Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
DEFINISI
Hepatitis B kronis adalah persistensi virus hepatitis B lebihdari 6
bulan.Hal ini diketahui dengan terdapatnya HBsAg dalam darah, anti
Hbc, dan serum HBV DNA lebihdari 6 bulan.
EPIDEMIOLOGI
Infeksi hepatitis B yang didapat pada masa perinatal dan balita
biasanya bersifat asimtomatik dan dapat menjadi kronikpada 90 %
kasus. Pada orang dewasa 10 % menjadi kronis.Dari yang terinfeksi
secara kronis 20 % menjadi sirosis hati dan HCC.
PATOGENESIS
Virus hepatitis B masuk secara parenteral, partikel dane dari
virus masuk kehepar, kemudian bereplikasi. Selanjutnya sel-sel hati
akan memproduksi partikel dane utuh, partikel HbsAg ,danHBeAg.
Awalnya terjadi responimun nonspesifik, kemudian respon imun
spesifik yaitu aktifasi sel limfosit T dan sel Limfosit B sehingga
terbentuk anti bodi antara lain anti HBs Anti HBe, anti HBc. Respon
imun mengeliminasi sasaran dengan cara sitolitik / nekrosis hati atau
non sitolitik melalui aktifitas interferon gamma dan tissue nekroting
factor.
Virus hepatitis B bersifat tidak sitopatik, kerusakan hepatosit terjadi
akibat lisis hepatosit melalui mekanisme imunologis. Kesembuhan dari
infeksi VHB bergantung pada integritas sistem imunologis seseorang.
Infeksi kronis terjadi jika terdapat gangguan respon imunologis
terhadap infeksi virus.
Hepatitis virus B yang berlanjut menjadi kronik menunjukkan
bahwa respons imunologis selular terhadap infeksi virus tidak baik. Jika
respons imunologis buruk, lisis hepatosit yang terinfeksi tidak akan
VHB
yang
terjadi
karna
replikasi
virus
proses
1.
hepatitis B kronik yang masih aktif. HbsAg positif dengan DNA VHB lebih
dari 10 ^5 kopi / ml, didapatkan kenaikan ALT menetap atau intermitten. Pada
pasien sering didapatkan tanda-tanda penyakit hati kronik. Menurut status
2.
hati
yang
terus-menerus,
peradangan
menjadi
sel
karsinogenesis hati.
yang
aktif
bereplikasi
menentukan
tingkat
Siklus
sel
dapat
diaktifkan
secara
tidak
langsung
oleh
berubah akibat HBV. Koinsiden HBV dengan pajanan agen ongotik lain
seperti aflatoksin dapat menyebabkan HCC tanpa didahului oleh sirosis
hepatis.
HCC
komplikasi sirosis hati terutama dengan asites dianjurkan restriksi lemak, garam, air,
protein, sebaiknya diberikan vitamin.
3. Latihan/kerja
Pengidap asimtomatis bisa kerja dan olah raga seperti biasa. Bila timbul sirosis hati
hindari latihan berat.
4. Alkohol dan obat-obatan
Hindari hepatotoksik potensial, hindari minum alkohol secara rutin dan regular.
Steroid dan obat imunosupresif akan memperberat infeksi laten dan dapat
menimbulkan suatu hepatitis fatal.
MEDIKAMENTOSA
Pada saat ini dikenal 2 kelompok terapi untuk hepatitis B kronik yaitu :
I.
Kelompok imunomodulasi
Interferon : kelompok protein intra seluler normal yang diproduksi tubuh oleh
limfosit B. Sivat antivirus interferon tidak secara langsung tapi melalui
pengaktifan protein efektor yang berkasiat antivirus. Pada pasien hepatitis kronis,
terjadi penurunan fungsi interferon akibatnya terjadi gangguan penampilan
molekul HLA kelas 1 pada membran hepatosit yang sangat diperlukan agar sel
limfosit T mengenai viru HBV.
Penggunaan interferon : hepatitis B kronik yang HbsAg positif , aktifasi ringan
sampai sedang, yang belum sirosis.
