Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
tersayang
Muhammad
Umar
Suryaningrat,
yang
selalu
iv
MM
UGM
Eksekutif
24B,
terima
kasih
atas
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN...... ii
HALAMAN PERNYATAAN .. iii
KATA PENGANTAR . iv
DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL..... ix
DAFTAR GAMBAR.... x
DAFTAR LAMPIRAN xi
INTISARI ... xii
ABSTRACT xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang.1
1.2
Perumusan Masalah.3
1.3
Tujuan Penelitian.4
1.4
Manfaat Penelitian...4
1.5
Sistematika Penulisan..5
2.2
vi
2.2.2
2.2.3
2.2.4
2.2.5
2.2.6
BAB III
BAB IV
2.3
Harga Saham .. 12
2.4
2.4.2
2.4.3
2.4.4
2.5
2.6
2.7
Kerangka Pemikiran 25
2.8
Hipotesis .. 26
METODA PENELITIAN
3.1
3.2
3.3
3.4
Alat Analisis . 30
vii
4.1
4.2
4.3
Hasil Analisis . 42
4.3.1 Uji Asumsi Klasik .. 43
4.3.1.1 Uji Normalitas 43
4.3.1.2 Uji Heteroskedastisitas 45
4.3.1.3 Uji Multikolinearitas ... 48
4.3.1.4 Uji Autokorelasi .. 49
4.3.2 Koefisien Determinasi .. 50
4.3.3 Pengujian Hipotesis .. 51
4.3.3.1 Uji Simultan (Uji-F) 51
4.3.3.2 Uji Parsial (Uji-T) ... 53
BAB V
Kesimpulan ...........................
5.2
Saran 58
56
DAFTAR PUSTAKA . 59
LAMPIRAN 61
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1
Tabel 4.2
Perkembangan PDB . 37
Tabel 4.3
Tabel 4.4
Perkembangan Inflasi .. 39
Tabel 4.5
Perkembangan Kurs 40
Tabel 4.6
Tabel 4.7
Tabel 4.8
Tabel 4.9
Pengujian Multikolinearitas 48
Tabel 4.10
Tabel 4.11
Tabel 4.12
Tabel 4.13
Tabel 4.14
Tabel 4.15
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Gambar 2.
Gambar 3.
Gambar 4.
47
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
xi
INTISARI
Kata kunci: Laju PDB, Suku Bunga, Inflasi, Kurs, Harga Saham Industri
Telekomunikasi
xii
ABSTRACT
Keywords: GDP, interest rate, inflation, currency exchange rate, stock prices of
telecommunication industry
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keputusan perusahaan untuk melakukan go public merupakan salah satu
cara dalam mendapatkan sumber pembiayaan melalui penerbitan saham. Pasar
modal merupakan salah satu alternatif untuk menjembatani hubungan antara
pemilik modal dalam hal ini disebut sebagai pemodal (investor) dengan pihak
yang membutuhkan dana yang disebut emiten (perusahaan yang go public). Pada
umumnya tujuan utama yang diharapkan investor dari dana yang ditanamkannya
dalam bentuk saham berupa capital gain dan dividen. Capital gain adalah selisih
antara harga beli dan harga jual, dan dividen adalah pembagian keuntungan yang
diberikan perusahaan berasal dari keuntungan yang dihasilkan.
Investasi dalam bentuk saham memerlukan berbagai informasi akurat yang
berhubungan dengan fluktuasi harga saham. Dengan alasan tersebut, maka bagi
investor yang akan berinvestasi di pasar modal perlu mempertimbangkannya
dengan matang. Harga saham merupakan salah satu ukuran indeks prestasi
perusahaan, yaitu seberapa jauh manajemen telah berhasil mengelola perusahaan
atas nama pemegang saham.
Keberhasilan perusahaan mencapai laba ditentukan oleh faktor-faktor
ekonomi makro disamping kinerja dari manajemen perusahaan dan lingkungan
industrinya. Investor dalam menanamkan modalnya harus mengetahui pengaruh
variabel-variabel ekonomi makro terhadap fluktuasi tingkat pengembalian saham
yang akan diterima. Faktor-faktor ekonomi makro yang dapat mempengaruhi
harga saham diataranya produk domestik bruto (PDB), tingkat suku bunga,
tingkat inflasi dan nilai tukar mata uang.
Pertumbuhan
investasi
di
suatu
negara
akan
dipengaruhi
oleh
atau
diinvestasikan
dalam
bentuk
surat-surat
berharga
yang
masih
mengacu
pada
teknologi
negara-negara
maju.
Perusahaan
ANALISIS
FAKTOR-FAKTOR EKONOMI
YANG
TERCATAT
DI
BURSA
EFEK
INDONESIA.
1.
Apakah produk domestik bruto (PDB), tingkat suku bunga, tingkat inflasi
dan nilai tukar mata uang berpengaruh terhadap harga saham pada
industri telekomunikasi yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI)?
2.
2.
Dengan demikian diharapkan para investor dapat memanfaatkan hasil analisis ini
untuk menjadi dasar pengambilan keputusan investasi di pasar modal (Bursa Efek
Indonesia).
Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat dan kontribusi
bagi akademisi yang memiliki kepentingan dalam topik ini sebagai acuan dalam
penelitian dimasa mendatang.
Pendahuluan
Pada bab ini dijelaskan tentang latar belakang penelitian,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta
sistematika dari penulisan thesis ini.
BAB II:
Landasan teori
Pada bab ini dibahas mengenai landasan teori untuk menjustifikasi
kerangka pemikiran dan hipotesis yang diajukan, serta hasil
penelitian terdahulu.
BAB III:
Metoda penelitian
Pada bab ini dijelaskan mengenai populasi dan sampel, jenis dan
sumber data yang digunakan, definisi operasional variabel yang
digunakan dalam penelitian, pengujian asumsi klasik dan
pengujian hipotesis.
BAB IV:
BAB V:
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pasar Modal Indonesia
Pasar modal Indonesia memiliki peran besar bagi perekonomian negara.
