Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Oleh:
Nama
NIM
Rombongan
Kelompok
Asisten
:
:
:
:
:
I. PENDAHULUAN
Penyakit tumbuhan hanya akan terjadi jika pada satu tempat terdapat
tumbuhan yang rentan, patogen virulen dan lingkungan yang sesuai. Penyakit
tumbuhan tidak akan terjadi jika patogen yang virulen bertemu dengan tumbuhan
yang rentan, tetapi lingkungan tidak membantu perkembangan patogen dan tidak
meningkatkan kerentanan tumbuhan (Semangun, 1996). Tumbuhan yang sakit
umumnya akan menunjukkan gejala yang khas dan dengan mudah gejala tersebut
dapat dilihat dengan mata tanpa alat bantu. Gejala penyakit adalah suatu bentuk
perubahan yang ditunjukkan oleh tumbuhan sebagai suatu reaksi terhadap patogen.
Tumbuhan dikatakan sehat apabila tampilan atau penampakan dari tumbuhan
tersebut normal dan dapat menjalankan fungsi fisiologisnya dengan lancar sesuai
dengan potensi genetisnya.
Tumbuhan yang diganggu oleh patogen dan salah satu fungsi fisiologisnya
terganggu maka akan terjadi penyimpangan dari keadaan normal yang menyebabkan
tumbuhan menjadi sakit (Agrios, 1996). Sel dan Jaringan tumbuhan yang sakit
biasanya menjadi lemah dan hancur oleh agensia penyebab penyakit. Kemampuan
sel dan jaringan untuk melaksanakan fungsi-fungsi fisiologis yang normal menjadi
menurun atau akan terhenti sama sekali dan sebagai akibatnya tumbuhan tersebut
pertumbuhannya akan terganggu atau mati (Yunasfi, 2002).
Secara sederhana penyakit tumbuhan dapatlah diberi batasan sebagai
kerusakan proses fisiologi, yang disebabkan oleh rangsangan yang terus menerus dari
penyebab utama, melalui terhambatnya akitifitas seluler, dan diekspresikan dalm
bentuk karakter patologi yang khas yang disebut symptom atau gejala (Satrahidayat,
2011). Gejala adalah perubahan yang ditunjukkan oleh tanaman sebagai suatu reaksi
pada patogen berdasarkan perubahan yang terjadi pada sel tumbuhan gejala penyakit
dibedaka menjadi 3 yaitu tipe nekrosa gejala yang terjadi disebut nekrosis, yaitu
gejala yang muncul sebagai akibat dari rusaknya atau matinya sel-sel tumbuhan; tipe
hypoplasia gejala yang terjadi disebut hipoplasia, yaitu gejala yang muncul sebagai
akibat dari terhentinya pertumbuhan sel; tipe hiperplastida gejalanya disebut
hiperplasia yaitu gejala yang muncu sebagai akibat perkembangan sel yang luar
biasa (Waluyo, 2009).
Tujuan dari praktikum pengenalan penyebab penyakit yaitu dapat mengetahui
berbagai penyebab gejala penyakit.
B. Metode
atau
Dicocokan dengan
pustaka
Digambar dan
difoto
Diidentifikasi
Nama preparat
Cabai
(Capsicum annum)
Tanda
Ada bercak.
2.
Pisang
(Musa sp.)
3.
Strawberry
(Fragaria sp.)
4.
Kentang
(Solanum
tuberosum)
5.
Daun pepaya
(Carica papaya)
Ada
miselium
dan banyak
miselium.
- Warna
permukaa
n gelap.
- Ada
bercak.
- Tekstur
agak
lembek.
- Agak
lembek
dan
berair.
- Bau
busuk.
- Ada
miselium
- Ada
bercak
Ada bercak
6.
Labu siam
(Sechium edule)
7.
Daun jagung
(Zea mays)
Gejala
Bercak hitam
pada
permukaan.
Bercak hitam
dan banyak
miselium.
Penyakit
Antraknosa.
Patogen
Gloesporium
piperatum.
Antraknosa.
Colletotrichum
gloesporioides.
Bercak
berwarna
kecoklatan.
Busuk buah
matang.
