Você está na página 1de 10

ACARA 2.

AKLIMATISASI BIBIT ANGGREK HASIL KULTUR IN


VITRO
2. 1. Dasar teori
Anggrek Dendrobium
Botani Tanaman
Anggrek Dendrobium merupakan jenis Anggrek asli Indonesia yang
mempunyai banyak warna, bentuk dan aroma yang khas, serta bunga Anggrek
Dendrobium dapat bertahan kurang lebih 2 mingguan. Anggrek Dendrobium adalah
salah satu genus Anggrek terbesar yang terdapat pada dunia ini. Diperkirakan Anggrek
ini terdiri dari 1600 spesies (Amalia, 2007)
Anggrek epifit mempunyai akar yang menempel pada batang atau dahan
tanaman lain. Akar yang menempel umumnya berbentuk agak mendatar mengikuti
bentuk permukaan batang, sedangkan rambut akarnya pendek-pendek. Akar ini
mempunyai jaringan velamen yang memudahkan akar menyerap air hujan yang jatuh
pada kulit pohon inang. Velamen juga berfungsi sebagai alat pernapasan. Velamen
terdiri dari jaringan bunga karang dengan selubung luar berupa selaput bewarna putih
dan keadaan biasa sel-selnya hanya berisi udara (Widhiastuti, dkk,2007).
Anggrek Dendrobium termasuk anggrek simpodial yaitu memiliki pola tumbuh
horisontal seperti tumbuhan merambat. Batang tumbuhnya disebut rhizome. Rhizome
tumbuh secara horisontal pada permukaan tanah dan akar-akarnya tumbuh disepanjang
rhizome dengan arah menyamping dan membentuk batang vertikal yang disebut umbi
semu (pseudobulb) (Agromedia, 2006).
Bentuk daun tanaman anggrek menyerupai jenis tanaman monokotil pada
umumnya, yakni memanjang seperti pedang dan ukuran panjang daunnya bervariasi.
Selain itu, daun juga mempunyai ketebalan berbeda sesuai dengan jenisnya (Ashari,
1995).
Anggrek Dendrobium yang tumbuh secara simpodial berbunga saat batang
semunya telah dewasa dan dengan cadangan makanan yang memadai sehingga
pembungaannya terpacu. Begitu selesai mengalami proses pembungaan, segera tumbuh
tunas vegetatif baru yang akan berubah menjadi bunga setelah tunas serabut dewasa.
Proses pembungaan dapat terpacu lebih cepat jika jumlah batang semu dan daun
dendrobium dewasa sudah cukup banyak (Sandra, 2001).
Setelah bunga diserbuki dan dibuahi, sekitar 3-9 bulan kemudian muncul buah
yang sudah tua. Kematangan buah sangat tergantung pada jenis anggreknya. Misalnya
pada dendrobium akan matang dalam 3-4 bulan. Buah anggrek merupakan buah lantera,
artinya buah akan pecah ketika matang. Bagian yang membuka adalah bagian
tengahnya, bukan diujung atau di pangkal buah (Iswanto, 2002).
Syarat Tumbuh
Iklim
Secara umum dapat dikatakan bahwa Anggrek Dendrobium memerlukan sinar
sebanyak 50-60 %, ini berarti bahwa jenis anggrek tersebut menyukai tipe sinar yang

