Você está na página 1de 5

NAMA : FIFI FITRIAWATI

NPM : 260110120060
TOKSISITAS NON STEROIDAL ANTI INFLAMATORY DRUGS (NSAID)
Non Steroidal Anti Inflamatory Drugs (NSAID) adalah golongan obat yang dapat
mengurangi rasa sakit dan peradangan. NSAID tersedia sebagai obat bebas terbatas. Efek
toksik merupakan hasil dari konsumsi akut (berlebihan) atau pengunaan terapi jangka
panjang. Golongan obat ini menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam
arakidonat menjadi PGG2 terganggu. Setiap obat menghambat siklooksigenase dengan
kekuatan dan selektivitas yang berbeda. Enzim siklooksigenase terdapat dalam 2 isoform
disebut COX-1 dan COX-2. Kedua isoform tersebut dikode oleh gen yang berbeda dan
ekspresinya bersifat unik. Secara garis besar COX-1 esensial dalam pemeliharaan berbagai
fungsi dalam kondisi normal di berbagai jaringan khususnya ginjal, saluran cerna, dan
trombosit. Di mukosa lambung, aktivasi COX-1 menghasilkan prostasiklin yang bersifat
sitoprotektif. Sehingga kadang-kadang penggunan NSAID non spesifik (yang dapat
menghambat COX-1 dan COX-2) dapat menyebabkan efek samping berupa masalah tukak
lambung. Sedangkan COX-2 merupakan enzim yang bersifat induksible, atau keberadaanya
harus melalui suatu induksi. COX-2 adalah enzim yang berperan dalam sintesis prostaglandin
sebagai mediator rasa nyeri. Sehingga apabila menggunakan analgesik berapa NSAID selektif
COX-2 efek samping pada lambung akan lebih kecil, tetapi bukan berarti tidak memiliki efek
samping. Penggunaan golongan obat NSAID selektif COX-2 akan menggangu fungsi
trombosit akibat penghambatan biosintesis tromboksan A2 (TXA2) dengan akibat
perpanjangan waktu perdarahan.
PENGGOLONGAN NSAID
a. Golongan Derivat Asam Salisilat
Farmakodinamika
Efek antiinflamasi:
Menghambat biosintesis prostaglandin, dengan memblok enzim siklooksigenase, suatu
katalisator reaksi asam arakhidonat ke senyawa endoperoksid. Pada dosis tinggi, obat
ini menurunkan pembentukan prostaglandin dan tromboksan A2. Menghambat
mendekatnya granulosit dan menghambat migrasi leukosit polimorfonuklear dan
makrofag ke tempat inflamasi.

Efek analgesik:
Efektif untuk mengobati nyeri ringan sampai sedang, dengan berbagai sumber seperti
muskuler, vaskulerdan dental. Juga pada nyeri postapartum, artritis dan bursitis.
Dalam hal ini mempunyai pengaruh perifer (melalui antiinflamasinya). Tapi mungkin
juga menekan pacuan nyeri pada tingkat subkorteks.

Efek antipiretik:
Menurunkan suhu badan yang naik, tapi suhu badan normal hanya sedikit terpengaruh.
Turunnya temperatur itu disebsbkan oleh banyaknya pembuangan panas yang
disebabkan oleh vasodilatasi perife. Keringat juga bertambah banyak. Demam yang
timbul pada kasus infeksi diperkirakan akibat produksi prostaglandin di sistem saraf
pusat sebagai reaksi terhadap bakteri. Asam salisilat memblok efek ini, hingga
memulihkan kontrol temperatur di hipotalamus dank arena itu terjadi efek
vasodsilatasi.

Efek platelet:
Mempengaruhi hemostasis. Pemberian aspirin akan memperpanjang waktu
perdarahan. Hal ini disebabkan karena asam salisilat menghambat agregasi platelet
secara sekunder karena hambatannya pada sintesis tromboksan. Sebaliknya
tromboksan mendorong terjadinya agregasi platelet, aspirin menghambat agregasi
platelet sampai 8 hari, yakni sampai terbentuknya platelet baru.

