Você está na página 1de 16

Osteoporosis pada Lansia

Egidius Ian Andrian


102012346 Kelompok : BP6

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 2012


Jalan Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510 Telp : 021-56942061 Fax : 021-5631731
E-mail : egidius.andrian@civitas.ukrida.ac.id

Pendahuluan
Osteoporosis adalah suatu penyakit degeneratif yang ditandai dengan melemahnya
struktur penyusun tulang sehingga membuat tulang menjadi rapuh dan mudah patah.
Osteoporosis biasanya terjadi pada manusia yang sudah menginjak usia lanjut. Osteoporosis
terdiri dari dua macam tipe yaitu osteoporosis pasca menopause yang berhubungan dengan
defisiensi estrogen dan osteoporosis senilis yang berkaitan dengan gangguan absorbsi kalsium.
Penanganan osteoporosis haruslah dilakukan sedini mungkin agar kerusakan yang diakibatkan
juga minimal, suatu contoh kasus berikut akan memberikan penjelasan mengenai osteoporosis
serta pengobatan dan penatalaksanaan dalam pemeriksaannya lebih lanjut.
Anamnesis
Anamnesis memegang peranan yang penting pada evaluasi penderita osteoporosis.
Kadang-kadang keluhan utama bias langsung mengarah kepada diagnosis, misalnya fraktur
colum femoris pada osteoporosis, bowing leg pada riket, atau kesemutan dan rasa kebal d mulut,
dan ujung jari pada hipokalsemia. Pada anak-anak gangguan pertumbuhan atau tumbuh pendek,
nyeri tulang, kelemahan otot, waddling gait, kalsifikasi ekstraskeletal, kesemuanya mengarah
pada penyakit tulang metabolic.
Factor lain yang harus ditanyakan adalah fraktur dengan trauma minimal, imobilisasi
lama, penurunan tinggi badan pada orang tua, kurangnya paparan sinar matahari, asupan
kalsium, fosfor dan vitamin D, latihan yang teratur.
Obat-obatan yang diminum dalam jangka waktu panjang juga harus diperhatikan, seperti
kortikosteroid, hormone tiroid, antikonvulsan, heparin, antasida yang mengandung alumunium,
sodium-fluorida dan bifosfonat etidronat.
Alcohol dan merokok juga merupakan factor resiko osteoporosis. Penyakit penyakit lain
yang harus ditanyakan yang juga berhubungan dengan osteoporosis adalah penyakit ginjal,
saluran cerna, hati, endokrin dan isufisiensi pancreas. Riwayat haid umur menarche dan riwayat
menopause. Penggunaan obat kontraseptif juga harus d perhatikan. Serta riwayat keluarga

dengan osteoporosis juga diperhatikan, karena ada beberapa penyakit tulang metabolit yang
bersifat herediter.
Pemeriksaan Fisik
Tinggi badan dan berat badan harus diukur pada setiap penderita osteoporosis. Demikian
juga gaya berjalan penderita, deformitas tulang, leg-length inequality, nyeri spinal dan jaringan
parut pada leher (bekas operasi tiroid).
Penderita dengan osteoporosis sering menunjukkan kifosis dorsal atau gibbus (Dowagers
hump) dan penurunan tinggi badan. Selain itu juga didapatkan protuberantia abdomen, spasme
otot paravertebral dan kulit yang tipis. 1
Pemeriksaan Penunjang
Osteoporosis perlu diobati dengan baik. Keberhasilan penanganan osteoporosis sangat
tergantung kepada bagaimana pemeriksaan tulang, mendeteksinya secara dini, dan menentukan
risiko terjadinya patah tulang untuk mengambil tindakan pengobatan secepatnya. Pemeriksaan
tulang terdiri atas dua kategori besar, yang pertama dengan menentukan densitas atau kepadatan
tulang, dengan menggunakan berbagai alat yang kini semakin canggih. Yang kedua melalui
pemeriksaan biokimiawi darah, untuk mengetahui bagaimana turnover atau proses modelingremodeling tulang. Pemeriksaan densitas tulang dan biokimiawi darah penting pula untuk
mengetahui keberhasilan pemberian obat antiosteoporosis. 4

Biokimiawi
Kalsium, fosfat, dan alkali fosfatase serum serta kalsium urin normal. (Alkali fosfatase
bisa meningkat setelah fraktur). 2

Radiologi
Rontgen lateral vertebra lumbal dan dorsal. Bisa tampak bentuk baji atau deformitas
konkaf ( seperti ikan cod) pada korpus vertebra. Bisa terjadi ruptur diskus ke dalam
korpus vertebra (nodus Schmorl). Hilangnya densitas tulang bisa tampak jelas namun
evaluasi massa tulang berdasarkan radiologis tidak bisa diandalkan. Osteopenia yang
tegas pada rontgen merupakan tanda hilangnya tulang yang lanjut. 2

