Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Cedera kepala dapat mengakibatkan malapetaka besar bagi seseorang.
Sebagian masalah merupakan akibat langsung dari cedera dan banyak lainnya
terjadi sekinder akibat cedera. Otak di lindungi dari cedera oleh rambut, kulit
dan tulang yang membungkusnya. Tanpa perlindungan ini, otak yang lembut
(yang membuat kita seperti adanya) akan mudah sekali terkena cedera dan
mengalami kerusakan. Selain itu, begitu rusak neuron tidak dapat di perbaiki
lagi(Sylvia Anderson,2005:1171).
Cedera kepala meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan otak. Cedera
kepala paling sering dan penyakit neurologic yang serius diantara penyakit
neurologic dan merupakan proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan jalan
raya. Diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap tahun akibat cedera kepala,
dan lebih dari 700.000 orang mengalami cedera cukup berat yang memerlukan
perawatan di rumah sakit. Pada kelompok ini, antara 50.000 orang dan 90.000
orang setiap tahun mengalami penurunan intelektual atau tingkah laku yang
menghambat kembalinya mereka menuju kehidupan normal. Dua pertiga dari
kasus ini berusia di bawah 30 tahun, dengan jumlah laki-laki lebih banyak dari
wanita. Adanya kadar alcohol dalam darah deteksi lebih dari 50% pasien cedera
kepala yang di terapi di ruang darurat. Lebih dari setengah dari semua pasien
cedera kepalanberat mempunyai signifikan terhadap cedera bagian tubuh
lainnya. Adanya syok hipovolemik pada pasien cedera kepala biasanya karena
cedera bagian tubuh lainnya. Resiko utama pasien yang mengalami cedera
kepala adalah kerusakan otot akibat perdarahan atau pembengkakan otak
sebagai respon terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan tekanan
intracranial.(Smeltzer dan Suzanne, 2001:2209).
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan
utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat
kecelakaan lalu lintas (Mansjoer, 2007: 3). Di dunia diperkirakan sebanyak 1,2
Page 1
juta jiwa nyawa melayang setiap tahunnya sebagai akibat kecelakaan bermotor,
diperkirakan sekitar 0,3-0,5% mengalami cedera kepala. Di Indonesia
diperkirakan lebih dari 80% pengendara kendaraan mengalami resiko
kecelakaan. 18% diantaranya mengalami cedera kepala dan kecederaan
permanen, tingginya angka kecelakaan lalu lintas tidak terlepas dari makin
mudahnya orang untuk memiliki kendaraan bermotor dan kecelakaan
manusia(Shell,2008).
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana dan seperti apakah cedera otak itu?
2. Bagaimanakah proses pemberian asuhan keperawatan pada pasien
dengan cedera otak?
1.3 TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui tentang cedera otak.
2. Untuk mengetahui proses pemberian asuhan keperawatan pada pasien
Page 2
BAB 2
KAJIAN TEORI
2.1 Pengertian
Banyak Istilah yang dipakai dalammenyatakan suatu trauma atau cedera
pada kepala di Indonesia. Beberapa rumah sakit ada yang memakai istilah
cedera kepala dan cedera otak sebagai suatu diagnosis medis untuk suatu
trauma pada kepala, walaupun secara harfiah kedua istilah tersebut sama karena
memakai gradasi respon Glasgow Coma Scale (GCS) sebagai tingkat gangguan
yang terjadi akibat suatu cedera di kepala.
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan
akibat trauma yang mencederai kepala, maka perawat perlu mengenal
neuroanatomi, neurofisiologi, serta neuropatofisiologi dengan baik agar
kelainan dari masalah yang dikeluhkan atau kelainan dari pengkajian fisik yang
didapat bisa sekomprehensif mungkin ditanggapi perawat yang melakukan
asuhan pada klien dengan cedera kepala.
Cedera kepala meliputi trauma kulit kepala, tengkorak, dan otak. Secara
anatomis otak dilindungi dari cedera oleh rambut , kulit kepala, serta tulang dan
tentorium (helm) yang membungkusnya.
