Você está na página 1de 79

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulilah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas berkah


dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan thesis ini dengan baik. Thesis ini
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Master of Business
Administration. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada pihak yang telah membantu proses penyelesaian thesis ini, yaitu:
1. Kedua orang tua saya, Bapak Drs. Umar Rusdi dan Ibu Susy Suryaningsih
tersayang yang selalu memberikan doa, perhatian, kasih sayang, dorongan
semangat moril dan materiil hingga penulis bisa menyelesaikan
penyusunan thesis ini tepat pada waktunya.
2. Kapten. Inf. Hendra Suryaningrat suami tercinta, terima kasih atas
kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengambil kuliah S2 ini.
3. Anakku

tersayang

Muhammad

Umar

Suryaningrat,

yang

selalu

memberikan penulis senyuman dan keceriaan setiap hari.


4. Adik-adikku tercinta Hilda Rusiani Viryana, S.H, M.Hum dan Muhammad
Ramadhan Ariefbillah yang selalu memberikan semangat kepada penulis.
5. Kedua mertua penulis Bapak M. Toha Suryaningrat dan Ibu Yusmin
Ponglabba dan adik-adik ipar Suhendar Suryaningrat dan Linda Sari
Ponglabba. Terima kasih atas doa dan dorongan semangat kepada penulis.
6. Bapak Prof. Dr. Zaki Baridwan, M.Sc. selaku dosen pembimbing, yang
telah membimbing, memberikan sumbangan pikiran, perhatian dan
kesempatan untuk mengerjakan thesis ini selesai pada waktunya.

iv

7. Bapak dan Ibu dosen Program Magister Manajemen Universitas Gadjah


Mada yang telah membagikan ilmunya, dan seluruh karyawan Program
Magister Manajemen Universitas Gadjah Mada Kampus Jakarta dan
Yogyakarta yang telah membantu penulis hingga menyelesaikan program
ini tepat waktu.
8. Teman-teman

MM

UGM

Eksekutif

24B,

terima

kasih

atas

kebersamaannya selama kuliah ini. Kita sangat kompak selama


perkuliahan berlangsung, saling tolong menolong dan selalu memberi
semangat dan berbagi ilmu pengetahuan.
9. Teman-teman Persit Kartika Chandra Kirana Keke, Nisa, Nita, Citra, Beby
yang selalu memberikan penulis semangat dan keceriaan.
10. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan oleh penulis satu per satu, yang
selalu memberikan dukungan, semangat sehingga perkuliahan ini selesai
pada waktunya.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat dalam thesis
ini. Selanjutnya apa bila terdapat kesalahan dalam penyajian thesis ini, penulis
memohon maaf yang sebesar-besarnya. Akhir kata, semoga apa yang tersaji dalam
penulisan ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

Yogyakarta, 17 Maret 2011


Penulis

(Dewi Rusiana Aquasari)

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN...... ii
HALAMAN PERNYATAAN .. iii
KATA PENGANTAR . iv
DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL..... ix
DAFTAR GAMBAR.... x
DAFTAR LAMPIRAN xi
INTISARI ... xii
ABSTRACT xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang.1

1.2

Perumusan Masalah.3

1.3

Tujuan Penelitian.4

1.4

Manfaat Penelitian...4

1.5

Sistematika Penulisan..5

BAB II LANDASAN TEORI


2.1

Pasar Modal Indonesia.7

2.2

Sejarah Pasar Modal Indonesia8


2.2.1

Periode Pertama (1912-1942): Periode Jaman Belanda..8

vi

2.2.2

Periode Kedua (1952-1960): Periode Orde Lama9

2.2.3

Periode Ketiga (1977-1988): Periode Orde Baru.9

2.2.4

Periode Keempat (1988-Mei 1995): Periode Bangun dari


Tidur yang Panjang 10

2.2.5

Periode Kelima (Mulai Mei 1995): Periode Otomatisasi ..11

2.2.6

Periode Keenam (Mulai Agustus 1997- September 1998):


Krisis Moneter 12

BAB III

BAB IV

2.3

Harga Saham .. 12

2.4

Analisis Kondisi Ekonomi . 15


2.4.1

Pengaruh Produk Domestik Bruto Pada Harga Saham... 16

2.4.2

Pengaruh Tingkat Suku Bunga Pada Harga Saham 18

2.4.3

Pengaruh Tingkat Inflasi Pada Harga Saham .. 20

2.4.4

Pengaruh Nilai Tukar Mata Uang Pada Harga Saham . 21

2.5

Hubungan Variabel Makro dengan Pasar Modal . 23

2.6

Penelitian Terdahulu ... 24

2.7

Kerangka Pemikiran 25

2.8

Hipotesis .. 26
METODA PENELITIAN
3.1

Populasi dan Penentuan Sampel .. 28

3.2

Jenis dan Sumber Data . 28

3.3

Definisi Operasional Variabel .. 29

3.4

Alat Analisis . 30

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

vii

4.1

Gambaran Umum Penelitian ... 34


4.1.1 Perkembangan PDB . 35
4.1.2 Perkembangan Tingkat Suku Bunga 37
4.1.3 Perkembangan Tingkat Inflasi ..38
4.1.4 Perkembangan Nilai Tukar Mata Uang (Kurs) .40

4.2

Deskriptif Statistik ..... 41

4.3

Hasil Analisis . 42
4.3.1 Uji Asumsi Klasik .. 43
4.3.1.1 Uji Normalitas 43
4.3.1.2 Uji Heteroskedastisitas 45
4.3.1.3 Uji Multikolinearitas ... 48
4.3.1.4 Uji Autokorelasi .. 49
4.3.2 Koefisien Determinasi .. 50
4.3.3 Pengujian Hipotesis .. 51
4.3.3.1 Uji Simultan (Uji-F) 51
4.3.3.2 Uji Parsial (Uji-T) ... 53

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN


5.1

Kesimpulan ...........................

5.2

Saran 58

56

DAFTAR PUSTAKA . 59
LAMPIRAN 61

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1

Emiten yang Masuk Perhitungan Priode Januari 2005-Desember


2010 .. 35

Tabel 4.2

Perkembangan PDB . 37

Tabel 4.3

Perkembangan Tingkat Suku Bunga 38

Tabel 4.4

Perkembangan Inflasi .. 39

Tabel 4.5

Perkembangan Kurs 40

Tabel 4.6

Deskriptif Statistik Variabel Penelitian .. 41

Tabel 4.7

Hasil Pengujian Normalitas dengan Menggunakan Uji


Kolmogorov-Smirnov . 44

Tabel 4.8

Hasil Pengujian Heteroskedastisitas .. 46

Tabel 4.9

Pengujian Multikolinearitas 48

Tabel 4.10

Pengambilan Keputusan Uji Autokorelasi . 49

Tabel 4.11

Hasil Pengujian Autokorelasi . 50

Tabel 4.12

Hasil Pengujian Model Fit .. 51

Tabel 4.13

Hasil Pengujian Simultan (Uji-F) .. 52

Tabel 4.14

Hasil Pengujian Parsial (Uji-T) .. 53

Tabel 4.15

Urutan Variabel-Variabel Dominan Terhadap Harga Saham 55

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.

Skema Kerangka Pemikiran 26

Gambar 2.

Hasil Pengujian Normalitas . 45

Gambar 3.

Hasil Pengujian Heteroskedastisitas ....

Gambar 4.

Hasil Pengujian Autokorelasi . 50

47

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1

Daftar Harga Saham dan Indikator Ekonomi Makro Periode 20052010 . 61

Lampiran 2

Perhitungan Regresi Linear Berganda 62

xi

INTISARI

Dewasa ini teknologi telekomunikasi merupakan bagian dari kebutuhan


hidup manusia, selain untuk memudahkan kegiatan bisnis suatu perusahaan,
telekomunikasi juga sudah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat Indonesia.
Industri telekomunikasi merupakan perusahan yang mampu berkontribusi kepada
pendapatan negara, dan saham industri telekomunikasi merupakan salah satu
saham yang aktif diperdagangkan di lantai bursa. Tujuan dari penelitian ini adalah
mengkaji pengaruh indikator ekonomi makro, yaitu produk domestik bruto, suku
bunga, inflasi dan nilai tukar mata uang terhadap harga saham pada indsutri
telekomunikasi selama periode 2005-2010.
Metoda yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linear
berganda. Data diperoleh dari Monthly Statistics dari Bursa Efek Indonesia (BEI),
indikator ekonomi dari Badan Pusat Statistik (BPS), suku bunga SBI dan nilai
tukar mata uang dari Bank Indonesia. Populasi yang digunakan sama dengan
sampel, yaitu industri telekomunikasi yang tercatat di BEI.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel laju PDB berpengaruh
negatif dan signifikan, variabel inflasi berpengaruh positif dan signifikan dan
variable kurs berpengaruh negatif dan signifikan terhadap harga saham industri
telekomunikasi, sedangan suku bunga hanya signifikan apabila diuji secara
bersamaan (simultan) dan tidak berpengaruh signifikan bila diuji secara parsial.

Kata kunci: Laju PDB, Suku Bunga, Inflasi, Kurs, Harga Saham Industri
Telekomunikasi

xii

ABSTRACT

Nowadays, communications technology have become part of human


needs, its also became a lifestyle of Indonesian people and tools to facilitate
business. Telecommunications industry has given contribution to national income,
and shares of telecommunications industry is one of the active traded stocks on
stock market. The objective of this study is to appraise the impact of macroeconomic indicators, i.e gross domestic product, interest rates, inflation factors
and currency exchange rates to stock prices of the telecommunications industry
during the period of 2005-2010.
The method used in this study is multiple regression analysis. Data that
has been collected from the monthly statistics of The Indonesia Stock Exchange
(IDX), economic indicators of The Central Agency of Statistics (BPS), the SBI
interest rate and currency exchange rate of Bank of Indonesia. The use of
population is the same as sample of the telecommunications industry registered in
IDX.
The result shows that GDP, inflation factor, currency exchange rate have
significant impact, whereas interest rate only significant if tested simultaneously
and not significant effect if tested partially.

Keywords: GDP, interest rate, inflation, currency exchange rate, stock prices of
telecommunication industry

xiii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keputusan perusahaan untuk melakukan go public merupakan salah satu
cara dalam mendapatkan sumber pembiayaan melalui penerbitan saham. Pasar
modal merupakan salah satu alternatif untuk menjembatani hubungan antara
pemilik modal dalam hal ini disebut sebagai pemodal (investor) dengan pihak
yang membutuhkan dana yang disebut emiten (perusahaan yang go public). Pada
umumnya tujuan utama yang diharapkan investor dari dana yang ditanamkannya
dalam bentuk saham berupa capital gain dan dividen. Capital gain adalah selisih
antara harga beli dan harga jual, dan dividen adalah pembagian keuntungan yang
diberikan perusahaan berasal dari keuntungan yang dihasilkan.
Investasi dalam bentuk saham memerlukan berbagai informasi akurat yang
berhubungan dengan fluktuasi harga saham. Dengan alasan tersebut, maka bagi
investor yang akan berinvestasi di pasar modal perlu mempertimbangkannya
dengan matang. Harga saham merupakan salah satu ukuran indeks prestasi
perusahaan, yaitu seberapa jauh manajemen telah berhasil mengelola perusahaan
atas nama pemegang saham.
Keberhasilan perusahaan mencapai laba ditentukan oleh faktor-faktor
ekonomi makro disamping kinerja dari manajemen perusahaan dan lingkungan
industrinya. Investor dalam menanamkan modalnya harus mengetahui pengaruh
variabel-variabel ekonomi makro terhadap fluktuasi tingkat pengembalian saham
yang akan diterima. Faktor-faktor ekonomi makro yang dapat mempengaruhi

harga saham diataranya produk domestik bruto (PDB), tingkat suku bunga,
tingkat inflasi dan nilai tukar mata uang.
Pertumbuhan

investasi

di

suatu

negara

akan

dipengaruhi

oleh

pertumbuhan ekonomi di negara tersebut. Semakin baik tingkat perekonomian


suatu negara, maka semakin baik pula tingkat kemakmuran penduduknya. Tingkat
kemakmuran yang lebih tinggi ini umumnya ditandai dengan adanya kenaikan
tingkat pendapatan masyarakatnya. Dengan adanya peningkatan pendapatan
tersebut, maka akan semakin banyak orang yang memiliki kelebihan dana,
kelebihan dana tersebut dapat dimanfaatkan untuk disimpan dalam bentuk
tabungan

atau

diinvestasikan

dalam

bentuk

surat-surat

berharga

yang

diperdagangkan dalam pasar modal.


Krisis moneter yang pernah terjadi ditandai dengan merosotnya nilai tukar
mata uang rupiah terhadap mata uang asing, khususnya dollar mengakibatkan
tingkat suku bunga deposito dan tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia
(SBI) naik dan inflasi pun mengalami kenaikan. Hal tersebut mengakibatkan
harga saham menjadi turun.
Di antara berbagai saham yang ditawarkan di Bursa Efek Indonesia, sektor
industri telekomunikasi mempunyai prospek cukup cerah dimasa yang akan
datang, dimana saat ini industri telekomunikasi di Indonesia banyak
menggunakan teknologi modern yang berasal dari luar negeri, dengan perkataan
lain

masih

mengacu

pada

teknologi

negara-negara

maju.

