Você está na página 1de 15

Analisis dan Mikrostruktur Biokeramik

MAKALAH
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Fisika Keramik
yang dibimbing oleh Ibu. Hartatiek

Disusun Oleh :
Ahmad Musyrifin 120322402584
Muhammad Fathur 120322402573
Nurul Mutowiah 120322402587
Umrotul

120322402585

Jurusan Fisika
Offering/kelas NH

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN FISIKA
JANUARI 2014

BAB I
1.1 TUJUAN
Mendeskripsikan mikrostruktur biokeramik dan analisisnya yang mencangkup :
1. Pengaruh pemrosesan Keramik pada mikrostrukturnya
2. Teknik X-ray Diffraction
3. Analisis komposisi kimia Keramik
4. Teknik Transmission Electron Microscopy (TEM)
5. Teknik Scanning Electron Microscopy (SEM)
1.2 PENDAHULUAN
Biokeramik diproduksi dalam berbagai bentuk dan fase yang memberikan banyak
fungsi yang berbeda dalam perkembangan kehidupan manusia. Dalam aplikasi biomedis,
biokeramik digunakan dalam bentuk bulk atau bahan-bahan berpori dalam bentuk yang
spesifik seperti implan, prostesis atau device prostesis. Selain itu, biokeramik yang
digunakan dalam bentuk bubuk berfungsi untuk mengisi ruang yang rusak selama proses
perbaikan secara alami dan digunakan sebagai lapisan pada substrat, atau fase kedua
dalam material komposit untuk meningkatkan kegiatan mekanis dan biologis seperti
osteoinduction atau osteointegrasi.
Biokeramik

diolah

dengan

banyak

metode

yang

berbeda

sehingga

menghasilkan berbagai fase kristal tunggal, polycrystal, kaca, kaca-keramik, atau


komposit. Karakterisasi mikrostruktur bioceramik harus ditinjau dari berbagai sudut
pandang seperti komposisi kimia (stoikiometri atau kemurnian), keseragaman, tahap
distribusi, morfologi, ukuran butir, batas-batas butir, ukuran crystal, bagian kristalinitas,
pori-pori, retakan dan permukaan, dll.

BAB II
PEMBAHASAN
3.1 Pengaruh Pemrosesan Keramik pada Mikrostrukturnya
Umumnya, metode pengolahan bubuk untuk biokeramik adalah reaksi solidstate atau dekomposisi, reaksi cairan seperti precipitation atau ko-precipitation, spray
pirolisis, freeze-drying, rute sol-gel, dll. Karakteristik seperti morfologi, stoikiometri dan
tingkat kristalinitas akan berbeda dari satu metode pengolahan ke metode pengolahan
yang lain. Kerugian dari metode pengolahan ini dibatasi oleh kehomogenan, aglomerasi
partikel, dan kemurnian yang rendah (bebas-stoikiometri) tergantung pada kondisi
pengolahan.
Hidroksiapatit (HA) memiliki sifat biokompatibilitas yang sangat baik, tidak
hanya dengan jaringan keras tetapi juga dengan jaringan lunak serta menambah
osteointegrasi secara langsung ketika diimplan ke dalam sebuah cacat tulang. Oleh
karena itu, HA telah digunakan dalam bedah ortopedi dalam bentuk bubuk dan bulk.
Namun, sifat mekanik tersebut kurang sesuai penggunaannya dalam situasi load-bearing.
Stoikiometri kristal bubuk HA dapat diproduksi dengan reaksi Solid-State
yang mana raw material untuk kalsiumnya adalah senyawa seperti CaHPO4, Ca(OH)2
atau Ca3(PO4)2 dengan rasio campuran yang tepat, dikompresi, dan sintering di atas suhu
950 C. (LeGeros dan LeGeros, 1993). Metode ini membutuhkan suhu tinggi dan waktu
heat-treatment yang panjang. Stoikiometri keramik HA dapat dianggap sebagai material
biokeramik yang bioaktif dan nonbiodegradable .

