Você está na página 1de 8

MENETAPKAN FOREST REFERENCE EMISSIONS LEVEL DAN/ATAU FOREST REFERENCE LEVEL

(FREL DAN/ATAU FRL) YANG SESUAI DENGAN KONDISI INDONESIA DAN MEMENUHI
PERSYARATAN DI BAWAH UNFCCC : Input untuk proses penetapan FREL/FRL dan submisi ke
Sekretariat UNFCCC 2014
Nur Masripatin, Kementerian Kehutanan
RINGKASAN
Sebagai bagian dari pelaksanaan Warsaw framework for REDD+, Sekretariat UNFCCC telah
mengirimkan ke negara pihak (parties) opsi tata waktu submisi FREL dan/atau FRL. Opsi pertama
mengikuti tata waktu sesuai dengan Kesepakatan COP-19, sedangkan Opsi kedua menyediakan
ruang bagi negara berkembang yang merencanakan submisi lebih cepat, dan khusus opsi 2 (b)
memungkinkan negara yang ingin melaporkan result-based actions melalui biennial Update
Report (BUR) tahun 2014. Mempertimbangkan guidance COP, kesiapan Indonesia sampai saat
ini terkait dengan persyaratan untuk submisi, elemen-elemen yang perlu dipenuhi untuk
technical assessment serta beberapa aspek MRV yang konsistensinya perlu dijaga sejak
pembangunan/penetapan FREL dan/atau FRL, maka opsi pertama adalah yang paling
memungkinkan untuk Indonesia. Dengan pertimbangan yang sama, dan transisi pemerintahan
yang terjadi di Indonesia tahun 2014, sejumlah isu terkait sektor tata-guna lahan (land use sector)
pada kesepakatan 2015, cakupan wilayah pada submisi pertama tidak harus meliputi
keseluruhan wilayah Indonesia (nasional) tetapi dapat mulai dari level Propinsi (agregat dari
sejumlah propinsi yang dipilih), dengan berbagai opsi pendekatan pemilihan propinsi, misal :
fokus pada propinsi pilot REDD+/yang secara historis deforestasi tinggi, atau ditambah dengan
propinsi yang berpotensi mengalami perubahan tutupan hutan yang signifikan di masa datang.
Isu terkait pengalihan emisi (displacement of emissions) dan resiko balik (risks of reversals) dapat
dikelola dengan penerapan safeguards secara konsisten. Dari sisi cakupan kegiatan, dapat
memilih salah satu atau lebih dari lima kegiatan REDD+ disesuaikan dengan kondisi wilayah (misal
propinsi) masing-masing. Dengan pendekatan ini, Indonesia dapat memenuhi target submisi
FREL/FRL tahun 2014 dan masih dapat berproses lebih lanjut selama tahun 2015 menuju angka
FREL/FRL nasional yang tidak hanya mencerminkan kondisi nasional tetapi juga memenuhi
persyaratan internasional yang telah disepakati (Keputusan COP).
PENGANTAR
FREL/FRL merupakan dasar (benchmarks) penilaian kinerja dalam implementasikan REDD+, dan
berdasar Keputusan COP-16 merupakan salah satu perangkat implementasi REDD+ yang harus
dibangun disamping STRANAS/Action Plan, NFMS, dan SIS-REDD+. Berdasar Keputusan COP-16,
negara berkembang yang akan melaksanakan REDD+ perlu menetapkan FREL dan/atau FRL,
dimana FREL dan/atau FRL nasional dapat merupakan kombinasi/agregasi FREL dan/atau FRL
sub-nasional. Sebelumnya, COP-15 memberikan guidance bahwa penetapan FREL/FRL harus
dilakukan secara transparan, dengan mempertimbangkan data historis, disesuaikan dengan
kondisi nasional, dan sesuai dengan Keputusan COP terkait. Keputusan COP (COP-15, COP-16,
1