Perusahaan

telekomunikasi tidak terlepas dari kondisi ekonomi nasional, terutama bagi


perusahaan yang sudah go public. Salah satu indikator keberhasilan kinerja

perusahaan adalah tingkat pengembalian investasi sahamnya. Saham Industri


telekomunikasi merupakan salah satu saham yang aktif diperdagangkan di lantai
bursa, bahkan saham PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk (TLKM) dan PT.
Indosat, Tbk (ISAT) merupakan saham blue chip, yaitu suatu istilah dalam pasar
modal yang mengacu pada saham dari perusahaan besar yang memiliki
pendapatan stabil dan liabilitas dalam jumlah yang tidak terlalu banyak.
Saat ini teknologi telekomunikasi merupakan bagian dari kebutuhan
manusia, selain untuk memudahkan kegiatan bisnis suatu perusahaan,
telekomunikasi juga sudah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat Indonesia,
seperti layanan telepon selular, internet dan lain sebagainya. Selain itu,
perusahaan telekomunikasi merupakan perusahan yang mampu berkontribusi
besar terhadap pendapatan negara. Fenomena-fenomena di atas menjadi menarik
untuk diteliti, yaitu untuk mengetahui perbedaan faktor-faktor kinerja saham pada
waktu terjadinya perubahan variabel makro dan pengaruhnya terhadap perusahaan
telekomunikasi. Dari uraian di atas penulis termotivasi untuk melakukan
penelitian dengan judul

ANALISIS

FAKTOR-FAKTOR EKONOMI

MAKRO YANG MEMPENGARUHI HARGA SAHAM PADA INDUSTRI


TELEKOMUNIKASI

YANG

TERCATAT

DI

BURSA

EFEK

INDONESIA.

1.2 Perumusan Masalah


Berdasarkan uraian diatas, maka disusun beberapa perumusan masalah
penelitian, antara lain:

1.

Apakah produk domestik bruto (PDB), tingkat suku bunga, tingkat inflasi
dan nilai tukar mata uang berpengaruh terhadap harga saham pada
industri telekomunikasi yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI)?

2.

Faktor-faktor manakah yang paling dominan berpengaruh terhadap harga


saham pada industri telekomunikasi yang tercatat di Bursa Efek
Indonesia (BEI)?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:
1.

Untuk menganalisis pengaruh produk domestik bruto (PDB), tingkat


suku bunga, tingkat inflasi dan nilai tukar mata uang terhadap harga
saham pada industri telekomunikasi yang tercatat di Bursa Efek
Indonesia (BEI).

2.

Untuk menganalisis pengaruh yang paling dominan antara produk


domestik bruto (PDB), tingkat suku bunga, tingkat inflasi dan nilai tukar
mata uang terhadap harga saham pada industri telekomunikasi yang
tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI).

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu bahan
pertimbangan untuk mengidentifikasi dan menentukan sensitifitas harga saham
yang dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi makro seperti produk domestik
bruto (PDB), tingkat suku bunga, tingkat inflasi dan nilai tukar mata uang.

Dengan demikian diharapkan para investor dapat memanfaatkan hasil analisis ini
untuk menjadi dasar pengambilan keputusan investasi di pasar modal (Bursa Efek
Indonesia).
Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat dan kontribusi
bagi akademisi yang memiliki kepentingan dalam topik ini sebagai acuan dalam
penelitian dimasa mendatang.

1.5 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan terdiri dari lima bab yang masing-masing bab
menjelaskan hal-hal sebagai berikut:
BAB I:

Pendahuluan
Pada bab ini dijelaskan tentang latar belakang penelitian,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta
sistematika dari penulisan thesis ini.

BAB II:

Landasan teori
Pada bab ini dibahas mengenai landasan teori untuk menjustifikasi
kerangka pemikiran dan hipotesis yang diajukan, serta hasil
penelitian terdahulu.

BAB III:

Metoda penelitian
Pada bab ini dijelaskan mengenai populasi dan sampel, jenis dan
sumber data yang digunakan, definisi operasional variabel yang
digunakan dalam penelitian, pengujian asumsi klasik dan
pengujian hipotesis.

BAB IV:

Analisis dan Pembahasan


Pada bab ini dijelaskan mengenai data penelitian dan hasil analisis
dengan metode penelitian yang digunakan.

BAB V:

Kesimpulan dan Saran


Merupakan bab penutup yang dibuat berdasarkan pembahasan bab
sebelumnya, dan saran-saran untuk penelitian selanjutnya agar
dapat lebih baik dan bermanfaat.

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pasar Modal Indonesia
Pasar modal Indonesia memiliki peran besar bagi perekonomian negara.
Dengan adanya pasar modal (capital market), investor sebagai pihak yang
memiliki kelebihan dana dapat menginvestasikan dananya pada berbagai sekuritas
dengan harapan memperoleh imbalan (return). Perusahaan sebagai pihak yang
memerlukan dana dapat memanfaatkan dana tersebut untuk mengembangkan
proyek-proyeknya. Dengan alternatif pendanaan dari pasar modal, perusahaan
dapat beroperasi dan mengembangkan bisnisnya dan pemerintah dapat membiayai
berbagai kegiatannya sehingga meningkatkan kegiatan perekonomian negara dan
kemakmuran masyarakat luas.
Undang-Undang No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal mendefinisikan
pasar modal sebagai kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan
perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek. Definisi ini
menyiratkan bahwa, pasar modal Indonesia dibentuk seperti pasar modal pada
umumnya, pasar modal Indonesia dibentuk untuk menghubungkan investor
(pemodal) dengan perusahaan atau institusi pemerintah. Investor merupakan pihak
yang mempunyai kelebihan dana, sedangkan perusahaan atau institusi pemerintah
memerlukan dana untuk membiayai berbagai proyeknya. Dalam hal ini, pasar
modal berfungsi sebagai pengalokasi dana dari investor ke perusahaan atau
institusi pemerintah. Agar alokasi dana menjadi efektif, berbagai jenis sekuritas

(efek/surat berharga), diciptakan dan diperdagangkan di pasar modal untuk


mempertemukan kedua pihak tersebut (Tandelilin, 2010).
Pasar modal Indonesia memiliki beberapa tujuan yang ingin dicapai.
Pertama, untuk memobilisir dana di luar sistem perbankan. Kedua, untuk
memperluas distribusi kepemilikan saham-saham, terutama ke pemodal-pemodal
kecil. Ketiga, untuk memperluas dan memperdalam sektor keuangan (Husnan,
2005).

2.2 Sejarah Pasar Modal Indonesia


Era pasar modal di Indonesia dapat dibagi menjadi enam periode. Periode
pertama adalah periode jaman Belanda mulai tahun 1912 yang merupakan tahun
didirikannya pasar modal pertama. Periode kedua adalah periode orde lama yang
dimulai tahun 1952. Periode ketiga adalah periode orde baru dengan
diaktifkannya kembali pasar modal pada tahun 1977. Periode keempat dimulai
tahun 1988 adalah periode bangunnya pasar modal dari tidur yang panjang.
Periode kelima adalah periode otomatisasi pasar modal mulai tahun 1995. Periode
keenam adalah periode krisis moneter mulai bulan agustus 1997 (Hartono, 2009).

2.2.1

Periode Pertama (1912-1942): Periode Jaman Belanda


Pada tanggal 14 desember 1912, suatu asosiasi 13 pialang dibentuk di

Jakarta. Asosiasi ini diberi nama sebagai Vereniging voor Effectenhandel yang
merupakan cikal bakal pasar modal pertama di Indonesia. Setelah perang dunia I,
pasar modal di Surabaya mendapat giliran dibuka pada tanggal 1 Januari 1925.

Karena masih dalam jaman penjajahan Belanda dan pasar-pasar modal ini juga
didirikan oleh Belanda, mayoritas saham-saham yang diperdagangkan disana juga
merupakan saham-saham Belanda dan afiliasinya yang tergabung dalam Dutch
East Indies Trading Agencies. Pasar-pasar modal ini beroperasi sampai
kedatangan Jepang di Indonesia di tahun 1942.

2.2.2

Periode Kedua (1952-1960): Periode Orde Lama


Setelah Jepang meninggalkan Indonesia, pada tanggal 1 September 1951

dikeluarkan Undang-Undang Darurat No. 12 yang kemudian dijadikan UndangUndang No. 15/1952 tentang pasar modal. Melalui Keputusan Mentri Keuangan
No. 289737/U.U. tanggal 1 Nopember 1951, Bursa Efek Jakarta (BEJ) akhirnya
dibuka kembali pada tanggal 3 Juni 1952.
Tujuan dibukanya kembali bursa ini untuk menampung obligasi
pemerintah yang sudah dikeluarkan pada tahun-tahun sebelumnya. Tujuan yang
lain adalah untuk mencegah saham-saham perusahaan Belanda yang dulunya
diperdagangkan di pasar modal di Jakarta lari ke luar negri.

2.2.3

Periode Ketiga (1977-1988): Periode Orde Baru


Bursa Efek Jakarta dikatakan lahir kembali pada tahun 1977 dalam periode

orde baru sebagai hasil dari Keputusan Presiden No.52 tahun 1976. Keputusan ini
menetapkan pendirian Pasar Modal, pembentukan Badan Pembina Pasar Modal,
pembentukan Badan Pelaksana Pasar Modal (BAPEPAM) dan PT. Danareksa.

10

Periode ini disebut juga dengan periode tidur yang panjang, karena sampai
dengan tahun 1988 hanya sedikit sekali perusahaan yang tercatat di BEJ, yaitu
hanya 24 perusahaan saja (selama empat tahun, 1985-1988). Kurang menariknya
pasar modal pada periode ini dari segi investor mungkin disebabkan oleh tidak
dikenakannya pajak atas bunga deposito, sedang penerimaan dividen dikenakan
pajak penghasilan sebesar 15%.

2.2.4

Periode Keempat (1988-Mei 1995): Periode Bangun dari Tidur yang


Panjang
Sejak diaktifkan kembali pada tahun 1977 sampai tahun 1988 BEJ

dikatakan dalam keadaan tidur yang panjang selama 11 tahun. Sebelum tahun
1988 hanya terdapat 24 perusahaan yang terdaftar di BEJ. Setelah 1988, selama
tiga tahun saja, yaitu sampai tahun 1990, jumlah perusahaan yang terdaftar di BEJ
meningkat sampai dengan 128. Sampai dengan akhir tahun 1994 jumlah
perusahaan yang sudah IPO menjadi 225. Pada periode ini, Initial Public Offering
(IPO) menjadi peristiwa nasional dan banyak dikenal sebagai periode lonjakan
IPO (IPO boom).
Periode ini juga dicatat sebagai periode kebangkitan dari Bursa Efek
Surabaya (BES). Bursa Efek Surabaya atau dengan nama asingnya Surabaya
Stock Exchange (SSX) dilahirkan kembali pada tanggal 16 Juni 1989. Pada
awalnya, BES mempunyai 25 saham dan 23 obligasi yang diperdagangkan. BES
hanya membutuhkan waktu 3 bulan untuk meningkatkan indeks gabungannya dari
nilai 100 pada tanggal 16 Juni 1989 menjadi 340. Mulai tanggal 19 September

11

1996, BES merubah nilai dasar indeks gabungannya menjadi nilai dasar 500. Pada
akhir tahun 1996, IHSG-BES mencapai nilai 568,585 poin. Sampai kuartal ketiga
tahun 1990, jumlah sekuritas yang tercatat di BES meningkat menjadi 116 saham.
Jumlah ini meningkat sampai akhir tahun 1996 tercatat 208 emiten saham dengan
nilai kapitalisasi sebesar Rp 19,57 triliun. Semua sekuritas yang tercatat di BEJ
juga secara otomatis diperdagangkan di BES.

2.2.5

Periode Kelima (Mulai Mei 1995): Periode Otomatisasi


Peningkatan kegiatan transaksi yang dirasakan sudah melebihi kapasitas

manual, maka BEJ memutuskan untuk mengotomatisasikan kegiatan transaksi di


bursa. Jika sebelumnya di lantai bursa terlihat dua deret antrian (sebuah untuk
antrian beli dan yang lainnya untuk antrian jual) yang cukup panjang untuk
masing-masing sekuritas dan semua kegiatan transaksi dicatat di papan tulis,
maka setelah otomatisasi, sekarang yang terlihat di lantai bursa adalah jaringan
komputer-komputer yang digunakan oleh pialang.
Sistem otomatisasi yang diterapkan di BEJ diberi nama Jakarta Automated
Trading System (JATS) yang mulai dioperasikan pada 22 Mei 1995. Sistem
manual hanya mampu menangani sebanyak 3.800 transaksi setiap harinya,
sedangnkan JATS mampu menangani sebanyak 50.000 transaksi setiap harinya.
Untuk mengantisipasi jumlah anggota bursa dan transaksi yang meningkat di
BES, maka pada tanggal 19 September 1996 BES menerapkan sistem otomatisasi
yang disebut dengan Surabaya Market Information & Automated Remote Trading

12

(S-MART). Sistem S-MART ini diintegrasikan dengan sistem JATS di BEJ dan
sistem di KDEI (Kliring Deposit Efek Indonesia) untuk penyelesaian transaksi.

