Você está na página 1de 5

Review Roman "Anak Semua Bangsa"

Judul

: Anak Semua Bangsa

Penulis

: Pramoedya Ananta Toer

Penerbit

: Lentera Dipantara

Kota Terbit

: Jakarta

Tahun Terbit

: 2006

Jumlah Halaman

: 539 Halaman

Dapatkah sebuah tulisan mengerakkan rasa nasionalisme kita? Itulah


makna yang ingin dibangun dari buku yang berjudul Anak Semua Bangsa
karya Pramoedya Ananta Toer. Buku ini bukanlah sekedar novel ataupun
roman belaka. Karena melalui cerita dalam buku ini sang penulis berusaha
untuk menggugah dan mengali rasa nasionalisme dalam diri sang pembaca
terhadap bangsanya melalui ceritanya.
Buku ini menceritakan tentang seorang pribumi terpelajar bernama
Minke yang dihadapkan antara kekaguman pada bangsa eropa dan
kenyataan tentang keadaan lingkungan bangsanya
bagaimana

seorang

penulis

bernama

Minke

yang kerdil.

dalam

Dan

perjalanannya

menghadapi semua hal tersebut serta dorongan dari teman-teman bangsa


eropanya yang peduli akan nasib bangsa pribumi yang terpuruk itu. Penulis
menceritakan adanya pertentangan dalam diri Minke yang mencari jati diri
atau menemukan semangat kebangsaan. Karena Minke merupakan seorang
pribumi

yang

mengagungkan

bangsa

eropa

dan

kehilangan

rasa

nasionalismenya. Hal tersebut digambarkan dengan adanya pertentangan


yang terjadi antara Jean Marais dan Kommer yang menyarankan kepada
Minke agar menulis cerita maupun berita dalam bahasa pribumi baik Jawa
maupun Melayu. Dan janganlah menulis dalam bahasa Belanda apalagi
Inggris yang tidak dapat dimengerti oleh orang-orang pribumi. Begitu
banyaknya dukungan yang didapatkan oleh Minke dari teman-teman bangsa
eropanya agar Minke dapat mengenal bangsanya sendiri. Ini merupakan hal
yang aneh. Mengapa orang seperti mereka dapat peduli kepada bangsa

pribumi yang bahkan orang pribumi terpelajar sekalipun tak peduli terhadap
bangsanya sendiri. Bukan hanya mereka, keluarga Miriam De La Croix yang
juga merupakan bangsa eropa liberal juga memberikan antusias atau
perhatian pada bangsa pribumi. Melalui surat-surat mereka yang ditujukan
kepada Minke yang berisi mengenai kepeduliannya kepada bangsa pribumi
yang telah diinjak-injak oleh bangsa eropa. Miriam dalam suratnya menyuruh
Minke untuk membela bangsanya dan jangan hanya mengagungkan bangsa
eropa

melainkan

belajarlah

untuk

membangun

dan

menghidupkan

bangsamu dari bangsa eropa. Selain itu juga berisi mengenai surat Raden
Ajeng Kartini yang berbicara mengenai perbedaan kehidupan perempuanperempuan di jepara sebelum dan sesudah bangsa eropa datang ke bumi
pertiwi. Bahkan seorang wanita jepara pun telah membela bangsanya
melalui tulisan dan mengapa seorang lelaki pribumi terpelajar masih ragu
dalam membela bangsanya melalui hal yang kecil yaitu tulisan.
Pramoedya

dalam

membangun

semangat

kebangsaan

juga

memberikan cerita mengenai rakyat-rakyat pribumi yang ditindas oleh


bangsa eropa yaitu cerita mengenai pengalaman Surati dan Trunodongso.
Dalam buku itu diceritakan bahwa pengalaman seorang gadis dari juru bayar
yang bernama Sastro Kassier harus menerima nasib ingin dijadikan gundik
oleh Tuan Besar Kuasa Administratur yang bernama Plikemboh. Dalam
mendapatkan keinginnya seorang bangsa eropa ini melakukan akal liciknya
dengan menjebak Sastro Kassier, sehingga Surati anaknya dapat didapatkan
dengan mudahnya. Hal ini menggambarkan bahwa bangsa-bangsa eropa
yang datang ke Indonesia pada saat itu memang melakukan hal-hal yang
licik

dalam

mencapai

kejayaannya

ditanah

jajahan.

Dan

dalam

memperlakukan orang-orang pribumi layaknya seperti budak. Cerita dari


seorang petani gula bernama Trunodongso juga menggambarkan bahwa
mayoritas bangsa eropa yang menjajah Indonesia sangat kejam dalam
memperlakukan bangsa pribumi. Mereka hanya menyerap tenaga dan
mempergunakan harta benda yang dimiliki oleh bangsa pribumi tanpa
terima kasih apalagi memberi imbalan. Bahkan pemerintah yang ada seperti

bupati dan gubermen tidak peduli lagi pada nasib bangsa pribumi. Mereka
lebih kejam pada bangsa pribumi daripada bangsa eropa hanya demi
mempertahankan jabatan yang diperolehnya.
Roman Anak Sebuah Bangsa juga menceritakan bagaimana kedudukan
seorang pribumi lemah dalam hukum, apabila berhadapan dengan bangsa
eropa seperti kejadian yang terjadi pada Nyai Ontosoroh. Nyai Ontosoroh
harus