Dengan adanya pasar modal (capital market), investor sebagai pihak yang
memiliki kelebihan dana dapat menginvestasikan dananya pada berbagai sekuritas
dengan harapan memperoleh imbalan (return). Perusahaan sebagai pihak yang
memerlukan dana dapat memanfaatkan dana tersebut untuk mengembangkan
proyek-proyeknya. Dengan alternatif pendanaan dari pasar modal, perusahaan
dapat beroperasi dan mengembangkan bisnisnya dan pemerintah dapat membiayai
berbagai kegiatannya sehingga meningkatkan kegiatan perekonomian negara dan
kemakmuran masyarakat luas.
Undang-Undang No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal mendefinisikan
pasar modal sebagai kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan
perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek. Definisi ini
menyiratkan bahwa, pasar modal Indonesia dibentuk seperti pasar modal pada
umumnya, pasar modal Indonesia dibentuk untuk menghubungkan investor
(pemodal) dengan perusahaan atau institusi pemerintah. Investor merupakan pihak
yang mempunyai kelebihan dana, sedangkan perusahaan atau institusi pemerintah
memerlukan dana untuk membiayai berbagai proyeknya. Dalam hal ini, pasar
modal berfungsi sebagai pengalokasi dana dari investor ke perusahaan atau
institusi pemerintah. Agar alokasi dana menjadi efektif, berbagai jenis sekuritas
2.2.1
Jakarta. Asosiasi ini diberi nama sebagai Vereniging voor Effectenhandel yang
merupakan cikal bakal pasar modal pertama di Indonesia. Setelah perang dunia I,
pasar modal di Surabaya mendapat giliran dibuka pada tanggal 1 Januari 1925.
Karena masih dalam jaman penjajahan Belanda dan pasar-pasar modal ini juga
didirikan oleh Belanda, mayoritas saham-saham yang diperdagangkan disana juga
merupakan saham-saham Belanda dan afiliasinya yang tergabung dalam Dutch
East Indies Trading Agencies. Pasar-pasar modal ini beroperasi sampai
kedatangan Jepang di Indonesia di tahun 1942.
2.2.2
dikeluarkan Undang-Undang Darurat No. 12 yang kemudian dijadikan UndangUndang No. 15/1952 tentang pasar modal. Melalui Keputusan Mentri Keuangan
No. 289737/U.U. tanggal 1 Nopember 1951, Bursa Efek Jakarta (BEJ) akhirnya
dibuka kembali pada tanggal 3 Juni 1952.
Tujuan dibukanya kembali bursa ini untuk menampung obligasi
pemerintah yang sudah dikeluarkan pada tahun-tahun sebelumnya. Tujuan yang
lain adalah untuk mencegah saham-saham perusahaan Belanda yang dulunya
diperdagangkan di pasar modal di Jakarta lari ke luar negri.
2.2.3
orde baru sebagai hasil dari Keputusan Presiden No.52 tahun 1976. Keputusan ini
menetapkan pendirian Pasar Modal, pembentukan Badan Pembina Pasar Modal,
pembentukan Badan Pelaksana Pasar Modal (BAPEPAM) dan PT. Danareksa.
10
Periode ini disebut juga dengan periode tidur yang panjang, karena sampai
dengan tahun 1988 hanya sedikit sekali perusahaan yang tercatat di BEJ, yaitu
hanya 24 perusahaan saja (selama empat tahun, 1985-1988). Kurang menariknya
pasar modal pada periode ini dari segi investor mungkin disebabkan oleh tidak
dikenakannya pajak atas bunga deposito, sedang penerimaan dividen dikenakan
pajak penghasilan sebesar 15%.
2.2.4
dikatakan dalam keadaan tidur yang panjang selama 11 tahun. Sebelum tahun
1988 hanya terdapat 24 perusahaan yang terdaftar di BEJ. Setelah 1988, selama
tiga tahun saja, yaitu sampai tahun 1990, jumlah perusahaan yang terdaftar di BEJ
meningkat sampai dengan 128. Sampai dengan akhir tahun 1994 jumlah
perusahaan yang sudah IPO menjadi 225. Pada periode ini, Initial Public Offering
(IPO) menjadi peristiwa nasional dan banyak dikenal sebagai periode lonjakan
IPO (IPO boom).
Periode ini juga dicatat sebagai periode kebangkitan dari Bursa Efek
Surabaya (BES). Bursa Efek Surabaya atau dengan nama asingnya Surabaya
Stock Exchange (SSX) dilahirkan kembali pada tanggal 16 Juni 1989. Pada
awalnya, BES mempunyai 25 saham dan 23 obligasi yang diperdagangkan. BES
hanya membutuhkan waktu 3 bulan untuk meningkatkan indeks gabungannya dari
nilai 100 pada tanggal 16 Juni 1989 menjadi 340. Mulai tanggal 19 September
11
1996, BES merubah nilai dasar indeks gabungannya menjadi nilai dasar 500. Pada
akhir tahun 1996, IHSG-BES mencapai nilai 568,585 poin. Sampai kuartal ketiga
tahun 1990, jumlah sekuritas yang tercatat di BES meningkat menjadi 116 saham.
Jumlah ini meningkat sampai akhir tahun 1996 tercatat 208 emiten saham dengan
nilai kapitalisasi sebesar Rp 19,57 triliun. Semua sekuritas yang tercatat di BEJ
juga secara otomatis diperdagangkan di BES.
2.2.5
12
(S-MART). Sistem S-MART ini diintegrasikan dengan sistem JATS di BEJ dan
sistem di KDEI (Kliring Deposit Efek Indonesia) untuk penyelesaian transaksi.
2.2.6
memperbaiki
kondisi
perekonomian
yang
bergejolak
ini,
13
adalah
mengidentifikasi
faktor-faktor
fundamental
(penjualan,
14
akan
mempengaruhi
harga
saham.
Banyak
faktor
yang
15
reversals, head and shoulders, triple tops, ascending and descending tringles dan
sebagainya.
16
yang ditentukan pemerintah. Disisi lain, harga saham merupakan cerminan dari
ekspektasi investor terhadap faktor-faktor earnings, aliran kas dan tingkat return
yang disyaratkan investor, yang mana ketiga faktor tersebut juga dipengaruhi oleh
kinerja ekonomi makro.