Densitometri tulang
Absorpsiometri kuantitatif dengan computed tomography (CT) dengan foton tunggal atau
ganda sampai absorpsiometri sinar X energi ganda (DXA) menilai densitas tulang dengan
pengukuran absorpsi sinar gamma atau sinar X di lokasi yang secara klinis relevan seperti
2

di radius, pelvis atau vertebra. Jika tersedia, DXA adalah metode terpilih, dengan metode
pengukuran yang cepat dan berkaitan dengan paparan radiasi yang rendah. 2
Foto rontgen polos berguna untuk memperlihatkan fraktur yang berhubungan dengan
osteoporosis. 3
Absorpsiometri rontgen emisi ganda (dual emission X-ray absorptiometry [DEXA])
digunakan untuk mengukur densitas tulang dan menghitung derajat osteopenia
(kehilangan tulang ringan-sedang) atau osteoporosis (kehilangan tulang berat).
Pengukuran berguna pada orang-orang yang beresiko (misalnya yang sedang menjalani
terapi kortikosteroid, menopause yang terjadi lebih awal) untuk mengevaluasi kebutuhan
dan respons terhadap proteksi tulang. 3
1. Dual Energy X-Ray Absorptiometry (DXA)
DXA adalah suatu teknik yang akurat dan presisi yang dapat digunakan untuk
mengukur densitas tulang di beberapa tulang di rangka. Mesin DXA bisa mengukur Bone
Mineral Content (BMC) di panggul, tulang belakang, tulang radius dan tulang calcaneus
atau total mineral di seluruh rangka. Pasien tetap berpakaian dan ditempatkan secara hatihati di sebuah meja untuk tindakan scan yang membutuhkan waktu sebentar dan
menghasilkan sebuah hasil laporan dalam bentuk cetakan. 5
2. Hip BMD
Hip DXA atau DXA panggul dianggap sebagai gold standard oleh banyak ahli
untuk menilai resiko fraktur dan membuat diagnosis untuk osteoporosis. Hip DXA adalah
prediktor yang lebih kuat untuk fraktur panggul dibandingkan pemeriksaan BMD di
tempat lain dan memprediksi resiko fraktur-fraktur lain sebaik atau bahkan lebih baik dari
cara pengukuran yang lain. BMD panggul tidak dipengaruhi oleh kelainan degeneratif
artritis dari panggul. 5
3. Spine BMD
Spine BMD mengukur vertebra lumbal, L1 sampai L4, dalam proyeksi
posteroanterior. Karena tulang belakang memiliki tulang trabekular yang lebih banyak
dibandingkan tempat lain, spine BMD lebih sensitif terhadap efek dari hormon dan obatobatan. Spine BMD cenderung sedikit lebih presisi dibandingkan hip DXA, jadi beberapa
dokter lebih memilih menggunakan spine BMD untuk memonitor efek dari perawatan
kortikosteroid dan perawatan obat-obatan lain. 5
Spine BMD memperlihatkan kandungan mineral dari seluruh tulang lumbal
termasuk badan vertebra, bagian posterior tubuh dan sendi serta total kalsium diatas aorta
abdominal. Karena itu, spine BMD meningkat sejalan dengan artritis degeneratif dan
kalsifikasi aorta, yang mana keduanya meningkat secara umum dan parah setelah usia 65.
3