Colletotrichum
fragariae.
- Miselium
putih
seperti
bantalbantal.
- Bercakbercak
berlekuk.
Busuk
kering
fusarium.
Fusarium sp.
- Permukaan Karat
daun kasar.
- Ada
bercak
menonjol
warna
kuning
kejinggaan
Puccinia
sorghi,
Puccinia
polysora.
- Terkstur
keras.
- Tidak
berbau.
- Ada
miselium
- Ada
bercak.
- Bercak
coklat dan
miselium
dipermuka
an.
- Tidak
berlendir.
Busuk buah
Phytophthora
sp.
Ada bercak.
Bercak
kekuningan
sejajar tulang
daun.
Bulai
Sclerospora
maydis.
8.
Ada bercak.
Bercak hitam
pada
permukaan
daun.
Kapang
jelaga.
Capnodium
moniliforme.
b
I
II
Gambar 1. Preparat segar (a) dan gambar skematis (b) cabai (Capsicum
annum)
yang
terkena
penyakit
antraknosa
oleh
patogen
II
Gambar 2. Preparat segar (a) dan gambar skematis (b) pisang (Musa sp.) yang
terkena
penyakit
antraknosa
oleh
patogen
Colletotrichum
II
Gambar 3. Preparat segar (a) dan gambar skematis (b) strawberry (Fragaria
sp.) yang terkena penyakit busuk buah matang oleh Colletotrichum
fragariae. (I) bagian yang sehat. (II) bagian yang sakit.
II
Gambar 4. Preparat segar (a) dan gambar skematis (b) kentang (Solanum
tuberosum.) yang terkena penyakit busuk kering fusarium oleh
patogen Fusarium sp. (I) bagian yang sehat. (II) bagian yang sakit.
II
Gambar 5. Preparat segar (a) dan gambar skematis (b) labu siam (Sechium
edule)
yang
terkena
penyakit
busuk
buah
oleh
patogen
Phytophthora sp. (I) bagian yang sehat. (II) bagian yang sakit.
II
Gambar 6. Preparat segar (a) dan gambar skematis (b) daun pepaya (Carica
papaya) yang terkena penyakit karat oleh patogen Puccinia sorghi,
Puccinia polysora (I) bagian yang sehat. (II) bagian yang sakit.
II
Gambar 7. Preparat segar (a) dan gambar skematis (b) daun jagung (Zea mays)
yang terkena penyakit bulai oleh patogen Sclerospora maydis. (I)
bagian yang sehat. (II) bagian yang sakit.
II
Gambar 8. Preparat segar (a) dan gambar skematis (b) daun jambu biji
(Psidium guajava) yang terkena penyakit kapang jelaga oleh
patogen Capnodium moniliforme. (I) bagian yang sehat. (II) bagian
yang sakit.
B. Pembahasan
Praktikum pengenalan gejala penyakit kali ini menggunakan 8 macam
preparat segar yang terserang patogen yaitu cabai (Capsicum annum), pisang (Musa
sp.), strawberry (Fragaria sp.), kentang (Solanum tuberosum), labu siam (Sechium
edule), daun pepaya (Carica papaya), daun jagung (Zea mays), dan daun jambu biji
(Psidium guajava). Berikut ini adalah penjelasan untuk masing-masing preparat yang
terserang patogen.
Dari hasil pengamatan secara makroskopis pada cabai (Capsicum annum) di
duga menderita penyakit antraknosa yang diserang oleh patogen Gloesporium
piperatum. Tanda-tanda yang ditunjukkan yaitu pada cabai terdapat bercak dan
gejalanya yaitu bercak-bercaknya berwarna hitam. Penyakit antraknosa merupakan
salah satu penyakit penting dalam produksi cabai di daerah tropis yang panas dan
lembab yang dikenal juga sebagai penyakit busuh buah prapanen dan pasca panen.
Serangan penyakit ini disebabkan oleh cendawan Colletotrichum spp. yang dapat
menurunkan produksi sebesar 45-60% dan kualitas cabai (Hidayat et al., 2004).
