Você está na página 1de 57

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Terkait


2.1.1. Konsep Perawat
1. Perawat Dan Keperawatan
Perawat adalah seorang yang telah menyelesaikan suatu
pendidikan dasar perawatan dan diberi wewenang oleh
pemerintah serta memenuhi syarat untuk memberikan pelayanan
keperawatan yang bermutu dan penuh tanggung jawab (Poniman
dalam majalah Bina Diknakes, 1999).
Perawat profesional adalah seseorang yang mengenal dan
mengerti kebutuhan dasar manusia yang sakit maupun yang sehat
dan mengetahui bagaimana kebutuhan ini terpenuhi (Poniman
dalam majalah Bina Diknakes, 1999).
Menurut International Council of Nurses, Keperawatan
adalah fungsi yang unik membantu individu yang sakit atau
sehat, dengan penampilan kegiatan yang berhubungan dengan
kesehatan atau penyembuhan (meninggal dengan damai), hingga
individu dapat merawat kesehatannya sendiri apabila memiliki
kekuatan, kemauan dan pengetahuan (Nasrul Effendi, 1998; 7).
Sedangkan menurut hasil Lokakarya Keperawatan (1983),
keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan di bidang

kesehatan yang didasari ilmu dan kiat keperawatan ditujukan


kepada individu, keluarga, guyuban dan masyarakat baik yang
sakit maupun yang sehat, sejak lahir sampai meninggal.
Perawatan adalah pelayanan esensial yang diberikan oleh
perawat kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat
yang mempunyai masalah kesehatan (Nasrul Effendi, 1998; 7).
2. Peran Dan Fungsi Perawat
Perawat kontemporer menuntut perawat yang memiliki
pengetahuan dan keterampilan dalam berbagai bidang. Pada
waktu lampau peran perawat inti adalah memberikan perawatan
dan kenyamanan bagi klien karena mereka menjalankan fungsi
perawatan spesifik, namun hal ini telah berubah, peran perawat
menjadi lebih luas dengan penekanan pada peningkatan
kesehatan dan pencegahan penyakit, juga memandang klien
secara komprehensif. Perawat kontemporer menjalankan fungsi
dalam kaitannya dengan berbagai peran pemberi perawatan,
pembuat keputusan klinik dan etika, pelindung dan advokat bagi
klien, manajer kasus, rehabilitator, pembuat kenyamanan,
komunikator dan pendidik.
1) Pemberi Perawatan
Sebagai

pemberi

asuhan

keperawatan,

perawat

membantu klien mendapatkan kembali kesehatannya melalui


proses penyembuhan. Proses penyembuhan lebih dari sekedar

sembuh dari penyakit tertentu, sekalipun keterampilan


tindakan yang meningkatkan kesehatan fisik merupakan hal
yang penting bagi pemberi asuhan. Perawat memfokuskan
asuhan pada kebutuhan kesehatan klien secara holistik,
meliputi upaya mengembalikan kesehatan emosi, spiritual
dan sosial. Pemberi asuhan memberikan bantuan bagi klien
dan keluarga dalam menetapkan tujuan dan mencapai tujuan
tersebut dengan menggunakan energi dan waktu yang
minimal.
2) Pembuat Keputusan Klinik
Untuk memberi perawatan yang efektif, perawat
menggunakan keahliannya berfikir kritis melalui proses
keperawatan. Sebelum mengambil tindakan keperawatan,
baik dalam pengkajian kondisi klien, pemberian perawatan,
dan mengevaluasi hasil, perawat menyusun tindakan dengan
menetapkan pendekatan terbaik bagi tiap klien. Perawat
membuat keputusan ini sendiri atau berkolaborasi dengan
klien dan keluarga. Dalam situasi seperti ini, perawat bekerja
sama dan berkonsultasi dengan pemberi perawatan kesehatan
profesional lainnya (Kelling dan Ramos, 1995).
3) Pelindung Dan Advokat Klien
Sebagai

pelindung

perawat

membantu

mempertahankan lingkungan yang aman bagi klien dan

mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan


dan melindungi klien dari kemungkinan efek yang tidak
diinginkan dari suatu tindakan diagnostik atau pengobatan.
Memastikan bahwa klien tidak memiliki alergi terhadap obat
dan memberikan imunisasi melawan penyakit di komunitas
merupakan contoh dari perawat sebagai pelindung.
Dalam

menjalankan perannya

sebagai advokat,

perawat melindungi hak pasien sebagai manusia dan secara


hukum, serta membantu klien dalam menyatakan hak-haknya
bila dibutuhkan. Sebagai contoh perawat memberikan
informasi tambahan bagi klien yang sedang berusaha untuk
memutuskan tindakan yang terbaik baginya. Perawat juga
melindungi hak-hak klien melalui cara-cara yang umum
dengan menolak aturan atau tindakan yang mungkin
membahayakan kesehatan klien atau menentang hak-hak
klien.
4) Manajer Kasus
Sebagai manajer kasus, perawat mengkoordinasi
aktivitas anggota tim kesehatan lain, misalnya ahli gizi dan
ahli terapi fisik, ketika mengatur kelompok yang memberikan
perawatan pada klien. Selain itu juga perawat juga mengatur
waktu kerja dan sumber yang tersedia di tempat kerjanya.
Berkembangnya

model

praktik

memberikan

perawat

kesempatan untuk membuat pilihan jalur karier yang ingin


ditempuhnya. Adanya berbagai tempat kerja, perawat dapat
memilih antara peran sebagai manajer asuhan keperawatan
atau sebagai perawat asosiat yang melaksanakan keputusan
manajer (Manthhey, 1990). Sebagai manajer perawat
mengkoordinasikan dan mendelegasikan tanggung jawab
asuhan dan mengawasi tenaga kesehatan lainnya.
5) Rehabilitator
Rehabilitasi merupakan proses dimana individu
kembali ke tingkat fungsi maksimal setelah sakit, kecelakaan
atau kejadian yang menimbulkan ketidakberdayaan lainnya.
Seringkali pasien mengalami gangguan fisik dan emosi yang
mengubah kehidupan mereka dan perawat membantu
beradaptasi semaksimal mungkin dengan keadaan tersebut.
Rentang aktivitas rehabilitatif dan restoratif mulai dari
mengajar klien berjalan dengan menggunakan kruk sampai
membantu klien mengatasi perubahan gaya hidup yang
berkaitan dengan penyakit kronis.
6) Pemberi Kenyamanan
Peran sebagai pemberi kenyamanan, membantu klien
sebagai seorang manusia, merupakan peran tradisional dan
historis dalam keperawatan dan telah berkembang sebagai
sesuatu peran yang penting dimana perawat melakukan peran

baru. Karena asuhan keperawatan harus ditujukan pada


manusia secara utuh bukan sekedar fisiknya saja, maka
memberikan kenyamanan dan dukungan emosi seringkali
memberikan

kekuatan

bagi

klien

untuk

mencapai

kesembuhannya. Selama melakukan tindakan keperawatan,


perawat

dapat

memberikan

kenyamanan

dengan

mendemonstrasikan perawatan kepada klien sebagai individu


yang memiliki perasaan dan kebutuhan yang unik. Sebagai
pemberi kenyamanan, perawat sebaiknya membantu klien
untuk mencapai tujuan yang therapeutik bukan memenuhi
ketergantungan emosi dan fisiknya.
7) Komunikator
Peran sebagai komunikator merupakan pusat dari
seluruh peran perawat yang lain. Keperawatan mencakup
komunikasi dengan klien dan keluarga, antar sesama perawat
dan profesi keperawatan yang lainnya, sumber informasi dan
komunitas. Memberikan perawatan yang efektif, pembuatan
keputusan

dengan

perlindungan

bagi

mengkoordinasi

klien

dan

klien

dari

dan

mengatur

keluarga,

memberikan

ancaman

kesehatannya,

asuhan

keperawatan,

membantu klien dalam rehabilitasi, memberikan kenyamanan


atau mengajarkan sesuatu kepada klien tidak mungkin
dilakukan tanpa komunikasi yang jelas. Kualitas komunikasi

merupakan faktor yang menentukan dalam memenuhi


kebutuhan individu, keluarga dan komunitas.
8) Penyuluh
Sebagai penyuluh, perawat menjelaskan kepada klien
tentang

konsep

dan

data-data

tentang

kesehatan,

mendemonstrasikan prosedur seperti aktivitas perawatan diri,


menilai apakah klien memahami hal-hal yang telah dijelaskan
dan mengevaluasi kemajuan dalam pembelajaran. Beberapa
topik mungkin dapat diajarkan tanpa direncanakan terlebih
dahulu dan dilakukan secara informal, misalnya pada saat
perawat berespon terhadap pertanyaan yang mengacu pada
isu-isu kesehatan dalam pembicaraan sehari-hari. Aktivitas
pendidikan yang lain mungkin perlu direncanakan dan
disusun secara formal, misalnya ketika perawat mengajarkan
cara menyuntikkan insulin secara mandiri pada klien yang
menderita

diabetes.