COP-17 dan COP-19) telah memberikan guidance untuk pembangunan dan penetapan FREL
dan/atau FRL.
GUIDANCE COP UNTUK PEMBANGUNAN DAN PENETAPAN FREL DAN/ATAU FRL
Pada COP-17 negara pihak (Parties) telah menyepakati guidance kunci untuk pembangunan FRE?
dan/atau FRL sebagai berikut :
1. FREL dan/atau FRL dinyatakan dalam ton CO2e per tahun,
2. FREL dan/atau FRL sub-nasional dapat merupakan interim measure sebagai transisi menuju
FREL dan/atau FRL nasional. Oleh karenanya FREL dan/atau FRL interim suatu negara dapat
mencakup kurang dari keseluruhan luasan hutan nasional,
3. FREL dan/atau FRL perlu diperbaharui (update) secara periodik bila memungkinkan, dengan
mempertimbangkan adanya pengetahuan baru, trend baru, dan perubahan cakupan dan
metodologi,
4. Pembangunan dan penetapan FREL dan/atau FRL dilakukan secara transparan, dengan
mempertimbangkan data historis, disesuaikan dengan kondisi nasional, dan memelihara
konsistensi dengan emisi dan serapan akibat aktivitas manusia (anthropogenic) yang
tercantum dalam inventarisasi GRK,
5. Pembangunan dan penetapan FREL dan/atau FRL dapat dilakukan secara bertahap (stepwise
approach) menuju FREL dan/atau FRL nasional, untuk memungkinkan negara pihak
memperbaiki FREL dan/atau FRL dengan memasukkan data yang lebih baik, menggunakan
metodologi yang lebih baik, dan bila memungkinkan pool tambahan.
GUIDANCE COP UNTUK SUBMISI FREL DAN/ATAU FREL
Negara berkembang secara sukarela (dan bila memungkinkan) dapat menyampaikan usulan FREL
dan/atau FRL, disertai dengan :
1. Informasi terkait rasional pembangunan FREL dan/atau FRL termasuk detil kondisi nasional
dan bila disesuaikan (adjusted) termasuk detil bagaimana kondisi nasional dipertimbangkan,
2. Informasi yang transparan, lengkap (memungkinkan untuk membangun FREL dan/atau FRL),
konsisten dengan guidance COP, dan akurat untuk technical assessment terhadap data,
metodologi, dan prosedur yang digunakan dalam membangun FREL dan/atau FRL.
3. Informasi yang disajikan harus sesuai dengan IPCC-GPG dan GL, yang diadopsi atau dianjurkan
oleh COP, termasuk :
Informasi yang digunakan oleh negara pihak dalam membangun FREL dan/atau FREL,
termasuk data historis yang komperhensif dan transparan,

Informasi yang transparan, lengkap, konsisten dan akurat, termasuk metodologi yang
digunakan untuk membangun FREL dan/atau FRL, antara lain (sepanjang
memungkinkan) deskripsi data set, pendekatan, metode, models, asumsi yang dipakai,
deskripsi kebijakan dan rencana terkait, dan deskripsi perubahan dari informasi yang
disubmit sebelumnya,

Pools dan GRK, dan kegiatan REDD+ (salah satu atau lebih dari kegiatan REDD+ : Reducing
emissions from deforestation; Reducing emissions from forest degradation; Conservation
2

of forest carbon stocks; Sustainable management of forest; Enhancement of forest


carbon stocks), yang dimasukkan ke dalam FREL dan/atau FRL, dan alasan mengapa suatu
pool dan/atau kegiatan tidak dimasukkan dalam pembangunan FREL dan/atau FRL,
mengingat bahwa pool dan/atau kegiatan yang signifikan harus dimasukkan,

Definisi hutan yang digunakan untuk membangun FREL dan/FRL bila terdapat perbedaan
definisi hutan yang digunakan dalam inventarisasi GRK atau pelaporan ke organisasi
internasional lainnya, penjelasan mengapa dan bagaimana definisi yang digunakan
dalam pembangunan FREL dan/atau FRL dipilih.