Di sisi lain, wet-chemical proses seperti presipitasi, hidrolisis, dan metode solgel sering mengarah pada pembentukan HA bubuk non-stoikiometri, karena pengaruh
ion karbonat, hidrogen fosfat, kalium, sodium, nitrat, dan klorida, pembentukan kalsium
hydroxyapatite kurang sempurna. Variabel-variabel yang tidak terkendali ini akan
menyebabkan perubahan yang signifikan pada karakteristik kristalografi dan sifat
kimianya. Terputusnya ikatan HA dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti ukuran butir,
morfologi, luas permukaan, komposisi kimia, struktur kristal, sifat kristalinitas, dan
mikro-porositas bahan.
Substitusi ion dalam apatit mempengaruhi sifat-sifat seperti ukuran dan
morfologi kristal, dimensi kisi, dan kelarutan. Substitusi fluorida (F untuk OH)
menyebabkan ukuran kristal bertambah dan tingkat kelarutannya berkurang. Substitusi
karbonat menyebabkan ukuran kristal berkurang dan tingkat kelarutannya bertambah.

Magnesium (Mg untuk Ca) memiliki efek yang sama untuk CO3. Mg dan CO3 dan
menyebabkan efek sinergis pada ukuran kristal serta hilangnya sifat apatit (LeGeros,
2001). HA yang padat memiliki porositas kurang dari 5% dari volumenya, diproduksi
dengan kompresi atau memadatkan serbuk apatit ke dalam cetakan pada tekanan 60-80
MPa selanjutnya disintering pada tekanan atmosfer dengan rentan suhu mulai dari 9501300C. Mikroporositas dari padatan HA bergantung pada suhu dan lamanya proses
sintering (LeGeros dan LeGeros, 1993; Shi D., 2006).
Keramik alumina (Al2O3) telah digunakan sebagai ball-heads pada prostesis di
sendi pinggul dan implan gigi karena memiliki sifat biokompatibilitas yang sangat baik,
bentuk kapsul tipis, koefisien gesekan rendah, serta tingkat keausan yang rendah (Hench,
1991; Hulbert, 1993). Kecuali single kristal safir kadang digunakan untuk implant
gigi,yang biasanya digunakan adalah butiran halus polikristalin -Al2O3 dihasilkan
dengan pressing dan sintering pada suhu berkisar 1600-1800C. Kekuatan, ketahanan
kelelahan, dan kekuatan retak keramik polikristalin -Al2O3 tergantung pada ukuran
butir dan persentase penambahan doping (kemurnian) misalnya MgO. Bertambahnya
ukuran rata-rata grain (butir) mengurangi sifat mekanik dan mensimulasi media
fisiologis yang mempengaruhi kekuatan dan kelelahan keramik Al2O3 karena
pertumbuhan crack kritis (Ritter et al., 1979; Hench dan Ethridge, 1982). Pertumbuhan
subkritis crack pada lingkungan berair harus diminimalisir ketika sebuah komponen
mengalami strenght tinggi dan digunakan dalam waktu yang relatif lama. Air dikenal
untuk meningkatkan pertumbuhan subkritis crack pada single kristal Al2O3 (sapphire)
(Wiederhorn., 1969) dan keramik alumina polycrystalline (Evans, 1992). Air mendorong
pertumbuhan subkritis crack secara khusus (i) pada daerah lokal kisi yang tidak teratur
sepanjang batas butir, dan/atau (ii) pada daerah mikrostruktur dengan kemurnian yang
rendah pada batas-batas butir (Krell et al., 2003). Pada keramik alumina hubungan antara
ukuran butir yang kecil dan distribusi ukuran butir yang sempit agar memiliki sifat
mekanik yang baik sudah cukup jelas dibahas dalam biomaterial (Heimke, 1983).
Kemajuan yang luar biasa dari segi peningkatan ketahanan aus (Krell, 1996) dan
kekuatan (Krell dan kosong 1996) telah dicapai selama sepuluh tahun dalam
perkembangan mikrostruktur pada ukuran butir < 1 m. Nano-fase alumina, Titania, dan
HA telah dijelaskan oleh Webster et al. (2000a, b, 2001). Mereka membedakan dari segi
ukuran butiran yang kecil (kurang dari 100 nm) dan diharapkan untuk selektif
meningkatkan adhesi dan fungsi osteoblas dan pada saat yang sama mengurangi adhesi fi
broblasts.

