Você está na página 1de 20

Audit Charter : Komite Audit dan Otoritas Manajemen

Internal Audit Charter adalah dokumen formal, disetujui oleh komite audit , untuk
menggambarkan misi, independensi, objektivitas, lingkup, tanggungjawab, otoritas,
akuntabilitas dan standar-standar fungsi audit internal untuk suatu perusahaan
Argumen atau manfaat yang mendukung desentralisasi meliputi:

Memberikan kebebasan kepada personel untuk keputusan kecil sehingga


mereka dapat menangani hal-hal yang lebih penting. Manajemen senior tidak
perlu harus selalu meninjau atau menyetujui keputusan yang kurang
signifikan.

Personil satuan lokal memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai


masalah lokal. Jadi merek dapat bertindak secara langsung dengan lebih
cepat dan lebih baik.

Penundaan keputusan untuk persetujuan dapat dihindari. sehingga unit lokal


personil lebih termotivasi untuk memecahkan masalah di tingkat organisasi
mereka
sendiri
dan
mereka
akan
memiliki
kesempatan
untuk
mengembangkan keputusan yang lebih tepat.

PMBOK (Project Management Body Of Knowledge)


Project Management Body of Knowledge (PMBOK) adalah panduan yang berisikan
kumpulan pengetahuan yang diperlukan oleh para profesional dalam manajemen
proyek. Tujuan utama dari PMBOK adalah mengindentifikasi bagian per bagian dari
Pengetahuan atas Badan Pengelolaan Proyek (Project Management Body of
Knowledge) yang secara umum dikenal sebagai best practices. Panduan dari PMBOK
menyajikan dan mengenalkan bahan-bahan penting untuk didiskusikan, ditulis dan
diterapkan dalam manajemen proyek. PMBOK selalu diterapkan sebagai subyek
pada satu atau lebih kasus-kasus bisnis
Project Management Book of Knowledge ( PMBOK ), panduan komprehensif untuk
semua aspek proses manajemen proyek. Meskipun tidak diterbitkan sebagai jenis
dokumen peraturan pemerintah, PMBOK telah menjadi standar profesional di
seluruh dunia untuk praktek manajemen proyek. Kelima kelompok proses
manajemen proyek dasar adalah:
1. Memulai. Harus ada proses formal di tempat untuk memulai setiap usaha
proyek, termasuk deskripsi tujuan proyek, diperkirakan anggaran, dan
persetujuan yang sesuai. Dari perspektif audit internal.
2. Perencanaan. Setiap proyek membutuhkan perencanaan dalam hal waktu
dan estimasi sumber daya serta keterkaitan antara komponen dan proyekproyek lain yang memerlukan koordinasi. Pelaksana. Ini adalah proyek yang
sebenarnya kegiatan - apa yang perlu dilakukan untuk mencapai tujuan

proyek. Dari perspektif audit internal, kegiatan ini dapat berkisar dari tinjauan
individu untuk melaksanakan program berkelanjutan kegiatan audit internal.
3. Mengontrol. Sebuah set berkelanjutan proses harus berada di tempat untuk
memantau penyelesaian sesuai unsur-unsur proyek, menentukan bahwa
anggaran dan tujuan terpenuhi. Ini bisa menjadi komponen penting dalam
manajemen audit internal secara keseluruhan.
4. Penutup. Proses akhir membutuhkan membungkus usaha proyek,
memberikan komponen proyek serta meringkas dan melaporkan hasil proyek.
Bagi banyak kegiatan audit internal, penutupan terdiri dari menghasilkan
laporan audit internal.
KERTAS KERJA AUDIT INTERNAL
Kertas kerja audit (KKA) merupakan catatan-catatan yang dibuat dan data-data
yang dikumpulkan auditor secara sistematis pada saat melaksanakan tugas audit.
Untuk memberikan gambaran yang lengkap terhadap peroses audit, KKA harus
mencerminkan langkah-langkah kerja audit yang ditempuh, pengujian-pengujian
yang dilakukan, informasi yang diperoleh, kesimpulan hasil audit.
FAKTOR-FAKTOR YANG HARUS DIPERHATIKAN DALAM PEMBUATAN KERTAS
KERJA YANG BAIK.
Ada lima faktor yang harus diperhatikan:
1.

Lengkap

a.
Berisi semua imformasi yang pokok, menentuakn komposisi semua data
penting yang dicamtumkan dalam kertas kerja.
b.
Tidak memerlukan tambahan penjelasan secara lisan. Artinya kertas kerja
harus jelas dapat berbicara sendiri, harus berisi imformasi yang lengkap, tidak berisi
imformasi yang belum jelas atau pertanyaan yang belum dijawab.

2.

Teliti

Dalam pembuatan kerja, akuntan harus memperhatikan ketelitian dalam penulisan


dan perhitungan sehingga kertas kerjanya bebas dari kesalahan tulis dan
perhitungan.
3.

Ringkas

Kertas kerja harus dibatasi pada imformasi yang pokok-pokok saja yang relevan
dengan tujuan pemeriksaan yang dilakukan serta disajikan dengan ringkas . untuk
menghindari rincian-rincian yang tidak perlu. Analisis yang perlukan oleh seorang

akuntan harus merupakan peringkasan dan penapsiran data dan bukan hanya
merupakan penyalinan catatan klien kedalam kertas kerja.

4.