Siegel (1991) meyimpulkan adanya hubungan yang kuat antara harga
saham dan kinerja ekonomi makro, dan menemukan bahwa perubahan pada harga
saham selalu terjadi sebelum terjadinya perubahan ekonomi. Terdapat dua alasan
yang mendasari hal tersebut pertama, harga saham yang terbentuk merupakan
cerminan ekspektasi investor terhadap earnings, dividen, dan tingkat bunga yang
akan terjadi. Hasil estimasi investor terhadap ketiga variabel tersebut akan
menentukan berapa harga saham yang sesuai. Dengan demikian, harga saham
yang sudah terbentuk itu akan merefleksikan ekspektasi investor atas kondisi
ekonomi di masa datang, bukan kondisi ekonomi saat ini. Kedua, kinerja pasar
modal akan berekasi terhadap perubahan-perubahan ekonomi makro seperti
tingkat suku bunga, inflasi, atau jumlah uang yang beredar. Ketika investor
menentukan harga saham yang tepat sebagai refleksi perubahan variabel ekonomi
makro yang akan terjadi, maka masuk akal jika dikatakan harga saham terjadi
sebelum perubahan ekonomi makro benar-benar terjadi (Tandelilin, 2010).
2.4.1
total suatu negara. PDB memberikan informasi mengenai jumlah agregat barang
dan jasa yang telah diproduksi oleh ekonomi nasional untuk suatu periode
17
18
kebutuhan belanja pegawai dan barang serta pembayaran bunga dan cicilan
hutang luar negri. Sementara investasi pemerintah adalah pengeluaran
pembangunan yang dilakukan pemerintah untuk membiayai proyek-proyek
pemerintah (Harianto dan Sudomo, 1998).
Kebijakan ekonomi yang ditunjukkan untuk mempengaruhi PDB dari
sudut pengeluaran dikenal sebagai kebijakan pengelolaan agregat. Tiga kebijakan
ekonomi untuk mengelola permintaan agregat
2.4.2
penawaran tabungan oleh rumah tangga dan permintaan tabungan oleh penanam
modal (investor). Pandangan ini telah menjadi salah satu alasan kepada keyakinan
ahli-ahli ekonomi klasik bahwa tingkat penggunaan tenaga kerja penuh selalu
dicapai dalam perekonomian, sedangakan menurut Keynes tingkat bunga
ditentukan oleh permintaan dan penawaran uang (Sukirno, 2001).
Faktor yang yang mendorong investor untuk melakukan investasi, yaitu
apabila tingkat keuntungan yang diharapkan lebih rendah dari tingkat suku bunga
maka investasi tidak dilakukan. Tingkat suku bunga adalah persentase dari pokok
19
pinjaman yang harus dibayar oleh peminjam kepada pemberi pinjaman sebagai
imbal jasa yang dilakukan dalam suatu periode tertentu yang telah disepakati
kedua belah pihak (Rahardja dan Manurung, 2001).
Menurut Harianto dan Sudomo (1998) tingkat suku bunga adalah ukuran
keuntungan investasi yang dapat diperoleh oleh pemodal dan juga merupakan
ukuran biaya modal yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk menggunakan
dana dari pemodal. Bank Indonesia akan menurunkan tingkat suku bunga sebagai
alat mengendalikan jumlah uang beredar. Untuk mendorong investasi, BI akan
menurunkan tingkat suku bunga sehingga perusahaan-perusahaan akan lebih
mudah melakukan investasi. Dalam kondisi seperti ini jumlah uang beredar
dimasyarakat akan meningkat. Kebijakan bunga rendah mendorong masyarakat
untuk lebih memilih melakukan investasi dan konsumsi dari pada menabung.
Sebaliknya, dalam kondisi inflasi, BI akan melakukan kebijakan uang ketat
dengan meningkatkan suku bunga sehingga masyarakat lebih suka menabung dari
pada melakukan investasi atau konsumsi (Nugraheni, 2001).
Kenaikan tingkat suku bunga akan mempengaruhi harga saham melalui
mekanisme internal perusahaan. Perusahaan yang mempunyai tingkat risiko
hutang terhadap modal sendiri (leverage) yang tinggi maka kenaikan tingkat
bunga dapat menyebabkan meningkatnya biaya modal sehingga laba perusahaan
menurun. Laba perusahaan yang menurun berarti kemampuan perusahaan untuk
membayar dividen juga menurun sehingga dapat memicu penjualan saham oleh
investor.
20
Tingkat suku bunga yang terlalu tinggi akan mempengaruhi nilai sekarang
(present value) aliran kas perusahaan sehingga kesempatan-kesempatan investasi
yang ada tidak akan menarik lagi. Tingkat bunga yang tinggi juga akan
meningkatkan biaya modal yang harus ditanggung perusahaan. Di samping itu
tingkat bunga yang tinggi juga akan menyebabkan return yang disyaratkan
investor dari suatu investasi akan meningkat (Tandelilin, 2010)
Menurut Ang (1997), jika tingkat suku bunga naik maka akan memberikan
pengaruh negatif terhadap pasar ekuitas. Penurunan suku bunga akan mengurangi
beban emiten dan lebih lanjut dapat menaikkan harga saham. Penurunan suku
bunga juga bisa mendorong investor untuk mengalihkan investasinya dari
tabungan ke pasar modal.
2.4.3
21
sisi produsen. Oleh karena itu IHPB sering juga disebut sebagai Indeks Harga
Produsen (producer price index). IHPB menunjukkan tingkat harga yang diterima
produsen pada berbagai tingkat produksi. GDP (gross domestic products) deflator
mencakup jumlah barang dan jasa yang masuk kedalam perhitungan GDP,
sehingga jumlahnya lebih banyak daripada IHK dan IHPB. Dari ketiga indikator
inflasi tersebut yang akan digunakan sebagai proxy dalam penelitian ini adalah
indeks harga konsumen (IHK). Inflasi yang tinggi menyebabkan menurunnya
keuntungan suatu perusahaan, sehingga menyebabkan efek ekuitas menjadi
kurang kompetitif (Ang, 1997).
Tingkat inflasi yang tinggi dapat dikaitkan dengan penurunan harga saham
hal ini disebabkan karena kondisi ekonomi yang mengalami permintaan atas
produk-produk yang ditawarkan secara berlebihan sehingga harga-harga barang
mengalami kenaikan. Harga yang tinggi mengakibatkan menurunnya daya beli
masyarakat dan mempengaruhi laba perusahaan dan pada akhirnya akan
berpengaruh terhadap harga saham perusahaan sehingga mengalami penurunan.