Keramik berpori HA dan Al2O3 dapat dibuat dengan menggunakan alat


berbusa yang cocok. Secara mekanis bahan-bahan berpori lebih lemah dibanding bentuk
bulk yang bergantung pada porositas. Kekuatan bahan berpori menurun secara cepat.
Karena banyak daerah permukaan yang dipengaruhi kondisi lingkungan di sekitarnya
(Hench dan Ethridge, 1982).
Kaca dan keramik-kaca adalah bahan yang sangat menarik untuk aplikasi
biomedis karena:
mudah dibentuk (moulding);
komposisi kimianya sangat flexible
kaca menunjukkan sifat isotropik.
Kaca dapat diproduksi dengan teknik konvensional melt-quenching. Kaca-keramik
berasal dari kaca yang diproduksi dengan menggunakan melt-quenching yang kemudian
dikristalisasi berdasarkan perlakuan termal. Ketika permukaan inti terbentuk dan kristal
tumbuh pada kaca, terkadang dihasilkan sifat mekanik yang rendah. Dalam hal ini kaca
dihaluskan dulu, dan padatan hijau dari serbuk kaca dipanaskan, sintering dan kristalisasi
dilakukan pada waktu yang sama. Kadang-kadang penumbukan dan pemanasan
menurunkan sifat mekanik dari produk.
Khusus kaca dan keramik-kaca dapat menghasilkan ikatan kimia secara
langsung antara implan dan jaringan keras disekitarnya (bioaktif) yang dikembangkan
oleh Hench (Hench et al., 1972; Hench, 1991; Hench dan Wilson 1993). Komposisi
dasar gelas bioaktif dan keramik-gelas adalah SiO2, Na2O, CaO dan P2O5 (Cao dan
Hench, 1996). Reaktivitas permukaan kaca bioaktif atau keramik-gelas dapat dikontrol
oleh komposisi kimianya. Pembentukan lapisan hydroxycarbonate apatit (HCA) pada
permukaan antara kaca bioaktif dan jaringan keras dipercaya dapat menstabilkan kondisi
ikatan jaringan tulang. Mekanisme pembentukan apatit dilakukan oleh Hench (1991) dan
Kokubo et al. (2001). Kokubo et al. menyarankan bahwa pencampuran silika dengan
silanol memilki peran penting dalam pembentukan HCA. Penambahan fluorida dapat
menyebabkan pembentukan lapisan HCA dan mengurangi tingkat dissolusi kaca bioaktif
(Hench, 1991). Dilain pihak Al2O3 dapat menghambat ikatan tulang dan kation
multivalent lainnya seperti Ta2O5, TiO2, Sb2O3, dan ZrO2 (Gross dan Strunz, 1985; Gross
et al. 1988). Osaka dan rekan kerjanya (Imayoshi et al., 1997; Osaka et al. 1998)
mengamati pembentukan apatit secara in vitro pada serangkaian silika kaca biner (tiruan)
dari komposisi xMmOn(50 x / 2) (CaO SiO2) (x < 10 mol %; M = V, Cr, Mn, Co,
Zn, W, Ta) dengan thin-film XRD, Spektroskopi Inframerah, dan SEM setelah direndam