agak teduh. Anggrek Dendrobium merupakan jenis anggrek epifit, sehingga keteduhan
yang diperlukannya diperoleh dengan selalu berada di bawah dedaunan pohon yang
ditumpanginya tersebut (Gunadi, 1985).
Kelembaban nisbi (RH) yang diperlukan untuk anggrek berkisar antara 60
85%. Fungsi kelembaban yang tinggi bagi tanaman antara lain untuk menghindari
penguapan yang terlalu tinggi. Pada malam hari kelembaban dijaga agar tidak terlalu
tinggi, karena dapat mengakibatkan busuk akar pada tunas-tunas muda. Oleh karena itu
diusahakan agar media dalam pot jangan terlampau basah. Sedangkan kelembaban yang
sangat rendah pada siang hari dapat diatasi dengan cara pemberian semprotan kabut
(mist) di sekitar tempat pertanaman dengan bantuan sprayer (Suhu maksimum untuk
anggrek ialah 400C dan minimum 100C. suhu berhubungan erat dengan intensitas
cahaya dan mempengaruhi proses asimilasi. Intensitas cahaya yang tinggi akan lebih
cepat meningkatkan suhu. Proses asimilasi pada anggrek akan meningkat melampaui
titik optiumnya. Pembungaan jenis anggrek tertentu dipengaruhi oleh suhu malam hari
kira-kira 200 C. anggrekCymbidium sp yang berbunga besar membutuhkan suhu malam
15 17 0 C. pada dendrobium, suhu malam yang tinggi menyebabkan terbentuknya
anakan pada ujung batang (Ginting, 1990).
Tempat Tumbuh
Jenis-jenis tanaman anggrek berdasarkan habitat dan tempat hidupnya Dari
tempat tumbuh dan habitatnya tanaman anggrek dapat dibedakan menjadi lima
pengelompokan jenis,yaitu:
1. Anggrek epifit (ephytis) adalah jenis anggrek yang menumpang pada
batang/pohon lain tetapi tidak merusak/merugikan tanaman yang ditumpangi
(tanaman inang). Alat yang dipakai untuk menempel adalah akarnya, sedangkan
akar yang fungsinya untuk mencari makanan adalah akar udara. Anggrek epifit
membutuhkan naungan dari cahaya matahari. Di habitas aslinya, anggrek ini
kerap menempel dipohon-pohon besar dan rindang. Contoh anggrek epifit
antara lain: Dendrobium, Cattleya, Ondocidium, dan Phalaenopsis.
2. Anggrek semi epifit adalah jenis anggrek yang juga menempel pada
pohon/tanaman lain yang tidak merusak yang ditumpangi. Pada anggrek semi
epifit, selain untuk menempel pada media, akar lekatnya juga berfungsi seperti
akar udara yaitu untuk mencari makanan untuk berkembang. Contoh anggrek
semi epifit antara lain :Epidendrum, Leila, dan Brassavola.
3. Anggrek tanah (anggrek terestris) adalah jenis anggrek yang hidup di atas
permukaan tanah. Anggrek jenis ini membutuhkan cahaya matahari penuh atau
cahaya matahari langsung. Contoh anggrek teresterial antara lain Vanda,
Renanthera, Arachnis dan Aranthera.
4. Anggrek saprofit, adalah anggrek yang tumbuh pada media yang mengandung
humus atau daun-daun kering. Anggrek saprofit dalam pertumbuhannya
membutuhkan sedikit cahaya matahari. Contoh jenis ini antara lain: Goodyera
sp
5. Anggrek litofit adalah jenis anggrek yang tumbuh pada batu-batuan. Anggrek
jenis ini biasanya tumbuh dibawah sengatan cahaya matahari penuh. Contoh
jenis ini antara lain: Dendrobium dan Phalaenopsis (Iswanto, 2002).

