Você está na página 1de 14

A.

PENDAHULUAN
Masalah kependudukan merupakan salah satu masalah yang sangat kompleks
dalam suatu negara. Baik tidaknya kependudukan dapat menentukan arah negara
tersebut. Tiga komponen utama yang mempengaruhi suatu kependudukan adalah
fertilitas (kelahiran), mortalitas (kematian), dan mobilitas (perpindahan).
Mobilitas Penduduk merupakan pergerakan penduduk yang melipti
perpindahan penduduk dari suatu tempat ke tempat lain baik untuk selamanya atau
menetap maupun tidak menetap. Mobilitas penduduk biasanya dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan yang tidak bisa dipenuhi di daerah asal. Adanya mobilitas
penduduk ini akan mempengaruhi pertambahan penduduk di wilayah yang dituju.
Mobilitas penduduk dilakukan dari suatu tempat ketempat lain yang dibatasi oleh
wilayah administratif.
B. FAKTOR PENDORONG
Menurut Everett S.Lee ada tiga faktor yang menyebabkan orang mengambil
keputusan untuk melakukan migrasi, yaitu:
1. Faktor-faktor yang terdapat di daerah asal
Makin berkurangnya sumber-sumber alam
Menurunnya permintaan atas barangbarang tertentu yang bahan
bakunya makin sulit diperoleh seperti hasil tambang, kayu atau bahan
dari pertanian.
Menyempitnya lapangan pekerjaan di tempat asal akibat masuknya
teknologi yang menggunakan mesin-mesin.
Adanya tekanan-tekanan atau diskriminasi politik, agama, suku di
daerah asal.
Alasan pekerjaan atau perkawinan yang menyebabkan tidak bisa
mengembangkan karir pribadi.
Bencana alam, baik banjir, kebakaran, gempa bumi, musim kemarau
panjang atau adanya wabah penyakit.

Indikator :

2. Faktor faktor yang terdapat di daerah tujuan


Adanya rasa superior di tempat yang baru atau kesempatan untuk
memasuki lapangan pekerjaan yang cocok.
Kesempatan mendapatkan pendapatan yang lebih baik
Kesempatan mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi.
Keadaan lingkungan dan keadaan hidup yang menyenangkan,
misalnya

iklim,

perumahan,

sekolah,

dan

fasilitas-fasilitas

kemasyarakatan lainnya.
Indikator :

3. Faktor dari pribadi


Adapun faktor-faktor yang mendorong terjadinya migrasi karena faktor
faktor pribadi seperti kepentingan keluarga dan lain sebagainya.
Menurut Hendrik L Blum ada 4 faktor yang mempengaruhi status derajat
kesehatan masyarakat atau perorangan. Faktor-faktor tersebut antara lain seperti
lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, serta hereditas (keturunan). Dari
mobilitas sendiri dapat mempengaruhi ke empat faktor dari Blum yang
menyebabkan menurunnya derajat kesehatan.

1.

Lingkungan
Lingkungan memiliki pengaruh yang dan peranan terbesar diikuti perilaku,

