Você está na página 1de 4

TUGAS ANALISA KASUS

KEPERAWATAN
KELUARGA
Disusun untuk melengkapi
tugas Keperawatan Keluarga
Dosen Koordinator: Ns.
Nurullya Rachmma, M.Kep,
Sp.Kep.Kom

Di susun oleh :
Intan Herdini Devi 22020110141015
A10.2

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013

ANALISA KASUS

Pada dasarnya setiap keluarga memimpikan dapat membangun keluarga yang harmonis,
bahagia dan saling mencintai, namun pada kenyataannya banyak keluarga yang merasa tidak
nyaman, tertekan dan sedih karena terjadi kekerasan dalam keluarga, baik kekerasan yang
bersifat fisik, psikologis, seksual, emosional, maupun penelantaran.(jurnal 1)
Seperti kasus yang terjadi pada keluarga Tn. SR (35 tahun) dengan tega menganiaya
istrinya Ny. HS (32 tahun) hanya karena tidak diberi uang untuk main judi dan mabuk. Tn. SR
menjambak, menendang dan menampar istrinya tersebut sampai mengalami luka memar di
bagian kepala. Peristiwa tersebut terjadi pada hari Senin, 4 Maret 2013 di daerah Jakarta
Selatan.
Berdasarkan keterangan yang diakui oleh Ny. HS merupakan pedagang sayur keliling
sedangkan suaminya Tn. SR merupakan seorang pengangguran. Tn. SR sering meminta uang
kepada istrinya untuk berjudi dan mabuk-mabukan, namun kali ini istrinya menolak sampai Tn.SR
menjadi kesal dan terjadi tindakan penganiayaan tersebut,
Kasus di atas merupakan kekerasan dalam rumah tangga yang bersifat fisik. Kekerasan
dalam rumah tangga dapat diakibatkan oleh 2 faktor yaitu eksternal dan internal. Secara internal
KDRT terjadi sebagai akibat dari semakin lemahnya kemampuan adaptasi setiap anggota
keluarga di antara sesamanya, sehingga setiap anggota keluarga yang memiliki kekuasaan dan
kekuatan cenderung bertindak deterministik dan eksploitatif terhadap anggota keluarga yang
lemah (Wahab, ). Hal tersebut dapat dikaitkan dengan budaya Indonesia yang menganut patriarki
dimana laki-laki memiliki kedudukan dan kekuasaan yang lebih dominan, sehingga kedudukan
perempuan menjadi lemah dan mendorong perempuan untuk menjadi tergantung dengan lakilaki. (Astuti, Arie D dkk, 2006).Sama halnya yang terjadi pada kasus penganiayaan Ny. HS oleh
suaminya yang memiliki kecenderungan faktor internal yaitu karena Tn.SR yang melakukan
tindakan semena-mena terhadap istrinya.
Sedangkan faktor eksternal pada KDRT muncul sebagai akibat dari intervensi lingkungan di
luar keluarga yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi sikap anggota keluarga,
terutama orangtua atau kepala keluarga, yang terwujud dalam perlakuan eksploitatif terhadap
anggota keluarga yang sering kali ditampakkan dalam pemberian hukuman fisik dan psikis yang
traumatik baik kepada anaknya, maupun pasangannya (Wahab, 2006). Bia dikaitkan dengan
kasus Tn. SR faktor eksternal terjadinya penganiayaan karena pengaruh lingkungan negatif
Tn.SR yang sering bermain judi dan mabuk-mabukan. Perilaku Tn.SR yang sering mabukmabukan dapat mengakibatkan kondisi emosi yang tidak stabil sehingga menyebabkan
terjadinya penganiayaan terhadap istrinya.
Menurut Zastrow & Browker (1984) dalam jurnal penelitian Wahab menyatakan bahwa ada
tiga teori utama yang mampu menjelaskan terjadinya kekerasan, yaitu teori biologis, teori
frustasi-agresi, dan teori kontrol. Bila disesuai dengan kasus di atas teori frustasi-agresi dapat
dijadikan sebagai penyebab terjadi KDRT terebut. Teori frustasi agresi menyatakan bahwa
kekerasan sebagai suatu cara untuk mengurangi ketegangan yang dihasilkan situasi frustasi.
Teori ini berasal dari suatu pendapat yang masuk akal bahwa sesorang yang frustasi sering
menjadi terlibat dalam tindakan agresif. Orang frustasi sering menyerang sumber frustasinya atau
memindahkan frustasinya ke orang lain. Misalnya Seorang pengangguran yang tidak dapat
mendapatkan pekerjaan mungkin memukul istri dan anak-anaknya.
Walaupun teori frustasi-agresi sebagian besar dikembangkan oleh para psikolog, beberapa
sosiolog telah menerapkan teori untuk suatu kelompok besar. Mereka memperhatikan
perkampungan miskin dan kotor di pusat kota dan dihuni oleh kaum minoritas telah menunjukkan
angka kekerasan yang tinggi. Mereka berpendapat bahwa kemiskinan, kekurangan kesempatan,
dan ketidakadilan lainnya di wilayah ini sangat membuat frustasi penduduknya. Penduduk semua
menginginkan semua banda yang mereka lihat dan dimiliki oleh orang lain, serta tak ada hak
yang sah sedikitpun untuk menggunakannya. Akibatnya, mereka frustasi dan berusaha untuk
menyerangnya. Teori ini memberikan penjelasan yang masuk akal terhadap angka kekarasan
yang tinggi bagi penduduk minoritas.
Tn.SR yang seharusnya dapat bertanggung jawab sebagai seorang suami yang menafkahi
anggota keluarganya tidak dapat menjalankan peran dan fungsinya sebagai seorang kepala
keluarga. Dari kasus yang terjadi di atas didapatkan bahwa fungsi dan peran keluarga tidak
berjalan dengan semestinya. Dimana menurut Friedman dan Undang-undang No. 10 tahun 1992
fungsi keluarga di bagi menjadi 5, yaitu:

1. Fungsi afektif. Berhubungan dengan fungsi internal keluarga yang merupakan dasar kekuatan
keluarga. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial. Anggota keluarga
mengembangkan gambaran diri yang positif, peran dijalankan dengan baik, dan penuh rasa
kasih sayang.
2. Fungsi sosialisasi. Proses perkembangan dan perubahan yang dilalui individu menghasilkan
interaksi sosial, dan individu tersebut melaksanakan perannya dalam lingkungan sosial.
Keluarga merupakan tempat individu melaksanakan sosialisasi dengan anggota keluarga dan
belajar disiplin, norma budaya, dan perilaku melalui interaksi dalam keluarga, sehingga
individu mampu berperan di dalam masyarakat.
3. Fungsi reproduksi. Fungsi untuk meneruskan kelangsungan keturunan dan menambah sumber
daya manusia.
4. Fungsi ekonomi. Fungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga, seperti makanan, pakain,
perumahan dan lain-lain.
5. Fungsi perawatan keluarga. Keluarga menyediakan makanan, pakaian, perlindungan, dan
asuhan kesehatan/ keperawatan.
Dari penjelasan di atas Tn.SR sebagai seorang kepala keluarga tidak mampu melaksanakan
fungsi afektif, sosialisasi, ekonomi, dan perawatan keluarga.
Masalah yang menonjol dari kasus di atas yaitu karena fungsi ekonomi dalam keluarga
tersebut yang tidak berjalan dengan semestinya. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Efriana
(2013) dijelaskan bahwa adanya hubungan antara penghasilan suami dengan kekerasan
terhadap istri dalam rumah tangga. Menurut Jannah (2007) penghasilan seseorang sangat
berpengaruh terhadap tindak kekerasan yang sering terjadi dalam kehidupan masyarakat dan
rumah tangga. Suami dengan pengahsilan yang cukup tentunya akan dapat memenuhi segala
kebutuhan hidup dan bertanggung jawab terhadap keluarganya. Jika penghasilan suami kurang
maka ia tidak dapat memenuhi kebutuhan rumah tangganya.
Sedangkan menurut Undang-undang No.10 tahun 1992 membagi fungsi keluarga menjadi 8,
yaitu sebagai fungsi keagamaan, budaya, cinta kasih, perlindungan, reproduksi, sosisalisasi,
ekonomi, dan pelestarian lingkungan. Bila dikaitkan dengan kasus, fungsi keagamaan, budaya,
cinta kasih dan perlindungan menajdi masalah utama yang muncul. Hal ini dikarenakan dapat
dilihat dari perilaku Tn.SR yang memiliki kebiasaan berjudi dan mabuk-mabukan. Sudah tidak
dapat dipungkiri lagi bila sebuah keluarga dapat menjalakan fungsi keagamannya dengan sesuai
dimana dapat menerjemahkan ajaran norma agama ke dalam tingkah laku, tindakan
penganiayaan dan perilaku menyimpang seperti yang terjadi pada Tn.SR terjadi. Begitu halnya
dengan fungsi keluarga yang lain seperti budaya, cinta kasih dan perlindungan.