Colletrichum mempunyai stroma yang terdiri dari masa miselium berbentuk
aservulus, bersepta panjang antara 30-90 m, umumnya berkembang merupakan
perpanjangan dari aservulus. Konidia berwarna hialin, bersel tunggal dan berukuran
5-15 m (Daniel, 1972).
Penyakit antraknosa pada tanaman cabai memiliki gejala mati pucuk
berkelanjutan ke bagian tanaman sebelah bawah. Daun, ranting dan cabang menjadi
kering berwarna cokelat kehitam-hitaman (Herwidyarti et al., 2013). Gejala lain dari
penyakit ini dapat berupa bercak kecil pada buah cabai. Selama musim hujan bercak
tersebut berkembang dengan cepat dan pada lingkungan kondusif penyakit tersebut
dapat menghancurkan seluruh areal pertanaman cabai. Faktor-faktor yang
mempengaruhi penyakit antraknosa yaitu distimulir disebabkan oleh kondisi yang
lembab dan suhu yang relatif tinggi. Penyakit antraknosa berkurang pada musim
kemarau, lahan yang memiliki drainase baik dan gulma yang terkendali dengan baik.
Penyakit antraknosa cenderung menyerang pada buah cabai yang masak ketimbang
cabai yang belum masak (masih hijau) hal ini karena kandungan glukosa, sukrosa
dan juga fruktosa yang dimiliki oleh cabai masak sedangkan cabai yang masih hijau
hanya mengandung glukosa dan sukrosa (Tenaya et al., 2001).
Hasil pengamatan secara makroskopis pada pisang (Musa sp.) diduga
menderita penyakit antraknosa yang diserang oleh patogen Colletotrichum
gloesporioides. Tanda-tanda yang ditunjukkan yaitu terdapat miselium yang banyak
dan gejalanya yaitu terdapat bercak warna hitam yang disekitar bercak terdapat
miselium lebat atau banyak. Menurut Indratmi (2009), patogen Colletotrichum
gloeosporioides
muncul pada periode pasca panen meskipun serangannya sudah dimulai sejak di
lapangan atau periode prapanen. Serangan utama patogen penyakit antraknosa adalah
bagian tanaman yang bernilai ekonomis yaitu pada buah. Jamur Colletotrichum
gloesporioides dikenal bersifat polifag. Serangan pada buah ditandai dengan adanya
bercak coklat atau hitam yang agak cekung kedalam. Bercak-bercak tersebut
seringkali terdapat mengumpul pada pangkal buah dan buah yang terinfeksi tidak
dapat dikonsumsi.
Klasifikasi penyakit Colletotrichum gloeosporioides (Penz.) Sacc menurut
Dwidjoseputro (1978) sebagai berikut:
Kingdom
: Fungi
Filum
: Mycota
Kelas
: Deuteromycetes
Ordo
: Melanconiales
Family
: Melanconiaceae
Genus
: Colletotrichum
Species
: Fungi
Filum
: Ascomycota
Kelas
: Sordariomycetes
Ordo
: Glomerellales
Family
: Glomerellaceae
Genus
: Colletotrichum
Species
: Colletotrichum fragariae
Serikat. Kisaran inangnya terbatas pada stroberi dan beberapa gulma C. acutatumis
yang merupakan agen penyebab utama busuk buah antraknosa, memiliki luas
jangkauan geografis yang lebih luas dari C. fragariae dan semakin penting sebagai
penyebab tangkai daun, stolon, mahkota, dan Infeksi akar (Curry et al., 2002).
Menurut Arroyo et al., (2011), tahap awal patogen Colletotrichum spp. menginfekisi
inang yaitu dengan melakukan
: Fungi
Filum
: Deuteromycota
Kelas
: Deuteromycetes
Ordo
: Moniliales
Family
: Tuberculariaceae
Genus
: Fusarium
Spesies
: Fusarium Sp
Penyebab penyakit Fusarium adalah paling banyak Fusarium caeruleum
(Lib.) Sacc. Spesies ini memiliki konidium berbentuk bulat sabit, umumnya bersekat
3, berukuran 30-40 x 4,5-5,5 m. Konidium akan membentuk massa yang berwarna
putih, oker, atau merah jambu. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit Fusarium
yaitu intensitas penyakit dalam gudang yang dibantu oleh suhu penyimpanan yang
lebih dari 4 bulandan adanya luka pada kentang (umbi) yang dapat membantu
infeksi. Menurut Semangun (1996), Cendawan Fusarium akan membentuk konidium
pada suatu badan yang disebut sporodokium yang dibentuk pada permukaan tangkai
atau daun sakit pada tangkai yang sudah tua. Konidiofor bercabang dan rata-rata
mempunyai panjang 70 m, cabang-cabang samping biasanya bersel satu, panjang
sampai 14 m, konidium terbentuk pada ujung cabang utama dan samping.
