Você está na página 1de 5

Dian Husada Kebutuhan Dasar Manusia I

Tahap Proses Infeksi

Tahap Proses Infeksi


1. Tahap pertama dari proses infeksi adalah masuknya mikroorganisme ke dalam inang
melalui satu atau beberapa jalur: pernapasan, pencernaan (gastrointestinal), urogenitalia,
atau kulit yang telah terluka. setelah masuk, patogen harus melalui brmacam-macam
sistem pertahanan tubuh sebelum dapat hidup dan berkembangbiak di dalam inangnya. [4]
Contoh sistem pertahanan inang meliputi kondisi asam pada perut dan saluran
urogenitalia, fagositosis oleh sel darah putih, dan bermacam-macam enzim hidroitik dan
proteolitik yang dapat ditemukan di kelenjar saliva, perut, dan usus halus.[4] Bakteri yang
memiliki kapsul polisakarida di bagian luarnya seperti Streptococcus pneumoniae dan
Neisseria meningitidis memiliki kesempatan lebih besar untuk bertahan hidup.[4]
2. Pelekatan: Beberapa bakteri seperti Escherichia coli menggunakan en:pili untuk melekat
pada permukaan sel inang mereka.[4] Bakteri lain memilki molekul adhesi/pelekatan pada
permukaan sel mereka atau dinding sel yang hidrofobik seingga mereka dapat menempel
pada membran sel inang.[4] Pelekatan meningkatkan virulensi dengan cara mencegah
bakteri terbawa oleh mukus atau organ karena aliran cairan seperti pada saluran urin dan
pencernaan.[4]
3. Kemampuan invasif: bakteri invasif adalah bakteri yanf dapat masuk ke dalam sel inang
atau menembus permukaan kelenjar mukus sehingga menyebar dari titik awal infeksi. [4]
Kemampuan invasif didukung oleh adanya enzim yang mendegradasi matriks
ektraseluler seperti kolagenase.[4]
4. Toksin bakteri: Beberapa bakteri memproduksi toksin atau racun yang dapat dibagi
menjadi dua jenis yaitu: endotoksin dan eksotoksin.[4] Eksotoksin adalh protein yang
disekresikan oleh bakteri gram positif dan gram negatif. Di sisi lain, endotoksin adalah
lipopolisakarida yang tidak disekresikan melainkan terdapat pada dinding sel bakteri
gram negatif.[4]

Rantai Infeksi
Ada 6 komponen pada rantai infeksi
1. Agen penyebab/mikroorganisme:

bakteri, virus, jamur, spora


Patogenesis dipengaruhi :
Jumlah
Virulensi
Kemampuan untuk masuk ke dalam tubuh
Survival dalam tubuh
2. Sumber (Reservoir)
meliputi tumbuhan, binatang, manusia dan aspek lingkungan
3. Tempat keluarnya organisme
Saluran Respirasi : Droplet bersin, batuk, bicara
Saluran gastrointestinal
Saluran Urinaria
Saluran Reproduksi
Kulit, mukosa
4. Metode transmisi
Kontak Direct, Indirect, droplet
Air borne via udara
Vektor borne via binatang
5. Tempat masuknya organisme
melalui sistem tubuh, darah, kulit
6. Host (seseorang dalam resiko)
Faktor yang mempengaruhi :
Stres yang berkepanjangan
Status nutrisi yang buruk
Fatigue
Usia

