Você está na página 1de 72

JUDUL PROPOSAL PENELITIAN

Pengaruh Self-Efficacy, Self Regulation, dan Study Habits, terhadap


prestasi belajar siswa kelas X SMA Negeri di Kabupaten Gianyar
IDENTITAS PENELITI
Nama

: I Putu Darma Putra

NIM

: 1113021070

Jursan : Pendidikan Fisika

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Pendidikan merupakan salah satu bentuk kebudayaan manusia yang dapat
dikatakan memiliki peran dalam menunjukkan kualitas sumber daya manusia
(SDM) suatu negara. Pendidikan bersifat dinamis dan selalu berkembang sesuai
dengan perkembangan kebudayaan manusia itu sendiri. UU No. 20 Tahun 2003,
Pasal 3 menyebutkan fungsi dan tujuan pendidikan sebagai berikut Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab, manusia memiliki hak yang sama untuk
mendapatkan pendidikan.
Melalui fungsi dan tujuan pendidikan yang terlaksana dengan baik, tentu
outcome yang diperoleh adalah manusia dengan memiliki kualitas yang sesuai

dengan harapan undang-undang tersebut dan dapat pula dikatakan bahwa kualitas
pendidikan dan sumber daya manusia (SDM) Indonesia sudah baik. UU Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat bangsa, dan negara.
Pendidikan yang dilaksanakan diharapkan mengacu pada Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Standar Pendidikan Nasional
diantaranya terdapat 8 (delapan) standar minimum yang harus dipenuhi untuk
melaksanakan pendidikan oleh sekolah ataupun tenaga pendidiknya.
1. Standar kompetensi lulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan
lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
2. Standar isi adalah kriteria mengenai ruang lingkup materi dan tingkat
kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis
pendidikan tertentu.
3. Standar proses adalah kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satu
satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi.
4. Standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah kriteria mengenai pendidikan
prajabatan dan kelayakan maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.
5. Standar sarana dan prasarana adalah kriteria mengenai ruang belajar, tempat
berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja,
tempat bermain, tempat berkreasi, dan berekreasi serta sumber belajar lain,

yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan


teknologi informasi dan komunikasi.
6. Standar pengelolaan adalah kriteria mengenai perencanaan, pelaksanaan dan
pengawasan

kegiatan

pendidikan

pada

tingkat

satuan

pendidikan,

Kabupaten/Kota, Provinsi atau Nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas


penyelenggaraan pendidikan.
7. Standar pembiayaan adalah kriteria mengenai komponen dan besarnya biaya
operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun.
8. Standar penilaian pendidikan adalah kriteria mengenai mekanisme, prosedur
dan instrument penilaian hasil belajar peserta didik.
Pendidikan yang berkualitas tidak hanya ditentukan oleh penyelenggara
pendidikan, tetapi juga oleh peserta didik. Melalui pendidikan peserta didik
diharapkan mengalami perubahan kearah yang lebih baik dalam segi sikap,
tingkah laku, pengetahuan, maupun keterampilan. Pendidikan merupakan aktivitas
peserta didik dalam mengembangkan potensi, kecakapan, dan karakteristik yang
dimiliki.

Siswa

diharapkan

mampu

berproses

secara

aktif

dengan

mendayagunakan seluruh potensi yang dimiliki dalam membangun pengetahuan


yang akan membawa perubahan ke arah positif dan mendapatkan keterampilan,
kecakapan, serta pengetahuan baru sehingga prestasi belajar yang dicapai menjadi
lebih optimal. Pencapain prestasi belajar yang optimal mencirikan adanya
peningkatan kualitas pendidikan.
Banyak upaya yang telah dan sedang dilakukan oleh pemerintah dan
berbagai pihak dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Upaya
tersebut seperti: 1) penyempurnaan kurikulum, yaitu penyempurnaan Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada tahun 2006 menjadi Kurikulum 2013; 2)
meningkatkan profesionalisme guru melalui sertifikasi dan melaksanakan
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG); 3) menyediakan Buku Sekolah
Elektronik (BSE) yang bisa diunduh di internet secara gratis; 4) menyediakan
dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan memberikan beasiswa kepada
siswa guna memperdayakan pendidikan pada masyarakat yang kurang mampu; 5)
melaksanakan diklat dan seminar pendidikan bagi para guru sebagai bahan
pembaharuan pelajaran yang digunakan; dan 6) melaksanakan lomba dan
olimpiade dalam dalam bidang sains mulai dari tingkat kabupaten sampai
nasional.
Kenyataannya kualitas pendidikan di Indonesia masih jauh dari harapan.
Berdasarkan data Education For All (EFA) Global Monitoring Report 2012 Youth
and skills: Putting education to work yang dikeluarkan Organisasi Pendidikan,
Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa, menyatakan
bahwa Indonesia berada di peringkat ke-64 dari 120 berdasarkan penilaian
Education Development Index (EDI) atau Indeks Pembangunan Pendidikan
(UNESCO, 2012). Hasil studi The Third International Mathematic and Science
Study Repeat (TIMSS-R), memperlihatkan bahwa, diantara 38 negara peserta,
prestasi siswa SMP kelas 2 Indonesia berada pada urutan ke-32 untuk IPA, ke-34
untuk Matematika (EQAO, 2000). Selain itu, dalam dunia pendidikan tinggi
menurut majalah Asia Week dari 77 universitas yang disurvei di asia pasifik
ternyata 4 universitas terbaik di Indonesia hanya mampu menempati peringkat ke61, ke-68, ke-73 dan ke-75, sehingga hal tersebut menunjukkan dengan jelas

bahwa kualitas pendidikan di Indonesia masih rendah. Menjadi Negara maju


merupakan angan-angan belaka bagi Negara ini (ASIAWEEK, 2000).
Penelitian lainnya dilakukan oleh Program for International Student
Assessment (PISA) yang dilaksanakan tahun 2006 dan 2009, prestasi siswa
Indonesia masing-masing 393 dan 383 dari rata-rata internasional 500. Hasil PISA
menunjukkan bahwa prestasi siswa Indonesia masih berada di bawah negara
tetangga seperti Thailand dengan rata-rata 421 dan 425 (Djajadi et al, 2012). Baik
data TIMSS-R maupun PISA menunjukkan bahwa prestasi belajar matematika
dan sains siswa Indonesia usia 15 tahun (usia Sekolah Menengah Pertama) berada
di bawah standar rata-rata internasional. Kesenjangan yang terjadi antara upaya
dan kenyataan disebabkan oleh beberapa faktor yang akan mengakibatkan
menurunnya kualitas pendidikan. Salah satu faktor penyebab rendahnya kualitas
pendidikan di indonesia adalah efektifitas pendidikan. Pendidikan yang efektif
adalah pendidikan yang memungkinkan siswa untuk dapat belajar dengan mudah,
menyenangkan, dan dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pencapaian prestasi belajar
siswa adalah faktor psikologi. Faktor psikologi yang dimaksud adalah self efficacy
(keyakinan diri). Tamannaeifar dan Leis (2014) menyatakan bahwa efikasi diri
(self efficacy) memberikan dampak yang positif terhadap pencapaian prestasi
belajar siswa. Individu yang memiliki self efficacy tinggi percaya bahwa mereka
dapat secara efektif menangani situasi dan kondisi yang mereka hadapi serta terus
membangun harapan optimis keberhasilan dalam mengatasi masalah dan berusaha
untuk menampilkan ketekunan yang tak kenal lelah. Mereka sering melihat
masalah sebagai suatu tantangan dan bukan merupakan ancaman (Tamannaeifar &

Leis, 2014). Hasil penelitian Razmefar (2014), menunjukkan bahwa terdapat


hubungan positif dan signifikan antara variabel self-efficacy terhadap prestasi
akademik siswa. Selain itu, Handayani dan Nurwidawati (2013) dalam
penelitiannya juga menemukan bahwa efikasi diri (self efficacy) meberikan
pengaruh yang positif terhadap prestasi belajar yang diraih oleh siswa akselerasi.
Efikasi diri (self efficacy) adalah prediktor yang baik dalam pencapaian prestasi
yang memberikan landasan bagi motivasi dalam semua bidang kehidupan dan
pengaruhnya pada prestasi belajar siswa (Koura & Al-Hebaishi, 2014).
Faktor psikologi lain yang mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah selfregulation (regulasi diri). Sejalan dengan pernyataan tersebut, hasil penelitian
yang dilakukan oleh Wiguna (2013), menunjukkan bahwa terdapat pengaruh
efikasi diri dan regulasi diri terhadap prestasi belajar fisika bagi siswa kelas X
SMA Negeri di Kabupaten Gianyar pada tahun pelajaran 2012/2013. Berdasarkan
penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa efikasi diri (self-efficacy) dan
regulasi

diri (self-regulation) merupakan faktor penting dalam pencapaian

prestasi akademik siswa. John dan Olatoye (2014) mengungkapkan bahwa selfregulation adalah proses mengambil kendali dan mengevaluasi pembelajaran
secara mandiri. Peserta didik yang mandiri adalah menyadari kekuatan dan
kelemahan akademik mereka dan memiliki banyak strategi untuk mengatasi
tantangan tugas akademik dari hari ke hari. Schunk dan Zimmerman (dalam
Hidayat, 2013) juga menjelaskan bahwa pembelajaran mandiri berimplikasi
terhadap kemampuan seseorang untuk meregulasi diri dalam proses belajar
mengajar.

Selain kedua faktor yang telah disebutkan diatas faktor lain yang
mempengaruhi pencapai prestasi belajar adalah study habits (kebiasaan belajar).
Setiap siswa tentu memiliki kebiasaan belajar yang berbeda sehingga akan
menghasilkan pengetahuan yang berbeda pula. Pencapaian siswa tergantung pada
kebiasaan belajar (Chaudhari, 2013). Oleh karena itu, jika siswa memiliki
kebiasan belajar yang kurang efektif, maka akan berdampak buruk terhadap
prestasi belajarnya di sekolah. Sandhu (2014) juga mengungkapkan bahwa
kebiasaan belajar yang kurang baik akan menyebabkan prestasi akademik yang
rendah. Chaudhari (2013) mengemukakan terdapat korelasi positif yang signifikan
antara kebiasaan belajar dan prestasi akademik siswa. Jadi, prestasi akademik
dipengaruhi oleh percaya diri dan kebiasaan belajar. Semakin tinggi percaya diri
dan semakin bagus kebiasaan belajar yang dimiliki siswa, semakin tinggi pula
prestasi akademik yang dicapai.
Terdapat dua faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari
dalam diri siswa. Faktor internal meliputi kondisi jasmani (kesehatan dan cacat
tubuh), psikologis (intelegensi, perhatian, minat, bakat, motivasi, kematangan,
kesiapan), dan kelelahan jasmani dan rohani. Faktor eksternal adalah faktor yang
berasal dari luar diri siswa yaitu kondisi lingkungan di sekitar siswa. Faktor
eksternal terdiri dari faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa itu harus dapat
dikendalikan oleh siswa agar prestasi belajar yang diharapkan tercapai (Slameto,
2003). Salah satu alternatif solusi yang mampu untuk memecahkan masalah
tersebut adalah dengan mencari pengaruh hubungan self-efficacy, self regulation,

study habits, dan prestasi belajar siswa yang dapat mencerminkan tingkat peserta
didik yang percaya bahwa mereka dapat berhasil meningkatkan prestasi belajar di
sekolah.
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu diadakan penelitian lebih lanjut
untuk memperoleh data yang menunjukkan derajat keterhubungan antara selfefficacy, self regulation, study habits, dan prestasi belajar siswa dengan judul
penelitian Pengaruh Self-Efficacy, Self Regulation, dan Study Habits
terhadap prestasi belajar siswa kelas X SMA Negeri di Kabupaten Gianyar

1.2 Rumusan masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini
mengungkap hubungan antara self-efficacy, self regulation, study habits, dan
prestasi belajar siswa. Permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut.
1. Apakah terdapat pengaruh self-efficacy terhadap prestasi belajar siswa kelas X
SMA Negeri di Kabupaten Gianyar?
2. Apakah terdapat pengaruh self regulation terhadap prestasi belajar siswa kelas
X SMA Negeri di Kabupaten Gianyar?
3. Apakah terdapat pengaruh study habits dan prestasi belajar siswa kelas X SMA
Negeri di Kabupaten Gianyar?
4. Apakah terdapat pengaruh self-efficacy, self regulation, dan study habits secara
bersama-sama terhadap prestasi belajar siswa kelas X SMA Negeri di
Kabupaten Gianyar?

1.3 Tujuan penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai
dari pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan pengaruh self-efficacy terhadap prestasi belajar siswa kelas X
SMA Negeri di Kabupaten Gianyar.
2. Mendeskripsikan pengaruh self regulation terhadap prestasi belajar siswa kelas
X SMA Negeri di Kabupaten Gianyar.
3. Mendeskripsikan pengaruh study habits dan prestasi belajar siswa kelas X
SMA Negeri di Kabupaten Gianyar.
4. Mendeskripsikan pengaruh self-efficacy, self regulation, dan study habits
secara bersama-sama terhadap prestasi belajar siswa kelas X SMA Negeri di
Kabupaten Gianyar.

1.4 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat yang diharapkan dari pelaksanaan penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1. Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini bermanfaat untuk memperkaya acuan teoritis dalam
mengkaji pengaruh self-efficacy, self regulation, dan study habits terhadap
prestasi belajar fisika bagi siswa. Penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai
pendukung teori self-efficacy, self regulation, dan study habits yang
berpengaruh terhadap kemampuan siswa dalam meningkatkan prestasi belajar.
2. Manfaat Praktis
Berdasarkan informasi tentang ada tidaknya hubungan self-efficacy, self
regulation, study habits dan prestasi belajar siswa, ada beberapa manfaat

praktis yang diharapkan dengan pelaksanaan penelitian ini, yaitu sebagai


berikut.
a. Bagi Calon Guru
Penelitian akan memberikan manfaat pada perluasan kazanah ilmu dalam
bidang pendidikan khsusnya mengenai hubungan self-efficacy, self
regulation, study habits dan prestasi belajar siswa. Penelitian ini diharapkan
dapat memberikan deskripsi faktual dari segi mana potensi diri perlu
dikembangkan untuk memperoleh profesionalisme sebagai seorang tenaga
pendidik.
b. Bagi Guru
Hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan mengenai faktor-faktor
yang mampu mempengaruhi kualitas pendidikan yaitu prestasi belajar siswa
yang berhubungan dengan self-efficacy, self regulation, dan study habits.
c. Bagi Institusi Pendidikan
Signifikansi hubungan dari hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan
dalam pengembangan program peningkatan mutu calon pendidik masa
depan.