Karena alasan ini, setelah usia sekitar 65 tahun spine BMD cenderung meningkat,
daripada menurun seperti yang terlihat pada pengukuran BMD yang lain. 5
Karena alasan ini, kecuali jika ada alasan spesifik untuk mengukur spine BMD,
seperti perawatan dengan kortikosteroid, spine BMD tidak boleh dilakukan untuk dewasa
dengan usia diatas 65 tahun atau mereka yang memiliki kelainan artritis degeneratif pada
tulang belakang.
Pengukuran spine DXA bisa meningkat jika satu atau lebih dari vertebra lain yang diukur
mengalami fraktur atau terkena degeneratif artritis lokal.
4. Periperhal DXA (pDXA)
Alat DXA yang lebih kecil digunakan untuk mengukur densitas tulang di lengan
bawah. Radius distal biasanya digunakan karena mengandung tulang trabekular dan
tulang kortikal. Karena kecil dan relatif murah, mereka lebih banyak tersedia di rumah
sakit dibandingkan DXA standard.Tes pDXA secara umum lebih murah daripada spine
atau hip DXA. 5
Dual energy X-ray absorptiometry (DXA, DEXA) pada saat ini adalah teknik
densitometrik yang paling berkembang, terpercaya dan popular yang digunakan sebagai
gold standard dan reference standard. Teknik ini serbaguna dan dapat digunakan
untuk menilai bone mineral content untuk seluruh rangka tulang atau pada tulang-tulang
tertentu, terutama yang paling rentan terkena fraktur. Rangka atau tulang yang diperiksa
terkena dua sinar X-ray dengan intensitas yang berbeda. Dan kandungan mineral dari
tulang dihitung dengan program komputer dari banyaknya radiasi. Teknik ini mengukur
luas area densitas (g/cm2) daripada densitas volumetrik yang sebenarnya (g/cm3) karena
menggunakan
scan
secara
dua
dimensi.
Dengan menggunakan dua pengukuran, kontribusi daripada komponen jaringan
halus (beda jumlah untuk jaringan otot dan jaringan lemak) bisa dihitung dan dibuang.
DXA bisa mengukur panggul dan tunggal belakang (central) dan lengan bawah
(peripheral) bahkan bisa melakukan total body scan (full body DXA scanner).
Sendi panggul dan tulang belakang lumbal diukur secara rutin dari depan (AP)
atau dari samping (lateral). Kombinasi evaluasi dari kedua pengukuran ini bisa
mengembangkan nilai dari status mineral tulang pasien dan prediksi fraktur, terutama
kasus dengan variasi anatomi, kelainan degeneratif yang parah dan fraktur. Pengukuran
tulang lumbal tidak terbatas hanya pada badan vertebranya, tetapi juga termasuk arch dan
processus spinosus yang memiliki kuantitas tulang kompak yang patut dipertimbangkan. 6
Hasil Pengukuran dengan DEXA berupa: 1
4

Densitas mineral tulang pada area yang dinilai satuan bentuk gram per CM2
Kandungan mineral tulang dalam satuan gram.
Perbandingan hasil densitas mineral tulang dengan nilai normal rata-rata densitas tulang pada
orang seusia dan dewasa muda yang dinyatakan dalam persentase.
Perbandingan hasil densitas mineral tulang dengan nilai normal rata-rata densitas tulang pada
orang seusia dan dewasa muda yang dinyatakan dalam skor standar deviasi (Z-score atau Tscore)
Densitas mineral tulang yang rendah merupakan faktor risiko utama yang dapat dicegah dan
prediktor utama terjadinya fraktur. Secara umum setiap terjadi penurunan densitas tulang sebesar
1 standar deviasi dibawah rata-rata densitas mineral tulang orang dewasa muda akan
meningkatkan terjadinya fraktur sebanyak 2-3 kali. 1
Pemeriksaan densitometri untuk mengetahui densitas tulang pada osteoporotik dipakai standar
WHO sebagai berikut: 1
Kategori Diagnostik
Normal
Osteopenia
Osteoporosis
Osteoporosis berat

T-Score
>-1
<-1
<-2,5(tanpa fraktur)
<-2,5(dengan fraktur)

Working Diagnosis
Osteoporosis
Osteoporosis adalah hilangnya massa tulang dan bukan perubahan kandungannya. Keadaan ini
ditandai oleh meningkatnya risiko fraktur akibat kerapuhan tulang. Lokasi fraktur tersering
adalah tulang belakang, kolum femoris, dan radius. 2 Osteoporosis adalah hal yang sering
dijumpai dan menjadi predisposisi untuk terjadinya fraktur tulang akibat adanya penurunan
kuantitatif dan kedua komponen matriks tulang (osteoid dan hidroksiapatit). 3
Sebanyak 50% wanita dan 15% pria mengalami fraktur yang berhubungan dengan osteoporosis
pada usia 90 tahun. Osteoporosis dapat bersifat sekunder terhadap penyakit tertentu( di bawah)
atau primer, osteoporosis primer lebih sering terjadi pada wanita berusia lanjut. Terutama pada
wanita yang terlambat menarche, mengalami menopause lebih cepat, atau memiliki riwayat
oligomenorea dalam waktu lama (misalnya atlet, anoreksia nervosa). 3
Faktor risiko penting lainnya termasuk merokok, alkohol, gaya hidup yang sedikit
beraktivitas(atau latihan tanpa beban) adanya riwayat keluarga (massa tulang puncak dipengaruhi

oleh kontrol genetik yang kuat), dan postur tubuh yang kurus. Osteoporosis sekunder terjadi
pada: 3
Penyakit endokrin: tirotoksikosis, penyakit Cushing, hipogonadisme, hiperparatiroidisme.
Penyakit reumatologis: artropati inflamasi, terutama yang diobati dengan steroid.
Penyakit saluran pencernaan: malabsorpsi, sirosis.
Neoplasia
Penggunaan obat-obatan terutama kortikosteroid, heparin, warfarin dan fenitoin.

