Você está na página 1de 4

ANALISA PERMASALAHAN

Penerapan campuran bahan bakar nabati (BBN) sebesar 0,5 persen pada sektor
transportasi yang menggunakan bahan bakar minyak (BBM) non subsidi terganjal harga
bioethanol. Ketentuan besaran 0,5 persen itu berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Menteri
Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 25 tahun 2013 tentang Perubahan Atas
Permen ESDM No 32 Tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan, dan Tata Niaga Bahan
Bakar Nabati (Biofuel) Sebagai Bahan Bakar Lain. Direktur Bioenergi Kementerian ESDM,
Dadan Kusdiana mengatakan pemerintah fokus pada pengembangan biodiesel daripada
bioethanol, salah satu kendala penerapan bioethanol ialah masalah formulasi harga. Saat ini
menggunakan formulasi harga publikasi Argus untuk Ethanol FOB Thailand dikalikan lima
persen. Formula harga ini dinilai para produsen bioethanol lebih rendah dari beban pokok
produksi. Selain itu, hambatan-hambatan lain yang mempengaruhi pengembangan bioetanol
sebagai berikut:

Industri nonenergi juga membutuhkan bioetanol


Menurut Kepala Tim Nasional Pengembangan Bahan Bakar Nabati, Alhilal

Hamdi(dalam Market Intelligence Report On Perkembangan Industri Biofuel di Indonesia),


keterbatasan salah satu bahan baku utama biofuel, yaitu etanol untuk memenuhi kebutuhan
bahan bakar menjadi kendala utama. Etanol yang tersedia, jadi rebutan dengan dengan
industri lain. Etanol di Indonesia juga digunakan untuk industri alkohol atau industri lain
seperti rokok, kosmetik dan plastik.

Harga yang Belum Bersaing


Biaya produksi biofuel seperti biodiesel berkisar antara Rp. 8000 Rp. 10000,

sementara biaya produksi bioetanol melebihi biodiesel. Hal ini mengakibatkan bioetanol
kalah bersaing dengan BBM bersubsidi. Disamping itu proses pembuatan biodiesel yang
menggunakan unit destilasi juga memerlukan energi yang besar sehingga modal yang
diperlukan untuk biaya produksi pun meningkat. Terlebih lagi, apabila industri ingin
mengekspor bioetanol ke negara lain, pajak impor yang ditetapkan sangat besar, yakni 30%.
Hal ini yang menyebabkan pasar bioetanol sepi peminat.\

Efisiensi produksi bioetanol


Menurut Agus Haryono, Koordinator Proyek Kerja Sama Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia (LIPI) dengan Korea International Cooperation Agency (Koica) dalam


pengembangan pabrik bioetanol generasi kedua, meneliti bahwa efisiensi kerja enzim dalam
fermentasi bahan baku menjadi bioetanol perlu ditingkatkan, karena enzim hanya mampu
menghasilkan kadar bioetanol sebesar 6% saja. Disamping itu, kemurnian bioetanol harus
dijaga kualitasnya, hal ini berpengaruh terhadap performa mesin kendaraan dimana
kandungan air yang terdapat pada bioetanol dapat menyebabkan korosi pada mesin
kendaraan.

Bahan baku bietanol untuk energi atau pangan


Tebu merupakan bahan baku bioetanol yang paling potensial digunakan. Namun,

tidak seperti Brazil yang memiliki luas daratan yang besar. Indonesia adalah negra kepulauan,
sehingga keterbatasan lahan menjadi kendala. Disamping itu, komoditas tebu di Indonesia
lebih cenderung dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan gula pasir sebagai bahan
pangan.
Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono--alkyl ester dari
rantai panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan bakar dari mesin diesel
dan terbuat dari sumber terbaharui seperti minyak sayur atau lemak hewan. Penggunaan
biodiesel sebagai pengganti bahan bakar diesel sesungguhnya terdapat banyak. Bahkan, bila
diperhitungkan dampak yang akan ditimbulkan oleh penggunaan biodiesel lebih besar
dibanding manfaatnya.
Dampak dari penggunaan biodiesel dapat ditinjau dari 3 sisi, yakni dampaknya
terhadap lingkungan, ekonomi dan masyarakat (social). Dampak penggunaan biodiesel
terhadap lingkungan, yakni dapat meningkatkan emisi CO2 akibat penggundulan hutan
terutama di negara tropis, naiknya NOx akibat tingginya kandungan O, dan gundulnya hutanhutan di dunia.
Hasil riset pada journal Conservation Biology menemukan bahwa mempertahankan
hutan hujan tropis merupakan jalan yang lebih baik dari pada mengkonversikannya menjadi
ladang tanaman biofuel. Biofuel merupakan hal yang membahayakan bagi hutan, satwa liar
dan iklim itu sendiri apabila ladang biofuel menggantikan hutan tropis, tegas Dr. Neil