1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri se-Kabupaten Gianyar pada
semester genap tahun pelajaran 2015/2016. Populasi pada penelitian ini adalah
siswa kelas X SMA Negeri di Kabupaten Gianyar pada semester genap tahun
pelajaran 2015/2016, yang terdiri atas SMA Negeri 1 Gianyar, SMA Negeri 1
Sukawati, SMA Negeri 1 Blahbatuh, SMA Negeri 1 Tampak Siring, SMA Negeri

10

1 Ubud, SMA Negeri 1 Tegallalang, dan SMA Negeri 1 Payangan. Variabel terikat
dalam penelitian ini adalah prestasi belajar siswa sedangkan variabel bebas terdiri
dari 3 yaitu self-efficacy, self regulation, dan study habits. Penelitian ini tidak
memberikan perlakuan atau proses pembelajaran pada subjek penelitian. Variabel
bebas (self-efficacy, self regulation, dan study habits) maupun variabel terikat
(prestasi belajar) yang diteliti merupakan ukuran kemampuan dan sikap alami
yang sudah dimiliki oleh setiap guru itu sendiri.

1.6 Definisi Konseptual


Definisi konseptual yang terkait dengan penelitian ini yaitu self-efficacy, self
regulation, study habits dan prestasi belajar siswa yang dipaparkan sebagai
berikut.
1.6.1 Efikasi Diri (Self Efficacy)
Efikasi diri (self efficacy) adalah penilaian orang terhadap kemampuan
mereka untuk mengatur dan menjalankan arah tindakan yang diperlukan untuk
mencapai jenis yang ditunjukan dari kinerja (Schunk et al, 2012). Bandura (dalam
Wiranataputra, 2008) menyatakan bahwa efikasi diri (self efficacy) merupakan
penilaian seseorang terhadap kemampuan diri sendiri dalam mengatur dan
melaksanakan suatu serangkaian tindakan yang dibutuhkan untuk mendapatkan
hasil kerja yang telah ditentukan sebelumnya. Bandura (dalam Handayani &
Nurwidawati, 2013) mengungkapkan bahwa self efficacy terdiri dari 3 dimensi,
yaitu (1) level/magnitude: dimensi level/magnitude berhubungan dengan taraf
kesulitan tugas, (2) strength: dimensi strength berkaitan dengan kekuatan

11

penilaian tentang kecakapan individu, (3) generality: dimensi generality mengacu


pada variasi situasi di mana penilaian tentang self efficacy dapat diterapkan.
1.6.2 Regulasi Diri (self regulated)
Regulasi diri adalah kemampuan untuk mengontrol prilaku sendiri. Regulasi
diri merupakan penggunaan suatu proses yang mengaktivasi pemikiran, prilaku,
dan perasaan yang terus menerus dalam upaya untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan (Zimmerman et al, 1996). Menurut Zimmerman et al, (1996)
menggambarkan proses tentang belajar self regulated.

Proses ini melibatkan

beberepa fase yang saling terkait yaitu evaluasi diri dan penetapan tujuan.
Sedangkan Zimmerman (1989) mengemukakan bahwa self-regulation mencakup
tiga komponen yang diaplikasikan dalam belajar yaitu metakognisi, motivasi, dan
perilaku. Dari pendapat tersebut aspek dan indikator yang digunakan sebagai
dasar bagi pengukuran regulasi diri siswa adalah: (1) evaluasi diri dengan
indikator siswa melaksanakan refleksi terhadap proses belajarnya, siswa
mengevaluasi proses belajarnya berdasarkan tujuan yang sudah ditetapkan, dan
siswa membuat antisipasi dari semua proses belajar, (2) penetapan tujuan dengan
indikator tujuan sesuai dengan kurikulum dan fenomena dunia nyata, tujuan dapat
diukur, dan tujuan sesuai dengan perkembangan siswa, (3) Metakognisi dengan
indikator merencanakan, mengorganisasikan, dan mengukur diri, (4) motivasi
dengan indikator motivasi intrinsik, otonomi dan kepercayaan diri, dan (5)
perilaku

dengan indikator

upaya

individu menyusun, menyeleksi, dan

memanfaatkan lingkungan yang mendukung aktivitas belajarnya (dalam Wiguna,


2013).
1.6.3 Kebiasaan Belajar

12

Kebiasaan belajar dapat didefinisikan sebagai jumlah total dari semua


kebiasaan, tujuan yang ditentukan, dan praktik yang dilaksanakan individu untuk
belajar. Kebiasaan belajar adalah kecenderungan siswa untuk belajar ketika diberi
kesempatan, cara siswa dalam mempelajari sesuatu secara sistematis dan efisien
(Shandu, 2014). Belajar atau studi digambarkan sebagai upaya sungguhsungguh,
dalam penerapan buku dan mata pelajaran yang dipelajari.
1.6.4 Prestasi Belajar
Prestasi belajar adalah penilaian pendidikan tentang kemajuan peserta didik
dalam segala hal yang dipelajari di sekolah yang menyangkut pengetahuan atau
kecakapan/keterampilan dan dinyatakan sesudah hasil penilaian (Djamarah,
1994). Prestasi belajar juga merupakan hasil kegiatan belajar yang dinyatakan
dalam bentuk simbol, angka, huruf maupun kalimat yang sudah dicapai siswa
selama periode tertentu (Suryabrata, 2002). Anderson dan Krathwohl (2001)
menjelaskan dua dimensi untuk mengukur prestasi belajar yaitu, dimensi
pengetahuan dan dimensi proses kognitif. Dimensi pengetahuan meliputi empat
dimensi diantaranya pengetahuan faktual, pengetahuan konseptual, pengetahuan
prosedural, dan pengetahuan metakognitif. Dimensi proses kognitif meliputi enam
dimensi yaitu, mengingat (C1), memahami (C2), mengaplikasikan (C3),
menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), dan membuat (C6).

1.7 Definisi Operasional


Definisi operational yang terkait dengan penelitian ini yaitu self-efficacy,
self regulation, study habits dan prestasi belajar siswa yang dipaparkan sebagai
berikut.

13

1.7.1 Efikasi Diri (Self Efficacy)


Efikasi diri (self efficacy) adalah skor yang diperoleh oleh siswa setelah
menjawab kuesioner self efficacy. Kuesioner ini terdiri ini 3 dimensi dengan
masing-masing indikator ketercapaian. Menurut Amanda (2014) instrumen efikasi
diri (self efficacy) dimodifikasi dari General Self Eficacy Scale (GSES) oleh
Matthias Jerusalem dan Ralf Schwarzer. Adapun dimensi dan indikator dari
efikasi diri tersebut adalah (1) level/mangnitude: keyakinan terhadap kemampuan
dalam mengambil tindakan yang diperlukan untuk mencapai suatu hasil,
keyakinan terhadap kemampuan yang dimiliki unruk mengatasi hambatan dalam
tingkat kesulitan tugas yang dihadapi, memiliki pandangan yang positif terhadap
tugas yang dikerjakan; (2) strenght: memiliki keyakinan diri yang kuat terhadap
potensi diri dalam menyelesaikan tugas, memiliki semangat juang dan tidak
mudah menyerah ketika mengalami hambatan dalam menyelesaikan tugas,
memiliki komitmen untuk dapat menyelesaikan tugas akademik dengan baik; (3)
generality: mampu menyikapi situasi dan kondisi yang beragam dengan sikap
positif, menggunakan pengalaman hidup sebagai suatu langkah untuk mencapai
keberhasilan, menampilkan sikap yang menunjukkan keyakinan diri pada seluruh
proses pembelajaran.
1.7.2 Regulasi Diri
Regulasi diri merupakan skor yang diperoleh siswa setelah menjawab
kuesioner regulasi diri dengan aspek yang digunakan adalah: (1) evaluasi diri
dengan indikator siswa melaksanakan refleksi terhadap proses belajarnya, siswa
mengevaluasi proses belajarnya berdasarkan tujuan yang sudah ditetapkan, dan
siswa membuat antisipasi dari semua proses belajar, (2) penetapan tujuan dengan

14

indikator tujuan sesuai dengan kurikulum dan fenomena dunia nyata, tujuan dapat
diukur, dan tujuan sesuai dengan perkembangan siswa.
1.7.3 Kebiasaan Belajar
Kebiasaan belajar adalah skor yang diperoleh siswa setelah menjawab
kuesioner kebiasaan belajar.
1.7.4 Prestasi Belajar
Prestasi belajar adalah nilai yang diperoleh siswa setelah menjawab tes
prestasi belajar. Tes ini menggunakan tes pilihan ganda dengan materi suhu dan
kalor yang mengacu pada ranah kognitif C2 (pemahaman), C3 (mengaplikasikan),
C4 (menganalisis), dan C5 (mengevaluasi). Ranah ini disesuaikan dengan
indikator pada silabus mata pelajaran Fisika. Tes prestasi belajar ini bertujuan
untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran.

15

II. KAJIAN PUSTAKA


2.1 Efikasi diri (Self Efficacy)
2.1.1 Definisi Efikasi Diri (Self Efficacy)
Bandura (dalam Artha & Supriyadi, 2014) menyatakan bahwa efikasi diri
merupakan keyakinan seseorang terhadap kemampuan yang dimiliki untuk
mengontrol fungsi diri dan lingkungannya. Self efficacy mempengaruhi dalam
menentukan pilihan untuk melakukan kegiatan dan usaha. Efikasi diri (self
efficacy)

adalah

keyakinan

pribadi

seseorang

terhadap

seberapa

besar

kemungkinan dirinya dapat berhasil, berdasarkan keyakinan akan kemampuan


dirinya dalam mengatasi situasi yang sulit. Keyakinan akan kemampuan diri ini
bukan merupakan fungsi dari keterampilan seseorang, tetapi merupakan penilaian
yang dibuat orang tersebut mengenai apa yang dapat dilakukannya dengan
keterampilan yang dimilikinya itu (Wiranataputra, 2008). Efikasi diri (self
efficacy) menentukan bagaimana orang merasa, berpikir, memotivasi diri, dan
berperilaku. Self efficacy dijelaskan dalam kerangka teori kognitif sosial oleh
Bandura yang menyatakan bahwa prestasi yang dicapai oleh seseorang bergantung
pada interaksi antara perilaku, faktor pribadi seseorang dan kondisi lingkungan di
mana mereka tinggal (Hasheminasab et al, 2014). Efikasi diri akan mengarahkan
seseorang untuk menghadapi tantangan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari
Efikasi diri (self efficacy) adalah penilaian orang terhadap kemampuan
mereka untuk mengatur dan menjalankan arah tindakan yang diperlukan untuk
mencapai jenis yang ditunjukan dari kinerja. Efikasi diri (self efficacy) dapat
dipandang sebagai persepsi mengenai kemauan seseorang untuk menghasilkan
aksi (Schunk, 2012). Kemauan tersebut merupakan bentuk taraf keyakinan

16

individu terhadap kompetensi dirinya mampu memncapai tujuan. Segala bentuk


persepsi mengenai kemauan seseorang, berawal dari interaksinya dengan
lingkungan sosialnya. Hal ini senada dengan pendapat Niu (Rachmawati, 2012)
bahwa efikasi diri (self efficacy) merupakan hasil interaksi lingkungan eksternal,
mekanisme penyesuaian diri serta kemampuan personal, pengalaman dan
pendidikan. Semua definisi ini menunjukkan bahwa self-efficacy dari individu
merupakan suatu kepercayaan atas kemampuan dalam dirinya sendiri ketika
berinteraksi dengan dunia luar. Dengan kata lain, self-efficacy mendasari
kepercayaan orang terhadap kemampuan mereka untuk melaksanakan perilaku
tertentu atau mencapai hasil yang diinginkan.
Berdasarkan definisi-definisi yang dikemukakan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa efikasi diri (self efficacy) adalah keyakinan atau kepercayaan
individu terhadap kemampuan yang dimilikinya dalam menghadapi segala tugas
yang dihadapi, sehingga ia mampu mengatasi setiap rintangan dan mencapai
tujuan yang diharapkan.
2.1.2 Sumber-sumber Efikasi Diri (Self Efficacy)
Bandura (1995) mengemukakan ada empat sumber informasi yang
digunkaan individu dalam pembentukan efikasi diri diantaranya.
1. Pengalaman Keberhasilan Pribadi ( Mastery Experiences)
Keberhasilan yang sering didapatkan akan meningkatkan efikasi diri yang
dimiliki seseorang sedangkan kegagalan akan menurunkan efikasi dirinya.
Apabila keberhasilan yang didapat seseorang lebih banyak karena faktor-faktor
luar dirinya, biasanya tidak akan membawa pengaruh terhadap peningkatan
efikasi diri. Sedangkan apabila keberhasilan yang dipeoleh didapat melalui

17

hambatan dan merupakan hasil perjuangannya sendiri, maka akan membawa


pengaruh pada peningkatan efikasi dirinya.
2. Pengalaman Keberhasilan Orang Lain (Vicarious Experiences)
Pengalaman keberhasilan orang lain yaitu meniru keberhasilan orang lain
dengan gigih dalam mengerjakan tugas yang sama. Efikasi yang didapat
melalui pengalam orang lain biasanya terjadi pada diri seserang yang kurang
yakin akan kemampuan dirinya sehingga mendorong seseorang melakukan
modelling. Peningkatakan efikasi diri ini dipengaruhi oleh banyak kesamaan
dengan model. Semakin besar kesamaan yang dimiliki model maka efikasi
yang dimiliki dipengrauhi oleh model, dan sebaliknya bila kesamaan yang
dimiliki hanya sedikit maka efikasi diri yang dimiliki tidak akan dipengaruhi
oleh model.
3. Persuasi Verbal (Verbal Persuasion)
Persuasi verbal adalah individu yang mendapat bujukan atau sugesti yang
diberikan untuk percaya bahwa ia dapat mengatasi masalah-masalah yang akan
dihadapinya. Persuasi verbal ini dapat mengarahkan untuk berusaha lebih gigih
untuk mencapai tujuan dan kesuksesan. Akan tetapi efikasi diri yang tumbuh
dengan sumber efikasi diri ini biasanya tidak bertahan lama, dan apalagi
individu tersebut mengalami peristiwa traumatis yang tidak menyenangkan.
4. Keadaan Psikologis dan Emosi Individu (physiological and emotional states).
Kecemasan dan stres yang tejadi dalam diri seseorang ketika melakukan tugas
sering didefinisikan sebagai suatu kegagalan. Pada umumnya seseorang
cenderung akan mengharapkan keberhasilan dalam kondisi yang tidak disertai
ketegangan atau tidak merasakan keluhan. Kondisi somatis dan emosi seperti

18

kecemasan, stres dan keadaan mood juga memberikan informasi tentang


keyakinan efikasi seseorang. Individu yang memliki mood yang positif akan
memberikan peningkatan efikasi diri. Ketika mereka mengalami pikiran negatif
dan ketakutan mengenai kemampuan mereka, hal tersebut dengan sendirinya
dapat menurunkan efikasi diri dan memicu stres sehingga apa yang mereka
takutkan dapat benar-benar terjadi. Karena itu, peningkatan kesehatan emosi
dan mengurangi kondisi emosi negatif diperlukan agar efek yang ditimbulkan
dapat dikurangi.
Sumber-sumber informasi dari efikasi diri ini dapat divisualisasikan seperti
gambar 2.1
Vicarious experience

