Você está na página 1de 25

CASE REPORT

SEORANG LAKI-LAKI 48 TAHUN DENGAN CHF NYHA IV


DAN HIPERTENSI STAGE II
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan
Pendidikan Program Profesi Dokter Stase Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pembimbing:
dr. YM Agung Prihatiyanto, Sp.PD

Diajukan Oleh:
Osa Erlita, S.Ked
J500100070

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014
CASE REPORT
1

SEORANG LAKI-LAKI 48 TAHUN DENGAN CHF NYHA IV


DAN HIPERTENSI STAGE II

Diajukan Oleh :
Osa Erlita, S.Ked

J500100070

Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari..................., ....................................... 2015
Pembimbing
dr. YM Agung Prihatiyanto, Sp.PD

(.................................)

Disahkan Ketua Program Profesi :


dr. D. Dewi Nirlawati

(.................................)

BAB I
CASE REPORT
A. IDENTITAS PASIEN

Nama
Usia
Jenis kelamin
Alamat
Pekerjaan
Status perkawinan
No. RM
Tgl masuk RS
Tgl pemeriksaan

: Bp. K
: 48 Tahun
: Laki-laki
: Tolok 3/10 Tegalgede Karanganyar
: Pedagang
: Menikah
: 3298xx
: 23 Februari 2015
: 24 Februari 2014

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama:
Sesak nafas
Riwayat Penyakit Sekarang:
3 HSMRS Pasien mengelu sesak nafas, keluhan dirasakan hingga
pasien tidak mampu beraktifitas. Sesak nafas dirasakan semakin
memberat saat pasien tidur terlentang dan keluhan berkurang saat
pasien memposisikan tubuh setengah duduk. Sesak muncul tanpa
dipengaruhi oleh cuaca maupun debu. Pasien mengaku bahwa agak
takut untuk memulai tidur malam karena pasien sering terbangun saat
tidur karena sesak muncul dan kadang-kadang pasien batuk. Sesak
nafas tidak disertai dengan bunyi ngik-ngik. Perasaan berdebar-debar.
Pasien juga mengeluh kedua kaki terlihat bengkak namun tidak nyeri.

HMRS Pasien datang ke IGD RSUD Karanganyar pada tanggal 23


Februari 2015 dengan keluhan sesak nafas. Keluhan dirasakan terus
menerus dan semakin memberat sehingga pasien memutuskan untuk
periksa ke rumah sakit. Sekarang sesak tidak berkurang saat istirahat
dan bengkak dikaki juga tidak berkurang. Pasien merasa badan terasa
lemas, berdebar-debar dan nafsu makan berkurang. Terkadang pasien
juga mengeluhkan kepala terasa berat. Batuk dimalam hari hilang
timbul. Keluhan lain pada pasien seperti mual (-), muntah (-),
kembung (-), leher cengeng (-), pusing (-). BAB dan BAK dbn.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Riwayat serupa

: diakui 6 bulan

yang lalu pasien mengalami sesak nafas terutama saat


pasien telah beraktifitas berat.
Riwayat hipertensi

: diakui 5 tahun

yang lalau pasien terdiagnosis hipertensi dan pasien tidak


pernah lagi berobat untuk mengontrol tekanan darah. Pasien
biasa menkonsumsi captopril 25mg 1 tab dan amlodipine 1
tab dalam sehari jika pasien merasa pusing.
Riwayat diabetes melitus
: disangkal
Riwayat alergi obat dan makanan
: disangkal
Riwayat mondok
: disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga:
Riwayat penyakit serupa
: disangkal
Riwayat hipertensi
: diakui almarhum
ayah pasien juga seorang penderita hipertensi yang tidak
terkontrol.
Riwayat diabetes melitus
Riwayat alergi obat dan makanan
Riwayat Mondok
Riwayat Kebiasaan:
Riwayat olahraga teratur
Riwayat konsumsi alkohol
Riwayat merokok

: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: diakui

Riwayat Lingkungan Sosial, Ekonomi, dan Gizi


Pasien merupakan seorang pedagang kaki lima yang bekerja dari
jam 6 pagi hingga sekitar jam 7 malam hari dan hal ini hampir pasien
lakukan setiap hari. Dari hasil pekerjaannya dirasa pasien cukup untuk
mencukupi kebutuhan keluarganya. Anak pasien ada yg masih sekolah dan
ada yang sudah mempunyai pekerjaan.
ANAMNESIS SISTEM
Sistem Cerebrospinal