dalam simulasi cairan tubuh (Kokubo solusi, SBF; Kokubo et al., 1992). Kaca-Zn dan
Kaca-Ta sedikit korosif, sisa Ion Co, Zn dan Ta dari hasil lapisan silika gel, menhambat
pembentukan apatit.
Salah satu kelemahan dari gelas bioaktif adalah memiliki sifat mekanik yang
rendah. Alasan utama untuk pengembangan keramik-kaca bioaktif adalah menghasilkan
implan dengan sifat mekanik yang unggul. Keramik-kaca dapat dianggap sebagai kristal
kaca komposit yang mengandung berbagai macam fase kristal fase dengan ukuran dan isi
yang dapat dikontrol (Kokubo, 1993).
Substitusi tulang yang dapat diterima secara klinis adalah resorbable
prostheses dan autogenus tulang cancellous. Perbaikan implan dilakukan oleh aktivitas
osteoclast dan akhirnya digantikan oleh osteoid. Implan kalsium fosfat menunjukkan
karakteristik resapan yang bagus. Tricalcium fosfat (TCP, Ca3(PO4)2) telah
dikembangkan sebagai material bioaktif dan biodegradable pengganti tulang (Metsger et
al., 1982; Wiltfang et al., 2002). Meskipun implan kalsium fosfat digantikan oleh
jaringan tulang normal, kapasitas loadbearing lemah selama proses perbaikan karena
tingkat biodegradasi TCP terlalu cepat. Untuk mengurangi tingkat biodegradasi, keramik
biphasic kalsium fosfat (BCP) (komposit keramik yang terdiri dari campuran dari fase
HA dan -TCP) telah digunakan sebagai bahan cangkok tulang lebih dari satu dekade
(Daculsi, 1998). kelarutan BCP mirip dengan -TCP atau HA tergantung pada
perbandingan antara berat -TCP/HA dalam keramik komposit. Kelarutan komposit
keramik dapat dimodifikasi dengan memvariasi komposisinya. Karakteristik seperti
kristalinitas, ukuran partikel, morfologi, spesifikasi luas permukaan, dan cacat memiliki
peran penting pada tingkat kelarutan. Hal ini juga tergantung pada bentuk fisik keramik
ketika digunakan dalam tubuh manusia: bubuk atau bulk, padat atau berpori.
3.2 Teknik Pencitraan Keramik
3.2.1 Difraksi Sinar-X
Hamburan koheren sinar-x dari bahan kristal menyebabkan terjadinya difraksi,
pola difraksi memberikan informasi tentang struktur dan komposisi kimia material
kristal. Metode difraksi sinar X yakni sampel diletakkan pada sampel holder
difraktometer sinar X. Proses difraksi sinar X dimulai dengan menyalakan difraktometer
sehingga diperoleh hasil difraksi berupa difraktogram yang menyatakan hubungan antara
sudut difraksi 2 dengan intensitas sinar X yang dipantulkan. Untuk difraktometer sinar
X, sinar X terpancar dari tabung sinar X. Sinar X didifraksikan dari sampel yang
konvergen yang diterima celahdalam posisi simetris dengan respon ke fokus sinar X.

Sinar X ini ditangkap oleh detektor sintilator dan diubah menjadi sinyal listrik. Sinyal
tersebut, setelah dieliminasi komponen noisenya, dihitung sebagai analisa pulsa
tinggi.Sampel harus kristal untuk mengidentifikasi fase. Bubuk difraksi sinar x
digunakan dalam identifikasi fase kristalin dalam sampel padat, mengevaluasi parameter
kisi dan informasi lainnya seperti ukuran crystallite dan kisi distorsi, penentuan bentuk
secara kuantitatif dalam sampel multifase, dan menemukan orientasi di kristal tunggal
atau orientasi pilihan dalam sampel polikristalin.
Analisis komposisi didasarkan pada pola Difraksi sinar-X yang unik untuk
setiap bahan kristal. Identifikasi bentuk dari pola XRD biasanya dilakukan dengan cara
mencocokkan beberapa pola standar yang sudah ada seperti JCPDS (file Difraksi powder
dari fasa organik dan anorganik), data kristal NBS dan File Cambridge dari Data
Struktural Crystal Organik Tunggal. Pola-pola XRD ini tersedia dalam perangkat lunak
untuk difraksi sinar x bubuk. Untuk campuran fisik, pola Difraksi bubuk merupakan
jumlah dari pola-pola bahan individu. Oleh karena itu, pola Difraksi dapat digunakan
untuk mengidentifikasi fase kristal dalam campuran. Konsentrasi fasa kristal dapat
ditentukan