2.2.6

Periode Keenam (Mulai Agustus 1997-September 1998): Krisis


Moneter
Pada bulan Agustus 1997, krisis moneter melanda negara-negara Asia,

termasuk Indonesia, Malaysia, Thailand, Korea Selatan dan Singapura. Tidak


banyak perusahaan yang melakukan IPO pada periode krisis ini, yaitu hanya
sebanyak 18 perusahaan. Krisis moneter yang terjadi ini dimulai dari penurunan
nilai-nilai mata uang negara-negara Asia terhadap dollar Amerika. Penurunan
nilai mata uang ini disebabkan karena spekulasi dari pedagang-pedagang valas,
kurang percayanya masyarakat terhadap nilai mata uang negaranya sendiri dan
yang tidak kalah pentingnya adalah kurang kuatnya pondasi perekonomian
Untuk

memperbaiki

kondisi

perekonomian

yang

bergejolak

ini,

pemerintah mengumumkan melikuidasi 16 bank swasta nasional. Pengumuman


yang cukup mengejutkan ini tidak banyak membantu memperbaiki lesunya pasar
saham.

2.3 Harga Saham


Saham (stock) merupakan salah satu instrumen pasar keuangan yang
paling popular. Menerbitkan saham merupakan salah satu pilihan perusahaan
ketika memutuskan untuk pendanaan perusahaan. Pada sisi yang lain, saham
merupakan instrumen investasi yang banyak dipilih para investor karena saham

13

mampu memberikan tingkat keuntungan yang menarik. Menurut Bursa Efek


Indonesia (BEI) saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan modal
seseorang atau pihak (badan usaha) dalam suatu perseroan atau perseroan terbatas.
Suatu perusahaan dapat menjual hak kepemilikannya dalam bentuk saham.
Jika perusahaan hanya mengeluarkan satu kelas saham saja, saham ini disebut
dengan saham biasa (common stock). Untuk menarik investor potensial lainnya,
suatu perusahaan mungkin juga mengeluarkan kelas lain dari saham, yaitu yang
disebut dengan saham preferen (preferred stock). Saham preferen mempunyai
hak-hak prioritas.
Harga saham merupakan salah satu indikator keberhasilan pengelolaan
perusahaan. Kekuatan pasar ditunjukkan oleh terjadinya transaksi perdagangan
saham pasar modal. Pada prinsipnya semakin baik prestasi perusahaan dalam
menghasilkan keuntungan, maka akan meningkatkan permintaan saham
perusahaan tersebut, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan pula harga
saham perusahaan.
Melakukan analisis dan memilih saham terdapat dua pendekatan dasar,
yaitu analisis fundamental dan analisis teknikal. Analisis fundamental mencoba
memperkirakan harga saham di masa yang akan datang dengan memperkirakan
(estimate) nilai faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi harga saham di
masa yang akan datang dan menerapkan hubungan variabel-variabel tersebut
sehingga diperoleh taksiran harga saham. Model ini sering disebut sebagai share
price forecasting model. Dalam melakukan peramalan harga saham langkah yang
penting

adalah

mengidentifikasi

faktor-faktor

fundamental

(penjualan,

14

pertumbuhan penjualan, biaya, kebijakan dividend dan sebagainya) yang


diperkirakan

akan

mempengaruhi

harga

saham.

Banyak

faktor

yang

mempengaruhi harga saham, maka untuk melakukan analisis fundamental


diperlukan beberapa analisis, yaitu kondisi makro ekonomi atau kondisi pasar,
analisis industri dan analisis kondisi spesifik perusahaan.
Analisis teknikal merupakan upaya untuk memperkirakan harga saham
(kondisi pasar) dengan mengamati perubahan harga saham di waktu yang lalu.
Berlainan dengan pendekatan fundamental, analisis teknikal tidak memperhatikan
faktor-faktor fundamental (kebijakan pemerintah, pertumbuhan ekonomi,
pertumbuhan penjualan perusahaan, pertumbuhan laba, perkembangan tingkat
bunga dan sebagainya) yang mungkin mempengaruhi harga saham.
Pemikiran yang mendasari analisis tersebut adalah bahwa harga saham
mencerminkan informasi yang relevan, bahwa informasi tersebut ditunjukkan oleh
perubahan harga di waktu yang lalu dan perubahan harga saham akan mempunyai
pola tertentu. Analisis teknikal menggunakan grafik (charts) dan berbagai
indikator teknis. Informasi tentang harga dan volume perdagangan merupakan alat
utama untuk analisis.
Analisis teknikal pada dasarnya merupakan upaya untuk menentukan
kapan akan membeli (masuk ke pasar) atau menjual saham (keluar dari pasar),
dengan memanfaatkan indikator-indikator teknis ataupun menggunakan analisis
grafis. Beberapa indikator teknis yang sering dipergunakan adalah moving
average, new highs and lows, volume perdagangan, dan short-interest ratio.
Penggunaan grafik diharapkan dapat mengidentifikasi berbagai pola, seperti key

15

reversals, head and shoulders, triple tops, ascending and descending tringles dan
sebagainya.

2.4 Analisis Kondisi Ekonomi


Analisis risiko ekonomi merupakan bagian dari analisis saham yang
berdasarkan analisis teknikal, dimana analisis teknikal adalah analisis saham yang
dilakukan berdasarkan pada informasi dari luar perusahaan. Umumnya analisis ini
mempertimbangkan kondisi negara, seperti kondisi ekonomi, politik, keuangan
suatu negara.
Analisis kondisi ekonomi merupakan analisis terhadap faktor-faktor
eksternal dan bersifat makro berupa peristiwa-peristiwa yang terjadi diluar
perusahaan dan mempengaruhi semua perusahaan sehingga tidak dapat
dikendalikan oleh perusahaan. Analisis kondisi ekonomi merupakan langkah awal
yang penting sebelum melakukan investasi. Pergerakan arah ekonomi
mempengaruhi pergerakan pasar modal yang berguna bagi pengambilan
keputusan para investor. Pertumbuhan ekonomi yang stabil merupakan kabar baik
bagi para investor, sehingga berpengaruh secara positif terhadap pasar modal.
Demikian juga sebaliknya, jika kondisi ekonomi tidak stabil atau labil, maka
investor akan berhati-hati dalam melakukan investasi (Husnan, 2005).
Fluktuasi yang terjadi di pasar modal akan terkait dengan perubahan yang
terjadi pada berbagai variabel ekonomi makro, seperti harga obligasi akan sangat
tergantung dari tingkat suku bunga yang berlaku, dan tingkat suku bunga ini akan
dipengaruhi oleh perubahan ekonomi makro ataupun kebijakan ekonomi makro

16

yang ditentukan pemerintah. Disisi lain, harga saham merupakan cerminan dari
ekspektasi investor terhadap faktor-faktor earnings, aliran kas dan tingkat return
yang disyaratkan investor, yang mana ketiga faktor tersebut juga dipengaruhi oleh
kinerja ekonomi makro.
Siegel (1991) meyimpulkan adanya hubungan yang kuat antara harga
saham dan kinerja ekonomi makro, dan menemukan bahwa perubahan pada harga
saham selalu terjadi sebelum terjadinya perubahan ekonomi. Terdapat dua alasan
yang mendasari hal tersebut pertama, harga saham yang terbentuk merupakan
cerminan ekspektasi investor terhadap earnings, dividen, dan tingkat bunga yang
akan terjadi. Hasil estimasi investor terhadap ketiga variabel tersebut akan
menentukan berapa harga saham yang sesuai. Dengan demikian, harga saham
yang sudah terbentuk itu akan merefleksikan ekspektasi investor atas kondisi
ekonomi di masa datang, bukan kondisi ekonomi saat ini. Kedua, kinerja pasar
modal akan berekasi terhadap perubahan-perubahan ekonomi makro seperti
tingkat suku bunga, inflasi, atau jumlah uang yang beredar. Ketika investor
menentukan harga saham yang tepat sebagai refleksi perubahan variabel ekonomi
makro yang akan terjadi, maka masuk akal jika dikatakan harga saham terjadi
sebelum perubahan ekonomi makro benar-benar terjadi (Tandelilin, 2010).

2.4.1

Pengaruh Produk Domestik Bruto Pada Harga Saham


Produk domestik bruto (PDB) adalah ukuran produksi barang dan jasa

total suatu negara. PDB memberikan informasi mengenai jumlah agregat barang
dan jasa yang telah diproduksi oleh ekonomi nasional untuk suatu periode

17

tertentu, biasanya dalam satu tahun. PDB nominal mengukur pertumbuhan


ekonomi yang disebabkan oleh bertambahnya produk barang dan jasa yang
dihasilkan oleh ekonomi nasional dan inflasi, yaitu meningkatnya harga-harga
barang dan jasa tersebut. Oleh karenanya, untuk mengukur pertumbuhan ekonomi
nasional secara riil, pengaruh inflasi harus dihilangkan dari PDB nominal
sehingga diperoleh PDB maksimal (Harianto dan Sudomo, 1998).
Pertumbuhan PDB yang cepat merupakan indikasi terjadinya pertumbuhan
ekonomi. Jika pertumbuhan ekonomi membaik, maka daya beli masyarakat pun
akan meningkat dan ini merupakan kesempatan bagi perusahaan-perusahaan
untuk meningkatkan penjualannya. Dengan meningkatnya penjualan perusahaan,
maka kesempatan perusahaan memperoleh keuntungan juga akan semakin
meningkat.
PDB dipengaruhi oleh konsumsi dan investasi swasta, konsumsi dan
investasi pemerintah, besarnya ekspor serta besarnya impor. Pertumbuhan PDB
akan meningkat dengan meningkatnya faktor-faktor ini kecuali impor. Semakin
banyak kebutuhan barang dan jasa konsumen dipenuhi dari luar negri, semakin
kecil pertumbuhan PDB (Harianto dan Sudomo, 1998).
Konsumsi yang dilakukan oleh pihak swasta adalah konsumsi yang
dilakukan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari
seperti sandang, papan dan pangan. Investasi yang dilakukan oleh swasta adalah
pengeluaran jangka panjang untuk membeli tanah, mesin dan faktor-faktor
produksi lainnya yang dibutuhkan untuk mengembangkan usaha. Konsumsi
pemerintah adalah pengeluaran rutin yang dilakukan oleh pemerintah untuk

18

kebutuhan belanja pegawai dan barang serta pembayaran bunga dan cicilan
hutang luar negri. Sementara investasi pemerintah adalah pengeluaran
pembangunan yang dilakukan pemerintah untuk membiayai proyek-proyek
pemerintah (Harianto dan Sudomo, 1998).
Kebijakan ekonomi yang ditunjukkan untuk mempengaruhi PDB dari
sudut pengeluaran dikenal sebagai kebijakan pengelolaan agregat. Tiga kebijakan
ekonomi untuk mengelola permintaan agregat

adalah kebijakan fiskal

(meningkatnya PDB melalui kebijakan Anggaran Pendapatan Belanja Negara),


kebijakan moneter (mempengaruhi PDB dengan cara mengatur jumlah uang yang
beredar di dalam perekonomian nasional), dan kebijakan nilai tukar rupiah atau
kebijakan neraca pembayaran (ditetapkan untuk mempengaruhi arus barang dan
jasa serta modal dari dan ke dalam Indonesia).

2.4.2

Pengaruh Tingkat Suku Bunga Pada Harga Saham


Menurut ahli ekonomi klasik tingkat suku bunga ditentukan oleh,

penawaran tabungan oleh rumah tangga dan permintaan tabungan oleh penanam
modal (investor). Pandangan ini telah menjadi salah satu alasan kepada keyakinan
ahli-ahli ekonomi klasik bahwa tingkat penggunaan tenaga kerja penuh selalu
dicapai dalam perekonomian, sedangakan menurut Keynes tingkat bunga
ditentukan oleh permintaan dan penawaran uang (Sukirno, 2001).
Faktor yang yang mendorong investor untuk melakukan investasi, yaitu
apabila tingkat keuntungan yang diharapkan lebih rendah dari tingkat suku bunga
maka investasi tidak dilakukan. Tingkat suku bunga adalah persentase dari pokok

19

pinjaman yang harus dibayar oleh peminjam kepada pemberi pinjaman sebagai
imbal jasa yang dilakukan dalam suatu periode tertentu yang telah disepakati
kedua belah pihak (Rahardja dan Manurung, 2001).
Menurut Harianto dan Sudomo (1998) tingkat suku bunga adalah ukuran
keuntungan investasi yang dapat diperoleh oleh pemodal dan juga merupakan
ukuran biaya modal yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk menggunakan
dana dari pemodal. Bank Indonesia akan menurunkan tingkat suku bunga sebagai
alat mengendalikan jumlah uang beredar. Untuk mendorong investasi, BI akan
menurunkan tingkat suku bunga sehingga perusahaan-perusahaan akan lebih
mudah melakukan investasi. Dalam kondisi seperti ini jumlah uang beredar
dimasyarakat akan meningkat. Kebijakan bunga rendah mendorong masyarakat
untuk lebih memilih melakukan investasi dan konsumsi dari pada menabung.
Sebaliknya, dalam kondisi inflasi, BI akan melakukan kebijakan uang ketat
dengan meningkatkan suku bunga sehingga masyarakat lebih suka menabung dari
pada melakukan investasi atau konsumsi (Nugraheni, 2001).
Kenaikan tingkat suku bunga akan mempengaruhi harga saham melalui
mekanisme internal perusahaan. Perusahaan yang mempunyai tingkat risiko
hutang terhadap modal sendiri (leverage) yang tinggi maka kenaikan tingkat
bunga dapat menyebabkan meningkatnya biaya modal sehingga laba perusahaan
menurun. Laba perusahaan yang menurun berarti kemampuan perusahaan untuk
membayar dividen juga menurun sehingga dapat memicu penjualan saham oleh
investor.