Gelisah (-), Lemah (+), Demam (-), Nyeri

Sistem Cardiovascular

kepala (-), Kejang (-)


Akral hangat (+), Sianosis (-), Anemis (-),

Sistem Respiratorius
Sistem Genitourinarius
Sistem Gastrointestinal

berdebar-debar (+)
Batuk (+), Sesak Napas (+), mengi (-)
BAK (+) dbn, Nyeri saat BAK (-)
Perut sebah (-), nyeri ulu hati (-), mual (-),

muntah (-), BAB (+) dbn


Sistem Musculosceletal Badan terasa lemes (+), ekstremitas bawah
Sistem Integumentum

udem (+/+),
Perubahan warna kulit (-), sikatriks (-), tanda
penyakit kulit (-)

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
Keadaan Umum : tampak sesak nafas
Kesadaran
: compos mentis
Tekanan Darah : 170/90 mmHg
Nadi
: 82 x/ menit
Pernapasan
: 40 x/ menit
Suhu
: 36,3C
Berat badan
: 65 Kg
Tinggi badan
: 167 cm
BMI
: 23,31 (Normal)
Keadaan Gizi
: baik
2. Status interna
- Kepala
: Normocephal, Conjungtiva pucat
(-/-), Sklera Ikterik (-/-), Sianosis (-), reflek pupil
-

(+)
Leher

: Leher simetris, distensi vena leher

(+), deviasi trachea (-), massa (-), peningakatan


JVP (+), pembesaran kelenjar limfe (-)
- Thorax
Paru
Inspeksi

Hasil pemeriksaan
Dada kanan dan kiri simetris, tidak ada ketinggalan
gerak, pelebaran costa (-), retraksi (-), bentuk dada

Palpasi

normal
Tidak ada nafas yang tertinggal, Fremitus dada

Perkusi
Auskultasi

kanan dan kiri sama


Sonor
Terdengar suara dasar vesikuler (+/+), Wheezing
(-/-), Ronkhi (+/+)

Jantung
Inspeksi

Hasil pemeriksaan
Dinding dada pada daerah pericordium tidak
cembung / cekung, tidak ada memar maupun

Palpasi
Perkusi

sianosis, ictus cordis tidak tampak


Ictus cordis tidak kuat angkat, teraba di SIC VI
linea axilla anterior sinistra
Bunyi : redup
Batas Jantung :
Batas Kiri Jantung
^ Atas : SIC II di sisi lateral linea sternalis sinistra.
^ Bawah : SIC VI linea axilla anterior sinistra
Batas Kanan Jantung
^ Atas : SIC II linea sternalis dextra

Auskultasi

^ Bawah : SIC IV linea sternalis dextra


HR= 82 x/menit BJ I/II irreguler, bising systole (-),
gallop (+)

Abdomen
Abdomen
Inspeksi

Hasil pemeriksaan
Perut sejajar dengan dinding dada, distended (-),

Auskultasi
Palpasi

sikatriks (-)
Suara peristaltik (+)
Nyeri tekan (-), defans muskuler (-), hepar dan lien

Perkusi

tidak teraba
Timpani

Ekstremitas
Ekstremitas Superior Dextra
Ekstremitas Superior Sinistra
Ekstremitas Inferior Dextra
Ekstremitas Inferior Sinistra

Akral Hangat (+), Edem (-)


Akral Hangat (+), Edema (-)
Akral Hangat (+), Edema (+)
Akral Hangat (+), Edema (+)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan
HEMATOLOGI
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
MPV
PDW
INDEX
MCV
MCH
MCHC
HITUNG JENIS
Limfosit%
Monosit%
Eosiofil%
Basofil%
Gran%
GULA DARAH
Glukosa
darah

Hasil

23-20-2015
Nilai Rujukan

Satuan

14,0
43,3
9,68
222
3,91 L
7,4
15,8

14,00 18,00
42,00 52,00
5-10
150-300
4,50 5,50
6,5 12,00
9,0 17,0

g/dl
%
103/ ul
103/ ul
103/ ul
fL

86,8
32,3 H
34,9

82,0 92,0
27,0 31,0
32,0 37,0

fL
pg
g/dl

11,6
5,0
0,8
0,3
82,3

25,0 40,0
3,0 9,0
0,5 5,0
0,0 1,0
50,0 70,0

%
%
%
%
%

100

70 - 150

mg/dl

Creatinin

1,07

0,8-1,1

mg/dl

Ureum

31

10-50

mg/dl

sewaktu
FAAL GINJAL

EKG (24-02-2015)