Jelas

Kejeasan dalam imformasi kepada pihak-pihak yang akan memeriksa kertas kerja
perlu diusahakan oleh akuntan. Penggunaan ini istilah yang menimbulkan arti ganda
perlu dihindari. Penyajian imformasi secara sistematik perlu dilakukan.

5.

Rapi

Kerapian dalam pembuatan kertas kerja dan keteraturan penyusunan kertas kerja
akan membantu akuntan senior dalam menelaah hasil pekerjaan stafnya serta
memudahkan memperoleh imformasi dari kertas kerja tersebut.

JENIS KERTAS KERJA :


1. Program Audit (Audit Program)
Merupakan daftar prosedur audit untuk seluruh audit unsur tertentu, sekaligus
berfungsi sebagai alat yang bermanfaat untuk menetapkan jadwal pelaksanaan
dan pengawasan pekerjaan audit.
2. Working Trial Balance
Suatu daftar yg berisi :
-

saldo-saldo akun buku besar pada akhir tahun yg diaudit dan pada akhir
tahun sebelumnya

kolom untuk adjustment & penggolongan kembali yg diusulkan auditor

saldo-saldo setelah koreksi auditor yg akan tampak dlm laporan keuangan


auditan

3. Ringkasan Jurnal adjustment


Kertas kerja berisi temuan-temua kekeliruan dalam laporan keuangan & catatan
akuntansi.
4. Skedul Utama (lead schedule atau top schedule)
Kertas kerja yg digunakan untuk :

meringkas informasi yg dicatat dalam skedul pendukung untuk akun-akun yg


berhubungan

menggabungkan akun-akun sejenis, yg jumlah saldonya akan dicantumkan di


dlm laporan keuangan dlm satu jumlah

5. Skedul Pendukung (Supporting Schedule)


Kertas kerja yg menguatkan informasi keuangan dan
dikumpulkan, memuat berbagai simpulan yg dibuat auditor.

operasional

yg

Fraud Triangle

Semua organisasi, apapun jenis, bentuk, skala operasi dan kegiatannya memiliki
risiko terjadinya fraud atau kecurangan. Fraud atau kecurangan tersebut, selain
memberi keuntungan bagi pihak yang melakukannya, membawa dampak yang
cukup fatal, seperti misalnya hancurnya reputasi organisasi, kerugian organsisasi,
kerugian keuangan Negara, rusaknya moril karyawan serta dampak-dampak negatif
lainnya.
Maraknya berita mengenai investigasi terhadap indikasi penyimpangan (fraud) di
dalam perusahaan dan juga pengelolaan negara di surat kabar dan televisi semakin
membuat sadar bahwa kita harus melakukan sesuatu untuk membenahi
ketidakberesan tersebut. Walaupun saat ini sorotan utama sering terjadi pada
manajemen puncak perusahaan, atau terlebih lagi terhadap pejabat tinggi suatu
instansi, namun sebenarnya penyimpangan perilaku tersebut bisa juga terjadi di
berbagai lapisan kerja organisasi.
Defenisi Fraud
Secara harafiah fraud didefenisikan sebagai kecurangan, namun pengertian ini telah
dikembangkan lebih lanjut sehingga mempunyai cakupan yang luas. Blacks Law
Dictionary Fraud menguraikan pengertian fraud mencakup segala macam yang
dapat dipikirkan manusia, dan yang diupayakan oleh seseorang, untuk
mendapatkan keuntungan dari orang lain dengan saran yang salah atau pemaksaan
kebenaran, dan mencakup semua cara yang tidak terduga, penuh siasat. Licik,
tersembunyi, dan setiap cara yang tidak jujur yang menyebabkan orang lain tertipu.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa fraud adalah perbuatan curang (cheating)
yang berkaitan dengan sejumlah uang atau properti.
Berdasarkan defenisi dari The Institute of Internal Auditor (IIA), yang dimaksud
dengan fraud adalah An array of irregularities and illegal acts characterized by
intentional deception: sekumpulan tindakan yang tidak diizinkan dan melanggar
hukum yang ditandai dengan adanya unsur kecurangan yang disengaja.

Websters New World Dictionary mendefenisikan fraud sebagai suatu pembohongan


atau penipuan (deception) yang dilakukan demi kepentingan pribadi, sementara
International Standards of Auditing seksi 240 The Auditors Responsibility to
Consider Fraud in an Audit of Financial Statement paragraph 6 mendefenisikan
fraud sebagai tindakan yang disengaja oleh anggota manajemen perusahaan,
pihak yang berperan dalam governance perusahaan, karyawan, atau pihak ketiga
yang melakukan pembohongan atau penipuan untuk memperoleh keuntungan yang
tidak adil atau illegal.
Apapaun itu defenisinya, menurutku fraud tetaplah fraud, dimanapun itu dilakukan,
baik dilingkungan swasta maupun di sektor publik. Motifnya sama, yaitu sama-sama
memperkacaya diri sendiri/golongan dan modus operandinya sama, yaitu dengan
melakukan cara-cara yang illegal.
Tipologi Fraud
Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) di Amerika serikat menyusun peta
mengenai fraud. Peta ini berbentuk pohon, dengan cabang dan ranting. Tiga cabang
utama dari fraud tree ini adalah Corruption, Asset misappropriation dan fraudulent
statement. Turunannya lebih jauh dapat dilihat dalam gambar dibawah.

