Você está na página 1de 9

HUBUNGAN SUHU DAN KELEMBABAN RUANGAN

DENGAN KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS


DI KECAMATAN MERAKURAK
KABUPATEN TUBAN
Oleh : Abdul Ghofur
(08.01.00.001)
ABSTRAK
Tuberculosis is a contagious infectious disease caused by mycobakterium
Tuberculosis. The main factors that cause the spread of Tuberculosis and make
individuals exposed to the risk of tuberculosis is a very dense settlements with
poor ventilation or settlements that have no ventilation causing increased humidity
and temperature
The study design was observational analytic methods Cross Sectional.
Purposive sampling is used as many as 163 Population Sampling, sample of 34
respondents. The research data was taken by using a thermometer and hygrometer.
After the tabulated data were analyzed using Multiple Logistic Regression test.
From the survey results revealed that the temperature of the room is not
properly contained in the humidity that is not good also, namely 11 (61,1%)
whereas at both temperatures are also in good moisture at 11 (68,8%).
Based on the results of calculations with SPSS known that Multiple
Logistic Regression Test results there is no correlation between Independent and
dependent variables with p value = temperature = 0,062 and humidity = 0,717,
where p > 0.05 means that H1 is not accepted that there is a correlation of
temperature and humidity of the room with the incidence of tuberculosis disease
in the subdistrict Merakurak of regency Tuban in 2012.
From the result there is correlation of room temperature and humidity with
the incidence of tuberculosis disease
Key words: Room temperature, room humidity, incident TB disease.

1. Pendahuluan

Tuberkulosis paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronis yang sudah
sangat lama di kenal manusia, misalnya dia dihubungkan dengan tempat tinggal di
daerah urban, lingkungan yang padat, dibuktikan dengan adanya penemuan
kerusakan tulang vertebra torak yang khas TB dari kerangka yang di gali di
heidelberg dari kuburan zaman neolitikum begitu juga penemuan yang berasal
dari mumi dan ukiran dinding piramid di Mesir Kuno pada tahun 2000-4000 SM.
Indonesia adalah negeri dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di Dunia
setelah Cina dan India. Pada tahun 1998 di perkirakan TB di China, India dan
Indonesia berturut turut 1.828.000, 1.144.000 dan 591.000 kasus. perkiraan
terjadinya BTA di sputum yang positif di Indonesia adalah 266.000 tahun 1998
berdasarkan Suvay Kesehatan Nasional 2001, TB menempati ranking Ke-3
sebagai penyebab kematian tertinggi di Indonesia (Supardi, 2007).
Hasil pendataan tahun 2011 jumlah pasien TB di Kabupaten Tuban tahun
2011 yaitu ada 733 kasus dan di Kecamatan Merakurak ada 163 kasus baru.
Banyak pasien penyakit Tuberkulosis gagal dalam pengobatan salah satunya di
Kecamatan Merakurak ada satu penderita penyakit Tuberkulosis mengalami
resisten obat dan sedangkan penyembuhan penyakit tuberkulosis itu sendiri
mempunyai banyak faktor yang mempengaruhi dalam penyembuhan penyakit
Tuberkulosis salah satunya lingkungan rumah yang tidak memenuhi standar yang
telah di tentukan dan dari survay awal peneliti di dapatkan mayoritas rumah
penderita penyakit Tuberkulosis tidak memenuhi syarat rumah sehat dan
diantaranya peneliti mengukur suhu dan kelembaban dari 5 rumah penderita
tuberkulosis BTA (+) didapatkan 80% di bawah standart yang telah di tentukan
dan pengukuran pada 5 rumah penderita BTA (-) di dapatkan 100% sesuai standar
yang telah di tetapkan menteri kesehatan indonesia dan rumah penderita
Tuberkolosis mayoritas ventilasi dan pencahayaan rumahnya kurang.
Faktor yang menyebabkan penyebaran tuberkulosis dan faktor yang
benyebabkan individu memiliki resiko terpajan resiko tuberkulosis adalah
pemukiman yang terlalau padat dengan ventilasi yang buruk atau pemukiman
yang tidak memiliki ventilasi. Jika klien tuberkulosis tinggal di sebuah rumah
yang terlalu padat, anggota keluarga rumah tangga tersebut akan terpajan resiko
tuberkulosis (Zang, 2003).
Bakteri TB memerlukan oksigen untuk tumbuh dan kelangsungan
hidupnya energi di peroleh dari hasil oksidasi senyawa karbon sederhana.
Karbon dioksida dapat merangsang pertumbuhan dengan suhu pertumbuhan 30 0400C dan suhu optimum 37-38 0C dan suhu umum temperatur kamar yang ideal
220C-300C, bakteri akan mati dengan pemanasan pada suhu 60 0C selama 15-20
menit (Mutaqin, 2006).
Kelembaban merupakan kadar air dalam udara yang mempengaruhi
proses penguapan air dari tubuh organisme dan penguapan ini akan berhubungan
dengan proses metabolisme bakteri (Handayani, 2010).
Depkes RI (2008) menjelaskan secara umum penilaian kelembaban di
dalam rumah menurut indikator pengawasan perumahan, kelembaban udara
yang memenuhu syarat kesehatan dalam rumah adalah 40%-60% dan
kelembaban udara yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah < 40% atau >
60%.