Perawat

menggunakan

metode

pengajaran yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan


klien serta melibatkan sumber-sumber yang lain misalnya
keluarga dalam pengajaran yang direncanakannya.
9) Peran Karier
Sejumlah peran dan fungsi dibebankan kepada
perawat di berbagai lingkungan kerja. Berkarier, merupakan
kebalikan dari semuanya dimana perawat ditempatkan

diposisi jabatan tertentu. Karena kesempatan bekerja bagi


perawat meningkat, perkembangan perawat sebagai profesi
dan meningkatnya perhatian pada keahlian dalam bidang
pekerjaan,

maka

profesi

perawat

menawarkan

peran

tambahan dan kesempatan berkarier lebih luas. Contoh dari


peran berkarier meliputi peran mendidik dan perawat ahli,
seperti perawat spesialis klinis, perawat pelaksana, perawat
maternitas, anestesi, pengelola dan peneliti. Peran tambahan
non-klinik meliputi manajer, perawat penanggung jawab
pengembangan kualitas dan konsultan produksi.
10) Perawat Pendidik
Perawat pendidik bekerja terutama di sekolah
keperawatan, departemen pengembangan staf dari suatu
lembaga perawatan kesehatan dan departemen pendidikan
klien. Perawat pendidik secara umum memiliki latar belakang
pengalaman klinis yang memberikan mereka keahlian klinis
dan pengetahuan teoritis. Seorang pendidik di Fakultas
Keperawatan menyiapkan peserta didiknya untuk berfungsi
sebagai perawat. Staf Fakultas Keperawatan bertanggung
jawab terhadap pendidikan terkini dalam melaksanakan teori
keperawatan dan keterampilan khusus di laboratorium atau di
klinik. Perawat pendidik di Fakultas Keperawatan biasanya

dituntut memiliki ijazah dari pendidikan keperawatan. Selain


itu mereka secara umum memiliki spesialisasi klinis lanjutan.
Perawat pendidik di departemen pengembangan staf
dari institusi kesehatan tertentu memberikan program
pendidikan bagi perawat yang bekerja di institusinya.
Program ini meliputi orientasi beberapa karyawan baru,
kursus asuhan keperawatan kritis dan instruksi mengenai alatalat atau prosedur baru.
Fokus utama dari perawat pendidik dalam departemen
pendidikan klien adalah mengajarkan klien yang sakit atau
tidak mampu dan keluarganya untuk melakukan perawatan
mandiri di rumah. Akan tetapi pada sebagian besar lembaga
pemberi perawatan kesehatan, perawatannya tidak dipisahkan
sendiri. Oleh sebab itu perawat biasanya menggabungkan
pendidikan dalam rencana perawatan klien.
11) Perawat Pelaksana Tindak Lanjut
Perawat pelaksana tingkat lanjut (Advance Practice
Nurse)/ APN merupakan perawat yang memiliki latar
belakang pendidikan tingkat master, memiliki pendidikan
tambahan dalam farmakologi dan pengkajian fisik dan
memiliki ijazah dan keahlian di bidang praktik tertentu
(ANA, 1995). Seorang APN biasanya bekerja di perawatan
akut, restoratif dan lembaga pemberi perawatan kesehatan di

10

komunitas. Selain itu APN spesialisasi dalam bidang


manajemen penyakit tertentu misalnya kanker, diabetes atau
kardiovaskuler atau penyakit paru atau dalam bidang khusus
lainnya misalnya pediatric atau gerontology. Fungsi dari
APN adalah sebagai pelaksana klinis, pendidik, manajer
kasus, konsultan dan peneliti dalam bidang praktiknya untuk
merencanakan

atau

meningkatkan

kualitas

asuhan

keperawatan klien dan keluarga.

2.1.2. Model Praktek Keperawatan Profesional


Standar praktik keperawatan profesional merupakan pedoman
bagi perawat di Indonesia dalam melaksanakan asuhan keperawatan
melalui pendekatan proses keperawatan. Standar praktik tersebut
dilaksanakan oleh perawat generalis maupun spesialis di seluruh
tatanan pelayanan kesehatan di rumah sakit, puskesmas maupun
tatanan pelayanan kesehatan lain di masyarakat (PPNI, 2000).
Standar praktik keperawatan profesional di Indonesia telah
dijabarkan oleh PPNI (2000). Standar tersebut juga mengacu pada
tahapan dalam proses keperawatan, terdiri dari 5 standar :
1. Pengkajian
2. Diagnosa keperawatan
3. Perencanaan

11

4. Implementasi
5. Evaluasi

Standar I : Pengkajian Keperawatan


Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara
sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan.
Kriteria proses:
1. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi,
pemeriksaan

fisik

dan

mempelajari

data

penunjang

(pengumpulan data diperoleh dari hasil wawancara, pemeriksaan


fisik, pemeriksaan laboratorium, dan mempelajari catatan klien
lainnya).
2. Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang terkait, tim
kesehatan, rekam medis atau catatan lain.
3. Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi :
a. status kesehatan klien saat ini
b. status kesehatan klien masa lalu
c. status fisiologis-psikologis-sosial-spiritual
d. respon terhadap terapi
e. harapan terhadap tingkat kesehatan yang optimal
f. resiko-resiko tinggi masalah

12

Standar II : Diagnosis Keperawatan


Perawat menganalisis data pengkajian untuk merumuskan diagnosa
keperawatan.
Kriteria proses:
1. Proses diagnosis terdiri dari analisis, interpretasi data, identifikasi
masalah klien dan perumusan diagnosis keperawatan
2. Komponen diagnosis keperawatan terdiri dari : masalah (P),
penyebab (E), dan tanda atau gejala (S) atau terdiri dari maalah
dan penyebab (PE).
3. Bekerjasama dengan klien, dekat dengan klien, petugas
kesehatan lain untuk memvalidasi diagnosis keperawatan
4. Melakukan

pengkajian

ulang

dan

merevisis

diagnosis

berdasarkan data terbaru.

Standar III : Perencanaan


Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi
masalah dan meningkatkan kesehatan klien.
Kriteria proses:
1. Perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah, tujuan, dan
rencana tindakan keperawatan
2. Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan
keperawatan

13

3. Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau


kebutuhan klien
4. Mendokumentasikan rencana keperawatan.

Standar IV : Implementasi
Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi
dalam rencana asuhan keperawatan.
Kriteria proses:
1. Bekerjasama

dengan

klien

dalam

pelaksanaan

tindakan

keperawatan
2. Kolaborasi dengan profesi kesehatan lain untuk meningkatkan
status kesehatan klien
3. Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah
kesehatan klien
4. Melakukan supervisi terhadap tenaga pelaksana keperawatan di
bawah tanggung jawabnya
5. Menjadi koordinator pelayanan dan advokasi terhadap klien
untuk mencapai tujuan kesehatan
6. Menginformasikan kepada klien tentang status kesehatan dan
fasilitas-fasilitas pelayanan kesehatan yang ada
7. Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai
konsep, keterampilan asuhan diri serta membantu klien
memodifikasi lingkungan yang digunakannya.

14

8. Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan


berdasarkan respon klien

Standar V : Evaluasi
Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan dalam
pencapaian tujuan dan merevisi data dasar serta perencanaan.
Kriteria proses:
1. Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara
komprehensif, tepat waktu dan terus menerus
2. Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukur
perkembangan ke arah pencapaian tujuan
3. Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan sejawat dan
klien
4. Bekerjasama dengan klien, keluarga untuk memodifikasi rencana
asuhan keperawatan
5. Mendokumentasikan

hasil

evaluasi

dan

memodifikasi

perencanaan.

Standar intervensi keperawatan di rumah sakit mengacu pada teori


kebutuhan dasar manusia yang dikemukakan oleh Henderson, terdiri
atas 14 kebutuhan dasar manusia :
1. Memenuhi kebutuhan oksigen
2. Memenuhi kebutuhan nutrisi, keseimbangan cairan dan elektrolit

15

3. Memenuhi kebutuhan eliminasi


4. Memenuhi kebutuhan keamanan
5. Memenuhi kebutuhan kebersihan dan kenyamanan fisik
6. Memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur
7. Memenuhi kebutuhan gerak dan kegiatan jasmani
8. Memenuhi kebutuhan spiritual
9. Memenuhi kebutuhan emosional
10. Memenuhi kebutuhan komunikasi
11. Mencegah dan mengatasi reaksi fisiologis
12. Memenuhi kebutuhan pengobatan dan membentuk proses
penyembuhan
13. Memenuhi kebutuhan pendidikan kesehatan dan penyuluhan
14. Memenuhi kebutuhan rehabilitasi

2.1.3. Model Praktik Keperawatan


1. Model Kasus
Model kasus merupakan model pemberian asuhan yang
pertama digunakan. Sampai perang dunia ke dua model tersebut
merupakan model asuhan keperawatan yang paling banyak
digunakan. Pada model ini satu perawat akan memberikan
asuhan keperawatan kepada seorang pasien secara total dalam
satu periode dinas. Jumlah klien yang dirawat oleh satu perawat
tergantung pada kemampuan perawat dan kompleksnya masalah.