Diferential Diagnosis
Osteoarthritis
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan
kerusakan kartilago sendi. Vertebra, panggul, lutut dan pergelangan kaki paling sering terkena
OA. Terapi OA biasanya simptomatik, misalnya dengan pengendalian faktor-faktor risiko,
latihan, intervensi fisioterapi, dan terapi farmakologis, pada OA fase lanjut sering diperlukan
pembedahan. Untuk membantu mengurangi keluhan nyeri pada OA, biasanya digunakan
analgetika atau obat anti-inflamasi non steroid (OAINS). Karena keluhan nyeri pada OA yang
kronik dan progresif, penggunaan OAINS biasanya berlangsung lama, sehingga tidak jarang
menimbulkan masalah. 1
Etiopatogenesis Osteartritis1
Berdasarkan patogenesisnya OA dibedakan menjadi dua yaitu OA primer dan OA
sekunder. Osteoartritis primer disebut juga OA idiopatik yaitu OA yang kausanya tidak diketahui
dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal pada
sendi. OA sekunder adalah OA yang didasari oleh adanya kelainan endokrin, inflamasi,
metabolik, pertumbuhan, herediter, jejas mikro dan makro serta imobilisasi yang terlalu lama.
Osteoartritis primer lebih sering ditemukan dibanding sekunder.
Selama ini OA sering dipandang sebagai akibat dari suatu proses ketuaan yang tidak
dapat dihindari. Para pakar yang meneliti penyakit ini sekarang berpendapat bahwa OA ternyata
merupakan penyakit gangguan homeostasis dari metabolisme kartilago dengan kerusakan
struktur proteoglikan kartilago yang penyebabnya belum jelas diketahui. Jejas mekanis dan
kimiawi pada sinovia sendi yang terjadi multifaktorial, antara lain karena faktor umur, stres
mekanis atau penggunaan sendi yang berlebihan.

Jejas mekanis dan kimiawi ini diduga merupakan faktor penting yang merangsang
terbentuknya molekul abnormal dan produk degradasi kartilago didalam cairan sinovial sendi
yang mengakibatkan terjadi inflamasi sendi, kerusakan kondrosit dan
nyeri.
Osteoartritis ditandai dengan fase hipertrofi kartilago yang berhubungan dengan suatu
peningkatan terbatas dari sintesis matriks makromolekul oleh kondrosit sebagai kompensasi
perbaikan(repair). Osteoartritis terjadi sebagai hasil kombinasi antara degradasi rawan sendi,
remodelling tulang dan inflamasi.
Peningkatan degradasi kolagen akan mengubah keseimbangan metabolisme rawan sendi.
Kelebihan produk hasil degradasi matriks rawan sendi ini cenderung berakumulasi di sendi dan
menghambat fungsi rawan sendi serta mengawali suatu respons imun yang menyebabkan
inflamasi sendi.
Kelainan disekitar rawan sendi tergantung pada sendi yang terkena, tetapi prinsipnya
adalah adanya tanda-tanda inflamasi sendi, perubahan fungsi dan struktur rawan sendi seperti
persambungan sendi yang tidak normal, gangguan fleksibilitas, pembesaran tulang serta
gangguan fleksi dan ekstensi, terjadinya instabilitas sendi, timbulnya krepitasi baik pada gerakan
aktif maupun pasif.
Faktor-Faktor Risiko Osteoartritis1
1.

Umur

Dari semua faktor risiko untuk timbulnya OA, faktor ketuaan adalah yang terkuat. Prevalensi dan
beratnya OA semakin meningkat dengan bertambahnya umur. OA hampir tak pernah pada anakanak, jarang pada umur di bawah 40 tahun dan sering pada umur di atas 60 tahun. Akan tetapi
harus diingat bahwa OA bukan akibat ketuaan saja. Perubahan tulang rawan sendi pada ketuaan
berbeda dengan perubahan pada OA.
2.

Jenis Kelamin

Wanita lebih sering terkena OA lutut dan OA banyak sendi, dan lelaki lebih sering terkena OA
paha, pergelangan tangan dan leher. Secara keseluruhan, di bawah 45 tahun frekuensi OA kurang
lebih sama pada laki-laki dan wanita, tetapi di atas 50 tahun (setelah menopause) frekuensi OA
lebih banyak pada wanita daripada pria. Hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada
patogenesis OA.
3.

Genetik

Faktor herediter juga berperan pada timbulnya OA misalnya, pada ibu dari seorang wanita
dengan OA pada sendi-sendi interfalang distal (nodus Heberden) terdapat 2 kali lebih sering OA
7

pada sendi-sendi tersebut, dan anak-anaknya perempuan cenderung mempunyai 3 kali lebih
sering, daripada ibu dan anak perempuan-peremuan dari wanita tanpa OA tersebut.
4.

