Você está na página 1de 3

Carok: Konflik Kekerasan dan Harga Diri Orang Madura

Semua kasus carok diawali oleh konflik. Semua berdasarkan latar belakang sama, yaitu
perasaan malo karena pelecehan harga diri. Untuk memulihkan harga diri yang dilecehkan,
mereka melakukan carok, yang ternyata selalu mendapat dukungan dari lingkungan sosial.
Cara melakukan carok antara lain nyelep, ngongghai, dan berhadap-hadapan. Semua pelaku
carok yang berhasil membunuh musunya menunjukkan perasaan lega, puas, dan bangga.
Untuk merekayasa proses pengadilan, empat dari enam pelaku carok yang menang
melakukan upaya nabang.
Lima topik utama dalam bab ini, yaitu tentang pengertian carok, persiapan carok,
pelaksanaan carok, pasca carok, dan respon masyarakat.

A. Pengertian Carok
Kasus carok kebanyakan bersumber dari perasaan malo atau perasaan terhina karena
harga dirinya dilecehkan. Sebelumnya kita bedakan arti dari malo dan todus terlebih
dahulu. Todus muncul dari dalam diri seseorang sebagai akibat dari tindakan dirinya
sendiri yang menyimpang dari aturan-aturan normatif. Malo muncul sebagai akibat dari
perlakuan orang lain yang mengingkari atau tidak mengakui kapasitas dirinya sehingga
yang bersangkutan merasa menjadi tada ajhina. Dengan demikian, ada tidaknya
tindakan pelecehan harga diri merupakan indikator penting untuk membedakan antara
malo dan todus.
Tindakan menggangu istri orang atau perselingkuhan merupakan bentuk pelecehan
harga diri yang paling menyakitkan bagi laki-laki Madura. Oleh karena itu, tiada cara
lain untuk menebusnya kecuali membunuh orang yang mengganggunya. Orang Madura
memandang institusi perkawinan tidak hanya berfungsi sebagaimana dikenal oleh
masyarakat dalam kebudayaan lain, tetapi juga berfungsi sebagai manifestasi kelakilakian (maskulinitas). Seorang laki-laki Madura baru akan menemukan dirinya sebagai
sorang laki-laki apabila telah kawin dengan seorang perempuan. Perasaan malo akibat
terjadinya gangguan terhadap istri tidak hanya dirasakan oleh suami, tetapi juga oleh
kerabat dan lingkungan sosialnya, untuk mengobatinya dilakukan dengan membunuh
orang yang melakukan tindakan tersebut. Hal ini dapat dijelaskan, pertama sistem
perkawinan Madura yang bersifat matrilokal dan uxorilokal, atau kombinasi keduanya.
Sehingga pihak laki-laki tidak memikirkan tempat tinggal, karena sudah disediakan oleh
pihak

perempuan.

Sehingga

menurut

perspektif

pertukaran

sosial,

sebagai

konsekuensinya suami harus bisa menjaga istrinya dengan baik, terutama yang
menyangkut tentang kehormatannya. Kedua, pola pemukiman madura menganut
taneyan lanjhang serta tradisi kingroup endogamy. Sehingga, perlindungan perempuan
menjadi tanggung jawab para suami. Kedua hal tersebut semakinmemperjelas
pandangan orang Madura bahwa setiap bentuk gangguan terhadap istri merupakan