Aklimatisasi
Aklimatisasi atau penyesuaian terhadap lingkungan baru dari lingkungan yang
terkendali ke lingkungan yang relatif berubah. Bibit anggrek hasil perbanyakan secara in
vitro membutuhkan proses adaptasi sebelum tumbuh besar menjadi tanaman
(http://lcnursery.wordpress.com, 2008).
Penyesuaian terhadap iklim pada lingkungan baru yang dikenal dengan
aklimatisasi merupakan masalah penting apabila membudidayakan tanaman
menggunakan bibit yang diperbanyak dengan teknik kultur jaringan. Masalah ini dapat
terjadi karena beberapa faktor antara lain : 1. Pada habitatnya yang alami, anggrek epifit
biasanya tumbuh pada pohon atau ranting. Oleh karena itu, pemindahan tanaman dari
botol ke media dalam pot sebenarnya telah menempatkan tanaman pada lingkungan
yang tidak sesuai dengan habitatnya. 2. Tumbuhan yang dikembangkan menggunakan
teknik kultur jaringan memiliki kondisi lingkungan yang aseptik dan senyawa organik yang
digunakan tanaman sebagian besar didapat secara eksogenous. Oleh karena itu, apabila
dipindahkan kedalam pot, maka tanaman dipaksa untuk dapat membuat sendiri bahan
organik secara endogenous (Adiputra, 2009).
Masa aklimatisasi merupakan masa yang kritis karena pucuk atau planlet yang
diregenerasikan dari kultur in vitro menunjukan beberapa sifat yang kurang
menguntungkan, seperti lapisan lilin (kutikula tidak berkembang dengan baik, kurangnya
lignifikasi batang, jaringan pembuluh dari akar ke pucuk kurang berkembang dan stomata
sering kali tidak berfungsi (tidak menutup ketika penguapan tinggi). Keadaan itu
menyebabkan pucuk-pucuk in vitro sangat peka terhadap transpirasi, serangan
cendawan dan bakteri, cahaya dengan intensitas tinggi dan suhu tinggi. Oleh karena itu,
aklimatisasi pucuk-pucuk in vitro memerlukan penanganan khusus, bahkan diperlukan
modifikasi terhadap kondisi linkungan terutama dalam kaitannya dengan suhu,
kelembaban dan intensiitas cahaya. Disamping itu, medium tumbuh pun memiliki
peranan yang cukup penting khususnya bila puucuk-pucuk mikro yang diaklimatisasikan
belum membentuk sistem perakaran yang baik (Zulkarnain, 2009).

Kriteria planlet siap aklimatisasi


Adapun criteria planlet yang siap Untuk diaklimatisasi adalah sebagai berikut:
a. Organ planlet lengkap ( akar, batang, daun )
b. Warna pucuk batang hijau mantap artinya tidak tembus pandang
c. Pertumbuhannya kekar
d. Akar memenuhi media
e. Ukuran tinggi tanaman 3 4 cm ( tergantung jenis tanaman )
f. Umur tanaman ( anggrek 4 bulan)
Prosedur aklimatisasi aklimatisasi
1. Menyiapkan wadah
Wadah merupakan tempat yang brisi media tumbuh tanaman hasil kultur.
Jenis wadah yang dapat digunakan meliputi ; Pot terbuat dari tanah liat atau

plastik, sabut kelapa tua, tempurung kelapa tua dan batang pakis. Wadah yang
digunakan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
Harus memiliki lubang pembuangan air (draenase)
Harus memiliki kemampuan untuk mempertahankan kelembaban media
tanam
Tidak mudah lapuk
Harus bersih dan bebas dari berbagai penyakit
Mudah diperoleh dan harganya murah
2. Menyiapkan media
Media merupakan tempat tumbuh dan berdiri tegaknya tanaman.
Persyaratan Media tanam Untuk aklimatisasi adalah :
Mampu mengikat air dan unsur hara secara baik
Harus memiliki kemampuan untuk menjaga kelembaban
Mempunyai aerasi yang baik
Tahan lama /Tidak mudah lapuk
Tidak menjadi sumber penyakit
Derajat keasaman (pH) 5 6
Mudah didapat dan harganya murah
Media yang biasa digunakan Untuk tanaman hasil kultur meliputi ; Pakis
( anggrek ), Moss, Potongan kayu pinus, Arang sekam (pisang), Pasir steril
( Jati) dan Sabut Kelapa. Sebelum digunakan media tersebut harus diseterilkan
selama 4 jam agar serangga, mikroba, serta biji-bijian gulma mati.
3. Menyiapkan tempat
Tempat yang digunakan Untuk memelihara tanaman hasil kultur harus
mempunyai Intensitas cahaya matahari : 35 45%, Suhu : malam 18-240 C,
siang 21-320 C, Ketinggian tempat : 0 700 meter DPL, Kelembaban : 60
85% dan mempunyai Aerasi / sirkulasi udara. Dalam memilih tempat harus
memperhatikan hal-hal berikut :
Lingkungan harus bersih dan bebas dari segala hama dan penyakit
Kondisi lingkungan disesuaikan dengan kondisi tanaman: suhu,
kelembaban dan cahaya
Media Tumbuh
Tanaman juga memerlukan akar untuk menyerap hara agar dapat tumbuh
dengan baik, sehingga dalam tahap aklimatisasi ini diperlukan suatu media yang dapat
mempermudah pertumbuhan akar dan dapat menyediakan hara yang cukup bagi
tanaman (planlet) yang diaklimatisasi tersebut. Media yang remah akan memudahkan
pertumbuhan akar dan melancarkan aliran air, mudah mengikat air dan hara, tidak
mengandung toksin atau racun, kandungan unsur haranya tinggi, tahan lapuk dalam
waktu yang cukup lama (Waluya, 2009).
Media harus bersifat menyimpan air dan tidak mudah memadat. Media padat
menyebabkan air tergenang sehingga aerasi udara rendah. Gejala yang tampak, daun
dan batang menjadi layu. Akar sehat biasanya bewarna putih dan memiliki rambut-