fasilitas kesehatan dan keturunan. Lingkungan sangat bervariasi, umumnya


digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu yang berhubungan dengan aspek fisik
dan sosial. Lingkungan yang berhubungan dengan aspek fisik contohnya sampah,
air, udara, tanah, ilkim, perumahan, dan sebagainya. Sedangkan lingkungan sosial
merupakan hasil interaksi antar manusia seperti kebudayaan, pendidikan,
ekonomi, dan sebagainya.
Mobilitas sendiri membawa dampak negatif di dalam lingkungan itu sendiri.
Misalnya dalam lingkungan fisik seperti kondisi udara, kondisi pemukiman,
geology. Karena pertambahan penduduk yang banyak menyebabkan lingkungan
menjadi kumuh. Dalam lingkungan yang kumuh bisa menjadi suatu wabah
penyakit. Dimana dari wabah penyakit sendiri bisa meningkatkan angka kesakitan
yang akan menurunkan derajat kesehatan.
Adapun dampak negatif mobilitas di lingkungan biologi yaitu kepadatan
penduduk. Mobilitas sendiri dapat menyebabkan suatu kepadatan penduduk.
Semisal Urbanisasi sendiri banyak penduduk desa yang berpindah ke kota bisa
menyebabkan kepadatan penduduk di perkotaan. Dampak urbanisasi yang
biasanya menjadi perhatian adalah masalah kemiskinan kota. Potret ini umumnya
terekam melalui wajah perkotaan, dengan sudut-sudut pemukiman kumuh.
Kemiskinan dan kualitas lingkungan yang rendah adalah hal yang mesti
dihilangkan, tetapi tidak dengan menggusur masyarakat yang telah bermukim
lama di lokasi tersebut. Menggusur hanyalah memindahkan kemiskinan dari
lokasi lama ke lokasi baru dan kemiskinan tidak berkurang. Bagi orang yang
tergusur, malahan penggusuran ini akan semakin menyulitkan kehidupan mereka
karena mesti beradaptasi dengan lokasi permukiman yang baru. Peremajaan kota
ini menciptakan kondisi fisik perkotaan yang lebih baik, tetapi sarat dengan
masalah sosial. Kemiskinan hanya berpindah saja dan masyarakat miskin yang
tergusur semakin sulit untuk keluar dari kemiskinan karena akses mereka terhadap
pekerjaan semakin sulit. Hal ini, dikarenakan sebagian besar kaum urban adalah
tenaga tak terdidik yang biasanya menjadi buruh kasar dan memperoleh
penghasilan minim. Akibatnya, mereka hanya mampu tinggal di kawasan kumuh
dengan segala permasalahannya. Dari lingkungan sosial ekonomi: terpapar pada

agent kimia, kepadatan di daerah urban, ketegangan dan tekanan, perang, bencana
alam, kemiskinan
2. Perilaku
Perilaku merupakan faktor kedua yang mempengaruhi derajat kesehatan
masyarakat karena sehat atau tidak sehatnya lingkungan kesehatan individu,
keluarga dan masyarakat sangat tergantung pada perilaku manusia itu sendiri. Di
samping itu, juga dipengaruhi oleh kebiasaan, adat istiadat, kebiasaan,
kepercayaan, pendidikan sosial ekonomi, dan perilaku-perilaku lain yang melekat
pada dirinya.
3. Pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan merupakan faktor ketiga yang mempengaruhi derajat
kesehatan masyarakat karena keberadaan fasilitas kesehatan sangat menentukan
dalam

pelayanan

pemulihan

kesehatan,

pencegahan

terhadap

penyakit,

pengobatan dan keperawatan serta kelompok dan masyarakat yang memerlukan


pelayanan kesehatan. Ketersediaan fasilitas dipengaruhi oleh lokasi, apakah dapat
dijangkau atau tidak. Yang kedua adalah tenaga kesehatan pemberi pelayanan,
informasi dan motivasi masyarakat untuk mendatangi fasilitas dalam memperoleh
pelayanan serta program pelayanan kesehatan itu sendiri apakah sesuai dengan
kebutuhan masyarakat yang memerlukan.
4. Keturunan
Keturunan (genetik) merupakan faktor yang telah ada dalam diri manusia yang
dibawa sejak lahir, misalnya dari golongan penyakit keturunan seperti diabetes
melitus dan asma bronehial.
Faktor Keturunan memberikan kontribusi pengaruh yang terkecil (10%),
sedangkan faktor Lingkungan memberikan pengaruh terbesar, yaitu 51%.
Pelayanan Kesehatan, termasuk di dalamnya rumah sakit yang canggih, harga
mahal pelayanan yang hebat, ternyata hanya memberikan kontribusi 19% terhadap
status kesehatan seseorang. Keadaan ini memberikan penjelasan bahwa semua
faktor tersebut memang berperan terhadap status kesehatan, namun pendekatan