Proses Terjadinya Infeksi


April
08 undefined
den ger
Mikroba patogen agar dapat menimbulkan penyakit infeksi harus bertemu dengan pejamu yang
rentan, melalui dan menyelesaikan tahap-tahap sebagai berikut.
a. Tahap I
Mikroba patogen bergerak menuju tempat yang menguntungkan (pejamu/penderita) melalui
mekanisme penyebaran (mode of transmission). Semua mekanisme penyebaran mikroba patogen
tersebut dapat terjadi di rumah sakit, dengan ilustrasi sebagai berikut.
1. Penularan langsung Melalui droplet nuclei yang berasal dari petugas, keluarga/pengunjung,
dan penderita lainnya. Kemungkinan lain melalui darah saat transfusi darah.
2. Penularan tidak langsung
Seperti yang telah diuraikan , penularan tidak langsung dapat terjadi sebagai berikut.
a) Vehicle-borne, yaitu penyebaran/penularan mikroba patogen melalui benda-benda mati
(fotnite) seperti peralatan medis (instrument), bahan-bahan/material medis, atau peralatan
makan/minum untuk penderita.
Perhatikan pada berbagai tindakan invasif seperti pemasangan kateter, vena punctie, tindakan
pembedahan (bedah minor, pembedahan di kamar bedah), proses dan tindakan medis
obstetri/ginekologi, dan lain-lain.
b) Vector-borne, yaitu penyebaran/penularan mikroba patogen dengan perantara vektor seperti
lalat. Luka terbuka (open wound), jaringan nekrotis, luka bakar, dan gangren adalah kasus-kasus
yang rentan dihinggapi lalat.
c) Food-borne, yaitu penyebaran/penularan mikroba patogen melalui makanan dan minuman
yang disajikan untuk penderita. Mikroba patogen dapat ikut menyertainya sehingga
menimbulkan gejala dan keluhan gastrointestinal, baik ringan maupun berat.
d) Water-borne, kemungkinan terjadinya penularan/penyebaran penyakit infeksi melalui air kecil
sekali, mengingat tersedianya air bersih di rumah sakit sudah melalui uji baku mutu.
e,) Air-borne, peluang terjadinya infeksi silang melalui media perantara ini cukup tinggi karena
ruangan/bangsal yang relatif tertutup, secara teknis kurang baik ventilasi dan pencahayaannya.
Kondisi ini dapat menjadi lebih buruk dengan jumlah penderita yang cukup banyak.
Dari semua kemungkinan penyebaran/penularan penyakit infeksi yang telah diuraikan di atas,
maka penyebab kasus infeksi nosokomial yang sering dilaporkan adalah tindakan invasif melalui
penggunaan berbagai instrumen medis (vehicle-borne).

b. Tahap II
Upaya berikutnya dari mikroba patogen adalah melakukan invasi ke jaringan/organ pejamu
(penderita) dengan cara mencari akses masuk untuk masing-masing penyakit (port dentree)
seperti adanya kerusakan/lesi kulit atau mukosa dari rongga hidung, rongga mulut, orificium
urethrae, dan lain-lain.
1. Mikroba patogen masuk ke jaringan/organ melalui lesi kulit. Hal ini dapat terjadi sewaktu
melakukan insisi bedah atau jarum suntik. Mikroba patogen yang dimaksud antara lain virus
Hepatitis B (VHB).
2. Mikroba patogen masuk melalui kerusakan/lesi mukosa saluran urogenital karena tindakan
invasif, seperti:
a) tindakan kateterisasi, sistoskopi;
b) pemeriksaan dan tindakan ginekologi (curretage);
c) pertolongan persalinan per-vaginam patologis, baik dengan bantuan instrumen medis, maupun
tanpa bantuan instrumen medis.
3. Dengan cara inhalasi, mikroba patogen masuk melalui rongga hidung menuju saluran napas.
Partikel in feksiosa yang menular berada di udara dalam bentuk aerosol. Penularan langsung
dapat terjadi melalui percikan ludah (droplet nuclei) apabila terdapat individu yang mengalami
infeksi saluran napas melakukan ekshalasi paksa seperti batuk atau bersin. Dari penularan tidak
langsung juga dapat terjadi apabila udara dalam ruangan terkontaminasi. Lama kontak terpapar
(time of exposure) antara sumber penularan dan penderita akan meningkatkan risiko penularan.
Contoh: virus Influenza dan Al. tuberculosis.
4. Dengan cara ingesti, yaitu melalui mulut masuk ke dalam saluran cerna. Terjadi pada saat
makan dan minum dengan makanan dan minuman yang terkontaminasi. Contoh: Salmonella,
Shigella, Vibrio, dan sebagainya.
c. Tahap III
Setelah memperoleh akses masuk, mikroba patogen segera melakukan invasi dan mencari
jaringan yang sesuai (cocok). Selanjutnya melakukan multiplikasi/berkembang biak disertai
dengan tindakan destruktif terhadap jaringan, walaupun ada upaya perlawanan dad pejamu.
Sehingga terjadilah reaksi infeksi yang mengakibatkan perubahan morfologis dan gangguan
fisiologis/ fungsi jaringan.
Reaksi infeksi yang terjadi pada pejamu disebabkan oleh adanya sifat-sifat spesifik mikroba
patogen.
a. Infeksivitas
kemampuan mikroba patogen untuk berinvasi yang merupakan langkah awal melakukan
serangan ke pejamu melalui akses masuk yang tepat dan selanjutnya mencari jaringan yang
cocok untuk melakukan multiplikasi.
b. Virulensi
Langkah mikroba patogen berikutnya adalah melakukan tindakan destruktif terhadap jaringan