Interpretasi:
- Ritme
: sinus irreguler
- Frekuensi
: 82 x/menit
- Zona Transisi
: V4-V5
- Axis
: LAD (Left Axis Deviasi)
- Morfologi gelombang : gelombang S di V1 + gelombang R di V5 >
-

35 kotak kecil
Kesimpulan

Foto Rontgen Thorax

: LVH (Left Ventrikel Hipertrofi)

Interpretasi hasil:
- Kardiomegali
- Elongasi Aorta
E. DIAGNOSIS
- CHF (Chronik Heart Failure)
o Fungsional
: CHF NYHA IV
o Anatomi
: LVH (kardiomegali)
o Etiologi
: Hipertensi (HHD)
- Hipertensi Stage II
F. PENATALAKSANAAN
- O2 2-3 lpm
- Inf RL 16 tpm
- Inf Levofloxacin fl/24 jam
- Inj Furosemide 1amp/8 jam
- Inj Omeprazole 1vial/12 jam
- Inj Metil Prednisolon 1/3 amp/8 jam

Captopril 3x25mg
Clonidin 2x1
ISDN 3x1
Asam Asetilsalisilat 1x1
Balance Cairan Negatif

G. FOLLOW UP
23-022015

S/
Pasien mengeluh sesak nafas sejak 3 hari yll. Sesak memberat saat tidur terlentang
dan berkurang saat posisi setengah duduk.

P/
O2 2-3 lpm
Inf RL 16 tpm
Inf Levofloxacin fl/24

jam
Pasien sering terbangun malam hari karena - Inj Furosemide 1amp/8
sesak. Badan terasa lemas dan kaki
bengkak. Sesak kadang disertai dengan
batuk dan perasaan berdebar-debar, dan
kepala terasa berat. Keluhan lain pada

jam
- Inj Omeprazole 1vial/12
jam
- Inj Metil Prednisolon 1/3
amp/8 jam

10

24-022015

25-022015

pasien seperti mual (-), muntah (-), kembung (-), leher cengeng (-), pusing (-),
nyeri kepala (-). BAB dan BAK dbn.
O/
TD: 170/90
N: 92
S: 36,3
RR: 40
KU: tampak sesak nafas, CM
K/L: CA (-/-), SI (-/-), PKGB (-/-)
Tho: SDV (+/+), Rh (+/+), Wh (-/-)
BJ I/II irreg, galop(+)
Abd: NT (-), supel (+)
Eks: oedem tungkai (+/+)
A/
CHF NYHA IV
Hipertensi stage II
S/
Pasien masih mengeluh sesak nafas tetapi sudah berkurang daripada kemarin. Pasien
masih batuk namun jarang-jarang. Badan
masih lemas belum kuat untuk berjalan. O/
TD: 150/80
N: 84
S: 36,7
RR: 32
KU: tampak sesak dan lemas, CM
K/L: CA (-/-), SI (-/-), PKGB (-/-)
Tho: SDV (+/+), Rh (+/+), Wh (-/-)
BJ I/II irreg, galop(+)
Abd: NT (-), supel (+)
Eks: oedem tungkai (+/+)
A/
CHF NYHA IV
Hipertensi stage II
S/
Pasien sudah tidak mengeluh sesak nafas tanpa menggunakan selang oksigen. Nyeri
dada tidak dirasakan. Bengkak pada kaki

Captopril 3x25mg
Clonidin 2x1
ISDN 3x1
Asam Asetilsalisilat 1x1
Balance Cairan negative