Kegemukan dan Penyakit Metabolik

Berat badan yang berlebih nyata berkaitan dengan meningkatnya risiko untuk timbulnya OA baik
pada wanita maupun pria. Kegemukan ternyata tak hanya berkaitan dengan OA pada sendi yang
menanggung beban, tapi juga dengan OA sendi lain (tangan atau sternoklavikula). Oleh karena
itu disamping faktor mekanis yang berperan (karena meningkatnya beban mekanis), diduga
terdapat faktor lain (metabolik) yang berperan pada timbulnya kaitan tersebut.Peran faktor
metabolik dan hormonal pada kaitan antara OA dan kegemukan juga disokong oleh adanya
kaitan antara OA dengan penyakit jantung koroner, diabetes mellitus dan hipertensi. Pasienpasien osteoartritis ternyata mempunyai risiko penyakit jantung koroner dan hipertensi yang
lebih tinggi daripada orang-orang tanpa osteoartritis.
Manifestasi Klinis1
Pada umumnya pasien OA mengatakan bahwa keluhan-keluhannya sudah berlangsung lama,
tetapi berkembang secara perlahan-lahan.
1.

Nyeri Sendi

Keluhan ini merupakan keluhan utama yang seringkali membawa pasien ke dokter (meskipun
mungkin sebelumnya sendi sudah kaku dan berubah bentuknya). Nyeri biasanya bertambah
dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan tertentu kadangkadang menimbulkan rasa nyeri yang lebih dibanding gerakan yang lain.
2.

Hambatan Gerakan Sendi

Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat dengan pelan-pelan sejalan dengan
bertambahnya rasa nyeri.
3.

Kaku Pagi

Pada beberapa pasien, nyeri atau kaku sendi dapat timbul setelah imobilitas, seperti duduk di
kursi atau mobil dalam waktu yang cukup lama atau bahkan setelah bangun tidur.
4.

Pembesaran sendi (deformitas)

Pasien mungkin menunjukkan bahwa salah satu sendinya (seringkali terlihat di lutut atau tangan)
secara perlahan-lahan membesar.
5.

Perubahan Gaya Berjalan

Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien. Hampir semua pasien OA pergelangan
kaki, tumit, lutut atau panggul berkembang jadi pincang. Gangguan belajar dan gangguan fungsi
sendi yang lain merupakan ancaman terbesar untuk kemandirian pasien OA yang umurnya tua.

Pemeriksaan Fisis1
1.

Hambatan Gerak

Perubahan ini seringkali sudah ada meskipun pada OA yang masih dini (secara radiologis).
Biasanya bertambah berat dengan semakin beratnya penyakit, sampai sendi hanya bisa
digoyangkan dan menjadi kontraktur. Hambatan gerak dapat konsentris(seluruh arah gerakan)
maupun eksentris (Salah satu arah gerakan saja).
2.

Krepitasi

Gejala ini lebih berarti untuk pemeriksaan klinis OA lutut. Pada awalnya hanya berupa perasaan
akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang memeriksa. Dengan
bertambah beratnya penyakit, krepitasi dapat terdengar sampai jarak tertentu. Gejala ini mungkin
timbul karena gesekan kedua permukaan tulang sendi pada saat sendi digerakkan atau secara
pasif dimanipulasi.
3.

Pembengkakan Sendi yang seringkali asimetris

Pembengkakan sendi pada OA dapat timbul karena efusi pada sendi yang biasanya tak banyak
(<100cc). Sebab lain ialah karena adanya osteofit, yang dapat mengubah permukaan sendi.
4.

Tanda-tanda peradangan

Tanda-tanda adanya peradangan pada sendi (nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat yang
merata dan warna kemerahan) mungkin dijumpai pada OA karena adanya sinovitis. Biasanya
tanda-tanda ini tak menonjol dan timbul belakangan, seringkali dijumpai di lutut, pergelangan
kaki dan sendi-sendi kecil tangan dan kaki.
5.

Perubahan bentuk (deformitas) sendi yang permanen

Perubahan ini dapat timbul karena kontraktur sendi yang lama, perubahan permukaan sendi,
berbagai kecacatan dan gaya berdiri dan perubahan pada tulang dan permukaan sendi.

6.