dengan

metode

yang

didasarkan

pada

perbandingkan

intensitas

puncakDifraksi dengan pola standar. Jika fase struktur kristal diketahui, konsentrasi
setiap fase dapat ditentukan oleh analisis Rietveld (Rietveld, 1969; Muda, 1993). Dalam
metode Rietveld, pola Difraksi teoritis dihitung, dan perbedaan antara pola teoritis dan
pola pengamatan diminimalkan. Efek dari faktor-faktor seperti pilihan orientasi,
texturing, dan memperluas ukuran partikel harus diminimalkan.
Puncak XRD yang sempit-meruncing,semakin meluas-pendek menunjukkan
seberapa ukuran crystallite (Elliott, 2002). HA diwakili sebagai Ca10 (PO4) 6 (OH)2 dan
ditandai dengan rasio Ca/P 1,67. Stoikiometri HA adalah monoklinik dengan kelompok
ruang P21/b, menunjukkan parameter kisi,a = 0.94 15 nm, b = 2a, c = 0.688 15 nm, =
120 (Elliott, 1994). Studi sebelumnya menunjukkan bahwa itu juga bisa menunjukkan
struktur hexagonal dengan ruang kelompok P63/m. Pola XRD yang khas dari HA dan
hydroxyl-carbonated apatite (HCA) disiapkan oleh proses kimia basah yang ditampilkan
pada gambar 3.1. Hal ini menunjukkan bahwa substitusi karbonat menyebabkan semakin
luas puncak Difraksi, dan menunjukkan penurunan ukuran crystallite. Selain ukuran
crystallite, lebar puncak XRD berisi beberapa informasi tentang ketegangan dalam
crystallite (Baig et al., 1999), yang muncul dari daerah pola unit-sel yang terdistorsi terus
menerus dengan daerah keteraturan/kesempurnaan. Jika gugus-gu gus atom, dan unit
sel-sel individu, yang identik satu sama lain (dalam hal kimia, ukuran, bentuk, biaya, dan

lokasi) dan sempurna selaras, maka crystallite akan unstrained. Lebar dari puncak XRD
akan sama di seluruh pola Difraksi, dan lebar mereka akan menunjukkan ukuran
crystallite. Sebaliknya, crystallite yang tegang mengalami penurunan dalam Ordo jangka
panjang; penurunan ini sangat mungkin berbeda dalam arah yang berbeda. Oleh karena
itu, lebar dari puncak pada pola Difraksi sinar x tidak akan seragam (Elliott, 2002;
Wopenka dan Pasteris, 2005).

3.2.2 analisis komposisi kimia dari keramik


Informasi kualitatif atau kuantitatif

mengenai

komposisi kimia permukaan

bahan dapat diperoleh emisi dari elektron , ion , dan foton lapisan paling luar dari
permukaan. Teknik yang paling banyak diterapkan untuk karakterisasi kimia permukaan
kaca dan keramik adalah Auger Electron Spectroscopy (AES), X-ray Photoelectron
Spectroscopy (XPS), dan Secondary ion Mass Spectroscopy (SIMS). Namun, teknik
analisis permukaan ini memerlukan penggunaan lingkungan vakum ultra-tinggi. Kondisi
analisis sangat terbatas dan seringkali tidak sesuai dengan yang ditemukan secara normal
dilingkungan.
a. Auger Electron Spektrokopi (AES)
Auger Elekctron Spektroskopi (AES ) dapat memberikan informasi mengenai
komposisi kimia , yang didasarkan pada proses dua tahap secara skematis ditunjukkan
pada gambar 3.2. Ketika sebuah elektron yang dipancarkan dari orbital atom terdalam
melalui tumbukan dengan elektron atau sinar- X ,bagian kosong yang dihasilkan akan

segera terisi oleh elektron lain dari orbital terluar . Energi yang dilepaskan dalam transisi
mungkin muncul sebagai foton sinar-X atau dapat ditransfer ke elektron lain ke orbital
terluar , dengan energi kinetik (Ek) sebesar :
=

( 3.1)

Dimana E1 dan E2 adalah energi ikat dalam keadaan ionisasi tunggal dan E3 * adalah
energi ikat atom dalam keadaan ionisasi ganda ( RahamanMohamed , 2007) . Elektron
yang keluar (Auger elektron) bergerak melewati padatan dan akan kehilangan energi
melalui tumbukan inelastis dengan elektron terikat. Namun, jika elektron Auger
dipancarkan cukup dekat dengan permukaan, mungkin akan lepas dari permukaan dan
dapat dideteksi oleh electron spectrometer.