Ada enam ranting yang muncul dari cabang corruption. Bandingkan ini dengan 30
(tiga puluh) jenis tindak pidana korupsi dalam ketentutan perundang-undangan
Indonesia. Cabang kedua adalah Asset Misappropriation yang dapat diartikan secara
bebas sebagai penjarahan kekayaan perusahaan atau lembaga. Kita bisa
membayangkan banyaknya jenis fraud dalam cabang ini, mulai dari pencurian uang
secara terbuka (larceny), pencurian dan penyalahgunaan (misuse) harta lembaga,

sampai pada larceny secara tidak langsung (rekening bank atas nama pejabat).
Cabang ketiga (Fraudulent Statement) merupakan fraud yang dilakukan dengan
menggunakan cara-cara akuntansi seperti earning managemen dan, windows
dressing. Kausus Enron merupakan contoh nyata dari tipe Fraud ini.
Sedangkan Delf (2004) menambahkan satu lagi tipologi fraud yaitu cybercrime. Ini
jenis fraud yang paling canggih dan dilakukan oleh pihak yang mempunyai keahlian
khusus yang tidak selalu dimiliki oleh pihak lain. Cybercrime juga akan menjadi jenis
fraud yang paling ditakuti di masa depan dimana teknologi berkembang dengan
pesat dan canggih.
Motivasi Melakukan Fraud
Pada umumnya fraud terjadi karena tiga hal yang mendasarinya terjadi secara
bersama, yaitu:
1. Insentif atau tekanan untuk melakukan fraud
2. Peluang untuk melakuakn fraud
3. Sikap atau rasionalisasi untuk membenarkan tindakan fraud.
Ketiga faktor tersebut digambarkan dalam segitiga fraud (Fraud Triangle) berikut:

Opportunity
biasanya muncul sebagai akibat lemahnya pengendalian inernal di organisasi
tersebut. Terbukanya kesempatan ini juga dapat menggoda individu atau kelompok
yang sebelumnya tidak memiliki motif untk melakukan fraud.
Pressure atau motivasi pada sesorang atau individu akan memebuat mereka
mencari kesempatan melakukan fraud, beberapa contoh pressure dapat timbul

karena masalah keuangan pribadi, Sifat-sifat buruk seperti berjudi, narkoba,


berhutang berlebihan dan tenggat waktu dan target kerja yang tidak realistis.
Rationalization terjadi karena seseorang mencari pembenaran atas aktifitasnya
yang mengandung fraud. Pada umumnya para pelaku fraud meyakini atau merasa
bahwa tindakannya bukan merupakan suatu kecurangan tetapi adalah suatu yang
memang merupakan haknya, bahkan kadang pelaku merasa telah berjasa karena
telah berbuat banyak untuk organisasi. Dalam beberapa kasus lainnya terdapat
pula kondisi dimana pelaku tergoda untuk melakukan fraud karena merasa rekan
kerjanya juga melakukan hal yang sama dan tidak menerima sanksi atas tindakan
fraud tersebut.
Faktor Pemicu Fraud
Terdapat empat faktor pendorong seseorang untuk melakukan kecurangan, yang
disebut juga dengan teori GONE, yaitu Greed (keserakahan), Opportunity
(kesempatan), Need (kebutuhan), Exposure (pengungkapan).
Faktor Greed dan Need merupakan faktor yang berhubungan dengan individu
pelaku kecurangan (disebut juga faktor individual). Sedangkan faktor Opportunity
dan Exposure merupakan faktor yang berhubungan dengan organisasi sebagai
korban perbuatan kecurangan (disebut juga faktor generik/umum).
1.

Faktor generic

Kesempatan (opportunity) untuk melakukan kecurangan tergantung pada


kedudukan pelaku terhadap objek kecurangan. Kesempatan untuk melakukan
kecurangan selalu ada pada setiap kedudukan. Namun, ada yang mempunyai
kesempatan besar dan ada yang kecil. Secara umum manajemen suatu
organisasi/perusahaan mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk melakukan
kecurangan daripada karyawan;
Pengungkapan (exposure) suatu kecurangan belum menjamin tidak
terulangnya kecurangan tersebut baik oleh pelaku yang sama maupun oleh pelaku
yang lain. Oleh karena itu, setiap pelaku kecurangan seharusnya dikenakan sanksi
apabila perbuatannya terungkap.
2.
-

Faktor individu
Moral, faktor ini berhubungan dengan keserakahan (greed).

Motivasi, faktor ini berhubungan dengan kebutuhan (need), yang lebih


cenderung berhubungan dengan pandangan/pikiran dan keperluan pegawai/pejabat
yang terkait dengan aset yang dimiliki perusahaan/instansi/organisasi tempat ia
bekerja. Selain itu tekanan (pressure) yang dihadapi dalam bekerja dapat
menyebabkan orang yang jujur mempunyai motif untuk melakukan kecurangan.

Gejala Adanya Fraud


Fraud (Kecurangan) yang dilakukan oleh manajemen umumnya lebih sulit
ditemukan dibandingkan dengan yang dilakukan oleh karyawan. Oleh karena itu,
perlu diketahui gejala yang menunjukkan adanya kecurangan tersebut, adapun
gejala tersebut adalah:
1.