Perubahan Gaya Berjalan

Keadaan ini hampir selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi tumpuan berat badan.
Terutama dijumpai pada OA lutut, sendi paha dan OA tulang belakang dengan stenosis spinal.
9

Pada sendi-sendi lain, seperti tangan bahu, siku dan pergelangan tangan, osteoartritis juga
menimbulkan gangguan fungsi.
Pengelolaan dan Penatalaksanaan1
Pengelolaan OA berdasarkan atas distribusinya (sendi mana yang terkena) dan berat ringannya
sendi yang terkena. Pengelolaannya terdiri dari 3 hal:
Terapi non- farmakologis:
Edukasi atau penerangan
Terapi fisik dan rehabilitasi
Penurunan berat badan
Terapi farmakologis:
Analgesik oral non-opiat
Analgesik topikal
OAINS (obat anti inflamasi non steroid)
Chondroprotective
Steroid-intraartikuler
Terapi Bedah
Malaligment, deformitas lutut Valgus-Varus dsb
Arthroscopic debridement dan joint lavage
Osteotomi
Artroplasti sendi total

Etiologi

10

Patogenesisnya multifaktoral. Risiko osteoporosis meningkat sejalan dengan usia, jenis


kelamin wanita, ras ( kulit putih dan Asia), serta postur tubuh yang kecil. Defisiensi estrogen
adalah faktor utama pada wanita pascamenopause, dan wanita dengan defisiensi estrogen
pramenopause (menopause dini, ooforektomi, anoreksia, penyakit kronis, olahraga fisik
berlebihan) termasuk kelompok beresiko. Riwayat osteoporosis dalam keluarga adalah faktor
resiko yang lemah. Imobilisasi, seringkali akibat artritis, tampaknya turut berperan sebagai
penyebab. Beberapa jenis obat, termasuk sterois, hormon tiroid, dan alkohol, memiliki efek
samping pada massa tulang. Peran asupan kalsium, absorpsi kalsium, serta vitamin D tidak
terlalu jelas. 2
Klasifikasi
Umum, penuaan normal terutama pada wanita : 2
Pascamenopause (tipe 1), disertai hilangnya tulang trabekular menimbulkan lesi vertebra pada
kolapsnya lempeng ujung, terjadinya fraktur baji dan crush fracture, sampai usia sekitar 70
tahun.
Senilis (tipe 2), disertai hilangnya tulang kortikal tambahan menimbulkan fraktur yang khas pada
kolum femoris, biasanya pada wanita di atas 75 tahun. Fraktur ini sebagian disebabkan oleh
meningkatnya lengkungan tubuh normal sejalan dengan usia dan akibatnya timbul instabilitas
disertai jatuh.
Patogenesis
Osteoporosis dibagi 2 kelompok, yaitu osteoporosis primer(involusional) dan osteoporosis
sekunder. Osteoporosis primer adalah osteoporosis yang tidak diketahui penyebabnya,
sedangakan osteoporosis sekunder adalah osteoporosis yang diketahui penyebabnya.
Osteoporosis primer dibagi lagi menjadi osteoporosis tipe I dan tipe II. Osteoporosis tipe I
disebut juga osteoporosis pascamenopause, disebabkan oleh defisiensi estrogen akibat
menopause. Osteoporosis tipe II, disebut juga osteoporosis senilis, disebabkan oleh gangguan
absorpsi kalsium di usus sehingga menyebabkan hiperparatiroidisme sekunder yang
mengakibatkan timbulnya osteoporosis. 1
1.

Patogenesis Osteoporosis Tipe I1

Setelah menopause, maka resorpsi tulang akan meningkat, terutama pada dekade awal
setelah menopause, sehingga insidens fraktur, terutama fraktur vertebra dan radius distal
meningkat. Penurunan densitas tulang terutama pada tulang trabekular, karena memiliki
permukaan yang luas dan hal ini dapat dicegah dengan terapi sulih estrogen. Petanda resorpsi
tulang dan formasi tulang, keduanya meningkat menunjukkan adanya peningkatan bone
turnover. Estrogen juga berperan menurunkan produksi berbagai sitokin oleh bone marrow
stromal cells dan sel-sel mononuklear seperti IL-1,IL-6 dan TNF-a yang berperan meningkatkan
11