Mikronidium bersel satu atau dua, hialin jorong atau agak memanjang dengan ukuran
5 -7 x 2,5-3 m. Makrokonidium berbentuk sabit, bertangkai kecil, kebanyakan
bersel 4, berukuran 22- 36 x 4,5 m. Klamidospora bersel satu, jorong atau bulat
berukuran 7-13 x 7-8 m terbentuk di tengah hifa atau pada makrokonidium,
seringkali berpasangan. Konidia biasanya mempunyai 3-5 septa dan sel apikal yang
tipis serta dasarnya yang berbentuk kaki. Klamidosporanya dapat terbentuk tunggal
dan berpasangan (Ploetz, 1994)
Hasil pengamatan secara makroskopis untuk daun pepaya (Carica papaya)
diduga menderita penyakit karat yang diserang oleh patogen Puccinia sorghi atau
Puccinia polyshora. Tanda-tanda yang ditunjukkan yaitu terdapat bercak dan gejanya
pada permukaan daunnya kasar dan terdapat bercak menonjol berwarna kuning
kejinggaan. Menurut Burhanuddin (2009), penyakit karat dapat disebabkan oleh
jamur Puccinia polysora Underw dan Puccinia sorghi Schweinitz. Penyakit karat di
Indonesia merupakan penyakit yang endemis. Penyakit karat pertama kali dilaporkan
di Amerika Serikat pada tahun 1891. Penyakit karat memiliki gejala yaitu pada
tanaman dewasa daun yang sudah tua terdapat titik-titik noda yang berwarna
kecoklatan seperti karat serta terdapat serbuk yang berwarna kecoklatan, serbuk ini
kemudian menjadi bermacam-macam bentuknya. Permukaan atas dan bawah daun
terdapat bercak daun seperti bisul, bentuk bulat sampai lonjong berwarna coklat
kemerahan ukuran 2 mm. Berikut ini merupakan klasifikasi dari patogen penyebab
karat Puccinia sorghi sebagai berikut:
Kingdom
: Fungi
Filum
: Basidiomycota
Kelas
: Pucciniomycotina
Ordo
: Pucciniales
Famili
: Pucciniaceae
Genus
: Puccinia
Spesies
Jamur Puccinia sorghi Schweinitz mempunyai uredium pada kedua sisi daun
dan upih daun yang tersebar tidak menentu atau juga rapat. Urediospora bulat atau
jorong dengan ukuran 24-29 x 22-29 m, berdinding coklat kemerahan, berduri-duri
halus dan jamur membentuk telium terbuka (Semangun, 1993). Menurut Wakman
dan Burhanuddin (2007), jamur Puccinia sorghi memiliki tebal spora 1-1,5 m
dengan 4-5 lubang ekuator dan ukurannya 18-27 x 29-41m, mudah lepas, dua sel
timbul pada tangkai pendek ukuran 10-30 m. Teliospora berwarna cokelat, halus,
elips dan kedua ujungnya membulat. Penyebaran penyakit karat dipengaruhi oleh
terbentuknya urediospora. Jamur ini dapat berkembang sangat baik pada suhu 27-28
C dan kelembaban udara yang tinggi serta jenbis varietas tertentu. Kelembapan
yang tinggi akan meningkatkan serangan penyakit karat. Faktor lain yang
mempengaruhi penyebaran penyakit ini adalah perbedaan topografi yaitu pada
ketinggian 1.200 di atas permukaan laut, perkembangan penyakit ini akan terhambat
namun sebaliknya pada ketinggian 900 m dari atas permukaan laut perkembangan
penyakit ini sangat baik (Burhanuddin, 2009).