Gejala kecurangan pada manajemen

Ketidakcocokan diantara manajemen puncak;

Moral dan motivasi karyawan rendah;

Departemen akuntansi kekurangan staf;

Tingkat komplain yang tinggi terhadap organisasi/perusahaan dari pihak


konsumen, pemasok, atau badan otoritas;

Kekurangan kas secara tidak teratur dan tidak terantisipasi;

Penjualan/laba menurun sementara itu utang dan piutang dagang meningkat;

Perusahaan mengambil kredit sampai batas maksimal untuk jangka waktu


yang lama;

Terdapat kelebihan persediaan yang signifikan;

Terdapat peningkatan jumlah ayat jurnal penyesuaian pada akhir tahun buku.

2.

Gejala kecurangan pada karyawan/pegawai

Pembuatan ayat jurnal penyesuaian tanpa otorisasi manajemen dan tanpa


perincian/penjelasan pendukung;

Pengeluaran tanpa dokumen pendukung;

Pencatatan yang salah/tidak akurat pada buku jurnal/besar;

Penghancuran,
pembayaran;

Kekurangan barang yang diterima;

Kemahalan harga barang yang dibeli;

Faktur ganda;

Penggantian mutu barang.

Perilaku Pelaku Fraud

penghilangan,

pengrusakan

dokumen

pendukung

Berikut merupakan beberapa perilaku seseorang yang harus menjadi perhatian


karena dapat merupakan indikasi adanya kecurangan yang dilakukan orang
tersebut, yaitu:

Perubahan perilaku secara signifikan, seperti: easy going, tidak seperti


biasanya, gaya hidup mewah, mobil atau pakaian mahal;

Gaya hidup di atas rata-rata;

Sedang mengalami trauma emosional di rumah atau tempat kerja;

Penjudi berat;

Peminum berat;

Sedang dililit utang;

Temuan audit atas kekeliruan (error) atau ketidakberesan (irregularities)


dianggap tidak material ketika ditemukan;

Bekerja tenang, bekerja keras, bekerja melampaui jam kerja, sering bekerja
sendiri.

Fraud dalam Pengelolaan Keuangan Negara


Bantuan Likuiditas Bank Indonesia dan Century Gate. Kedua kasus ini
memiliki kesamaan, yaitu sama-sama menggunakan dana talangan yang diberikan
pemerintah yang seharusnya untuk menyelamatkan kondisi modal perbankan
namun dana tersebut oleh manajemen malah diselewengkan untuk kepentingan
pribadi atau bisnisnya yang lain.
Pengadaan Barang dan Jasa. Prof. Dr. Soemitro Djojohadikusumo pada Kongres
ISEI 1993 memperkirakan kebocoran keungan Negara sekitar 30% dari pengadaan
barang dan jasa. Kerugian ini bervariasi dari department ke department sampai ke
tingkat pemerintah daerah. JIka dilakukan penelitian untuk tahun-tahun sekarang ini
kemungkinan persentasenya akan lebih besar lagi, karena otonomi daerah
membawa dampak adanya raja-raja kecil di daerah yang menuntut bagian proyek
pengadaan barang dan jasa.
Penyediaan Barang dan Jasa Publik. Teorinya pubic goods disediakan untuk
masyarakat luas, tanpa diskriminasi. Namun, berbagai faktor memberi peluang bagi
pihak-pihak tertentu untuk menikmati public goods seolah-olah itu merupakan
private goods bagi mereka. Contohnya saja jasa keamanan yang merupakan public
goods yang disediakan TNI/Polri dapat dinikmati oleh orang atau perusahaan yang
membayar harga yang tepat. Demikian pula dengan kendaraan, rumah dinas, dll
yang diakui sepihak menjadi hak milik pejabat sebelumnya.

Peran Multinational Corporation (MNC). Potensi fraud yang melibatkan


perusahaan atau pengusaha asing biasanya terletak pada perizinan usaha
pertambangan dan energi yang bisanya diperoleh dengan cara-cara penyuapan.
Apalagi
pemerintah
menerapkan
production
sharing
atas
lokasi-lokasi
pertambangan di tanah air yang sangat rentan diselewengkan oleh para operator
pertambangan.
Fraud pada Penerimaan Negara. Sebenarnya volume fraud yang paling besar
bukan terletak pada sisi pengeluaran tetapi justru pada penerimaan Negara, tengok
saja kasus Bahasim dan Gayus Tambunan yang meraup kekayaan besar dalam
waktu singkat hanya dengna menyelewengkan prosedur perpajakan, atau
membantu mengurangi jumlah pajak kiennya. Di pemerintah daerah kasusnya lebih
bergam lagi, mulai dari pemetongan sekian persen dari pencairan anggaran,
sampai setoran penerimaan yang banyak dipotong untuk peruntukan yang tidak
jelas.
Pencegahan dan Pendeteksian Fraud
Dalam mencegah dan mendeteksi serta menangani fraud sebenarnya ada beberapa
pihak yang terkait: yaitu akuntan (baik sebagai auditor internal, auditor eksternal,
atau auditor forensik) dan manajemen perusahaan. Peran dan tanggung jawab
msaing-masing pihak ini dapat digambarkan sebagai suatu siklus yang dinamakan
Fraud Deterrence Cycle atau siklus pencegahan fraud seperti gambar dibawah ini.

Corporate Governance dilakukan oleh manajemen yang dirancang dalam rangka


mengeliminasi atau setidaknya menekan kemungkinan terjadinya fraud. Corporate
governance meliputi budaya perusahaan, kebijakan-kebijakan, dan pendelegasian
wewenang.

