Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Definisi
Amenore adalah keadaan tidak terjadinya menstruasi pada seorang wanita. Amenore
terbagi menjadi dua, yaitu amenore primer dan sekunder. Amenora primer mengacu pada
masalah ketika wanita remaja yang berusia lebih dari 16 tahun belum mengalami menstruasi
tetapi telah menunjukkan seks sekunder, atau menstruasi mungkin tidak terjadi sampai usia
14 tahun tanpa disertai adanya karakteristik seks sekunder (Valentina dkk, 2011). Amenore
sekunder yaitu kondisi saat wanita yang pernah mengalami menstruasi tidak mendapatkan
menstruasai selama tiga bulan atau lebih dalam kondisi nonfisiologis (Naville & Jennifer,
2008)
Epidemiologi
Perkiraan amenore yang disebabkan bukan karena kondisi fisiologis memiliki
prevalensi 3-5% (Valentina dkk, 2011). Pada kondisi klinik, amenore hipotalamik dan
polikistik ovari sindrom merupakan penyebab utama amenore pada remaja (Neville &
Jenifer, 2008). Menurut data dari spesialis pusat hanya 10-15 pasien per tahun untuk kasus
amenore primer dan menunjukkan angka yang sama untuk amenore sekunder (Brimingham
& Alabama, 2008). Pada wanita yang menunjukkan tanda amenore, 68% kasus disebabkan
oleh gangguan makan (Neville & Jennifer, 2008)
Etiologi
Sebagian besar kasus amenore disebabkan oleh empat kondisi, yaitu amenore
hipotalamik, polikistik ovari sindrom, hiperprolaktinemia, dan kegagalan ovarium
(Brimingham & Alabama, 2008). Amenore hipotalamik menjadi penyebab utama pada usia
remaja. Penyabab paling umum dari amenore hipotalamik pada remaja 2-3 tahun setelah
menarke yaitu stres, kehilangan berat badan, dan aktivitas fisik yang berlebihan. Etiologi
amenore secara lengkap tertera pada tabel 1 (Tarannum & Diana, 2006; Neville & Jennifer,
2008).
Table 1. Etiology of amenorrhea in adolescents
Type
Hypothlamic
Estrogen Deficient
Eating disorders
Exercise-induced
amenorrhea
Estrogen Replete
Immaturity of the
HPO axis
Medication-induced
amenorrhea
Chronic illness
Stress-induced
amenorrhea
Kallmann syndrome
Pituitary
Hyperprolactinemia
Prolactinoma
Craniopharyngioma
Isolated gonadotropin
deficiency
Hypothyroidism
Hyperthyroidism
Congenital adrenal hyperplasia
Cushing syndrome
Thyroid
Adrenal
Ovarian
Uterine
Vaginal
Gonadal dysgenesis
(Turner syndrome)
Premature ovarian
failure
Chemotherapy,
irradiation
Ovarian tumor
Pregnancy
Androgen insensitivity
Uterine adhesions
(Asherman
syndrome)
Mullerian agenesis
Cervical agenesis
Imperforate hymen
Transverse vaginal
septum
Vaginal agenesis
Patofisiologi
Patofisiologi amenore hipotalamik salah satunya berkaitan dengan keseimbangan
energi setelah ditemukan leptin pada tahun 1994. Leptin merupakan hormon yang dihasilkan
oleh sel adiposit dan bekerja di hipotalamus untuk mengatur intake makanan, pengeluaran
energi, dan berat badan. Selain itu, leptin juga berperan untuk pematangan seksual dan
reproduksi. Telah diketahui bahwa reseptor leptin di hipotalamus berdekatan dengan reseptor
GnRH sehingga mempunyai pengaruh yang kuat terhadap sekresi GnRH pada hipotlamus.
Teori ini menjadi landasan bahwa amenore yang terjadi pada anoreksia nervosa dan latihan
fisik yang berlebihan dipengauhi oleh leptin. Hal ini terbukti pada kedua kondisi tersebut
mempunyai kadar leptin yang rendah (Neville & Jennifer, 2008).
Secara hormonal, selain amenore hipotalamus, hiperprolaktinemia juga dapat
menyebabkan amenore pada wanita. Hiperprolaktinemia mengganggu produksi GnRH dan
menekan gonadotropin yang mengakibatkan penurunan kadar esterogen dalam tubuh. Pada
kasus hipotiroid 20-70% menunjukkan gangguan menstruasi. Hal ini disebabkan oleh TRH
yang mempengaruhi tirotrof dan laktotorof untuk memproduksi TSH dan prolaktin.
Peningkatan TRH pada hipotiroid mengakibatkan peningkatan kadar prolaktin sehingga
terjadi hiperprolaktinemia yang mengganggu produksi GnRH (Neville & Jennifer, 2008).
Amenore juga dapat terjadi pada hipertirod, namun penyebab utama belum diketahui
secara pasti. Berbagai faktor yang dapat menyebabkan amenore pada hipertiroid yaitu
gangguan hormon, gangguan nutrisi, dan stres emosional yang terjadi pada hipertiroid.