Jumlah electron diplot sebagai fungsi dari energy kinetik elektron. Karena
setiap jenis atom memiliki karakteristik tingkat energi elektron sendiri, puncak dalam
pengamatan spektrum Auger dapat digunakan untuk menentukan komposisi dasar oleh
perbandingan dengam spectrum Auger standar untuk setiap elemen. Dengan
demikian,AES sebagian besar digunakan untuk analisis dasar. Untuk bahan keramik,
yang sebagian besar terisolasi, pengisian elektrostatik pada permukaan mungkin terjadi
dan ini menyebabkan pergeseran besar dalam energy elektron Auger, sehingga membuat
analisis spectrum menjadi sulit (Rahaman Mohamed, 2007).
Hal ini dimungkinkan untuk membuat pengamatan mendalam melalui
kombinasi dengan penggoresan permukaan, dimana penggoresan ini di lakukan oleh

percikan sinar ion argon. Dengan demikian depth profiling mode penting karena
komposisi permukaan biasanya berbeda dengan sebagian besar. Komposisi interface bisa
dianalisis secara mendalam dengan menggunakan AES. Yang berguna untuk
memberikan pemahaman mendalam

tentang proses yang terjadi pada permukaan

material. Dengan menggunakan AES ,Clark et al . ( 1976) dan Kim et al . ( 1989 )


menyeelidiki tahapan reaksi yang terjadi pada sisi bioglass dari interface antara bioglass
dan jaringan, tahap awal pembentukan lapisan calsium fosfat pada permukaan bioglass,
dan seterusnya.

b. X-ray photoelectron spectroscopy (XPS)


X-ray photoelectron spectroscopy (XPS) adalah salah satu metode paling
penting untuk mendeteksi komposisi kimia dan mengevaluasi keadaan ikatan kimia (atau
keadaan oksidasi) serta struktur elektronik dari permukaan (terluar 5-10 nm dari material
keramik). Sampel diiradiasi dengan sumber sinar-X berenergi rendah yang mengarah ke
emisi electron dari energi orbital atom terendah oleh efek fotolistrik seperti ditunjukkan
pada Gambar. 3.2. Energi kinetik yang diemisikan

fotoelektron diberikan oleh

persamaan:

Ek = h Eb W

(3.2)

dimana h adalah energi akibat foton sinar-X , Eb adalah energi ikat fotoelektron , dan W
adalah fungsi kerja spektrometer ( Rahaman Mohamed , 2007) . Dengan mengukur Ek ,
dalam spektrometer (analisa hemispherical dan detektor multichannel) dan W diketahui,
energi ikat dapat ditentukan dari Persamaan( 3.2 ) . Data biasanya diplot sebagai jumlah
elektron yang dipancarkan

dibandingkan dengan energi ikat. Energi ikat elektron

merupakan karakteristik dari atom dan orbital dimana elektron dipancarkan. Untuk
analisis kualitatif, pada resolusi rendah, spektrum wide-scan mencakup berbagai macam
rentan energi (nilai energi ikat berkisar antara 0-1254 eV (Mg K) atau 1.487 eV (Al
K)) berfungsi untuk menentukan komposisi unsur permukaan. Posisi puncak pada
spektrum di bandingkan dengan spektrum standart untuk menentukan keberadaan
elemen. Bentuk penelitian spektrum XPS dari -TCP komersial dan HA ditunjukkan
pada Gambar. 3.3. Hal ini menunjukkan bahwa Ca, P, O, dan C terkontaminasi. Sebagian
besar karbon ini disebut adventif karbon yang didasarkan pada penyerapan dari

hidrokarbon pengotor dan digunakan untuk kalibrasi energi ikat dengan mengatur energi
ikatnya sebesar 284,6 eV untuk mengoreksi pengisian sampel (Wagner et al., 1979).
Untuk analisis kuantitatif, puncak utama untuk setiap elemen dipilih (daerah
puncak setelah penghapusan latar belakang atas dasar pengurangan garis dasar Shirley;
Shirley, 1972) dan intensitasnya diukur (Liu et al.,2000).