Transaction Level Control Process yang dilakukan oleh auditor internal, pada
dasarnya adalah proses yang lebih bersifat preventif dan pengendalian yang
bertujuan untuk memastikan bahwa hanya transaksi yang sah, mendapat otorisasi
yang memadai yang dicatat dan melindungi perusahaan dari kerugian.
Retrospective Examination yang dilakukan oleh Auditor Eksternal diarahkan
untuk mendeteksi fraud sebelum menjadi besar dan membahayakan perusahaan.
Investigation and Remediation yang dilakukan forensik auditor. Peran auditor
forensik adalah menentukan tindakan yang harus diambil terkait dengan ukuran
dan tingkat kefatalan fraud, tanpa memandang apakah fraud itu hanya berupa
pelanggaran kecil terhdaap kebijakan perusahaan ataukah pelanggaran besar yang
berbentuk kecurangna dalam laporan keuangan atau penyalahgunaan aset.
Mengapa Pencegahan?
Keberhasilan kegiatan memerangi fraud, setelah korupsi terjadi adalah suatu ironi
tersendiri dalam upaya penanggualan fraud karena semakin banyak mendeteksi
dan menyelesaikan kasus berindikasi fraud, bukan merupakan kondisi umum yang
dikehendaki masyarakat, sebab pada dasarnya kejadian fraud bukanlah kejadian
yang dikehendaki masyarakat.
Pencegahan fraud bisa dianalogikan dengan penyakit, yaitu lebih baik dicegah dari
pada diobati. Jika menunggu terjadinya fraud baru ditangani itu artinya sudah ada
kerugian yang terjadi dan telah dinikmati oleh pihak terntu, bandingkan bila kita
berhasil mencegahnya, tentu kerugian belum semuanya beralih ke pelaku fraud
tersebut. Dan bila fraud sudah terjadi maka biaya yang dikeluarkan jauh lebih besar
untuk memulihkannya daripada melakukan pencegahan sejak dini.
Untuk melakukan pencegahan, setidaknya ada tiga upaya yang harus dilakukan
yaitu (1) membangun individu yang didalamnya terdapat trust and openness,
mencegah benturan kepentingan, confidential disclosure agreement dan corporate
security contract. (2) Membangun sistem pendukung kerja yang meliputi sistem
yang terintegrasi, standarisasi kerja, aktifitas control dan sistem rewards and
recognition. (3) membangun sistem monitoring yang didalamnya terkandung
control self sssessment, internal auditor dan eksternal auditor
Peran Internal Auditor
Pendeteksian fraud oleh auditor internal merupakan salah satu peran dari kegiatan
internal auditing yang dijalankan dalam organisasi. Standards No. 1210.A2
menyatakan sebagai berikut: The internal auditor should have sufficient
knowledge to identify the indicators of fraud but is not expected to hace the
expertise of a person whose primary responsibility is detecting and investigating
fraud.

Merujuk pada standar profesi diatas, auditor internal diharuskan memiliki


pengetahuan yang cukup untuk mendeteksi adanya indikasi fraud dalam organisasi.
Pengetahuan yang harus harus dimiliki auditor internal termasuk pula pengetahuan
mengenai karakteristik fraud, teknik-teknik yang digunakan dalam melakukan fraud,
dan jenis-jenis fraud yang mungkin terjadi pada berbagai proses bisnis.
Auditor internal bertanggung jawab dalam mendeteksi fraud yang mungkin telah
terjadi sedini mungkin, sebelum memebawa dampak yang lebih buruk pada
organisasi. Pendeteksian tersebut dapat dilakukan pada saatmenjalankan kegiatan
internal auditing. Pada saat melakukan audit, auditor internal dapat memfokuskan
diri pada area-area yang memeiliki risiko tinggi terjadinya fraud seperti transaski
kas, rekonsiliasi bank, proses pengadaan, penjualan, dll.
Jika auditor internal menemukan suatu indikasi terjadinya fraud dalam organisasi,
auditor internal harus melaporkannya kepada pihak-pihak terkait dalam organsiasi
tersebut, seperti audit committee. Auditor internal dapat memberikan rekomendasi
dilakukannya investigasi yang diperlukan untuk menyelidiki fraud tersebut.
Dalam sektor publik. Auditor internal dapat dilakukan oleh inspektorat di masingmasing department dan oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan
(BPKP) berdasarkan permintaan dari pemerintah. Teknis dan proses auditnya tidak
jauh berbeda dengan yang dilakukan di sektor swasta.
Peran Eksternal Auditor
Dalam melaksanakan tanggung jawab profesionalnya seorang auditor eksternal
dibatasi oleh standar-standar auditing yang berlaku. Tanggung jawab auditor
sehubungan dengan fraud dijelaskan secara umum dalam SA seksi 110 Tanggung
jawab dan fungsi auditor independen paragraph 02: Auditor bertanggung jawab
untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan
memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik
yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan.
Tanggung jawab auditor dalam mendeteksi fraud tersebut dijabarkan lebih lanjut
dalam SA seksi 316 pertimbangan atas kecurangan dalam audit laporan
keuangan. Berdasarkan SA Seksi 316 tersebut, auditor harus secara khusus
menaksir risiko salah saji material dalam laoran keuangan sebagai akibat dari
kecurangan dan harus memperhatikan taksiran risiko ini dalam mendesain prosedur
audit yang akan dilaksanakan. Prosedur audit mungkin berubah apabila terjadi
fraud.
Selanjutnya dalam SA Seksi 317 Unsur tindakan pelanggaran hukum oleh klien,
dijelaskan bahwa apabila terjadi unsur tindakan pelanggaran hukum (termasuk
fraud) maka auditor akan mengumpulkan informasi tentang sifat pelanggaran,
kondisi terjadinya pelanggaran dan dampak potensialnya terhadap laporan
keuangan. Apabila dibutuhkan auditor dapat berkonsultasi dengan penasehat