P/
O2 2-3 lpm
Inf RL 16 tpm
Inf Levofloxacin fl/24
jam
Inj Furosemide 1amp/8
jam
Inj Omeprazole 1vial/12
jam
Inj Metil Prednisolon 1/3
amp/8 jam
Captopril 3x25mg
Clonidin 2x1
ISDN 3x1
Asam Asetilsalisilat 1x1
Balance Cairan negatif
P/
O2 2-3 lpm K/P
Inf RL 16 tpm
Inf Levofloxacin fl/24

jam
sudah berkurang. Napsu makan mulai - Inj Furosemide 1amp/8
meningkat. Batuk (-).
O/
TD: 140/70
N: 80
S: 36,4
RR: 20

jam
- Inj Omeprazole 1vial/12
jam
- Inj Metil Prednisolon 1/3

11

26-022015

KU: tampak baik, CM


K/L: CA (-/-), SI (-/-), PKGB (-/-)
Tho: SDV (+/+), Rh (+/+), Wh (-/-)
BJ I/II irreg, galop(+)
Abd: NT (-)
Eks: oedem tungkai (+/+)
A/
CHF NYHA IV
Hipertensi stage II
S/
Pasien merasa sesak sudah tidah dirasa. Badan sudah tidak lemas. Nyeri dada tidak
dirasakan. Pasien sudah kuat untuk

amp/8 jam
Captopril 3x25mg
Clonidin 2x1
ISDN 3x1
Asam Asetilsalisilat 1x1
Balance Cairan negative

P/
O2 2-3 lpm K/P
Inf RL 16 tpm
Inf Levofloxacin fl/24

jam
berjalan. Batuk (-), kepala terasa berat (-). - Inj Furosemide 1amp/8
Keluhan lain mual (-), muntah (-), nyeri
kepala (-),pusing(-), napsu makan baik.
BAK/BAB (dbn)
O/
TD: 130/70
N: 72
S: 36,5
RR: 20
KU: tampak baik, CM
K/L: CA (-/-), SI (-/-), PKGB (-/-)
Tho: SDV (+/+), Rh (+/+), Wh (-/-)
BJ I/II irreg, galop(+)
Abd: NT (-), supel (+)
Eks: oedem tungkai (-/-)
A/
CHF NYHA IV
Hipertensi stage II
BAB II

jam
- Inj Omeprazole 1vial/12
jam
- Inj Metil Prednisolon 1/3
-

amp/8 jam
Captopril 3x25mg
Clonidin 2x1
ISDN 3x1
Asam Asetilsalisilat 1x1
Balance Cairan negatif
BLPL

TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologi dimana jantung
gagal mempertahankan sirkulasi adekuat untuk kebutuhan tubuh meskipun
tekanan pengisian cukup.
Gagal jantung secara sederhana berarti kegagalan jantung untuk
memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan

14

tubuh, keadaan ini dapat terjadi akibat dari semua kondisi kemampuan
jantung untuk memompa darah.
II1. ETIOLOGI
Terdapat tiga kondisi yang mendasari terjadinya gagal jantung, yaitu :
1. Gangguan mekanik
Beberapa faktor yang mungkin bisa terjadi secara bersamaan
secara tunggal atau bersamaan yaitu :
a. Beban tekanan
b. Beban volume
c. Tamponade jantung atau konstriksi perikard (jantung tidak dapat
diastole)
d. Obstruksi pengisian ventrikel
e. Aneurisma ventrikel
f. Disinergi ventrikel
g. Retriksi endokardial atau miokardial
2. Abnormalitas otot jantung
a. Primer (kardiomiopati, miokarditis metabolik (DM,gangguan ginjal
kronik, anemia) toksin atau sitostatika)
b. Sekunder (iskemia, penyakit sistemik, penyakit infiltrat, korpulmonal
3. Gangguan irama jantung atau gangguan konduksi
IV.
PATOFISIOLOGI
Bila jantung mendadak menjadi rusak berat, seperti nfark miokard,
maka kemampuan pemompaan jantung akan segera menurun. Sebagai
akibatnya akan timbul dua efek utama penurunan curah jantung, dan
bendungan darah di vena yang menimbulkan kenaikan tekanan vena
jugularis.
Sewaktu jantung mulai melemah, sejumlah respons adaptif lokal
mulai terpacu dalam upaya mempertahankan curah jantung. Respons
tersebut

mencakup

peningkatan

aktivitas

adrenergik

simpatik,

peningkatan beban awal akibat aktivasi sistem renin-angiotensinaldosteron, dan hipertrofi ventrikel. Mekanisme ini mungkin memadai
untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau hampir
normal pada awal perjalanan gagal jantung, dan pada keadaan istirahat.
Namun, kelainan kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya
tampak saat beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung, kompensasi
menjadi semakin kurang efektif.