16

Dengan model ini menuntut seluruh tenaga perawat mempunyai


fasilitas profesional dan membutuhkan tenaga perawat yang
banyak. Model ini sangat sesuai digunakan di ruang perawatan
intensif misalnya ICU, ICCU, Hemodialisa, dsb.
2. Model Fungsional
Model fungsional dikembangkan setelah perang dunia ke
dua, dimana jumlah pendidikan keperawatan meningkat dan
banyak lulusan bekerja di rumah sakit dari berbagai jenis
program pendidikan keperawatan. Agar pemanfaatan tenaga
keperawatan dapat dimaksimalkan maka muncul ide untuk
mengembangkan model fungsional dalam pelayanan asuhan
keperawatan.
Metode fungsional merupakan metode penugasan dalam
memberikan asuhan keperawatan didasarkan atas tugas-tugas
spesifik kepada perawat (Gillies, 1996). Prioritas pertama yang
dikerjakan

adalah

pemenuhan

kebutuhan

fisik

kurang

menekankan kebutuhan secara holistik. Metode ini digunakan


akibat kurangnya perawat profesional, setiap perawat melakukan
kegiatan yang sama dengan berulang. Metode ini efisien dalam
menyelesaikan tugas-tugas bila jumlah staf sedikit, namun pasien
tidak mendapat kepuasan dari asuhan keperawatan yang
diberikan.

17

3. Metode Tim
Pada tahun 1950 mulai dikembangkan metode tim, model
tim merupakan model asuhan keperawatan dimana perawat
profesional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam
memberikan asuhan keperawatan kepada sekelompok klien
melalui upaya kooperatif dan kolaboratif. Dalam metode tim
asuhan keperawatan dilakukan oleh sekelompok staf perawatan
yang terdiri perawat profesional bertanggung jawab mengkaji,
merencanakan dan mendelegasikan sebagian pekerjaannya
kepada anggota, mengevaluasi dan merevisi asuhan keperawatan.
Pada dasarnya didalam model ini mengandung dua
konsep utama yaitu kepemimpinan yang harus dimiliki ketua tim
dan komunikasi efektif melalui laporan, pre dan post conference
atau pembahasan sebelum dan sesudah penugasan.
Uraian tugas kepala ruangan, ketua tim dan anggota tim
a. Kepala ruangan
a) Menetapkan kinerja staf
b) Membantu staf dalam menetapkan sasaran asuhan
keperawatan
c) Memberikan kesempatan kepada ketua tim untuk
mengembangkan kepemimpinan
d) Mengorientasikan tenaga keperawatan tentang fungsi
model tim.

18

e) Menjadi narasumber bagi ketua tim


f) Mendorong staf untuk meningkatkan kemampuan melalui
riset keperawatan.
g) Menciptakan iklim terbuka dengan semua staf.
h) Mengevaluasi kinerja staff.
b. Ketua Tim.
a) Mengkaji dan menetapkan rencana keperawatan
b) Mengkoordinasikan renpra dengan tindakan medik.
c) Membagi tugas yag harus dilaksanakan oleh setiap
anggota tim dan memberikan bimbingan melalui pre dan
post conference.
d) Mengevaluasi asuhan keperawatan baik proses maupun
hasil.
c. Anggota tim
a) Melaksanakan

tugas

berdasarkan

rencana

asuhan

keperawatan yang telah disusun.


b) Mencatat dengan jelas dan tepat asuhan keperawatan
yang telah diberikan berdasarkan respon pasien.
c) Berpartisipasi dalam setiap memberikan masukan untuk
meningkatkan asuhan keperawatan.
d) Menghargai bantuan dan bimbingan ketua tim.

19

4. Metode Primer/Utama
Metode

primer

adalah

metode

pemberian asuhan

keperawatan dilakukan oleh perawat primer yang bertanggung


jawab selama 24 jam terus menerus terhadap beberapa pasien,
sejak klien dirawat sampai klien pulang. Ketika primer tidak
hadir perawat asosiet melaksanakan asuhan sesuai rencana.
Kelebihan : menjamin asuhan berkualitas dan holistik,
kinerja fungsi, kepuasan klien dan keluarga tinggi pelayanan
bersifat holistik, konsisten dan kontinyu akuntabilitas perawat
primer tinggi.
5. Metode Modul
Penugasan keperawatan modular merupakan variasi dari
tugas utama yang dapat digunakan dimana anggota staf
keperawatan terdiri perawat profesional dan tenaga bantuan
(Gillies, 1996), metode modul kombinasi asuhan tim dan primer,
sebagai tim perawat profesional dan non profesional dan bila
dilihat dari masing-masing tenaga keperawatan bertanggung
jawab bagi perawat pasien dari mulai masuk sampai keluar
merupakan keperawatan primer. Dalam bentuk tugas modular,
menugaskan 2-3 tim perawat bertanggung jawab atas 8-9 pasien.
Metode ini dapat digunakan bila jumlah perawat primer
terbatas dan dapat menggunakan berbagai kategori perawat.

20

Kelima metode penugasan diatas sulit diterapkan di RS di


Indonesia karena keterbatasan jumlah dan kualifikasi tenaga
keperawatan yang tersedia dan keadaan keuangan institusi
kesehatan. Oleh sebab itu ada Model Praktek Keperawatan
Profesional (MPKP) yang dikembangkan oleh Sitorus (1996).
Pada MPKP ini metode digunakan berisi metode keperawatan
primer dan metode tim yang disebut modifikasi primer.
Perilaku penerapan metode ini didasarkan beberapa alasan :
a. Metode keperawatan tidak digunakan secara murni karena
perawat primer harus mempunyai latar belakang pendidikan
S1 Keperawatan atau setara.
b. Metode tim tidak digunakan secara murni karena metode tim
ini bertanggung jawab kepada asuhan keperawatan klien
secara profesional pada berbagai tim.
c. Melalui kombinasi kedua metode ini diharapkan terdapat
kontinuitas asuhan keperawatan dan akuntabilitas asuhan
keperawatan terdapat pada perawat primer. Disamping itu
karena saat ini pendidikan perawat di RS mayoritas lulusan
SPK mereka mendapat hubungan perawat primer.

21

2.1.4. Standar Pelayanan Keperawatan


Standar 1. Falsafah dan Tujuan
Pelayanan keperawatan dikelola dan diorganisasi agar dapat
memberikan asuhan keperawatan yang optimal bagi pasien sesuai
dengan standar yang ditetapkan.
Kriteria:
1. Dokumen tertulis yang memuat tujuan pelayanan keperawatan
harus mencerminkan peran rumah sakit, dan arus menjadi acuan
pelayanan keperawatan serta diketahui oleh semua unit lain.
Dokumen ini harus selalu tersedia untuk semua petugas
pelayanan keperawatan.
2. Setiap unit perawatan dapat mengembangkan sendiri tujuan
khusus pelayanan keperawatan
3. Dokumen ini harus disempurnakan paling sedikit setiap tiga
tahun. Pengertian: penyempurnaan dapat dilakukan dalam hal:
a. Adanya perubahan peran rumah sakit, pelayanan yang baru
atau perluasan/ pengurangan pelayanan.
b. Perubahan pola pemberian asuhan.
c. Perubahan pola ketenagaan.
d. Perubahan praktek profesi.

22

4. Bagan struktur organisasi harus memperlihatkan secara jelas


garis komando, tanggung jawab, kewenangan serta hubungan
kerja dalam pelayanan keperawatan dan hubungan dengan tim
lain.
5. Uraian tugas terbaru yang tertulis harus diberikan kepada setiap
petugas paling sedikit mencakup hal-hal sebagai berikut :
a. Kualifikasi yang dibutuhkan untuk jabatan petugas yang
bersangkutan.
b. Garis kewenangan.
c. Fungsi dan tanggung jawab.
d. Frekuensi dan jenis penilaian kemampuan staf.
e. Masa kerja dan kondisi pelayanan.
6. Bagan organisasi dan pembagian tugas harus ditinjau kembali
paling sedikit setiap tiga tahun untuk disempurnakan apabila:
a. Pola ketenagaan berubah.
b. Pelayanan keperawatan diatur kembali.
c. Peranan rumah sakit berubah.
d. Pelayanan ditambah atau dihilangkan.
7. Pertemuan berkala staf keperawatan diadakan paling sedikit
setiap bulan untuk mendiskusikan hal-hal yang berkaitan dengan
penyediaan pelayanan keperawatan. Hasil pertemuan harus
direkam dan disimpan dengan baik.