Dari uraian di atas peneliti tertarik ingin meneliti hubungan suhu dan
kelembaban ruangan dengan kejadian TBC di Kecamatan Merakurak Kabupaten
Tuban dikarenakan suhu dan kelembaban ruangan yang tidak sesuai standar
merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri patogen (bakteri penyebab
penyakit) terhadap pertumbuhan bakteri tuberkulosis.
2. Metode penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik observasional, Taknik
sampling menggunakan Purposive Sampling, jumlah populasi 163 responden dan
jumlah sampel 34 responden serta menggunakan Uji Regresi Logistik Ganda.
3. Hasil penelitian
3.1 Data Khusus
3.1.1 Hubungan suhu ruangan dengan penyakit Tuberkulosis
Suhu ruangan kamar penderita penyakit Tuberkulosis. Suhu adalah
temperatur udara yang diukur dengan alat termometer ruangan Hasil pengukuran
suhu ruangan kamar penderita penyakit Tuberkulosis BTA Positif dan BTA
Negatif dijabarkan pada tabel 3.1.
Tabel 3.1 Tabulasi silang hubungan suhu ruangan dengan kejadian penyakit
Tuberkulosis di Kecamatan Merakurak Kabupaten Tuban Tahun
2012
SUHU
TBC
Total
Suhu Tidak Baik Suhu Baik
BTA Negatif
BTA Positif

9
7

( 36,0%)
( 77,8%)

16
2

(64,0%)
(22,2%)

25 (100%)
9 (100%)

Total

16

(47,1%)

18

(52,9%)

34 (100%)

Hasil Uji Regresi Logistik Ganda p= 0,043


Sumber : Penelitian di Kec. Merakurak Kab. Tuban 2012
Berdasarkan tabel 3.1 diatas didapatkan bahwa suhu ruangan yang tidak
baik sebagian besar pada penderita penyakit Tuberkulosis BTA Positif yaitu ada 7
(77,8%) sedangkan suhu ruangannya baik sebagian besar pada penderita penyakit
Tuberkulosis BTA Negatif yaitu ada 16 (64,0%).
Tabel 3.1 diatas, dapat diketahui bahwa dari hasil Uji Regresi Logistik
Ganda terdapat Hubungan antara Variabel Independent dan dependent dengan p
value = 0.043, dimana p < 0.05 sehingga H1 diterima yang artinya ada hubungan
suhu ruangan dengan kejadian penyakit Tuberkulosis di Kecamatan Merakurak
Kabupaten Tuban Tahun 2012.
3.1.2

Hubungan Kelembaban ruangan dengan penyakit Tuberkulosis


Kelembaban ruangan kamar penderita penyakit Tuberkulosis. Kelembaban
adalah Konsentrasi uap air di udara yang dapat diukur dengan alat hygrometer
ruangan. Hasil pengukuran kelembaban ruangan kamar penderita penyakit
Tuberkulosis BTA Positif dan BTA Negatif dijabarkan pada tabel 3.2.

