Você está na página 1de 2

I.

Musaqah
Musaqah adalah transaksi antara pemilik kebun atau tanaman dan pengelola atau
penggarap untuk memelihara atau merawat kebun atau tanaman pada masa tertentu
sampai tanaman itu berbuah. Misalnya, Ahmad memiliki sebidang kebun jeruk,
kemudian kebun tersebut dipercayakan kepada Amir untuk dipelihara dan dikelola
yang hasilnya dibagi sesuai dengan kesepakatan bersama.
Rukun Musaqah :
a. ada dua orang/ pihak yag melakukan transaksi;
b. ada lahan yang dijadikan objek dalam perjanjian;
c. menyangkut jenis usaha yang akan dilakukan;
d. ada ketentuan mengenai bagian masing-masing dari hasilnya; dan
e. ada perjanjian, baik tertulis maupun lisan (shigah).
Syarat yang harus dipenuhi oleh setiap rukun, yaitu sebagai berikut :
a. Pihak-pihak yang melakukan transaksi harus orang yang cakap bertindak hukum,
yakni baligh dan berakal.
b. Benda yang dijadikan objek perjanjian bersifat pasti, dikemukakan sifat dan
keadaannya sehingga tidak ada kemungkinan berbeda dengan keadaan setelah
dijelaskan.
c. Hasil (buah) yang dihasilkan dari kebun tersebut merupakan hak mereka bersama
sesuai dengan kesepakatan yang mereka buat.
d. Bentuk usaha yang dilakukan oleh pengelola harus yang berkaitan dengan usaha
untuk merawat dan mengelola kebun agar memberikan hasil maksimal.
e. Ada keadilan setiap pihak untuk melakukan perjanjian musaqah berupa ungkapan
lisan atau tertulis.
J. Muzaraah dan Mukharabah
Kerja sama di bidang pertanian antara pemilik lahan dan petani penggarap disebut
muzaraah. Istilah ini dalam masyarakat Indonesia dikenal dengan paroan sawah.
Penduduk Irak menyebut mukharabah. Namun, dalam mukharabah, bibit yang
ditanam berasal dari pemilik lahan.
Jumhur ilama mengemukakan rukun dan syarat yang harus dipenuhi, sehingga
akan dianggap syah. Rukun Muzaraah menurut mereka, yaitu :
a. pemilik lahan;
b. petani penggarap;
c. objek muzaraah, yaitu antara manfaat lahan dan hasil kerja petani;
d. ijab (ungkapan penyerahan menerima lahan untuk diolah dari petani).
Adapun rukun dan syarat-syarat muzaraah menurut jumhur ulama, yaitu sebagai
berikut:
a. Para pihak yang berakad (pemilik tanah dan penggarap), syarat bagi keduanya
harus cakap melakukan tindakan hukum (baligh dan berakal sehat)
b. Objek yang dijadikan tujuan akad (lahan pertanian), disyaratkan agar tempat
tersebut layak untuk ditanami dan dapat menghasilkan sesuai kebiasaan serta
tempat tersebut sudah ditetapkan secara pasti.
c. Hasil atau sewa yang ditetapkan harus jelas dan pembagiannya ditentukan saat
akad.
d. Sigat ijab qabul, yaitu ungkapan khusus yang menunjukkan akad muzaraah.

Akad muzaraah berakhir karena beberapa hal berikut:


a. Berakhir masa akad muzaraah
b. Salah satu atau kedua belah pihak meninggal dunia.
c. Terjadi pembatalan akad muzaraah karena alasan tertentu, baik dari pemilik tanah
maupun dari pihak petani penggarap.

Você também pode gostar