23

8. Bila rumah sakit menyediakan kesempatan bagi peserta didik dan


sekolah perawat maka harus ada perjanjian tertulis dengan
instituasi pendidikan yang meliputi tanggung jawab terhadap
orientasi, supervisi dan evaluasi peserta didik.
9. Kepala

keperawatan

bertanggung

jawab

atas

pelayanan

pengelolaan dan asuhan keperawatan dengan memperhatikan:


a. Mengikutsertakan perawat penanggung jawab ruangan dan
supervisor.
b. Laporan biaya pengeluaran dikomunikasikan kepada staf
keperawatan secara berkala dalam tahun anggaran.
10. Daftar penilaian konduite kepegawaian dijaga kerahasiaannya
dan tersedia bagi pegawai yang bersangkutan.

Standar 2. Administrasi dan Pengelolaan


Pendekatan

sistematik digunakan untuk memberikan asuhan

keperawatan yang berorientasi kepada kebutuhan pasien.


Kriteria:
1. Asuhan keperawatan mencerminkan standar praktek keperawatan
yang berlaku dan ditujukan pada pasien atau keluarganya, yang
mencakup asuhan keperawatan dasar, penugasan pasien atau
keperawatan terpadu.
2. Perawat bertanggung jawab terhadap semua aspek asuhan
keperawatan.

24

3. Rencana

asuhan

keperawatan

disusun

setelah

diadakan

pengkajian terhadap pasien dan setelah konsultasi dengan


pasien/keluarga atau orang yang terkait.
4. Rencana asuhan keperawatan meliputi:
a. Kebutuhan pasien.
b. Hasil yang diharapkan dari asuhan keperawatan.
c. Rincian asuhan keperawatan yang harus diberikan. Termasuk
asuhan keperawatan tertentu, penyuluhan kesehatan dan
persiapan pemulangan pasien atau rujukan.
5. Catatan asuhan keperawatan dibuat dan digabungkan ke dalam
rekam medis, meliputi:
a. Pengkajian asuhan keperawatan.
b. Rencana asuhan keperawatan.
c. Rincian asuhan keperawatan yang telah diberikan.
d. Hasil dan perubahan penting pada kesehatannya.
e. Perubahan dalam rencana asuhan keperawatan sesuai dengan
hasil evaluasi tentang kemajuan pasien.
f. Ringkasan asuhan keperawatan pasien saat pulang (pindah,
meninggal).
6. Staf keperawatan senantiasa harus menghormati hak keleluasaan
pribadi, martabat dan kerahasiaan pasien.
7. Staf keperawatan berpartisipasi pada berbagai pertemuan tentang
asuhan pasien.

25

8. Penelitian keperawatan.
9. Bila penelitian keperawatan dilakukan, hak asasi pasien harus
dilindungi sesuai dengan pedoman yang berlaku dengan
menjunjung tinggi etika profesi.

Standar 3. Staf dan Pimpinan


Pelayanan keperawatan dikelola untuk mencapai tujuan pelayanan.
Kriteria:
1. Pelayanan keperawatan dipimpin oleh seorang perawat yang
mempunyai kualifikasi manajer.
2. Kepala keperawatan mempunyai kewenangan atau bertanggung
jawab bagi berfungsinya pelayanan keperawatan; sebagai
anggota pimpinan harus aktif menghadiri rapat pimpinan.
3. Apabila kepala keperawatan berhalangan harus ada seorang
perawat pengganti yang cakap yang dapat diserahi tanggung
jawab dan kewenangan.
4. Setiap perawat harus mempunyai izin praktek perawat yang
masih berlaku dan berkualifikasi profesional sesuai jabatan yang
didudukinya.
5. Jumlah dan jenis tenaga keperawatan disesuaikan dengan
kebutuhan pasien. Pengertian:
a. Perawat terdaftar ditunjuk sebagai penanggung jawab setiap
unit.

26

b. Selama periode 24 jam jumlah perawat harus tersedia untuk


menjamin pemberian asuhan keperawatan sesuai dengan
tujuan.
c. Perawat terdatar dengan pendidikan dan pelatihan tambahan
atau dengan pengalaman tertentu harus tersedia pada tiap
tugas jaga.
6. Pencatatan dan statistik dipelihara untuk kepentingan pelayanan
keperawatan dan mencakup beberapa hal:
a. Jumlah kualifikasi dan pengalaman dan pelbagai kategori staf
keperawatan.
b. Absensi staf dan penugasan/giliran jaga.
c. Jam keperawatan yang sesuai kebutuhan pasien.
7. Apabila ada program pendidikan/pelatihan, harus tersedia cukup
perawat yang mempunyai keahlian sebagai guru perawat yang
mampu memberi bimbingan kepada siswa dalam memperoleh
pengalaman belajar klinik.
8. Sistem penilaian kepada staf keperawatan harus didokumentasi
berdasarkan pada uraian tugas staf dan dapat mengidentifikasi
keunggulan dalam penampilan dan keperluan peningkatan karier.
Pengertian:
Metode penilaian kepada staf dapat bervariasi dan dapat berkisar
dari evaluasi supervisor sampai evaluasi mandiri dan masukan
dari rekan sekerja.

27

9. Staf keperawatan dilibatkan dalam upaya penilaian pelayanan


keperawatan.

Standar 4. Fasilitas dan Pengelolaan


Fasilitas dan peralatan harus memadai untuk pencapaian tujuan
pelayanan keperawatan.
Kriteria:
1. Tersedianya

tempat

dan

peralatan

yang

sesuai

untuk

melaksanakan tugas.
2. Bila digunakan peralatan khusus, peralatan tersebut dijalankan
oleh staf yang telah mendapatkan pelatihan.

Standar 5. Kebijakan dan Prosedur


Adanya kebijakan dan prosedur secara tertulis yang sesuai dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan prinsip praktek keperawatan yang
konsisten dengan tujuan pelayanan keperawatan.
Kriteria:
1. Kepala keperawatan bertanggung jawab terhadap perumusan dan
pelaksanaan kebijakan dan prosedur keperawatan.
2. Staf keperawatan yang aktif terlibat dalam asuhan langsung
kepada pasien harus diikutsertakan dalam perumusan kebijakan
dan prosedur keperawatan.

28

3. Ada bukti bahwa staf keperawatan bertindak berdasarkan


ketentuan hukum yang mengatur standar praktek keperawatan
dan berpedoman pada etika profesi yang berlaku.
4. Ada kebijakan mengenai ruang lingkup dan batasan tanggng
jawab serta kegiatan staf keperawatan.
Pengertian:
Sebagai

contoh

kebijakan

ialah

penyuntikan/pengobatan

intravena, pemberian darah dan produk darah, menerima pesan


melalui telepon, pemberian informasi kepada mass media dan
polisi, pencatatan dan pelaporan, pelakanaan prosedur kerja.
5. Tersedianya pedoman praktek keperawatan yang meliputi:
a. Prinsip-prinsip yang mendasari prosedur.
b. Garis besar prosedur.
c. Kemungkinan perawat menyesuaikan prosedur terhadap
kebutuhan pasien.
6. Kebijakan dan prosedur keperawatan harus konsisten dengan
kebijakan dan prosedur dan pelayanan-pelayanan lain dalam
rumah sakit.
Pengertian:
Dalam perumusan kebijakan maka perhatian harus juga diberikan
pada praktek dibidang lain yang berkaitan seperti: kesehatan
kerja pengamanan terhadap kebakaran, pengamanan terhadap
radiasi, penyimpanan rekam medis, gizi, rekayasa biomedik.