hukum dan melakukan prosedur audit tambahan untuk memperoleh pemahaman


yang lebih baik tentang sifat pelanggaran yang terjadi. Terungkapanya fraud, yang
berrdampak pada denda dan kerugian, harus diungkapakan dalam catatan atas
laporan keungan. Lebih jauh lagi, bila fraud yang terjadi sangat material dan bisa
mempengaruhi kewajaran laporan keuangan, maka auditor tidak dapat memberikan
opini wajar tanpa pengecualian.
Pada sektor public, yang menjadi auditor eksternal adalah Badan Pemerika
keuangan (BPK) berdasarkan UU No 15 tahun 2004 tentang pemeriksaan
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara. Dalam UU ini diatur bahwa BPK
melaksanakan pemeriksaaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keungan
Negara. Pemeriksaan tersebut terdiri dari pemeriksaan keuangan, pemeriksaan
kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.
Kebijakan Anti Fraud
Beberapa Perusahaan besar telah menyadari bahaya besar akibat fraud, mereka
telah melakukan perencanaan sedini mungkin terhadap pencegahan fraud ini.
Tengok saja Telkom Grup dan Astra Grup, kedua Perusahaan ini telah mengantisipasi
fraud yang diwujudkan dalam kebijakan anti fraud yang diterapkan di dalam
peruashaan.
1. Telkom Group
Grup Astra memberikan perhatian yang demikian besar dalam pengembangan
praktek Good Corporate Governance (GCG) dengan standar tinggi. Beberapa paket
kebijakan telah dibuat untuk mendukung GCG diseluruh Astra Grup yang dimonitor
oleh Komite Audit, Komite Renumerasi dan Nominasi, Komite Eksekutif, kelompok
Manajemen Resiko dan Departemen Audit Internal.
Untuk memberikan petunjuk yang jelas dan bagaimana karyawan melaksanakan
tugas-tugasnya, Grup Astra telah membuat buku pedoman yang komprehensif,
yaitu Pedoman Etika Bisnis dan kerja, yang mencakup semua aspek dalam
berhubungan dengan pihak ketiga dan masyarakat luas secara bertanggung jawab
dan professional. Selain itu Astra juga mengeluarkan pedoman lainnya untuk
memberikan kepastian dan assurance bahwa seluruh aktivitas telah menerapkan
pola yang sesuai dengan GCG, pedoman-pedoamn itu yaitu: pedoman sistem audit
dan manajemen risiko, pedoman benturan kepentingan, peraturan mengenai
informasi orang dalam, pedoman kewajiban sosial perusahaan, pedoman
manajemen sumber daya manausia, pedoman direksi dan komisaris Astra,
kebijakan pelaporan atas pelanggaran etika, kebijakan atas penyampaian laporan
tahunan dan kebijakan transaksi material dan perubahan kegiatan usaha.
2. Telkom Group

Sebagai perusahan publik yang juga melantai di bursa internasional (NYSE dan LSE)
Telkom berupaya mewujudkan tata kelola perusahaan yang bersih sebagai mana
tuntutan dari aturan Sarbanes Oxley Act (SOA) yang dianut Telkom Grup. Telkom
secara berkala terus mengeluarkan berbagai program yang memastikan
kesempatan berbuat curang (fraud) itu tertutup. Didalam program anti fraud
tersebut terdapat code of ethics, whistleblower policy, organization structure dan
Human Resource Policy.

Program whistleblower yang diterapkan Telkom dimaksudkan untuk menciptakan


sebuah sistem yang memungkinkan perusahaan dapat melakukan deteksi dini
terhadap kemungkinan atau indikasi adanya fraud, dengan begitu Telkom dapat
secara lebih awal melakukan langkah-langkah koreksi dan mitigasi yang diperlukan
untuk mengamankan asset, reputasi dan risiko kerugian yang mungkin timbul.
Selain itu Telkom juga menerapkan Enterprise Risk Management (ERM) yang
disusun oleh COSO. Beberapa kebijakan yang dilakukan Telkom terkait penerapan
ERM ini antara lain: (1) peningkatan kebijakan melalui evaluasi, perbaikan,
peningkatan, distribusi dan kebijakan internal untuk mendukung pengelolaan resiko;
(2) Peningkatan pemahaman proses bisnis yang efektif melalui penyederhanaan
atau penghapusan proses bisnis yang kurang efektif; (3) pelaksanaan pengkajian
risiko dan langkah mitigasi yang meliputi inisiatif startegis, RKAP, dan evaluasi diri
atas pengendalian risiko seluruh unit; (4) perlindungan asset melalui penyediaan
informasi yang memadai dan akurat hingga menciptakan efektifitas dan efisiensi
proses bisnis serta kepatuhan terhadap peraturan
Audit Forensik

Pengertian Audit Forensik


Audit Forensik terdiri dari dua kata, yaitu audit dan forensik. Audit adalah
tindakan untuk membandingkan kesesuaian antara kondisi dan kriteria. Sementara
forensik adalah segala hal yang bisa diperdebatkan di muka hukum / pengadilan.
Menurut Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), forensic
accounting / auditing merujuk kepada fraud examination. Dengan kata lain
keduanya merupakan hal yang sama, yaitu:
Forensic accounting is the application of accounting, auditing, and investigative
skills to provide quantitative financial information about matters before the
courts.
Menurut D. Larry Crumbley, editor-in-chief dari Journal of Forensic Accounting
(JFA) Akuntansi forensik adalah akuntansi yang akurat (cocok) untuk tujuan hukum.