Tanpa perlindungan ini otak akan mudah sekali terkena cedera dan
mengalami kerusakan. Selain itu, sekali neuron rusak, tidak dapat diperbaiki
lagi. Cedera kepala dapat mengakibatkan malapetaka besar bagi seseorang.
Sebagian masalah merupakan akibat langsung dari cedera dan banyak lainnya
timbul sekunder dari cedera.
Efek efek ini Harus dihindari ddan ditemukan secepatnya oleh perawat
untuk menghindari rangkaian kejadian yang menimbulkan gangguan mental
dan fisik, bahkan kematian. Cedera kepala paling sering dan penyakit
neurologis yang serius diantara penyakit neurologis, dan merupakan pproporsi
epedemik sebagai hasil kecelakaan jalan raya. Diperkirakan dua per tiga korban
Page 3
dari kasus ini berusia dibawah 30 ttahun, dengan jumlah laki-laki lebih banyak
dari wanita lebih dari setengah dari semua klien cedera kepala berat
mempunyai signifikansi terhadap cedera bagian tubuh lainnya. Adanyak Syok
Hipovolemik pada klien cedera kepala biasanya karena cedera bagian tubh
lainnya. Resiko utama klien yang mengalami cedera kepala adalah kerusakan
otak akibat pendarahan atau pembengkakan otak sebagai respons terhadap
cedera dan menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial.
Pada beberap literature terakhir dapat disimpulkan bahwa cedera kepala
atau cedera otak merupakan suatu gangguan traumatic dari fungsi otak yang
disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa
diikuti kontinuitas otak.
Berdasarkan GCS, cedera kepala atau cedera otak dapat dibagi menjadi
tiga gradasi, yaitu:
1. Cedera kepala ringan/ cedera otak ringan, bila GCS: 13-15
2. Cedera kepala sedang/ cedera otak sedang bila GCS: 9-12
3. Cedera kepala berat/ cedera otak berat bila GCS kurang atau sama dengan 8
Pada klien yang tidak dapat dilakukan pemeriksaan misalnya oleh
karena afasia, maka reaksi verbal diberi tanda X, atau oleh karena kedua
mata edema berat sehingga tidak dapat dinilai reaksi membuka matanya maka
reaksi membuka mata diberi nilai X, sedangkan jika klien dilakukan
trakeostomi ataupun dilakukan inkubasi maka reaksi verbal dinilai T.
Penyebab dari cedera kepala adalah adanya trauma pada kepala meliputi
trauma oleh benda atau serpihan yang menembus jaringan otak, efek dari
kekuatan atau energy yang diteruskan ke otak dan efek percepatan dan
perlambatan (Akselerasi-deselerasi) pada otak.
2.2 Etiologi
Page 4
Penyebab mengenai hal ini terutama pada trauma otak primer yaitu
terjadi disebabkan oleh benturan langsung ataupun tidak langsung (aselerasi/
deselerasi otak) dan trauma otak sekunder akibat dari trauma saraf ( melalui
akson ) yang meluas, hipertensi intracranial, hipoksia, hiperkapnea, atau
hipotensi sistematik. Adapun penyebab lain dari cedera otak diantaranya
adalah:
Menurut Masjoer Arif(2000) yaitu :
Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan
mobil.
Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.
Cedera akibat kekerasan.
Spasme pembuluh darah intrakranial.
Kecelakaan otomotif/tabrakan, terjatuh, olah raga, kecelakaan industri.
Gejala depresi
Gangguan pada jaringan saraf yang sudah terganggu
Tertimpa benda keras.
Menurut Tarwoto (2007), penyebab dari Cedera Kepala adalah :
Kecelakaan lalu lintas.
Terjatuh
Pukulan atau trauma tumpul pada kepala.
Olah raga
Benturan langsung pada kepala.
Kecelakaan industri.
Luka, dan
Persalinan.