Mastery Experience

EFIKASI DIRI

Social
Persuasive

Physiological and Emotional States

Gambar 2.1. Sumber-Sumber Informasi Efikasi Diri


2.1.3 Dimensi Efikasi Diri (Self Efficacy)
Self efficacy adalah faktor penting dalam menentukan kontrol diri dan
perubahan prilaku dalam individu (Rachmawati, 2012). Efikasi diri mengarahkan
seseorang untuk menghadapi tantangan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Siswa dengan efikasi diri yang tinggi akan mengatakan bahwa dirinya mampu
mempelajari materi yang diberikan di kelas dan memiliki kepercayaan bahwa ia

19

dapat bekerja dengan baik. Mereka juga setuju dengan pernyataan Saya tahu
bahwa saya akan mampu menguasai materi ini dan Saya akan bisa mengerjakan
tugas ini (Santrock, 2011). Efikasi itu muncul dari kepercayaan diri seseorang
terhadap kemampuan dirinya sendiri tanpa bantuan orang lain. Tidak seorang pun
dilahirkan dengan perasaan percaya diri, seseorang mendapatkannya melalui
pengalaman penguasaan kemampuan baru, mengatasi rintangan, dan mempelajari
hikmah dari setiap kegagalan yang dialaminya.
Bandura (dalam Handayani & Nurwidawati, 2013) mengungkapkan bahwa
self efficacy terdiri dari 3 dimensi, yaitu:
1. Level/magnitude, dimensi level/magnitude berhubungan dengan taraf kesulitan
tugas. Dimensi ini mengacu pada taraf kesulitan tugas yang diyakini individu
akan mampu mengatasinya.
2. Strength, dimensi strength berkaitan dengan kekuatan penilaian tentang
kecakapan individu. Dimensi ini mengacu pada derajat kemantapan individu
terhadap keyakinan yang dibuatnya. Kemantapan ini yang menentukan
ketahanan dan keuletan individu dalam usaha. Dimensi ini merupakan
keyakinan individu dalam mempertahankan perilaku tertentu. Apabila individu
dengan efikasi diri tinggi mereka akan cenderung pantang menyerah, ulet
dalam meningkatkan usahanya walaupun menghadapi rintangan.
3. Generality, dimensi generality merupakan suatu konsep bahwa self efficacy
seseorang tidak terbatas pada situasi yang spesifik saja. Dimensi ini mengacu
pada variasi situasi di mana penilaian tentang self efficacy dapat diterapkan.

20

Individu dapat memiliki efikasi diri (self efficacy) yang tinggi ataupun
rendah. Bandura (1995) memaparkan mengenai perbedaan ciri-ciri orang yang
mempunyai efikasi diri (self efficacy) yang tinggi dan rendah, antara lain:
1. Ciri-ciri orang yang mempunyai efikasi diri (self efficacy) rendah yaitu:
a. Orang yang menjauhi tugas-tugas yang sulit.
b. Berhenti dengan cepat bila menemui kesulitan.
c. Memiliki cita-cita yang rendah dan komitmen yang buruk untuk tujuan yang
telah dipilih.
d. Berfokus pada akibat yang buruk dari kegagalan.
e. Cenderung mengurangi usaha karena lambat memperbaiki keadaan dari
kegagalan yang dialaminya.
f. Mudah mengalami stres dan depresi.
2. Ciri-ciri orang yang mempunyai efikasi diri tinggi yaitu:
a. Mendekati tugas-tugas yang sulit sebagai tantangan untuk dimenangkan.
b. Menyusun tujuan-tujuan yang menantang dan memelihara komitmen untuk
tugas-tugas tersebut.
c. Mempunyai usaha yang tinggi atau gigih.
d. Memiliki pemikiran yang strategis.
e. Berpikir bahwa kegagalan yang dialami karena usaha yang tidak cukup
sehingga diperlukan usaha yang tingi dalam menghadapi kesulitan.
f. Cepat memperbaiki keadaan setelah mengalami kegagalan.
g. Mengurangi stres.

2.2 Regulasi Diri (self regulated)

21

Regulasi diri telah diterapkan untuk pengaturan pembelajaran yang


melibatkan bentuk belajar akademik dan pembelajaran lainnya (misalnya,
kognitif, motorik, keterampilan sosial). Sebagian besar alasan untuk belajar
akademik self regulated berasal dari penelitian yang menunjukkan bahwa
keterampilan siswa dan kemampuan mereka tidak sepenuhnya menjelaskan
prestasi mereka, yang menunjukkan bahwa faktor-faktor lain seperti motivasi dan
self regulated yang penting pada keterampilan dan kemampuan siswa
(Saadatzaade, 2012). Menerapkan self regulated untuk pendidikan juga memiliki
ruang lingkup pada pembelajaran yang sebenarnya di luar penekanan sejarah
kinerja tindakan yang telah dipelajari sebelumnya. Self regulated dipandang
sebagai sebuah proses yang dapat membantu menjelaskan perbedaan prestasi di
kalangan siswa dan meningkatkan prestasi mereka. Proses self regulated
melibatkan tiga fase yaitu: pemikiran, kinerja, dan evaluasi terhadap siswa berlaku
berulang kali selama pembelajaran (Saadatzaade, 2012).
Menurut Schunk dan Zimmerman (Magno, 2011), self-regulated learning
menunjuk bahwa belajar yang sebagian besar terjadi dari pikiran, perasaan,
strategi, dan perilaku yang dihasilkan pebelajar sendiri yang ditujukan kepada
pencapaian tujuan. Hendri (Apranadyanti, 2010) menyatakan bahwa individu
melakukan pengaturan diri ini dengan mengamati, mempertimbangkan, dan
memberi ganjaran atau hukuman terhadap perilakunya sendiri . Self-regulated
learning tidak saja perlu memiliki kognisi (pengetahuan membangun atau
knowledge to build upon), dan metakognisi (pengetahuan dan monitoring strategi
belajar), tetapi mereka juga harus termotivasi menggunakan strategi metakognisi
mereka

untuk

membangun

pemahaman

mereka

terhadap

bahan-bahan

22

pembelajaran (Magno, 2011). Pemahaman konsep tentang regulasi diri (selfregulated) sangat penting dalam pengembangan kemampuan prestasi pebelajar.
Self-regulated learning adalah tindakan prakarsa diri (self-initiated) yang meliputi
latar tujuan (goal setting) dan usaha-usaha pengaturan untuk mencapai tujuan,
pengelolaan waktu, dan pengaturan lingkungan fisik dan sosial (Zimmerman &
Risenberg dalam Schunk et al, 2008).
Zimmerman (1989) mengemukakan bahwa self-regulation mencakup tiga
komponen yang diaplikasikan dalam belajar yaitu metakognisi, motivasi dan
perilaku, yaitu:
1.

metakognisi
Menurut Zimmerman (1989) metakognisi merupakan proses pengambilan
keputusan yang mengevaluasi pilihan dan menggunakan berbagai macam
pengetahuan. Metakognitif bagi individu yang melakukan Self-Regulated
Learning adalah individu yang merencanakan, mengorganisasikan, mengukur
diri dan menginstruksikan diri sebagai kebutuhan selama proses belajar
(Zimmerman & Pons, 1988).

2.

motivasi
Zimmerman (1989) menyatakan bahwa motivasi dalam Self-Regulated
Learning ini merupakan pendorong (drive) yang ada pada diri individu yang
mencakup persepsi terhadap kepercayaan diri, kompetensi, dan otonomi dalam
aktivitas belajar.

3.

perilaku
Zimmerman (1989) merupakan upaya untuk mengatur diri, menyeleksi dan
memanfaatkan lingkungan maupun menciptakan lingkungan yang mendukung

23

aktivitas belajarnya. Zimmerman dan Pons (1988) mengatakan bahwa individu


memilih, menyusun dan menciptakan lingkungan sosial dan fisik yang
seimbang untuk mengoptimalkan pencapaian tujuan atas aktivitas yang
dilakukan.
Ketiga komponen ini, metakognisi, motivasi, dan perilaku digunakan secara
tepat sesuai kebutuhan dan kondisi akan menunjang kemampuan Self-Regulated
Learning. Zimmerman et al, (1996) menggambarkan proses tentang belajar self
regulated. Proses ini melibatkan empat proses yang saling terkait yaitu:
1. evaluasi diri
Evaluasi diri dan pemantauan terjadi ketika siswa menilai efektivitas pribadi
mereka, sering kali berasal dari pengamatan dan rekaman dari pertunjukan
sebelumnya dan hasil akhir.
2. penetapan tujuan
Penetapan tujuan dan perencanaan strategis terjadi ketika siswa menganalisis
tugas belajar, menetapkan tujuan pembelajaran yang spesifik, dan rencana atau
menyempurnakan strategi untuk mencapai tujuan.
3. strategi pelaksanaan pemantauan
Strategi pelaksanaan pemantauan terjadi ketika siswa mencoba untuk
mengeksekusi strategi dalam konteks yang terstruktur dan untuk memantau
akurasi mereka dalam mengimplementasikannya.
4. strategis hasil pemantauan
Strategis hasil pemantauan terjadi pada saat siswa memusatkan perhatian
mereka pada hubungan antara hasil belajar dan proses strategis untuk
menentukan efektivitas.

24

Gambar 2.1 Siklus Self Regulated Learning (Zimmerman et al, 1996)


Kemampuan regulasi diri tidak dapat berkembang dengan sendirinya
melainkan dibutuhkan suatu lingkungan yang kondusif agar anak dapat
mengembangkan kemampuan regulasi dirinya (Susanto dalam Apranadyanti,
2010). Setiap orang memiliki usaha atau kemauan untuk meregulasi dirinya
sendiri dengan berbagai cara dalam mencapai tujuan atau hasil yang
diinginkannya. Regulasi diri yang baik diperlukan karena akan mengetahui dan
memahami prilaku seseorang seperti apa yang dapat diterima oleh orang lain dan
lingkungannya, sehingga bisa menetapkan target pencapaian prestasi yang harus
diraihnya. Pintrich (Boroomand, et al, 2012) percaya bahwa regulasi diri bukan
merupakan ukuran abadi kecerdasan mental setelah titik tertentu dalam
kehidupan, juga bukan suatu karakteristik pribadi yang secara genetik berbasis
atau dibentuk sejak awal kehidupan. Siswa belajar regulasi diri melalui
pengalaman dan refleksi diri (Zimmerman et al, 1996). Regulasi diri yang baik
juga membantu siswa dalam mengatur, merencanakan, dan mengarahkan dirinya
untuk mencapai tujuan tertentu, dalam hal ini pencapaian prestasi yang maksimal
(Apranadyanti, 2010).

25

Salah satu yang paling penting dalam keterampilan sosial emosional yang
anak-anak perlu untuk diperoleh adalah regulasi diri. Bandura (Ahmad et al,
2012) berpendapat bahwa orang-orang mengantisipasi kemungkinan konsekuensi,
menetapkan tujuan, dan program untuk mencapai tujuan mereka. Tinggi rasa
keberhasilan regulasi membantu membangun rasa yang kuat dalam keberhasilan
kognitif dan meningkatkan tujuan akademik terkait (Zimmerman et al, 1996).
Kemampuan untuk menekan keinginan awal mereka untuk melakukan sesuatu
yang mendukung dalam melakukan sesuatu yang lain yang sebagian banyak tidak
menyenangkan. Kemampuan ini memprediksikan kemampuan seorang anak untuk
menunda kepuasan sekarang untuk hadiah yang lebih besar kemudian, mengontrol
emosi yang bersifat negatif, memperhatikan tugas yang dihadapi, dan melakukan
hal baik di sekolah, dari TK sampai perguruan tinggi (Wade & Travis, 2010).
Dari teori dan pendapat beberapa ahli yang dipaparkan, maka dapat
dikatakan bahwa regulasi diri adalah usaha atau kemauan seseorang dalam
melakukan tindakan untuk mengatur dirinya sendiri dengan berbagai cara dalam
mencapai tujuan atau hasil yang diinginkannya.

2.3 Kebiasaan Belajar


2.3.1

Definisi Belajar
Menurut Djamarah (2002) belajar secara sederhana dapat definisikan

sebagai aktivitas yang dilakukan individu secara sadar untuk mendapatkan


sejumlah kesan dari apa yang telah dipelajari dan sebagai hasil interaksinya
dengan lingkungan sekitar. Kreativitas dipahami sebagai rangkaian kegiatan jiwa

26

dan raga, psikofisik, menuju perkembangan individu seutuhnya, yang menyangkut


unsur cipta (kognitif), rasa (afektif), dan karsa (psikomotor).
Hamalik (2005) belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan
suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi mengalami.
Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan
kelakuan. Slameto (2003) mengungkapkan belajar ialah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya.
Berdasarkan ketiga pernyataan di atas, dapat disimpulkan belajar merupakan
suatu proses yang dilakukan seseorang sebagai aktivitas yang dilakukan secara
sadar untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru, sebagai hasil
interaksinya dengan lingkungan sekitar. Ketiga pendapat di atas mengungkapkan,
bahwa belajar adalah proses atau aktivitas. Setiap orang mengalami proses atau
aktivitas belajar yang berbeda tergantung dari gaya belajar masing-masing. Gaya
belajar ialah suatu cara individu untuk mempelajari dan menguasai suatu materi
pelajaran guna mencapai prestasi belajar.
Kebiasaan belajar siswa tidak bisa dilepaskan dari gaya belajar yang
dimiliki. Gaya belajar akan mempengaruhi kebiasaan belajar. Gaya belajar
tertentu akan membuat siswa memiliki kebiasaan belajar tertentu pula. Setiap
siswa memiliki gaya belajar yang berbeda, sehingga memiliki kebiasaan belajar
yang berbeda pula.
2.3.2

Pengertian Kebiasaan Belajar

27

Kebiasaan belajar dapat didefinisikan sebagai jumlah total dari semua


kebiasaan, tujuan yang ditentukan, dan praktik yang dilaksanakan individu untuk
belajar. Hal ini diperlukan siswa untuk mengembangkan kebiasaan belajar khusus
dan keterampilan. Syarat terpenting dalam kebiasaan belajar yang efektif adalah
sistem belajar yang baik. Siswa harus mengembangkan dua kemampuan dasar
yaitu regulasi kerja dan ketekunan. Banyak faktor yang mempengaruhi kebiasaan
belajar yaitu konsentrasi, motivasi, observasi yang tajam, penyesuaian, membaca,
dan sebagainya (Sandhu, 2014: 3).
Kebiasaan belajar merupakan pola belajar yang ada pada diri siswa yang
bersifat teratur dan otomatis. Suatu tuntutan atau tekad serta cita-cita yang ingin
dicapai dapat mendorong seseorang untuk membiasakan diri melakukan sesuatu
agar apa yang diinginkan tercapai dengan baik. Kebiasaan belajar yang baik akan
dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, sebaliknya kebiasaan belajar yang
tidak baik cenderung menyebabkan prestasi belajar siswa menjadi rendah (Hamid,
2013).
Menurut Juliarta et al (2013: 5) kebiasaan belajar adalah pola belajar yang
dilakukan oleh siswa, secara teratur, dan terbiasa dengan teknik yang baik dan
waktu belajar yang efektif serta efisien, sehingga belajar menjadi kebutuhan.
Berdasarkan ketiga pendapat di atas, dapat disimpulkan kebiasaan belajar adalah
pola belajar yang dilakukan oleh siswa secara teratur dengan teknik yang baik dan
waktu belajar yang efektif serta efisien.
2.3.3

Aspek-Aspek Kebiasaan Belajar


Kebiasaan belajar menurut Djaali (dalam Ayu, 2012) meliputi beberapa

aspek sebagai berikut.