rambut halus. Jika aerasi rendah, akar yang putih berubah jadi coklat lalu menghitam.
Jumlah rambut akar berkurang bahkan tak ada. Padahal ia berfungsi untuk menyerap
hara. Selain masalah aerasi, media padat juga mengundang bakteri dan cendawan
penyebab busuk (www.DuniaFlora, 2008).
Pakis baik untuk media anggrek karena memiliki daya mengikat air, serta aerasi
dan draenase yang baik. Pakis juga sangat awet karena melapuk secara perlahan-lahan
dan mengandung unsur hara yang dibutuhkan anggrek untuk pertumbuhannya. Arang
merupakan media yang cukup baik untuk digunakan karena tidak cepat lapuk dan tidak
mudah ditumbuhi cendawan dan bakteri. Namun, arang sukar mengikat air dan miskin
zat hara. Serabut kelapa mudah melapuk dan mudah busuk, sehingga dapat menjadi
sumber penyakit tetapi daya menyimpan air sangat baik dan mengandung unsur-unsur
hara yang diperlukan serta mudah didapat dan murah harganya.(Agromedia, 2006).

2.2. Bahan dan alat


Alat :
1. Pinset,
2. Hand sprayer
3. Pot Penampan
Bahan :
1. Air
2. 12 plantet tanaman anggrek hasil kultur in vitro
3. Akar pakis
4. Arang kayu
2.3. Teknik pelaksanaan aklimatisasi
Adapun teknik yang digunakan dalam aklimatisasi adalah sebagai berikut :
a. Dikeluarkan bibit dari botol
Diisi air ke dalam bibit botolan, kocok-kocok dan membuang air serta
media agar
Bibit dikeluarkan dari botol menggunakan pinset / kawat pengait satu
persatu
Dicuci bibit hingga bersih dari media agar
Akar-akar yang terlalu panjang dipotong dengan gunting

b. Direndam bibit dalam larutan fungisida


Bibit direndam selama 5 menit
Ditiriskan bibit di hamparan kertas koran
Bibit dikelompokkan berdasarkan ukurannya

c.

Diisi media dalam wadah


Media sebelum digunakan direndam dalam larutan fungisida
Pot diisi dengan media tinggi pot

d. Ditanam bibit dalam pot


Bibit ditanam dengan bantuan pinset, letakkan secara tegak
Bibit ditanam 8 tanaman per pot
e. Diletakkan pot bibit dalam green house / ruang aklimatisasi
2.4. Hasil Pengamatan
Hasil :
Data pengamatan plantet hasil aklimatisasi :