Sebaliknya jika tingkat inflasi suatu negara mengalami penuruan, maka harga dari
produk-produk yang ditawarkan tidak mengalami kenaikan sehingga daya beli
masyarakat pun meningkat dan mempengaruhi laba dan harga saham perusahaan.
2.4.4
dalam satu satuan mata uang domestik (Samuelson dan Nordhaus, 2001). Mata
uang asing diperjualkan belikan di perusahaan eceran (retail) seperti bank dan
22
Nilai tukar nominal adalah nilai tukar mata uang yang semata-mata
dikaitkan dengan nilai atau harga atas pertukaran kedua mata uang tersebut. Nilai
tukar riil adalah nilai tukar nominal dikalikan dengan rasio antara indeks harga
barang-barang di luar negeri dengan indeks harga barang-barang dalam negri.
Nilai tukar riil berguna untuk mengukur daya saing (competitive advantage).
Bagi investor, dampak fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap USD bersifat
tidak pasti. Nilai tukar rupiah terhadap USD yang relatif rendah akan mendorong
23
peningkatan ekspor dan dapat mengurangi laju peningkatan impor. Disisi lain,
nilai tukar rupiah terhadap USD yang rendah mengakibatkan daya beli menurun
dan dapat memicu resesi. Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang
asing (rupiah terhadap USD) memberikan pengaruh negatif terhadap pasar
ekuitas, karena pasar ekuitas menjadi tidak mempunyai daya tarik (Ang, 1997).
berbagai
perekonomian,
para
variabel
moneter.
pemodal
secara
Untuk
tradisional
memperkirakan
selalu
kondisi
memperhatikan
24
25
Jerman memiliki efek besar pada permintaan agregat sebagai orang yang baru
bekerja memiliki kecenderungan tingkat konsumsinya lebih tinggi. Dengan
demikian pasar saham bereaksi negatif terhadap tingkat pertumbuhan lapangan
kerja yang tinggi.
Penelitian yang dilakukan oleh Kyereboah-Coleman dan Agyire-Tettey
(2008), meneliti variabel ekonomi makro seperti suku bunga pinjaman dan inflasi
mempengaruhi kinerja pasar modal di Ghana. Hasil ini menunjukkan bahwa
indikator ekonomi makro harus dipertimbangkan oleh investor terutama di negara
berkembang.
Peneltian yang dilakukan Liu dan Shrestha (2008), variabel-variabel
ekonomi makro, yaitu jumlah uang beredar, produk industri, inflasi, nilai tukar
mata uang, dan tingkat suku bunga berpengaruh positif terhadap kinerja pasar
saham dalam jangka panjang.
Hussainey dan Ngoc (2009) menyimpulkan variabel ekonomi makro, yaitu
produk industri berpengaruh positif terhadap harga saham di Vietnam dan tingkat
suku bunga jangka pendek dan jangka panjang tidak berpengaruh terhadap harga
saham di Vietnam.
26
terhadap harga saham. Dengan demikian kerangka pemikiran dalam penelitian ini
dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1.
Skema Kerangka Pemikiran
PDB
X1
Harga Saham
(Y)
Inflasi
X3
2.8 Hipotesis
Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran, maka hipotesis yang
diajukan adalah sebagai berikut:
H: Produk domestik bruto (PDB), tingkat suku bunga, tingkat inflasi dan nilai
tukar mata uang secara bersama-sama berpengaruh terhadap harga saham pada
industri telekomunikasi yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI).
27
28
BAB III
METODA PENELITIAN
3.1 Populasi dan Penentuan Sampel
Populasi
yang digunakan
sama
dengan
sampel
adalah
industri
telekomunikasi yang telah tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama 20052010, yaitu: PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk (TLKM), PT. Indosat, Tbk,
(ISAT), PT. XL Axiata, Tbk (EXCL), PT. Bakrie Telecom, Tbk (BTEL), PT.
Mobile-8 Telecom, Tbk (FREN), PT. Inovisi Infracom, Tbk (INVS).
Data PDB dan inflasi diambil data tahunan periode 2005-2010 indikator
ekonomi dari BPS.
2.
Data tingkat suku bunga diperoleh dari suku bunga SBI jangka waktu tiga
bulan periode 2005-2010 dari Bank Indonesia.
3.
Data nilai tukar mata uang asing (USD) jangka waktu harian periode
2005-2010 dari Bank Indonesia.
4.
29
keberhasilan
pengelolaan
perusahaan.
Kekuatan
pasar
30
31
a.
Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variable terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi
normal atau tidak. Untuk menguji apakah distribusi data normal atau
tidak dapat dilakukan dengan dua cara yaitu analisis grafik dan analisis
statistik.
b.
Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke
pengamatan lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas dan jika
berbeda disebut Heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah
yang Homoskedastisitas atau tidak terjadi Heteroskedastisitas.
c.
Uji Multikolinearitas
Uji multikoliniearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antara variabel bebas (independen). Model
regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel
bebas. Jika variabel bebas saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini
tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel bebas yang nilai
korelasi antara sesama variable bebas sama dengan 0.
d.
Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model
regresi linear ada korelasi antara kesalahan penggunaan pada periode t
32
Pengujian Hipotesis
Metode analisis yang digunakan untuk membuktikan hipotesis adalah
metode statistik regresi linear berganda, yang bertujuan untuk melihat
hubungan antara variabel dalam bentuk ketergantungan satu dengan
lainnya
Regresi Linear Berganda:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 - b4X4 + e
Dimana:
= Harga saham
= Intercept
X2
X3
= Inflasi
X4
= Error
(Boedijoewono, 1999).
Uji hipotesis statistik dilakukan dengan cara:
1.
33
b.
2.
b.
Dari nilai t yang diperoleh maka akan dipilih variabel yang paling signifikan
mempengaruhi harga saham pada industri telekomunikasi.
34
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Penelitian
Perusahaan yang terdaftar di BEI terdiri atas sembilan klasifikasi industri,
yaitu pertanian, pertambangan, industri dasar dan kimia, aneka industri, industri
barang konsumsi, properti dan real estat, infrastruktur, utilitas dan trasportasi,
keuangan dan yang terakhir perdagangan, jasa dan investasi. Jenis industri
dilakukan pada penelitian ini adalah industri telekomunikasi yang termasuk pada
klasifikasi industri infrastruktur, utilitas dan transportasi terdiri dari 6 perusahaan,
yaitu PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk (TLKM), PT. Indosat, Tbk, (ISAT), PT.