Tabel 3.2 Tabulasi silang hubungan kelembaban ruangan dengan kejadian


penyakit Tuberkulosis di Kecamatan Merakurak Kabupaten
Tuban Tahun 2012.
Kelembaban
TBC
Total
Kelembaban
Kelembaban
Tidak Baik
Baik
BTA Negatif
12
(48,0%)
13 (52,0%) 25 (100%)
BTA Positif
6
(66,7%)
3
(33,3%) 9 (100%)
Total
18
(52,9%)
16 (47,1%) 34 (100%)
Hasil Uji Regresi Logistik Ganda p= 0,341
Sumber : Penelitian di Kec. Merakurak Kab. Tuban 2012
Berdasarkan Tabel 3.2 diatas dapat didapatkan bahwa sebagian besar
kelembaban ruangan
yang tidak baik terdapat pada penderita penyakit
Tuberkulosis BTA Positif yaitu 6 (66,7%) dan sebagian besar kelembaban baik
terdapat pada BTA Negatif yaitu 13 (52,0%).
Tabel 5.5 diatas, dapat diketahui bahwa hasil Uji Regresi Logistik Ganda
terdapat tidak ada hubungan antara Variabel Independent dan dependent dengan p
value = 0,341, dimana p > 0.05 sehingga H1 ditolak yang artinya tidak ada
hubungan kelembaban ruangan dengan kejadian penyakit Tuberkulosis di
Kecamatan Merakurak Kabupaten Tuban Tahun 2012.
3.1.3

Hubungan Suhu dan Kelembaban ruangan dengan penyakit Tuberkulosis di


Kecamatan Merakurak Kabupaten Tuban.
Suhu adalah temperatur udara dan kelembaban adalah kosentrasi uap air
diudara. Kelembaban sangat dipengaruhi oleh suhu dan intensitas cahaya
Matahari. Hasil pengukuran suhu dan kelembaban ruangan kamar penderita
penyakit Tuberkulosis BTA Positif dan BTA Negatif dijabarkan pada tabel 3.3.
Tabel 3.3 Tabulasi silang hubungan Suhu dan kelembaban ruangan dengan
kejadian penyakit Tuberkulosis di Kecamatan Merakurak
Kabupaten Tuban Tahun 2012.
Suhu
Kelembaban
Total
Suhu Tidak Baik
Suhu Baik
Kelembaban Tidak Baik
11
(61,1%) 7
(38,9%)
18 (100%)
Kelembaban Baik
5
(31,3%) 11 (68,8%)
16 (100%)
Total
16
(47,1%) 18 (52,9%) 34 (100%)
Hasil Uji Regresi Logistik Ganda P= Suhu = 0,062 dan Kelembaban = 0,717
Sumber : Penelitian di Kec. Merakurak Kab. Tuban 2012
Berdasarkan Tabel 3.3 diatas dapat didapatkan bahwa sebagian besar
Suhu ruangan yang tidak baik terdapat pada kelembaban yang tidak baik yaitu
11 (61,1%) dan sebagian besar suhu baik terdapat pada kelembaban yang baik
yaitu 11 (68,8%).
Tabel 3.3 diatas, dapat diketahui bahwa hasil uji Regresi Logistik Ganda
terdapat tidak ada hubungan antara suhu dan kelembaban ruangan dengan p value
dimana P > 0.05 Suhu = 0,062 dan Kelembaban = 0,717 sehingga H1 ditolak yang
artinya Tidak ada hubungan suhu dan kelembaban ruangan dengan kejadian
penyakit Tuberkulosis di Kecamatan Merakurak Kabupaten Tuban Tahun 2012.
3.2 Pembahasan

Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditetapkan, maka dalam bagian
ini akan dibahas hasil penelitian yang telah dilaksanakan berdasarkan hasil yang
telah disajikan.
3.2.1