terdapat rekayasa terhadap perilaku dan lingkungan seseorang memiliki daya


ungkit lebih besar dibanding 2 faktor lainnya. Inilah yang mendasari pola
pendekatan sistem pelayanan kesehatan saat ini, yaitu mengubah pola pikir, pola
sikap, dan pola tindak dari orientasi semata-mata menyembuhkan penyakit
menjadi upaya agar tidak menjadi sakit. Dengan kata lain, mengubah Paradigma
Sakit menjadi ber-Paradigma Sehat. Cara pandang ini memastikan bahwa
mencegah sakit melalui tata perilaku hidup yang baik dan mengupayakan
lingkungan hidup yang sehat, adalah pendekatan yang lebih bermakna
dibandingkan mengandalkan penanganan setelah menderita sakit di sarana
pelayanan kesehatan.
Dari empat faktor tersebut seperti faktor perilaku kebiasaan yang buruk
orang yg berpindah dari desa ke kota dapat menyebabkan sanitasi lingkungan
menjadi buruk dan faktor lingkungan seperti lingkungan fisik yg terkena
pencemaran dan kepadatan penduduk akan bertimbul pada munculnya wabah
penyakit, ada juga faktor lingkungan biologi yait kepadatan penduduk yang dapat
menurunkan faktor pelayanan kesehatan, dikarenakan tidak memadainya
informasi dan tenaga kesehatan , faktor hereditas juga mempengaruhi penurunan
derajat kesehatan bila seseorang tersbut membawa penyakit keturunan dan
menikah dengan penduduk daerah tujuan.

C. INDIKATOR
a. Kepadatan Penduduk

Selama kurun waktu 2000 2006, laju pertumbuhan penduduk


Kota Depok per tahun rata- rata adalah 3,44 persen. Meningkatnya jumlah
penduduk di Kota Depok ini terjadi akibat tingginya migrasi penduduk ke
Kota Depok akibat pesatnya pengembangan kota dan meningkatnya
pengembangan kawasan perumahan.Di tahun 2006, kepadatan penduduk
Kota Depok mencapai 7.092,12 orang per kilo meter persegi. Kecamatan
Beji merupakan Kecamatan terpadat di Kota Depok, yaitu sebesar
10.041,40 orang per kilo meter persegi, sedangkan Kecamatan dengan
kepadatan penduduk terendah adalah Kecamatan Sawangan yaitu sebesar
3.639,22 orang per kilo meter persegi.

b. Tenaga Kerja

Didapatkan dari tabel bahwa dari total penduduk Kab. Semarang sebesar
949.815 jiwa, pendudukan yang bekerja sebesar 507.781orang. Artinya, terdapat
442.034 orang atau 46,5% pendudukan belum bekerja/tidak bekerja. Tentu hal ini
mengimplikasikan pula masih besarnya tingkat pengangguran di Kabupaten
Semarang sebagai salah satu persoalan yang serius dalam peningkatan
pertumbuhan ekonomi, dan tentu saja tingkat kesejahteraan masyarakat.
Tingkat pengangguran = (jumlah tenaga kerja yang kehilangan pekerjaan
dan sedang mencari kerja) / (jumlah total tenaga kerja) x 100%.

c. Kemiskinan
Menurut Badan Pusat Statistik (2010), penetapan perhitungan garis
kemiskinan dalam masyarakat adalah masyarakat yang berpenghasilan dibawah
Rp 7.057 per orang per hari. Penetapan angka Rp 7.057 per orang per hari tersebut
berasal dari perhitungan garis kemiskinan yang mencakup kebutuhan makanan
dan non makanan. Untuk kebutuhan minimum makanan digunakan patokan 2.100
kilokalori per kapita per hari. Sedang untuk pengeluaran kebutuhan minimum
bukan makanan meliputi pengeluaran untuk perumahan, pendidikan, dan
kesehatan. Sedangkan ukuran menurut World Bank menetapkan standar
kemiskinan berdasarkan pendapatan per kapita. Penduduk yang pendapatan per
kapitanya kurang dari sepertiga rata-rata pendapatan perkapita nasional. Dalam
konteks tersebut, maka ukuran kemiskinan menurut World Bank adalah USD $2
per orang per hari.
Garis Kemiskinan dan Perubahannya Menurut Daerah, Maret 2012 September
2012
Daerah /
tahun

Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bulan)


Makanan

Bukan

Total

Makanan
Perkotaan
Maret 2012

187.194

80.213

267.406

September

194.207

83.175

277.382

3,75

3.69

3.73

177.521

51.705

229.226

2012
Perubahan
Mar12 sept
12 (%)

Pedesaan
Maret 2012

September

185.967

54.474

240.441

4.76

5.36

4.89

2012
Perubahan
Mar12 sept
12 (%)
Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
Maret 2012 dan September 2012

Selama periode Maret 2012September 2012, Garis Kemiskinan naik sebesar


4,35 persen, yaitu dari Rp248,707,- per kapita per bulan pada Maret 2012 menjadi
Rp259,520,- per kapita per bulan pada September 2012. Dengan memperhatikan
komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan
(GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), terlihat bahwa peranan
komoditi makanan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan
makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Besarnya sumbangan
GKM terhadap GK pada September 2012 sama dengan Maret 2012, yaitu sebesar
73,50 persen. Pada September 2012, komoditi makanan yang memberikan
sumbangan terbesar pada Garis Kemiskinan baik di perkotaan maupun di
perdesaan pada umumnya sama, seperti beras yang memberi sumbangan sebesar
26,92 persen di perkotaan dan 33,38 persen di perdesaan.
d. Pendidikan
Kontribusi Sumber Kesenjangan Akses Pendidikan Antar dan Intra Provinsi
Sumber
Kesenjangan
Antar
APK

Provinsi
Dalam
Provinsi

APM Antar

SD/

SMP/

SM/

MI

MTs

MA

30,5

29,2

27,5

69,5

70,8

72,5

39,2

35,8

29,9

Provinsi
Dalam
Provinsi

60,8

64,2

70,1

Di samping kesenjangan pendidikan dalam kaitan dengan gender di atas,


sebenarnya kesenjangan pendidikan pada jenjang SLTP hingga PT terjadi antara
wilayah perkotaan dan perdesaan, yaitu sekitar 15-20% (Susenas, BPS, 2004).
Perbedaan akses terhadap pendidikan tersebut disebabkan antara lain oleh faktor
biaya, baik biaya langsung maupun tidak langsung. Di samping itu, masyarakat
daerah perdesaan juga menghadapi masalah jarak tempuh antara rumah-sekolah
akibat dari ketersediaan sarana-prasarana pendidikan yang tidak merata maka
banyak penduduk yang melakukan migrasi dari desa ke kota untuk mendapatkan
pendidikan yang lebih bsik.
e. Pelayanan Kesehatan

Berdasarkan SDKI Kemenkes 2013, kinerja kesehatan Kab. Semarang masih


menempatkan Kabupaten Semarang pada kebutuhan untuk melakukan akseleresi

capaian kinerja pelayanan kesehatannya, setidaknya hal tersebut bisa dilihat dari
sejumlah aspek berikut;

Rasio dokter umum per 100.000 penduduk kabupaten/kota di Prov. Jawa

Tengah berkisar 5,8 67,7, dimana Kab. Semarang berada pada rasion 13,7
sedikit di atas rata-rata Prov. Jawa Tengah sebesar 13,1 per 100.000 penduduk.