Konsentrasi fraksi atom dari elemen A diberikan oleh:


CA = (IA SA ) (Ij Sj )

(3.3)

dimana Ij adalah intensitas puncak yang diukur dari elemen j dan Sj adalah faktor
sensitivitas atom untuk puncak tersebut (Rahaman Mohamed, 2007). Faktor sensitivitas
atom, yang dapat dihitung secara teoritis atau

diturunkan secara empiris, biasanya

diberikan dalam referensi manual yang diberikan oleh industri instrumen. Keakuratan
analisis kuantitatif (kurang dari 10%) adalah serupa dengan AES (Rahaman Mohamed,
2007). Informasi tentang ikatan kimia dan keadaan oksidasi permukaan atom dapat
ditentukan dari pergeseran kimia di posisi puncak dalam spektrum XPS. Untuk keramik,
yang sebagian besar berupa insulator, electrostatic charging pada permukaan dapat
terjadi hal ini menyebabkan distorsi bentuk puncak dari diferensial pengisian pada
permukaan bahan non-konduktif, membuatan analisis pengujian dari spectrum menjadi
sulit. Namun, pengisian permukaan dapat dinetralisir

dengan mengatur Ni dengan

lubang 1 mm di atas permukaan sampel dan dengan mengalirkan elektron berenergi


rendah (5 ~ 7 eV) (Matsumoto et al, 1995;. Hayakawa et al, 1998.).
XPS juga merupakan alat yang berguna untuk memberikan wawasan tentang
proses kimia atau biomimetik yang terjadi pada permukaan biomaterial. Sebuah contoh
dari aplikasi adalah studi tentang proses pembentukan apatit pada bioaktif campuran Ti6Al-4V di SBF oleh Takadama et al. (2001). Mereka melaporkan bahwa paduan bioaktif
bentuk membentuk kelompok Ti-OH pada permukaannya dengan mengganti ion Na+
dari permukaan lapisan sodium titanat dengan ion H3O + pada cairan. Kelompok Ti-OH

dalam alloy merangsang pembentukan apatit secara tidak langsung, dengan membentuk
titanat kalsium dan kalsium fosfat (amorphous). Dihipotesiskan bahwa Kalsium titanat
mendapatkan muatan positif dengan meningkatkan waktu perendaman untuk berinteraksi
dengan ion fosfat bermuatan negatif di SBF, akibatnya terbentuk kalsium fosfat amorf,
yang kemudian menstabilkan pada kristal apatit .
3.2.3 Mikroskop Elektron
Mikroskop elektron transmisi (TEM) didedikasikan untuk analisa mikro
struktur dari material solid dalam skala sub nanometer karena resolusi yang saangat
tinggi. Photon digantikan oleh elektronberenergi tinggi (>100 kV) dan lensa glass oleh
lensa elektromagnetik. Berkas elektron menembus bagian lunak sampel namun ditahan
oleh bagian keras sampel. Detektor yang berada di belakang sample menangkap berkas
electron yang lolos dari bagian lunak sample. Akibatnya detector menangkap bayangan
yang bentuknya sama dengan bentuk bagian keras sample. Skema dari TEM lebih detail
dapat dilihat pada gambar berikut.

Gamba 3.2 Skema Transmisi Electron Microscopy (TEM)


Aplikasi utama dari TEM adalah sebagai analisis mikrostruktur, identifikasi defek,
analisis interfasa, struktur kristal, tatanan atom pada kristal, serta analisa elemental skala
nanometer.
Beberapa contoh aplikasinya sebagai berikut. Daculsi et al. (1991)
melaporkan adanya cacat kisi dimensi heksagonal yang berpengaruh terhadap
peningkatan cacat struktur keramik HA (disinterering pada suhu 950 C) tetapi tidak
pada HA yang disinterring pada suhu 1250 C. Pengamatan microcrystal pada

permukaan keramik HA setelah implantasi dalam tulang teridentifikasi sebagai apatit