Efek samping / Toksisitas:


1. ASAM ASETIL SALISILAT / ASPIRIN / ASETOSAL
- Pada gastrointestinal
Terjadi iritasi pada lambung karena:
a. Iritasi mukosa oleh tablet yang tidak larut
b. Absorpsi melalui lambung salisilat yang tidak terionisasi
c. Penghambatan pada prostaglandin protektif
-

Pada sistem saraf pusat


Pada dosis yang lebih tinggi, dapat terjadi: salisilisme yakni: tinnitus, kurangnya
pendengaran dan vertigo. Dosis yang lebih besar: hipernea oleh karena efek
langsung pada medulla oblongata. Pada toksisitas rendah terjadi alkalosis respirasi
karena naiknya akumulasi derivate asam salisilat dan depresi pusat respirasi. Pada
toksitasi yang lebih berat gejala SSP menjadi lebih jelas disertai timbulnya
kegelisahan, iritatif, inkorehensi, rasa cemas, vertigo, tremor, diplopia, delirium.
Juga terjadi erupsim kulit dan gangguan keseimbangan asam-basa.

Lain- lain
a. Pada dosis harian 2 gram atau kurang, akan menaikkan kadar asam urat dalam
serum, sementara dosis di atas 4 gram/ hari akan menurunkan kadar asam urat
di bawah 2,5 mg/dl.
b. Dapat menyebabkan hepatitis ringan
c. Kadang- kadang menyebabkan penurunan kecepatan filtrasi glomeruli.

Toksisitas Overdosis

Keracunan terjadi pada dosis yang melebihi 150-175 mg/kg bb pada anak-anak.
Dalam hal ini kemudian dilakukan cuci lambung, hipertermi diatasi dengan
kompres alkohol, mengatasi keseimbamgan asam- basa, kadang perlu infus
sodium bikarbonat.
Interaksi Obat:
1. Obat yang menambah efek intoksitasi salisilat termasuk: asetazolamid,
amonium klorid. Alkohol menambah resiko perdarahan lambung.
2. Aspirin mendesak ikatan obat dari protein plasma, yakni pada: tolbutamid,
klorpropamid, obat antiinflamasi nonsteroid, metotreksat, fenitoin, probensid.
3. Kortikosteroid mengurangi aktivitas farmakologik spironolakton, antagonis
efek heparin, kompetisi dengan penisilin G untuk sekresi tubuler rend an
menghambat efek urikosurik dari sulfinpirazon dan probenesid.
2. SALISILAMID
Adalah amida asam salisilat yang memperlihatkan efek analgetik dan antipiretik
mirirp asetosal, walaupun dalam badan salisilamid tidak diubah menjadi salisilat.
Efek analgesic antipiretik salisilamid lebih lemah dari salisilat, karena salisilat dalam
mukosa usus mengalami metabolisme lintas pertama, sehingga hanya sebagian
salisilamid yang diberikan masuk sirkulasi sebagai zat aktif. Obat ini mudah
diabsorpsi usus dan cepat didistribusi ke jaringan. Obat ini menghambat
glukuronidasimobat analgesic lain di hati misalnya Na salisilat dan asetaminofen,
sehingga pemberian bersama dapat meningkatkan efek terapi dan toksisitas obat
tersebut.
3. DIFLUNISAL
Obat ini merupakan derivat difluorofenil dari asam salisilat, tetapi invivo tidak
diubah menjadi asam salisilat. Bersifat analgesik anti-inflamasi tetapi hampir bersifat
antipiretik. Indikasi diflunisal hanya sebagai analgesik ringan sampai sedang dengan
dosis awal 500 mg disusul 250-500 mg tiap 8-12 jam. Efek sampingnya lebih ringan
daripada asetosal dan tidak menyebabkan gangguan pendengaran.
b. Golongan Derivat Para Aminofenol
Farmakodinamik.
Efek analgesik:
Para aminofenol serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri
ringan sampai sedang. Keduanya menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang
diduga berdasarkan efek sentral seperti salisilat.