Identifikasi Suhu Ruangan Dengan Kejadian Penyakit Tuberkulosis


Dari hasil penelitian diketehui Berdasarkan bahwa suhu ruangan yang
tidak baik sebagian besar pada penderita penyakit Tuberkulosis BTA Positif yaitu
ada 7 (77,8%) sedangkan suhu ruangannya baik sebagian besar pada penderita
penyakit Tuberkulosis BTA Negatif yaitu ada 16 (64,0%).
Tabel 5.4 diatas, dapat diketahui bahwa dari hasil Uji Regresi Logistik
Ganda terdapat Hubungan antara Variabel Independent dan dependent dengan p
value = 0.043, dimana p < 0.05 sehingga H1 diterima yang artinya ada hubungan
suhu ruangan dengan kejadian penyakit Tuberkulosis di Kecamatan Merakurak
Kabupaten Tuban Tahun 2012.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa suhu mempengaruhi terjadinya
penyakit Tuberkulosis hal ini sesuai dengan teori Setowati dan Furqonita (2007)
yang menyatakan bahwa Bakteri Tuberkulosis mampu berkembang biak secara
cepat. Pertumbuhan bakteri juga di pengaruhi oleh faktor suhu, kelembapan,
matahari dan zat kimia. Suhu optimum untuk pertumbuhan bakteri adalah 30 0C
400C.
Bakteri TB memerlukan oksigen untuk tumbuh dan kelangsungan
hidupnya energi di peroleh dari hasil oksidasi senyawa karbon sederhana.
Karbon dioksida dapat merangsang pertumbuhan dengan suhu pertumbuhan
300C-400C dan suhu optimum 370C-380C dan suhu umum temperatur kamar
yang ideal 220C-300C, bakteri akan mati dengan pemanasan pada suhu 60 0C
selama 15-20 menit. pada suhu 40 0C-450C dan < 220C bakteri sukar tumbuh atau
bahkan tidak dapat tumbuh (Mutaqin, 2006).
Kondisi tersebut terjadi karena kurangnya ventilasi dirumah penderita
Tuberkulosis sehingga menyebabkan suhu ruangan tersebut meningkat oleh
sebab itu peneliti menyarankan untuk memasang genteng kaca dan membuat
ventilasi supaya suhu ruangan tersebut dalam kisaran normal yaitu 22 0C-300C.

3.2.2

Identifikasi Kelembaban Ruangan Dengan Kejadian Penyakit


Tuberkulosis
Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar kelembaban ruangan
yang tidak baik terdapat pada penderita penyakit Tuberkulosis BTA Positif yaitu 6
(66,7%) dan sebagian besar kelembaban baik terdapat pada BTA Negatif yaitu
13 (52,0%).
Dapat diketahui bahwa hasil uji Regresi Logistik Ganda terdapat tidak ada
hubungan antara Variabel Independent dan dependent dengan p value = 0,341,
dimana p > 0.05 sehingga H1 ditolak yang artinya tidak ada hubungan
kelembaban ruangan dengan kejadian penyakit Tuberkulosis di Kecamatan
Merakurak Kabupaten Tuban Tahun 2012.
Hasil penelitian di dapatkan tidak ada hubungan dengan penyakit
tuberkulosis dikarenakan bahwa dikarenakan kebanyakan rumah desa di
Kecamatan Merakurak menggunakan atap genteng ada sedikit celah sedangkan
kalau hujan bocor dan terdapat air yang merembes ke dinding dan juga banyak
yang menggunakan dinding dari papan kayu ataupun bambu dan terdapat
kurangnya cahaya yang masuk diruangan tersebut. Sesuai dengan teorinya