15

1. Peningkatan aktivitas adrenergik simpatis :


Salah satu respons neurohumoral terhadap penurunan curah jantung
adalah peningkatan aktivitas sistem adrenergik simpatis. Meningkatnya
aktivitas adrenergik simpatis merangsang pengeluaran katekolamin dari
saraf-saraf adrenergik jantung dan medulla adrenal. Katekolamin ini akan
menyebabkan kontraksi lebih kuat otot jantung (efek inotropik positif) dan
peningkatan kecepatan jantung. Selain itu juga terjadi vasokontriksi arteri
perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume darah
dengan mengurangi aliran darah ke organ-organ yang metabolismenya
rendah misal kulit dan ginjal untuk mempertahankan perfusi ke jantung
dan otak. Vasokonstriksi akan meningkatkan aliran balik vena ke sisi
kanan jantung, untuk selanjutnya menambah kekuatan kontraksi sesuai
dengan hukum Starling. Kadar katekolamin dalam darah akan meningkat
pada gagal jantung, terutama selama latihan. Jantung akan semakin
bergantung pada katekolamin yang beredar dalam darah untuk
mempertahankan

kerja

ventrikel.namun

pada

akhirnya

respons

miokardium terhadap rangsangan simpatis akan menurun; katekolamin


akan berkurang pengaruhnya terhadap kerja ventrikel.

16

Gambar 1. Mekanisme aktivasi sistem syaraf simpatik dan parasimpatik


pada gagal jantung.
2. Peningkatan beban awal melalui aktivasi sistem Renin-AngiotensinAldosteron :
Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron menyebabkan retensi
natrium dan air oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel. Mekanisme
yang mengakibatkan aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron pada
gagal jantung masih belum jelas. Namun apapun mekanisme pastinya,
penurunan curah jantung akan memulai serangkaian peristiwa berikut:
- Penurunan aliran darah ginjal dan penurunan laju filtrasi
-

glomerulus
Pelepasan renin dari apparatus jukstaglomerulus
Interaksi renin dan angiotensinogen dalam

darah

untuk

menghasilkan angiotensinI
Konversi angotensin I menjadi angiotensin II
Rangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal.
Retensi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus kolektifus.
Angiotensin II juga menghasilkan efek vasokonstriksi yang
meningkatkan tekanan darah.

Gambar 2. Sistem Renin - Angiotemsin- Aldosteron


3. Hipertrofi ventrikel :

17

Respon kompensatorik terakhir adalah hipertrofi miokardium atau


bertambah tebalnya dinding. Hipertrofi miokardium akan mengakibatkan
peningkatan kekuatan kontraksi ventrikel.
Awalnya, respon kompensatorik sirkulasi memiliki efek yang
menguntungkan; namun akhirnya mekanisme kompensatorik dapat
menimbulkan gejala, meningkatkan kerja jantung, dan memperburuk
derajat gagal jantung. Retensi cairan yang bertujuan untuk meningkatkan
kekuatan kontraktilitas menyebabkan terbentuknya edema dan kongesti
vena paru dan sistemik. Vasokontriksi arteri juga meningkatkan beban
akhir dengan memperbesar resistensi terhadap ejeksi ventrikel; beban
akhir juga meningkat karena dilatasi ruang jantung. Akibatnya, kerja
jantung dan kebutuhan oksigen miokardium juga meningkat. Hipertrofi
miokardium dan rangsangan simpatis lebih lanjut akan meningkatkan
kebutuhan oksigen miokardium. Jika peningkatan kebutuhan oksigen
tidak dapat dipenuhi akan terjadi iskemia miokardium dan gangguan
miokardium lainnya. Hasil akhir dari peristiwa yang saling berkaitan ini
adalah meningkatnya beban miokardium dan terus berlangsungnya gagal
jantung.

18

Gambar 3. Pola remodelling jantung yang terjadi karena respon terhadap


hemodinamik berlebih.
V.