28

1. Ketepatan Waktu Penyelesaian Tugas Akademis


Tidak semua siswa mengumpulkan tugas yang diberikan guru tepat waktu. Jika
siswa terbiasa terlambat mengumpulkan tugas, ia akan sering dipotong nilainya
sehingga nilai akhirnya menjadi tidak maksimal. Oleh karena itu, apapun
alasannya jika siswa terbiasa tidak tepat waktu dalam mengumpulkan tugas
akademik yang diberikan guru akan berdampak buruk terhadap prestasi
akademik.
2. Penundaan Tugas
Beberapa siswa mengalami masalah menunda-nunda menyelesaikan tugas
yang

diberikan

guru. Kebiasaan

menunda

pekerjaan

nantinya

akan

mengakibatkan siswa terburu-buru dalam mengerjakan tugas, padahal tugas


yang dikerjakan dengan terburu hasilnya tidak akan maksimal. Oleh karena itu,
siswa perlu mengenali faktor penyebab menunda menyelesaikan tugas dan
menghindari diri dari hal-hal tersebut.
3. Konsentrasi Belajar
Saat siswa belajar, ada banyak hal yang mengganggu konsentrasi belajar baik
faktor dari dalam dan luar. Faktor dari dalam misalnya perasaan enggan untuk
belajar. Faktor dari luar misalnya gangguan siaran televisi. Belajar dengan
tidak berkonsentrasi akan mengakibatkan materi yang dipelajari akan terserap
sedikit. Jika hal ini berlanjut terus-menerus, hasil belajar siswa tidak akan
maksimal. Oleh karena itu, siswa perlu membiasakan diri menghilangkan halhal yang mengganggu konsentrasi belajar.
4. Cara Belajar Efektif

29

Belajar efektif adalah belajar dengan menggunakan metode (cara) yang tepat
sehingga hasil belajarnya bisa maksimal. Metode (cara) belajar di sini
digunakan untuk mempelajari suatu mata pelajaran, kegiatan membaca buku,
dan menghadapi ulangan. Oleh karena itu, agar belajar efektif, siswa perlu
menggunakan suatu metode atau mengkombinasikan beberapa metode dalam
belajar.
5. Efisiensi Mengerjakan Tugas
Siswa memerlukan efisiensi dalam mengerjakan tugas baik tugas individu
maupun kelompok. Tugas individu agar efisien sebaiknya sebelum dikerjakan
dibicarakan dulu pokok-pokok tugas dengan siswa lainnya. Sedangkan tugas
kelompok agar efisien, terlebih dahulu ditentukan orang, tempat, waktu, cara,
dan pembagian tugas masing-masing anggota.
6. Keterampilan Belajar
Keterampilan

belajar

adalah

tingkat

ketelitian

siswa

dalam

belajar.

Keterampilan belajar merupakan keahlian yang didapatkan oleh seorang siswa


melalui proses latihan yang berkesinambungan dan mencakup aspek
optimalisasi cara-cara belajar baik dalam domain kognitif, afektif ataupun
psikomotorik. Keterampilan belajar tampak pada saat mempelajari hal-hal yang
khas, seperti membaca tabel, angka, grafik atau diagram, membaca buku-buku
baru, menyelesaikan tugas latihan, mengadakan penelitian dan mempelajari
materi yang sulit.

2.4 Prestasi belajar


2.4.1

Definisi Prestasi Belajar

30

Belajar merupakan suatu proses internal yang mencangkup ingatan, retensi,


pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya (Budiningsih,
2005). Uno (2012) menyatakan bahwa belajar merupakan pemerolehan
pengalaman baru oleh seseorang dalam bentuk perubahan perilaku yang relatif
menetap, sebagai akibat adanya proses dalam bentuk interaksi belajar individu
dengan lingkungannya. Proses interaksi belajar mengajar adalah inti dari kegiatan
pendidikan. Sebagai inti dari kegiatan pendidikan, proses interaksi belajar
mengajar adalah suatu upaya untuk mencapai tujuan pendidikan. Guru dan siswa
adalah dua unsur yang terlibat langsung dalam proses interaksi belajar tersebut.
Pemahaman seorang guru terhadap ciri-ciri interaksi belajar mengajar belumlah
cukup tanpa ada kemampuan untuk mengaplikasikannya ke dalam proses interaksi
belajar mengajar, di sinilah diperlukan kompetensi guru dalam mempersiapkan
tahapan-tahapan kegiatan. Tahapan-tahapan ini tidak bisa diabaikan dalam proses
interaksi belajar mengajar atau dalam perencanaan mengajar, karena kegiatan ini
menyangkut masalah pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Tahapan-tahapan
yang dimaksud adalah tahap persiapan/perencanaan, tahap pelaksana, dan tahap
penilaian atau evaluasi (Djamarah, 1994).
Prestasi belajar terdiri dari dua kata yaitu prestasi dan belajar yang
mempunyai arti berbeda. Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah di
kerjakan, diciptakan, baik secara individu maupun kelompok. Prestasi tidak akan
pernah dihasilkan selama tidak melakukan suatu kegiatan, sedangkan belajar
adalah suatu aktivitas yang dilakukan secara sadar untuk mendapatkan sejumlah
kesan dari bahan yang telah di pelajari. Hasil dari aktivitas belajar akan membuat
perubahan dalam diri individu, sehingga belajar dikatakan berhasil jika telah

31

terjadi perubahan dalam diri individu, Dengan demikian, dapat disimpulkan


bahwa prestasi belajar dapat diartikan sebagai penilaian pendidikan tentang
kemajuan peserta didik dalam segala hal yang dipelajari di sekolah yang
menyangkut pengetahuan atau kecakapan/keterampilan dan dinyatakan sesudah
hasil penilaian (Djamarah, 1994). Prestasi belajar siswa sering disajikan dalam
bentuk simbol berupa angka, huruf maupun kalimat yang menceritakan hasil yang
sudah dicapai oleh setiap siswa pada suatu periode tertentu.
Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan
belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan prestasi belajar
merupakan output dari proses belajar. Prestasi belajar siswa dapat meningkat
dengan didukung pemahaman materi ajar dan motivasi belajar yang meningkat
juga, sehingga hasil belajar yang didapat menjadi lebih baik. Apabila tingkat
pemahaman materi ajar dan motivasi belajar menurun, maka akan berpengaruh
buruk pada prestasi belajar yang diraih oleh siswa.
2.4.2

Aspek-aspek Prestasi Belajar


Menurut Anderson dan Krathwohl (2001) pengetahuan dikategorikan

menjadi empat dimensi yaitu:


1. Pengetahuan Faktual
Pengetahuan faktual merupakan elemen-elemen dasar yang harus diketahui
siswa untuk mempelajari satu disiplin ilmu atau untuk menyelesaikan masalahmasalah dalam disiplin ilmu tersebut. Terdapat dua jenis pengetahuan faktual
yaitu: 1) pengetahuan tentang terminologi dan 2) pengetahuan tentang detaildetail elemen yang spesifik.
2. Pengetahuan Konseptual

32

Pengetahuan konseptual merupakan hubungan-hubungan antarelemen dalam


sebuah struktur besar yang mungkin elemennya berfungsi secara bersamasama. Terdapat tiga jenis pengetahuan konseptual yaitu: 1) Pengetahuan
tentang klasifikasi dan kategori, 2) pengetahuan tentang prinsip dan
generalisasi, dan 3) pengetahuan tentang teori, model, dan struktur.
3. Pengetahuan Prosedural
Pengetahuan
mempraktikkan

prosedural

merupakan

metode-metode

bagaimana

penelitian,

dan

melakukan
kriteria-kriteria

sesuatu,
untuk

menggunakan keteranpilan, algoritme, teknik, dan metode. Terdapat tiga jenis


pengetahuan prosedural yaitu: 1) pengetahuan tentang keterampilan dalam
bidang tertentu dan algoritme, 2) pengetahuan tentang teknik dan metode
dalam bidang tertentu, dan 3) pengetahuan tentang criteria untuk menentukan
kapan harus menggunakan prosedur yang tepat.
4. Pengetahuan Metakognitif
Pengetahuan metakognitif merupakan pengetahuan tentang kognisi secara
umum dan kesadaran dan pengetahuan tentang kognisi diri sendiri. Terdapat
tiga jenis pengetahuan metakognitif

yaitu: 1) pengetahuan strategis, 2)

pengetahuan tentang tugas-tugas kognitif, dan 3) pengetahuan diri.


Prestasi belajar yang diukur pada diri siswa hanya dalam ranah kognitif
yang mencerminkan siswa melakukan proses secara aktif. Anderson dan
Krathwohl (2001) menjelaskan kategori-kategori dalam dimensi proses kognitif
sebagai berikut:
1. Mengingat

33

Mengingat merupakan proses mengambil pengetahuan dari memori jangka


panjang. Kategori dan proses kognitif menyangkut dua kategori yaitu: 1)
mengenali adalah menempatkan pengetahuan dalam memori jangka panjang
yang sesuai dengan pengetahuan tersebut dan 2) mengingat kembali adalah
mengambil pengetahuan yang relevan dari memori jangka panjang.
2. Memahami
Memahami merupakan mengkonstruksi makna dari materi pembelajaran,
termasuk apa yang diucapkan, ditulis, dan digambarkan oleh guru. Proses ini
menyangkut tujuh kategori yaitu: 1) menafsirkan adalah mengubah suatu
bentuk gambaran menjadi bentuk lain, 2) mencontohkan adalah menemukan
contoh atau ilustrasi tentang konsep atau prinsip, 3) mengklasifikasikan adalah
menentukan

sesuatu

dalan

satu

kategori,

4)

merangkum

adalah

mengabtraksikan tema umum atau poin pokok, 5) menyimpulkan adalah


membuat kesimpulan yang logis dari imformasi yang diterima, 6)
menbandingkan adalah menentukan hubungan antara dua ide, dua objek, dan
semacamnya, dan 7) menjelaskan adalah membuat model sebab akibat dalam
sebuah system.
3. Mengaplikasikan
Mengaplikasikan merupakan menerapkan atau menggunakan suatu prosedur
dalam keadaan tertentu. Proses ini menyangkut dua kategori yaitu: 1)
mengeksekusi adalah menerapkan suatu prosedur pada tugas yang familiar, dan
2) Mengimplementasikan adalah menerapkan suatu prosedur pada tugas yang
tidak familiar.
4. Menganalisis

34

Menganalisis

merupakan

memecah-mecah

materi

jadi

bagian-bagian

penyusunnya dan menentukan hubungan-hubungan antar bagian itu dan


hubungan antar bagian-bagian tersebut dan keseluruhan struktur atau tujuan.
Proses ini menyangkut tiga kategori yaitu: 1) membedakan adalah
membedakan bagian materi pembelajaran yang relevan dari yang tidak relevan,
bagian yang penting dari yang tidak penting, 2) mengorganisasi adalah
menentukan bagaimana elemen-elemen bekerja atau berfungsi dalam sebuah
struktur, dan 3) mengatribusikan adalah menentukan sudut pandang, bias, nilai
atau maksud dibalik materi pelajaran.
5. Mengevaluasi
Mengevaluasi merupakan mengambil keputusan berdasarkan criteria dan
standar. Proses ini menyangkut dua kategori yaitu: 1) memeriksa adalah
menemukan inkonsistensi atau kesalahan dalam suat proses atau produk,
menentukan apakah suatu proses atau produk memiliki kosistensi internal,
menemukan efektivitas suatu prosedur yang sedang di praktikkan dan 2)
mengkritik adalah menemukan inkonsistensi antara suatu produk dan kriteria
eksternal, menentukan apakah suatu produk memiliki kosistensi eksternal,
menemukan ketepatan suatu prosedur untuk menyelesaikan masalah.
6. Menciptakan
Menciptakan merupakan memadukan bagian-bagian untuk membentuk suatu
yang baru dan koheren atau untuk membuat suatu produk yang orisinal. Proses
ini menyangkut tiga kategori yaitu: 1) merumuskan adalah membuat hipotesishipotesis berdasarkan criteria, 2) merencanakan adalah merencanakan prosedur

35

untuk menyelesaikan suatu tugas, dan 3) memproduksi adalah menciptakan


suatu produk.
Untuk menganalisis dimensi pengetahuan dan dimensi proses kognitif
dalam pendidikan dapat digambarkan dalam tabel dua dimensi yang disebut
dengan tabel taksonomi pedidikan. Tabel taksonomi pendidikan dapat dilihat pada
Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Taksonomi Pendidikan
Dimensi
pengetahuan

1.
Mengingat
Mengenali
Mengingat
kembali

2.
Memahami
Menafsirkan
Mencontohkan

b.
Pengetahuan
konseptual

Mengingat
kembali

c.
Pengetahuan
prosedural

Mengingat
kembali

Menafsirkan
Mengklasifikasikan
Menjelaskan
Mencontohkan
Membandingkan
Mengklasifikasikan

d.
Pengetahuan
metakognitif

Mengingat
kembali

a.
Pengetahuan
faktual

Mengklasifikasikan
Merangkum

Dimensi proses kognitif


3.
4.
Mengap- Mengalikasikan
nalisis
MenerapMemkan
bedakan
Mengu(memirutkan
lih)
(mengim- Mengaplemennalisis
tasikan)
Mengim- Mengorplemen- ganisasi
tasikan
Membedakan
(memilih)

5.
Mengevaluasi
Memeriksa

6.
Mencipta
Merumuskan

Mengkritik

Merumuskan

Memproduksi
Merencanakan
Merumuskan
Mengkonstruksi

Mengeksekusi
Mengimplementasikan

Membedakan
(memilih)

Memeriksa

Mengimplementasikan
Mengatribusi

Membedakan

Mengkritik

36

Menyimpulkan
2.5 Hubungan Efikasi Diri dengan Prestasi Belajar
Efikasi diri (self efficacy) adalah keyakinan seseorang terhadap kemampuan
diri sendiri untuk melakukan sesuatu. Efikasi diri (self efficacy) adalah prediktor
yang baik dalam pencapaian prestasi yang memberikan landasan bagi motivasi
dalam semua bidang kehidupan dan pengaruhnya pada prestasi belajar siswa
(Koura & Al-Hebaishi, 2014). Sedangkan menurut Saeid (2014) efikasi diri adalah
perasaan, kompetensi dan kemampuan untuk mengatasi tantangan hidup. Individu
dapat memiliki efikasi diri yang tinggi atau rendah sehingga dengan efikasi diri
tinggi individu akan lebih tekun, sedikit merasa cemas, dan tidak mengalami
depresi dalam menghadapi suatu masalah sedangkan individu yang memilki
efikasi rendah memiliki keterampilan sosial yang kurang, kecemasan yang tinggi,
dan cenderung lebih depresi dalam menghadapi suatu masalah.
Siswa dengan tingkat yang lebih tinggi akademik self efficacy memiliki
kinerja jauh lebih tinggi dibandingkan dengan rekan-rekan belajar mereka yang
rendah akademik self efficacy. Beberapa studi yang telah dilakukan telah
menemukan bahwa efikasi diri memiliki hubungan yang positif dengan prestasi
belajar. Tamannaeifar dan Leis (2014) menyatakan bahwa efikasi diri (self
efficacy) memberikan dampak yang positif terhadap pencapaian prestasi belajar
siswa. Selain itu, Handayani dan Nurwidawati (2013) dalam penelitiannya juga
menemukan bahwa efikasi diri (self efficacy) meberikan pengaruh yang positif
terhadap prestasi belajar yang diraih oleh siswa akselerasi. Ahangi dan Sharaf
(2013) dalam penelitiannya juga memperoleh hasil bahwa ada hubungan yang

37

positif antara efikasi diri dan prestasi akademik. Penelitian ini juga menunjukkan
efikasi diri paling berperan dalam prestasi akademik siswa.