29

7. Semua kebijakan dan prosedur harus tertulis dan diberi tanggal,


dapat mudah diperoleh, digunakan sebagai acuan/rujukan, dan
harus disempurnakan paling sedikit setiap tiga tahun.
8. Harus ada petunjuk dan informasi kepada staf tentang kebijakan
dan prosedur yang berlaku serta hal-hal yang perlu diatur yang
menyangkut semua kegiatan.
9. Staf keperawatan berpartisipasi pada perencanaan, pengambilan
keputusan, dan perumusan kebijakan rumah sakit. Keperawatan
harus terwakili pada pertemuan antar unit mengenai perencanaan
dan perumusan kebijakan yang berkaitan dengan pelayanan
pasien serta kegiatan-kegiatan keperawatan.
10. Tersedianya sistem bagi dokumentasi kecelakaan, kesalahan dan
keluhan pasien serta catatan mengenai tindakan yang diambil
untuk mengidentifikasi dan mengatasi sebab dari masalah
tersebut.
Pengertian:
Pencatatan harus disimpan dan harus dicantumkan kepada siapa
rujukan dilakukan dan tindakan yang telah diambil untuk
mengatasi penyebab setiap masalah keperawatan.

30

Standar 6. Pengembangan Staf dan Program Pendidikan


Harus

ada

program

pengembangan

dan

pendidikan

berkesinambungan agar setiap keperawatan dapat meningkatkan


kemampuan profesionalnya.
Kriteria:
1. Program pengembangan staf dikoordinasi oleh seorang perawat
terdaftar.
Pengertian:
a. Bila sudah ditunjuk seorang koordinator purna waktu
diharapkan orang tersebut memiliki kualifikasi pengajar atau
sedang mengikuti pendidikan untuk kualifikasi tersebut.
b. Bila perlu, maka tenaga pendidik yang cukup harus
disediakan untuk membantu program dalam memenuhi
kebutuhan terus menerus dari staf perawatan.
c. Bila tidak terdapat tenaga koordinator purna waktu maka
peranan koordinator dapat digabungkan dalam uraian tugas
dari jabatan lain.
d. Bila unit pengembangan staf melayani semua pegawai rumah
sakit dan kepala unitnya bukan seorang perawat, maka harus
dilibatkan

perawat

yang

mampu,

dalam

program

pengembangan staf keperawatan.


2. Tujuan progaram orientasi dan pelatihan harus mengacu pada
efektivitas program pelayanan.

31

3. Tersedianya program orientasi bagi semua staf keperawatan


yang baru dan bagi semua perawat yang baru ditempatkan
dalam bidang khusus, meliputi:
a. Informasi antara pelayanan keperawatan dengan rumah
sakit.
b. Penjelasan mengenai kebijakan dan prosedur kerja di
rumah sakit dan pelayanan keperawatan.
c. Penjelasan

mengenai

metode

penugasan

asuhan

keperawatan dan metode praktek keperawatan.


d. Prosedur penilaian terhadap staf keperawatan.
e. Penjelasan mengenai tugas dan fungsi khusus, garis
kewenangan dan ruang lingkup tanggung jawab.
f. Cara untuk mendapatkan bahan/sumber yang tepat.
g. Identifikasi kebutuhan belajar bagi tiap individu.
h. Petunjuk mengenai prosedur pengamanan yang harus
diikuti.
i. Pelatihan mengenai pertolongan hidup dasar (Basic Life
Support).
4. Program pengembangan staf memberikan pelatihan kerja bagi
semua kategori staf keperawatan.
Pengertian:
Pada rumah sakit yang lebih kecil, koordinator harus
menjalin hubungan dengan institusi-institusi lain agar

32

mendapat bimbingan dan sumber daya yang dibutuhkan


untuk membantu program pendidikan dan pelatihan.
5. Program pendidikan dan pelatihan meliputi:
a.Kesempatan

bagi

staf

untuk

mengembangkan,

mempertahankan dan meningkatkan keterampilan.


b. Pemanfaatan tenaga profesional dan sumber daya lain.
c.Menunjang dan mendorong penyelidikan dan penelitian
keperawatan.
d. Memberi informasi tentang perkembangan mutakhir
dalam praktek keperawatan.
e.Memberi informasi mengenai kemungkinan pendidikan
yang dapat disponsori oleh instansi lain.
f. Memberi orientasi pada lingkup kerja klinik yang baru.
g. Memperbaiki

kekurangan

pengetahuan

yang

telah

diidentifikasi dalam program pengendalian mutu.


6. Program pengembangan staf membantu atau menunjang para
staf untuk berpartisipasi baik dalam kegiatan profesional
maupun

program

pendidikan

keperawatan

maupun

pendidikan umum di luar rumah sakit.


7. Pencatatan kehadiran staf dalam program pengembangan
harus disimpan dengan baik.

33

Standar 7. Evaluasi dan Pengendalian Mutu


Pelayanan keperawatan menjamin adanya asuhan keperawatan
yang bermutu tinggi dengan terus-menerus melibatkan diri dalam
program pengendalian mutu di rumah sakit.
Kriteria:
1. Adanya rencana tertulis dalam program pengendalian mutu
keperawatan.
2. Program pengendalian mutu keperawatan meliputi:
a. Pelayanan

keperwatan terhadap standar yang telah

ditetapkan.
b. Penampilan kerja semua tenaga perawat.
c. Proses dan hasil pelayanan keperawatan.
d. Tersedianya dan pendayagunaan sumber daya dari rumah
sakit.
3. Perawat terdaftar ditugaskan untuk mengkoordinasi program
ini.
4. Kegiatan pengendalian mutu meliputi hal-hal:
a. Pemantauan: pengumpulan informasi secara rutin tentang
pemberian pelayanan yang penting.
b. Pengkajian: pengkajian secara periodik tentang informasi
tersebut di atas untuk mengidentifikasi masalah penting
dalam pemberian pelayanan dan kemungkinan untuk
mengatasinya.

34

c. Tindakan: bila dan kemungkinan untuk mengatasi telah


diketahui maka tindakan harus diambil.
d. Evaluasi: keefektifan tindakan yang diambil harus
dievaluasi untuk dimanfaatkan dalam jangka panjang.
e. Umpan balik: hasil kegiatan dikomunikasikan kepada staf
secara teratur.
5. Daftar hadir dan risalah pertemuan disimpan, yang secara
teliti mencerminkan transaksi, kesimpulan, rekomendasi,
tindakan yang diambil, dan hasil tindakan tersebut, sebagai
hasil dari kegiatan-kegiatan pengendalian mutu.
6. Staf keperawatan di setiap unit menerima laporan tentang
hasil yang diperoleh melalui program pengendalian mutu
dalam unit dan berpartisipasi
untuk

mengidentifikasi

dan

dalam perumusan rencana


mengatasi

kekurangan-

kekurangan yang ada.


7. Efektivitas program pengendalian mutu dan dinilai dan
dievaluasi secara teratur.

2.1.5. Tujuan Standar Keperawatan


Tujuan standar keperawatan menurut Gillies (1989) adalah
1. Meningkatkan kualitas asuhan keperawatan
perawat berusaha mencapai standar yang telah ditetapkan, dan
termotivasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Asuhan

35

keperawatan yang diberikan oleh perawat bersifat mendasar


terhadap peningkatan kualitas hidup pasiennya.
2. Mengurangi biaya asuhan keperawatan
apabila perawat melakukan kegiatan yang telah ditetapkan dalam
standar, maka beberapa kegiatan keperawatan yang tidak perlu
dapat dihindarkan. Hal ini berarti perawat akan menghemat biaya
baik bagi perawat maupun bagi pasien. Dengan adanya standar,
maka permasalahan pasien akan cepat ditemukan dan teratasi
sehingga hari perawatan pasien akan semakin pendek dan akan
mengurangi biaya perawatan bagi pasien.
3. Melindungi perawat dari kelalaian dalam melaksanakan tugas
dan melindungi pasien dari tindakan yang tidak terapeutik
standar keperawatan harus dapat menguraikan prosedur yang
wajib dilakukan dalam memberikan asuhan keperawatan,
sehingga perawat akan dapat menghindarkan kesalahan dan
kelalaian dalam melakukan asuhan keperawatan.
Pada pasal 53 ayat 2 dan 4 UU kesehatan No : 23 tahun
1992 dijelaskan bahwa Tenaga kesehatan (perawat dan bidan)
dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi
standar profesi dan menghormati hak pasien.
Dari penjelasan tersebut, bahwa standar keperawatan mempunyai
standar hukum, barang siapa melanggar atau lalai akan menerima
sanksi pada pasal 82 85.