Artinya, akuntansi yang dapat bertahan dalam kancah perseteruan selama proses
pengadilan, atau dalam proses peninjauan judicial atau administratif.
Dengan demikian, Audit Forensik bisa didefinisikan sebagai tindakan
menganalisa dan membandingkan antara kondisi di lapangan dengan criteria, untuk
menghasilkan informasi atau bukti kuantitatif yang bisa digunakan di muka
pengadilan.
Karena sifat dasar dari audit forensik yang berfungsi untuk memberikan bukti
di muka pengadilan, maka fungsi utama dari audit forensik adalah untuk melakukan
audit investigasi terhadap tindak kriminal dan untuk memberikan keterangan saksi
ahli (litigation support) di pengadilan.
Audit Forensik dapat bersifat proaktif maupun reaktif. Proaktif artinya audit
forensik digunakan untuk mendeteksi kemungkinan-kemungkinan risiko terjadinya
fraud atau kecurangan. Sementara itu, reaktif artinya audit akan dilakukan ketika
ada indikasi (bukti) awal terjadinya fraud. Audit tersebut akan menghasilkan red
flag atau sinyal atas ketidakberesan. Dalam hal ini, audit forensik yang lebih
mendalam dan investigatif akan dilakukan.
2.2 Perbandingan
(Keuangan)

antara

Audit

Forensik

dengan

Audit

Audit Tradisional

Audit Forensik

Waktu

Berulang

Tidak berulang

Lingkup

Laporan
umum

Keuangan

Tradisional

secara
Spesifik

Hasil

Opini

Membuktikan
(kecurangan)

Hubungan

Non-Adversarial

Adversarial
hukum)

Metodologi

Teknik Audit

Eksaminasi

Standar

Standar Audit

Standar
Positif

Praduga

Professional Scepticism

Bukti awal

Audit

fraud

(Perseteruan

dan

Hukum

Perbedaan yang paling teknis antara Audit Forensik dan Audit Tradisional
adalah pada masalah metodologi. Dalam Audit Tradisional, mungkin dikenal ada
beberapa teknik audit yang digunakan. Teknik-teknik tersebut antara lain adalah
prosedur analitis, analisa dokumen, observasi fisik, konfirmasi, review, dan
sebagainya. Namun, dalam Audit Forensik, teknik yang digunakan sangatlah
kompleks.
Teknik-teknik yang digunakan dalam audit forensik sudah menjurus secara
spesifik untuk menemukan adanya fraud. Teknik-teknik tersebut banyak yang
bersifat mendeteksi fraud secara lebih mendalam dan bahkan hingga ke level
mencari tahu siapa pelaku fraud. Oleh karena itu jangan heran bila teknik audit
forensik mirip teknik yang digunakan detektif untuk menemukan pelaku tindak
kriminal. Teknik-teknik yang digunakan antara lain adalah metode kekayaan bersih,
penelusuran jejak uang / aset, deteksi pencucian uang, analisa tanda tangan,
analisa kamera tersembunyi (surveillance), wawancara mendalam, digital forensic,
dan sebagainya.

2.3 Tujuan Audit Forensik


Tujuan dari audit forensik adalah mendeteksi atau mencegah berbagai jenis
kecurangan (fraud). Penggunaan auditor untuk melaksanakan audit forensik telah
tumbuh pesat.
Untuk mendukung proses identifikasi alat bukti dalam waktu yang relatif
cepat, agar dapat diperhitungkan perkiraan potensi dampak yang ditimbulkan
akibat perilaku jahat yang dilakukan oleh kriminal terhadap korbannya, sekaligus
mengungkapkan alasan dan motivitasi tindakan tersebut sambil mencari pihakpihak terkait yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dengan
perbuatan tidak menyenangkan dimaksud.

2.4 Praktik Ilmu Audit Forensik

Penilaian risiko fraud

Penilaian risiko terjadinya fraud atau kecurangan adalah penggunaan ilmu audit
forensic yang paling luas. Dalam praktiknya, hal ini juga digunakan dalam
perusahaan-perusahaan swasta untuk menyusun sistem pengendalian intern yang
memadai. Dengan dinilainya risiko terjadinya fraud, maka perusahaan untuk

selanjutnya bisa menyusun sistem yang


memungkinkan terjadinya fraud tersebut.

bisa

menutup

celah-celah

yang

Deteksi dan investigasi fraud

Dalam hal ini, audit forensik digunakan untuk mendeteksi dan membuktikan adanya
fraud dan mendeteksi pelakunya. Dengan demikian, pelaku bisa ditindak secara
hukum yang berlaku. Jenis-jenis fraud yang biasanya ditangani adalah korupsi,
pencucian uang, penghindaran pajak, illegal logging, dan sebagainya.