2.6 Hubungan Regulasi Diri dengan Prestasi Belajar


Regulasi diri adalah kemampuan untuk mengontrol prilaku sendiri. Menurut
Zimmerman et al, (1996) regulasi diri merupakan penggunaan suatu proses yang
mengaktivasi pemikiran, prilaku, dan perasaan yang terus menerus dalam upaya
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Individu melakukan pengaturan diri
dengan mengamati, mempertimbangkan, dan memberi ganjaran atau hukuman
terhadap prilakunya sendiri. Sistem pengaturan diri ini berupa standar-standar
bagi tingkah laku seseorang dan kemampuan mengamati diri sendiri, menilai diri
sendiri, dan memberikan respon terhadap diri sendiri (Mahmud dalam
Apranadyanti, 2010)
Regulasi diri yang baik diperlukan karena dengan adanya regulasi diri ini
anak akan mengetahui dan memahami prilaku seperti apa yang dapat diterima
oleh orang tua dan lingkungannya, sehingga anak bisa menetapkan target
pencapaian prestasi yang harus diraihnya. Regulasi diri yang baik juga membantu
siswa dalam mengatur, merencanakan, dan mengarahkan dirinya untuk mencapai
tujuan tertentu, yaitu pencapaian prestasi yang maksimal. Fajar (Apranadyanti,
2010) menjelaskan dengan adanya pengaturan diri, anak akan mampu
menunjukan atau memahami prilaku tertentu secara tepat sesuai dengan kondisi
yang dihadapinya dalam usaha memcapai prestasinya.
Sebagian besar alasan untuk belajar akademik self regulated berasal dari
penelitian yang menunjukkan bahwa keterampilan siswa dan kemampuan mereka

38

tidak sepenuhnya menjelaskan prestasi mereka yang menunjukkan bahwa faktorfaktor lain seperti motivasi dan self regulated yang penting pada keterampilan dan
kemampuan siswa (Saadatzaade, 2012). Menerapkan self regulated untuk
pendidikan juga memiliki ruang lingkup pada pembelajaran yang sebenarnya di
luar penekanan kinerja tindakan yang telah dipelajari sebelumnya. Self regulated
dipandang sebagai sebuah proses yang dapat membantu menjelaskan perbedaan
prestasi di kalangan siswa dan meningkatkan prestasi mereka.
Peran siswa sendiri sebagai faktor internal merupakan salah satu hal yang
sangat menentukan. Hasil belajar yang optimal dan prestasi dapat dicapai salah
satunya melalui kemampuan siswa untuk mengatur dirinya dalam kegiatannya.
Siswa diharapkan mampu mengorganisir dirinya sehingga dengan kondisi yang
seperti itu, mereka mampu menjalani dan bahkan bisa mencapai hasil yang
optimal. Di dalam proses belajar, seorang akan memperoleh prestasi belajar yang
baik bila menyadari, bertanggung jawab, dan mengetahui cara belajar yang efisien
(Apranadyanti, 2010). Hal ini tentu membutuhkan pengaturan diri yang baik pada
siswa atau dengan kata lain adanya regulasi diri dalam siswa.

2.7 Hubungan Kebiasaan Belajar dengan Prestasi Belajar


Membiasakan diri untuk belajar merupakan hal baik bagi siswa. Menurut
Juliarta et al (2013) kebiasaan belajar adalah pola belajar yang
dilakukan oleh siswa, secara teratur, dan terbiasa dengan teknik
yang baik dan waktu belajar yang efektif serta efisien, sehingga
belajar menjadi kebutuhan. Siswa yang memiliki kebiasaan belajar yang
baik mempunyai peluang yang besar untuk meraih prestasi yang baik daripada

39

siswa yang tidak memiliki kebiasaan belajar. Chamundeswari et al (2014) dalam


penelitiannya menunjukan bahwa kebiasaan belajar siswa sangat berpengaruh
terhadap hasil belajar dan prestasi belajar siswa. Selain itu, Shandu (2014) dalam
penelitian yang berjudul Academic achievement of adolescents in relation to
their emotional intelligence and study habits menunjukan hubungan yang
signifikan antara prestasi akademik siswa dengan kebiasaan belajar dan
kecerdasan emosional.
Kebiasaan belajar yang baik akan dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa, sebaliknya kebiasaan belajar yang tidak
baik cenderung menyebabkan prestasi belajar siswa menjadi
rendah (Hamid, 2013). Berdasarkan penelitian dari Saputra et al
(2013), mengungkap bahwa kebiasaan belajar siswa yang sangat
baik memberikan kontribusi yang signifikan terhadap prestasi
belajar siswa. Semakin tinggi dan baik kebiasaan belajar siswa
maka semakin baik pula hasil belajar siswa sehingga, dapat
dikatakan bahwa kebiasaan belajar memiliki hubungan yang
cukup kuat dengan prestasi belajar siswa.

2.8 Hubungan Efikasi Diri, Reguasi Diri, Kebiasaan Belajar dengan


Prestasi Belajar
Prestasi belajar yang telah dicapai oleh siswa dipengaruhi oleh faktor-faktor
tertentu, baik faktor intenal maupun eksternal siswa. Semua faktor tersebut
tentunya memiliki hubungan satu sama lain yang akan muncul dalam proses
pembelajaran dimana siswa mencapai suatu output yaitu prestasi belajar. Menurut

40

Slameto (2003) mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi


belajar siswa dapat digolongkan menjadi dua, yaitu: faktor intern dan faktor
ekstern. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa. Faktor
internal meliputi kondisi jasmani (kesehatan dan cacat tubuh), psikologis
(intelegensi, perhatian, minat, bakat, motivasi, kematangan, kesiapan), dan
kelelahan jasmani dan rohani. Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar
diri siswa yaitu kondisi lingkungan di sekitar siswa. Faktor eksternal terdiri dari
faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat.
Faktor intern lain yang mempengaruhi prestasi belajar siswa selain yang
telah disebutkan diatas adalah self-efficacy, self regulation, dan study habits.
Efikasi diri (self efficacy) adalah prediktor yang baik dalam pencapaian prestasi
yang memberikan landasan bagi motivasi dalam semua bidang kehidupan dan
pengaruhnya pada prestasi belajar siswa (Koura & Al-Hebaishi, 2014). Siswa
dengan tingkat yang lebih tinggi akademik self efficacy memiliki kinerja jauh
lebih tinggi dibandingkan dengan rekan-rekan belajar mereka yang rendah
akademik self efficacy. Artinya, ketika siswa memiliki keyakinan yang kuat dalam
kemampuan belajar mereka untuk melakukannya dengan baik, mereka akan
memiliki prestasi belajar yang lebih tinggi daripada siswa dengan keyakinan yang
rendah.
Zimmerman et al, (1996) menyatakan bahwa regulasi diri merupakan
penggunaan suatu proses yang mengaktivasi pemikiran, prilaku, dan perasaan
yang terus menerus dalam upaya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Kemampuan regulasi diri tidak dapat berkembang dengan sendirinya melainkan
dibutuhkan suatu lingkungan yang kondusif agar anak dapat mengembangkan

41

kemampuan regulasi dirinya (Susanto dalam Apranadyanti, 2010). Setiap orang


memiliki usaha atau kemauan untuk meregulasi dirinya sendiri dengan berbagai
cara dalam mencapai tujuan atau hasil yang diinginkannya.
Selain itu, kebiasaan belajar juga merpukan faktor internal yang
mempengaruhi prestasi belajar siswa.

Kebiasaan belajar adalah pola

belajar yang dilakukan oleh siswa secara teratur dengan teknik


yang baik dan waktu belajar yang efektif serta efisien. Sandhu
(2014)

menyebutkan

banyak

faktor

yang

mempengaruhi

kebiasaan belajar yaitu konsentrasi, motivasi, observasi yang


tajam, penyesuaian, membaca, dan sebagainya. Kebiasaan
belajar yang baik akan dapat meningkatkan prestasi belajar
siswa, sebaliknya kebiasaan belajar yang tidak baik cenderung
menyebabkan prestasi belajar siswa menjadi rendah (Hamid,
2013).

2.9 Kajian Hasil-hasil Penelitian yang Relevan


Penelitian ini dilakukan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan terhadap
beberapa hasil penelitian yang relevan terkait dengan Efficacy, Self Regulation,
Study Habits, dan prestasi belajar siswa. Pertama, Tamannaeifar dan Leis (2014)
dalam penelitiannya yang berjudul Relationship between self efficacy and
academic achievement among high school students. Penelitian ini dilakukan
terkait dengan permasalahan faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian
prestasi akademik. Pencapaian prestasi akademik sangat dipengaruhi oleh keadaan
psikologis seseorang. Kegagalan dalam hal akademis sering terjadi karena

42

kurangnya keyakinan diri seseorang terhadap efektifitas ataupun kemampuan


yang dimilikinya. Kurangnya keyakinan diri atau efikasi diri (self efficacy)
menyebabkan seseorang merasa tidak berdaya dan tidak mampu mengambil
tindakan yang tepat dalam menghadapi suatu permasalahan. Hal tersebut akan
dapat mengurangi motivasi, menurunkan aspirasi, mengganggu kemampuan
kognitif, serta dapat mempengaruhi kesehatan fisik seseorang. Hasil penelitian ini
menyimpulkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara efikasi diri
(self efficacy) dan prestasi akademik yang sejalan dengan asumsi teori sosialkognitif dari Bandura. Variabel yang diteliti dalam jurnal ini memiliki kecocokan
dengan variabel yang akan saya teliti, yaitu efikasi diri (self efficacy) dan prestasi
belajar.
Kedua, Razmefar (2014) pada penelitiannya yang berjudul Examining the
relationship between self-efficacy, locus of control and academic achievement of
students girls and boys- in secondary school of Rustam City menunjukkan
bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara variabel self-efficacy
terhadap prestasi akademik siswa. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa
diantara variabel prediktif, self-efficacy memiliki peran besar dalam pencapaian
tujuan pendidikan. Keyakinan akan kemampuan diri (self-efficacy) mengacu pada
keyakinan dan pandangan seseorang dalam kemampuannya untuk melakukan
tugas tertentu. Ketiga, Wiguna (2013) pada penelitiannya yang berjudul
Pengaruh efikasi diri, regulasi diri, dan motivasi berprestasi terhadap prestasi
belajar fisika siswa kelas X SMA Negeri se-Kabupaten Gianyar pada tahun
pelajaran 2012/2013 menyatakan bahwa terdapat pengaruh efikasi diri dan

43

regulasi diri terhadap prestasi belajar fisika bagi siswa kelas X SMA Negeri di
Kabupaten Gianyar pada tahun pelajaran 2012/2013.
Keempat, Sandhu (2014), dalam penelitiannya berhasil menemukan adanya
hubungan yang positif dan signifikan antara prestasi akademik dengan motivasi
prestasi. Meningkatkan prestasi akademik, dapat dilakukan dengan meningkatkan
motivasi prestasi dan mengembangkan kebiasaan belajar yang baik. Oleh sebab
itu, meningkatkan motivasi prestasi dan mengembangkan kebiasaan belajar yang
baik mesti dilakukan untuk meningkatkan prestasi akademik siswa. Kelima,
Chaudhari (2013), dalam penelitiannya yang berjudul Study habits of higher
secondary school students in relation to their academic achievement menemukan
hubungan yang positif antara kebiasaan belajar dan prestasi akademik siswa.
Pengembangan kebiasaan belajar yang baik akan membantu meningkatkan
prestasi akademik siswa.