Sukidjo Notoatmojo (2007) menyatakan bahwa kelembaban di rumah dapat di


sebabkan oleh air yang naik dari tanah (rising damp) kemudian merembes ke
dinding (percolating damp), dan bocor melalui atap (roof leaks) kurangnya
ventilasi.
Kelembaban udara dijaga jangan sampai terlalu tinggi (menyebabkan
orang berkeringat) dan jangan terlalu rendah (menyebabkan kulit kering, bibir
pecah dan mukosa hidung menjadi kering sehingga tidak optimal dalam
menghalangi bakteri yang masuk. Kelembaban udara dalam ruangan untuk
memperoleh kenyamanan, dimana kelembaban yang optimum kurang lebih
berkisar 60% dengan temperatur kamar 220C 30C. Kuman TB Paru akan cepat
mati bila terkena sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup selama
beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab (Suryo, 2010).
3.2.3 Analisis hubungan Suhu dan kelembaban ruangan dengan kejadian
penyakit Tuberkulosis di Kecamatan Merakurak Kabupaten Tuban
Tahun 2012.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar Suhu ruangan yang
tidak baik terdapat pada kelembaban yang tidak baik yaitu 11 (61,1%) dan
sebagian besar suhu baik terdapat pada kelembaban yang baik yaitu 11 (68,8%).
Dapat diketahui bahwa hasil uji Regresi Logistik Ganda terdapat tidak ada
hubungan antara suhu dan kelembaban ruangan dengan p value dimana P > 0.05
Suhu = 0,062 dan Kelembaban = 0,717 sehingga H1 ditolak yang artinya Tidak
ada hubungan suhu dan kelembaban ruangan dengan kejadian penyakit
Tuberkulosis di Kecamatan Merakurak Kabupaten Tuban Tahun 2012.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa hungan antara suhu dan
kelembaban di ruang rumah penderita penyakit tuberkulosis BTA+ dan BTAsama hasilnya di karenakan kurangnya ventilasi dan pencahayaan rumah
dikarenakan pada suhu normal mempunyai kelembaban ruangan yang normal
sesuai dengan teorinya Agung Wijaya (2006) bahwa suhu ruangan di pengaruhi
oleh intensitas cahaya matahari suhu lingkungan ini sangat dibutuhkan dan
mempengaruhi setiap objek biologi dalam menjalani proses kehidupannya dan
kelembaban sangat dipengaruhi oleh suhu dan intensitas cahaya matahari.
Hasil penelitian di dapatkan bahwa kelembaban ruang penderita penyakit
Tuberkulosis BTA Positif dan BTA Negatif sama-sama tingginya > 60%
walaupun BTA Negatif lebih mendekati kisaran normal kondisi tersebut
dikarenakan kebanyakan rumah desa di Kecamatan Merakurak menggunakan
atap genteng ada sedikit celah sedangkan kalau hujan bocor dan temboknya
terdapat rembesan air dan juga banyak yang menggunakan tembok dari papan
kayu ataupun bambu dan terdapat kurangnya cahaya yang masuk diruangan
tersebut. Sesuai dengan teorinya Sukidjo Notoatmojo (2007) bahwa kelembaban
di rumah dapat di sebabkan oleh air yang naik dari tanah (rising damp)
kemudian merembes ke dinding (percolating damp), dan bocor melalui atap
(roof leaks) kurangnya ventilasi.
Penelitian ini terdapat tidak ada hubungan suhu dan kelembaban ruangan
dengan penyakit tuberkulosis sesuai dengan teori Setowati dan Furqonita (2007)
yang menyatakan bahwa Bakteri Tuberkulosis mampu berkembang biak secara
cepat. Pertumbuhan bakteri juga di pengaruhi oleh faktor suhu, kelembapan,