20

Tingkat suku bunga yang terlalu tinggi akan mempengaruhi nilai sekarang
(present value) aliran kas perusahaan sehingga kesempatan-kesempatan investasi
yang ada tidak akan menarik lagi. Tingkat bunga yang tinggi juga akan
meningkatkan biaya modal yang harus ditanggung perusahaan. Di samping itu
tingkat bunga yang tinggi juga akan menyebabkan return yang disyaratkan
investor dari suatu investasi akan meningkat (Tandelilin, 2010)
Menurut Ang (1997), jika tingkat suku bunga naik maka akan memberikan
pengaruh negatif terhadap pasar ekuitas. Penurunan suku bunga akan mengurangi
beban emiten dan lebih lanjut dapat menaikkan harga saham. Penurunan suku
bunga juga bisa mendorong investor untuk mengalihkan investasinya dari
tabungan ke pasar modal.

2.4.3

Pengaruh Tingkat Inflasi Pada Harga Saham


Inflasi adalah gejala kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum

dan terus-menerus. Indikator ekonomi makro yang digunakan untuk mengetahui


laju inflasi selama satu periode tertentu yaitu, Indeks Harga Konsumen
(Consumer Price Index), Indeks Harga Perdagangan Besar (Wholesale Price
Index), Indeks Harga Implisit (GDP Deflator) (Rahardja dan Manurung, 2001).
Indeks harga konsumen adalah indeks yang menunjukkan tingkat harga barang
dan jasa yang harus dibeli konsumen dalam satu periode tertentu. Angka IHK
diperoleh dengan menghitung harga-harga barang dan jasa utama yang
dikonsumsi masyarakat dalam satu periode tertentu. Jika IHK melihat inflasi dari
sisi konsumen, maka Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) melihat inflasi dari

21

sisi produsen. Oleh karena itu IHPB sering juga disebut sebagai Indeks Harga
Produsen (producer price index). IHPB menunjukkan tingkat harga yang diterima
produsen pada berbagai tingkat produksi. GDP (gross domestic products) deflator
mencakup jumlah barang dan jasa yang masuk kedalam perhitungan GDP,
sehingga jumlahnya lebih banyak daripada IHK dan IHPB. Dari ketiga indikator
inflasi tersebut yang akan digunakan sebagai proxy dalam penelitian ini adalah
indeks harga konsumen (IHK). Inflasi yang tinggi menyebabkan menurunnya
keuntungan suatu perusahaan, sehingga menyebabkan efek ekuitas menjadi
kurang kompetitif (Ang, 1997).
Tingkat inflasi yang tinggi dapat dikaitkan dengan penurunan harga saham
hal ini disebabkan karena kondisi ekonomi yang mengalami permintaan atas
produk-produk yang ditawarkan secara berlebihan sehingga harga-harga barang
mengalami kenaikan. Harga yang tinggi mengakibatkan menurunnya daya beli
masyarakat dan mempengaruhi laba perusahaan dan pada akhirnya akan
berpengaruh terhadap harga saham perusahaan sehingga mengalami penurunan.
Sebaliknya jika tingkat inflasi suatu negara mengalami penuruan, maka harga dari
produk-produk yang ditawarkan tidak mengalami kenaikan sehingga daya beli
masyarakat pun meningkat dan mempengaruhi laba dan harga saham perusahaan.

2.4.4

Pengaruh Nilai Tukar Mata Uang (Kurs) Pada Harga Saham


Nilai mata uang atau kurs (exchange rate) adalah harga mata uang asing

dalam satu satuan mata uang domestik (Samuelson dan Nordhaus, 2001). Mata
uang asing diperjualkan belikan di perusahaan eceran (retail) seperti bank dan

22

perusahaan yang memiliki spesialisasi dibidang tersebut. Saphiro (1999)


megatakan:
An exchange rate is, simply, the price of one nations currency in
terms of another. For example, the yen/dollar exchange rate is just
the number of yen that one dollar will buy. Equivalently, the
dollar/yen exchange rate is the number of dollars one yen will buy.

Apabila suatu barang ditukar dengan barang lain, tentu didalamnya


terdapat perbandingan nilai tukar antar keduanya. Nilai tukar pada dasarnya
adalah semacam harga di dalam pertukaran tersebut. Sebagaimana halnya dengan
pertukaran antar dua mata uang yang berbeda akan terdapat perbandingan nilai
atau harga antara kedua mata uang tersebut. Perbandingan kedua nilai ini sering
disebut nilai tukar mata uang atau kurs (exchange rate).
Terdapat dua macam nilai tukar mata uang, yaitu nilai tukar nominal dan
nilai tukar riil. Saphiro (1999) mendefinisikan:
Nominal exchange rate is the price quoted on lending and
borrowing transactions. It is expressed as the rate of exchange
between current and future units of currency unadjusted for
inflation. Real exchange rate is the spot rate adjusted for relative
price level changes since a base period.

Nilai tukar nominal adalah nilai tukar mata uang yang semata-mata
dikaitkan dengan nilai atau harga atas pertukaran kedua mata uang tersebut. Nilai
tukar riil adalah nilai tukar nominal dikalikan dengan rasio antara indeks harga
barang-barang di luar negeri dengan indeks harga barang-barang dalam negri.
Nilai tukar riil berguna untuk mengukur daya saing (competitive advantage).
Bagi investor, dampak fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap USD bersifat
tidak pasti. Nilai tukar rupiah terhadap USD yang relatif rendah akan mendorong

23

peningkatan ekspor dan dapat mengurangi laju peningkatan impor. Disisi lain,
nilai tukar rupiah terhadap USD yang rendah mengakibatkan daya beli menurun
dan dapat memicu resesi. Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang
asing (rupiah terhadap USD) memberikan pengaruh negatif terhadap pasar
ekuitas, karena pasar ekuitas menjadi tidak mempunyai daya tarik (Ang, 1997).

2.5 Hubungan Variabel Makro dengan Pasar Modal


Lingkungan ekonomi makro adalah lingkungan yang mempengaruhi
operasi perusahaan sehari-hari. Kemampuan investor dalam memahami dan
meramalkan kondisi ekonomi makro dimasa datang akan sangat berguna dalam
pembuatan keputusan investasi yang menguntungkan, sehingga investor harus
memperhatikan beberapa indikator ekonomi makro yang bisa membantu mereka
dalam memahami dan meramalkan kondisi ekonomi makro (Tandelilin, 2010).
Karena perannya yang vital di dalam perekonomian, kebijakan moneter dipandang
mempunyai dampak penting bagi perekonomian maupun harga saham. Dengan
demikian untuk memahami perubahan harga saham, para pemodal perlu
memahami

berbagai

perekonomian,

para

variabel

moneter.

pemodal

secara

Untuk
tradisional

memperkirakan
selalu

kondisi

memperhatikan

kemungkinan perubahan jumlah uang beredar (Husnan, 2005)


Menurut Jones (1994), umumnya diharapkan akan terdapat hubungan
antara perubahan jumlah uang beredar dengan perubahan harga saham. Beberapa
studi awal memang menunjukkan bahwa terdapat hubungan tersebut, dan jumlah
uang yang beredar akan mempengaruhi harga saham. Meskipun demikian

24

beberapa penelitian berikutnya menunjukkan bahwa hubungan tersebut tidak


selalu synchronous, tetapi mungkin menunjukkan bahwa perubahan pasar
dipengaruhi oleh perubahan jumlah uang beredar di masa yang akan datang
(Husnan, 2005).
Dalam teori terdapat berbagai faktor untuk mengukur variabel makro
diantaranya faktor politik, ekonomi, tingkat pengangguran, anggaran defisit,
investasi swasta, neraca perdagangan dan pembayaran. Namun, variabel yang
digunakan dalam penelitian ini merupakan variabel yang secara langsung dapat
dikendalikan melalui kebijakan moneter dengan mekanisme pasar keuangan.
Variabel-variabel ini meliputi PDB, inflasi, tingkat suku bunga dan nilai tukar
mata uang USD terhadap Rupiah.

2.6 Penelitian Terdahulu


Penelitian mengenai harga saham yang dipengaruhi oleh variabel ekonomi
makro sudah menjadi pembahasan oleh para akademisi dan praktisi, diantaranya
menurut Tsoukalas (2003), peneliti menyimpulkan variabel ekonomi makro, yaitu
produk industri, nilai tukar mata uang, uang yang beredar dan index harga
konsumen (IHK) berpengaruh sangat besar terhadap harga saham yang
diperdagangkan di Cypriot stock market.
Penelitian yang dilakukan oleh Merikas dan Merika (2006), meneliti
variabel ekonomi riil produk domestik bruto berpengaruh positif terhadap reaksi
pasar saham dan berpengaruh negatif pada pertumbuhan lapangan kerja di
Jerman. Hal ini disebabkan pada kenyataan bahwa pertumbuhan lapangan kerja di

25

Jerman memiliki efek besar pada permintaan agregat sebagai orang yang baru
bekerja memiliki kecenderungan tingkat konsumsinya lebih tinggi. Dengan
demikian pasar saham bereaksi negatif terhadap tingkat pertumbuhan lapangan
kerja yang tinggi.
Penelitian yang dilakukan oleh Kyereboah-Coleman dan Agyire-Tettey
(2008), meneliti variabel ekonomi makro seperti suku bunga pinjaman dan inflasi
mempengaruhi kinerja pasar modal di Ghana. Hasil ini menunjukkan bahwa
indikator ekonomi makro harus dipertimbangkan oleh investor terutama di negara
berkembang.
Peneltian yang dilakukan Liu dan Shrestha (2008), variabel-variabel
ekonomi makro, yaitu jumlah uang beredar, produk industri, inflasi, nilai tukar
mata uang, dan tingkat suku bunga berpengaruh positif terhadap kinerja pasar
saham dalam jangka panjang.
Hussainey dan Ngoc (2009) menyimpulkan variabel ekonomi makro, yaitu
produk industri berpengaruh positif terhadap harga saham di Vietnam dan tingkat
suku bunga jangka pendek dan jangka panjang tidak berpengaruh terhadap harga
saham di Vietnam.

2.7 Kerangka Pemikiran


Berdasarkan teori dan hasil penelitian terdahulu maka ada beberapa faktor
yang diidentifikasi mempengaruhi harga saham pada industri telekomunikasi
yaitu PDB, tingkat suku bunga, tingkat inflasi dan nilai tukar mata uang. Untuk
itu akan dilakukan pengujian sejauh mana pengaruh variabel bebas tersebut

26

terhadap harga saham. Dengan demikian kerangka pemikiran dalam penelitian ini
dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1.
Skema Kerangka Pemikiran

PDB
X1

Tingkat Suku Bunga


X2

Harga Saham
(Y)

Inflasi
X3

Nilai Tukar Mata Uang (Kurs)


X4

2.8 Hipotesis
Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran, maka hipotesis yang
diajukan adalah sebagai berikut:
H: Produk domestik bruto (PDB), tingkat suku bunga, tingkat inflasi dan nilai
tukar mata uang secara bersama-sama berpengaruh terhadap harga saham pada
industri telekomunikasi yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI).

27

Analisis selanjutnya akan dilakukan untuk mengetahui variabel yang paling


dominan yang mempengaruhi harga saham pada industri telekomunikasi yang
tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI).

28

BAB III
METODA PENELITIAN
3.1 Populasi dan Penentuan Sampel
Populasi

yang digunakan

sama

dengan

sampel

adalah

industri

telekomunikasi yang telah tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama 20052010, yaitu: PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk (TLKM), PT. Indosat, Tbk,
(ISAT), PT. XL Axiata, Tbk (EXCL), PT. Bakrie Telecom, Tbk (BTEL), PT.
Mobile-8 Telecom, Tbk (FREN), PT. Inovisi Infracom, Tbk (INVS).

3.2 Jenis dan Sumber Data


Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yang
bersifat sekunder yaitu meliputi:
1.

Data PDB dan inflasi diambil data tahunan periode 2005-2010 indikator
ekonomi dari BPS.

2.