2.10 Kerangka Bepikir


Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor penting yang
mempengaruhi tingkat kesejahteraan manusia. Upaya yang dilakukan pemerintah
Indonesia maupun seluruh negara di dunia untuk dapat memiliki sumber daya
manusia yang berkualitas adalah dengan cara menyelenggarakan pendidikan
dengan kualitas yang sangat baik. Pendidikan adalah suatu wadah yang sangat
tepat sebagai upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia serta
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satu cabang ilmu sains
yaitu fisika merupakan mata pelajaran yang dapat mempengaruhi perkembangan
teknologi, sehingga pelajaran fisika sangat diperlukan dalam dunia pendidikan

44

saat ini. Keberhasilan dalam pendidikan tentunya tidak terlepas dari pencapaian
prestasi belajar di dalam proses pembelajaran.
Prestasi belajar merupakan hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah
menjalani serangkaian proses pembelajaran. Hasil belajar tersebut digambarkan
secara kuantitas dan kualitas dimana secara kuantitas dinyatakan dengan angka
sedangkan secara kualitas digambarkan dengan katagori. Kualitas dan kuantitas
hasil belajar sangat dipengaruhi oleh diri siswa itu sendiri. Untuk mencapai
kualitas dan kuantitas tersebut diperlukan suatu dorongan dalam diri siswa yang
mempengaruhi kepribadian tertentu seperti sikap, kebiasaan, keyakinan diri,
kebutuhan, pengaturan diri, penyesuaian diri, motivasi, kebiasaan belajar dan lain
sebagainya.
Selama ini prestasi yang diraih siswa dalam pelajaran masih mendatar atau
kurang maksimal, ini dikarenakan kurangnya dorongan dalam diri siswa untuk
mencapai prestasi yang lebih. Salah satu dorongan yang mempengaruhi siswa
dalam mencapai prestasi yang baik adalah efikasi diri dalam mencapai hasil yang
maksimal, regulasi diri dalam melakukan tindakan, dan memiliki kebiasaan
belajar yang baik dalam diri siswa. Efikasi diri, regulasi diri, dan kebiasaan
belajar sangatlah penting untuk dilakukan oleh siswa dalam pembelajaran di kelas.
Pelajaran sains khususnya fisika merupakan pelajaran yang menuntut keaktifan
siswa untuk membangun pengetahuannya dalam proses pembelajaran.
Efikasi diri akan menumbuhkan rasa percaya diri siswa itu untuk berusaha
lebih keras dalam mencapai hasil yang maksimal dalam belajar. Efikasi yang
tinggi akan membuat siswa percaya bahwa dirinya dapat mengerjakan sesuatu
dengan tuntunan situasi dan memiliki harapan yang realistik untuk mengambil

45

keputusan pada suatu permasalahan dalam pembelajaran. Efikasi diri ini sangat
menentukan seberapa besar keyakinan mengenai kemampuan yang dimiliki oleh
siswa untuk melakukan proses belajarnya sehingga dapat mencapai hasil belajar
yang optimal. Siswa yang memiliki efikasi diri yang tinggi akan mampu
menyelesaikan tugas sesulit apapun saat belajar, keyakinan bahwa ia mampu
menyelesaikan berbagai macam tugas serta usaha yang keras untuk menyelesaikan
semua tugas. Hal tersebut akan dapat mendorong siswa untuk dapat merencanakan
aktivitas

belajarnya,

berusaha

untuk

memonitornya

serta

memanipulasi

lingkungan sedemikian rupa guna mendukung aktivitas belajar siswa itu sendiri.
Regulasi diri akan membantu siswa untuk membangun pengetahuannya
sendiri karena mampu mengatur dirinya dalam melakukan tindakan belajar. Siswa
yang melaksanakan pengaturan diri dalam belajar akan mampu merencanakan,
mengatur, memonitor, dan melakukan evaluasi selama aktivitas belajar. Selama
proses pengaturan diri, siswa akan menggunakan strategi-strategi belajar yang
dapat menunjang proses belajarnya untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Strategi pengaturan diri, yaitu: evaluasi diri, pengorganisasian dan perubahan,
penetapan tujuan dan perencanaan, pencarian informasi, latihan mencatat dan
memonitor, penyusunan lingkungan, pemberian konsekuensi diri, latihan dan
mengingat, pencarian bantuan kepada teman sebaya, pencarian bantuan kepada
guru, pencarian bantuan kepada orang dewasa, pemeriksaan ulang catatan,
pemeriksaan ulang soal-soal ujian, pemeriksaan ulang buku-buku teks yang
dipelajari.
Kebiasaan belajar yang baik juga akan membantu siswa untuk penguasaan
pengetahuan, ketrampilan, dan sikap karena siswa mampu membiasakan diri

46

untuk belajar aktif, teratur, efektif, dan efisien atau dengan kata lain siswa telah
dapat mengorganisir dirinya sendiri untuk mencapai tujuan yang ingin dicapainya
yang dalam hal ini adalah mencapai prestasi belajar yang maksimal. Kebiasaan
belajar yang efektif harus memiliki sistem belajar yang baik, dimana individu
harus mengembangkan kemampuan mendasar yaitu regulasi kerja dan dan
ketekunan dalam mengerjakan sesuatu. Siswa yang memiliki kebiasaan belajar
akan memiliki kecenderungan belajar ketika diberi kesempatan disamping itu,
cara siswa dalam mempelajari sesuatu dilakukan secara sistematis dan efisien.
Kebiasaan belajar tidak hanya membantu dalam meningkatkan prestasi akademik
tetapi juga mengembangkan potensi siswa.

2.11 Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir, maka dapat dirumuskan
hipotesis sebagai berikut.
1. Terdapat pengaruh self-efficacy terhadap prestasi belajar siswa kelas X SMA
Negeri di Kabupaten Gianyar.
2. Terdapat pengaruh self regulation terhadap prestasi belajar siswa kelas X SMA
Negeri di Kabupaten Gianyar.
3. Terdapat pengaruh study habits dan prestasi belajar siswa kelas X SMA Negeri
di Kabupaten Gianyar.
4. Terdapat pengaruh self-efficacy, self regulation, dan study habits secara
bersama-sama terhadap prestasi belajar siswa kelas X SMA Negeri di
Kabupaten Gianyar.

47

III.METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang dilaksanakan merupakan penelitian korelasional.
Penelitian ini bersifat ex-post facto yaitu penelitian yang hanya bertujuan
mengungkap derajat keterhubungan dua variabel dengan tidak memberikan
perlakuan khusus pada variabel terikat. Penelitian ini juga tidak memberikan
perlakuan khusus kepada subyek penelitian.

3.2 Populasi dan Sampel Penelitan


3.2.1 Populasi
Sugiyono

(2010)

mengemukakan

bahwa

populasi

adalah

wilayah

generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh guru fisika
SMA se-Kabupaten Gianyar pada semester genap tahun pelajaran 2015/2016 yang
terdiri dari 7 sekolah yaitu SMA Negeri 1 Gianyar, SMA Negeri 1 Sukawati, SMA
Negeri 1 Blahbatuh, SMA Negeri 1 Tampak Siring, SMA Negeri 1 Ubud, SMA
Negeri 1 Tegallalang, dan SMA Negeri 1 Payangan.
Sebaran populasi pada masing-masing sekolah yang diteliti dapat dilihat
pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Sebaran Populasi Siswa SMA Negeri di Kabupaten Gianyar
(Sumber: Data TU masing-masing Sekolah)
No
1
2
3

Sekolah
SMA Negeri 1 Gianyar
SMA Negeri 1 Sukawati
SMA Negeri 1 Blahbatuh

Jumlah Siswa

48

4
5
6
7

SMA Negeri 1 Tampak


Siring
SMA Negeri 1 Ubud
SMA Negeri 1 Tegallalang
Negeri 1 Payangan
Total Populasi

3.2.2 Sampel
Sugiyono (2010) menyatakan bahwa sampel merupakan bagian dari jumlah
dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Pengambilan sampel harus
dilakukan sedemikian rupa sehingga diperoleh sampel yang representative
(mewakili). Teknik pemilihan sampel dalam penelitian ini dipilih dengan
menggunakan teknik proportional random sampling. Tahap penentuan proporsi
sampel dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
1. Menentukan jumlah sampel menggunakan tabel yang dikembangkan dari Isaac
dan Michael (dalam Sugiyono, 2010), untuk tingkat kesalahan 1%, 5%, dan
10%. Rumus untuk menghitung ukuran sampel dari populasi yang diketahui
adalah sebagai berikut:
2 PNQ
s 2
d ( N 1) 2 PQ

(Sugiyono, 2010)

Keterangan:
s = jumlah sampel
2 = nilai chi kuadrat untuk dk = 1
P = Q = 0,5
N = jumlah populasi
d = 0,05
Berdasarkan tabel yang dikembangkan dari Isaac dan Michael bila populasi
berjumlah xxxx siswa maka jumlah sampel yang diambil dalam penelitian
berjumlah xxx siswa dengan taraf kesalahan 5% (Sugiyono, 2010).
2. Untuk menghindari kurangnya jumlah sampel yang dapat dianalisis datanya,
Warwich dan Lininger (dalam Dantes, 2012) menambahkan jumlah sampel
dengan formula sebagai berikut:
JS

n
(0,90)(0,95)

49

Keterangan:
JS = jumlah sampel
n = jumlah sampel menurut formula Isaac dan Michael
0,90= estimasi jumlah sampel yang dapat diolah datanya
0,95= estimasi jumlah sampel yang dapat diobservasi
Sehingga jumlah sampel yang diambil menjadi xxx siswa.
3. Menentukan jumlah siswa dalam setiap sekolah yang terpilih. Penentuan
jumlah siswa dilakukan dengan proporsional random sampling. Penentuan
proporsi dilakukan dengan menggunakan rumus:

Pi

ni
N

(Supranto, 2000)

Keterangan:
Pi
= proporsi sekolah ke-i
ni
= jumlah total siswa di sekolah ke-i
N
= jumlah populasi
Jumlah sampel pada masing-masing sekolah yang diteliti tersedia pada
Tabel 3.2.
Tabel 3.2 Distribusi Sampel pada SMA Negeri di Kabupaten Gianyar
No
1
2
3
4
5
6
7

Sekolah
SMA Negeri 1 Gianyar
SMA Negeri 1 Sukawati
SMA Negeri 1 Blahbatuh
SMA Negeri 1 Tampak
Siring
SMA Negeri 1 Ubud
SMA Negeri 1 Tegallalang
Negeri 1 Payangan
Total Sampel

Jumlah Siswa

3.3 Desain Penelitian


Penelitian ini melibatkan tiga variabel bebas atau prediktor dan satu variabel
terikat atau kriterium. Adapun desain penelitian untuk penelitian korelasi dapat
dilihat pada Gambar 3.1.

50

X1

r1y

X2

X3

Rxy
r2y

r3y

Gambar 3.1. Desain Penelitian (diadaptasi dari Koyan, 2012)


Keterangan:
X1

efikasi diri

X2

regulasi diri

X3

kebiasaan belajar

prestasi belajar

Rxy

korelasi antara efikasi diri, regulasi diri, dan kebiasaan belajar

dengan prestasi belajar fisika


r1y

korelasi antara efikasi diri dengan prestasi belajar fisika

r2y

korelasi antara regulasi diri dengan prestasi belajar fisika

r3y

korelasi antara kebiasaan belajar dengan prestasi belajar fisika

3.4 Variabel Penelitian


Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa
saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi
tentang hal tersebut diambil kesimpulannya (Sugiyono, 2010). Penelitian ini

51

melibatkan dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas
yang disebut prediktor dalam penelitian ini adalah efikasi diri (X 1), regulasi diri
(X2), dan kebiasaan belajar (X3)

sedangkan variabel terikatnya yang disebut

kriterium adalah prestasi belajar (Y).

3.5 Prosedur penelitian


Prosedur penelitian merupakan langkah-langkah yang dilakukan secara
hirarkis dalam penelitian yang mencakup tahapan-tahapan dan uraian kegiatan.
Prosedur penelitian ini menunjukan secara sistematis tahapan-tahapan yang akan
dilakukan dalam penelitian ini seiring dengan serangkaian kegiatan yang telah
direncanakan sebelumnya. Prosedur penelitian yang akan dilakukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Melakukan observasi awal ke sekolah-sekolah yang akan dijadikan tempat
penelitian,

kemudian

meminta

izin

kepada

kepala

sekolah

untuk

melaksanakan penelitian.
2. Berdiskusi dengan guru fisika yang ditunjuk mengenai waktu melaksanakan
penelitian.
3. Merancang instrumen penelitian yang terdiri atas kuesioner efikasi diri,
regulasi diri, kebiasaan belajar, dan tes prestasi belajar.
4. Melakukan bimbingan instrumen penelitian dengan para ahli, yaitu dua dosen
pembimbing dari jurusan pendidikan fisika.
5. Melakukan uji instrumen yang akan digunakan dalam penelitian. Uji
instrumen dilakukan di sekolah lain. Uji instrumen tes prestasi belajar
meliputi uji validitas isi, uji validitas butir tes, uji konsistensi internal tes,

52

indeks kesukaran butir (IKB), dan indek daya beda butir (IDB). Uji instrumen
kuesioner regulasi diri, efikasi diri, dan kebiasaan belajar meliputi uji
validitas isi dan uji konsistensi internal tes/kuesioner (reliabilitas).
6. Melakukan perbaikan (revisi) instrumen. Revisi instrumen disesuaikan
dengan hasil uji coba instrumen.
7. Menentukan sampel penelitian pada masing-masing sekolah dengan teknik
proportional random sampling.
8. Pengambilan data. Pada tahap ini peneliti mulai memberikan instrumen
penelitian kepada responden penelitian. Pengumpulan data meliputi seluruh
sampel penelitian.
9. Melakukan analisis data dan pengujian hipotesis yang telah diajukan.
Selanjutnya menyusun laporan penelitian.
10. Melakukan Pelaporan hasil Penelitian. Pada tahap ini dilakukan pelaporan
hasil penelitian berdasarkan analisa statistika.

3.6 Instrumen Penelitian


Sugiyono (2010) menyatakan bahwa instrumen penelitian adalah suatu alat
yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati.
Penelitian ini menggunakan instrumen berupa kuesioner dan tes. Instrumen
kuesioner digunakan untuk memperoleh data efikasi diri dan motivasi belajar,
sedangkan instrumen tes digunakan untuk memperoleh data prestasi belajar. Tes
prestasi belajar ini berbentuk tes objektif yang dibuat oleh peneliti sendiri.
3.6.1

Instrumen Efikasi Diri

53

Instrumen dari efikasi diri berbentuk kuisioner. Kuisioner efikasi diri


menggunakan skala Likert dengan skala 5 pilihan jawaban yang menyatakan
keadaaan yang dimiliki oleh responden. Alternatif jawaban yang diberikan yaitu
sangat setuju (SS), setuju (s), ragu-ragu (RR), tidak setuju (TS), dan sangat tidak
setuju (STS). Rubrik penilaian efikasi diri dan kisi-kisi kuesioner efikasi diri
berturut-turut tersedia pada Tabel 3.3 dan Tabel 3.4.
Tabel 3.3 Rubrik Penilaian Kuesioner Efikasi Diri
Pilihan
Sangat setuju (SS)
Setuju (S)
Ragu-ragu (RR)
Tidak setuju (TS)
Sangat tidak setuju(STS)

Skor Pernyataan
Positif
5
4
3
2
1

Skor Pernyataan
Negatif
1
2
3
4
5

Tabel 3.4 Kisi-kisi Kuesioner Efikasi Diri


N
o
1

Dimensi

Indikator

Level/Mangnitud
e

a. Keyakinan
terhadap
kemampuan
dalam
mengambil tindakan yang diperlukan untuk
mencapai suatu hasil
b. Keyakinan terhadap kemampuan yang dimiliki
unruk mengatasi hambatan dalam tingkat
kesulitan tugas yang dihadapi
c. Memiliki pandangan yang positif terhadap tugas
yang dikerjakan
a. Memiliki keyakinan diri yang kuat terhadap
potensi diri dalam menyelesaikan tugas
b. Memiliki semangat juang dan tidak mudah
menyerah ketika mengalami hambatan dalam
menyelesaikan tugas
c. Memiliki komitmen untuk dapat menyelesaikan
tugas akademik dengan baik
a. Mampu menyikapi situasi dan kondisi yang
beragam dengan sikap positif
b. Menggunakan pengalaman hidup sebagai suatu
langkah untuk mencapai keberhasilan
c. Menampilkan sikap yang menunjukkan keyakinan
diri pada seluruh proses pembelajaran