Dosis : Penyuntikan subkutis selama 4 bulan (16 minggu) setiap hari
dengan dosis 5 juta unit, atau 3 kali seminggu dengan dosis 10 juta unit,
menyebabkan serokonversi 40% dari infeksi HBV replikatif (HbeAg dan DNA
HBV terdeteksi dalam serum) menjadi nonreplikatif (anti HbeAg terdeteksi)
disertai perbaikan gambaran histologi hati, dan pada 10% HbsAg mungkin tidak
terdeteksi lagi. Respon terhadap interferon meningkat pada pasien dengan kadar
DNA HBV yang rendah sampai sedang (<200pg/mL) dan pada pasien dengan
lama sakit yang singkat (rata-rata 1,5 tahun), 70%nya mengalami perubahan
status replikatif bila diikuti selama 5 tahun.
Efek samping interferon: lelah, sakit otot-otot, demam, sakit kepala,
anoreksia, berat badan menurun, rambut gugur, leukopenia, trombositopenia.
Seleksi penderita yang diberi IFN :
1. HbsAg (+), HbeAg (+), HBV DNA (+) lebih dari 6 bulan
2. Kenaikan nilai ALT persisten (1,5 kali nilai tertinggi atau 100/L)
3. Biopsi hati: hepatitis kronis sirosis
Tanda perbaikan dalam terapi:
Ditandai hilang atau menurunnya HBV DNA, serokonversi
HBeAg anti Hbe, HbsAg anti HBs, lisis hepatosit yang terinfeksi,
peningkatan ALT.
efeksamping sepertiinterferon.
Vaksinasi terapi : prinsip vaksinasi terapi adalah pengidap HBV tidak
memberikan respon terhadap vaksinasi hepatitis B konvensional yang
mengandung HbsAg karena individu sudah mengalami imuno toleran
terhadapvksinasi tersebut. Jadi vaksin yang bagus saat ini adalah yang bisa
menurunkan imunotoleran tersebut. Yaitu vaksinasi yang menyertakan epitop
Lamivdin
Merupakan nukleosida analog generai ke II. Obat ini lebih toleran, efektif,
ekonomis, efek samping tidak ada. Dapat digunakan tunggal, kombinasi dengan
IFN, juga pada pemakaian IFN yang kurang berhasil atau kontraindikasi. Dosis
100 mg/hari. Penghentian pengobatan jika HbeAg menghilang atau terjadi
serokonversi ke anti Hbe (pemeriksaan beberapa kali). Pada penelitian di Asia
serokonversi HbeAg terjadi 22% dalam 1 tahun, 29% dalam 2 tahun dan 40%
dalam 3 tahun.
Lamivudin berfungsi menghambat enzime revere transkriptase yang berfunhsi
sebagai trankripsi balik dari RNA menjadi DNA yang terjadi pada replikasi virus.
Lamivudin hanya bekerja pada sel hepatosit sehat yang belum terinfeksi karena sel-sel
yang telah terinfeksi ada dalam keadaan convalent closed cirkular. Oleh karena itu,
setelah obat diberikan, sel sel yang telah terinfeksi sebelumnya meroduksi virus baru
lagi.
Lamivudin
menurunkan
progresi
fibrosis
30
dibandingkan
dengan
kelompokplasebo 15 %.
Menurut penelitian , dalam waktu 1 tahun serokonversi HbeAg menjadi anti Hbe
terjadi pada 16-18 % pasien yang mendaaptkan lamivudin, sedangkan serokonversi
hanya terjadi pada 4-5 % pada lasebo dan 19 % pada pasien yang mendapatkan IFN.
Khasiat lamivudin semakin meningkat bila diberikan dalam waktu yang lebih
panjang. Oleh karena itu strategi pengobatan yang tepat adalah pengobatan jangka
panjang. Sayangnya hal ini bisa menimbulkan virus yang kebal terhadap lamivudin.
Biasanya muncul setelah penggunaan 6 bulan terapi. Hal ini terjadi mutasi pada gen P
didaerah dengan motif YMDD. Hal ini masih bisa di atasi dengan pemakaian adefivir dan
enticavir.
Setelah penghentian lamivudin dapat terjadi kekambuhan yaitu pada 16 % pada
pasien hepatitis B kornik.hal ini terjadi karena reinfeksi sejumlah besar sel-sel hati yang
sehat akibat dihentikannya lamivudin yang diikuti respon imut yang mirip hepatitis Akut.
Pada keadaan ini lamivuddin dapat dibetikan kembali.
Adenofir dipivoksil
Kerjanya hampir mirip dengan lamivudin. Kelebihan obat ini adalah jarang terjadi
Waktu pengukuran respon terapi antivirus adalah : selama terapi ALT, HbeAg dan
DNA VHB (nonPCR) diperiksa tiap 1-3 bulan. Setelah terapi selesai ALT,HbeAg dan
DNA VHB diperiksa tiap 3-6 bulan.