matahari dan zat kimia. Suhu optimum untuk pertumbuhan bakteri adalah 30 0C
400C.
Kelembaban udara dalam ruangan untuk memperoleh kenyamanan,
dimana kelembaban yang optimum kurang lebih berkisar 60% dengan temperatur
kamar 220C 30C. Kuman TB Paru akan cepat mati bila terkena sinar matahari
langsung, tetapi dapat bertahan hidup selama beberapa jam di tempat yang gelap
dan lembab (Suryo, 2010).
Peneliti menyarankan bahwa untuk selalu menjaga kelembaban dan Suhu
tetap normal dengan cara membuat ventilasi, memperbaiki atap supaya tidak
bocor dan menjaga dinding tetap kering serta menjaga tanah tetap kering, tidak
berdebu, memasang genteng kaca supaya suhu ruangan tersebut normal yaitu
220C-300C dan kelembaban pada kisaran Normal 40%-60%.
4. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil yang diperoleh selama penelitian dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
4.1 Ada hubungan suhu ruangan dengan kejadian penyakit Tuberkulosis di
Kecamatan Merakurak Kabupaten Tuban.
4.2 Tidak ada hubungan kelembaban ruangan dengan kejadian penyakit
Tuberkulosis di Kecamatan Merakurak Kabupaten Tuban.
4.3 Tidak terdapat hubungan suhu dan kelembaban ruangan dengan kejadian
penyakit Tuberkulosis di Kecamatan Merakurak Kabupaten Tuban.
5
Saran
5.1 Bagi Responden.
Diharapkan responden merenovasi atau menata ulang kamar
tempat tidurnya dengan menambah ventilasi kamar dimana ada pertukaran
udara sehingga menjadikan suhu dalam batas normal dan juga kelembaban
udara tidak melebihi batas yang telah di tentukan karena ventilasi sangat
mempengaruhi suhu dan kelembaban udara.
5.2 Bagi Tenaga Kesehatan
Diharapkan tenaga kesehatan mampu meningkatkan penyuluhan
kepada masyarakat bagaimana pentingnya menata suatu rungan dan
menjaga perilaku hidup bersih dan sehat.
5.3 Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan
Agar lebih meningkatkan pelayanan kesehatan dan lebih
memfungsikan sarana dan prasarana yang tersedia ditempat pelayanan
kesehatan dan menyediakan leaflet memberikan informasi sebagai sumber
yang paling mudah diterima oleh masyarakat.
5.4 Bagi Tokoh Masyarakat.
Hendaknya tokoh masyarakat selalu memberikan dukungan dan
dorongan pada masyarakatnya untuk selalu berperilaku bersih dan sehat
dan memberikan penyuluhan serta menggerakkan masyarakatnya untuk
membersihkan lingkungan rumah supaya terhindar dari penyakit
khususnya penyakit Tuberkulosis.

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta. Rineka Cipta.
Azwar, (2005). Metodelogi Penelitian Kedokteran & Kesehatan Masyarakat.
Batam. Bina Aksara.
Departemen keseharan RI, (2003). Epidemiologi Penyakit Tuberkuosis. Jakarta.
Departemen keseharan RI, (2008). Ketentuan Perumahan Indonesia. Jakarta.
Enjang, Indan. 2003. Mikrobiologi Dan Parasitologi. Bandung. Citra Aditya
Bakti.
Hidayat, Aziz. 2009. Metode Penelitian Kebidanan & Teknik Analisa Data.
Jakarta. Salemba Medika.
Handayani, Nuri. 2010. Kantong Biologi SMA. Yogyakarta. Pustaka Widyatama.
Irman, Somantri. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta, Salemba Medika.
Mukono. 2005. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Surabaya. Airlangga
University.
Mukono. 2002. Epidemiologi Lingkungan. Surabaya: Airlangga University.
Mutaqin, Arif. 2006. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta. Salemba Medika.
Notoatmodjo, soekidjo. (2003). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta. PT.
Rieneka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi penelitian Kesehatan. Jakarta. Rineka
Cipta.
Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi
Keperawatan Edisi 2. Jakarta. Salemba Medika.

Penelitian

Ilmu

Nursalam dan Pariani S. 2001. Pendekatan Praktis Metodologi Riset


Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu Dan Seni. Jakarta.
Rineka Cipta.
Price, sylvia A dan Wilson, lorraine M. 2005 Patofisiologi Konsep Klinik ProsesProses Penyakit. Jakarta. EGC.
Supardi, Edi. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

Sarjadi. 2003. Patologi Umum Dan Sintetik. Jakarta. EGC.


Suryo, Joko. 2010. Herbal Penyembuhan Gangguan Sistem Pernapasan.
Yogyakarta. Bintang Pustaka.
Setiowaty, Tetty dan Furqonita, Deswanti. 2007. Biologi Interaktif. Jakarta. Azka
Press.
Sastroasmoro, Sudigdo.1995. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta.
Bina Rupa Aksara.
Suharsimi Arikunto. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta Rineka Cipta.
Timmreck, Thomas C. 2004. Epidemiologi. Jakarta. EGC.
Wijaya, Agung. 2006. Biologi kelas VII. Jakarta. Grasindo
Zang, Sheryl Mara dan Bailey, Nellie C. 2003. Home Care Manula. Jakarta. EGC.

Você também pode gostar