berjuang

sendiri

dalam

mempertahankan

seluruh

harta

dan

perusahaannya agar tidak jatuh kepada keluarga Mallema di Belanda. Hadir


dalam setiap persidangan dan mencari-cari bukti sendiri karena tak ada
satupun advokat yang bersedia membela Nyai Ontosoroh. Bahkan untuk
melawan Ir. Mauritis Mallema, Nyai Ontosoroh mengundang seluruh sahabatsahabat Minke agar membantunya melawan Ir. Mauritis Mallema dengan
mulut atau suara. Sungguh nasib seorang pribumi Indonesia yang tidak
dapat berbuat apa-apa dalam menegakkan keadilan hukum meskipun dia
memiliki banyak harta. Betapa digambarkan sangat pentingnya kedudukan
atas dasar warna kulit dan bangsa pada waktu itu. Sehingga keadilanpun tak
berpihak pada orang-orang yang memiliki bangsa yang tak terpandang
didunia seperti bangsa pribumi Indonesia.
Buku ini dapat memberikan makna yang berharga karena buku ini
menceritakan juga mengenai pergolakan atau pergerakan dalam dunia
internasional yang dapat memberikan pelajaran kepada bangsa pribumi.
Salah satunya adalah pergerakan yang dilakukan oleh jepang dalam
menyetarakan

kedudukannya

dengan

bangsa

eropa.

Dengan

cara

memperkuat negara dan bangsanya sendiri sehingga dapat menjajah bangsa


lain seperti yang dilakukan oleh bangsa eropa. Bahkan kaisar Meiji juga ikut
turun dalam menyerukan kepada bangsa jepang untuk berdiri diatas kaki
sendiri dengan kerja keras dan kerjasama serta jangan hanya menjual
tenaga kepada bangsa lain agar tidak dicemooh dan dihina. Perhatian
seorang kaisar ternyata sangat berdampak pada rakyatnya. Rakyat yang
berada diluar negaranya sendiri, entah dia seorang pelacur, pedagang
bahkan kuli sekalipun. Mereka semua adalah jantung dan hati bangsa jepang

dan mereka tidak bisa dipisahkan dari negerinya dan bangsanya. Dari
bangsa jepang kita dapat belajar untuk mencintai bangsa kita sendiri,
bagaimana mereka sangat setia pada bangsanya. Begitu semangatnya suatu
bangsa atau negara yang kecil dalam mencapai kemuliaan dari bangsa lain.
Bahkan bukan hanya negara saja yang sibuk meraih kemuliaan tersebut.
Namun rakyatnya pun bahu membahu dalam mencapai kemuliaan tersebut.
Semua rela mereka korbankan hanya untuk mengagungkan nama jepang
didunia. Selain itu revolusi yang dilakukan oleh Filipina, dimana para
pemberontak Filipina bekerjasama dengan Amerika berhasil mendepak atau
menendang spanyol dari negara tersebut. Adanya revolusi Prancis yang
mengagungkan semboyan kebebasan, persaudaraan dan persamaan. Dan
cerita mengenai Khouw Ah Soe, seorang bangsa china yang mengembara
untuk menyampaikan dan mengerakkan revolusi china kepada seluruh
bangsa china yang berada diluar negerinya. Peristiwa mengenai bangsa
jepang diatas memberikan gambaran bahwa saat ini keunggulan tidak
ditentukan atas dasar warna kulit melainkan berdasarkan pada ilmu
pengetahuan yang dimiliki. Bukan hanya itu, berbagai kejadian didunia
internasional yang diceritakan dalam buku ini digunakan sang penulis untuk
mengerakan semangat kebangsaan bangsa pribumi terutama bagi kaum
terpelajar seperti Minke untuk memperjuangkan kemerdekaan.
Anak Semua Bangsa merupakan roman sejarah bangsa Indonesia yang
ditulis oleh Pramoedya Ananta Toer agar sejarah bangsa Indonesia menarik
untuk dibaca pada generasi berikutnya. Pramoedya dalam menulis buku ini,
mencoba menggambarkan keadaan bangsa Indonesia pada masa penjajahan
melalui sudut pandang seseorang. Apabila membaca roman tersebut dengan
penuh

makna,

maka

penulis

berusaha

untuk

menggugah

semangat

kebangsaan pada diri sang pembaca. Melalui tokoh Minke, Nyai Ontosoroh,
Surati, Trunodongso, cerita mengenai pergerakan yang telah dilakukan oleh
bangsa lain dan sebagainya. Bahkan melihat kenyataan yang ada pada
sekarang ini rasa nasionalisme bangsa Indonesia pun juga telah pudar. Saat
ini bangsa Indonesia juga dijajah oleh bangsa asing secara tersirat melalui

ilmu pengetahuan. Mungkin tak akan menyakitkan seperti masa penjajahan


tapi

secara

tidak

langsung

apabila

dibiarkan

mungkin

akan

sangat

menyakitkan melebihi sakit yang diderita oleh Surati dan Trunodongso.


Kehilangan rasa nasionalisme atau semangat kebangsaan merupakan awal
dari keterpurukan suatu negara.

Você também pode gostar