Peningkatan SHBG mengakibatkan peningkatan kadar esterogen dalam plasma sehingga
kadar LH pada hipertiroid juga meningkat. Pada wanita amenore hipertiroid kemungkinan
tidak terjadi lonjakan LH sehingga tidak terjadi ovulasi (Neville & Jennifer, 2008)
Salah satu tanda PCOS yaitu amenore, terdapat kombinasi penyebab yang
mengakibatkan amenore yaitu defek pada ovarium, resistensi insulin, dan atau
hipersensitivitas adrenal. Resistensi insulin berdampak jaringan selektif, pada adrenal dan
ovarium tetap sensitif namun resisten pada otot rangka. Peningkatan kadar insulin
menstimulasi produksi androgen sehingga terjadi penurunan SHBG dan meningkatkan
testosteron bebas dalam sirkulasi darah. peningkatan testosteron juga diikuti dengan
peningkatan androstenedion, LH, dan atau FSH (Neville & Jennifer, 2008).
Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala amenore hipotalamik ditandai dengan gejala hiperandrogen yaitu
hirsutisme dan akne, sering disebabkan karena PCOS atau hiperplasia adrenal. Selain itu juga
bisa disebabkan karena sekresi dari tumor adrenal terutama jika ditemukan tanda
klitoromegali, menyerupai laki-laki, dan terjadi perubahan suara. Pada pemeriksaan
ginekologi eksterna ditemukan tanda kemerahan, mukosa vagina tipis pada wanita yang
kekurangan estrogen (Gordon, 2010).
Penegakan Diagnosis
Langkah yang paling utama untuk penegakan diagnosis yaitu anamnesis dan
pemeriksaan fisik, kemudian melakukan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan
diagnosis pasti. Saat melakukan anmnesis perlu ditanyakan usia telarke, usia menarke ibu,
aktivitas seksual, dan pengobatan. Jika ditemukan peningkatan kadar prolaktin pada pasien
yang tidak berada pada masa pengobatan, maka perlu dilakukan pemeriksaan MRI untuk
menyingkirkan prolaktinoma. Informasi lain yang perlu ditanyakan yaitu mengenai
penurunan berat badan, stres, dan latihan fisik (Neville & Jennifer, 2008).
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada amenore sekunder fokus pada tanda-tanda
hiperandrogen, resistensi insulin, dan bukti penurunan berat badan. Berat badan dan tinggi
badan diukur untuk menentukan BMI. Hiperandrogen mengarah pada PCOS dan hiperplasia
adrenal. Uji progestin dilakukan untuk menilai defisiensi esterogen. Setelah pemberian
kurang dari tujuh hari sudah terjadi perdarahan menunjukkan kecukupan estrogen dan obat
dihentikan. Jika tidak respon terhadap tes progestin berarti terjadi defisiensi estrogen seperti
pada algoritma di bawah ini, namun untuk menghindari kesalahan diagnosis telah
direkomendasikan untuk memeriksa kadar LH, FSH, estradiol, TSH, dan prolaktin meskipun
hasil tes progestin positif. Kadar LH, FSH, dan estradiol rendah pada kasus amenore
hipotalamik (Neville & Jennifer, 2008; Gordon, 2010)
Tatalaksana
Tatalaksana amenore tergatung faktor penyebab. Langkah pertama untuk membantu
memulihkan menstruasi pada amenore hipotalamik yaitu mengatur pola makan dan
mengurangi aktivitas yang berat karena ada ambang batas lemak tubuh untuk melanjutkan
proses menstruasi. Berdasarkan hasil penelitian, diperlukan peningkatan berat badan 2kg dari
berat badan saat terjadi amenore terutama pada anoreksia nervosa. secara khusus terapi yang
direkomendasikan untuk atlet yaitu mengurangi aktivitas fisik, mengatur berat badan,
suplemen kalsium, dan terapi estrogen (Valentina dkk, 2011). Pada pasien amenore
hipotalamik yang menginginkan hamil, dapat diinjeksikan gonadotropin atau pemberian
GnRH. Pemberian GnRH memiliki risiko yang rendah terhadap multipel gestasional jika
dibandingkan dengan pemberian gonadotropin (Gordon, 2010).
DAFTAR PUSTAKA
Brimingham & Alabama. 2008. Current Evaluation of Amenorrhea. The Practice Commitee
of the American Society For Reproductive Medicine.
Gordon, CM. 2010. Functional Hypothalamic Amenorrhea. The New England Journal of
Medicine 363;4.
Neville & Jennifer. 2008. The Pathophysiology of Amenorrhea in the Adolescent. California:
Division of Adolescent Medicine, Stanford University School of Medicine.
Tarannum & Diana. 2006. Amenorrhea: Evaluation and Treatment. American Family
Physician.
Valentina, dkk. 2011. Primary and Secondary Amenorrhea. Italy: Department of Pediatrics,
University of Chieti.