dengan menggunakan enzim perusaknya. Besar-kecilnya kerusakan jaringan atau cepat


lambatnya kerusakan jaringan ditentukan oleh potensi virulensi mikroba patogen.
c. Antigenitas
Selain memiliki kemampuan destruktif, mikroba patogen juga memiliki kemampuan merangsang
timbulnya mekanisme pertahanan tubuh pejamu melalui terbentuknya antibodi. Terbentuknya
antibodi ini akan sangat berpengaruh terhadap reaksi infeksi selanjutnya.
d. Toksigenitas
Selain memiliki kemampuan destruktif melalui enzim perusaknya, beberapa jenis mikroba
patogen dapat menghasilkan toksin yang sangat berpengaruh terhadap perjalanan penyakit.
e. Patogenitas
Sifat-sifat infeksivitas, virulensi, serta toksigenitas mikroba patogen pada satu sisi, dan sifat
antigenitas mikroba patogen pada sisi yang lain, menghasilkan gabungan sifat yang disebut
patogenitas. Jadi sifat patogenitas mikroba patogen dapat dinilai sebagai deralat keganasan
mikroba patogen atau respons pejamu terhadap masuknya kuman ke tubuh pejamu.
Reaksi infeksi adalah proses yang terjadi pada pejamu sebagai akibat dari mikroba patogen
mengimplementasikan ciri-ciri kehidupannya terhadap pejamu. Kerusakan jaringan maupun
gangguan fungsi jaringan akan menimbulkan manifestasi klinis, yaitu manifestasi klinis yang
bersifat sistemik dan manifestasi klinis yang bersifat khusus (organik).
Manifestasi klinis sistemik berupa gejala (symptom) seperti domain, merasa lemah dan terasa
tidak enak (malaise), nafsu makan menurun, mual, pusing, dan sebagainya. Sedangkan
manifestasi klinis khusus akan memberikan gambaran klinik sesuai dengan organ yang terserang.
Contoh:
Bila organ paru terserang, maka akan muncul gambaran klinik seperti batuk,sesak napas,nyeri
dada, gclisah, dan sebagainya.
Bila organ alat pencernaan makanan terserang, maka akan muncul gambaran klinik seperti
mual, muntah, kembung, kejang perut, dan sebagainya.
Mikroba patogen yang telah bersarang pada jaringan/organ yang sakit akan terus berkembang
biak, sehingga kerusakan dan gangguan fungsi organ semakin meluas. Demikian seterusnya, di
mana pada suatu kesempatan, mikroba patogen ketuar dari tubuh pejamu (penderita) dan mencari
pejamu baru dengan cara menumpang produk proses metabolisme tubuh atau produk proses
penyakit dari pejamu yang sakit.

Você também pode gostar