pelecehan terhadap harga diri, yang kemudian menimbulkan perasaan malo terutama
pada pihak suami, kemudian keluarga, dan akhirnya lingkungan sosial.
Pengertian carok adalah suatu tindakan atau upaya pembunuhan menggunakan
senjata tajam pada umunya celurit yang dilakukan oleh orang laki-laki dewasa terhadap
laki-laki lain yang dianggap telah melakukan pelecehan terhadap harga diri, terutama
berkaitan dengan masalah kehormatan istri sehingga membuat malo.
B. Persiapan dan Prasyarat Carok
Hal-hal yang harus dipelajari sebelum nyelep antara lain waktu-waktu kapan
musuhnya itu keluar rumah, ke mana tujuannya, jalan desa mana yang biasa dilaluinya,
dan hal lain yang dapat dipakai sebagai indikator tentang musuhnya sehingga ketika
diserang nanti dalam keadaan lengah. Rencana pelaksanaan carok biasanya sudah
dimatangkan dalam sidang keluarga.
Pada dasarnya ada 3 prasyarat sebelum dilakukan carok kadhigdhajan (kapasitas diri),
tampeng sereng, dan bhandha (dana).
C. Pelaksanaan Carok
Pelaku carok biasanya orang yang merasa harga dirinya telah dilecehkan sehingga
merekalah yang selalu berinisiatif melakukannya. Jumlah pelaku carok bisa 1 atau lebih
tergantung dari kesepakatan pada sidang keluarga. Baik dengan alasan tidak mampu
melawan seorang diri, ataupun karena alasan pelaku utama ingin menghilangkan jejak
dengan cara nabang. Sasaran terutama pada orang yang dianggap kuat secara fisik dan
ekonomi. Cara melakukan carok yaitu berhadap-hadapan/ngongghai dan nyelep. Carok
yang permasalahnnya dilatarbelakngi masalah perempuan harus dilaksanakan sesegera
mungkin atau tidak boleh lebih dari 40 hari sejak permasalahannya diketahui. Jika lebih
dari masa tersebut maka orang Madura menyebutnya dengan baruy (basi). Carok yang
permasalahannya selain perempuan waktu pelaksanaannya tidak dibatasi dalam jangka
waktu tertentu. Waktu pelaksanaannya bisa dilakukan pagi, siang, maupun malam hari.
Yang penting bagi pelaku carok, ketika carok dilakukan, diusahakan agar tidak
diketahui oleh orang lain, atau setidak-tidaknya meminimalkan saksi-saksi. Alat atau
senjata yang digunakan mulai dari yang panjang (pedang, tombak, pisau, dll) sampai
yang bentuknya melengkung (celurit, calo, sekken, dan sejenisnya). Dalam prakteknya,
senjata jenis celurit yang umumnya dilakukan oleh pelaku carok.
D. Pasca Carok
Setelah carok berakhir, biasanya pelaku carok yang menang langsung menuju kantor
polisi terdekat. Maksud dan tujuannya terutama adalah meminta perlindungan dari
kemungkinan terjadinya serangan balasan oleh pihak keluarga korban.
Bagi pelaku carok yang menang, ada kecenderungan akan selalu menyimpan celurit
yang

pernah

digunakan

ketika

membunuh

musuhnya

sebagai

bukti

atas

kemenangannya itu. Kemudian pelaku juga melakukan nabang. Nabang adalah


merekayasa proses hukum suatu peristiwa carok dengan memberikan sejumlah uang
kepada oknum aparat peradilan. Pada prinsipnya memiliki 2 tujuan, pertama

merekayasa agar vonis hukuman menjadi ringan (<5 tahun). Kedua, merekayasa pelaku
utama carok, dalam arti siapa yang bertanggung jawab dan menerima hukuman penjara.
E. Respon Masyarakat
Respon masyarakat difokuskan pada pertama tanggapan dari pihak keluarga
pemenang dan yang kalah. Kedua, tanggapan dari masyarakat. Tanggapan dari keluarga
yang menang merasa bangga dan puas. Tanggapan dari keluarga yang kalah merasa
dendam. Mengenai tanggapan masyarkat luas terhadap carok, pada umumnya mereka
tidak menyalahkan para pelaku yang membunuh lawan-lawannya, baik dengan cara
berhadap-hadapan maupun nyelep.
Tanggapan negatif datang dari paramedis, jika mereka kebetulan sedang menangani
korban-korban carok mereka tidak pernah melakukan pembiusan ketika luka-luka parah
yang dideritanya harus dijahit atau dioperasi. Selain itu, cara menjahit luka-luka tersebut
dilakukan dengan sembarangan sehingga para pelaku carok selalu berteriak kesakitan
selama pengobatan berlangsung. Semua ini dimaksudkan agar pelaku carok menjadi
jera dan tidak melakukan carok lagi. Tanggapan negatif dalam bentuk penyiksaan
seperti ini tampaknya tetap tidak efektif untuk membuat para pelaku carok jera.
Biasanya orang yang berdekatan dengan mereka dan melihat bekas-bekas luka itu
kemudian selalu cenderung menunjukkan sikap dan perilaku yang terkesan
menghormatinya, sikap dan perilaku ini dapat ditafsirkan sebagai pemberian legitimasi
atas carok yang dilakukan oleh orang-orang jagoan tersebut. Sikap dan perilaku hormat
tersebut akan lebih ditunjukkan, jika para jagoan menunjukkan juga sikap sopan dan
menghargai orang lain. Tetapi pada kenyataannya para jagoan tersebut malah
menunjukkan sikap dan perilaku yang sombong. Bila ini terjadi, justru akan lebih
mudah memancing konflik yang berakibat pada terjadinya carok.

Você também pode gostar