Page 5
Menurut Cholik Harun Rosjidi & Saiful Nurhidayat, (2009 : 49) etiologi
cedera kepala adalah:
Kecelakaan lalu lintas
Jatuh
Pukulan
Kejatuhan benda
Kecelakaan kerja atau industri
Cedera lahir
Luka tembak
Menurut Bunner dan Suddart (2000), Cedera kepala dapat disebabkan
oleh dua hal, yaitu :
Benda tajam, dimana dapat menyebabkan cedera setempat
Benda tumpul dimana dapat menyebabkan cedera keseluruhan.
Kerusakan terjadi ketika energi/kekuatan diteruskan kepada otak.
Kerusakan jaringan otak karena benda tumpul tergantung pada :
1)
Lokasi,
2)
Kekuatan,
3)
Fraktur infeksi/kompresi,
4)
Rotasi,
5)
Menurut Satyanegara,(1998:148)
Kebanyakan cedera kepala merupakan akibat salah satu dari kedua
mekanisme dasar yaitu:
a.
Page 6
b.
Guncangan
lanjut,
merupakan
akibat
peristiwa
2.3 Patogenesis
Metabolisme otak normal
Berat otak manusia normal kerkisar antara 1200 - 1400 gram,
merupakan 2% dari berat badan total manusia. Dalam keadaan istirahat otak
memerlukan oksigen sebanyak 20% dari seluruh kebutuhan oksigen tubuh dan
memerlukan 70% glukosa tubuh. Adanya kebutuhan oksigen yang tinggi
tersebut disertai dengan aktifitas metabolik otak yang terjadi secara terus
menerus memerlukan aliran darah yang konstan kedalam otak, sehingga otak
memerlukan makanan yang cukup dan teratur. Dalam setiap menit, otak
memerlukan 800 cc oksigen dan 100 mgr glukosa sebagai sumber energi.
Berkurang atau hilangnya suplai darah ke otak dalam beberapa menit akan
menimbulkan adanya gangguan pada jaringan otak yang bervariasi dari ringan
hingga yang berat berupa kematian sel otak.
Page 7
ATP
2.4 Patologis
Dari gambarannya (neuropatologi), kerusakan otak dapat digolongkan
menjadi fokal dan difus, walaupun terkadang kedua tipe tersebut muncul
bersamaan. Alternatif yang lain menggolongkan kerusakan otak menjadi primer
(terjadi sebagai dampak) dan sekunder (munculnya kerusakan neuronal yang
menetap, hematoma, pembengkakan otak, iskemia, atau infeksi).
Patologi Trauma Kepala
Patologi trauma kepala sangat bergantung pada bagian anatomis yang kepala
yang mengalami trauma ;
a. Laserasi pada kulit kepala, dapat menimbulkan perdarahan hebat karena
di kepala terdapat banyak pembuluh darah
b. Fraktur tengkorak ;
Fraktur linier, ringan atau hebat. Fraktur linear yang melibatkan rongga
udara perinasal dapat menimbulkan rhinore atau othore ari cairan cerebro
spinalis sedangkan faktur linear yang terbuka lebar dapat menimbulkan
herniasi. Fraktur linear dapat merobek pembuluh darah yang melewati tulang
tengkorak sehingga dapat terjadi perdarahan epidural atau subdural
Fraktur depresi ; depresi lebih dari 3mm dapat menimbulkan kerusakan
otak disamping sebagai akibat tekanan perdarahan
Fraktur dasar tengkorak dapat mengakibatkan rhinore atau otore
c. Perdarahan pada selaput otak ; trauma kepala dengan atau tanpa fraktur
dilatasi pupil pada sisi yang sama. Penekanan hemisfer berlanjut pada
penekanan batang otak sehingga berpindah pada sisi yang berlawanan.
Perpindahan yang cukup jauh menimbulkan defisit neurologi pada sisi yang
berlawanan(kontralateral)
yang
tidak
dapat
diperbaiki
dan
kematian.
GCS lebih kecil atau sama dengan 8, kehilangan kesadaran dan atau
terjadi amnesia lebih dari 24 jam. Dapat mengalami kontusio cerebral, laserasi
atau hematoma intracranial.