Strength

Generality

54

(Diadaptasi dari Amanda, 2014)

3.6.2

Instrumen Regulasi Diri


Pengambilan data regulasi diri pada siswa digunakan kuesioner self

regulated. Aspek regulasi diri yang diukur dalam pembelajaran fisika dengan
kuesioner terdiri dari dua aspek yaitu aspek evaluasi diri dan penetapan tujuan.
Jumlah item yang di ujicobakan dalam kuesioner regulasi diri berjumlah 20 item.
Sebelum menetapkan kuesioner regulasi diri yang dilakukan terlebih dahulu
adalah menyusun kisi-kisi, menyusun item, konsultasi dengan pembimbing,
menguji coba tes, menentukan validitas instrumen kuesioner, dan menentukan
tingkat reliabilitas kuesioner.
Sekala pengukuran yang digunakan untuk mengukur setiap item yaitu
dengan lima poin skala Likert dengan rentangan 1-5. Kriteria yang digunakan
untuk setiap pilihan jawaban dalam kuesioner regulasi diri adalah pilihan 1 untuk
tingkat pernyataan sebesar < 45%, pilihan 2 untuk tingkat pernyataan sebesar 45%
- 54%, pilihan 3 untuk tingkat pernyataan sebesar 55% - 69%, pilihan 4 untuk
tingkat pernyataan sebesar 70% - 85%, dan pilihan 5 untuk tingkat pernyataan
sebesar 86% - 100%. Kisi-kisi kuesioner regulasi diri tersedia pada Tabel 3.5.
Tabel 3.5 Kisi-Kisi Kuesioner Regulasi Diri
N
o
1

Aspek
Evaluasi diri

Penetapan
tujuan

Indikator regulasi diri


Siswa melaksanakan refleksi terhadap proses belajarnya
Siswa mengevaluasi proses belajarnya berdasarkan
tujuan yang sudah ditetapkan
Siswa membuat antisipasi dari semua proses belajar
Tujuan sesuai dengan kurikulum dan fenomena dunia
nyata
Tujuan dapat diukur

55

Tujuan sesuai dengan perkembangan siswa


Tabel 3.6 Rubrik Penskoran Kuesioner Regulasi Diri
Skor
Kriteria
5
Sangat setuju
4
Setuju
3
Ragu-ragu
2
Tidak setuju
1
Sangat tidak setuju
(diadaptasi dari Sugiyono, 2008)

3.6.3

Instrumen Kebiasaan Belajar


Kebiasaan belajar adalah sebagai cara atau teknik yang tetap dilakukan

siswa pada waktu menerima pelajaran dari guru, membaca buku, dan mengerjakan
tugas sekolah, serta mengatur waktu untuk menyelesaikan kegiatan tersebut.
Kebiasaan belajar diukur dengan menggunakan kuesioner, penskoran dilakukan
berdasarkan aspek-aspek kebiasaan belajar yaitu 1) Ketepatan Waktu Penyelesaian
Tugas Akademis, 2) Penundaan Tugas, 3) Konsentrasi Belajar, 4) Cara Belajar
Efektif, 5) Efisiensi Mengerjakan Tugas, 6) Keterampilan Belajar.
Penskoran dilakukan dengan cara menjawab Hampir Selalu (HS) skor = 5,
Seringkali (S) skor = 4, Kadang-kadang (KK) skor = 3, Jarang (J) skor = 2, dan
Jarang Sekali (JS) skor = 1 untuk pernyataan positif, dan sebaliknya untuk
pernyataan negatif. Kriteria yang digunakan untuk setiap pilihan jawaban dalam
kuesioner regulasi diri adalah pilihan 1 untuk tingkat pernyataan sebesar < 45%,
pilihan 2 untuk tingkat pernyataan sebesar 45% - 54%, pilihan 3 untuk tingkat
pernyataan sebesar 55% - 69%, pilihan 4 untuk tingkat pernyataan sebesar 70% 85%, dan pilihan 5 untuk tingkat pernyataan sebesar 86% - 100%.
Tabel 3.6 Kisi-Kisi Kuesioner Kebiasaan Belajar

56

No
1
2
3
4
5

Indikator kebiasaan belajar


Kebiasaan belajar secara teratur
Kebiasaan mempersiapkan keperluan studi pada malam hari
Kebiasaan hadir di kelas sebelum pelajaran dimulai
Kebiasaan belajar sampai paham dan tuntas
Kebiasaan mengunjungi perpustakaan
Tabel 3.7 Rubrik Penskoran Kuesioner Regulasi Diri
Pilihan

Hampir Selalu (HS)


Seringkali (S)
Kadang-kadang (KK)
Jarang (J)
Jarang Sekali (JS)
3.6.4

Skor Pernyataan
Positif
5
4
3
2
1

Skor Pernyataan
Negatif
1
2
3
4
5

Instrumen Prestasi Belajar


Metode tes merupakan pengumpulan data dengan memberikan beberapa

pertanyaan, tes yang disajian dalam bentuk pilihan ganda atau objektif berupa
skala dikotomi yakni 1 dan 0 sebanyak 35 item. Skor 1 diberikan untuk jawaban
butir benar, sedangkan skor 0 diberikan untuk jawaban butir yang salah. Adapun
langkah-langkah penyusunan tes prestasi belajar adalah menyusun kisi-kisi tes,
menyusun item tes, melakukan konsultasi dengan dosen pembimbing, uji tes,
menentukan konsistensi internal butir, indeks daya beda, dan indeks kesukaran
butir. Materi yang digunakan yaitu suhu dan kalor. Dimensi proses kognitif
meliputi empat dimensi yaitu memahami (C2), mengaplikasikan (C3),
menganalisis (C4), dan mengevaluasi (C5). Indikator yang dikembangkan sesuai
dengan kebutuhan peneliti dengan mengadaptasi dari silabus mata pelajaran fisika
2014/2015. Adapun kisi-kisi dan rubrik penskoran tes prestasi belajar fisika
disajikan pada Tabel 3.7 dan Tabel 3.8.
Tabel 3.7 Kisi-kisi Tes Prestasi Belajar

57

NO
.
1

Sub Pokok
Bahasan
Suhu dan
Pemuaian

Kalor dan
Perubahan
Wujud

Perpindahan
Kalor

Indikator
Menjelaskan konsep suhu secara
ilmiah
Menjelaskan pengukuran suhu
secara ilmiah
Membandingkan skala termometer
Menjelaskan faktor-faktor yang
mempengaruhi besar pemuaian
pada berbagai zat
Menghitung besar pemuaian
(panjang, luas, dan volume) pada
berbagai zat
Menerapkan konsep pemuaian
dalam kehidupan sehari-hari
Menjelaskan konsep kalor
Menjelaskan pengaruh kalor
terhadap perubahan suhu dan
wujud zat
Merumuskan hubungan kalor
dengan kenaikan suhu zat, massa
zat, dan kalor jenis zat
berdasarkan hasil percobaan
Menerapkan persamaan Asas
Black dalam menyelesaiakan
permasalahan fisika
Menjelaskan faktor-faktor yang
mempengaruhi peristiwa
perubahan wujud zat
Menjelaskan peristiwa perubahan
wujud zat dalam kehidupan
sehari-hari
Menganalisis peristiwa perubahan
wujud zat
Menerapkan konsep hubungan
antara kalor dengan perubahan
suhu dan hubungan antara kalor
dengan perubahan wujud zat
Membedakan peristiwa
perpindahan kalor secara
konduksi, konveksi, dan radiasi
Menganalisis faktor-faktor yang
berpengaruh pada peristiwa
perpindahan kalor
Menghitung besar dari

Ranah Kognisi
C C C C
2
3
4
5

58

NO
.

Sub Pokok
Bahasan

Indikator

Ranah Kognisi
C C C C
2
3
4
5

perpindahan kalor
Menerapkan peristiwa
perpindahan kalor dalam
kehidupan sehari-hari

Tabel 3.8 Rubrik Penskoran Tes Prestasi Belajar


Kriteria
Jawaban benar
Jawaban salah

Skor
1
0

3.7 Uji Coba Instrumen


Uji coba instrumen merupakan langkah yang sangat penting dalam proses
pengembangan instrumen karena dengan uji coba dapat memperoleh informasi
mengenai mutu instrumen yang dikembangkan (Suryabrata, 2006). Adapun uji
coba untuk masing-masing instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
sebagai berikut.
3.7.1

Uji Coba Instrumen Kuisioner Efficacy, Self Regulation, dan Study


Habits
Validitas instrumen pada kuisioner kompetensi guru dan kuisioner motivasi

mengajar yang digunakan dalam penelitian meliputi uji validitas isi, uji validitas
butir, dan reliabilitas kuisioner.
1

Uji Validitas Isi


Validitas isi berkenaan dengan kesanggupan instrumen mengukur isi yang

harus diukur, artinya instrumen tersebut harus mampu mengungkap isi suatu
konsep atau variabel yang hendak diukur. Menurut Gay (1987), validitas isi
(content validity) adalah derajat pengukuran yang mencerminkan domain isi yang
diharapkan. Validitas isi cukup diestimasi berdasarkan pertimbangan ahli isi. Ahli

59

isi dapat ditunjuk seorang guru pada bidang studi yang sama yang memiliki
kualifikasi dan pengalaman kerja yang cukup (Santyasa, 2005). Peneliti meminta
pertimbangan kepada dua orang dosen jurusan pendidikan fisika sebagai dosen
pembimbing dan seorang guru fisika untuk melakukan estimasi validitas isi
instrumen penelitian.
2

Uji Validitas Butir


Uji validitas butir angket atau kuesioner dikembangkan dengan skala likert

yang memiliki skor 1 sampai 5. Validitas butir kuesioner kompetensi guru dan
motivasi mengajar ditentukan dengan koefisien korelasi product moment dari Carl
Pearson dengan rumus (Candiasa, 2010) berikut.
rxy

N X

N XY X Y
2

N Y

Keterangan:
rxy = koefisien korelasi antara skor butir dengan skor total
N = jumlah responden
X = skor butir
Y = skor total
Apabila rxy > rtabel maka terdapat korelasi yang signifikan antara skor butir
dengan skor total yang artinya butir bersangkutan dinyatakan valid. Sebaliknya
jika rxy < rtabel maka butir bersangkutan dinyatakan tidak valid (Candiasa, 2010).
3

Realibilitas Kuesioner
Reliabilitas instrumen mengacu pada konsistensi hasil pengukuran yang

ditunjukkan oleh instrument tersebut (Gay, 1987). Instrumen yang memiliki


reliabilitas yang tinggi akan memberikan hasil yang relatif sama, sekalipun

60

instrumen tersebut digunakan dalam kurun waktu yang berbeda (Candiasa, 2010).
Menurut Gay (1987), reliabilitas tes adalah derajat pada mana suatu tes dapat
mengukur secara konsisten apa yang seharusnya diukur. Suatu instrumen yang
baik tidak berubah pengukurannya dan dapat diandalkan karena penggunaan alat
ukur tersebut berkali-kali akan memberikan hasil yang serupa.
Instrumen yang skor butirnya bersifat non-dikotomis (bukan 0 dan 1) dalam
mencari indeks reabilitas menggunakan formula Alpha Cronbach. Adapun
formula Alpha Cronbach adalah sebagai berikut:

b2
k

r11
1

k 1
t2

b2

t2

2
X

Dengan :

2
Y

dan

(Candiasa, 2010)

Keterangan:
r11

= konsistensi internal tes

= jumlah butir tes

2
b

= jumlah varian butir

t2

= varian total tes

= skor butir

= skor total

= jumlah responden

Menurut Guilford (Candiasa, 2010) kriteria yang digunakan untuk


reliabilitas instrumen sebagai berikut.
r 0,20

derajat reliabilitas sangat rendah

61

0,20 < r 0,40


0,40 < r 0,60
0,60 < r 0,80
0,80 < r 1,00
Kuesioner yang dipakai

derajat reliabilitas rendah


derajat reliabilitas sedang
derajat reliabilitas tinggi
derajat reliabilitas sangat tinggi
dalam penelitian ini adalah kuesioner yang

memiliki reliabilitas 0,70 (Sudijono, 2011).

3.7.2

Uji Instrumen Tes Prestasi Belajar


Uji instrumen tes prestasi belajar meliputi uji validitas isi, konsistensi

internal butir, indeks kesukaran butir, indek daya beda butir, reliabilitas tes.
Adapun masing-masing uji coba instrumen tersebut sebagai berikut.
1.
Uji Validitas Isi
Validitas isi berkenaan dengan kesanggupan instrumen mengukur isi yang
harus diukur, artinya instrumen tersebut harus mampu mengungkap isi suatu
konsep atau variabel yang hendak diukur. Prosedur yang ditempuh agar suatu tes
prestasi belajar mampu mencerminkan domain isi secara komprehensif adalah
dengan menyusun kisi-kisi tes. Ahli isi dapat ditunjuk seorang guru pada bidang
studi yang sama yang memiliki kualifikasi dan pengalaman kerja yang cukup
(Santyasa, 2005).
2.
Konsistensi Internal Butir
Validitas butir tes dihitung dengan mengkorelasikan skor butir dengan skor
total yang diperoleh responden. Skor butir tes objektif berupa skala 1 dan 0,
sedangkan skor totalnya berupa skala interval yakni jumlah skor butir. Teknik
korelasi yang digunakan untuk menghitung validitas butir tes objektif adalah
teknik korelasi point-biserial (

pbi

). Rumus yang digunakan adalah sebagai

berikut:

pbi

M p Mt
Sd

p
q

(Candiasa, 2010)

62

Keterangan:
Mp = Rerata skor total dari subjek yang menjawab betul butir yang dicari
validitasnya
Mt = Rerata skor total
Sd = Standar deviasi sekor total
p

= proporsi siswa yang menjawab benar butir yang dicari validitasnya

= proporsi siswa yang menjawab salah butir yang dicari


Untuk mengetahui validitas butir, koefisien korelasi point-biserial (pbi)

antara skor butir dengan skor total dibandingkan dengan r tabel . Apabila

pbi

> rtabel

maka skor butir bersangkutan berkorelasi secara signifikan dengan skor total,

sehingga butir tersebut dinyatakan valid. Sebaliknya jika

pbi

< rtabel maka skor

butir bersangkutan tidak berkorelasi secara signifikan dengan skor total, sehingga
butir tersebut dinyatakan tidak valid. Nilai rtabel dapat dilihat pada tabel nilai
koefisien korelasi point-biserial dengan taraf signifikan yang ditetapkan, pada
derajat kebebasan (dk) = n-2, yang mana n menyatakan banyak responden
(Candiasa, 2010).
3.