2.5. Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum kali ini dalam acara aklimatisasi Anggrek
Dendrobium dapat dilihat bahwa Anggrek hasil aklimatisasi mampu menyesuaikan diri
terhadap lingkungan, Meskipun sebagian kecil ada yang mengalami kelayuan.
Penyesuaian terhadap iklim pada lingkungan baru yang dikenal dengan
aklimatisasi merupakan masalah penting apabila membudidayakan tanaman
menggunakan bibit yang diperbanyak dengan teknik kultur jaringan. Masalah ini dapat
terjadi karena beberapa faktor :
1. Pada habitatnya yang alami, anggrek epifit biasanya tumbuh pada pohon atau
ranting. Oleh karena itu, pemindahan tanaman dari botol ke media dalam pot

sebenarnya telah menempatkan tanaman pada lingkungan yang tidak sesuai


dengan habitatnya.
2. Tumbuhan yang dikembangkan menggunakan teknik kultur jaringan memiliki
kondisi lingkungan yang aseptik dan senyawa organik yang digunakan tanaman
sebagian besar didapat secara eksogenous. Oleh karena itu, apabila dipindahkan
kedalam pot, maka tanaman dipaksa untuk dapat membuat sendiri bahan
organik secara endogenous.
Perbedaan faktor lingkungan antara habitat asli dan habitat pot atau antara
habitat kultur jaringan dengan habitat pot memerlukan penyesuaian agar faktor
lingkungan tidak melewati batas kritis bagi tanaman. Faktor lingkungan yang
diperlukan oleh anggrek Phalaenopsis menurut Deptan adalah:
1.
Temperatur 28 2o C dengan temperatur minimum 15oC.
2.
Kelembaban nisbi (RH) berkisar antara 60-85%.
3.
Intensitas penyinaran adalah 30%.
Disamping ketiga faktor tersebut, faktor lingkungan lain yang juga cukup penting
terutama bagi tanaman yang baru dipindahkan dari botol adalah sirkulasi udara yang
baik.
Tumbuhan adalah organisme autotrofik, mensintesa sendiri senyawa organik
yang diperlukan untuk tumbuh dari senyawa anorganik. Untuk dapat melakukan
kehidupan autotrofik ini, tumbuhan dilengkapi dengan sistem penyerapan unsur hara
dan sistem biosintesis yang bertugas untuk mengubah senyawa anorganik yang diserap
menjadi senyawa organik. Pada tumbuhan tinggi, sistem penyerapan unsur hara
biasanya berupa suatu organ yang dikenal sebagai akar dan sistem pemanenan energy
sinar matahari untuk mensintesa senyawa organik karbohidrat dikenal dengan daun.
Pada beberapa spesies, sistem ini mengalami adaptasi struktur yang disesuaikan dengan
lingkungan hidupnya.
Menurut Trubus (2005) ciri-ciri bibit yang berkulitas baik yaitu planlet tampak
sehat dan tidak berjamur, ukuran planlet seragam, berdaun hijau segar, dan tidak ada
yang menguning. Selain itu planlet tumbuh normal, tidak kerdil, komposisi daun dan
akar seimbang, pseudobulb atau umbi semu mulai tampak dan sebagian kecil telah
mengeluarkan tunas baru, serta memiliki jumlah akar serabut 3 4 akar dengan panjang
1,5 2,5 cm. Prosedur pembiakan dengan kultur in vitro baru bisa dikatakan berhasil
jika planlet dapat diaklimatisasi ke kondisi eksternal dengan keberhasilan yang tinggi.
Aklimatisasi bertujuan untuk mempersiapkan planlet agar siap ditanam di lapangan.
Tahap aklimatisasi mutlak dilakukan pada tanaman hasil perbanyakan secara in vitro
karena planlet akan mengalami perubahan fisiologis yang disebabkan oleh faktor
lingkungan. Hal ini bisa dipahami karena pembiakan in vitro (dalam botol) semua
faktor lingkungan terkontrol sedangkan di lapangan faktor lingkungan sulit terkontrol
(Herawan, 2006; Yusnita, 2004).
Di dalam botol kultur, kelembapan hampir selalu 100%. Aklimatisasi merupakan
tahap kritis karena kondisi iklim mikro di rumah kaca, rumah plastik, rumah bibit, dan
lapangan sangat jauh berbeda. Kondisi di luar botol berkelembapan nisbi jauh lebih
rendah, tidak aseptik, dan tingkat intensitas cahayanya jauh lebih tinggi dari pada
kondisi di dalam botol.planlet atau tunas mikro lebih bersifat heterotrofik karena sudah