Hasil pengamatan secara makroskopis untuk daun jagung (Zea mays) diduga
menderita penyakit bulai yang diserang oleh patogen Sclerospora maydis. Tandatanda yang ditunjukkan yaitu terdapat bercak dan gejalanya terdapat bercak
kekuningan sejajar dengan tulang daun. Penyakit bulai disebabkan oleh jamur
Perenosclerospora sp. merupakan penyakit utama yang menyerang tanaman jagung.
Penyakit ini menyerang pada tanaman yang berumur muda atau pada masa vegetatif,
dengan gejala daun yang berklorotik dan di bawah permukaan daun akan terlihat
lapisan beledu putih yang terlihat jelas pada pagi hari. Di Indonesia ada dua macam
jamur yang dapat menyerang penyakit bulai yaitu P. maydis (Rac.) Shaw di Jawa dan
P. philippinensis. Gejala penyakit bulai yaitu terdapatnya bercak berwarna klorotik
memanjang searah tulang daun dengan batas yang jelas, adanya tepung berwarna
putih pada bercak yang terlihat pada pagi hari, daun yang terkena bercak menjadi
sempit dan kaku, tanaman menjadi terhambat pertumbuhannya, daun menggulung
dan terpuntir. Penyakit bulai dapat menimbulkan gejala sistemik yang meluas
keseluruh badan tanaman dan dapat menimbulkan gejala lokal tergantung dari
meluasnya jamur penyebab penyakit di dalam tanaman yang terinfeksi (Surtikanti,
2012). Berikut ini merupakan klasifikasi dari patogen Peronosclerospora maydis
sebagai berikut:
Kingdom
: Chromista
Filum
: Heterokantophyta
Kelas
: Oomycetes
Ordo
: Sclerosporales
Famili
: Peronosporaceae
Genus
: Peronosclerospora
Spesies
: Peronosclerospora maydis.
Peronosclerospora maydis memiliki konidiofor berukuran 132 - 261m.
dilakukan dengan menggunakan belerang atau kapur setelah banyak kutu atau semut
(Rukmana dan Oesman, 1998).
Penyakit kapang jelaga juga dapat disebabkan oleh jamur Meliola spp.
termasuk dalam family Meliolaceae, ordo Meliolales, kelas Ascomycetes. Jamur
tersebut bersifat obligat yang artinya tidak dapat diisolasi dan ditumbuhkan pada
media buatan, hanya dapat hidup pada bagian tanaman yang masih hidup dan
mengganggu jaringan tanaman inang dengan jalan mempenetrasi sel inang. Meliola
sp. mempunyai hifa yang disebut dengan hipopodia (hifa mempunyai tonjolantonjolan di kedua sisi dan berfungsi sebagai alat untuk merekat dan absorpsi pada
daun. Askus (tubuh buah) disebut sebagai peritesium karena berbentuk agak bulat
yang ujungnya terdapat ostiol (lubang keluarnya spora), spora yang dibentuk disebut
askospora yang berbentuk lonjong, berwarna coklat kehitaman dan sporanya
berseptat (Ismail dan Anggraeni, 2008).
Hasil pengamatan secara makroskopis untuk labu siam (Phaseolus vulgaris)
diduga menderita penyakit busuk buah yang diserang oleh patogen Phytophthora sp.
Tanda-tanda yang ditunjukkan yaitu terdapat miselium dan bercak, tekstur dari labu
siam sedikit agak lembek dan tidak berbau. Menurut Sriwati dan Muarif (2012),
Phytopththora spp. merupakan salah satu patogen penting penyebab penyakit.
Patogen ini dapat menyebabkan busuk buah, kanker batang, dan hawar daun yang
dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Penyakit busuk buah
merupakan penyakit yang paling penting karena Phytophthora spp. dapat membuat
buah busuk sampai pada bagian bijinya, hal ini menyebabkan kerugian karena dapat
menurunkan produksi. Penyakit busuk buah ini memiliki gejala yang ditandai dengan
adanya bercak-bercak basah berwarna coklat kehitaman dikulit buah, busuk, dan
dibagian yang terserang terbentuk miselium dan sporangira berwarna putih. Berikut
ini merupakan klasifikasi dari patogen Phytophthora sp.