Data tingkat suku bunga diperoleh dari suku bunga SBI jangka waktu tiga
bulan periode 2005-2010 dari Bank Indonesia.

3.

Data nilai tukar mata uang asing (USD) jangka waktu harian periode
2005-2010 dari Bank Indonesia.

4.

Data kinerja perusahaan industri telekomunikasi seperti harga saham yang


dipublikasikan divisi riset pengembangan BEI yang berupa Monthly
Statistics.

29

3.3 Definisi Operasional Variabel


Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu variabel tergantung
(dependen) dalam hal ini adalah harga saham, dan variabel bebas (independen)
dalam hal ini adalah variabel ekonomi makro yang terdiri atas PDB, tingkat suku
bunga, tingkat inflasi dan nilai tukar mata uang. Definisi variabel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Harga Saham (Y)
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah harga saham, yaitu harga
saham penutupan (closing price) dengan interval waktu bulanan, lalu
dicari selisih dengan periode sebelumnya. Harga saham dalam peneltian
ini adalah perusahaan telekomunikasi yang tercatat di Bursa Efek
Indonesia selama periode 2005-2010. Harga saham merupakan salah satu
indikator

keberhasilan

pengelolaan

perusahaan.

Kekuatan

pasar

ditunjukkan oleh terjadinya transaksi perdagangan saham pasar modal


harga saham dinyatakan dalam besaran Rupiah (Rp).
2. Produk Domestik Bruto (X1)
Variabel Produk domestik bruto adalah nilai barang dan jasa akhir
berdasarkan harga pasar, yang diproduksi oleh sebuah perekonomian
dalam satu periode (kurun waktu) dengan menggunakan faktor-faktor
produksi yang berada (berlokasi) dalam perekonomian tersebut. Laju
pertumbuhan PDB diperoleh melalui perhitungan PDB atas dasar harga
konstan yang diperoleh dari BPS.
3. Tingkat suku bunga (X2)

30

Variabel tingkat suku bunga dapat dikaitkan dengan keadaan ekonomi


secara keseluruhan jika dilihat dari perspektif makro. Proxy untuk tingkat
suku bunga adalah tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
Dalam penelitian ini digunakan tingkat suku bunga SBI tiga bulanan yang
di publikasikan oleh BI kemudian diambil rata-rata.
4. Tingkat inflasi (X3)
Variabel inflasi adalah salah satu indikator makro ekonomi yang
digunakan untuk mengukur kondisi ekonomi (angka indeks yang
menunjukkan tingkat harga barang dan jasa yang harus dibeli konsumen
dalam satu periode tertentu). Variabel ini diukur sesuai dengan data inflasi
nasional yang diperoleh dari BPS.
5. Nilai tukar mata uang (X4)
Variabel kurs dalam penelitian ini menggunakan nilai tukar rupiah
terhadap dollar Amerika. Variabel ini diukur dengan menggunakan kurs
tengah USD terhadap Rp yang dipublikasikan oleh BI dan Statistik
Ekonomi Keuangan Indonesia, kemudian diambil rata-rata per bulan.

3.4 Alat Analisis


Untuk menjawab permasalahan yang ada dan menguji hipotesis diperlukan
uji asumsi-asumsi klasik karena dalam analisis regresi linear berganda perlu
menghindari penyimpangan asumsi klasik supaya tidak menimbulkan masalah
dalam penggunaan analisis linear berganda.
1.

Pengujian Asumsi Klasik

31

a.

Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variable terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi
normal atau tidak. Untuk menguji apakah distribusi data normal atau
tidak dapat dilakukan dengan dua cara yaitu analisis grafik dan analisis
statistik.

b.

Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke
pengamatan lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas dan jika
berbeda disebut Heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah
yang Homoskedastisitas atau tidak terjadi Heteroskedastisitas.

c.

Uji Multikolinearitas
Uji multikoliniearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antara variabel bebas (independen). Model
regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel
bebas. Jika variabel bebas saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini
tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel bebas yang nilai
korelasi antara sesama variable bebas sama dengan 0.

d.

Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model
regresi linear ada korelasi antara kesalahan penggunaan pada periode t

32

dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi,


maka dinamakan adanya problem autokorelasi. Model regresi yang baik
adalah regresi yang bebas dari autokorelasi.
2.

Pengujian Hipotesis
Metode analisis yang digunakan untuk membuktikan hipotesis adalah
metode statistik regresi linear berganda, yang bertujuan untuk melihat
hubungan antara variabel dalam bentuk ketergantungan satu dengan
lainnya
Regresi Linear Berganda:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 - b4X4 + e
Dimana:

= Harga saham

= Intercept

b1-b2-b3- b4 = Koefisien Regresi


X1

= Produk Domestik Bruto (PDB)

X2

= Tingkat suku bunga

X3

= Inflasi

X4

= Nilai tukar mata uang

= Error

(Boedijoewono, 1999).
Uji hipotesis statistik dilakukan dengan cara:
1.

Pengujian terhadap koefisien regresi simultan (Uji-F)


Pengujian ini digunakan untuk mengetahui apakah semua variabel

33

independen secara bersama dapat berpengaruh terhadap variabel dependen.


Untuk pengujian ini dilakukan dengan menggunakan Uji F. Hasil F hitung
dibandingkan dengan F table dengan = 0,05
Jika:
a.

fhitung ftabel : maka seluruh variabel independen secara


bersama-sama tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
variabel dependen.

b.

fhitung ftabel : maka seluruh variabel independen secara


bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap variabel
dependen.

2.

Pengujian terhadap regresi parsial (Uji-T)


Pengujian dilakukan dengan Uji t, yaitu dengan membandingkan t

table dan t hitung dengan = 0,05


Jika:
a.

thitung < ttabel : maka variabel independen tidak berpengaruh


signifikan terhadap variabel dependen.

b.

thitung > ttabel : maka variabel independen berpengaruh signifikan


terhadap variabel dependen (Gujarati, 1998).

Dari nilai t yang diperoleh maka akan dipilih variabel yang paling signifikan
mempengaruhi harga saham pada industri telekomunikasi.

34

BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Penelitian
Perusahaan yang terdaftar di BEI terdiri atas sembilan klasifikasi industri,
yaitu pertanian, pertambangan, industri dasar dan kimia, aneka industri, industri
barang konsumsi, properti dan real estat, infrastruktur, utilitas dan trasportasi,
keuangan dan yang terakhir perdagangan, jasa dan investasi. Jenis industri
dilakukan pada penelitian ini adalah industri telekomunikasi yang termasuk pada
klasifikasi industri infrastruktur, utilitas dan transportasi terdiri dari 6 perusahaan,
yaitu PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk (TLKM), PT. Indosat, Tbk, (ISAT), PT.
XL Axiata, Tbk (EXCL), PT. Bakrie Telecom, Tbk (BTEL), PT. Mobile-8
Telecom, Tbk (FREN), PT. Inovisi Infracom, Tbk (INVS).
Penelitian ini menggunakan harga saham sebagai variabel dependen
dengan empat variabel independen yaitu laju PDB, inflasi, suku bunga, dan kurs.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang meliputi data
harga saham perusahaan serta variabel ekonomi makro. Penelitian ini
membahahas mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap harga saham
pada perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di BEI periode triwulanan 20052010. Data yang berhasil dikumpulkan sebanyak 138 data triwulanan yang terdiri
dari enam perusahaan telekomunikasi periode triwulanan selama tahun 2005
sampai dengan tahun 2010.

35

Untuk lebih jelas nama emiten yang masuk ke dalam perhitungan


penelitian periode Januari 2005-Desember 2010 dijelaskan pada tabel 4.1 sebagai
berikut:
Tabel 4.1
Emiten yang masuk perhitungan Periode Januari 2005-Desember 2010
No.

Nama Perusahaan

Kode

Tanggal Terdaftar

ISAT

19 Oktober 1994

PT. Indosat, Tbk

PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk

TLKM

14 Nopember 1995

PT. XL Axiata, Tbk

EXCL

29 Septemeber 2005

PT. Bakrie Telecom, Tbk

BTEL

3 Februari 2006

PT. Mobile-8 Telecom, Tbk

FREN

29 Nopember 2006

PT. Inovisi Infracom, Tbk

INVS

3 Juli 2009

Sumber: Annual Report

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk memperoleh bukti empiris


mengenai pengaruh dari variabel laju PDB, suku bunga, inflasi, dan kurs terhadap
harga saham pada perusahaan-perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI).

4.1.1

Perkembangan PDB
Pendapatan nasional menggambarkan tingkat produksi suatu negara yang

dicapai dalam satu tahun tertentu. Untuk meningkatkan kemakmuran atau


kesejahteraan suatu negara maka Pendapatan Nasional negara harus ditingkatkan.
Tingkat pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh pertambahan barang dan jasa yang
diproduksi oleh suatu negara. Untuk menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi
yang dicapai oleh suatu negara perlu dihitung Produk Domestik Bruto (PDB) dan

36

Produk Nasional Bruto (PNB). Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk


yang mengakibatkan kebutuhan ekonomi juga meningkat, maka dibutuhkan
penambahan pendapatan setiap tahunnya.
Laju pertumbuhan perekonomian Indonesia yang digambarkan pada
perkembangan PDB kurun waktu 2005-2010 mengalami pertumbuhan yang
positif. Kinerja perekonomian Indonesia mencapai 8,58% pada tahun 2005,
hampir semua sektor ekonomi yang membentuk PDB mengalami pertumbuhan.
Pertumbuhan paling tinggi pada sektor pengangkutan dan telekomunikasi, pada
triwulan keempat. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2006 sedikit
menurun dibandingkan pertumbuhan pada tahun 2005. Seluruh sektor ekonomi
yang membentuk PDB pada tahun 2006 mencatat pertumbuhan yang positif,
terjadi perlambatan pada triwulan kesatu 1,13% dan mulai meningkatkan kembali
pada triwulan ketiga 3,19%. Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2007 mengalami
peningkatan, seluruh sektor ekonomi mengalami ekspansi dan yang tertinggi pada
sektor pengangkutan dan telekomunikasi. Pertumbuhan ekspor barang dan jasa
pada tahun 2007 sedikit mengalami perlambatan, sebaliknya impor barang jasa
mengalami peningkatan yang terlihat pada triwulan keempat. Pada tahun 2008
pertumbuhan ekonomi terus mengalami peningkatan yang tertinggi terjadi pada
triwulan ketiga 7%, kinerja ekonomi makro Indonesia semakin baik. Pada
triwulan keempat PDB mengalami penurunan yang tajam, hal ini dikarenakan
krisis global yang terjadi pada akhir 2008 yang berdampak hingga tahun 2009.
Pada tahun 2010 pertumbuhan ekonomi semakin stabil dan mengalami
peningkatan hingga 6,1% dibandingkan dengan tahun 2009.

37

Tabel 4.2 Perkembangan PDB


Periode Januari 2005-Desember 2010
PDB
TRIWULAN

2005

2006

2007

2008

2009

2010

3.38

1.13

3.25

4.68

0.33

1.79

II

3.72

1.75

2.00

7.00

2.61

2.52

III

3.38

3.19

3.10

4.83

1.46

1.88

IV

8.58

2.25

3.16

0.82

1.83

1.60

Sumber: Badan Pusat Statistik

4.1.2

Perkembangan Tingkat Suku Bunga


Tingkat suku bunga SBI pada tahun 2005 terendah pada triwulan pertama,

yaitu 7,29%, dan tertinggi pada triwulan keempat pada akhir tahun 2005 sebesar
12,54%. Faktor yang menyebabkan berfluktuasinya tingkat suku bunga SBI
karena kecendrungan nilai tukar rupiah yang masih melemah meskipun pada
periode ini relatif stabil. Pada tahun 2006 pun tidak terjadi perubahan yang besar,
SBI masih tetap sama pada kisaran 9%-12%, tetapi pada triwulan keempat SBI
turun menjadi 9,50%, penurunan ini berlangsung hingga tahun 2007. Pada
triwulan pertama 2008 SBI kembali meningkat hingga mencapai 11,28% pada
triwulan keempat. Peningkatan SBI disebabkan pemerintah mengendalikan
jumlah uang beredar. Penurunan SBI dimaksudkan untuk menumbuhkan sektor
riil melalui pinjaman investasi dengan bunga rendah.
Krisis global yang terjadi pada akhir 2008 berimbas pada peningkatan SBI
hingga triwulan pertama periode 2009. SBI pada tahun tersebut berkisar 7%-10%.