Rasio perawat per 100.000 penduduk kabupaten/kota di Prov. Jawa Tengah

berkisar 22,0 499,3, dengan rasio Kab. Semarang berada pada rasio 48,8, atau
lebih rendah dibanding rasio rata-rata Jawa Tengah sebesar 70,6 per 100.000
penduduk, dan

Rasio bidan per 100.000 penduduk kabupaten/kota di Prov. Jawa Tengah

berkisar 15,9 120,4. Bila dilihat berdasarkan target indikator Indonesia Sehat
100 bidan per 100.000 penduduk, Prov. Jawa Tengah belum memenuhi target, dan
kabupaten Semarang dengan rasio bidan 36 sedikit di bawah rasio Jawa Tengah
sebesar 47 per 100.000 penduduk.
f. Gizi

Apabila dikelompokkan menurut wilayah pulau, nampak bahwa wilayah


Jawa-Bali merupakan kontributor terbesar terhadap angka nasional (64,6%)
sedangkan wilayah Maluku-Papua-Nusatenggara hanya berkontribusi sebsar

23,0%. Paling rendah adalah wilayah Kalimantan, sebesar 1,8%. Hal ini mungkin
terkait dengan jumlah penduduk, khususnya anak balita, yang memang
terkonsentrasi di Pulau Jawa dan Bali.
Penurunan kasus gizi buruk secara nasional, kemungkinan karena
intensitas kegiatan intervensi, khususnya pada anak balita, yang dilaksanakan oleh
para petugas gizi dan kesehatan di lapangan. Intervensi yang dilakukan berupa
intervensi langsung seperti Pemberian Makanan Tambahan, Pemberian Makanan
Pendamping ASI, maupun intervensi tak langsung seperti penyuluhan dan
konseling gizi kepada kelompok masyarakat di daerah.
g. Sanitasi Lingkungan
Sanitasi lingkungan yang baik adalah yang mempunyai ciri :
1. Udara bersih dan segar
2. Tanah yang subur
3. Sumber air yang bersih.
4. Air sungai yang mengalir terlihat bersih dan jernih.
5. Sampah tidak berserakan.
6. Banyak tumbuhan hijau yang tumbuh dengan subur.
Sedangkan sanitasi dikatakan buruk jika :
1. Udara kotor karena banyak debu dan asap.
2. Sampah banyak berterbaran.
3. Sumber air tidak bersih.
4. Saluran air tidak lancar sehingga air menggenang.
5. Tumbuhan tidak bisa tumbuh dengan subur sehingga lingkungan menjadi
gersang.
6. Jarak septic tank dengan rumah terlalu dekat

DAFTAR PUSTAKA
Data BPS Depok Tahun 2000-2006
Data BPS Semarang Tahun 2013
Data Dinas Kesehatan Tahun 2013
Data Susenas Tahun 2012
Mantra, Ida Bagoes. 2003. Demografi Umum. Yogyakarta ; Pustaka Pelajar
Mantra, Ida Bagoes. Agus Joko Pitoyo. 1998. Kumpulan Beberapa Teori
Mobilitas Penduduk Buku I. Fakultas Geografi. UGM
Mantra, Ida Bagoes. 1984. Mobilitas Penduduk di Indonesia dan Implikasi
Kebijaksanaan. Yogya, Pusat Penelitian Kependudukan
Tjiptoherijanto, Prijono . Mobilitas Penduduk dan Pembangunan Ekonomi.
Juni 2000
http://dc352.4shared.com/doc/dKxi6lQ3/preview.html
eprints.undip.ac.id/22797/1/Putusaras_(1).pdf
http://bataviase.co.id/node/769846

http://www.bps.go.id/brs_file/kemiskinan_02jan13.pdf

ANALISIS KEPENDUDUKAN
PENGARUH MOBILITAS TERHADAP
DERAJAT KESEHATAN
Disusun oleh :
Qusna Nur Anisa

25010113130385

Raras Sekti Pudyasari

25010113130395

Mohd.Lukito Raja Puara

25010113140409

Zidna Sabela Naja

25010113140418

Yunita Setiarsih

25010113130430

Fakultas Kesehatan Masyarakat


Universitas Diponegoro
Semarang
2014

Você também pode gostar