberantasan vektor penular penyakit DBD.
Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD merupakan tanggung
jawab bersama antara pemerintah baik lintas sektor maupun lintas program dan
masyarakat termasuk sektor swasta.

2.3.1 Peran Masyarakat terhadap DBD

Peran masyarakat dalam kegiatan surveilans penyakit, yaitu masyarakat dapat


mengenali secara dini tanda-tanda penyakit DBD yang menimpa salah satu anggota
keluarga maupun tetangga mereka dan segera merujuk ke fasilitas pelayanan
kesehatan terdekat. Sehingga bisa dilakukan penegakan diagnosa secara dini dan
diberikan pertolongan dan pengobatan dini.
Masyarakat juga berperan dalam upaya pemberantasan vektor yang
merupakan upaya paling penting untuk memutuskan rantai penularan dalam rangka
mencegah dan memberantas penyakit DBD muncul di masa yang akan datang.
Dalam upaya pemberantasan vektor tersebut antara lain masyarakat berperan
secara aktif dalam pemantauan jentik berkala dan melakukan gerakan serentak
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Gerakan PSN dengan 3M Plus yaitu
menguras tempat-tempat penampungan air minimal seminggu sekali atau
menaburinya dengan bubuk abate untuk membunuh jentik nyamuk Aedes aegypti,
menutup rapat-rapat tempat penampungan air agar nyamuk Aedes aegypti tidak
bisa bertelur di tempat itu, mengubur/membuang pada tempatnya barang-barang
bekas seperti ban bekas, kaleng bekas yang dapat menampung air hujan. Upaya
tersebut sangat berkaitan dengan faktor perilaku dan faktor lingkungan masyarakat
Pemberantasan DBD akan berhasil dengan baik jika upaya PSN dengan 3M
Plus dilakukan secara sistematis, terus-menerus berupa gerakan serentak, sehingga
dapat mengubah perilaku masyarakat dan lingkungannya ke arah perilaku dan
lingkungan yang bersih dan sehat, tidak kondusif untuk hidup nyamuk Aedes
aegypti.
2.3.2 Peran Pemerintah terhadap DBD
Pemberantasan penyakit demam berdarah dengue (DBD) sangat tergantung
pada peran besar pemerintah daerah, yang langsung menghadapi masyarakat.
Daerah diharapkan lebih aktif menggerakkan masyarakatnya untuk menjaga
lingkungan masing-masing. Peran daerah dalam penanggulangan DBD antara lain
dilakukan dengan tindakan preventif seperti:
(1) Mengeluarkan surat edaran kewaspadaan penyakit DBD kepada semua kepala
dinas kesehatan kabupaten/kota
(2) Kampanye gerakan pembersihan sarang nyamuk
(3) Penyebaran poster, ceramah klinik penyegaran tata laksana kasus, maupun
membahas penanganan dan antisipasi DBD.
Pemerintah Provinsi memfasilitasi teknis dan pengamatan DBD di daerah
endemis, membagikan bubuk abate dan malathion untuk pengasapan ke
kabupaten/kota, selain juga memberikan bantuan cairan infus.
Dalam kasus tersebut dinas kesehatan kabupaten Jepara melakukan health
education kepada warga, yakni dijelaskan bahwa "Menurut Susilowati, pihaknya
sudah menerjunkan kader untuk melakukan penyuluhan kesehatan hingga ke
tingkat desa untuk menekan angka kasus DB. Salah satu hal yang ditekankan,
yakni melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN)."