CHECK LISTS TERHADAP FREL DAN/ATAU FRL UNTUK KEPENTINGAN KAJIAN TEKNIS
(TECHNICAL ASSESSMENT) DI BAWAH UNFCCC
Berdasarkan Keputusan COP-17, negara berkembang secara sukarela dapat menyampaikan
(submit) usulan FREL dan/atau FRL , dan terhadap usulan FREL dan/FRL tersebut dapat dilakukan
kajian teknis (technical assessment) dalam konteks pembayaran berbasis hasil (result-based
payments), dan COP-19 telah menetapkan guidance untuk technical assessment.
Technical assessment ditujukan untuk : (1) mengkaji/menilai seberapa jauh informasi yang
disampaiakn oleh negara pihak telah mengacu guidelines untuk submisi informasi tentang FREL
dan/atau FRL; (2) mengadakan technical exchanges yang bersifat fasilitatif dan non-intrusive
tentang informasi terkait pembangunan FREL dan/atau FRL, dengan maksud untuk mendukung
peningkatan kapasitas negara berkembang dalam pembangunan FREL dan/atau FRL dan
peningkatannya ke depan, sesuai dengan kapasitas dan kebijakan nasional negara yang
bersangkutan.
Sebagai bagian dari proses technical assessment, area untuk perbaikan dari sisi teknis dapat
diidentifikasi, beserta identifikais kebutuhan peningkatan kapasitas untuk pembangunan FREL
dan/atau FRL selanjutnya. Tim assessment tidak dalam posisi membuat penilaian (judgment)
atas kebijakan nasional yang menjadi pertimbangan dalam pembangunan FREL dan/atau FRL.
Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut di atas, maka pembangunan dan penetapan FREL
dan/atau FRL perlu memperhatikan apakah hal-hal yang menjadi cakupan technical assessment
di bawah ini telah dipenuhi.
Technical assessment dilakukan terhadap data, metodologi, dan prosedur yang digunakan oleh
negara berkembang dalam membangun FREL dan/atau FRL, sebagai berikut :
1. Seberapa jauh FREL dan/atau FRL konsisten dengan emisi dan serapan yang tercantum dalam
inventarisasi GRK nasional yang berasal dari hutan dan lahan (LULUCF),
2. Bagaimana data historis digunakan dalam pembangunan FREL dan/atau FRL,
3. Seberapa jauh informasi yang disediakan transparan, lengkap, konsisten dan akurat, termasuk
informasi tentang metodologi, deskripsi data sets, pendekatan, metode, model bila
3

4.
5.
6.

7.

8.
9.

digunakan, dan asumsi yang digunakan, serta apakah FREL dan/atau FRL adalah FREL dan/atau
FRL nasional atau lebih kecil (dalam kasus Indonesia sub-nasional),
Apakah deskripsi kebijakan dan rencana terkait tersedia,
Untuk updated FREL dan/atau FRL, apakah deskripsi tentang perubahan terhadap FREL
dan/atau FRL yang di-submit sebelumnya tersedia,
Pools dan GRK, dan kegiatan (salah satu/beberapa/semua kelima cakupan kegiatan REDD+)
yang dimasukkan dalam FREL dan/atau FRL, dan justifikasi kenapa pools dan kegiatan yang
tidak dimasukkan tersebut dianggap tidak signifikan,
Apakah definisi hutan yang digunakan untuk membangun FREL dan/atau FRL tersedia, dan bila
berbeda dengan definisi yang digunakan dalam inventarisasi GRK nasional atau dengan yang
dilaporkan pada organisasi internasional lainnya, mengapa dan bagaimana definisi tersebut
dipilih,
Apakah asumsi tentang perubahan kebijakan nasional di masa datang telah dimasukkan dalam
pembangunan FREL dan/atau FRL,
Seberapa jauh nilai/angka FREL dan/atau FRL konsisten dengan informasi dan deskripsi yang
disediakan oleh negara yang bersangkutan.

BEBERAPA HAL YANG PERLU DIPERTIMBANGKAN UNTUK PEMBANGUNAN DAN SUBMISI FREL
DAN/ATAU FRL INDONESIA
Setiap submisi FREL dan/atau FRL akan dilakukan kajian teknis (technical assessment) oleh dua
ahli LULUCF yang dipilih dari UNFCCC roster of experts, satu dari negara berkembang dan satu
dari negara maju. Technical assessment diselenggarakan satu tahun sekali di Bonn, dan
dikoordinasikan oleh Sekretariat UNFCCC. Negara pihak yang menyampaikan FREL dan/atau FRL
dapat berinteraksi dengan assessment team selama assessment FREL dan/atau FRLnya untuk
memberikan klarifikasi dan informasi tambahan dalam rangka membantu kajian oleh assessment
team. Adapaun tata waktu technical assessment seperti pada Bagan di bawah ini.

Tata waktu kajian teknis (technical assessment) atas submisi FREL dan/atau FRL

Submisi FREL/FRL oleh


negara pihak

Technical assessment
diselenggarakan
setahun sekali, di Bonn,
Jerman.