MANIFESTASI KLINIK
Tanda dominan : meningkatnya volume intravaskuler kongestif jaringan
akibat tekanan arteri dan vena meningkat akibat penurunan curah jantung.
Manifestasi kongesti dapat berbeda tergantung pada kegagalan ventrikel mana
yang terjadi :
1. Gagal jantung kiri
Kongesti paru menonjol pada ventrikel kiri karena ventrikel kiri tak
mampu memompa darah yang datang dari paru. Manifestasi yang terjadi :
a. Dispnoe terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu
perrtukaran gas. Dapat terjadi ortopnoe pada malam hari dinamakan
paroksimal nocturnal dispnea (PND)
b. Mudah lelah terjadi karena curah jantung yang kurang menghambat
jaringan

dari

sirkulasi

normal

dan

oksigen

serta

menurunnya

19

pembuangan sisa hasil katabolisme juga terjadi karena meningkatnya


energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi karena
distres pernafasan dan batuk
c. Gelisahan dan kecemasan terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan,
stress akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak
berfungsi dengan baik.
d. Batuk
2. Gagal jantung kanan
a. Kongestif jaringan perifer dan viseral
b. Edema ekstremitas bawah (edema dependen), biasanya edeme piting,
penambahan berat badan
c. Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi
akibat pembesaran vena di hepar
d. Anorexia dan mual. Terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena
dalam rongga abdomen
e. Nokturia.
VI.

DIAGNOSIS
Diagnosis gagal jantung kongestif didasarkan pada gejala-gejala
yang ada dan penemuan klinis disertai dengan pemeriksaan penunjang
antara lain foto thorax, EKG, ekokardiografi, pemeriksaan laboratorium
rutin, dan pemeriksaan biomarker.
Kriteria Diagnosis :
Kriteria Framingham dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif
Kriteria Major :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Paroksismal nokturnal dispnea


Distensi vena leher
Ronki paru
Kardiomegali
Edema paru akut
Gallop S3
Peninggian tekana vena jugularis
Refluks hepatojugular

Kriteria Minor :
1.
2.
3.
4.
5.

Edema eksremitas
Batuk malam hari
Dispnea deffort
Hepatomegali
Efusi pleura

20

6. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal


7. Takikardi(>120/menit)
Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2
kriteria minor.
Klasifikasi menurut New York Heart Association (NYHA), merupakan
pedoman untuk pengklasifikasian penyakit gagal jantung kongestif
berdasarkan tingkat aktivitas fisik, antara lain:

NYHA class I, penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam


kegiatan fisik serta tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit jantung
seperti cepat lelah, sesak napas atau berdebar-debar, apabila

melakukan kegiatan biasa.


NYHA class II, penderita dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan
fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi
kegiatan fisik yang biasa dapat menimbulkan gejala-gejala insufisiensi
jantung seperti kelelahan, jantung berdebar, sesak napas atau nyeri

dada.
NYHA class III, penderita penyakit dengan pembatasan yang lebih
banyak dalam kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu
istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang kurang dari kegiatan biasa
sudah menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti yang

tersebut di atas.
NYHA class IV, penderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik
apapun tanpa menimbulkan keluhan, yang bertambah apabila mereka
melakukan kegiatan fisik meskipun sangat ringan.

b. Pemeriksaan Penunjang
Ketika pasien datang dengan gejala dan tanda gagal jantung,
pemeriksaan penunjang sebaiknya dilakukan.
1. Pemeriksaan Laboratorium Rutin :

21

Pemeriksaan darah rutin lengkap, elektrolit, blood urea


nitrogen (BUN), kreatinin serum, enzim hepatik, dan urinalisis.
Juga dilakukan pemeriksaan gula darah, profil lipid.
2. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG 12-lead dianjurkan. Kepentingan utama dari
EKG adalah untuk menilai ritme, menentukan adanya left ventrikel
hypertrophy (LVH) atau riwayat MI (ada atau tidak adanya Q
wave). EKG Normal biasanya menyingkirkan kemungkinan
adanya disfungsi diastolik pada LV.
3. Radiologi :
Pemeriksaan ini memberikan informasi berguna mengenai
ukuran jantung dan bentuknya, distensi vena pulmonalis, dilatasi
aorta, dan kadang-kadang efusi pleura.
vaskuler

pulmoner

dan

dapat

begitu pula keadaan

mengidentifikasi

penyebab

nonkardiak pada gejala pasien.


VII.

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan

penderita

dengan

gagal

jantung

meliputi

penalaksanaan secara non farmakologis dan secara farmakologis.