36

2.1.6. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Perawat


Efektivitas pelaksanaan asuhan keperawatan melalui perilaku
penerapan proses keperawatan tergantung kinerja perawat. Untuk
memperoleh asuhan keperawatan yang berkualitas diperlukan
perawat

yang

kompeten

secara

intelektual,

tekhnikal

dan

interpersonal (Wilkinson, 1996 & Taylor, Lillis & Le Mone, 1997),


kreatif dan mampu beradaptasi (Wilkinson, 1999) dan menerapkan
prinsip-prinsip etik (Taylor, Lillis & Le Mone, 1999). Sedangkan
menurut Ilyas (2002) faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
diantaranya adalah: karakteristik individu, organisasi dan keluarga.
Berikut akan dijelaskan faktor-faktor tersebut.
1. Karakteristik Individu
a. Umur
Umur berkaitan dengan tingkat kedewasaan atau
maturitas, dalam arti semakin meningkat umur seseorang
akan meningkat pula kedewasaan secara teknis dan
psikologis, serta semakin mampu melaksanakan tugasnya
(Siagian, 1999). Pernyataan yang sama disampaikan oleh
Davis dan Newstorm (1996) semakin bertambah umur maka
akan semakin meningkat kepuasan kerja dan semakin
berprestasi. Pernyataan tersebut diperjelas oleh Wursanto
(2003) pegawai mempunyai produktivitas tinggi antara umur
20-45 tahun. Pernyataan tersebur berbeda dengan pendapat

37

Robbin (1996) bahwa kemampuan seseorang akan merosot


dengan meningkatnya umur, sehingga umur muda merupakan
umur yang paling optimal untuk pengembangan kemampuan,
hal tersebut lebih dijelaskan oleh Mappiare (1983) efisiensi
fisik manusia mencapai puncaknya dalam umur sekitar 23-27
tahun, setelah itu kemampuan fisik individu secara fisik
mulai menurun pelan-pelan sampai umur 40-45 tahun.
Berdasarkan pernyataan dari para ahli tersebut dapat
disimpulkan secara fisik umur muda akan lebih optimal untuk
menjalankan suatu pekerjaan, tetapi secara psikologi belum
mempunyai kematangan, kedewasaan. Sehingga umur dapat
berhubungan positif atau negatif terhadap kinerja tergantung
dari jenis pekerjaannya.
b. Jenis Kelamin
Tenaga perawat sebagian besar perempuan, menurut
Robbin (1996) tidak ada perbedaan antara pria dan wanita.
Pernyataan yang sama disampaikan oleh Quin (1974 dalam
Robbin, 1996) tidak ada perbedaan yang bermakna dalam
produktivitas pekerjaan.
Breenhalgh,

Vanhaven

dan

Kyngas

(1998)

mengemukakan bahwa perawat perempuan lebih caring


dalam indicator accesible, membangun hubungan saling

38

percaya dengan pasien dan memberikan rasa nyaman


dibandingkan dengan laki-laki.
c. Pengalaman
Pengalaman kerja adalah keseluruhan pelajaran yang
diperoleh dari seorang dari peristiwa-peristiwa yang dialami
selama perjalanan kerjanya (Wursanto, 2003). Pengalaman
kerja mempengaruhi pegawai menjalankan fungsinya seharihari, semakin lama seseorang bekerja makin terampil dan
berpengalaman melaksanakan pekerjaanya (Siagian, 1999).
Pernyataan tersebut terbukti dalam hasil penelitian yang
dilakukan oleh Farida (2001) bahwa perawat yang bekerja
lebih dari 8 tahun kinerjanya lebih baik dibandingkan perawat
yang pengalaman kerjanya kurang dari 8 tahun.
d. Status Perkawinan
Status perkawinan mempengaruhi hubungan dengan
kinerja pegawai. Pegawai yang sudah menikah lebih loyal
dengan pekerjaan dibandingkan pegawai dengan status
bujangan (Robbin, 2001). Status perkawinan memberikan
tingkat kepuasan lebih tinggi dan berpengaruh terhadap
keinginan tidak berpindah pekerjaan (Siagian, 1999).
Menurut hasil penelitian Farida (2001) proporsi perawat
dengan status perkawinan kawin melaksanakan proses

39

keperawatan lebih baik (65,3%) dibanding perawat status


belum kawin (61%).
e. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan sangat mempengaruhi kualitas
asuhan keperawatan, semakin tinggi tingkat pendidikan
perawat semakin tinggi kemampuan melaksanakan asuhan
keperawatan (Alfaro, le Feure, 1998 dan Daly, Seedy &
Jacson, 2000). Dengan pendidikan yang tinggi akan
meningkatkan kemampuan intelektual, interpersonal dan
tekhnikal yang dibutuhkan perawat dalam melaksanakan
asuhan keperawatan (Wilkinson, 1996 dan Taylor, Lillis &
Le Mone, 1997). Asuhan keperawatan merupakan suatu
metoda penyelesaian masalah pasien melalui bantuan perawat
yang

mempunyai

kemampuan

berfikir

kritis

dalam

menganalisis tanda dan gejala yang ditemukan dari seorang


pasien untuk dibuat suatu perencanaan penyelesaian masalah
secara tepat. Kemampuan berfikir kritis dan menganalisa
tersebut

akan

diperoleh

melalui

pendidikan

tinggi

keperawatan.
Berdasarkan SK Menkes 1239 tahun 2001 tentang
Registrasi dan Praktik Perawat yang menyebutkan bahwa
tenaga perawat profesional tingkat pemula berpendidikan D
III keperawatan. Husin dalam Ali (2002) mengemukakan

40

bahwa

pendidikan keperawatan yang semula

bersifat

kejuruan berubah menjadi pendidikan tinggi baik itu D III


keperawatan maupun S1 keperawatan.
2. Organisasi
Faktor organisasi yang mempengaruhi kinerja perawat
dalam

melaksanakan

asuhan

keperawatan

meliputi:

pengembangan karir, pendapatan (Ilyas, 2001), sumber daya,


kebijakan organisasi (Robbin, 1998) dan iklim kerja (Gibson,
Ivancevich dan Donelly, 1996).
a. Pengembangan karir
Pengembangan

karir

adalah

perencanaan

dan

implementasi rencana dan dapat dipandang sebagai proses


kehidupan yang meliputi individu dan lingkungan dimana
individu tersebut berada (Angeline, 1995 dalam Marqus &
Huston, 2000). Perkembangan karir perawat merupakan
jaminan terhadap masa depan pekerjaan perawat. Tidak
mungkin seseorang dapat bekerja dengan tenang apabila tidak
ada jaminan bagi dirinya untuk dapat berkembang sebagai
perawat profesional.
b. Pendapatan/Gaji
Evaluasi kinerja sering digunakan sebagai alat untuk
menentukan pendapatan dan memperbaiki kinerja pegawai.
Pendapatan atau gaji sangat penting bagi seorang pegawai,

41

karena pendapatan atau gaji yang layak akan memenuhi


kebutuhan fisik atau materinya, memberikan rangsangan
kerja pegawai dan mengurangi turn over (perpindahan kerja).
c. Sumber Daya
Sumber daya adalah segala sesuatu yang dimiliki oleh
organisasi yang mencakup sarana dan prasarana, pegawai,
pekerjaan, uang, waktu dan sebagainya. Menurut Robbin
(1998) sumber daya sangat berpengaruh pada perilaku
kelompok. Tingkat kinerja suatu kelompok sangat bergantung
pada sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing
kelompok. Sumber daya berpengaruh terhadap kualitas
asuhan keperawatan.
d. Kebijakan Organisasi
Kebijakan organisasi merupakan aturan tertulis yang
dibuat oleh organisasi dan diberlakukan untuk seluruh
pegawai. Kebijakan yang dibuat oleh organisasi membentuk
iklim kerja sesuai dengan tujuan organisasi (Robbin, 1998).
Bila kebijakan sesuai maka pegawai akan bekerja pada
lingkungan yang kondusif. Kebijakan organisasi yang
berhubungan dengan asuhan keperawatan: penjadwalan dinas
atau rotasi, metode asuhan keperawatan (Billies, 1994),
pengembangan karir (Marquis dan Huston), menggunakan

42

standar

asuhan

keperawatan,

dokumentasi

asuhan

keperawatan (Taylor, Lillis dan Le Mone, 1997).


e. Struktur organisasi
Suatu struktur organisasi menetapkan suatu tugas
dibagi, dikelompokkan dan dikoordinasikan secara formal.
Struktur organisasi dikatakan efektif apabila ada uraian tugas
yang jelas bagi setiap pegawai di setiap bagian dalam
menjalankan peran dan fungsinya, garis komando yang jelas
atau tidak terputus yang menggambarkan wewenang yang
jelas terentang dari pucak organisasi ke staf di bawahnya,
memperjelas siapa melapor siapa dan kesatuan komando
dimana seorang bawahan seharusnya mempunyai satu atasan
kepada siapa bertanggung jawab (Robbin, 2003).
f. Iklim Kerja
Iklim kerja adalah salah satu faktor organisasi yang ada
hubungannya dengan produktivitas. Menurut pendapat
Gibson, Ivancevich, & Donelly (1996) iklim organisasi
adalah serangkaian sifat lingkungan kerja yag dinilai
langsung atau tidak langsung oleh pegawai yang dianggap
sebagai kekuatan atau dapat mempengaruhi sejumlah
pegawai dalam melaksanakan tugasnya. Sedangkan menurut
Wursanto (2003) iklim kerja cenderung pada segi psikis dari
kondisi lingkungan kerja yang meliputi

43

1) Rasa aman yang mungkin timbul pada saat menjalankan


tugas, pemutusan hubungan kerja yang sewenangwenang, saling curiga-mencurigai diantara pegawai
2) Adanya loyalitas antar pimpinan dan bawahan dengn
bawahan atau antar pegawai yang setingkat.
3. Keluarga
Pegawai wanita dan pria mempunyai tanggung jawab
yang berbeda terhadap keluarga. Seorang pegawai pria yang
mempunyai beban keluarga yang tinggi akan meningkatkan jam
kerjanya lebih tinggi, dibandingkan dengan pria dengan beban
keluarga yang rendah. Sebaliknya dengan pegawai wanita yang
mempunyai beban keluarga yang tinggi akan mengurangi jm
kerjanya, sedangkan bila beban keluarganya rendah, akan
meningkatkan jam kerjanya (Shye, 1991 dan Ilyas, 2002).