Page 11
Page 12
Trauma Kepala
Kulit Kepala
Hematoma pada kulit
Tulang Kepala
Jaringan Otak
Fraktur Linear
Fraktur Communited
Fraktur Depressed
Fraktur Basis
Komusio
Hematoma
Edema
Kontusio
Cedera Otak
1.Tik meningkat
Cedera otak primer
Ringan
Sedang
Berat
Gangguan autoregulasi
Aliran darah ke otak
Gangguan Kesadaran
Gangguan TTV
Kelainan Neurologis
Hipoksemia Serebral
Kelainan Metabolisme
Rangsangan simpatis
Stress Lokalis
Katekolamin
Sekresi Asam Lambung
Gangguan Metabolisme
Tek.pemb.darah pulmonal
Mual, Muntah
2.6 Patofisiologi
Edema Otak
2. Gangguan Perfusi
Jaringan Serebral
Tekanan Hidrostatik
Kebocoran cairan kapiler
Edema paru
Curah jantung menurun
4.Gangguan Perfusi
Jaringan
Page 13
Difusi terhambat
Hipoksemia, Hiperkapnea
battle). Fraktur dasar tengkorak dicurigai ketika CCS keluar dari telinga
(rinorea serebrospinal). Keluarnya cairan serebrospinal merupakan masalah
serius karena dapat menyebabkan infeksi seperti meningitis, jika organisme
masuk kedalam isi kranial melalui hidung, telinga atau sinus melalui robekkan
pada dura. Laserasi atau kontusio otak ditunjukkan oleh cairan spinal berdarah.
2.8 Komplikasi
Kemunduran pada kondisi pasien mungkin karena perluasan hematom
intracranial, edema serebral progresif, dan herniasi otak. (Brunner & Suddarth,
2002 : hal. 2215)
a. Edema serebral dimana terjadi peningkatan tekanan intrakranial karena
ketidaknmampuan tengkorak utuh untuk membesar meskipun peningkatan
volume oleh pembengkakan otak diakibatkan dari trauma.
b. Herniasi otak adalah perubahan posisi ke bawah atau lateral otak melalui
atau terhadap struktur kaku yang terjadi menimbulkan iskemia, infark,
kerusakan otak ireversibel, dan kematian.
c. Defisit neurologik dan psikologik
d. Infeksi sistemik (pneumoni, infeksi saluran kemih, septicemia)
e. Infeksi bedah neuron (infeksi luka, osteomielitis, meningitis, ventikulitis,
abses otak)
f. Osifikasi heterotopik (nyeri tulang pada sendi-sendi yang penunjang berat
badan)
Page 15
Kebocoran
cairan
serebrospinal
dapat
disebabkan
oleh
rusaknya
leptomeningen dan terjadi pada 2-6 % pasien dengan cedera kepala tertutup.
b. Fistel karotis kavernosus ditandai dengan trias gejala: eksolftalmus, kemosis,
dan bruit orbita, dapat segera timbul atau beberapa hari setelah cedera.
c. Diabetes insipidus dapat disebabkan oleh kerusakan traumatik pada tangkai
hipofisis, menyebabkan penghentian sekresi hormon antidiuretik.
d. Kejang pasca trauma dapat terjadi segera (dalam 24 jam), dini(minggu
pertama) atau lanjut (setelah satu minggu).
Menurut Eka J. Wahjoepramono (2005 : 90) antara lain :
a. Cedera Otak Sekunder akibat hipoksia dan hipotensi
Hipoksia dapat terjadi akibat adanya trauma di daerah dada yang
terjadinya bersamaan dengan cedera kepala. Adanya obstruksi saluran nafas,
atelektasis, aspirasi, pneumotoraks, atau gangguan gerak pernafasan dapat
berdampak pasien mengalami kesulitan bernafas dan pada akhirnya mengalami
hipoksia.
b. Edema Serebral
Edema adalah tertimbunnya cairan yang berlebihan di dalam jaringan.
