Você está na página 1de 4

1.

Meningioma
Meningioma adalah neoplasma jinak intrakranaial yang paling sering terjadi.
Kejadianya kurang lebih 18% dari keseluruhan neoplasma intracranial. Nervus
opticus dibungkus oleh 3 lapisan selubung yang merupakan lanjutan dari ketiga
lapisan selubung pada otak (duramater,arakhnoid dan piamater). Penyebab dari tumor
meningen ini adalah sedera kepala, penyakit serebro vascular, penyakit demensia dan
infeksi susunan saraf (Cahyono, 2013).
Penanganan untuk pesien meningioma dengan kesadaran yang menurun,
pasien

dapat

direncanakan

untuk

tindakan

pembedahan

amergency

yaitu

pengangkatan tumor kapala secara kraniotomi dengan tehnik anestesi umum.


Premedikasi dengan 2 mg midazolam intravena (IV) diberikan sebelum induksi
anestesi, fentanil 250 ug intravena secara titrasi selama 5 menit sebelum injeksi
propofol untuk mencapai kadar puncak dalam plasma. Induksi dengan propofol 100 g
iv (titrasi) dan diberikan obat pelumpuh otot dengan rocuronium 50 mg iv (Andrews,
1997). Selama anestesi berlangsung pemeliharaan diberikan dengan O2:air 2l:2l,
agen inhalasi sevofluran 0,5-1%, rocuronium 10 mg/jam/iv, dan fentanil 100-200
ug/jam/iv/syringe pump. Total fentanil adalah 900 ug iv. Pada akhir operasi nafas
pasien akan spontan dan dapat diektubasi. Kemudian pasien dibawa ke ICU dengan
manajemen nyeri pasca operasi menggunakan fentanil 500 ug/24 jam iv. dan
ketorolak 30 mg/8 jam iv ,dan dinilai ulang tingkat kesadaran di ICU dengan tingkat
kesadaran GCS 15 (Barash, 2006).
2. Papilloma Laring
Papiloma laring adalah neoplasma jinak yang biasanya tumbuh pada pita
suara bagian anterior atau daerah subglotik, dapat pula tumbuh di plika ventrikularis
atau aritenoid ( Herawati & Rukmini, 2004).
Papilloma laring dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas atau perubahan
suara. Penyakit ini paling sering dijumpai pada anak-anak di bawah usia 12 tahun
yaitu juvenile-onset recurrent respiratory papillomatosis (JORRP) dan bisa dijumpai
pada usia 20-40 tahun yaitu adult-onset respiratory papillomatosis (AORRP). Gejala
yang paling sering dijumpai adalah suara serak. Disamping suara serak, sesak nafas,
stridor dan batuk juga dapat ditimbulkan ( Bambang, 2001).
Tujuan pengobatan papilloma laring adalah mempertahankan jalan nafas,
memelihara kualitas suara dan menghilangkan massa papilloma. Operasi mikrolaring

pada papilloma laring membutuhkan anestesi umum yang keamanannnya


menyeluruh, dengan respirasi yang edekuat, melindungi jalan nafas bawah dan dapat
mengembalikan reflek-reflek pada akhir operasi. Tujuan anestesi umum pada operasi
tersebut adalah untuk:
1. Memudahkan pada pemasangan laringoskop dengan memakai pelemas otot
sehingga mempermudah ruang gerak lapangan operasi. Pelemas otot bisa
didapatkan dengan obat-obat pelemas otot baik dari golongan depolarisasi
seperti suksinil kolin, maupun obat golongan non depolarisasi seperti
atakrium, vekuronium dan lain-lain (Lee, 2003).
2. Oksigenasi yang adekuat dan ventilasi yang baik. Untuk memperoleh
oksigenasi dan ventilasi yang baik selama operasi, pasien diintubasi dengan
memakai alat endotrakeal tube yang berdiameter kecil antara 4-6 mm. Alat ini
juga melindungi dari aspirasi dan dapat sebagai jalan memasukkan zat
anestesi inhalasi (Lee, 2003).
3. Stabilisasi Kardio Vaskular
Tekanan darah dan denyut jantung sering berfluktuasi pada saat operasi
berjalan, yang banyak memanipulasi jalan nafas, demikian juga pada saat
pemasangan endotrakeal tube dan laringoskop. Hal ini dapat dihindari dengan
membuat anestesi yang dalam disaat operasi berlangsung (Lee, 2003).
3. Nyeri Luka Bakar
Luka bakar adalah trauma dengan angka tertinggi keempat di seluruh dunia.
Terkadang perawatan yang tepat dari luka bakar sulit didapatkan khususnya pada
kasus kekurangan tenaga medis yang kompeten seperti di medan perang, negaranegara terbelakang, atau pada saat ada korban kebakaran massal (Vyas, 2013).
Pada penanganan pasien yang mengalami luka bakar akan mendapatkan
sejumlah tindakan yang mungkin menyakitkan. Mulai pemindahan dari kebakaran,
resusitasi, transportasi ke rumah sakit, hingga prosedur yang urgensi, seperti akses
intravena, kontrol jalan napas, pemasangan kateter uretra, radiografi, escharotomies,
dan transportasi ke unit luka bakar atau unit perawatan intensif. Manajemen nyeri
merupakan isu yang penting selama tindakan. Nyeri pasien bisa berat atau bisa juga
ringan, namun tingkat keparahan nyeri jarang yang tercatat. Persepsi nyeri pada
pasien juga dapat dipengaruhi oleh alkohol, penggunaan obat-obatan, atau penyebab