2.1.7. Konsep Perilaku


1. Definisi Perilaku
Menurut Sunaryo dari sudut biologis, perilaku adalah
suatu kegiatan atau aktivitas organisme bersangkutan, yang dapat
diamati secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan
menurut Sri Kusmiati dan Desminiati seperti yang dikutip oleh
Sunaryo mengatakan bahwa umumnya, perilaku manusia pada
hakekatnya

adalah

proses

interaksi

individu

dengan

44

lingkungannya sebagai manifestasi hayati bahwa dia adalah


mahluk hidup. Jadi perilaku manusia pada hakekatnya adalah
suatu aktivitas dari manusia itu sendiri.
2. Bentuk Perilaku
Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu
respons

organisme

atau

seseorang

terhadap

rangsangan

(stimulus) dari luar subyek tersebut. Respons ini ada dua macam,
yakni:
a. Bentuk pasif adalah respons internal, yaitu yang terjadi di
dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat
oleh orang lain, misalnya berfikir, tanggapan atau sikap batin
dan pengetahuan.
b. Bentuk aktif, yaitu apabila perilaku itu dapat diobservasi
secara langsung.
3. Prosedur Pembentukan Perilaku
Menurut Skinner prosedur pembentukan perilaku dalam
Operant Conditioning (jenis respons atau perilaku yang
diciptakan karena adanya kondisi tertentu) adalah sebagai
berikut:
a. Melakukan identifikasi tentang hal-hal yang merupakan
penguat atau reinforcer berupa hadiah-hadiah atau rewards
bagi perilaku yang akan dibentuk.

45

b. Melakukan analisis untuk mengidentifikasi komponenkomponen kecil yang membentuk perilaku yang dikehendaki.
Kemudian komponen-komponen tersebut disusun dalam
urutan yang tepat untuk menuju kepada terbentuknya perilaku
yang dimaksud.
c. Dengan menggunakan secara urut komponen-komponen itu
sebagai tujuan-tujuan sementara, mengidentifikasi reinforcer
atau hadiah untuk masing-masing komponen tersebut.
d. Melakukan pembentukan perilaku, dengan menggunakan
urutan komponen yang telah tersusun itu. Apabila komponen
pertama telah dilakukan, maka hadiahnya diberikan, hal ini
akan mengakibatkan komponen atau perilaku (tindakan)
tersebut cenderung akan sering dilakukan.
4. Proses Pembentukan Perilaku
Proses pembentukan perilaku terbentuk karena adanya
kebutuhan. Menurut Abraham Harold Maslow, manusia memiliki
lima kebutuhan dasar yaitu kebutuhan fisiologis atau biologis
seperti O2, air, cairan elektrolit, makanan dan seks. Kebutuhan
rasa aman misalnya rasa aman terhindar dari pencurian,
penodongan, perampokan dan kejahatan lainnya. Kebutuhan
mencintai dan dicintai misalnya, mendambakan kasih sayang
atau cinta kasih orang lain baik dari orang tua, saudara, teman,
kekasih dan lain-lain. Kebutuhan harga diri misalnya, ingin

46

dihargai dan menghargai orang lain. Kebutuhan aktualisasi diri,


misalnya, ingin sukses dan berhasil dalam mencapai cita-cita.
2.1.8. Konsep Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui
proses sensoris khususnya telinga dan mata terhadap objek tertentu.
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya perilaku terbuka (overt behavior). Terbentuknya suatu
perilaku dimulai dengan adanya dorongan pengetahuan atau kognitif
dan merupakan domain yang sangat penting dalam pembentukan
perilaku seseorang.
Proses adopsi perilaku, menurut Notoatmojo S. (1977) yang
mengutif dari Rogers (1974), sebelum seseorang mengadopsi
perilaku, di dalam diri orang tersebut terjadi suatu proses yang
berurutan, yaitu:
1. Awareness (kesadaran), individu menyadari adanya stimulus.
2. Interest (tertarik), individu mulai tertarik pada stimulus.
3. Evaluation

(menimbang-nimbang),

individu

menimbang-

nimbang tentang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi


dirinya.
4. Trial (mencoba), individu sudah mulai mencoba perilaku baru.
5. Adoption, individu telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, sikap dan kesadarannya terhadap stimulus.

47

Tingkatan pengetahuan di dalam domain kognitif, mencakup


enam tingkatan yaitu:
1. Tahu, merupakan tingkat penetahuan paling rendah.
2. Memahami,

artinya

kemampuan

untuk

menjelaskan

dan

menginterpretasikan dengan benar objek yang diketahui.


3. Penerapan, yaitu kemampuan individu untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi nyata.
4. Analisis, artinya kemampuan untuk menguraikan objek ke dalam
bagian bagian kecil, tetapi masih terkait satu sama lain.
5. Sintesis, yaitu suatu kemampuan untuk menghubungkan bagianbagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang
sudah ada.
6. Evaluasi, yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap
suatu objek.

2.1.9. Akreditasi Rumah Sakit


1. Pengertian
Akreditasi rumah sakit dan sarana kesehatan lainnya
adalah pengakuan kepada rumah sakit dan sarana kesehatan
lainnya yang telah memenuhi standar yang ditetapkan.

48

2. Tujuan Akreditasi
a. Tujuan umum :
Meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit dan sarana
kesehatan lainnya.
b. Tujuan Khusus :
1) Memberikan jaminan, kepuasan dan perlindungan kepada
masyarakat.
2) Memberikan pengakuan kepada rumah sakit dan sarana
kesehatan lainnya yang telah menerapkan standar yang
ditetapkan.
3) Menciptakan lingkungan intern rumah sakit dan sarana
kesehatan lainnya yang kondusif untuk penyembuhan
dan pengobatan termasuk peningkatan dan pencegahan
sesuai standar struktur, proses dan hasil.
3. Peran Akreditasi
a. Peningkatan kualitas pelayanan (QI)
b. Kegiatan pelayanan komprehensif
c. Pelayanan integratif yang meliputi struktur, proses dan out
come secara obyektif, sistematik dan berlanjut.
d. Memantau dan menilai mutu dan kewajaran pelayanan
terhadap

pasien

dan

memecahkan

masalah

pelayanan berdayaguna dan berhasil guna.

sehingga

49

4. Manfaat
a. Peningkatan Administrasi dan perencanaan
b. Peningkatan Koordinasi asuhan pasien
c. Peningkatan koordinasi pelayanan
d. Peningkatan kerjasama dalam organisasi, komitmen penuh
terhadap mutu pelayanan
e. Peningkatan komunikasi antar Staff
f. Penggunaan sumber daya yang lebih efisien
g. Lingkungan yang lebih aman
h. Peningkatan sistem dan prosedur
i. Peningkatan kesadaran staff akan tanggung jawabnya
j. Peningkatan pelayanan diukur dengan Clinical Indicator
k. Kepuasan Stakeholer

5. Metode
Akreditasi RS pada dasarnya menggunakan dua metode
yang saling berkaitan dan dilaksanakan secara peiodik dan
berkesinambungan :
c. Survei pra Akreditasi
Rumah

sakit

menilai

diri

sendiri

(self

menggunakan instrumen/kuesioner pra Akreditasi

assessment)

50

d. Survei Akreditasi
Survei dilakukan oleh Surveyor yang ditugaskan komisi
gabungan Akreditasi, survei ini dilakukan dilokasi rumah
sakit.
6. Keputusan Hasil Akreditasi
e. Tidak terakreditasi (gagal)
Suatu rumah sakit tidak dapat memperoleh status akreditasi
bila rumah sakit tersebut dianggap belum mampu memenuhi
standar yang ditetapkan.
f. Akreditasi bersyarat :
Status ini diberikan bila rumah sakit telah dapat memenuhi
persyaratan minimal tetapi belum cukup untuk mendapatkan
akreditasi penuh karena ada beberapa kriteria/standar yang
diberi rekomendasi khusus.
g. Akreditasi Penuh
Status akreditasi penuh diberikan untuk jangka waktu tiga
tahun
h. Akreditasi Istimewa
Untuk rumah sakit yang menunjukkan pemenuhan standar
secara istimewa selama tiga periode berturut turut, akan
mendapatkan status akreditasi untuk masa lima tahun.