Edema serebral akan menyebabkan bertambah besarnya massa jaringan otak di
dalam rongga tulang tengkorak yang merupakan ruang tertutup. Kondisi ini
akan
menyebabkan
terjadinya
peningkatan
tekanan
intrakranial
yang
ada.
e. Infeksi
Cedera kepala yang disertai dengan robeknya lapisan kulit akan
memiliki resiko terjadinya infeksi, sebagaimana pelukaan di daerah tubuh
lainnya. Infeksi yang terjadi dapat menyebabkan terjadinya Meningitis,
Ensefalitis, Empyema subdural, Osteomilietis tulang tengkorak, bahkan abses
otak.
f. Hidrisefalus
Hidrosefalus merupakan salah satu komplikasi cedera kepala yang
cukup sering terjadi, khususnya bila cedera kepala cukup berat.
Menurut (Tarwoto&Wartonah, 2007, hal 129) diantaranya :
1.
2.
Kejang,
3.
Pneumonia,
4.
Perdarahan gastrointestinal,
5.
Disritmia jantung,
6.
7.
Hidrosefalus
8.
9.
1.
Peningkatan TIK
Lebih dari separuh kematian karena trauma kepala disebabkan oleh
Iskemia
Page 18
Perdarahan otak
- Epidural hematom:
Terdapat pengumpulan darah diantara tulang tengkorak dan duramater
awal cedera 4-25% (dalam 7 hari cedera), terjadi terlambat 9-42% (setelah 7
hari trauma). Faktor risikonya adalah trauma penetrasi, hematom (subdural,
epidural, parenkim), fraktur depresi kranium, kontusio serebri, GCS <10.
5.
Hidrosefalus:
Berdasar lokasi penyebab obstruksi dibagi menjadi komunikan dan non
Spastisitas :
Spastisitas adalah fungsi tonus yang meningkat tergantung pada
Page 20
Agitasi
Agitasi pasca cedera kepala terjadi > 1/3 pasien pada stadium awal
dalam bentuk delirium, agresi, akatisia, disinhibisi, dan emosi labil. Agitasi
juga sering terjadi akibat nyeri dan penggunaan obat-obat yang berpotensi
sentral.
Penanganan
farmakologi
antara
lain
dengan
menggunakan
gangguan fisik setelah cedera kepala dalam jangka lama. Penelitian Pons
Ford,menunjukkan 2 tahun setelah cedera kepala masih terdapat gangguan
kognitif, tingkah laku atau emosi termasuk problem daya ingat pada 74 %,
gangguan mudah lelah (fatigue) 72%, gangguan kecepatan berpikir 67%.
Sensitif dan Iritabel 64%, gangguan konsentrasi 62%.
Cicerone (2002) meneliti rehabilitasi kognitif berperan penting untuk
perbaikan gangguan kognitif. Methyl phenidate sering digunakan pada pasien
dengan problem gangguan perhatian, inisiasi dan hipoarousal (Whyte).
Dopamine, amantadinae dilaporkan dapat memperbaiki fungsi perhatian dan
fungsi luhur. Donepezil dapat memperbaiki daya ingat dan tingkah laku dalam
12 minggu. Depresi mayor dan minor ditemukan 40-50%. Faktor resiko depresi
pasca cedera kepala adalah wanita, beratnya cedera kepala, pre morbid dan
gangguan tingkah laku dapat membaik dengan antidepresan.
10. Sindroma post kontusio
Merupakan komplek gejala yang berhubungan dengan cedera kepala
80% pada 1 bulan pertama, 30% pada 3 bulan pertama dan 15% pada tahun
pertama:
Page 21
Page 22
3.1
PENGKAJIAN
Pengumpulan data klien baik subjektif maupun obyektif pada gangguan
Page 25
kesimerisanya.
Ketidaksimetrisan
mungkin
menunjukkan
adanya
atelektasis, lesi pada paru, obstruksi pada bronkus, fraktur tulang iga,
pneumothoraks, atau penempatan endotrakeal dan tube trakeostomi yang
kurang tepat. Pada observasi ekspansi dada juga perlu di nilai : retraksi dari
otot-otot interkostal, substernal, pernapasan abdomen, dan respirasi paradoks
(retraksi abdomen saat inspirasi). Pola napas ini dapat terjadi jika otot-otot
interkostal tidak mampu menggerakkan dinding dada.