38

SBI terendah terjadi pada triwulan keempat 6,59%, selanjutnya SBI ini cukup
stabil hingga tahun 2010.
Tabel 4.3 Perkembangan Tingkat Suku Bunga
Periode Januari 2005-Desember 2010
Tingkat Suku Bunga
TRIWULAN

2005

2006

2007

2008

2009

2010

7.29

12.85

8.10

7.99

9.68

6.58

II

7.79

12.40

7.83

8.43

7.63

6.58

III

8.75

11.36

7.83

9.70

6.70

6.58

IV

12.54

9.50

7.83

11.28

6.59

6.58

Sumber: Bank Indonesia

4.1.3

Perkembangan Tingkat Inflasi


Tingkat inflasi merupakan proksi dari IHK gabungan dari 45 kota pada

tahun 2005-2006 dan 66 kota pada tahun 2007-2010 di Indonesia. Tingkat inflasi
tahunan tertinggi terjadi pada periode 2005 sebesar 17,11%. Tingginya tingkat
inflasi pasca krisis moneter yang terjadi di Indonesia (1997/1998) diperkirakan
karena faktor tingginya harga minyak di pasar internasional yang menyebabkan
pemerintah berusaha untuk menghilangkan subsidi BBM. Inflasi terendah terjadi
pada triwulan kedua sebesar 0,35%, sedangkan pada tahun 2006 tingkat inflasi
mengalami penurunan menjadi 6,6% terendah terjadi pada triwulan kedua, yaitu
sebesar 0,29%. Kondisi ini membaik dikarenakan kebijakan pemerintah untuk
mengalihkan subsidi BBM ke subsidi sektor lain walaupun pada aktivitas seharihari masyarakat merasa diberatkan dengan harga BBM yang terkait dengan
pengeluaran rutin masyarakat. Pada periode 2007 perekonomian nasional

39

mengalami percepatan pertumbuhan. Pulihnya daya beli konsumen, prospek laju


inflasi mendorong terciptanya pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat pada 2007.
Pada tahun 2008 inflasi mengalami kenaikan yang drastis yaitu sebesar
11,06% walaupun masih dibawah inflasi yang terjadi pada tahun 2005. Inflasi
pada tahun 2008 pada triwulan keempat terjadi walaupun terdapat penurunan
BBM, kenaikan inflasi karena perayaan natal dan tahun baru dimana konsumsi
masyarakat akan kebutuhan pokok meningkat. Inflasi pada periode 2009
mengalami penuruan 2,78% terendah terjadi pada triwulan ke dua -0,05%,
penurunan ini dikarenakan terjadinya deflasi pada barang-barang yang harganya
ditetapkan oleh pemerintah, seperti harga bahan bakar minyak dan tarif listrik.
Pada tahun 2009 tidak ada kebijakan pemerintah mengenai kenaikan harga. Pada
tahun 2010 tingkat inflasi mengalami kenaikan sebesar 4% menjadi 6,96%.
Kenaikan ini terjadi pada triwulan kedua, karena kenaikan harga minyak mentah
dunia yang mencapai $80 per barrel.
Tabel 4.4 Perkembangan Inflasi
Peridoe Januari2005-Desember 2010
Inflasi
TRIWULAN

2005

2006

2007

2008

2009

2010

1.06

0.66

0.63

1.12

0.12

0.33

II

0.35

0.29

0.06

1.48

-0.05

0.47

III

0.67

0.39

0.76

0.95

0.69

0.92

IV

3.32

0.80

0.69

0.18

0.16

0.53

Tahunan

17,11

6,6

6,59

11,06

2,78

6,96

Sumber: Badan Pusat Statistik

40

4.1.4

Perkembangan Nilai Tukar Mata Uang (Kurs)


Nilai kurs USD terhadap rupiah pada tahun 2005 cenderung melemah.

Pada triwulan pertama nilai kurs dollar terhadap rupiah cukup stabil dan pada
triwulan ketiga harga dollar terhadap rupiah melemah hingga Rp 10.006. Dilihat
dari perkembangan rupiah terhadap dollar AS, perekonomian Indonesia bisa
disebut mulai stabil. Perkembangan kurs USD terhadap rupiah selama tahun 2006
yang dicatat oleh BI bergejolak pada kisaran Rp 9.250 hingga Rp 9.500. Pada
triwulan pertama kurs menembus Rp 9.306 dan pada triwulan berikutnya kurs
rupiah menguat hingga pada triwulan keempat sebesar Rp 9.136.
Pada tahun 2007 nilai tukar USD terhadap rupiah relatif kembali stabil
dimana tidak ada pengaruh pelemahan rupiah secara tajam. Gejolak kurs pada
periode 2007 berkisar Rp 9.100 hingga Rp 9.200. Pada tahun 2008, melemahnya
kurs Rupiah terhadap USD terjadi cukup signifikan yang terjadi pada triwulan
keempat hingga mencapai Rp 10.000/USD, hal ini berlangsung hingga tahun
2009. Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap USD sebagai imbas pasar
keuangan global. Nilai tukar rupiah pada tahun 2010 kembali menguat sebagai
pertanda stabilnya perekonomian di Indonesia.
Tabel 4.5 Perkembangan Kurs
Periode Januari 2005-Desember 2010
Kurs
TRIWULAN

2005

2006

2007

2008

2009

2010

9273

9306

9100

9257

11623

9312

II

9545

9095

8975

9265

10542

9165

III

10006

9121

9248

9218

9997

9044

41

9997

IV

9136

9235

11028

9470

9008

Sumber: Bank Indonesia

4.2 Deskriptif Statistik


Deskriptif statistik menunjukkan tentang karakteristik data yang
digunakan dilihat dari nilai minimum, nilai maksimum, mean (rata-rata), dan
standar deviasi. Nilai minimum merupakan nilai terendah untuk setiap variabel,
sedangkan nilai maksimum merupakan nilai tertinggi untuk setiap variabel dalam
penelitian. Nilai mean merupakan nilai rata-rata dari setiap variabel yang diteliti.
Standar deviasi merupakan sebaran data yang digunakan dalam penelitian yang
mencerminkan data itu heterogen atau homogen yang sifatnya fluktuatif.
Data dalam penelitian ini berjumlah 138 (pooled data) yang terdiri dari
enam perusahaan telekomunikasi selama 6 (enam) tahun periode triwulanan, yaitu
pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2010. Perusahaan-perusahaan yang diteliti
adalah perusahaan telekomunikasi yang sudah go public dan terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI). Berikut ini adalah deskriptif statistik dari perusahaanperusahaan yang diteliti:
Tabel 4.6
Deskriptif Statistik Variabel Penelitian
Des criptive Statis tics
N
dHarga Saham
Laju PDB
Suku bunga
Inf lasi
Kurs
Valid N (lis tw ise)

Sumber: Data diolah

138
138
138
138
138
138

Minimum
-1,426.00
.00
.07
.00
8,975.00

Max imum
3,843.00
.09
.13
.03
11,623.00

Mean
93.28
.0291
.0874
.0067
9,551.87

Std. Deviation
577.74
.01886
.02024
.00670
676.74

42

Berdasarkan tabel 4.6 diatas diketahui bahwa terdapat 5 (lima) variabel


penelitian dengan jumlah data secara keseluruhan sebanyak 138. Pada variabel
harga saham mempunyai nilai minimum sebesar Rp -1.426,00 yang menunjukkan
bahwa terdapat perubahan harga saham terkecil pada perusahaan PT.
Telekomunikasi Indonesia, Tbk pada periode penelitian sedangkan nilai
maksimum sebesar Rp 3.843 dengan nilai rata-rata Rp 93,28 dan nilai standar
deviasi sebesar Rp 577,74
Variabel Laju PDB memiliki nilai minimum sebesar 0,00 sedangkan nilai
maksimum sebesar 0,09 dengan nilai rata-rata sebesar 0,0291 dan nilai standar
deviasi sebesar 0,01886. Variabel Suku bunga memiliki nilai minimum sebesar
0,07 sedangkan nilai maksimum sebesar 0,13 dengan nilai rata-rata sebesar
0,0874 dan nilai standar deviasi sebesar 0,02024. Variabel Inflasi memiliki nilai
minimum sebesar 0,00 sedangkan nilai maksimum sebesar 0,03 dengan nilai ratarata sebesar 0,0067 dan nilai standar deviasi sebesar 0,00670. Variabel Kurs
memiliki nilai minimum sebesar Rp 8.975/USD sedangkan nilai maksimum
sebesar Rp 11.623/USD dengan nilai rata-rata sebesar Rp 9.551,87/USD dan nilai
standar deviasi sebesar 676,74.

4.3 Hasil Analisis


Pada bagian ini akan dijelaskan hasil analisis terhadap pengolahan data
selama periode penelitian. Ringkasan hasil penelitian dengan bantuan SPSS dapat
dilihat pada lampiran.

43

4.3.1

Uji Asumsi Klasik


Uji asumsi klasik dilakukan agar diperoleh model analisis yang tepat

untuk digunakan dalam peneltian ini. Uji asumsi klasik yang dilakukan meliputi
uji normalitas dengan melakukan analisis grafik dan analisis statistik, uji
heteroskedastisitas dengan grafik scatterplot antara nilai prediksi variabel terikat
(ZPRED) dengan residual (SRESID), uji multikolinearitas yang dilakukan dengan
melihat nilai tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF), uji autokerelasi
dengan menggunakan Durbin Watson.

4.3.1.1 Uji Normalitas


Uji normalitas data dalam model regresi ini bertujuan untuk mengetahui
apakah distribusi penyampelan data yang digunakan telah terdistribusi normal
atau tidak normal. Pengujian normalitas dilakukan dengan analisa One-Sampel
Kolmogorov Smirnov Test dan analisis grafik Normal P-P Plot.
Hipotesis:
Ho: Data terdistribusi normal
Ha: Data terdistribusi tidak normal
Dasar pengambilan keputusan berdasarkan nilai probabilitas:
Jika probabilitas > alpha 0,05, maka Ho diterima, artinya data berdistribusi
normal.
Jika probabilitas < alpha 0,05, maka Ho ditolak, artinya data berdistribusi
tidak normal.

44

Dari hasil pengolahan data statistik diperoleh tabel hasil pengujian


normalitas sebagai berikut:
Tabel 4.7
Hasil Pengujian Normalitas dengan Menggunakan Uji Kolmogorov-Smirnov
Variabel

Sig.

Kesimpulan

Laju PDB

0,000

Data tidak berdistribusi normal

Suku bunga

0,000

Data tidak berdistribusi normal

Inflasi

0,000

Data tidak berdistribusi normal

Kurs

0,000

Data tidak berdistribusi normal

Perubahan Harga saham

0,000

Data tidak berdistribusi normal

Sumber: Data diolah

Pada tabel di atas diketahui bahwa masing-masing variabel penelitian


memiliki nilai Signifikansi kurang dari 0,05 yang berarti bahwa masing-masing
variabel penelitian memiliki data yang tidak berdistribusi normal.
Pengujian normalitas juga dilakukan dengan analisis grafik Normal P-P
Plot, yaitu dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik
normal. Dasar pengambilan keputusannya:
Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis
diagonalnya, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan/atau tidak mengikuti arah
garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.
Berikut ini hasil pengujian normalitas dengan grafik Normal P-P Plot
yang ditunjukkan dengan gambar sebagai berikut:

45

Gambar 2.
Hasil Pengujian Normalitas

Normal P-P Plot of Regression Standardized


Dependent Variable: dHarga Saham
1.0 0

Expected Cum Prob

.75

.50

.25

0.0 0
0.0 0

.25

.50

.75

1.0 0

Obs erv ed Cum Prob

Sumber: Data diolah

Dilihat dari grafik normalitas di atas (Normal P-Plot of Regression


Standardized Residual) terlihat bahwa titik-titik menyebar di sekitar garis
diagonal, serta penyebarannya mengikuti arah garis diagonal. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa model regresi memenuhi asumsi normalitas.

4.3.1.2 Uji Heteroskedastisitas


Heteroskedastisitas menunjukkan bahwa varians dari setiap error bersifat
heterogen yang berarti melanggar asumsi klasik yang mensyaratkan bahwa
varians dari error harus bersifat homogen.
Pengujian heteroskedastisitas dilakukan dengan uji glejser (Glejser Test)
dan dengan menggunakan scatterplot. Uji glejser dilakukan dengan meregresikan
variabel independen terhadap variabel dependennya, dengan langkah-langkah
sebagai berikut:

46

Hipotesis:
Ho: Tidak ada heteroskedastisitas
Ha: Ada heteroskedastisitas
Dasar pengambilan keputusan:
Jika Sig. > 0,05 maka Ho diterima (tidak ada heteroskedastisitas)
Jika Sig. < 0,05 maka Ho ditolak (ada heteroskedastisitas)
Berdasarkan hasil pengolahan data statistik dengan SPSS didapat hasil
pengujian heteroskedastisitas seperti ditunjukkan dengan tabel sebagai berikut:
Tabel 4.8
Hasil Pengujian Heteroskedastisitas
Variabel

Sig.