Burgess dari World Wildlife Fund. Faktanya, hal tersebut dapat memperburuk perubahan
iklim karena menggantikan salah satu tempat penyimpanan karbon paling penting di dunia
Keseluruhan hutan hujan tropis.
Biodiesel lebih mudah melepaskan oksida nitrogen yang dapat mengarah pada
pembentukan kabut asap. Hal ini karna Biodiesel memiliki kualitas oksidasi yang buruk.
Selain menghasilkan NOx, kualitas oksidasi biodiesel yang buruk juga mengakibatkan
berubahnya biodiesel menjadi gel bila didiamkan dalam waktu yang lama. Sehingga dapat
menyumbat mesin.
Dari sisi ekonomi, dampak biodiesel adalah mengakibatkan kenaikan harga pangan
yang cukup besar. Karena adanya kelangkaan pangan akibat dialihkannya tanaman yang biasa
dikonsumsi untuk dijadikan bahan bakar. Tanaman seperti tebu, jagung, kelapa sawit dan
beberapa jenis komoditas lainnya cenderung dapat mengalami kenaikan harga yang cukup
signifikan akibat dijadikan Bio diesel. Dimana kenaikan harga tersebut juga akan
mengakibatkan naiknya harga kebutuhan kebutuhan pokok lainnya.
Sedangkan, dari sisi social atau masyarakat biodiesel dapat menyebabkan Akibat
penggundulah hutan karena di pakai untuk pembuatan lahan,hutan tropis tidak lagi berperan
sesuai tempatnya, sulitnya untuk menghirup oksigen nantinya akan kita alami.
Dari dampak dampak diatas, tentunya akan lebih baik jika kita tidak memanfaatkan
biodiesel sebagai pengganti bahan bakar diesel standart. Biodiesel juga mengakibatkan
banyak kerusakan pada mesin mobil seperti menyebabkan korosi, filter rusak, pitting di
piston, akibat terkontaminasi air. Karena, biodiesel 20 kali lebih rentan terhadap kontaminasi
air dibandingkan dengan diesel konvensional. Selain itu, Biodiesel murni memiliki masalah
signifikan terhadap suhu rendah. Biodiesel juga memiliki kandungan energi yang jauh lebih
sedikit dibandingkan dengan diesel konvensional, sekitar 11% lebih sedikit dibandingkan
dengan bahan bakar diesel konvensional. Sehingga, mengakibatkan kapasitas pembangkit
listrik dari mesin yang digunakan akan menurun jauh ketika menggunakan Bio Diesel.
Dewan Energi Nasional (DEN) menilai pembangunan pembangkit listrik tenaga
nuklir (PLTN) atau pemanfaatan energi nuklir di Indonesia hampir tidak mungkin
dilaksanakan. Secara teknis, nuklir atau PLTN untuk Indonesia itu hampir tidak mungkin, tapi
bisa menjadi pilihan terakhir bila ada perkembangan teknologi nuklir ke arah lebih aman
(DEN Prof Ir Rinaldy Dalimi, PhD di Surabaya)

Menurut dosen UI itu, ada empat hingga lima alasan yang menyebabkan PLTN
hampir tidak mungkin di Indonesia, yakni PLTN akan mengharuskan Indonesia mengimpor
uranium, karena uranium Indonesia tidak ekonomis. Alasan lain, dunia tidak akan
mengizinkan Indonesia melakukan pengayaan uranium, karena Iran saja dilarang, meski
pemerintahnya melawan. Selain itu, alasan yang cukup berat adalah Indonesia merupakan
kawasan gempa sehingga risikonya tinggi walaupun akan dibangun teknologi tahan gempa
akan membutuhkan biaya yang mahal, sehingga harganya nuklir juga tidak akan murah,
bahkan perlu subsidi.
Namun, alasan yang juga penting adalah Jepang sudah mematikan 54 unit PLTN pada
dua minggu lalu, lalu Jerman juga akan mematikan seluruh PLTN-nya pada tahun 2025. DEN
merekomendasikan PLTN sebagai pilihan terakhir. Artinya, nuklir nggak akan dipilih selama
energi alternatif (energi baru terbarukan/EBT) masih ada, apalagi energi alternatif di
Indonesia paling beragam di dunia. Anggota DEN Prof Mukhtasor PhD menilai PLTN itu
membutuhkan dukungan finansial yang mahal untuk antisipasi risiko. Oleh karena itu,
pemerintah sebaiknya melirik energi alternatif di Indonesia yang cukup banyak, bahkan dunia
juga akan melirik EBT karena harga EBT dengan energi konvensional akan setara pada tahun
2020.

Você também pode gostar