Page 26
Rangsang simpatis
Me tahanan vaskular
sistemik dan tekanan darah
Edema paru
Meningkatkan tekanan
hidrostatik
B2 (Blood)
Page 27
Trauma kepala
dan
elektrolit
pada
sistem
ADH dilepas
kardiovaskular.
B3 (Brain)
Page 28
Page 30
inkontenensia
urine
karena
konfusi,
ketidakmamppuan
Nutrisi berkurang
Hilang nitrogen
Kelelahan/kelemahan fisik
Gambar. Mekanisme perubahan yang terjadi pada klien trauma
memberikan manifestasi pada perubahan status nutrisi tubuh dan kelemahan
fisik secara umum dampak dari trauma kepala.
B6 (Bone)
Page 32
Page 34
kemampuan
mencerna
makanan,
peningkatan
kebutuhan
metabolism.
4. Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan terpasangnya
endotracheal/tracheostomy tube dan paralisis/kelemahan neuromuscular.
3.3
INTERVENSI KEPERAWATAN
Risiko tinggi peningkatan TIK yang berhubungan dengan desak
ruang sekunder dari kompresi korteks serebri dari adanya perdarahan baik
bersifat intraserebral hematoma, subdural hematoma, dan epidural hematoma.
Tujuan : dalam waktu 2x24 jam tidak terjadi peningkatan TIK pada
klien.
Kriteria hasil : klien tidak gelisah, klien tidak mengeluh nyeri kepala,
mual-mual dan muntah, GCS : 4,5,6, tidak terdapat pepiledema. TTV dalam
batas normal.
Intervensi
Mandiri
Kaji factor
situasi/keadaan
Rasionalisasi
Deteksi
penyebab
dari
individu/penyebab
penyebab
peningkatan
TIK
memprioritaskan
dini
untuk
intervensi,
Memonitor
tiap 4 jam.
tanda-tanda
vital
serebral
terpelihara
dari
autoregulator
merupakan
tanda
dibarengi
dengan
peningkatan
tekanan
darah,
distrimia,
dispnea
merupakan
tanda
terjadinya
peningkatan TIK
Evaluasi pupil, amati ukuran,
ketajaman, dan reaksi terhadap cahaya.
Reaksi
pupil
dan
jika
batang
otak
merupakan
kombinasi
temperature
dan
hipotalamus.
Peningkatan
menunjang
peningkatan
Perubahan
bantal.
Hindari
sisi
dapat
kepala
pada
menimbulkan
menghambat
aliran
darah
otak
untuk
itu
dapat
Page 37
Tindakan
yang
terus-
Rasionalisasi
posisi
biasanya
yang
fungsi
catat
dispnea,
terjadinya
syok
sehubungan
dengan
hipoksia.
Jelaskan
bahwa
pada
tindakan
dilakukan
untuk
klien
tersebut dapat
mengurangi
ansietas
dan
keamanan.
Jelaskan
rencana terapeutik.
pada
klien
bantu
kontrol
perilaku
klien
untuk fisiologi
diri,
hipoksia,
yang
dengan dimanifestasikan
dapat
sebagai
alarm
kadar
oksigen,
tinggi/rendahnya
tekanan oksigen.
Taruhlah
resusitasi
kantung
disamping
Kantung
tempat ventilasi
resusitasi/manual
sangat
berguna
untuk
pernapasan
Melatih
klien
untuk
mengatur
dapat
memaksimalkan
fungsi
membantuk
daari
sistem
pernapasan.
Perhatikan
letak
dan
tekanan
tabung,
oksigen setelah
menilai
hasil
disgnostik
dan
Pemberian
antibiotik.
Pemberian
analgesik.
Fisioterapi dada.
Konsul
foto
thoraks.
kemampuan
berkomunikasi
Rasionalisasi
klien
untuk Berbagia
macam
menunjang
alasan
selama
untuk
pemasangan
dapat
member
isyarat
dan
dengan
kemampuan
yang
seperti
mepertahankan
kontak membuat
klien
interest
Jika
selama
klien
dapat
kebutuhan
komunikasi.
menulis/memberi isyarat.