Kesimpulan

Laju PDB

0,289

Tidak ada heteroskedastisitas

Suku bunga

0,460

Tidak ada heteroskedastisitas

Inflasi

0,973

Tidak ada heteroskedastisitas

Kurs

0,140

Tidak ada heteroskedastisitas

Sumber: Data diolah (lihat lampiran)

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa pada masing-masing variabel


independen memiliki nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 (tingkat
kesalahannya), yang berarti bahwa pada model regresi terhindar dari masalah
heteroskedastisitas.
Pengujian heteroskedastisitas dapat juga dilakukan dengan menggunakan
scatterplot, yaitu variable dependen pada sumbu X adalah ZPRED dan variable
independen pada sumbu Y adalah residualnya SRESID.
Dasar pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut:

47

Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu
yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka
mengindikasikan telah terjadi pelanggaran heteroskedastisitas.
Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di
bawah angka nol pada sumbu Y, maka asumsi homoskedastistas telah
terpenuhi.
Berikut adalah hasil pengujian heteroskedastisitas dengan scatterplot:
Gambar 3.
Pengujian Heteroskedastisitas
Scatterplot
Dependent Variable: dHarga Saham
Regression Studentized Residual

-2
-4
-2

-1

Regression Standardized Predicted Value

Sumber: Data diolah

Berdasarkan gambar scatterplot di atas dapat diketahui bahwa tidak


terdapat permasalahan heteroskedastisitas karena pada gambar scatterplot tidak
terdapat pola yang jelas pada gambar tersebut dan titik-titik menyebar secara acak
di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y.

48

4.3.1.3 Uji Multikolinearitas


Multikolinearitas menunjukkan bahwa antara variabel independen
mempunyai hubungan langsung (berkorelasi). Cara mendeteksi apakah ada atau
tidaknya gangguan multikolinearitas ini adalah dengan melihat besaran Variance
Inflatation Factor (VIF) dan toleransi pedoman dari suatu model regresi yang
bebas dari gangguan multikolinearitas adalah sebagai berikut:
Jika mempunyai nilai VIF < 10 atau Tolerance > 0,10, maka tidak terdapat
gejala multikolinearitas.
Jika mempunyai nilai VIF > 10 atau Tolerance < 0,10, maka terdapat
gejala multikolinearitas.
Dari hasil pengolahan data statistik diperoleh tabel hasil pengujian
multikolinearitas sebagai berikut:
Tabel 4.9
Pengujian Multikolinearitas
Variabel Independen

TOL

VIF

Kesimpulan

Laju PDB

0,301

3,325

Tidak ada multikolinearitas

Suku Bunga

0,839

1,192

Tidak ada multikolinearitas

Inflasi

0,289

3,460

Tidak ada multikolinearitas

Kurs

0,898

1,113

Tidak ada multikolinearitas

Sumber: Data diolah (lihat lampiran)

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa masing-masing variabel


independen yang digunakan dalam penelitian memiliki nilai VIF < 10 (atau
Tolerance > 0,10), hal ini menunjukkan bahwa pada model regresi terhindar dari
masalah multikolinearitas.

49

4.3.1.4 Uji Autokorelasi


Autokorelasi menunjukkan bahwa ada korelasi antara error dengan error
periode sebelumnya dimana pada asumsi klasik hal ini tidak boleh terjadi. Uji
autokorelasi dilakukan dengan menggunakan Durbin Watson. Langkah-langkah
pengujian autokorelasi dilakukan sebagai berikut :
Hipotesa:
Ho: Tidak ada autokorelasi
Ha: Ada autokorelasi
Keputusan:
Tabel 4.10
Pengambilan Keputusan Uji Autokorelasi
Hipotesa Nol (Ho)

Keputusan

Tidak ada autokorelasi positif

H0 ditolak

Tidak ada autokorelasi positif

tidak ada keputusan

d L d dU

Tidak ada autokorelasi negatif

H0 ditolak

4-dL < d < 4

Tidak ada autokorelasi negatif

tidak ada keputusan

Tidak ada autokorelasi


(positif atau negatif)

H0 diterima

Kriteria
0 < d <dL

4-dU d 4-dL

dU < d < 4-dU

Hasil pengujian autokorelasi ditunjukkan dengan tabel sebagai berikut:

50

dl

du

1,592

1,758

Tabel 4.11
Hasil Pengujian Autokorelasi
(n = 138, k = 4)
4-du
4-dl
DW
Kesimpulan
2,242

2,408

1,810

Tidak ada autokorelasi

Berdasarkan hasil regresi, untuk data (n) = 138 dan jumlah variabel
independen (k) = 4 diketahui bahwa nilai dl = 1,592 dan nilai du = 1,758 dengan
nilai Durbin-Watson sebesar 1,810 terletak diantara du dan 4-du (du<DW<4-du)
yang berarti bahwa tidak ada autokorelasi dalam model regresi.
Hasil pengujian autokorelasi juga dapat dilihat dalam gambar berikut :
Gambar 4.
Hasil Pengujian Autokorelasi

Ada
Autokorelasi
positif

4.3.2

dL
1,592

Inconclusive

du
1,758

Tidak Ada
Autokorelasi

DW

Inconclusive

4-du
2,242

Ada
Autokorelasi
negatif

4-dL
2,408

Koefisien Determinasi
Pengujian koefisien determinasi dilakukan untuk mengetahui besarnya

kontribusi dari variabel independen terhadap variabel dependennya. Pengujian


koefisien determinasi dilakukan dengan melihat besarnya nilai R2. Hasil
Pengujian model fit untuk model regresi yang digunakan dalam penelitian
ditunjukkan dengan tabel sebagai berikut:

51

Tabel 4.12
Hasil Pengujian Model Fit
b
Model Sum m ary

Model
1

R
.342 a

R Square
.117

Adjusted
R Square
.091

Std. Error of
the Estimate
550.95210

Durbin-W
atson
1.810

a. Predictors: (Constant), Kurs, Inf las i, Suku bunga, Laju PDB


b. Dependent Variable: dHarga Saham

Sumber: Data diolah

Dari hasil pengolahan regresi berganda, diketahui bahwa koefisien


determinasi R2 = 0,117 menunjukkan bahwa seluruh variabel independen (laju
PDB, suku bunga, inflasi, dan kurs) mampu menjelaskan variasi dari variabelvariabel dependen (harga saham) adalah sebesar 11,7%, sedangkan sisanya (100%
- 11,7% = 88,3%) mampu dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak
diikutsertakan dalam model.

4.3.3

Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan UjiF (Uji Simultan),

Uji-T (Uji Parsial).

4.3.3.1 Uji Simultan (Uji F)


Tujuan dari ujiF adalah untuk menguji pengaruh dari seluruh variabel
independen yang digunakan dalam penelitian terhadap variabel dependennya
dengan pengambilan keputusannya dilakukan dengan ketentuan:
Pengambilan keputusan berdasarkan nilai probabilitas:
Jika sig.(F) < tingkat kesalahan (), maka H0 ditolak, Ha diterima

52

Jika sig.(F) > tingkat kesalahan (), maka H0 diterima, Ha ditolak


Perumusan hipotesis:
Ho: b1 = b2 = b3 = b4 = 0
Secara bersama-sama seluruh variabel independen tidak mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap variabel dependennya.
Ha: b1

b2

b3

b4

Secara bersama-sama seluruh variabel independen mempunyai pengaruh yang


signifikan terhadap variabel dependennya.
Hasil pengujian simultan (uji F) ditunjukkan dengan tabel sebagai berikut:
Tabel 4.13
Hasil Pengujian Simultan (Uji F)
ANOVAb
Model
1

Regression
Residual
Total

Sum of
Squares
5357066
40371912
45728978

df
4
133
137

Mean Square
1339266.427
303548.213

F
4.412

Sig.
.002 a

a. Predictors: (Constant), Kurs, Inf lasi, Suku bunga, Laju PDB


b. Dependent Variable: dHarga Saham

Sumber: Data diolah dengan SPSS

Dari pengujian regresi dengan melihat tabel Anova, diketahui F-hitung =


4,412 dengan nilai signifikansi sebesar 0,002 lebih kecil dari alpha 0,05 maka H0
ditolak. Artinya jika diuji secara simultan maka secara bersama-sama seluruh
variabel independen (laju PDB, suku bunga, inflasi, dan kurs) berpengaruh
signifikan terhadap variabel dependennya (harga saham).

53

4.3.3.2 Uji Parsial (Uji-T)


Uji T dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari masing-masing variabel
independen terhadap variabel dependennya. Pengambilan keputusan berdasarkan
nilai probabilitas:
Jika Signifikansi < tingkat kesalahan (), maka H0 ditolak
Jika Signifikansi > tingkat kesalahan (), maka H0 diterima
Dari hasil pengujian regresi didapat hasil uji-t adalah sebagai berikut:
Tabel 4.14
Hasil Uji Parsial (Uji T)
Coe fficientsa

Model
1

Unstandardiz ed
Coef f icients
B
Std. Error
(Cons tant)
2196.132
707.114
Laju PDB
-14646.4
4551.207
Suku bunga -4702.190
2538.436
Inf lasi
30154.482 13073.123
Kurs
-.154
.073

Standardized
Coef f icients
Beta
-.478
-.165
.350
-.180

t
3.106
-3.218
-1.852
2.307
-2.096

Sig.
.002
.002
.066
.023
.038

Collinearity Statistics
Toleranc e
V IF
.301
.839
.289
.898

3.325
1.192
3.460
1.113

a. Dependent V ariable: dHarga Saham

Sumber: Data diolah

Berdasarkan tabel diatas, maka model persamaan regresi yang terbentuk


adalah sebagai berikut :
Y = 2.196,132 14.646,4 X1 4.702,190 X2 + 30.154,482 X3 0,154 X4 + e
Hipotesis 1
H01 = Laju PDB tidak memiliki pengaruh terhadap harga saham
Ha1 = Laju PDB memiliki pengaruh terhadap harga saham
Dari hasil uji t diketahui bahwa nilai signifikansi 0,002 lebih kecil dari
0,05 maka H01 ditolak, yang berarti bahwa laju PDB memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap harga saham.

54

Hipotesis 2
H02 = Suku bunga tidak memiliki pengaruh terhadap harga saham
Ha2 = Suku bunga memiliki pengaruh terhadap harga saham
Dari hasil uji t diketahui bahwa nilai signifikansi 0,066 lebih besar dari
0,05 maka H02 diterima, yang berarti bahwa suku bunga tidak memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap harga saham.
Hipotesis 3
H03 = Inflasi tidak memiliki pengaruh terhadap harga saham
Ha3 = Inflasi memiliki pengaruh terhadap harga saham
Dari hasil uji t diketahui bahwa nilai signifikansi 0,023 lebih kecil dari
0,05 maka H03 ditolak, yang berarti bahwa inflasi memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap harga saham.
Hipotesis 4
H04 = Kurs tidak memiliki pengaruh terhadap harga saham
Ha4 = Kurs memiliki pengaruh terhadap harga saham
Dari hasil uji t diketahui bahwa nilai signifikansi 0,038 lebih kecil dari
0,05 maka H04 ditolak, yang berarti bahwa kurs memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap harga saham.
Dari uji statistik yang telah dilakukan dari empat variabel independen (laju
PDB, suku bunga, inflasi dan kurs), variabel yang dominan terhadap harga saham
industri telekomunikasi dijelaskan tabel sebagai berikut:

55

Tabel 4.15
Urutan Variabel-Variabel Dominan Terhadap Harga Saham
Variabel

Sig.

Laju PDB

0,002

Inflasi

0,023

Kurs

0,038

Suku Bunga

0,066

Sumber: Data diolah

Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa variable laju PDB mempunyai


pengaruh paling dominan terhadap harga saham industri telekomunikasi sebesar
signifikansi 0,002, inflasi sebesar signifikansi 0,023, kurs signifikansi 0,038 dan
suku bunga tidak memiliki signifikansi sebesar 0,066.

56

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Setelah menganalisis data dan membahas hasil penelitian dapat
disimpulkan hasil analisis pengaruh Produk Domestik Bruto (PDB), suku bunga,
inflasi, nilai tukar (kurs) terhadap harga saham industri telekomunikasi sebagai
berikut:
1. Hasil penelitian menunjukkan variabel laju PDB berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap harga saham industri telekomunikasi, artinya apabila laju
PDB meningkat, maka pendapatan di industri manufaktur dan jasa akan lebih
menguntungkan dari pada berinvestasi di pasar modal pada industri
telekomunikasi, sehingga harga saham di industri telekomunikasi cenderung
akan turun.
2. Hasil penelitian menunjukkan variabel suku bunga berpengaruh negatif,
namun tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap harga saham industri
telekomunikasi, artinya apabila suku bunga turun tidak serta merta investor
akan menginvestasikan dananya di pasar modal pada industri telekomunikasi,
akibatnya pengaruh terhadap harga saham tidak signifikan, dan apabila suku
bunga naik maka tidak serta merta investor akan melepaskan sahamnya,
dengan demikian tidak akan berpengaruh signifikan terhadap harga saham di
industri telekomunikasi
3. Variabel inflasi memiliki berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga
saham perusahaan telekomunikasi, artinya apabila harga barang-barang

57

meningkat akibat inflasi, maka investor akan mengalihkan dananya untuk


berinvestasi di pasar modal (saham), sehingga harga saham di industri
telekomunikasi akan meningkat.
4. Hasil penelitian menunjukkan variabel kurs berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap harga saham industri telekomunikasi, artinya apabila kurs
rupiah melemah, maka investor lebih memilih untuk berinvestasi di pasar
modal, sehingga harga saham industri telekomunikasi meningkat.
5. Secara simultan, seluruh variabel independen (laju PDB, suku bunga, inflasi,
dan kurs) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap harga saham industri
telekomunikasi. Untuk itu investor harus memperhatikan perubahan nilai-nilai
dari variabel tersebut secara bersama-sama apabila akan berinvestasi di pasar
modal pada industri telekomunikasi
6. Pengaruh seluruh variabel independen terhadap variabel harga saham yang
dihasilkannya sebesar 11,7% sedangkan sisanya (100% - 11,7% = 88,3%)
mampu dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak diikutsertakan dalam
model regresi.
7. Dari keempat variabel independen (laju PDB, suku bunga, inflasi dan kurs)
yang mempunyai pengaruh paling dominan terhadap harga saham industri
telekomunikasi adalah laju PDB, dengan demikian dalam menentukan
investasi pada industri telekomunikasi, laju pertumbuhan PDB harus dijadikan
pertimbangan utama.