XL Axiata, Tbk (EXCL), PT. Bakrie Telecom, Tbk (BTEL), PT. Mobile-8
Telecom, Tbk (FREN), PT. Inovisi Infracom, Tbk (INVS).
Penelitian ini menggunakan harga saham sebagai variabel dependen
dengan empat variabel independen yaitu laju PDB, inflasi, suku bunga, dan kurs.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang meliputi data
harga saham perusahaan serta variabel ekonomi makro. Penelitian ini
membahahas mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap harga saham
pada perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di BEI periode triwulanan 20052010. Data yang berhasil dikumpulkan sebanyak 138 data triwulanan yang terdiri
dari enam perusahaan telekomunikasi periode triwulanan selama tahun 2005
sampai dengan tahun 2010.
35
Nama Perusahaan
Kode
Tanggal Terdaftar
ISAT
19 Oktober 1994
TLKM
14 Nopember 1995
EXCL
29 Septemeber 2005
BTEL
3 Februari 2006
FREN
29 Nopember 2006
INVS
3 Juli 2009
4.1.1
Perkembangan PDB
Pendapatan nasional menggambarkan tingkat produksi suatu negara yang
36
37
2005
2006
2007
2008
2009
2010
3.38
1.13
3.25
4.68
0.33
1.79
II
3.72
1.75
2.00
7.00
2.61
2.52
III
3.38
3.19
3.10
4.83
1.46
1.88
IV
8.58
2.25
3.16
0.82
1.83
1.60
4.1.2
yaitu 7,29%, dan tertinggi pada triwulan keempat pada akhir tahun 2005 sebesar
12,54%. Faktor yang menyebabkan berfluktuasinya tingkat suku bunga SBI
karena kecendrungan nilai tukar rupiah yang masih melemah meskipun pada
periode ini relatif stabil. Pada tahun 2006 pun tidak terjadi perubahan yang besar,
SBI masih tetap sama pada kisaran 9%-12%, tetapi pada triwulan keempat SBI
turun menjadi 9,50%, penurunan ini berlangsung hingga tahun 2007. Pada
triwulan pertama 2008 SBI kembali meningkat hingga mencapai 11,28% pada
triwulan keempat. Peningkatan SBI disebabkan pemerintah mengendalikan
jumlah uang beredar. Penurunan SBI dimaksudkan untuk menumbuhkan sektor
riil melalui pinjaman investasi dengan bunga rendah.
Krisis global yang terjadi pada akhir 2008 berimbas pada peningkatan SBI
hingga triwulan pertama periode 2009. SBI pada tahun tersebut berkisar 7%-10%.
38
SBI terendah terjadi pada triwulan keempat 6,59%, selanjutnya SBI ini cukup
stabil hingga tahun 2010.
Tabel 4.3 Perkembangan Tingkat Suku Bunga
Periode Januari 2005-Desember 2010
Tingkat Suku Bunga
TRIWULAN
2005
2006
2007
2008
2009
2010
7.29
12.85
8.10
7.99
9.68
6.58
II
7.79
12.40
7.83
8.43
7.63
6.58
III
8.75
11.36
7.83
9.70
6.70
6.58
IV
12.54
9.50
7.83
11.28
6.59
6.58
4.1.3
tahun 2005-2006 dan 66 kota pada tahun 2007-2010 di Indonesia. Tingkat inflasi
tahunan tertinggi terjadi pada periode 2005 sebesar 17,11%. Tingginya tingkat
inflasi pasca krisis moneter yang terjadi di Indonesia (1997/1998) diperkirakan
karena faktor tingginya harga minyak di pasar internasional yang menyebabkan
pemerintah berusaha untuk menghilangkan subsidi BBM. Inflasi terendah terjadi
pada triwulan kedua sebesar 0,35%, sedangkan pada tahun 2006 tingkat inflasi
mengalami penurunan menjadi 6,6% terendah terjadi pada triwulan kedua, yaitu
sebesar 0,29%. Kondisi ini membaik dikarenakan kebijakan pemerintah untuk
mengalihkan subsidi BBM ke subsidi sektor lain walaupun pada aktivitas seharihari masyarakat merasa diberatkan dengan harga BBM yang terkait dengan
pengeluaran rutin masyarakat. Pada periode 2007 perekonomian nasional
39
2005
2006
2007
2008
2009
2010
1.06
0.66
0.63
1.12
0.12
0.33
II
0.35
0.29
0.06
1.48
-0.05
0.47
III
0.67
0.39
0.76
0.95
0.69
0.92
IV
3.32
0.80
0.69
0.18
0.16
0.53
Tahunan
17,11
6,6
6,59
11,06
2,78
6,96
40
4.1.4
Pada triwulan pertama nilai kurs dollar terhadap rupiah cukup stabil dan pada
triwulan ketiga harga dollar terhadap rupiah melemah hingga Rp 10.006. Dilihat
dari perkembangan rupiah terhadap dollar AS, perekonomian Indonesia bisa
disebut mulai stabil. Perkembangan kurs USD terhadap rupiah selama tahun 2006
yang dicatat oleh BI bergejolak pada kisaran Rp 9.250 hingga Rp 9.500. Pada
triwulan pertama kurs menembus Rp 9.306 dan pada triwulan berikutnya kurs
rupiah menguat hingga pada triwulan keempat sebesar Rp 9.136.
Pada tahun 2007 nilai tukar USD terhadap rupiah relatif kembali stabil
dimana tidak ada pengaruh pelemahan rupiah secara tajam. Gejolak kurs pada
periode 2007 berkisar Rp 9.100 hingga Rp 9.200. Pada tahun 2008, melemahnya
kurs Rupiah terhadap USD terjadi cukup signifikan yang terjadi pada triwulan
keempat hingga mencapai Rp 10.000/USD, hal ini berlangsung hingga tahun
2009. Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap USD sebagai imbas pasar
keuangan global. Nilai tukar rupiah pada tahun 2010 kembali menguat sebagai
pertanda stabilnya perekonomian di Indonesia.