Penatalaksanaan gagal jantung baik akut maupun kronik ditujukan untuk
mengurangi gejala dan memperbaiki prognosis, meskipun penatalaksanaan
secara individual tergantung dari etiologi serta beratnya kondisi.
Terapi :
a. Non Farmakalogi :
Anjuran umum :
Edukasi : terangkan hubungan keluhan, gejala dengan
pengobatan.

22

Aktivitas sosial dan pekerjaan diusahakan agar dapat


dilakukan seperti biasa. Sesuaikan kemampuan fisik dengan

profesi yang masih bisa dilakukan.


Gagal jantung berat harus menghindari penerbangan panjang.

Tindakan Umum :
Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada gagal jantung
ringan dan 1 g pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter
pada gagal jantung berat dan 1,5 liter pada gagal jantung

ringan.
Hentikan rokok
Hentikan alkohol pada kardiomiopati. Batasi 20-30 g/hari

pada yang lainnya.


Aktivitas fisik (latihan jasmani : jalan 3-5 kali/minggu selama
20-30 menit atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit
dengan beban 70-80% denyut jantung maksimal pada gagal

jantung ringan dan sedang).


Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan
eksaserbasi akut.
b. Farmakologi
Terapi farmakologik terdiri atas ; panghambat ACE, Antagonis
Angiotensin

II,

diuretik,

Antagonis

aldosteron,

-blocker,

vasodilator lain, digoksin, obat inotropik lain, anti-trombotik, dan


anti-aritmia.
a. Diuretik.

Kebanyakan

pasien

dengan

gagal

jantung

membutuhkan paling sedikit diuretik reguler dosis rendah.


Permulaan dapat digunakan loop diuretik atau tiazid. Bila
respon tidak cukup baik, dosis diuretik dapat dinaikkan, berikan
diuretik intravena, atau kombinasi loop diuretik dengan tiazid.
Diuretik hemat kalium, spironolakton, dengan dosis 25-50
mg/hari dapat mengurangi mortalitas pada pasien dengan gagal
jantung sedang sampai berat (klas fungsional IV) yang
disebabkan gagal jantung sistolik.

23

b. Penghambat ACE

bermanfaat untuk

menekan

aktivitas

neurohormonal, dan pada gagal jantung yang disebabkan


disfungsi sistolik ventrikel kiri. Pemberian dimulai dengan
dosis rendah, dititrasi selama beberapa minggu sampai dosis
yang efektif.
c. Penyekat Beta bermanfaat sama seperti penghambat ACE.
Pemberian dimulai dosis kecil, kemudian dititrasi selama
beberapa minggu dengan kontrol ketat sindrom gagal jantung.
Biasanya diberikan bila keadaan sudah stabil. Pada gagal
jantung klas fungsional II dan III. Penyekat Beta yang
digunakan carvedilol, bisoprolol atau metaprolol. Biasa
digunakan bersama-sama dengan penghambat ACE dan
diuretik.
d. Angiotensin II antagonis reseptor dapat digunakan bila ada
intoleransi terhadap ACE ihibitor.
e. Digoksin diberikan untuk pasien simptomatik dengan gagal
jantung disfungsi sistolik ventrikel kiri dan terutama yang
dengan fibrilasi atrial, digunakan bersama-sama diuretik, ACE
inhibitor, beta blocker.
f. Antikoagulan dan antiplatelet. Aspirin diindikasikan untuk
pencegahan emboli serebral pada penderita dengan fibrilasi
atrial dengan fungsi ventrikel yang buruk. Antikoagulan perlu
diberikan pada fibrilasi atrial kronis maupun dengan riwayat
emboli, trombosis dan Trancient Ischemic Attacks, trombus
intrakardiak dan aneurisma ventrikel.
g. Antiaritmia tidak direkomendasikan untuk pasien yang
asimptomatik atau aritmia ventrikel yang menetap. Antiaritmia
klas I harus dihindari kecuali pada aritmia yang mengancam
nyawa. Antiaritmia klas III terutama amiodaron dapat
digunakan untuk terapi aritmia atrial dan tidak digunakan untuk
terapi aritmia atrial dan tidak dapat digunakan untuk mencegah
kematian mendadak.