8 Minggu

10 Minggu

8 Minggu 1 Minggu

Sekretariat UNFCCC
meneruskan semua
informasi yang relevan
kepada technical
assessment team (TAT)

Klarifikasi dari
Negara pihak

Laporan TAT atas


hasil TA-FREL/FRL
(bila terjadi
perubahan
FREL/FRL)

16 Minggu

12 Minggu

Permintaan
klarifikasi TAT
kepada Negara
pihak (bila
diperlukan)

Laporan Final TAT ke


Sekretariat UNFCCC
untuk dipubilkasikan di
UNFCCC web platform

Laporan TAT atas


hasil TA-FREL/FRL
(bila tidak ada
perubahan

4 Minggu

12 Minggu

Tanggapan negara
pihak atas laporan
TAT

FREL/FRL)

Total waktu mulai submisi FREL/FRL sampai penyampaian


laporan hasil technical assessment ke Sekretariat UNFCCC:
46-51 Minggu

Dalam rangka memfasilitasi submisi dan pelaksanaan kajian teknis (technical assessment)
sebagaimana diamanahkan dalam Warsaw REDD+ Framework, Sekretariat UNFCCC telah
mengirimkan informasi kepada semua National Focal Point (NFP) negara berkembang tentang
penyampaian (submisi) FREL dan/atau FRL untuk dilakukan technical assessment, beserta
indicative time frames seperti di bawah ini.

Disamping hal-hal di atas, terdapat beberapa guidance untuk MRV (Keputusan COP-19) yang
perlu mendapat perhatian sejak pembangunan/penetapan FREL dan/atau FRL sebagai berikut :
1. Data dan informasi yang digunakan untuk estimasi emisi dan serapan, stok carbon hutan,
perubahan tutupan hutan dan cadangan carbon (kinerja REDD+), harus transparan dan
konsisten dari waktu ke waktu serta konsisten dengan FREL dan/atau FRL yang telah
ditetapkan/diupdate,
2. Data dan informasi butir 1 tersebut disajikan melalui Biennial Update Reports (BUR), dan
apabila melibatkan pembayaran atas kinerja (result-based actions) REDD+, perlu menyertakan
lampiran teknis (technical annex) yang berisi sebagai berikut :
a) Ringkasan informasi dari laporan akhir technical assessment atas FREL dan/atau FRL sebagai
berikut :
FREL dan/atau FRL yang telah dilakukan technical assessment, dinyatakan dalam ton
CO2e per tahun,
Kegiatan REDD+ (salah satu/beberapa/semua kelima cakupan kegiatan REDD+) yang
dimasukkan dalam FREL dan/atau FRL,
Luas wilayah hutan yang dimasukkan dalam penghitungan,
Waktu (tgl/bl/th) submisi FREL dan/atau FRL, dan laporan akhir technical
assessment atas FREL dan/atau FRL dimaksud,
Periode (dinyatakan dalam tahun) dari yang telah dilakukan technical assessment
tersebut.
b) Hasil/kinerja REDD+ dinyatakan dalam ton CO2e per tahun, konsisten dengan FREL dan/atau
FRL yang telah dilakukan technical assessment,