kerja

osteoklas.
Dengan demikian, penurunan kadar estrogen akibat menopause akan meningkatkan
produksi berbagai sitokin tersebut sehingga aktifitas osteoklas meningkat. Selain peningkatan
aktifitas osteoklas, menopause juga menurunkan absorpsi kalsium di ginjal. Selain itu,
menopause juga menurunkan sintesis berbagai protein yang membawa 1,25(OH) 2D, sehingga
pemberian estrogen akan meningkatkan konsentrasi 1,25(OH)2D di dalam plasma.
2. Patogenesis Osteoporosis Tipe II1
Selama hidupnya, seorang wanita akan kehilangan tulang spinalnya sebesar 42% dan
kehilangan tulang femurnya sebesar 58%. Pada dekade ke delapan dan sembilan kehidupannya,
terjadi ketidakseimbangan remodeling tulang, dimana resorpsi tulang meningkat, sedangkan
formasi tulang tidak berubah atau menurun. Hal ini akan menyebabkan kehilangan massa tulang,
perubahan mikroarsitektur tulang dan peningkatan risiko fraktur.
Defisiensi kalsium dan vitamin D juga sering didapatkan pada orang tua. Hal ini
disebabkan oleh asupan kalsium dan vitamin D yang kurang, anoreksia, malabsorpsi dan paparan
sinar matahari yang rendah. Akibat defisiensi kalsium, akan timbul hiperparatiroidisme sekunder
yang persisten sehingga akan semakin meningkatkan resorpsi tulang dan kehilangan massa
tulang.
Aspek nutrisi yang lain adalah defisiensi protein yang faktor lain yang juga ikut berperan
terhadap kehilangan massa tulang pada orang tua adalah faktor genetik dan lingkungan
(merokok, alkohol, obat-obatan dan imobilisasi lama).
Gambaran klinis
Gambaran klinisnya berhubungan dengan fraktur. Fraktur vertebra (baji atau crush) paling sering
terjadi pada pertengahan dorsal tulang belakang dan sambungan torakolumbalis (T12 dan L1).
Kejadiannya bisa asimtomatik, atau menyebabkan nyeri punggung berat mendadak. Kompresi
medula spinalis bukan merupakan gejalanya, dan menunjukkan adanya penyebab lain seperti
metastasis atau penyakit Paget. Fraktur multipel menyebabkan penurunan tinggi badan dan
deformitas tulang belakang. Fraktur tulang panggul hampir selalu terjadi setelah jatuh dan sering
berhubungan dengan perawatan yang lama di rumah sakit. 2
Tanda khas dari osteoporosis adalah fraktur yang terjadi akibat trauma ringan (pada tulang radius
distal-fraktur Colles-atau kolum femur) atau bahkan tanpa trauma sama sekali, misalnya fraktur
(baji) pada verterbra daerah torakal, menyebabkan berkurangnya tinggi badan, kifosis tulang
punggung yang berlebih, dan nyeri. 3

Penatalaksanaan
Saat ini, tidak ada penanganan yang dapat mengembalikan secara komplit akan
osteoporosis. Pencegahan awal dapat dilakukan untuk mencegah osteoporosis pada sebagian
12

besar orang. Pada pasien dengan osteoporosis, intervensi medis dapat menghambat progresinya.
Pada osteoporosis sekunder, penanganan pada kelainan primer seharusnya diberikan. Terapi
dilakukan secara individualis berdasarkan skenario klinis pasien, dengan resiko dan
keuntungannya yang telah didiskusikan antara petugas medis dan pasien.4,6
Pasien diidentifikasikan akan resiko osteoporosis(termasuk anak-anak dan dewasa muda)
seharusnya diukur termasuk asupan kalsium, vitamin d, dan latihan fisik. hal lainnya
direkomendasikan adalah menghindari rokok dan konsumsi alkohol berlebih. Pencegahan
lainnya harus diberikan pada pasien yang mengkonsumsi glukokortikoid untuk medikasi yang
lain. Hal ini termasuk penggunaan dosis minimum yang efektif, pemutusan obat secepat
mungkin, dan pemberian suplemen kalsium dan vitamin D.6
National Osteoporosis Foundation (NOF) merekomendasi bahwa farmakoterapi harus
dipikirkan untuk pasien posmenopausal dan laki-laki 50 tahun atau lebih dengan gejala berikut:4

Fraktur panggul atau vertebra

Nilai T-score -2.5 atau kurang


Massa tulang rendah (T-score antara -1.0 dan -2.5)
American College of Physicians telah meringkas dan menyimpulkan penanganan

farmakoterapi untuk osteoporosis. Agen yang dapat digunakan sementara waktu adalah
bisphosphonates, selective estrogen-receptor modulator (SERM) raloxifene, calcitonin,
denosumab, dan agen anabolik, teriparatide. Seluruh terapi harus diberikan dengan kalsium dan
suplemen vitamin D. Petunjuk dari American Association of Clinical Endocrinologists (AACE),
yang dipublikasikan pada tahun 2010, hal berikut termasuk dalam rekomendasi dalam pemilihan
obat untuk menangani osteoporosis:

Lini pertama: alendronate, risedronate, zoledronic acid, denosumab

Lini kedua: ibandronate

Lini kedua atau ketiga: raloxifene

Lini terakhir: calcitonin

Penanganan untuk pasien dengan resiko fraktur tinggi bila gagal dengan biphosphonate:
teriparatide