2.4 Hambatan yang Ditemukan dalam Pengendalian Wabah DBD di Jepara.


2.4.1 Sistem Peringatan Dini
Sistem Peringatan Dini telah dilakukan oleh Malaysia dan terbukti efektif dalam
menurunkan angka kejadian DBD. Pemerintah Indonesia perlu membentuk
Sistem Peringatan Dini untuk memberikan peringatan dini bagi masyarakat setiap
tahunnya sebelum terjadi wabah
DBD sehingga masyarakat dapat
mengantisipasinya. Sistem Peringatan Dini dapat memanfaatkan media elektronik
sebagai sarana sosialisasi. Isi sosialisasi sebaiknya mencakup gejala khas DBD
yaitu demam tinggi dan perdarahan terutama perdarahan kulit, serta apa yang
harus dilakukan terhadap penderita DBD. Sosialisasi juga perlu mencakup upaya
pemberantasan DBD yang efektif dan efisien seperti PSN dan upaya perlindungan
diri, seperti pemasangan kelambu pada saat anak tidur siang, kawat kasa pada
lubang ventilasi udara, dan memakai penolak nyamuk.
2.4.2 Resistensi Nyamuk terhadap Insektisida
Hambatan lain dalam pemberantasan DBD adalah resistensi nyamuk Ae. aegypti
terhadap insektisida. Malation dan temefos mengandung bahan aktif organofosfat.
Penggunaan insektisida tersebut dalam waktu lama dapat menimbulkan resistensi
Ae.aegypti terhadap bahan aktifnya. Hal itu disebabkan pada saat pengasapan
tidak semua Ae. aegypti terbunuh tetapi masih ada yang hidup karena nyamuk
berhasil menghindar dari insektisida atau dosis insektisida yang kontak dengan
nyamuk tidak mencukupi. Akibatnya nyamuk tersebut menjadi resisten dan
resistensi itu diturunkan kepada keturunannya.
2.4.3 Dana
Peningkatan anggaran untuk menunjang penelitian terhadap virus dengue
maupun nyamuk Ae. aegypti dapat mendorong keberhasilan pemberantasan DBD.
Diperlukan penelitian untuk mencari sistem pengendalian vektor DBD dengan
berbagai cara antara lain pemberantasan biologik yang lebih aman, efektif, dan
dapat diterima oleh penduduk. Juga diperlukan penelitian yang dapat menciptakan
rekayasa genetika pada Ae.aegypti sehingga nyamuk tidak dapat melanjutkan
siklus hidupnya.
Akhir-akhir ini, upaya pemberantasan DBD yang hangat dibicarakan adalah
vaksin dengue, namun sampai saat ini vaksin itu belum tersedia karena
terbatasnya dana penelitian.
Kesulitan lain yang dihadapi adalah vaksin harus dapat mencegah infeksi
dari keempat serotipe virus dengue. Kendala lain yang dihadapi adalah kesulitan
memprediksi apakah vaksin dengue tersebut benar-benar efektif karena sampai
saat ini penelitian baru dilakukan terhadap model binatang yang tidak

menimbulkan gejala DBD seperti pada manusia. Kita masih harus menunggu
sampai vaksin benarbenar siap dan dapat digunakan secara masal.
2.5 Hasil Pengendalian Wabah

BAB 3. PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan kasus Ratusan Desa di Jepara Endemis DB yang telah
penulis uraikan, maka dapat diambil kesimpulan:
3.1.1 Demam Berdarah Dengue (DBD) di beberapa desa dan kecamatan di Jepara
merupakan kasus wabah, karena jumlah penyebaran penyakit tersebut telah meluas
dan melebihi keadaan yang lazim. Akan tetapi kasus tersebut bukan disebut
Kejadian Luar Biasa (KLB) karena apabila ditinjau dari daerahnya yang merupakan
endemis DB, maka dapat disebutkan bahwa penyakit DB pada daerah tersebut
adalah menjadi penciri daerah di Jepara setiap tahunnya.
3.1.2 Untuk strategi pengendalian terhadap wabah DB tersebut pemerintah setempat
sudah melakukan kebijakannya, termasuk dinas kesehatan kabupaten jepara yang
turut aktif mengendalikan dengan melakukan surveilans, penyuluhan, dan health
education mengenai demam berdarah dengue kepada masyarakat.
3.1.3 Namun yang masih belum jelas terkait hasil pengendalian wabah DB di Jepara
tersebut, yakni masih saja daerah tersebut merupakan endemis DB setiap tahunnya
padahal sudah dilakukan health education oleh petugas kesehatan kepada
masyarakat desa-desa di Jepara.
3.2 Saran
Untuk pengembangan lebih lanjut maka penulis memberikan saran bahwa
3.2.1 Untuk masyarakat pedesaan di Jepara seharusnya dapat menerapkan perilaku
hidup bersih dan sehat (PHBS) sesuai yang telah pemerintahan dan petugas
kesehatan setempat imbaukan.
3.2.2 Untuk mahasiswa keperawatan sebagai calon perawat mau pun perawat yang
telah profesi dan melakukan tindakan pelayanan keperawatan kepada klien yang
terdiagnosa DB juga harus memberikan penyuluhan serta tindak lanjut yang
berupa peningkatan penerapan PHBS bagi klien, serta masyarakat setempat.

DAFTAR PUSTAKA
Soegijanto, Soegeng. 2008. Demam Berdarah Dengue. Surabaya : Airlangga
University Press.
Nugrahaeni, Dyan Kunthi. 2011. Konsep Dasar Epidemiologi. Jakarta : EGC.
Satari, Hindra I and Mila Meiliasari. 2004. Demam Berdarah. Jakarta : Puspa Swara
Bonith, Ruth, Kjellstorm. 2006. Basic Epidemiology. WHO.
http://mki.idionline.org/index.php?
uPage=mki.mki_dl&smod=mki&sp=public&key=MTIwLTEw.
(diakses pada tanggal 31 Januari 2015)
http://theindonesianinstitute.com/wp-content/uploads/2005/06/09-POLICYASSESSMENT-Pemberantasan-KLB-Demam-Berdarah-oleh-AntoniusWiwan-Koban-Juni-2005.pdf. (diakses pada tanggal 1 Februari
2015)

Você também pode gostar