Tabel 4.5 Perkembangan Kurs
Periode Januari 2005-Desember 2010
Kurs
TRIWULAN
2005
2006
2007
2008
2009
2010
9273
9306
9100
9257
11623
9312
II
9545
9095
8975
9265
10542
9165
III
10006
9121
9248
9218
9997
9044
41
9997
IV
9136
9235
11028
9470
9008
138
138
138
138
138
138
Minimum
-1,426.00
.00
.07
.00
8,975.00
Max imum
3,843.00
.09
.13
.03
11,623.00
Mean
93.28
.0291
.0874
.0067
9,551.87
Std. Deviation
577.74
.01886
.02024
.00670
676.74
42
43
4.3.1
untuk digunakan dalam peneltian ini. Uji asumsi klasik yang dilakukan meliputi
uji normalitas dengan melakukan analisis grafik dan analisis statistik, uji
heteroskedastisitas dengan grafik scatterplot antara nilai prediksi variabel terikat
(ZPRED) dengan residual (SRESID), uji multikolinearitas yang dilakukan dengan
melihat nilai tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF), uji autokerelasi
dengan menggunakan Durbin Watson.
44
Sig.
Kesimpulan
Laju PDB
0,000
Suku bunga
0,000
Inflasi
0,000
Kurs
0,000
0,000
45
Gambar 2.
Hasil Pengujian Normalitas
.75
.50
.25
0.0 0
0.0 0
.25
.50
.75
1.0 0
46
Hipotesis:
Ho: Tidak ada heteroskedastisitas
Ha: Ada heteroskedastisitas
Dasar pengambilan keputusan:
Jika Sig. > 0,05 maka Ho diterima (tidak ada heteroskedastisitas)
Jika Sig. < 0,05 maka Ho ditolak (ada heteroskedastisitas)
Berdasarkan hasil pengolahan data statistik dengan SPSS didapat hasil
pengujian heteroskedastisitas seperti ditunjukkan dengan tabel sebagai berikut:
Tabel 4.8
Hasil Pengujian Heteroskedastisitas
Variabel
Sig.
Kesimpulan
Laju PDB
0,289
Suku bunga
0,460
Inflasi
0,973
Kurs
0,140
47
Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu
yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka
mengindikasikan telah terjadi pelanggaran heteroskedastisitas.
Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di
bawah angka nol pada sumbu Y, maka asumsi homoskedastistas telah
terpenuhi.
Berikut adalah hasil pengujian heteroskedastisitas dengan scatterplot:
Gambar 3.
Pengujian Heteroskedastisitas
Scatterplot
Dependent Variable: dHarga Saham
Regression Studentized Residual
-2
-4
-2
-1
48
TOL
VIF
Kesimpulan
Laju PDB
0,301
3,325
Suku Bunga
0,839
1,192
Inflasi
0,289
3,460
Kurs
0,898
1,113
49
Keputusan
H0 ditolak
d L d dU
H0 ditolak
H0 diterima
Kriteria
0 < d <dL
4-dU d 4-dL
50
dl
du
1,592
1,758
Tabel 4.11
Hasil Pengujian Autokorelasi
(n = 138, k = 4)
4-du
4-dl
DW
Kesimpulan
2,242
2,408
1,810
Berdasarkan hasil regresi, untuk data (n) = 138 dan jumlah variabel
independen (k) = 4 diketahui bahwa nilai dl = 1,592 dan nilai du = 1,758 dengan
nilai Durbin-Watson sebesar 1,810 terletak diantara du dan 4-du (du<DW<4-du)
yang berarti bahwa tidak ada autokorelasi dalam model regresi.
Hasil pengujian autokorelasi juga dapat dilihat dalam gambar berikut :
Gambar 4.
Hasil Pengujian Autokorelasi
Ada
Autokorelasi
positif
4.3.2
dL
1,592
Inconclusive
du
1,758
Tidak Ada
Autokorelasi
DW
Inconclusive
4-du
2,242
Ada
Autokorelasi
negatif
4-dL
2,408
Koefisien Determinasi
Pengujian koefisien determinasi dilakukan untuk mengetahui besarnya
51
Tabel 4.12
Hasil Pengujian Model Fit
b
Model Sum m ary
Model
1
R
.342 a
R Square
.117
Adjusted
R Square
.091
Std. Error of
the Estimate
550.95210
Durbin-W
atson
1.810
4.3.3
Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan UjiF (Uji Simultan),
52
b2
b3
b4
Regression
Residual
Total
Sum of
Squares
5357066
40371912
45728978
df
4
133
137
Mean Square
1339266.427
303548.213
F
4.412
Sig.
.002 a
53
Model
1
Unstandardiz ed
Coef f icients
B
Std. Error
(Cons tant)
2196.132
707.114
Laju PDB
-14646.4
4551.207
Suku bunga -4702.190
2538.436
Inf lasi
30154.482 13073.123
Kurs
-.154
.073
Standardized
Coef f icients
Beta
-.478
-.165
.350
-.180
t
3.106
-3.218
-1.852
2.307
-2.096
Sig.
.002
.002
.066
.023
.038
Collinearity Statistics
Toleranc e
V IF
.301
.839
.289
.898
3.325
1.192
3.460
1.113
54
Hipotesis 2
H02 = Suku bunga tidak memiliki pengaruh terhadap harga saham
Ha2 = Suku bunga memiliki pengaruh terhadap harga saham
Dari hasil uji t diketahui bahwa nilai signifikansi 0,066 lebih besar dari
0,05 maka H02 diterima, yang berarti bahwa suku bunga tidak memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap harga saham.
Hipotesis 3
H03 = Inflasi tidak memiliki pengaruh terhadap harga saham
Ha3 = Inflasi memiliki pengaruh terhadap harga saham
Dari hasil uji t diketahui bahwa nilai signifikansi 0,023 lebih kecil dari
0,05 maka H03 ditolak, yang berarti bahwa inflasi memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap harga saham.
Hipotesis 4
H04 = Kurs tidak memiliki pengaruh terhadap harga saham
Ha4 = Kurs memiliki pengaruh terhadap harga saham
Dari hasil uji t diketahui bahwa nilai signifikansi 0,038 lebih kecil dari
0,05 maka H04 ditolak, yang berarti bahwa kurs memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap harga saham.