oleh Difraksi elektron selektif dengan TEM (Tracy dan Doremus, 1984). Xinet al. (2006)
melaporkan bahwa transformasi fase in situ dari octacalcium fosfat (OCP) untuk HA
diamati oleh TEM, di mana transformasi itu disebabkan oleh iradiasi sinar elektron.
Proses transformasi dan perubahan struktur kristal diuji melalui bright-field image,
difraksi elektron, mikroskop elektron transmisi resolusi tinggi (HRTEM) dan pola
transformasi Fourier cepat dari gambarHRTEM. Takadama et al. (2000) menyelidiki
mekanisme pembentukan inti apatit yang disebabkan oleh grup Si-OH, mana collodion
film didukung oleh grid titanium dihadapkan ke CaO, SiO2berbasis kaca mempunyai
jarak 0.5 mm di SBF 36.5 C dan mereka diamati di bawah TEM-EDX setelah direndam
dalam SBF untuk berbagai periode. Ion silikat yang terlarut dari kaca yang menempel
pada permukaan film collodion dalam 6 jam, dan dikombinasikan dengan ion kalsium di
SBF untuk membentuk kalsium silikat amorfdalam 12 jam. Ion kalsium ini
dikombinasikan dengan ion fosfat dalam SBF untuk membentuk amorf kalsium fosfat
dalam waktu 2 hari. Kalsium fosfatamorf ini berubah menjadi kristal apatit dalam 4 hari.
Energi-penyaringan TEM (EF-TEM)
Pendekatan pemetaan unsur dapat menjadi cara terbaik untuk menganalisis
dalam skala nanometer pada bahan seperti partikel halus dan antar muka/batas-batas,
fluktuasidua dimensi dalam komposisi disekitar skala nanometer yang mugkin terlewati
oleh analisis line-scan, yang dapat dinyatakan dalam gambar elemen distribusi. Distribusi
unsur tersebut diperoleh dengan suatu mikroskop electron transmisi yang dilengkapi
dengan fiturenergy filter(Botton dan phaneuuf 1999: Wittig et al., 2001; omura et al.,
2002 ) (EF TEM) atau scanning transmission electron microscope with an X-ray energy
dispersive spectrometer (STEM-XEDS) dan atau electron energy loss spectrometer
(STEM-EELS). Perbandingan ruang dari teknik sinar tetap EF-TEM dapat mencapai
kisaran subnanometer. Metode preparasi sampael seperti teknik focused ion beam(FIB)
juga penting untuk keberhasilan metodeenergi penyaringan dalam memecahkan ilmu
material.
Pemindaian elektron mikroskop (SEM)
Pemindaian elektron mikroskop (SEM) adalah teknik karakterisasi paling bergu
na untuk analisa mikro struktur dari material solid dalam sekala sub mikrometer. SEM
dapat digunakan untuk menggambarkan permukaan bahan keramik atau fraktur
permukaan bahan berpori. SEM dapat digunakan untuk mendapatkan komposisi kimia
yang dikombinasikan dengan EDX. Ohtsukiet et al. (1992, 1992) meperoleh berbagai

jenis material glass dengan komposisi yang berbeda dalam system rangkap tiga CaOSiO2-P2O5 oleh teknik konvensional melt-quenching dan kemudian glass direndam di
SBF 36oC untuk berbagai periode dalam menyelidiki jenis bahan yang membentuk
lapisan tulang apatit pada permukaan tubuh makhluk hidup. Pembentukan apatit pada
permukaan mereka diteliti oleh analisis filem tipis (TF)-XRD dan pengamatan SEM.

BAB III
KESIMPULAN
1. Karakteristik seperti morfologi, stoikiometri dan tingkat kristalinitas akan berbeda
dari satu metode pengolahan ke metode pengolahan yang lain. Kerugian dari metode
pengolahan ini dibatasi oleh kehomogenan, aglomerasi partikel, dan kemurnian yang
rendah (bebas-stoikiometri) tergantung pada kondisi pengolahan.
2. Difraksi sinar X merupakan salah satu teknik analisis yang salah satunya dapat
menyediakan informasi tentang struktur dan komposisi kimia bahan kristal,
identifikasi dan analisis fasa.
3. Teknik yang dapat dipakai untuk analisis komposisi karakterisasi kimia dari kaca dan
keramik adalah Auger Electron Spectroscopy (AES), X-ray Photo Electron
Spectroscopy (XPS), dan Secondary Ion Mass Spectroscopy (SIMS).
4. Mikroskop elektron transmisi (TEM) digunakan untuk analisa mikro struktur dari
material solid dalam skala sub nanometer, karena memiliki resolusi yang sangat
tinggi.
5. SEM adalah teknik karaterisasi yang digunakan untuk analisa mikrostruktur dari
material solid dalam skala sub mikrometer.

Você também pode gostar