Pengidapkronik VHB
(HbsAg (+) VE . 6 bulan)
Nasehatnon spesifik
Latihan
AlkoholdanObat
EvaluasiAwal
HbeAg/anti HbeAg HBV DNA
Biokimiahati/SGPT
USG hati biopsihati
HbeAg (+) ve
HBV DNA (+) ve
ALT/AST normal
Minimal changes
HbeAg (+) ve
HBV DNA (+) ve
ALT/AST
Hepatitis kronis
HbeAg (-) ve
Anti Hbe (+) ve
Observasi
TerapiSpesifik
KHP Surveilans
USG dan feto
protein regular
PROGNOSIS
Hepatitis
hepatitis
akutdapatsembuhsempurna
kronispotensiuntukhilangnya
90
virus
%,
sedangkan
amatsukar.
Meskipundemikianreplikasi
virus
dapatdikontroldenganpengobatanantivirus .
5 tahun survival rate pada pasien hepatitis kronis B dengan kelainan hati ringan
adalah 97%, untuk kronik aktif 86% dan 55% untuk kronik aktif hepatitis dengan sirosis.
Imunisasi massal pada bayi yang baru lahir, anak di bawah umur 1,5 tahun adalah cara
yang terbaik untuk mencegah hepatitis akut, kronis, sirosis hati, KHP.
HEPATITIS C KRONIS
PENDAHULUAN
Prevalensi hepatitis virus C (HCV) meningkat di seluruh dunia. WHO
memperkirakan lebih dari 170 juta individu di seluruh dunia terjangkit HCV.
Insiden HCV di Indonesia sampai saat ini belum ada data pasti, namun dari
pemeriksaan terhadap penderita HCV (+) dilaporkan terdapat 44,8% HCV RNA (+), dan
HCV RNA (+) ini lebih banyak ditemukan pada usia tua dan ekonomi rendah.
Kadar HCV dalam cairan tubuh seperti saliva, sperma, urin, feses dan sekresi vagina
amat rendah dibandingkan di dalam serum. Transmisi HCV melalui hubungan seksual
hanya kurang dari 3-7%. Hal ini dapat dieliminir lagi dengan pemakaian kondom. Insiden
meningkat pada free sex, mempunyai penyakit seksual yang menular, homoseksual, lama
kawin dan meningkatnya jumlah virus.
Hepatitis virus C mempunyai kemampuan untuk bermutasi dalam replikasi RNA
(quasi spesies) yang pada akhirnya akan mempunyai sensitivitas yang berbeda terhadap
penatalaksanaan. Tingkatan perubahan (diversity) akan berbanding lurus dengan
resistensi terhadap terapi interferon.
Ada enam genotip utama dan sejumlah subtipe dari HCV berdasarkan pendekatan
molekular. HCV genotip 1, khususnya 1b, tidak berespon terhadap terapi sama seperti
genotip 2 dan 3. Genotip 1 juga dihubungkan dengan penyakit liver yang lebih berat dan
resiko yang lebih tinggi untuk mendapat HCC.
PATOGENESA
Bila seorang terinfeksi HCV sebagian kecil akan sembuh sempurna dan sebagian
besar menjadi kronis dengan terbentuknya antibodi terhadap virus C (anti HCV). Reaksi
imunologis bersifat humoral dan selular dimana sistem humoral membentuk IgM anti
HCV dan imunologik selular mengaktivasi sel sitotoksik untuk menghancurkan virus C
dengan bantuan MHC (mayor histocompability) dan interferon, dimana interferon
melalui enzim 2,5 oligo adenylate sintetase menghambat pembentukan protein virus
(replikasi virus).
Bila sel T sitotoksik mampu mengeliminasi virus akan terjadi penyembuhan dan bila
gagal akan menjadi hepatitis kronik. Walaupun anti HCV negatif selama lebih dari 6
bulan dan transaminase normal namun kalau masih ditemukannya HCV RNA (+) maka
penderita dianggap sebagai pengidap hepatitis C
Koinfeksi dengan HBV juga telah dihubungkan peningkatan keparahan hepatitis C
kronik dan mempercepat laju ke arah sirosis. Tambahan koinfeksi dengan HBV
mempengaruhi perkembangan ke arah HCC.