51

7. Tahapan Pelaksanaan Akreditasi


Pentahapan pelaksanaan adalah sebagai berikut :
a. Tahap I : Akreditasi 5 (lima) pelayanan disebut akreditasi
tingkat dasar.
b. Tahap II : Akreditasi 12 (dua belas) pelayanan disebut
Akreditasi tingkat lanjut.
c. Tahap III : Akreditasi 16 (enam belas) meliputi 12 (dua belas)
pelayanan ditambah 4 (empat) pelayanan terakhir yaitu
Pelayanan Intensif, Pelayanan Gizi, Pelayanan Rehabilitasi
Medik dan Pelayanan darah

8. Penilaian Kegiatan Pelayanan Keperawatan


Standar I : Falsafah dan tujuan
a. Ada falsafah dan tujuan keperawatan
b. Merupakan

acuan

petugas

melaksanakan

kegiatan pelayanan keperawatan


Standar II : Administrasi dan pengelolaan
a. Ada struktur organisasi (UTW)
b. Perjanjian kerjasama antara RS dan Institusi
Pendidikan
c. Standar asuhan keperawatan
d. Informasi kepada pasien tentang hal hal yang
harus diketahui.

52

Standar III : Staf dan Pimpinan


a. Pimpinan keperawatan (jabatan struktural)
b. Pola dan standar ketenagaan
c. Perencanaan ketenagaan
d. Proses Rekruitmen dan seleksi
e. Jadwal dinas dengan klasifikasi pendidikan dan
pengalaman kerja.
f. Pendelegasikan tugas pimpinan diluar jam kerja
g. Tenaga terlatih pada unit khusus.
h. Pertemuan berkala
Standar IV : Fasilitas dan peralatan:
a. Standar peralatan
d. Perencanaan peralatan
e. Tersedia SOP penggunaan & Pemeliharaan alat
Standar V : Kebijakan dan Prosedur
a. Tersedia

prosedur

keperawatan,

asuhan

keperawatan, ketenagaan, peralatan dan cara


penanggulangan kedaruratan.
b. Ada etik profesi, pengelolaan masalah etik
Standar VI : Pengembangan staf dan Program Pendidikan
a. Ada

program

pengembangan

pendek dan jangka panjang.


b. Ada program orientasi

staff jangka

53

Standar VII :Evaluasi dan Pengendalian Mutu


a. Ada program pengendalian mutu keperawatan,
pemantauan, pengkajian, tindakan, evaluasi dan
umpan balik
b. Data indikator klinik, dikumpulkan diolah dan
dianalisis.
c. Dilakukan pemantauan dan evaluasi kejadian
infeksi di ruang rawat inap terstruktur dan
teratur.

2.1.10. Hak Dan Kewajiban Pasien


Hak-hak

konsumen

kesehatan

sesuai

dengan

UU

perlindungan konsumen tahun 1999 pasal 4 antara lain (Widjajarta,


2001:3 dan Pujiarto, 2004:28) :
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan
2. Hak memilih
3. Hak atas informasi
4. Hak didengar
5. Hak mendapatkan advokasi dan upaya perlindungan konsumen
6. Hak mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen
7. Hak atas pelayanan/perlakuan yang tidak diskriminatif
8. Hak otonomi, yaitu hak untuk menentukan apa yang terbaik bagi
dirinya

54

Dalam PP no.32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan pasal


22 ayat (1) menyatakan bahwa tenaga kesehatan jenis tertentu dalam
menjalankan tugas profesinya berkewajiban untuk :
1. Menghormati hak pasien
2. Menjaga kerahasiaan identitas dan data kesehatan pribadi pasien
3. Memberikan informasi yang berkaitan dengan kondisi dan
tindakan yang akan dilakukan
4. Meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan.

Kewajiban dasar pasien adalah berupa kewajiban moral dari


pasien yaitu : memelihara kesehatannya. Pada beberapa literatur
selain kewajiban tersebut pasien juga berkewajiban untuk (iskandar,
1998 : 72-73; Dirjen Yan Medik, 1997: Iib ; dan Hanafiah, 1999 :
50-51)
1. Memeriksakan diri sedini mungkin
2. Memberikan informasi yang benar dan lengkap tentang
penyakitnya kepada tenaga kesehatan
3. Melaksanakan nasehat-nasehat yang diberikan tenaga kesehatan
dalam rangka perawatan
4. Menghormati kerahasiaan diri dan kewajiban tenaga kesehatan
untuk menyimpan rahasia kedokteran serta kesendiriannya
(privacy)

55

5. Memberikan imbalan terhadap jasa-jasa profesional yang telah


diberikan oleh tenaga kesehatan
6. Memenuhi hal-hal yang telah disepakati/perjanjian yang telah
dibuat
7. Yakin kepada tenaga kesehatan dan yakin akan sembuh. Bila
tidak yakin lagi pada kemampuan tenaga kesehatan (khususnya
dokter), dapat memutuskan kontrak terapeutik atau dokternya
sendiri yang menolak meneruskan perawatan
8. Berterus terang apabila timbul masalah (dalam hubungan tenaga
kesehatan dan rumah sakit) baik yang langsung maupun tidak
langsung.
2.2. Penelitian Terkait
Studi literatur yang menunjukkan

penelitian-penelitian

yang

berkaitan dengan hubungan karakteristik perawat dengan perilaku penerapan


Standar Operating Prosedure (SOP) dalam memberikan asuhan keperawatan
yaitu:
1.2.1. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Teti Rohmawati (2006) yang
berjudul Hubungan Fungsi Manajemen Kepala Ruangan Menurut
Persepsi Perawat Pelaksana Dan Karakteristik Individu Dengan
Pelaksanaan Asuhan Keperawatan di Ruangan Instalasi Rawat Inap
RSUD Sumedang adalah karakteristik individu perawat pelaksana
yang terdiri dari umur, jenis kelamin, pengalaman bekerja, status

56

perkawinan dan pendidikan tidak terdapat hubungan yang signifikan


dengan pelaksanaan asuhan keperawatan.
1.2.2. Penelitian yang dilakukan oleh Ellya Netty (2002) dengan judul
Hubungan Antara Karakteristik Perawat Pelaksana, Pemahaman
Proses Keperawatan Dan Supervisi Dengan Perilaku penerapan
Proses Keperawatan Di Ruang Rawat Inap RSABHK. Hasil uji Chi
Square antara variabel karakteristik perawat pelaksana dengan
perilaku penerapan

proses keperawatan di ruang rawat inap

RSAHBK Jakarta, yang signifikan adalah variabel umur sedangkan


variabel lama kerja, status perkawinan, pendidikan formal dan
pendidikan tambahan tidak signifikan. Tetapi pada analisis
multivariate, untuk pendidikan formal terdapat hubungan yang
signifikan terhadap perilaku penerapan proses keperawatan.
1.2.3. Pada penelitian di RSUD Ambarawa (2001) tentang Faktor-Faktor
Yang

Berpengaruh

Terhadap

Pelaksanaan

Standar

Asuhan

Keperawatan Yang Dilakukan Oleh Perawat Pelaksana adalah


22,62% mempunyai pengetahuan yang cukup tentang standar
pelayanan keperawatan, 30,51% mempunyai keterampilan yang baik,
50,85% perawat mempunyai motivasi yang cukup sedangkan
perawat pelaksana tidak menggunakan standar asuhan keperawatan
sebanyak 59,32% dikarenakan pengawasan yang kurang dari kepala
ruangan

57

2.3. Kerangka Teori


Predisposing factor (faktor
predisposisi):
1. pengetahuan
2. sikap

Enabling (faktor pendukung):


Sarana dan prasarana
kesehatan.

Perilaku perilaku
penerapan Standar
Operating Prosedure
(SOP) dalam
memberikan asuhan
keperawatan

Reinforcing factor (faktor


pendorong):
Pengembangan karier,
pendapatan, kebijakan rumah
sakit, keluarga.
Skema 2.1
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja perawat
(Sumber: Notoatmojo, 2002)

Você também pode gostar