Deteksi kerugian keuangan

Audit forensik juga bisa digunakan untuk mendeteksi dan menghitung kerugian
keuangan negara yang disebabkan tindakan fraud.

Kesaksian ahli (Litigation Support)

Seorang auditor forensik bisa menjadi saksi ahli di pengadilan. Auditor Forensik
yang berperan sebagai saksi ahli bertugas memaparkan temuan-temuannya terkait
kasus yang dihadapi. Tentunya hal ini dilakukan setelah auditor menganalisa kasus
dan data-data pendukung untuk bisa memberikan penjelasan di muka pengadilan.

Uji Tuntas (Due diligence)

Uji tuntas atau Due diligence adalah istilah yang digunakan untuk penyelidikan
guna penilaian kinerja perusahaan atau seseorang , ataupun kinerja dari suatu
kegiatan guna memenuhi standar baku yang ditetapkan. Uji tuntas ini biasanya
digunakan untuk menilai kepatuhan terhadap hukum atau peraturan.

Dalam praktik di Indonesia, audit forensik hanya dilakukan oleh auditor BPK, BPKP,
dan KPK (yang merupakan lembaga pemerintah) yang memiliki sertifikat CFE
(Certified Fraud Examiners). Sebab, hingga saat ini belum ada sertifikat legal untuk
audit forensik dalam lingkungan publik. Oleh karena itu, ilmu audit forensik dalam
penerapannya di Indonesia hanya digunakan untuk deteksi dan investigasi fraud,
deteksi kerugian keuangan, serta untuk menjadi saksi ahli di pengadilan. Sementara
itu, penggunaan ilmu audit forensik dalam mendeteksi risiko fraud dan uji tuntas
dalam perusahaan swasta, belum dipraktikan di Indonesia.
Penggunaan audit forensik oleh BPK maupun KPK ini ternyata terbukti memberi
hasil yang luar biasa positif. Terbukti banyaknya kasus korupsi yang terungkap oleh
BPK maupun KPK. Tentunya kita masih ingat kasus BLBI yang diungkap BPK. BPK
mampu mengungkap penyimpangan BLBI sebesar Rp84,8 Trilyun atau 59% dari
total BLBI sebesar Rp144,5 Trilyun. Temuan tersebut berimbas pada diadilinya
beberapa mantan petinggi bank swasta nasional. Selain itu juga ada audit
investigatif dan forensik terhadap Bail out Bank Century yang dilakukan BPK
meskipun memberikan hasil yang kurang maksimal karena faktor politis yang
sedemikian kental dalam kasus tersebut.

Gambaran Proses Audit Forensik


Identifikasi masalah
Dalam tahap ini, auditor melakukan pemahaman awal terhadap kasus yang
hendak diungkap. Pemahaman awal ini berguna untuk mempertajam analisa dan
spesifikasi ruang lingkup sehingga audit bisa dilakukan secara tepat sasaran.
Pembicaraan dengan klien

Dalam tahap ini, auditor akan melakukan pembahasan bersama klien terkait
lingkup, kriteria, metodologi audit, limitasi, jangka waktu, dan sebagainya. Hal ini
dilakukan untuk membangun kesepahaman antara auditor dan klien terhadap
penugasan audit.
Pemeriksaan pendahuluan
Dalam tahap ini, auditor melakukan pengumpulan data awal dan
menganalisanya. Hasil pemeriksaan pendahulusan bisa dituangkan menggunakan
matriks 5W + 2H (who, what, where, when, why, how, and how much). Investigasi
dilakukan apabila sudah terpenuhi minimal 4W + 1H (who, what, where, when, and
how much). Intinya, dalam proses ini auditor akan menentukan apakah investigasi
lebih lanjut diperlukan atau tidak.
Pengembangan rencana pemeriksaan
Dalam tahap ini, auditor akan menyusun dokumentasi kasus yang dihadapi,
tujuan audit, prosedur pelaksanaan audit, serta tugas setiap individu dalam tim.
Setelah diadministrasikan, maka akan dihasilkan konsep temuan. Konsep temuan ini
kemudian akan dikomunikasikan bersama tim audit serta klien.
Pemeriksaan lanjutan
Dalam tahap ini, auditor akan melakukan pengumpulan bukti serta
melakukan analisa atasnya. Dalam tahap ini lah audit sebenarnya dijalankan.
Auditor akan menjalankan teknik-teknik auditnya guna mengidentifikasi secara
meyakinkan adanya fraud dan pelaku fraud tersebut.
Penyusunan Laporan
Pada tahap akhir ini, auditor melakukan penyusunan laporan hasil audit
forensik. Dalam laporan ini setidaknya ada 3 poin yang harus diungkapkan. Poinpoin tersebut antara lain adalah:
1.

Kondisi, yaitu kondisi yang benar-benar terjadi di lapangan.

2. Kriteria, yaitu standar yang menjadi patokan dalam pelaksanaan kegiatan. Oleh
karena itu, jika kondisi tidak sesuai dengan kriteria maka hal tersebut disebut
sebagai temuan.
3. Simpulan, yaitu berisi kesimpulan atas audit yang telah dilakukan. Biasanya
mencakup sebab fraud, kondisi fraud, serta penjelasan detail mengenai fraud
tersebut.

Você também pode gostar