Hepatitis Virus C
RNA-HCV 2-7 hari
Hepatitis Akut
Anti HCV 6-12 bln
Sembuh/Resolusi
RNA-HCV (-)
IgM anti HCV (-)
ALT Normal
20-30%
Carier Hep C
RNA-HCV (+)
IgM anti HCV (-)
ALT Normal
60-80%
Sirosis / Hepatoma
Hep C Kronis
RNA-HCV (+)
IgM anti HCV (+)
ALT Meninggi
20-30%
Sirosis
20%
Hepatoma
DIAGNOSIS
Karena gejala klinis sangat minimal maka pemeriksaan penunjang memang
mempunyai peranan yang sangat penting.
Diagnosis ditegakkan dengan: Anti HCV positif Marker of infection
HCV RNA positif Marker of viremia
BEBERAPA PEMERIKSAAN PENUNJANG ANTARA LAIN:
1. Laboratorium
Tes anti bodi Hepatitis C
Skrining serologis anti HCV mencakup enzim immunoassay (EIA) yaitu EIA 1
dan EIA 2 yang 97% spesifik. Cara ini untuk membedakan kasus akut dan kronis.
EIA generasi ketiga sudah dapat mendeteksi antibodi 4-10 minggu setelah
terinfeksi. Rekombinan imunoblot assay (RIBA) yaitu RIBA-2 digunakan untuk
konfirmasi infeksi HCV dengan hasil EIA positif pada populasi resiko rendah.
HCV RNA dengan PCR digunakan untuk mendeteksi infeksi dalam 1-3 minggu
terpapar. Sensitivitas dan spesifisitas lebih dari 90%.
Viral load test diperiksa secara kualitatif digunakan untuk memperkirakan hasil
anti HCV yang sepertinya menggambarkan progresifitas penyakit.
Genotip virus penting dalam terapi penderita, akan membantu dalam melihat hasil
dan lama terapi. Secara klinis perbedaan yang relevan adalah antara genotip 1 dan
genotip 2 dan 3. Genotip 1 biasanya diterapi 12 bulan sedang yang lain 6 bulan.
Pemeriksaan yang harus dilakukan sebelum pengobatan:
Anti HCV anti bodi EIA
Genotip
HCV RNA kuantitatif; reverse transcriptase PCR lebih sensitif dari DNA
Pemeriksaan ALT dan AST, bilirubin dan level albumin
Skrining koinfeksi
2. USG hati dan sistem biliar untuk menyingkirkan kemungkinan diagnostik lain.
3. Biopsi hati
Biopsi hati sebenarnya tidak diharuskan pada awal pengobatan, dilakukan untuk
menilai aktivitas penyakit hati yang dihubungkan dengan HCV. Evaluasi
histologis dari biopsi hati dapat meramalkan prognosa dan progresifitas penyakit.
Temuan biopsi juga dapat menyingkirkan penyebab lain sehingga dianjurkan pada
pemeriksaan awal infeksi HCV. Tapi ada juga bila hanya tidak dijumpai adanya
remisi menetap.
PENATALAKSANAAN
Indikator respon pengobatan yang diharapkan adalah klirens virus, ditunjukkan
dengan tidak terdapatnya HCV RNA di serum dengan menggunakan test yang paling
sensitif. Respon virus pada akhir pengobatan (End of Treatment Viral Response = ETVR)
dinyatakan dengan tidak dijumpainya HCV RNA pada akhir pengobatan. Respon virus
menetap (Sustained Viral Response = SVR) dinyatakan dengan HCV RNA pada 6 bulan
setelah menyelesaikan pengobatan.
MANFAAT PENGOBATAN ANTIVIRAL PADA HEPATITIS KRONIS C
1. Regresi fibrosis
2. Mengurangi angka terjadinya HCC
3. Mengurangi laju terjadinya komplikasi lain seperti gagal hati dan angka kematian
oleh karena penyebab hati.
4. Meningkatkan kualitas hidup
Pasien dengan ALT serum normal tidak diterapi. Pasien dengan tidak ada atau
fibrosis yang minimal tidak penting sekali diterapi dengan antiviral. Bila telah ditetapkan
untuk tidak diterapi maka pasien ini harus diikuti untuk melihat progresi penyakitnya,
mencakup biopsi liver ulangan untuk melihat tingkatan fibrosis, setiap 3-7 tahun. Pasien
dengan fibrosis nyata yang berisiko menjadi sirosis dengan sirosis kompensata harus
dipertimbangkan pemberian terapi antiviral.