58

5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan bagi peneliti yang akan melakukan penelitian
selanjutnya sebagai berikut:
1. Untuk penelitian selanjutnya perlu ditambahkan variabel-variabel mikro
perusahaan, seperti rasio keuangan (likuiditas, profitabilitas, aktivitas dan lain
sebagainya), begitu juga variabel-variabel makro, seperti neraca pembayaran,
ekspor-impor dan kondisi ekonomi lainnya, disamping menambah jumlah
periode data penelitian.
2. Bagi para investor yang akan berinvestasi di industri telekomunikasi harus
melihat kondisi pasar dan karakteristik masing-masing emiten, sehingga
investor bisa memprediksi harga saham dengan cara melihat kondisi akhir dari
suatu perusahaan telekomunikasi.

59

DAFTAR PUSTAKA

Ang, Robert. Buku Pintar Pasar Modal Indonesia (The Intelligent Guide to
Indonesia Capital Market. Copyright 1997. First Edition. Mediasoft
Indonesia. 1997.
Boedijoewono, Noegroho. Pengantar Statistik: Ekonomi dan Perusahaan. UPP
AMP YKPN. Yogyakarta. 1999.
Gujarati, Damodar. Ekonometrika Dasar. Diterjemahkan Sumarno. Erlangga.
Jakarta. 1999.
Harianto, F., dan Sudomo, S. Perangkat Teknis Analisis Investasi di Pasar Modal
Indonesia. PT Bursa Efek Jakarta. Jakarta. 1998.
Hartono, Jogiyanto. Teori Portfolio dan Analisis Investasi. BPFE. Yogyakarta.
2009.
Husnan, Suad. Dasar-dasar Teori Portfolio dan Analisis Sekuritas di Pasar
Modal. BPFE, UGM. 2005.
Hussainey, K., dan Ngoc, L.K. The Impact of Macroeconomic Indicators on
Vietnamese Stock Prices. The Journal of Risk Finance, Vol. 10, No. 4,
2009, pp. 321-332.
Kyereboah-Coleman, A. and Agyire-Tettey, K.F. Impact of Macroeconomic
Indicators on Stock Market Performance: The Case of the Gana Stock
Exchange. Journal of Risk Finance, Vol. 9, No. 4, 2008, pp. 365-78.
Liu, M.H., dan Shrestha, K.M. Analysis of The Long-Term Relationship Between
Macroeconomics Variables and The Chinese Stock Market Using
Heteroscedastic Cointegration. Managerial Finance, Vol. 34, No. 11, 2008,
pp. 744-755.
Merikas, G.A., dan Merika, A.A. Stock Prices Response to Real Economic
Variables: The Case of Germany. Managerial Finance, Vol. 32, No. 5,
2006, pp. 446-450.
Nugraheni, N.T. Analisis Pengaruh Perubahan Faktor-Faktor Makro Ekonomi
dan Perubahan IHSG terhadap Tingkat Keuntungan Saham pada
Perusahaan-Perusahaan yang Terdaftar di BEJ Selama Krisis. Thesis MM
UGM Yogyakarta. 2001.
Rahardja, P., dan Manurung, M. Teori Ekonomi Makro. Fakultas Ekonomi
Unversitas Indonesia. Jakarta. 2001.

60

Saphiro, A. Multinational Financial Management. Sixth Edition. John Wiley and


Sons Inc. USA. 1999.
Sukirno, Sadono. Pengantar Teori Makro Ekonomi. PT Raja Grafindo Persada.
Jakarta. 2001.
Tandelilin, Eduardus. Portfolio dan Investasi: Teori dan Aplikasi. Kanisius.
Yogyakarta. 2010
Tsoukalas, D. Macroeconomic Factors and Stock Prices in The Emerging Cypriot
Equity Market. Managerial Finance, Vol. 29, No. 4, 2003, pp. 87.

61

TRIWULAN 2005

TRIWULAN 2006

TRIWULAN 2007

TRIWULAN 2008

TRIWULAN 2009

TRIWULAN 2010

I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV

TLKM Delta
4675
4643
-32
5246
603
5395
149
6329
934
7378
1049
7787
409
9236
1449
9574
338
9942
368
10783
841
11052
269
9626 -1426
8449 -1177
7423 -1026
6282 -1141
6605
323
7475
870
8477
1002
8927
450
8815
-112
7839
-976
8496
657
8456
-40

Lampiran 1
DAFTAR HARGA SAHAM DAN INDIKATOR EKONOMO MAKRO PERIODE 2005-2010
ISAT Delta EXCL Delta BTEL Delta FREN Delta INVS Delta
PDB SUKU BUNGA INFLASI
5493
2670
0
0
0
0,0338
0,0729
0,0106
4996
-497 2670
0
0
0
0
0
0
0
0,0372
0,0779
0,0035
5406
410 2670
0
0
0
0
0
0
0
0,0338
0,0875
0,0067
5388
-18 2670
0
0
0
0
0
0
0
0,0858
0,1254
0,0332
5458
70 2481
-189
154
154
304
304
0
0
0,0113
0,1285
0,0066
4917
-541 2236
-245
172
18
304
0
0
0
0,0175
0,1240
0,0029
4552
-365 2068
-168
177
5
304
0
0
0
0,0319
0,1136
0,0039
5575 1023 2223
155
198
21
304
0
0
0
0,0225
0,0950
0,0080
6030
455 2229
6
269
71
282
-22
0
0
0,0325
0,0810
0,0063
6662
632 2310
81
359
90
289
7
0
0
0,0200
0,0783
0,0006
7182
520 2121
-189
396
37
294
5
0
0
0,0310
0,0783
0,0076
8574 1392 2060
-61
439
43
284
-10
0
0
0,0316
0,0783
0,0069
7151 -1423 1946
-114
372
-67
204
-80
0
0
0,0468
0,0799
0,0112
6245
-906 2107
161
281
-91
122
-82
0
0
0,0700
0,0843
0,0148
6240
-5 2277
170
253
-28
94
-28
0
0
0,0483
0,0970
0,0095
4941 -1299 1038 -1239
68
-185
50
-44
0
0
0,0082
0,1128
0,0018
5136
195 1046
8
50
-18
50
0
127
127
0,0033
0,0968
0,0012
5281
145 1251
205
117
67
50
0
127
0
0,0261
0,0763 -0,0005
5353
72 1245
-6
139
22
62
12
127
0
0,0146
0,0670
0,0069
5158
-195 1746
501
137
-2
53
-9
251
124
0,0183
0,0659
0,0016
5378
220 2830 1084
146
9
50
-3
830
579
0,0179
0,0658
0,0033
5433
55 3680
850
149
3
50
0 1317
487
0,0252
0,0658
0,0047
4888
-545 4754 1074
170
21
50
0 1828
511
0,0188
0,0658
0,0092
5714
826 5577
823
243
73
50
0 5671 3843
0,0160
0,0658
0,0053

Lampiran 2
Perhitungan Regresi
Des criptive Statis tics
N
dHarga Saham
Laju PDB
Suku bunga
Inf lasi
Kurs
Valid N (lis tw ise)

138
138
138
138
138
138

Minimum
-1,426.00
.00
.07
.00
8,975.00

Max imum
3,843.00
.09
.13
.03
11,623.00

Mean
93.28
.0291
.0874
.0067
9,551.87

Std. Deviation
577.74
.01886
.02024
.00670
676.74

Cor relations

Pearson Correlation

Sig. (1-tailed)

dHarga
Saham
1.000
-.181
-.178
-.077
-.155
.
.017
.019
.186
.034
138
138
138
138
138

dHarga Saham
Laju PDB
Suku bunga
Inf lasi
Kurs
dHarga Saham
Laju PDB
Suku bunga
Inf lasi
Kurs
dHarga Saham
Laju PDB
Suku bunga
Inf lasi
Kurs

Laju PDB
-.181
1.000
.173
.827
-.202
.017
.
.021
.000
.009
138
138
138
138
138

Suku bunga
-.178
.173
1.000
.307
.206
.019
.021
.
.000
.008
138
138
138
138
138

Inf lasi
-.077
.827
.307
1.000
-.108
.186
.000
.000
.
.104
138
138
138
138
138

Variables Enter ed/Re m ovebd


Model
1

Variables
Entered
Kurs,
Inf lasi,
Suku
bunga, a
Laju PDB

Variables
Remov ed

Method

Enter

a. All requested variables entered.


b. Dependent Variable: dHarga Saham

62

Kurs
-.155
-.202
.206
-.108
1.000
.034
.009
.008
.104
.
138
138
138
138
138

63

b
Model Sum m ary

Model
1

R
.342 a

R Square
.117

Adjusted
R Square
.091

Std. Error of
the Estimate
550.95210

Durbin-W
atson
1.810

a. Predictors: (Constant), Kurs, Inf las i, Suku bunga, Laju PDB


b. Dependent Variable: dHarga Saham

ANOVAb
Model
1

Regression
Residual
Total

Sum of
Squares
5357066
40371912
45728978

df
4
133
137

Mean Square
1339266.427
303548.213

F
4.412

Sig.
.002 a

a. Predictors: (Constant), Kurs, Inf lasi, Suku bunga, Laju PDB


b. Dependent Variable: dHarga Saham

Coe fficientsa

Model
1

Unstandardiz ed
Coef f icients
B
Std. Error
(Cons tant)
2196.132
707.114
Laju PDB
-14646.4
4551.207
Suku bunga -4702.190
2538.436
Inf lasi
30154.482 13073.123
Kurs
-.154
.073

a. Dependent Variable: dHarga Saham

Standardized
Coef f icients
Beta
-.478
-.165
.350
-.180

t
3.106
-3.218
-1.852
2.307
-2.096

Sig.
.002
.002
.066
.023
.038

Collinearity Statistics
Toleranc e
VIF
.301
.839
.289
.898

3.325
1.192
3.460
1.113

64

Grafik
Histogram
Dependent Variable: dHarga Saham
50

40

30

Frequency

20

Std. Dev = .99

10

Mean = 0.00
N = 138.00

00
6.
50
5.
00
5.
50
4.
00
4.
50
3.
00
3.
50
2.
00
2.
50
1.
00
1.
0
.5
00
0.
0
-.500
.
-1 0
.5
-1 0
.0
-2 0
.5
-2

Regression Standardized Residual

Normal P-P Plot of Regression Standardized R


Dependent Variable: dHarga Saham
1.0 0

Expected Cum Prob

.75

.50

.25

0.0 0
0.0 0

.25

.50

Obs erv ed Cum Prob

.75

1.0 0

65

Scatterplot
Dependent Variable: dHarga Saham
Regression Studentized Residual

-2
-4
-2

-1

Regression Standardized Predicted Value

66

Uji Normalitas
NPar Tests

One -Sam ple Kolm ogor ov-Sm irnov Te s t

N
Normal Parameters a,b
Mos t Ex treme
Dif f erences

Laju PDB
138
.0291
.01886
.184
.184
-.091
2.157
.000

Mean
Std. Deviation
A bs olute
Positive
Negative

Kolmogorov-Smirnov Z
A sy mp. Sig. (2-tailed)

Suku bunga
138
.0874
.02024
.190
.190
-.143
2.231
.000

dHarga
Inf lasi
Kurs
Saham
138
138
138
.0067 9551.8696
93.2826
.00670 676.74493 577.74403
.210
.291
.223
.210
.291
.201
-.140
-.197
-.223
2.468
3.415
2.616
.000
.000
.000

a. Test dis tribution is Normal.


b. Calc ulated f rom data.

Uji Heteroskedastisitas
Regresi
Variables Enter ed/Re m ovebd
Model
1

Variables
Entered
Kurs, Suku
bunga,
Laju PDB,
a
Inf lasi

Variables
Remov ed
.

Method
Enter

a. All requested variables entered.


b. Dependent Variable: ABSRESID

Coe fficientsa

Model
1

(Cons tant)
Laju PDB
Suku bunga
Inf lasi
Kurs

Unstandardiz ed
Coef f icients
B
Std. Error
2.014
.765
-5.830
5.447
-2.057
2.765
.535
15.480
-.0001
.0001

a. Dependent Variable: ABSRESID

Standardized
Coef f icients
Beta
-.187
-.097
.006
-.196

t
2.631
-1.070
-.744
.035
-1.495

Sig.
.011
.289
.460
.973
.140

Você também pode gostar