Dari uji statistik yang telah dilakukan dari empat variabel independen (laju
PDB, suku bunga, inflasi dan kurs), variabel yang dominan terhadap harga saham
industri telekomunikasi dijelaskan tabel sebagai berikut:
55
Tabel 4.15
Urutan Variabel-Variabel Dominan Terhadap Harga Saham
Variabel
Sig.
Laju PDB
0,002
Inflasi
0,023
Kurs
0,038
Suku Bunga
0,066
56
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Setelah menganalisis data dan membahas hasil penelitian dapat
disimpulkan hasil analisis pengaruh Produk Domestik Bruto (PDB), suku bunga,
inflasi, nilai tukar (kurs) terhadap harga saham industri telekomunikasi sebagai
berikut:
1. Hasil penelitian menunjukkan variabel laju PDB berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap harga saham industri telekomunikasi, artinya apabila laju
PDB meningkat, maka pendapatan di industri manufaktur dan jasa akan lebih
menguntungkan dari pada berinvestasi di pasar modal pada industri
telekomunikasi, sehingga harga saham di industri telekomunikasi cenderung
akan turun.
2. Hasil penelitian menunjukkan variabel suku bunga berpengaruh negatif,
namun tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap harga saham industri
telekomunikasi, artinya apabila suku bunga turun tidak serta merta investor
akan menginvestasikan dananya di pasar modal pada industri telekomunikasi,
akibatnya pengaruh terhadap harga saham tidak signifikan, dan apabila suku
bunga naik maka tidak serta merta investor akan melepaskan sahamnya,
dengan demikian tidak akan berpengaruh signifikan terhadap harga saham di
industri telekomunikasi
3. Variabel inflasi memiliki berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga
saham perusahaan telekomunikasi, artinya apabila harga barang-barang
57
58
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan bagi peneliti yang akan melakukan penelitian
selanjutnya sebagai berikut:
1. Untuk penelitian selanjutnya perlu ditambahkan variabel-variabel mikro
perusahaan, seperti rasio keuangan (likuiditas, profitabilitas, aktivitas dan lain
sebagainya), begitu juga variabel-variabel makro, seperti neraca pembayaran,
ekspor-impor dan kondisi ekonomi lainnya, disamping menambah jumlah
periode data penelitian.
2. Bagi para investor yang akan berinvestasi di industri telekomunikasi harus
melihat kondisi pasar dan karakteristik masing-masing emiten, sehingga
investor bisa memprediksi harga saham dengan cara melihat kondisi akhir dari
suatu perusahaan telekomunikasi.
59
DAFTAR PUSTAKA
Ang, Robert. Buku Pintar Pasar Modal Indonesia (The Intelligent Guide to
Indonesia Capital Market. Copyright 1997. First Edition. Mediasoft
Indonesia. 1997.
Boedijoewono, Noegroho. Pengantar Statistik: Ekonomi dan Perusahaan. UPP
AMP YKPN. Yogyakarta. 1999.
Gujarati, Damodar. Ekonometrika Dasar. Diterjemahkan Sumarno. Erlangga.
Jakarta. 1999.
Harianto, F., dan Sudomo, S. Perangkat Teknis Analisis Investasi di Pasar Modal
Indonesia. PT Bursa Efek Jakarta. Jakarta. 1998.
Hartono, Jogiyanto. Teori Portfolio dan Analisis Investasi. BPFE. Yogyakarta.
2009.
Husnan, Suad. Dasar-dasar Teori Portfolio dan Analisis Sekuritas di Pasar
Modal. BPFE, UGM. 2005.
Hussainey, K., dan Ngoc, L.K. The Impact of Macroeconomic Indicators on
Vietnamese Stock Prices. The Journal of Risk Finance, Vol. 10, No. 4,
2009, pp. 321-332.
Kyereboah-Coleman, A. and Agyire-Tettey, K.F. Impact of Macroeconomic
Indicators on Stock Market Performance: The Case of the Gana Stock
Exchange. Journal of Risk Finance, Vol. 9, No. 4, 2008, pp. 365-78.
Liu, M.H., dan Shrestha, K.M. Analysis of The Long-Term Relationship Between
Macroeconomics Variables and The Chinese Stock Market Using
Heteroscedastic Cointegration. Managerial Finance, Vol. 34, No. 11, 2008,
pp. 744-755.
Merikas, G.A., dan Merika, A.A. Stock Prices Response to Real Economic
Variables: The Case of Germany. Managerial Finance, Vol. 32, No. 5,
2006, pp. 446-450.
Nugraheni, N.T. Analisis Pengaruh Perubahan Faktor-Faktor Makro Ekonomi
dan Perubahan IHSG terhadap Tingkat Keuntungan Saham pada
Perusahaan-Perusahaan yang Terdaftar di BEJ Selama Krisis. Thesis MM
UGM Yogyakarta. 2001.
Rahardja, P., dan Manurung, M. Teori Ekonomi Makro. Fakultas Ekonomi
Unversitas Indonesia. Jakarta. 2001.