Indek Daya Beda Butir (IDB)


Secara operasional, indek daya beda butir didefinisikan sebagai efektivitas

butir untuk membedakan peserta tes yang memperoleh skor tinggi dengan peserta
tes yang memperoleh skor rendah (Candiasa, 2010). Indeks daya beda butir
dinyatakan dengan d dan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

U L
N

(Candiasa, 2010)

63

Keterangan:
d

= indeks daya beda

= banyak peserta tes

= banyak kelompok atas yang menjawab butir dengan benar

= banyak kelompok bawah yang menjawab butir dengan benar


Indeks daya beda butir akan berkisar dari -1, 0 sampai dengan +1.

Rentangan IDB yang dapat diacu adalah sebagai berikut.


IDB: 0,00-0,20 adalah jelek
IDB: 0,20-0,40 adalah sedang
IDB: 0,40-0,70 adalah baik
IDB: 0,70-1,00 adalah baik sekali
Butir soal yang digunakan adalah yang memiliki IDB > 0,20.
4.

Indek Kesukaran Butir (IKB)


Indek kesukaran butir didefinisikan sebagai proporsi peserta tes yang

menjawab butir tersebut dengan benar (Candiasa, 2010). Tingkat kesukaran tes
atau derajat kesukaran suatu tes bertujuan untuk menentukan apakah suatu
instrumen terlalu sukar atau terlalu mudah bagi siswa. Rumus yang digunakan
untuk menghitung indeks kesukaran butir sebagai berikut:
I

B
N

(Candiasa, 2010)

Keterangan:
I

= indeks kesukaran butir

= jumlah peserta tes

= banyak siswa yang menjawab butir tersebut dengan benar

64

Candiasa (2010) menyatakan bahwa kriteria yang dapat diacu dalam


penentuan IKB adalah sebagai berikut:
butir dengan I 0,00 sampai 0,30 tergolong sukar,
butir dengan I 0,31 sampai 0,70 tergolong sedang,
butir dengan I 0,71 sampai 1,00 tergolong mudah.
Butir dengan indeks kesukaran 0,3 sampai dengan 0,7 masih ditolerir
sebagai butir tes yang patut dipilih (Candiasa, 2010).
5. Reliabilitas Tes Prestasi Belajar Fisika
Cara yang digunakan untuk menentukan konsistensi internal tes (reliabilitas
tes) berupa tes dikotomi yaitu dengan menggunakan rumus KR-20.
n
pq
r11
1
n 1
S t2
(Candiasa, 2010)
Dengan:
n = jumlah butir tes
St = standar deviasi skor total
p = proporsi siswa yang menjawab benar untuk tiap-tiap butir
q = proporsi siswa yang menjawab salah untuk tiap-tiap butir
Kriteria yang digunakan untuk reliabilitas instrumen sebagai berikut:
0,00 < r 0,20 adalah derajat reliabilitas sangat rendah;
0,20 < r 0,40 adalah derajat reliabilitas rendah;
0,40 < r 0,60 adalah derajat reliabilitas sedang;
0,60 < r 0,80 adalah derajat reliabilitas tinggi;
0,80 < r 1,00 adalah derajat reliabilitas sangat tinggi.
Tes yang dipakai dalam penelitian ini adalah tes yang memiliki reliabilitas 0,70
(Sudijono, 2011).

3.8 Teknik Pengambilan Data


Pengumpulan data dilakukan selama tiga tahap yaitu, 1) pengumpulan data
efikasi diri, 2) pengumpulan data regulasi diri, 3) pengumpualan data kebiasaan
belajar dan 4) pengumpulan data prestasi belajar fisika siswa. Teknik
pengumpulan data disajikan pada Tabel 3.9.

65

Tabel 3.9 Teknik Pengumpulan Data


Jenis Data
Efikasi Diri
Regulasi Diri
Kebiasaan Belajar
Prestasi belajar

Sumber
Siswa
Siswa
Siswa
Siswa

Instrumen
Kuisioner efikasi diri
Kuisioner regulasi diri
Kuisioner kebiasaan belajar
Tes prestasi belajar

Waktu
20 menit
20 menit
20 menit
60 menit

3.9 Teknik Analisis Data


Penelitian ini menggunakan empat teknik analisis data yaitu analisis
deskriptif, analisis korelasi sederhana, analisis regresi sederhana, dan analisis
regresi ganda dua prediktor. Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan
kompetensi guru, motivasi mengajar, dan kinerja guru siswa. Analisis korelasi
sederhana digunakan untuk mengetahui hubungan masing-masing aspek
kompetensi guru terhadap kinerja guru fisika. Analisis regresi sederhana
digunakan untuk menentukan besar pengaruh satu prediktor terhadap kriterium
dan menentukan persamaan regresinya. Analisis regresi ganda dua prediktor
digunakan untuk menentukan kontribusi bersama kedua prediktor terhadap
kriterium dan mencari persamaan regresinya.

3.9.1

Teknik Analisis Deskriptif


Teknik analisis deskriptif digunakan untuk melengkapi interpretasi terhadap

hasil penelitian secara umum. Teknik ini meliputi pencarian skor rata-rata x ,
Mean Ideal (Mi), dan Standar Deviasi Ideal (Sdi). Analisis deskriptif digunakan
untuk mendeskripsikan kondisi kompetensi guru dan motivasi mengajar.
Pengolahan data dilakukan dengan bantuan program SPSS-PC 20.0 for Windows.
Kriteria penggolongan nilai kuesioner dilakukan dengan mengkonversi nilai rata-

66

rata ke dalam konversi nilai absolut skala lima atau berdasarkan Penilaian Acuan
Norma (PAN) yang dapat dilihat pada Tabel 3.10.
Tabel 3.10 Konversi Nilai Absolut Skala Lima
Interval Skor Rata-Rata
Kategori
Sangat tinggi
x Mi + 1,5 Sdi
Tinggi
Mi + 0,5 Sdi x < Mi + 1,5 Sdi
Sedang
Mi 0,5 Sdi x < Mi + 0,5 Sdi
Rendah
Mi 1,5 Sdi x < Mi 0,5 Sdi
Sangat rendah
x < Mi 1,5 Sdi
(Nurkancana & Sunartana, 1990)
Rumusan Mi dan Sdi untuk instrumen kompetensi guru, dan motivasi
mengajar adalah sebagai berikut.
Mi = (Skor Maksimum Ideal + Skor Minimum Ideal)
Sdi = 1/6 (Skor Maksimum Ideal + Skor Minimum Ideal)
Skor kuisioner efikasi diri dan motivasi belajar yang digunakan dalam
penelitian ini mengikuti pola Likert yang terdiri dari 5 jawaban yang bersifat
gradasi.

Skor minimum setiap pernyataan adalah 1 dan skor maksimumnya

adalah 5.
3.9.2

Uji Asumsi

Sebelum melakukan uji hipotesis, maka terlebih dahulu dilakukan uji asumsi yaitu
uji normalitas sebaran data, uji homogenitas, dan uji linieritas data dan keberartian
arah regresi. Uji asumsi dilakukan dengan bantuan program SPSS-PC 20.0 for
Windows.
1. Uji Normalitas Sebaran Data
Uji normalitas sebaran data dilakukan untuk meyakinkan bahwa data untuk
kompetensi guru, motivasi mengajar, dan kinerja guru fisika siswa yang

67

dihasilkan dalam penelitian benar-benar berdistribusi normal sehingga uji


hipotesis dapat dilakukan. Menurut Candiasa (2010), uji normalitas sebaran
data menggunakan statistik Kolmogorov-Smirnov dan Shapiro-Wilk. Data
berdistribusi normal jika angka signifikan yang diperoleh salah satu uji statistik
lebih besar dari 0,05.
2. Uji Homogenitas Varians
Uji homogenitas untuk persyaratan analisis regresi menggunakan teknik yang
sama dengan uji homogenitas persyaratan uji perbedaan (Koyan, 2012).
Pengelompokan data variabel kinerja guru fisika (terikat) dalam uji
homogenitas ini dilakukan berdasarkan data kompetensi guru dan motivasi
mengajar (bebas). Uji homogenitas regresi menggunakan statistik

Test of

Homogenity of Variance. Interpretasi dilakukan dengan memilih salah satu


statistik yaitu statistik yang didasarkan pada rata-rata (Based on Mean). Data
memiliki varian yang sama, jika angka signifikansi yang dihasilkan lebih besar
dari 0,05.
3. Uji Linieritas Data dan Keberartian Arah Regresi
Uji linieritas pada analisis regresi menyatakan bahwa model regresi
diasumsikan linier dan arah regresi diasumsikan signifikan (candiasa, 2011).
Artinya hubungan antara variabel bebasdan variabel terikat bersifat linier.
Peningkatan harga pada variabel bebas akan diikuti oleh peningkatan harga
pada variabel terikat. Pengujian linieritas regresi dilakukan dengan menguji
hipotesis yang diajukan. Penerimaan atau penolakan hipotesis dilakukan
dengan melihat nilai F linearity dan signifikansinya (sig.). Apabila nilai

68

signifikansinya lebih kecil dari taraf signifikansi yang ditetapkan yaitu =0,05
maka menyatakan bahwa bentuk regresi linier (Candiasa, 2011).

3.10.3 Uji Hipotesis


Pengujian hipotesis menggunakan uji regresi sederhana untuk menguji
hipotesisi pertama, hipotesis kedua, dan hipotesis ketiga. Sedangkan uji regresi
tiga prediktor digunakan untuk menguji hipotesis keempat. Analisis dibantu
dengan menggunakan bantuan SPSS-PC 20.0 for Windows. Pengujian hipotesis
dijabarkan menjadi pengujian hipotesis nol (Ho) dan hipotesis alternatif (Ha).
Hipotesis pertama menyatakan terdapat pengaruh efikasi diri terhadap
prestasi belajar fisika siswa kelas X SMA Negeri se-Kabupaten Gianyar pada
tahun pelajaran 2012/2013, secara statistik dirumuskan:
Ho : X1Y = 0
Ha : X1Y 0
Hipotesis kedua menyatakan terdapat pengaruh regulasi diri terhadap
prestasi belajar fisika siswa kelas X SMA Negeri se-Kabupaten Gianyar pada
tahun pelajaran 2012/2013, secara statistik dirumuskan:
Ho : X2Y = 0
Ha : X2Y 0
Hipotesis ketiga menyatakan terdapat pengaruh kebiasaan belajar terhadap
prestasi belajar fisika siswa kelas X SMA Negeri se-Kabupaten Gianyar pada
tahun pelajaran 2012/2013, secara statistik dirumuskan:
Ho : X3Y = 0
Ha : X3Y 0

69

Hipotesis keempat menyatakan terdapat pengaruh efikasi diri, regulasi diri,


dan kebiasaan belajar secara bersama-sama terhadap prestasi belajar fisika siswa
kelas X SMA Negeri se-Kabupaten Gianyar pada tahun pelajaran 2012/2013,
secara statistik dirumuskan:
Ho : (123Y) = 0
Ha : (123Y) 0
3.10.4 Uji Regresi Sederhana
Uji regresi sederhana digunakan untuk menguji hipotesis pertama, hipotesis
kedua, dan hipotesis ketiga. Analisis regresi sederhana yang digunakan dalam
penelitian ini bertujuan untuk memprediksi seberapa jauh perubahan kriterium
sebagai akibat perubahan suatu prediktor. Selain itu analisis ini juga dapat
menentukan besar pengaruh suatu prediktor terhadap kriterium. Persamaan regresi
tunggal adalah sebagai berikut.
Y^ =a+bX

(Sudjana, 2002)

Rumus-rumus yang digunakan untuk menentukan nilai a dan b adalah


sebagai berikut.
a

( Yi )( X i2 ) ( X i )( X i Yi )

n X i Yi ( X i )( Yi )

n X i2 ( X i ) 2

n X i2 ( X i ) 2

(Sudjana, 2002)

Menguji signifikansi koefisien garis regresi dengan menggunakan uji F,


dengan rumus:

Freg

RJK reg
RJK res (Riduwan dan Sunarto, 2009)

Derajat kebebasan (dk) = 1: (n-2)

70

Dengan:
Freg

= harga bilangan F untuk garis regresi

RJKreg

= rerata kuadrat garis regresi

RJKres

= rerata kuadran residu

Kaidah pengujian signifikansinya jika Fhitung > Ftabel, maka Ho ditolak yang
artinya signifikan dan Fhitung < Ftabel, terima Ho yang artinya tidak signifikan.
Dengan taraf signifikan: = 0,05. Cari nilai F tabel menggunakan tabel F dengan
rumus Ftabel = F(1-)(1: n-2).
3.10.5 Uji Regresi Tiga Prediktor
Uji regresi tiga prediktor digunakan untuk menguji hipotesis keempat. Uji
ini digunakan dalam membuat persamaan untuk memprediksi perubahan kriterium
sebagai akibat perubahan ketiga prediktor. Persamaan regresinya adalah sebagai
berikut.

a a X a X a X
Y
0
1 1
2
2
3 3

(Sudjana, 2002)

Dalam sekor deviasi persamaan persamaan garis regresi ganda tiga prediktor
dapat ditulis:

a x a x a x
Y
1 1
2 2
3 3
Koefisien-koefisien a1, a2, dan a3 untuk persaman diatas dapat dihitung dari
persamaan berikut:

y x
y x

i 1i

y x
i

2i

3i

a1 x12i a 2 x1i x 2i a 3 x1i x3i


a1 x1i x 2i x 22i a3 x 2i x3i

a1 x1i x3i a 2 x 2i x3i a3 x32i

(Sudjana, 2002)

Koefisien a0 dapat dihitung dengan persamaan berikut:


a 0 Y a1 X 1 a 2 X 2 a3 X 3

Formula koefisien korelasi tiga prediktor adalah:


R y (1, 2,3)

a1 x1 y a 2 x2 y a3 x3 y

(Hadi, 2000)

71

Menguji signifikansi koefisien garis regresi linier ganda dengan


menggunakan uji F, dengan rumus:

Freg

RJK reg
RJK res (Riduwan, 2009)

Derajat kebebasan (dk) = 3: (n-3-2)


Dengan:
Freg

= harga bilangan F untuk garis regresi

RJKreg

= rerata kuadrat garis regresi

RJKres

= rerata kuadran residu

Kaidah pengujian signifikansinya jika Fhitung > Ftabel, maka Ho ditolak yang
artinya signifikan dan Fhitung < Ftabel, terima Ho yang artinya tidak signifikan.
Dengan taraf signifikan: = 0,05. cari nilai F tabel menggunakan tabel F dengan
rumus Ftabel = F(1-)(1: n-3-2).
Menentukan besarnya pengaruh antara variabel bebas terhadap terikat
dengan rumus koefisien determinasi R2 x 100%.
Menentukan besarnya sumbangan relatif (SR) dan sumbangan efektif (SE)
pada masing-masing variebel bebas terhadap variabel terikat dengan rumus:
SR (%)

an xn y
JK reg

100%

SE (%) SR (%). R 2

(Koyan, 2012)

Keterangan:
SR

= Sumbangan relatif

SE

= Sumbangan efektif

R2

= Determinasi

JKreg

= Jumlah Kuadrat Regresi

72

Você também pode gostar