terbiasa tumbuh dalam kondisi berkelembaban sangat tinggi, aseptik, serta suplai hara
mineral dan sumber energi berkecukupan.
Pada tahap ini (aklimatisasi) diperlukan ketelitian karena tahap ini merupakan
tahap kritis dan seringkali menyebabkan kematian planlet. Pada praktikum kali ini
diperoleh tanaman anggrek hidup semua meskipun agak layu karena kurang
penyiraman.
Kondisi mikro planlet ketika dalam botol kultur adalah dengan kelembaban 90100 %. Beberapa sumber menuliskan penjelasan yang berkaitan dengan hal tersebut.
Bibit yang ditumbuhkan secara in vitro mempunyai kutikula yang tipis dan jaringan
pembuluh yang belum sempurna. Kutikula yang tipis menyebabkan tanaman lebih
cepat kehilangan air dibanding dengan tanaman yang normal dan ini menyebabkan
tanaman tersebut sangat lemah daya bertahannya. Walaupun potensialnya lebih tinggi,
tanaman akan tetap menjadi layu karena kehilangan air yang tidak terbatas. Kondisi
tersebut menyebabkan tanaman tidak dapat langsung ditanam dirumah kaca
Disamping itu, tanaman tersebut memperlihatkan gejala ketidaknormalan, seperti
bersifat sangat sukulen, lapisan kutikula tipis, dan jaringan vasikulernya tidak
berkembang sempurna, morfologi daun abnormal dengan tidak berfungsinya stomata
sebagaimana mestinya, struktur mesofil berubah, dan aktivitas fotosintesis sangat
rendah.
Aklimatisasi dilakukan dengan mengkondisikan planlet dalam media pengakaran
ex vitro. Media yang kita gunakan dalam proses aklimatisasi pada anggrek adalah
pakis dan arang kayu. Selain itu juga kelembapan tempat aklimatisasi di atur tetap
tinggi pada minggu pertama, menurun bertahap pada mingguminggu berikutnya
hingga tumbuh akar baru dari planlet. Cahaya diatur dari intensitas rendah, meningkat
secara bertahap. Sebaiknya suhu tempat aklimatisasi dijaga agar tidak melebihi 32oC.
2.6. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum Aklimatisasi Bibit Anggrek Hasil Kultur In Vitro
diperoleh hasil sebagai berikut:
1. Kurangnya perawatan pada tanaman anggrek hasil kultur jaringan,
menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak efektif, kurang nutrisi, dan air.
2. Tanaman tidak dapat menyesuaikan diri untuk bertahan sehingga ada sebagian
yang layu, tapi kemungkinan besar masih bisa hidup dibandingkan dengan
tanaman yang dirawat di greenhause.
3. Suhu tempat aklimatisasi dijaga agar tidak melebihi 32oC dan cahaya juga
menjadi faktor penting dalam aklimatisasi

DAFTAR PUSTAKA
Adriana. 2010. Aklimatisasi Anggrek.http://kasopondok.blogspot.com/2010/03/aklimatisasianggrek.html 24 Januari 2013
Chapter II.pdf USU Institutional
Repositoryhttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20928/4/Chapter%20II.pdf d
iakses pada 28 Januari 2013
Gunardi, Tom. 1985. Anggrek untuk pemula. Penerbit Angkasa, Bandung.
Juliatri, Dian. 2010. Aklimatisasi Planlet
Anggrekhttp://mynameisdianjuliatri.blogspot.com/2010/01/aklimatisasi-planletanggrek.html
Luri, S. 2011. Tahapan-Tahapan dalam Kultur
Jaringan .http://kultur- jaringan.blogspot.com/2009/08/tahapan-tahapan-kulturjaringan.htmlDiakses: 23 Juni 2012
Rahardja, PE. 1988. Kultur Jaringan Teknik Perbanyakan Tanaman Secara Modern . Penebar
Swadaya. Jakarta.
Sulistyowati ,
Ayu . 2012. Aklimatisasihttp://ayusulistyowati.blogspot.com/2012/01/aklimatisasi.html
23 Januari 2013

Você também pode gostar