60
61
TRIWULAN 2005
TRIWULAN 2006
TRIWULAN 2007
TRIWULAN 2008
TRIWULAN 2009
TRIWULAN 2010
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
TLKM Delta
4675
4643
-32
5246
603
5395
149
6329
934
7378
1049
7787
409
9236
1449
9574
338
9942
368
10783
841
11052
269
9626 -1426
8449 -1177
7423 -1026
6282 -1141
6605
323
7475
870
8477
1002
8927
450
8815
-112
7839
-976
8496
657
8456
-40
Lampiran 1
DAFTAR HARGA SAHAM DAN INDIKATOR EKONOMO MAKRO PERIODE 2005-2010
ISAT Delta EXCL Delta BTEL Delta FREN Delta INVS Delta
PDB SUKU BUNGA INFLASI
5493
2670
0
0
0
0,0338
0,0729
0,0106
4996
-497 2670
0
0
0
0
0
0
0
0,0372
0,0779
0,0035
5406
410 2670
0
0
0
0
0
0
0
0,0338
0,0875
0,0067
5388
-18 2670
0
0
0
0
0
0
0
0,0858
0,1254
0,0332
5458
70 2481
-189
154
154
304
304
0
0
0,0113
0,1285
0,0066
4917
-541 2236
-245
172
18
304
0
0
0
0,0175
0,1240
0,0029
4552
-365 2068
-168
177
5
304
0
0
0
0,0319
0,1136
0,0039
5575 1023 2223
155
198
21
304
0
0
0
0,0225
0,0950
0,0080
6030
455 2229
6
269
71
282
-22
0
0
0,0325
0,0810
0,0063
6662
632 2310
81
359
90
289
7
0
0
0,0200
0,0783
0,0006
7182
520 2121
-189
396
37
294
5
0
0
0,0310
0,0783
0,0076
8574 1392 2060
-61
439
43
284
-10
0
0
0,0316
0,0783
0,0069
7151 -1423 1946
-114
372
-67
204
-80
0
0
0,0468
0,0799
0,0112
6245
-906 2107
161
281
-91
122
-82
0
0
0,0700
0,0843
0,0148
6240
-5 2277
170
253
-28
94
-28
0
0
0,0483
0,0970
0,0095
4941 -1299 1038 -1239
68
-185
50
-44
0
0
0,0082
0,1128
0,0018
5136
195 1046
8
50
-18
50
0
127
127
0,0033
0,0968
0,0012
5281
145 1251
205
117
67
50
0
127
0
0,0261
0,0763 -0,0005
5353
72 1245
-6
139
22
62
12
127
0
0,0146
0,0670
0,0069
5158
-195 1746
501
137
-2
53
-9
251
124
0,0183
0,0659
0,0016
5378
220 2830 1084
146
9
50
-3
830
579
0,0179
0,0658
0,0033
5433
55 3680
850
149
3
50
0 1317
487
0,0252
0,0658
0,0047
4888
-545 4754 1074
170
21
50
0 1828
511
0,0188
0,0658
0,0092
5714
826 5577
823
243
73
50
0 5671 3843
0,0160
0,0658
0,0053
Lampiran 2
Perhitungan Regresi
Des criptive Statis tics
N
dHarga Saham
Laju PDB
Suku bunga
Inf lasi
Kurs
Valid N (lis tw ise)
138
138
138
138
138
138
Minimum
-1,426.00
.00
.07
.00
8,975.00
Max imum
3,843.00
.09
.13
.03
11,623.00
Mean
93.28
.0291
.0874
.0067
9,551.87
Std. Deviation
577.74
.01886
.02024
.00670
676.74
Cor relations
Pearson Correlation
Sig. (1-tailed)
dHarga
Saham
1.000
-.181
-.178
-.077
-.155
.
.017
.019
.186
.034
138
138
138
138
138
dHarga Saham
Laju PDB
Suku bunga
Inf lasi
Kurs
dHarga Saham
Laju PDB
Suku bunga
Inf lasi
Kurs
dHarga Saham
Laju PDB
Suku bunga
Inf lasi
Kurs
Laju PDB
-.181
1.000
.173
.827
-.202
.017
.
.021
.000
.009
138
138
138
138
138
Suku bunga
-.178
.173
1.000
.307
.206
.019
.021
.
.000
.008
138
138
138
138
138
Inf lasi
-.077
.827
.307
1.000
-.108
.186
.000
.000
.
.104
138
138
138
138
138
Variables
Entered
Kurs,
Inf lasi,
Suku
bunga, a
Laju PDB
Variables
Remov ed
Method
Enter
62
Kurs
-.155
-.202
.206
-.108
1.000
.034
.009
.008
.104
.
138
138
138
138
138
63
b
Model Sum m ary
Model
1
R
.342 a
R Square
.117
Adjusted
R Square
.091
Std. Error of
the Estimate
550.95210
Durbin-W
atson
1.810
ANOVAb
Model
1
Regression
Residual
Total
Sum of
Squares
5357066
40371912
45728978
df
4
133
137
Mean Square
1339266.427
303548.213
F
4.412
Sig.
.002 a
Coe fficientsa
Model
1
Unstandardiz ed
Coef f icients
B
Std. Error
(Cons tant)
2196.132
707.114
Laju PDB
-14646.4
4551.207
Suku bunga -4702.190
2538.436
Inf lasi
30154.482 13073.123
Kurs
-.154
.073
Standardized
Coef f icients
Beta
-.478
-.165
.350
-.180
t
3.106
-3.218
-1.852
2.307
-2.096
Sig.
.002
.002
.066
.023
.038
Collinearity Statistics
Toleranc e
VIF
.301
.839
.289
.898
3.325
1.192
3.460
1.113
64
Grafik
Histogram
Dependent Variable: dHarga Saham
50
40
30
Frequency
20
10
Mean = 0.00
N = 138.00
00
6.
50
5.
00
5.
50
4.
00
4.
50
3.
00
3.
50
2.
00
2.
50
1.
00
1.
0
.5
00
0.
0
-.500
.
-1 0
.5
-1 0
.0
-2 0
.5
-2
.75
.50
.25
0.0 0
0.0 0
.25
.50
.75
1.0 0
65
Scatterplot
Dependent Variable: dHarga Saham
Regression Studentized Residual
-2
-4
-2
-1
66
Uji Normalitas
NPar Tests
N
Normal Parameters a,b
Mos t Ex treme
Dif f erences
Laju PDB
138
.0291
.01886
.184
.184
-.091
2.157
.000
Mean
Std. Deviation
A bs olute
Positive
Negative
Kolmogorov-Smirnov Z
A sy mp. Sig. (2-tailed)
Suku bunga
138
.0874
.02024
.190
.190
-.143
2.231
.000
dHarga
Inf lasi
Kurs
Saham
138
138
138
.0067 9551.8696
93.2826
.00670 676.74493 577.74403
.210
.291
.223
.210
.291
.201
-.140
-.197
-.223
2.468
3.415
2.616
.000
.000
.000
Uji Heteroskedastisitas
Regresi
Variables Enter ed/Re m ovebd
Model
1
Variables
Entered
Kurs, Suku
bunga,
Laju PDB,
a
Inf lasi
Variables
Remov ed
.
Method
Enter
Coe fficientsa
Model
1
(Cons tant)
Laju PDB
Suku bunga
Inf lasi
Kurs
Unstandardiz ed
Coef f icients
B
Std. Error
2.014
.765
-5.830
5.447
-2.057
2.765
.535
15.480
-.0001
.0001
Standardized
Coef f icients
Beta
-.187
-.097
.006
-.196
t
2.631
-1.070
-.744
.035
-1.495
Sig.
.011
.289
.460
.973
.140