13

Tidak ada studi yang menunjukkan bahwa kombinasi 2 atau lebih terapi memiliki efek
yang lebih baik dibandingkan dengan pemberian satu agen terapi. Petunjuk AACE menyarankan
untuk tidak memberikan terapi kombinasi hingga efeknya benar-benar diketahui dengan pasti.4
Bisphosphonates adalah agen yang paling dipakai untuk osteoporosis. Biphosphonate
telah dipakai baik untuk penanganan dan pencegahan. Tersedia dalam bentuk oral dan intravena.4
Alendronate disetujui untuk penanganan osteoporosis pada laki-laki, perempuan
posmenopausal, dan pada pasien dengan osteoporosis akibat pemakaian glukokortikoid. Hal ini
telah menunjukkan peningkatan densitas spinalis dan panggul pada perempuan posmenopausal.
Pemakaian dengan kontrol klinis yang tepat dapat menurunkan fraktur spinalis, panggul, dan
pergelangan tangan hingga 50% dengan osteoporosis. Dosis pemakaian dari alendronate adalah
70mg/minggu, dan harus dimakan 30 menit sebelum makan di pagi hari dengan diiringi minum
air

dalam

jumlah

segelas

besar.

Alendronate

dapat

diberikan

bersama

dengan

kolekalsiferol(Vitamin D3). Kombinasi ini diindikasikan pada laki-laki osteoporosis untuk


meningkatkan massa tulang.6
Ibandronate (Boniva) adalah bifosfonat yang dapat diberikan sekali dalam sebulan secara
oral. Bifosfonat intravena adalah pilihan yang tepat pada pasien yang intoleransi pada bifosfonat
oral. Ibandronate juga tersedia dalam bentuk intravena yang diberikan setiap 3 bulan. 4,6

Komplikasi
Ketika seseorang mengalami fraktur parah hingga immobilisasi, maka pasien akan tirah
baring seterusnya. Hal ini dapat berakibat fatal karena perlahan tapi pasti, otot-otot dari pasien
akan mengalami atrofi. Yang ditakutkan adalah atrofi pada otot pernafasan sehingga dapat
mengancam jiwa. Selain itu, fraktur yang lebih ringan dapat mengurangi kualitas kehidupan
seseorang, maka dari itu fraktur harus segera ditangani. Lebih tepatnya osteoporosis pasien harus
menjadi fokus utama penanganan karena osteoporosis merupakan etiologi penyebab fraktur sang
pasien dalam skenario.

14

Kesimpulan
Osteoporosis merupakan salah satu penyakit degeneratif yang umumnya menyerang
perempuan lanjut usia dengan kondisi posmenopausal. Hal ini menyebabkan rapuhnya tulang
atau keroposnya tulang sang penderita, sehingga ketika mengalami suatu trauma ringan
sekalipun dapat berakibat patah tulang atau fraktur. Fraktur pada penderita osteoporosis
umumnya menyerang panggul, vertebra, dan pergelangan tangan. Hal ini sering terjadi ketika
sang penderita terjatuh dari posisi berdiri. Dengan jatuh secara posisi duduk, maka dicurgai
tulang coxae penderita mengalami fraktur. Dengan jatuh secara posisi tangan menahan terlebih
dahulu, maka dicurigai pergelangan tangan mengalami fraktur. Terakhir bila jatuh dalam posisi
tidur, maka dicurigai tulang vertebra mengalami fraktur. Osteoporosis sendiri disebabkan karena
tidak seimbangnya aktivitas osteoklas dan osteoblas. Hal ini yang menyebabkan resorbsi tulang
berlebih sedangkan pembentukannya kurang dari sewajarnya. Pemberian bifosfonat dapat cukup
efektif menangani penderita osteoporosis, baik per oral maupun per intravena. Pencegahan
merupakan jalan terbaik sebelum sang pasien mengalami osteoporosis, karena osteoporosis susah
dideteksi sebelum muncul adanya fraktur. Pemeriksaan BMD dapat menjadi skrining tes
penderita osteoporosis. Selain pemberian farmakoterapi, penderita juga harus mendapatkan
asupan vitamin D secara adekuat, dalam hal ini, cukup dengan paparan sinar matahari pada pagi
hari.

15

DAFTAR PUSTAKA

1.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Jilid 3 Ed 5. Jakarta: Interna Publishing, 2009.h. 2446-8, 2538-46, 2650-60.
2.
Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Lecture notes: kedokteran klinis. Ed 6. Jakarta:
Erlangga, 2007.h. 200-1.
3.

Davey P. At a glance medicine. Jakarta : Erlangga, 2006.h. 380-1.

4.
Tandra H. Segala sesuatu yang harus anda ketahui tentang osteoporosis. Jakarta:
Gramedia, 2009.h. 61.
5.
Cumming Sr, Cosman F, Jamal SA. Osteoporosis: an evidence based guide to prevention
and management. American College of Physicians, 2010.h. 33-5.
6.
Bartl R, Frisch B. Osteoporosis: diagnosis, prevention, therapy. 2 nd Ed. Berlin: Springer,
2009. H. 63-4

16

Você também pode gostar