Letakkan bel/lampu panggilan di Ketergantungan klien pada ventilator
tempat yang mudah dijangkau dan akan lebih baik dan rileks, perasaan
berikan
penjelasan
di
kantor Mengingatkan
staf
dengan
perawat
untuk
klien
selama
klien,
memberikan berbicara,
kotak
dengan pengalaman
ini
membantu/memoertahankan
nyata
seperti
merasakan
kebutuhan
(berbicara)
komunikasi Klien
selama
dengan
pengetahuan
dan
Tracheostomy tube
kemampuan
untuk
menggerakkan
kemampuan
mencerna
makanan,
peningkatan
kebutuhan
metabolisme.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
Kriteria
hasil
: mengerti
tentang
pentingnya
nutrisi
bagi tubuh,
Rasionalisasi
mungkin
sulit
untuk
makan,
atau
member
makan
parenteral.
Observasi/timbang
berat
memungkinkan.
badan jika Tanda kehilangan berat badan (710%) dan kekurangan intake
nutrisi
menunjang
terjadinya
dalam
otot,
dan
energy
otot
dan
mengurangi
Page 42
pemasukan
per
oral
dimakan
(bila
sesuai
anjuran)
Berikan makanan kecil dan lunak.
masuknya
dan
mencegah
fungsi
gastrointestinalyang
sistem Fungsi
meliputi
sistem
suara sangat
gastrointestinal
penting
untuk
lambung
seperti
mual, dapat
menyebabkan
kembung
permberian
cairan
lambung.
2500 Mencegah terjadinya dehidrasi
penggunaan
ventilator
Kolaborasi
Aturlah diet yang diberikan sesuai
keadaan klien.
Diet
tinggi
kalori,
protein,
pemasangan
ventilator
mempertahankan
fungsi
dan
meningkat
untuk
terjadinya
produksi
pengaturan
sisa
Page 43
respirasi.
Lakukan pemeriksaan laboratorium yang Memberikan informasi yang tepat
diindikasikan seperti serum, transferin, tentang keadaan nutrisi yang
BUN/Creatine dan glukosa.
dibutuhkan klien.
3.4 IMPLEMENTASI
Tindakan keperawatan (implementasi) adalah diskripsi untuk perilaku
yang diharapkan dari klien atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat
sesuai dengan apa yang direncanakan (Merilynn E. Doenges, 2000).
Implementasi pada klien Cedera Kepala sedang meliputi pencapaian perfusi
jaringan serebral adekuat, status nutrisi adekuat, pencegahan cedera, penigkatan
fungsi kognitif, koping keluarga efektif, peningkatan pengetahuan tentang
proses rehabilitasi dan pencegahan komplikasi (Merilynn E. Doenges, 2000).
3.5 EVALUASI
Hasil yang diharapkan
1. Mencapai atau mempertahankan bersihan jalan napas yang efektif, ventilasi,
dan oksigenasi otak
a. Tercapainya nilai gas darah normal dan bunyi napas bormal saat
diauskultasi.
b. Membersihkan dan membuang sekret.
2. Tercapainya keseimbangan cairan dan elektrolit yang memuaskan
a. Memperlihatkan elektrolit serum dalam nilai normal
b. Menunjukkan tanda klinis dehidrasi dan kelebihan dehidrasi
3. Mencapai status nutrisi yang adekuat
Page 44
Page 45
BAB 4
PENUTUP
1.1
KESIMPULAN
Beberapa rumah sakit ada yang memakai istilah cedera kepala dan cedera
otak sebagai suatu diagnosis medis untuk suatu trauma pada kepala, walaupun
secara harfiah kedua istilah tersebut sama karena memakai gradasi respon
Glasgow Coma Scale (GCS) sebagai tingkat gangguan yang terjadi akibat suatu
cedera di kepala.
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan
akibat trauma yang mencederai kepala, maka perawat perlu mengenal
neuroanatomi, neurofisiologi, serta neuropatofisiologi dengan baik agar
kelainan dari masalah yang dikeluhkan atau kelainan dari pengkajian fisik yang
didapat bisa sekomprehensif mungkin ditanggapi perawat yang melakukan
asuhan pada klien dengan cedera kepala.
Page 46