Setiap keluarga pada awalnya selalu mendambakan kehidupan rumah tangga yang aman,
nyaman, dan membahagiakan. Secara fitrah perbedaan individual dan lingkungan sosial budaya
berpotensi untuk menimbulkan konflik. Bila konflik sekecil apapun tidak segera dapat diatasi,
sangatlah mungkin berkembang menjadi KDRT. Kejadian KDRT dapat terwujud dalam bentuk
yang ringan sampai berat, bahkan dapat menimbulkan korban kematian, sesuatu yang
seharusnya dihindari. Untuk dapat menyikapi KDRT secara efektif, perlu sekali setiap anggota
keluarga memiliki kemampuan dan keterampilan mengatasi KDRT, sehingga tidak menimbulkan
pengorbanan yang fatal. Tentu saja hal ini hanya bisa dilakukan bagi anggota keluarga yang
sudah memiliki usia kematangan tertentu dan memiliki keberanian untuk bersikap dan bertindak.
Sebaliknya jika anggota keluarga tidak memiliki daya dan kemampuan untuk menghadapi KDRT,
secara proaktif masyarakat, para ahli, dan pemerintah perlu mengambil inisiatif untuk ikut serta
dalam penanganan korban KDRT, sehingga dapat segera menyelamatkan dan menghindarkan
anggota keluarga dari kejadian yang tidak diinginkan.
Sebagai seorang calon perawat bila melihat kejadian seperti kasus di atas dapat
memberikan asuhan keperawatan keluarga dengan mengkaji seluruh anggota keluarga tidak
terhadap korban kekerasan namun terhadap pelaku yang melakukan kekerasan dalam rumah
tangga. Salah satu tindakan yang dapat dilakukan yaitu dengan memberikan dukungan atau
motivasi kepada anggota keluarga yang mendapat perilaku kekerasan.
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Arie D, dkk. 2006. Hubungan anatara Kemandirian dengan Sikap terhadap Kekerasan
Suami pada Istri yang Bekerja di Kelurahan Sampangan Kec. Gajah Mungkur Kota
Semarang. Program Studi Psikologi FK Universitas Diponegoro: Jurnal Psikologi
Universitas Diponegoro Vol.3 No. 1 diakses melalui
http://ejournal.undip.ac.id/index.php/psikologi/article/view/691 pada tanggal 23 November
2013
Efriana, Cut. 2012. Karakteristik Suami dengan Kekerasan terhadap Istri dalam rumah tangga di
Desa Simpang Empat Cot Girek Lhok Sukon Aceh Utara. Tenaga Pengajar Pada
STIKes UBudiyah Banda Aceh: Jurnal Ilmiah STIKES UBudiyah Vol.2, No.1, Maret
2013 diakses melalui
http://lppm.stikesubudiyah.ac.id/jurnal-J00002.html pada tanggal 23 November 2013
Wahab, Rochmat. 2006. KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA: Perspektif Psikologis dan
Edukatif. Diakses melalui

http://www.docjax.com/document/view.shtml?id=1911022&title=KEKERASAN%20
ALAM%20RUMAH%20TANGGA%28Final%29.pdf%20-%20Staff%20Site%20
pada tanggal 23 November 2013
Zaidin Ali, Haji. 2009. Pengantar Keperawatan Keluarga. Jakarta: EGC

Você também pode gostar