Pasien dengan sirosis dan gagal hati secara umum tidak boleh diterapi dengan
antivirus HCV. Sebaliknya harus dipertimbangkan untuk dilakukan transplantasi hati.
Yang mempengaruhi hasil pengobatan: usia, jenis kelamin, variabilitas virus, titer
HCV RNA, keparahan fibrosis.
ekivalen/ml). Pemakaian IFN dosis tinggi setiap hari selama 4-6 minggu pertama
pengobatan (terapi induksi) memperbaiki efikasi antiviral tetapi belum dapat dibuktikan
meningkatkan SVR. Jika terapi kombinasi tidak tersedia atau kontraindikasi maka
monoterapi IFN dan regimen khusus atau produk lain yang menambah efikasi masih
mempunyai peranan.
ALT Normal
ALT
ALT
ALT
Biopsi
Hati
Singkirkan
penyebab
lain Hepatitis Kronik: Wilson Disease, Lupoid
Ob
Respon
Tidak Respon
Remisi Menetap
Remisi Sementara
Pengobatan Ulang: mungkin dengan dosis yang lebih besar dan periode yang lebih lama atau terapi
Remisi
Tidak Respon
OBSERVASI
Infeksi HCV bersifat self limiting hanya pada sejumlah kecil kelompok, selainnya
PENCEGAHAN
SINDROMA HEPATORENAL
DEFINISI
Sindroma hepatorenal adalah gangguan fungsi ginjal sekunder
pada penyakit hati tingkat berat baik akut maupun kronis tanpa
disertai kelainan patologi ginjal yang penyebabnya diketahui.
Menurut international ascites club 1994 adalah suatu kondisi
klinik yang terjadi pada pasien penyakit hati menahun, gagal hati
lanjut dan hipertensi portal, ditandai dengan fungsi ginjal terganggu,
kelainan nyata pada sirkulasi arterial dan aktifitas system vasoaktif
endogen.
Sindroma hepatorenal bersifat fungsional dan progresif.Sindroma
hepatorenal merupakan suatu gangguan fungsi ginjal prerenal yaitu
disebabkan adanya hipoperfusi ginjal pre renal, namun demikian hanya
perbaikan volume plasma saja ternyata tidak dapat memperbaiki
gangguan fungsi ginjal.
Epidemiologi
Pada
stadium
awal
gangguan
fungsi
ginjal
ini
bersifat
teragsangnya
baroreseptor
yang
menyebabkan
disimpulkan
peningkatan
pada
produksi
penyakit
hati
prostaglandin
kronik
yang
terdapat
merupakan
melawan
peningkatan
katekolamindalam
darah.
yang
menyebabkan
Beberapa
menduga
peneliti
iskemia
renal
merupakan
kadar
katekolamin
adalah
untuk
terjadinya
vasokonstriksi
yang
lebih
berat
di
penderita
sirosis
yang
mengalami
sindroma
sedang
membaik.
Beberapa
peneliti
terdahulu
benar,
kadar
empedu
yang
tinggi
dapat
memperburuk
dan
kardiodepresor.
Kesemuanya memperberat factor pre renal dari SHR
6. Endotoksinemia
Endotoksinemia biasanya diproduksi oleh bakteri di usus
dan
dibersihkan
di
hati.Pada
penderita
sirosis
hati
saraf
pusat
dan
perifer
digunakan
untuk
dengan
jalan
dimetabolismeoleh
enzim.
Peranan
sirosis
hati
sering
timbul
dan
bersama-sama
dengan
hipertensi
portal
akan
saraf
simpatis
antiduretik
yang
renin-angiotensinogen-aldosteron,
secara
keseluruhan
dan
menyebabkan
Kriteria Tambahan
menyingkirkan
sindroma
hepato
Pseudohepatorenal
renal
dapat
Syndrome.
dibuat
dengan
Pseudohepatorenal
asites 80 %
ensefalopati hepatic 74 %
icterus 40 %
malnutrisi
volume hati yang mengecil
infeksi
perdarahan saluran cerna
adanya varises esophagus
terapi diuretic
gangguan elekr=trolit
obat-obatan nefrotoksik
massif
pungsi asites yang kurang tepat
Pengobatan medikamentosa
Vasokonstriktor gunanya mengatasi vasodilatasi spanknikus .
pemberian vasokonstriktor akan member dampak positif terutama jika
sehingga
transplantasi
hati
pada
SHR
tipe
sulit