Efek anti- inflamasi

Efek anti- inflamasinya sangat lemah, oleh karena itu Para Aminofenol tidak
digunakan sebagai antiinflamasi. Parasetamol merupakan penghambat biosintesis PG
yang lemah. Efek iritasi, erosi dan perdarahan lambung.
ASETAMINOFEN (PARASETAMOL)
Asetaminofen (parasetamol) merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik yang
sama dan telah digunakan sejak tahun 1893. Efek antipiretik ditimbulkan oleh gugus
aminobenzen.
- Efek Samping
Manifestasinya berupa eritem atau utikaria dan gejala yang lebih berat berupa
demam dan lesi pada mukosa. Fenasetin dapat menyebabkan anemia hemolitik,
terutama pada pemakaian kronik. Methemoglobinemia dan sulfhemoglobinemia
jarang menimbulkan masalah pada dosis terapi, karena hanya kira- kira 1-3% Hb
diubah menjadi met- Hb.
- Toksisitas akut
Akibat dosis toksik yang paling serius adalah nekrosis hati. Nekrosis tubuli renalis
serta koma hipoglikemik dapat juga terjadi. Anoreksi, mual dan muntah serta sakit
perut terjadi dalam 24 jam pertama dan dapat berlangsung selamaseminggu atau
lebih. Aktivitas alkali fosfatase dan kadar albumin serum tetap normal. Kerusakan
hati dapat mengakibatkan enselofati, koma dan kematian.
c. Golongan Non-Selective NSAIDs
1. IBUPROFEN
Ibuprofen merupakan derivat dari asam fenilpropionat. Pada dosis 2400 mg, efek antiinflamasinya setara dengan 4 gram aspirin. Pada dosis lebih rendah, hanya efek
analgesiknya yang jelas, sedang efek anti-inflamasinya sedikit. Waktu paroh 2 jam,
metabolism di hati, 10% diekskresi tanpa diubah.
Toksisitas :
polip hidung, angioudem, reaksi bronkospatik pada aspirin. Efek samping meliputi
juga: bercak merah, pruritus, tinnitus, dizziness, nyeri kepala, cemas, meningitis
aseptic dan retensi cairan. Efek hematologik yang serius: agranulositosis, anemia
aplastik. Pada renal : kegagalan ginjal akut, nefritis interstisial dan sindrom nefrotik.
2. INDOMETASIN
Indometasin merupakan derivat indol. Walaupun lebih toksik dari aspirin, tapi
efektivitasnya juga lebih tinggi. Ia juga penghambat sintesis prostaglandin.
Metabolisme di hati. Waktu paro serum: 2 jam.
Indometasin pada prinsipnya tidak dipakai untuk anak- anak. Indikasi: arthritis (gout)
akut, ankylosing spondilitis, osteoarthritis, kondisi, inflamasi ekstra artikuler
(perikarditis, pleuritis).

Kontraindikasi: Ibu hamil, hati- hati pada penderita psikiatrik dan penyakit peotik.
Toksisitas:
Nyeri abdominal, diare, hemoragi gastrointestinal, pancreastitis, nyeri kepala hebat
dan kadand disertai dengan dizziness, konfusi, depresi. Kadang: psikosis dengan
halusional. Pada gambaran darah dapat: trombositopeni, anemia aplastik.
3. SULINDAK
Suatu obat sulfoksid, yang baru aktif setelah diubah oleh enzim hati menjadi
sulfide, durasi aksi 16 jam. Indikasi dan reaksi buruknya menyerupai obat AINS yang
lain. Dapat juga terjadi Sindrom Stevens-Johnson, trombositopenia, agranulositosis
dan sindrom nefrotik. Dosis rata- rata untuk arthritis inflamasi ialah: 200 mg/ hari, 2
kali sehari.
d. Golongan Selektif COX-2 Inhibitor NSAIDs
1. PIROKSIKAM
Waktu paronya 45 jam, oleh karena itu pemakaiannya cukup sekali sehari. Obat ini
cepat diabsorpsi dari lambung dan dalam 1 jam konsentrasi dalam plasma mencapai
80 % dari kadar puncaknya. Ekskresinya sebagian besar dalam bentuk konjugasi
glukoronid, dan sebagian kecil tanpa diubah. Keluhan gastrointestinal dialami oleh
sekitar 20% penderita, efek buruk lainnya ialak dizznes, tinnitus, nyerimkepal dan
ruam kulit (skin rash). Dosis harian: 20 mg
2. MELOKSIKAM (MELOXICAM)
Merupakan generasi baru NSAID. Nama kimianya ialah 4- hydroxyl- 2-methyl-N-(5methyl-2-thiazollyl)-2H-1,2- benzothiazine-3- carboxamide; suatu penghambat
siklooksigenase-2 selektif (COX -2). Studi meta- analisis yang dilakukan oleh Lubis
(1999) menunjukkan bahwa meloxicam 15 mg mempunyai kecenderungan lebih
efikasius disbanding dengan NSAID standar lainnya. Penghambat siklooksigenase
dan berikutnya penghambatan produksi prostaglandin merupakan efek terapi dan
sekaligus efek toksik pemberian NSAID. Obat yang dikenal dengan mempunyai
selektivitas penghambatan COX- 2 yang tinggi antara lain ialah selekoksib
(celecoxib). Obat tersebut efektif dan aman untuk saluran gastrointestinal.

Você também pode gostar