c) Bukti bahwa metodologi yang digunakan untuk penghitungan hasil/kinerja REDD+


konsisten dengan metodologi yang digunakan dalam pembangunan FREL dan/atau FRL,
d) Deskripsi tentang NFMS dan peran institusi serta tanggung jawab dalam pengukuran,
pelaporan, dan verifikasi hasil/kinerja REDD+,
e) Deskripsi tentang bagaimana elemen-elemen dari Keputusan COP-15 tentang penggunaan
IPCC guidance dan guidelines yang terkini yang telah diadopsi atau disarankan oleh COP,
sebagai dasar untuk estimasi emisi, serapan, perubahan stok carbon dan luasan hutan,
serta pembangunan membangun NFMS yang robust dan transparan.
Dari uraian tersebut di atas dan menyimak informasi yang dapat diakses tentang status
pembangunan FREL Indonesia, disamping melihat aspek teknis yang perlu dipenuhi, dalam
pembangunan/penetapan FREL dan/atau FRL yang akan disampaikan ke Sekretariat UNFCCC
tahun 2014, beberapa isu kunci di bawah ini perlu segera diputuskan :
1. Cakupan wilayah, apakah keseluruhan wilayah Indonesia/nasional atau fokus pada
propinsi-propinsi yang secara historis deforestasi tinggi, propinsi yang secara historis
deforestasi tinggi ditambah dengan propinsi yang berpotensi mengalami perubahan
tutupan hutan yang signifikan di masa datang. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan
dalam pemilihan cakupan wilayah termasuk : guidance COP tentang dimungkinkannya
stepwise approach dalam penetapal FREL dan/atau FRL, kesiapan Indonesia sampai saat
ini terkait dengan persyaratan untuk submisi, elemen-elemen yang perlu dipenuhi untuk
technical assessment serta beberapa aspek MRV yang konsistensinya perlu dijaga sejak
pembangunan/penetapan FREL dan/atau FRL, transisi pemerintahan yang terjadi di
Indonesia tahun 2014 yang sedikit banyak akan mempengaruhi kebijakan pembangunan
dan penggunaan sumberdaya alam ke depan, sejumlah isu terkait sektor tata-guna lahan
(land use sector) pada kesepakatan 2015. Dengan pertimbangan di atas, pada submisi
pertama tidak harus meliputi keseluruhan wilayah Indonesia (nasional) tetapi dapat mulai
dari level Propinsi (agregat sejumlah propinsi), dengan berbagai opsi pendekatan
pemilihan propinsi, misal dengan memilih propinsi-propinsi yang secara historis
deforestasi tinggi, atau ditambah dengan propinsi yang berpotensi mengalami
perubahan tutupan hutan yang signifikan di masa datang). Isu terkait pengalihan emisi
(displacement of emissions) dan resiko balik (risks of reversals) dapat dikelola dengan
penerapan safeguards secara konsisten,
2. Cakupan kegiatan REDD+ yang dimasukkan, apakah salah atau lebih dari kelima kegiatan
REDD+ sesuai Keputusan COP-16 (Reducing emissions from deforestation; Reducing
emissions from forest degradation; Conservation of forest carbon stocks; Sustainable
management of forest; Enhancement of forest carbon stocks); berdasarkan ketersediaan
data yang ada dan pertimbangan lainnya apakah akan fokus pada deforestasi saja atau
juga dapat memasukkan yang lain,
3. Pools dan GRK terutama pools, berdasarkan ketersediaan data apakah hanya akan fokus pada
biomas di atas tanah (above ground) saja beserta pools lainnya yang signifikan (misal : soil untuk
lahan gambut) atau sudah dapat memasukkan pools lainnya,

PENUTUP
Menimbang bahwa technical assessment pada dasarnya untuk melihat seberapa jauh informasi
yang disampaiakn oleh negara pihak telah mengacu guidelines COP, serta mengadakan technical
exchanges yang bersifat fasilitatif dan non-intrusive untuk mendukung peningkatan kapasitas
negara berkembang dalam pembangunan/peningkatan FREL dan/atau FRL ke depan, dan
mempertimbangkan hal-hal seperti diuraikan di atas, maka akan lebih bijak bila Indonesia
menggunakan pendekatan stepwise approach dalam pembangunan/penetapan FREL/FRL
dengan submisi tahun 2014 belum mencakup keseluruhan wilayah Indonesia.
Dengan pendekatan ini, Indonesia dapat memenuhi target submisi FREL/FRL tahun 2014 dan
masih dapat berproses lebih lanjut selama tahun 2015 menuju angka FREL/FRL nasional yang
tidak hanya mencerminkan kondisi nasional tetapi juga memenuhi persyaratan internasional
yang telah disepakati (Keputusan COP).
Apabila FREL nasional yang dipilih, dengan hasil pembangunan FREL yang diperoleh sampai saat
ini, disamping aspek teknis, maka perlu dipertimbangkan dengan seksama asumsi-asumsi yang
dipakai terkait perubahan kebijakan di masa datang dan aspek non-teknis lainnya, sehingga tidak
akan menyulitkan pada waktu update FREL/FRL maupun dalam MRV kinerja REDD+ karena
adanya sejumlah aspek yang perlu dijaga konsistensinya antara FREL/FRL dan MRV.
Sumber :
www.unfccc.int tentang Keputusan-Keputusan COP
Bahan Presentasi pada FGD tentang FREL/FRL di Kantor DNPI tanggal 3 Maret 2014
Jakarta, 31 Mei 2014

Você também pode gostar