Kingdom
: Chromalveolata
Filum
: Heterokantophyta
Kelas
: Oomycetes
Ordo
: Peronosporales
Famili
: Pythiaceae
Genus
: Phytophthora
Spesies
: Phytophthora sp.
Spora
aseksual
disebut
sporangium.
Sporangia
dibentuk
pada
DAFTAR REFERENSI
Agrios, G. N. 1996. Plant Pathology 3th ed. Academy Press: New York.
Arroyo, F. T., J. Moreno, P. Daza, J. Torreblanca dan R. Romero. 2011. Differential
Pathogenis Response in Strawberry Tissues and Organs by Colletotrichum
acutatum. Journal of Agricultural Science and Tecnology 5(4): 394-398.
Burhanuddin. 2009. Komponen Teknologi Pengendalian Penyakit Karat Puccinia
plysora Underw (UREDINALES: PUCCINIACEAE) Pada Tanaman Jagung.
Proseding Seminar Nasional Serealia: 427-437.
Curry, K. J., M. Abril, J. B. Avant dan B. J. Smith. 2002. Strawberry Anthracnose
Histopathology of Colletotrichum acutatum dan C. fragariae. Phytopathologi
92(10): 1055-1063.
Daniel, A. 1972. Fundamental of Plant Phatology. W. H. Reemen and Company.
San Fransisco. Toppan Limited Tokyo. Japan. P: 490.
Dwidjoseputro. 1978. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia: Jakarta.
Erwin, D. C. dan O. K. Ribeiro. 1996. Phytophthora Disease Worldwide. APS. St
Paul Minnesota 562.p
Herwidyarti, K. H., S. Ratih dan D. R. J. Sambodo. 2013. Keparahan Penyakit
Antraknosa pada Cabai (Capsicum annum L.) dan Berbagai Jenis Gulma. J.
Agrotek Tropika 1(1): 102-106.
Hidayat, I. M., I. Sulastrini, Kusandriani dan A. H. Permadi. 2004. Lesio Komponen
Tanggap Buah 20 Galur dan atau Varietas Cabai Terhadap Inokulasi
Colletotrichum capsici dan Colletotrichum gloesporioides. Jurnal
Holtikultura 14(3): 161-162.
Hikmawati, T. Kuswinanti, Melina dan M. B. Pabendon. 2011. Karakterisasi
Morfologi Peronosclerosora spp. Penyebab Penyakit Bulai Pada Tanaman
Jagung dari Beberapa Daerah di Indonesia. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros.
Indratmi, D. 2009. Penggunaan Debargomycetes sp. dan Schizosacchoromyces sp.
dengan adjuvant untuk Pengendalian Penyakit Antraknosa pada Mangga.
Gamma 5(1): 13-20.
Ismail, B. dan I. Anggraeni. 2008. Identifikasi Penyakit Jati (Tectona grandis) dan
Akasia (Acacia auriculiformis) di Hutan Rakyat Kabupaten Wonogiri, Jawa
Tengah. Jurnal Pemuliaan Tanaman 2(1): 1-12.
Pajrin, J., J. Panggesso dan Rosmini. 2013. Uji Ketahanan Beberapa Varietas Jagung
(Zea mays L.) Terhadap Intensitas Serangan Penyakit Bulai
(Peronosclerospora maydis). e-J. Agrotekbis 1(2): 135-139.
Ploetz, R. C. 1994. Banana: Compedium of Tropical Fruit Disease. Minnesota : The
American Phytophatology Society Press.
Pracaya. 2010. Hama dana Penyakit Tanaman Edisi Revisi. PT. Penebar Swadaya:
Cimanggis, Depok.
Rukmana, R. dan Y. Y. Oesman. 1998. Kaktus. Kanisius: Yogyakarta.
Rukmana, R. dan Y. Y. Oesman. 2002. Rambutan. Kanisius: Yogyakarta.