24

h. Antagonis kalsium dihindari. Jangan menggunakan kalsium


antagonis untuk mengobati angina atau hipertensi pada gagal
jantung.
VIII. KOMPLIKASI
Komplikasi dapat berupa :
1. Kerusakan ginjal atau kegagalan ginjal
Gagal jantung dapat mengurangsi aliran darah ke ginjal yang
akhirnya dapat menyebabkan gagal ginjal jika tidak ditangani. Kerusakan
ginjal dari gagal jantung dapat membutuhkan dialysis untuk pengobatan.
2. Masalah pada katup jantung
Gagal jantung menyebabkan penumpukan cairan sehingga dapat
terjadi kerusakan pada katup jantung.

3. Kerusakan hati
Gagal jantung dapat menyebabkan penumpukan cairan yang
menempatkan terlalu banyak tekanan pada hati. Cairan ini yang dapat
menyebabkan jaringan parut yang mengakibatkan hati tidak dapat
berfungsi dengan baik.
4. Serangan jantung dan stroke
Karena aliran darah melalui jantung lebih lambat pada gagal jantung
daripada di jantung yang normal maka semakin besar kemungkinan
pembekuan darah yang dapat meningkatkan risiko terkena serangangan
jantung dan stroke.
IX.

PROGNOSIS
Meskipun penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung telah
sangat berkembang, tetapi prognosisnya masih tetap jelek, dimana angka
mortalitas setahun bervariasi dari 5% pada pasien stabil dengan gejala

25

ringan, sampai 30-50% pada pasien dengan gejala berat dan progresif.
Prognosisnya lebih buruk jika disertai dengan disfungsi ventrikel kiri berat
(fraksi ejeksi< 20%), gejala menonjol, dan kapasitas latihan sangat
terbatas (konsumsi oksigen maksimal < 10 ml/kg/menit), insufisiensi
ginjal sekunder, hiponatremia, dan katekolamin plasma yang meningkat.
Sekitar 40-50% kematian akibat gagal jantung adalah mendadak.
Meskipun beberapa kematian ini akibat aritmia ventrikuler, beberapa
diantaranya merupakan akibat infark miokard akut atau bradiaritmia yang
tidak terdiagnosis. Kematian lainnya adalah akibat gagal jantung progresif
atau penyakit lainnya. Pasien-pasien yang mengalami gagal jantung
stadium lanjut dapat menderita dispnea dan memerlukan bantuan terapi
paliatif yang sangat cermat.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pemeriksaan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang, pada pasien ini dapat ditegakkan diagnosis Congestive
Heart Failure (CHF) NYHA IV dan Hipertensi Stage II. Setelah diketahui
diagnosisnya kemudian pasien mendapatkan terapi yang sudah sesuai dengan
tanda dan gejala yang dialami pasien. Untuk selanjunya pasien diharapkan
menjaga pola makan, rutin mengkonsumsi obat dan selalu mengontrol tekanan
darahnya.

DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman N. 1987. Gagal Jantung dalam :Ilmu Penyakit Dalam. Balai penerbit
FKUI. Jakarta.
B r a s h e r s V L . 2 0 0 8 . Aplikasi Klinis Patofisiologi Pemeriksaan &
Manajemen. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Huon H.Gray; Keith D. Dawkins, John M.Morgan; dkk. 2003.Lecture Notes
Kardiologi. Erlangga : Jakarta
Kabo P, Karim S. 1996. Gagal Jantung Kongestif . Dalam : EKG dan
penanggulangan beberapa penyakit jantung untuk dokter umum. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta.

26

L e l o s u t a n S A R . 2 0 0 9 . Kapita Selekta Gastroentero-Hepatologi Ilmu


Penyakit Dalam. Sub SMF Gastrentero-Hepatologi Departemen Penyakit
Dalam RSPAD GatotSoebroto Jakarta. JC Institute. Jakarta
Mappahya, A.A. 2004.Dari Hipertensi Ke Gagal Jantung. Pendidikan
Profesional Berkelanjutan Seri II. FKUH. Makassar.
R a n i A A, d k k . 2 0 0 9 . Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter
Spesialis Penyakit Dalam Indonesia.Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta.
Santoso A, Erwinanto, Munawar M, Suryawan R, Rifqi S, Soerianata S.
Diagnosisdan tatalaksana praktis gagal jantung akut. 2007
Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Ed. V. Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.
Sylvia Anderson Price, RN, Phd; Lorraine Mccarty Wilson, RN, PhD. 2005.
Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. EGC: Jakarta.

Você também pode gostar