lainnya seperti perubahan tingkat kesadaran, (bisa akibat inhalasi asap, hipoksia, atau
hipotensi) (Kinsella, 2008).
Manajemen awal nyeri luka bakar sulit di laksanakan, sebelum dilakukan
pemeriksaan formal dan stabilisasi pada pasien. Oleh karena itu sebagai rekomendasi
berdasarkan pengamatan dan pengalaman klinis. Perlu dilakukan langkah-langkah
sederhana seperti cooling, menutupi permukaan luka bakar dan immobilisasi pasien.
Penutupan luka bakar sangat perlu sebab dengan adanya aliran udara di atas
permukaan luka bakar akan memperberat nyeri (Rab, 2004).
Namun, pendinginan lokal tidak bisa mencegah pengembangan hiperalgesia
pada manusia. Setelah tenaga medis terlatih telah tersedia, di suatu tempat atau
setibanya di rumah sakit, pemberian analgesia sering digunakan untuk semua pasien
dengan luka bakar (Kinsella, 2008).
Secara Eksperimental nyeri luka bakar dapat dikurangi dengan menggunakan
antagonis NMDA seperti ketamin. Tetapi sayangnya, dosis tinggi dari ketamin sering
dikaitkan dengan efek samping yang tidak menyenangkan, seperti halusinasi dan
dysphoria. Ketamine dosis rendah mungkin efektif sebagai analgesik dan dapat
mengurangi kebutuhan opioid. Ini adalah pilihan yang menarik sebagai Ketamine
yang bekerja pada reseptor NMDA telah terbuktimengurangi sensitisasi sentral dan
pengembangan hiperalgesia sekunder dari nyeri neuropatik pada model hewan.
Pengalaman dalam beberapa percobaan kecil dan seri kasus yang lebih besar telah
memberikan bukti bahwa Ketamine efektif dan aman untuk pengelolaan nyeri pada
pasien luka bakar (Kinsella, 2008).

JPB Herawaty S, Rukmini S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok.

Cetakan pertama. Penerbit : EGC. Jakarta ; 2004


Bambang H, Hartono A. 2001. Tumor Laring. Dalam: Efiaty AS, Nurbaiti I. Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi ke-5. Jakarta: Balai

Penerbit FK UI.
Barash, Paul G. Cullen, Bruce F. Stoelting, Robert K. Opioid. 2001. In: Clinical

Anesthesia, 5th Edition Lippincott Williams & Wilkins.


Cahyono Yudi, Abdul H.B, Sri A.U. 2013. Hubungan Nilai Rasio Apparent Diffusion
Coefficent (Adc) dan Intensitas Sinyal T2- Weighted Image dengan Konsistensi Tumor
Otak: Indonesian Journal of Neurosurgery.

Kinsella J, Rae CP. 2008. Clinical pain management acute pain, acute pain management

in burns. 2nd rd. London: Hodder & Stoughton Limited.


Lee KJ. 2003. Essential Otolaryngology Head & Neck Surgery. 8th editon. New York: MC

Graw Hill.
Rab H. 2004. Agenda gawat darurat (Critical Care): pengetasan kritis pada intergumenter-

luka bakar. Bandung : PT. Alumni.


Vyas, K. S., Wong, L, K. 2013. Oral rehydration solutions for burn management in the field
and underdeveloped regions: a review. International Journal of Burns and Trauma. PMCID:
PMC3712407.

Você também pode gostar

  • P 5
    P 5
    Documento3 páginas
    P 5
    Andita Delifauzan Syabana
    Ainda não há avaliações
  • ASTENOPIA
    ASTENOPIA
    Documento12 páginas
    ASTENOPIA
    Andita Delifauzan Syabana
    Ainda não há avaliações
  • Referat Fotofobia
    Referat Fotofobia
    Documento10 páginas
    Referat Fotofobia
    Andita Delifauzan Syabana
    100% (1)
  • Motlet
    Motlet
    Documento1 página
    Motlet
    Andita Delifauzan Syabana
    Ainda não há avaliações
  • CV Daftar
    CV Daftar
    Documento2 páginas
    CV Daftar
    Andita Delifauzan Syabana
    Ainda não há avaliações